Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
31102000083
SGD 5
Learning Issue :
a)Berdasarkan hubungan antara ramus mandibular dan distal molar kedua bawah.
KelasI: Ruangan yang tersedia cukup untuk ukuran
mesiodistal mahkota gigi molar ketiga bawah antara ramus mandibula dan permukaan distal
gigi molar kedua bawah.
Kelas II : Ruangan antara permukaan distal gigi molar kedua bawah dan ramus mandibula
lebih kecil dari ukuran mesiodistal mahkota gigi molar ketiga bawah.
Kelas III : Seluruh atau sebagian besar molar tiga berada dalam ramus mandibular.
Berdasarkan kedalaman relatif dalam hubungan terhadap garis servikal molar kedua rahang
bawah.
Posisi A : Bagian tertinggi gigi molar tiga berada setinggi
garis oklusal.
b)Posisi B : Bagian tertinggi gigi molar tiga berada di bawah garis oklusal tapi masih lebih
tinggi daripada garis servikal molar dua.
Posisi C: Bagian tertinggi gigi molar tiga berada di bawah garis servikal molar dua.
2) Klasifikasi impaksi menurut George Winter :
Berdasakan aksis panjang gigi atau posisi gigi impaksi molar tiga terhadap gigi molar dua.
Posisi-posisi gigi tersebut meliputi:
a)Mesioangular (miring ke mesial)
Gigi molar ketiga bawah mengalami tilting terhadap gigi
molar kedua ke arah mesial.
b) Distoangular (miring ke distal)
Surya Dimastiar
31102000083
SGD 5
Axis panjang molar ketiga bawah mengarah ke arah distal atau posterior menjauhi molar
kedua.
C) Vertikal
Axis panjang gigi molar ketiga bawah berada pada arah yang sama dengan axis panjang gigi
molar kedua bawah.
d) Horizontal
Axis panjang gigi molar ketiga bawah mendatar secara horizontal terhadap axis panjang gigi
molar kedua bawah.
2. Apa saja patogenesis dan komplikasi yang mungkin muncul karena gigi impaksi? (misal gusi
bengkak dikaitkan dengan impaksi)
JAWAB : 1. Perikoronitis
Merupakan infeksi yang terjadi pada jaringan lunak yang mengelilingi mahkota gigi impaksi
sebagian. Kondisi yang biasa terjadi adalah
inflamasi pada jaringan lunak yang sangat dekat dengan mahkota gigi, paling sering terjadi
pada molar ke tiga mandibular.
Parestesi akan terjadi pada seluruh daerah yang di inervasi oleh nervus yang terpotong. Pada
molar ketiga yang dikhawatirkan yaitu terkenanya atau terpotongnya nervus fasialis yang
berakibat mulut pasien bisa menjadi merot
2. Perforasi Sinus Maksilaris
Perforasi sinus maksilaris sering terjadi pada pencabutan gigi
impaksi molar ketiga bagian atas karena dekatnya gigi dengan cekungan
alveolar dari sinus.
Surya Dimastiar
31102000083
SGD 5
3. Masuknya gigi impaksi ke dalam Sinus Maksilaris
Pembedahan secara kasar atau penggunaan elevator dengan
ceroboh dapat menyebabkan gigi molar ketiga atau akar yang mengalami fraktur bergeser
atau masuk ke dalam sinus. Hal ini dapat terjadi karena akar molar tiga bagian atas dan sinus
maksilaris hanya terpisah oleh
lapisan tulang yang sangat tipis, dan secara anatomi akar molar tiga bagian
atas berbentuk konus.
4. Parestesi
Parestesi akan terjadi pada seluruh daerah yang di inervasi oleh nervus yang terpotong. Pada
molar ketiga yang dikhawatirkan yaitu terkenanya atau terpotongnya nervus fasialis yang
berakibat mulut pasien bisa menjadi merot.
5. Trauma molar dua
Apabila molar kedua trauma dapat menyebabkan gigi goyah,
mahkota pecah dan peradangan pada gigi. Komplikasi ini terjadi akibat dari kuatnya tekanan
pada penggunaan instrumen yang digunakan.
Jika gigi bungsu menekan gigi geraham kedua, hal itu dapat merusak gigi
geraham kedua atau meningkatkan risiko infeksi di daerah tersebut.
Tekanan ini juga dapat menyebabkan masalah dengan gigi yang berjejal atau
memerlukan perawatan ortodontik untuk meluruskan gigi lainnya.
2. Kista
Kantung tersebut dapat terisi dengan cairan, membentuk kista yang dapat
merusak tulang rahang, gigi, dan saraf.
Selain itu, bisa menjadi tumor namun jarang terjadi dan tumor yang tumbuh
adalah tumor non kanker, sehingga membutuhkan pengangkatan jaringan dan
tulang.
3. Pembusukan
4. Gigi Berjejal: Gigi bungsu sebenarnya dapat mendorong gigi di sekitarnya saat mencoba muncul. Hal ini dapat
mendorong geraham yang berdekatan keluar dari tempatnya, menyebabkan kepadatan yang signifikan, yang dapat
menyebabkan berbagai masalah, seperti gigitan yang tidak sejajar, kesulitan menyikat gigi dan flossing, penyakit gusi, dan
infeksi.
5. Karies gigi
Dikarenakan gigi bungsu lebih sulit dibersihkan menyebabkan risiko mengalami
karies gigi lebih tinggi
Surya Dimastiar
31102000083
SGD 5
3. Apa perawatan yang dilakukan pada scenario? (prosedur, kapan melakukan perawatan
tersebut, indikasi dan kontraindikasi perawatan)
JAWAB :
1) Anamnesa
Pemeriksaan keadaan umum pasien .
2) Pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen
Foto rontgent juga diperlukan untuk mengevaluasi dan mengetahui kepadatan dari tulang
yang mengelilingi gigi.
Pemeriksaan ini sebaiknya didasarkan dengan pertimbangan usia, hubungan antara gigi
impaksi dan kanalis mandibularis , morfologi
gigi impaksi, serta keadaan jaringan yang menutupi gigi impaksi, apakah terletak pada
jaringan lunak saja atau juga terpendam didalam tulang.
3) Anestesi
Anestesi yang dapat digunakan berupa anestesi lokal dan umum. Anestesi lokal dapat
dilakukan pada pasien yang memiliki keadaan umum yang normal dan baik, dengan bahan
yang bersifat vasokonstriktor untuk mendapat efek anestesi yang cukup lama dan
memberikan daerah operasi yang relatif bebas darah. Dan pada pasien yang gelisah dapat
dilakukan anestesi umum.
4) Teknik Operasi
Adapun teknik – teknik operasi yang digunakan dalam tindakan odontektomi, yaitu sebagai
berikut:
1. Insisi untuk pembuatan flap
Insisi dilakukan pada jaringan yang sehat dan mempunyai basis yang cukup lebar, sehingga
pengaliran darah cukup
baik.
2. Pengambilan tulang yang menghalangi gigi
Dengan menggunakan alat bur dan dibantu dengan irigasi larutan saline agar gigi dapat
terlihat untuk dilakukan pemotongan atau pengambilan.
3. Pengambilan gigi
Pengambilan gigi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
intoto atau utuh dan in separasi atau terpisah. Bila dengan cara intoto, tulang yang
mengelilingi gigi diambil secukupnya, sehingga didapatkan cukup ruangan untuk dapat
melakukan elevator dibawah korona. Kemudian dengan elevator tersebut dilakukan gerakan
mengungkit gigi. Sedangkan metode in separasi, pengambilam gigi impaksi dilakukan dengan
membuang sedikit tulang. Gigi yang impaksi diambil dengan cara dibelah terlebih dahulu
lalu diambil sebagian-sebagian.
4. Pembersihan luka dan penutupan flap
Setelah pengeluaran gigi, soket dibersihkan dari sisa-sisa tulang bekas pengeboran. Folikel
dan sisa enamel organ harus dibersihkan atau diirigasi dengan air garam fisiologis karena
dapat menyebabkan kista residual bila tertinggal. Kemudian flap dikembalikan pada tempat
yang dijahit.
a. Indikasi Odontektomi
1. Menurut Pedersen (1996) indikasi odontektomi antara lain : 1 Kegagalan pencabutan
dengan tang.
- Adaptasi tang yang tidak tepat/gagal (mahkota/akar rusak atau malposisi).
Mahkota fraktur.
-Tidak berhasil mengekspansi alveolus. Kemungkinan terjadinya fraktur akar.
- Akar yang panjang dan kecil.
- Akar yang mengalami dilaserasi.
- Gigi yang dirawat endodontic (getas).
- Tulang pendukung yang padat.
Surya Dimastiar
31102000083
SGD 5
- Celah ligament periodontal yang sempit.
- Kedekatan dengan struktur disekitarnya.
- Gigi yang lain (arah pengeluaran terhalang gigi
lain).
- Sinus maxilaris.
- kanalis mandibularis.
- Untuk mempertahankan tulang alveolus yg mendukungnya.
- Gigi kaninus atas.
- Gigi ankilosis.
2. Menurut Fragiskos (2007) indikasi odontektomi antara lain : 2
- Gigi RA atau RB dengan morfologi akar gigi yang tidak biasa.
- Hipersementosis akar, akar tipis dan akan yang membulat.
- Akar yang mengalami delaserasi.
- Gigi ankilosis atau gigi-geligi yang mengalami
abnormalitas (contoh : dens in dente).
- Impaksi dan semi-impaksi.
- Gigi yang fusi dengan gigi disebelahnya, gigi yang fusi
pada daerah apical dengan gigi tetangganya.
- Akar gigi yang ditemukan dibawah garis gusi.
- Akar dengan lesi periapkal.
- Gigi molar desidui yang akarnya memeluk mahkota gigi
premolar permanen.
b. Kontra Indikasi Odontektomi
1. Umur yang ekstrim
Kontraindikasi yang paling umum untuk odontektomi
adalah bagi pasien lanjut usia. pasien lanjut usia memiliki tulang yang sangat kaku, sehingga
kurang fleksibel. Oleh karena itu pada pasien yang lebih tua (biasanya di atas usia 35)
dengan gigi impaksi yang tidak menunjukkan keluhan, gigi tidak harus diekstraksi.
Jika gigi impaksi menunjukkan tanda-tanda pembentukan kista atau penyakit periodontal
yang melibatkan gigi yang berdekatan ataupun gigi impaksi, atau menjadi gejala sebagai
fokal infeksi, maka gigi harus diekstraksi.
2. Pasien dengan status compromised
Jika fungsi jantung pasien atau pernafasan atau pertahanan
tubuh terhadap infeksi terganggu, ahli bedah harus mempertimbangkan dilakukannya
odontektomi. Namun, jika gigi menjadi fokal infeksi, dokter bedah harus bekerja hati-hati
untuk mengekstraksi gigi tersebut.
3. Kemungkinan kerusakan yang luas pada struktur gigi sebelahnya pasien yang lebih muda
mengalami gejala gigi impaksi, dokter gigi akan secara bijaksana mencegah kerusakan
struktur gigi ataupun tulang yang berdekatan. Namun, untuk pasien yang lebih tua tanpa
tanda-tanda komplikasi yang akan muncul dan kemungkinan terjadinya komplikasi rendah,
gigi impaksi tidak boleh diekstraksi. Sebuah contoh misalnya pasien yang lebih tua dengan
potensi kerusakan periodontal pada aspek distal molar kedua tetapi dalam pengangkatan
molar ketiga bisa mengakibatkan hilangnya molar kedua. Dalam situasi ini gigi impaksi tidak
boleh
diekstraksi.
4. Apa saja komplikasi yang muncul setelah dilakukan perawatan? (sebab dan pengobatan dari
komplikasi ini muncul)
JAWAB : Odontektomi sebaiknya dilakukan pada saat pasien masih muda pada usia 25– 26
tahun sebagai tindakan profilaktik atau pencegahan terhadap terjadinya patologi.
Odontektomi lebih mudah dilakukan pada pasien usia muda karena mahkota gigi baru
terbentuk dan apeks gigi belum terbentuk dengan sempurna. Selain itu, jaringan tulang di
Surya Dimastiar
31102000083
SGD 5
sekitar gigi pun masih lunak trauma pembedahan minimal dan tidak mencederai nervus atau
jaringan sekitar. Odontektomi pada pasien diatas 40 tahun, penyembuhan luka akan lebih
lama yang disebabkan oleh trauma pembedahan yang lebih besar, ini dapat terjadi karena
pada usia pasien yang lebih tua sudah terjadi mineralisasi tulang dimana tulangnya sudah
sangat kompak dan kurang elastis dan celah ligamen periodontium/folikular mengecil atau
tidak ada..
Rasa sakit pasca bedah
hal yang normal. Biasanya dimulai ketika efek anestesi lokal mereda dan mencapai
intensitas maksimal selama 12 jam pertama pasca operasi. Analgesik yang paling umum
diberikan yaitu kombinasi asam asetilsalisilat dan antiinflamasi nonsteroid. Analgesik harus
diberikan sebelum efek anestesi lokal mereda. Dengan cara ini, rasa sakit biasanya lebih
mudah dikendalikan,pemberian antiinflamasi nonsteroid sebelum pembedahan mungkin
bermanfaat dalam membantu mengontrol rasa sakit pasca operasi.
Edema
sebagai akibat trauma setempat seperti odontektomi terjadi sebagai
tanda proses radang dengan disertai kemerahan dan rasa sakit. Edema biasanya mencapai
puncaknya pada akhir hari kedua pasca operasi dan biasanya menghilang pada hari kelima
hingga ketujuh. Edema merupakan reaksi normal jaringan dari cedera
pada setiap tindakan odontektomi.
Trismus
dapat disebabkan karena pasca bedah. Trismus dapat disebabkan oleh edema disekitar
bekas pembedahan molar ketiga akan meyebabkan perubahan jaringan sekitarnya dan
muskulus pengunyahan mengalami kontraksi sehingga akan menimbulkan trismus. Tetapi
ada juga yang mengatakan bahwa trismus terjadi bukan karena meningkatnya volume dari
muskulus karena edema dan infiltrate tetapi lebih disebabkan karena reaksiatas rasa sakit
yang disebabkan oleh gerakan rahang. Nervus yang paling sering cedera selama pencabutan
dan pembedahan gigi adalah nervus alveolaris inferior dan nervus lingualis.
Pembengkakan, nyeri, dan trismus dianggap sebagai komplikasi sementara dan diperkirakan
akan terjadi pasca pembedahan.
disebabkankarenareaksiatasrasasakityang disebabkanolehgerakanrahang.1,6
Pembengkakan, nyeri, dan trismus dianggap sebagai komplikasi sementara dan diperkirakan
akan terjadi pasca pembedahan.
Pendarahan/bleeliding
setelah tindakan odontektomi ini biasanya terjadi sampai 48 jam setelah pembedahan.
Variasi anatomi, kedekatan gigi dengan ikatan saraf vaskular dari kanal mandibula, dan
koagulopati adalah penyebab utama perdarahan. Cara yang paling efektif untuk mencapai
hemostasis setelah operasi adalah dengan mengoleskan kasa langsung ke tempat operasi
dengan tekanan yang memadai. Ini biasanya dilakukan dengan meminta pasien menggigit
alas kain kasa. Dalam membandingkan perdarahan dengan jenis kelamin, usia, posisi gigi,
klasifikasi gigi, retensi, sudut, kondisi sistemik, kebiasaan buruk, penggunaan kontrasepsi
oral dan menstruasi, tidak ada perbedaan signifikan secara statistik.
Dry Socket / Alveolar osteitis
Dry socket ditandai oleh rasa sakit yang hebat dan berdenyut yang tidak dapat dikendalikan
oleh pembunuh rasa sakit biasa, ini bisa dimulai antara hari kedua dan kelima setelah
odontektomi, dengan bau yang tidak sedap dan tanpa jaringan yang tidak rusak di dalam
soket. Beberapa peneliti
mengklasifikasikan alveolitis sebagai nekrosis jaringan alveolar
dengan tulang yang terbuka, dengan perpanjangan nyeri antara 5 dan 7 hari, bersifat
neuralgik, intens atau berat. Beberapa factor resiko penggunaan kontrasepsi oral dan
merokok dapat meningkatkan terjadinya dry socket. Kejadiannya dapat dikurangi dengan
beberapa teknik, yang sebagian besar ditujukan untuk mengurangi
Surya Dimastiar
31102000083
SGD 5
kontaminasi bakteri di lokasi bedah.
Fraktur mandibula
Fraktur paling sering terjadi pada individu yang lebih tua dengan tulang yang padat,
diperngaruhi oleh posisi molar ketiga, dan juga oleh tekanan dari operator pada saat
melakukan elevasi dalam upya pengambilan gigi. Jika fraktur terjadi maka fiksasi internal
dengan miniplates adalah pilihan yang sangat baik dalam situasi ini. Fiksasi kawat dan
aplikasi fiksasi intermaxilarry adalah alternative yang dapat diterima. Fraktur mandibular
yang terlambat biasanya terjadi 4 sampai 6 minggu setelah ekstraksi pada pasien yang lebih
tua dari 40 tahun.
Parastesi
Saluran saraf yang berhubungan dengan gigi sangat banyak. Pada daerah rahang juga
dapat dijumpai beberapa saluran saraf., saluran saraf yang ada di dekat gigi bungsu
akan rawan mengalami kerusakan pada saat proses pengambilan. Kondisi ini tak
jarang menimbulkan parastesi atau sensasi abnormal, seperti kesemutan, mati rasa,
dan gatal.
SUMBER : Pedersen GO. 1988. Bedah mulut. Purwanto, Basoeseno, editor. Oral
surgery. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996. h. 60-100.
Balaji SM. Oral and maxillofacial surgery. Delhi: Elsevier. 2009: 230–242.
Lawler W, Ali A, William J. Buku pintar patologi untuk kedokteran gigi. Agus Djaya,
editor. Essential pathology for dental students. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1992. h. 9-15.