PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Mengingat: ...
SK No 046489 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
SK No 046335 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
12. Penyidik . . .
SK No 046334 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
SK No 046333 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
SK No 046332 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
-6 -
SK No 046482 A
jdih.kemenkeu.go.id
PR.ESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7 -
SK No 046330 A
jdih.kemenkeu.go.id
PR.ESIDEN
REPUBUK INOONESIA
- 8 -
BAB II
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK,
SURAT PEMBERITAHUAN, PENGUNGKAPAN KETIDAKBENARAN,
DAN TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
Bagian Kesatu
Nomor Pokok Wajib Pajak
Pasal 2
(1) Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan wajib
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak dan kepada Wajib Pajak diberikan
Nomor Pokok Wajib Pajak.
(2) Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan
Penduduk menggunakan Nomor Induk Kependudukan.
(3) Terhadap Penduduk, pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1) dilakukan dengan melakukan aktivasi Nomor
Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak
dalam administrasi perpajakan.
(4) Kewajiban mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenai
pajak secara terpisah karena:
a. hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim;
b. melakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan
harta dengan suami, secara tertulis; atau
c. ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewaj iban
perpajakan terpisah dari hak <lan kewaj iban
perpajakan suami.
SK No 046329 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-9 -
Pasal3
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan yang
menggantikan yang berhak dalam kedudukannya sebagai
subjek pajak menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak dari
orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut dan diwakili
oleh:
a. salah seorang ahli waris;
b. pelaksana wasiat; atau
c. pihak yang mengurus harta peninggalan.
Pasal4
(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya dapat
melakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
dan/atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
berdasarkan Pemeriksaan atau penelitian.
(2) Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak
dapat melakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
dan/ a tau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
berdasarkan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan penghapusan
Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pencabutan
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak berdasarkan
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap
Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan
penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta pengukuhan
dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
SK No 046328 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
Bagian Kedua
Surat Pemberitahuan
Pasal 5
(1) Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan
Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan
menyampaikan pernyataan tertulis.
(2) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum
melakukan tindakan:
a. Pemeriksaan; atau
b. Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a dimulai sejak saat surat pemberitahuan Pemeriksaan
disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai,
atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
(4) Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b merupakan Pemeriksaan Bukti
Permulaan secara terbuka, yang dimulai sejak saat surat
pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan
disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai,
atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
(5) Pernyataan tertulis dalam pembetulan Surat
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara memberi tanda pada tempat yang
telah disediakan dalam Surat Pemberitahuan yang
menyatakan bahwa Wajib Pajak yang bersangkutan
membetulkan Surat Pemberitahuan.
SK No 046327 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
Pasal 6
(1) Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan
Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak
menerima:
a. Surat Ketetapan Pajak;
b. Surat Keputusan Keberatan;
c. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
d. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
e. Surat Keputusan Pembetulan;
f. Surat Keputusan Persetujuan Bersama;
g. Putusan Banding; atau
h. Putusan Peninjauan Kembali,
atas Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak
sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda
dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam
Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana diatur dalam
Pasal 8 ayat (6) Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, dengan menyampaikan pernyataan
tertulis.
(2) Pernyataan tertulis dalam pembetulan Surat
Pemberitahuan Tahunan yang menyatakan rugi fiskal
berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara memberi
tanda pada tempat yang telah disediakan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan yang menyatakan bahwa Wajib
Pajak yang bersangkutan membetulkan Surat
Pemberitahuan Tahunan.
(3) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan dengan ketentuan:
a. paling ...
SK No 046289 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
SK No 046288 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
Bagian Ketiga
Pengungkapan Ketidakbenaran
Pasal 7
(1) Dalam hal Wajib Pajak dilakukan tindakan Pemeriksaan
Bukti Permulaan, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri
dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis
mengenai ketidakbenaran perbuatannya, jika:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan ...
SK No 046287 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
SK No 046286 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
Pasal 8
( 1) Dalam hal Wajib Pajak dilakukan tindakan Pemeriksaan,
Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan
tersendiri mengenai ketidakbenaran pengisian Surat
Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya sebagaimana diatur dalam
Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, sepanjang Direktur Jenderal Pajak
belum menyampaikan surat pemberitahuan hasil
Pemeriksaan.
(2) Laporan tersendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dilampiri
dengan:
a. penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya dalam format Surat
Pemberitahuan;
b. Surat Setoran Pajak atas pelunasan pajak yang
kurang dibayar apabila pengungkapan
ketidakbenaran peng1sian Surat Pemberitahuan
mengakibatkan pajak yang kurang dibayar menjadi
lebih besar; dan
c. Surat Setoran Pajak atas sanksi administratif berupa
bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (5)
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan jika pengungkapan ketidakbenaran
peng1s1an Surat Pemberitahuan mengakibatkan
pajak yang kurang dibayar menjadi lebih besar.
SK No 046285 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
Bagian Keempat
Tata Cara Pembayaran atau Penyetoran Pajak
Pasal9
(1) Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang
terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas
negara melalui tempat pembayaran.
(2) Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan dengan
menggunakan sarana administrasi lain yang
kedudukannya disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
SK No 046284 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 17 -
Bagian Kelima
Dasar Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pasal 10
(1) Kelebihan pembayaran pajak sebagai akibat adanya:
a. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
b. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak;
c. Surat Keputusan Keberatan;
d. Surat Keputusan Pembetulan;
e. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
f. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
g. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
h. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
1. Surat Keputusan Persetujuan Bersama;
J. Putusan Banding;
k. Putusan Peninjauan Kembali; dan
1. Surat Keputusan Pemberian lmbalan Bunga,
dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan ketentuan jika
ternyata Wajib Pajak mempunyai utang pajak langsung
diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang
pajak tersebut.
(2) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 1 (satu)
bulan sejak:
a. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak diterima sehubungan dengan diterbitkannya
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana
diatur dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b. diterbitkannya ...
SK No 046283 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 18 -
b. diterbitkannya:
1. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
sebagairnana diatur dalarn Pasal 17 ayat (2) dan
Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Urnurn
dan Tata Cara Perpajakan;
2. Surat Keputusan Pengernbalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak sebagairnana diatur dalarn Pasal
17C atau Pasal 17D Undang-Undang Ketentuan
Urnurn dan Tata Cara Perpajakan;
3. Surat Keputusan Keberatan;
4. Surat Keputusan Pernbetulan;
5. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Adrninistrasi;
6. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Adrninistrasi;
7. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
8. Surat Keputusan Pernbatalan Ketetapan Pajak;
9. Surat Keputusan Pernberian Irnbalan Bunga;
atau
10. Surat Keputusan Persetujuan Bersarna;
atau
c. diterirnanya:
1. Putusan Banding; atau
2. Putusan Peninjauan Kernbali,
yang rnenyebabkan kelebihan pernbayaran pajak.
(3) Apabila jangka waktu sebagairnana dirnaksud pada ayat
(2) terlewati, Wajib Pajak diberikan irnbalan bunga
sebagairnana diatur dalarn Pasal 11 ayat (3) Undang-
Undang Ketentuan Urnurn dan Tata Cara Perpajakan.
SK No 046282 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 19 -
BAB III
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
Bagian Kesatu
Pembukuan
Pasal 11
(1) Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk
hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola
secara elektronik atau secara program aplikasi daring
wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia,
yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak
orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak
badan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan para
pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib
Pajak selain melaksanakan kewajiban menyimpan
dokumen lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib
Pajak wajib menyimpan dokumen dan/ a tau informasi
tambahan untuk mendukung bahwa transaksi yang
dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan
istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha.
(3) Ketentuan mengenai jenis dokumen dan/ atau informasi
tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata
cara pengelolaannya diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 12
(1) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia
wajib menyelenggarakan pembukuan.
(2) Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi
wajib melakukan pencatatan:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan
neto dengan menggunakan norma penghitungan
penghasilan neto;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas; dan
C. Wajib ...
SK No 046281 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 20 -
Bagian Kedua
Pemeriksaan
Pasal 13
(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan
Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
(2) Dalam melakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak:
a. wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai
dilakukannya Pemeriksaan dengan menyampaikan
surat pemberitahuan Pemeriksaan; clan
b. dapat ...
SK No 046280 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
R.EPUBLIK INDONESIA
- 21 -
Pasal 14
Dalam hal Wajib Pajak badan atau orang pribadi yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang diperiksa tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (3) dan ayat (4) sehingga tidak dapat dihitung besarnya
penghasilan kena pajak, penghasilan kena pajak dapat
dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 15
(1) Direktur Jenderal Pajak wajib menyampaikan hasil
Pemeriksaan melalui surat pemberitahuan hasil
Pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
(2) Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan hak kepada
Wajib Pajak untuk hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan.
SK No 157840 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 22 -
Pasal 16
(1) Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1) dituangkan dalam laporan hasil Pemeriksaan.
(2) Berdasarkan laporan hasil Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atas Pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
dibuat nota penghitungan.
(3) Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak.
Pasal 17
(1) Dalam hal pada saat dilakukan Pemeriksaan ditemukan
adanya dugaan tindak pidana di bidang perpajakan,
Pemeriksaan ditangguhkan dan ditindaklanjuti dengan
Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(2) Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilanjutkan jika:
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan dihentikan karena:
1. tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak
pidana di bidang perpajakan;
2. peristiwa bukan merupakan tindak pidana
di bidang perpajakan; atau
3. Wajib ...
SK No 157839 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 23 -
d. terdapat ...
SK No 046357 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 24 -
Pasal 18
(1) Direktur Jenderal Pajak dapat membatalkan Surat
Ketetapan Pajak yang diterbitkan berdasarkan
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 yang
dilaksanakan tanpa melalui prosedur:
a. penyampaian surat pemberitahuan hasil
Pemeriksaan; dan/atau
b. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(2) Dalam hal terdapat pembatalan Surat Ketetapan Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka proses
Pemeriksaan dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur
yang belum dilaksanakan, berupa:
a. penyampaian surat pemberitahuan hasil
Pemeriksaan; dan/ atau
b. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(3) Dalam hal Surat Ketetapan Pajak yang dibatalkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan untuk
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak tertangguh, terhitung
sejak tanggal diterbitkan Surat Ketetapan Pajak yang
dibatalkan sampai dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak.
BAB IV ...
SK No 160042 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 25 -
BAB IV
PENETAPAN DAN KETETAPAN
Pasal 19
(1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan, dengan tidak menggantungkan
pada adanya Surat Ketetapan Pajak.
(2) Jumlah pajak yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah
jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti
jumlah pajak yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak
yang terutang.
Pasal 20
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah
saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak setelah dilakukan tindakan
Pemeriksaan dalam hal:
a. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
b. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka
waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan
setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktunya sebagaimana ditentukan dalam teguran secara
tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (Sa)
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan;
c. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan
selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0%
(nol persen);
d. kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 28 atau Pasal
29 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui
besarnya pajak yang terutang;
e. terhadap ...
SK No 046355 A
jdih.kemenkeu.go.id
F'RESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 26 -
Pasal 21
(1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan berdasarkan
hasil Pemeriksaan ulang terhadap:
a. data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah
pajak yang terutang, termasuk data yang semula
belum terungkap; atau
b. keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak
sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (3)
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
(2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
berdasarkan hasil Pemeriksaan ulang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam jangka waktu 5
(lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak.
Pasal22
Jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a ditambah sanksi
administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen)
dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar.
Pasal 23 ...
SK No 046354 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 27 -
Pasal 23
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Nihil berdasarkan hasil Pemeriksaan terhadap Surat
Pemberitahuan jika jumlah kredit pajak atau jumlah pajak
yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada
pembayaran pajak.
Pasal 24
(1) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Lebih Bayar berdasarkan:
a. hasil Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan
apabila terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah
pajak yang dibayar lebih besar daripadajumlah pajak
yang terutang sebagaimana diatur dalam Pasal 17
ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan;
b. hasil penelitian terhadap kebenaran pembayaran
pajak atas permohonan Wajib Pajak apabila terdapat
kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2)
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan; atau
c. hasil Pemeriksaan terhadap permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak apabila
terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang sebagaimana diatur dalam Pasal 17B
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
(2) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) masih dapat diterbitkan lagi jika
terdapat data baru, termasuk data yang semula belum
terungkap, jika ternyata pajak yang lebih dibayar
jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran
pajak yang telah ditetapkan.
Pasal 25
(1) Hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (1) huruf b, dituangkan dalam laporan hasil
penelitian.
SK No 046353 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 28 -
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan Surat
Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 diatur
dalam Peraturan Menteri.
Pasal 27
(1) Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang
menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum
dipenuhi Wajib Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak sebelum Wajib Pajak diberi atau
diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/ atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal
23, dan Pasal 24 dan/ atau Surat Tagihan Pajak.
(2) Dalam hal setelah dilakukan penghapusan Nomor Pokok
Wajib Pajak atau pencabutan pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak diperoleh data dan/ atau informasi yang
menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum
dipenuhi Wajib Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/ atau setelah
penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau pencabutan
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal
Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal
23, dan Pasal 24 dan/ atau Surat Tagihan Pajak.
(3) Surat Ketetapan Pajak dan/ a tau Surat Tagihan Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2)
diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
SK No 046352 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 29 -
Pasal 28
(1) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan
Pengembalian Pendabuluan Kelebiban Pajak berdasarkan:
a. basil penelitian terbadap kebenaran pembayaran
pajak atas permobonan Wajib Pajak sebagaimana
diatur dalam Pasal 17C ayat (1) Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b. basil penelitian terbadap kebenaran pembayaran
pajak atas permobonan Wajib Pajak sebagaimana
diatur dalam Pasal 17D ayat (1) Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; atau
c. basil penelitian terbadap kebenaran pembayaran
pajak atas permobonan Wajib Pajak sebagaimana
diatur dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang Pajak
Pertambaban Nilai.
(2) Surat Keputusan Pengembalian Pendabuluan Kelebiban
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan
paling lama:
a. 3 (tiga) bulan sejak permobonan diterima secara
lengkap untuk Pajak Pengbasilan; atau
b. 1 (satu) bulan sejak permobonan diterima secara
lengkap untuk Pajak Pertambaban Nilai.
Pasal29
(1) Atas permobonan Wajib Pajak, kelebiban pembayaran
pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai dikembalikan, dengan
ketentuan jika Wajib Pajak mempunyai utang pajak,
langsung diperbitungkan untuk melunasi terlebih dahulu
utang pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1)
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
SK No 046351 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 30 -
Pasal 30
(1) Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Wajib Pajak
dengan kriteria tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal
17C ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan dicabut penetapannya sebagai Wajib
Pajak dengan kriteria tertentu dalam hal Wajib Pajak:
a. terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan;
b. terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
untuk suatu jenis pajak tertentu 2 (dua) Masa Pajak
berturut-turut;
c. terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
untuk suatu jenis pajak tertentu 3 (tiga) Masa Pajak
dalam 1 (satu) tahun kalender;
d. menyampaikan laporan keuangan pada suatu Tahun
Pajak setelah ditetapkan sebagai Wajib Pajak kriteria
tertentu yang tidak diaudit oleh akuntan publik atau
lembaga pengawas keuangan pemerintah;
e. menyampaikan laporan keuangan pada suatu Tahun
Pajak setelah ditetapkan sebagai Wajib Pajak kriteria
tertentu yang diaudit oleh akuntan publik atau
lembaga pengawas keuangan pemerintah tetapi
memperoleh pendapat selain waJar tanpa
pengecualian; atau
f. dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara
terbuka atau Penyidikan.
(2) Tata cara pencabutan penetapan Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
BABV ...
SK No 046350 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 31 -
BABV
KEBERATAN,PEMBETULAN,PENGURANGAN,
PENGHAPUSAN, PEMBATALAN, DAN GUGATAN
Bagian Kesatu
Keberatan
Pasal 31
(1) Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak atau pemotongan
atau pemungutan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal
25 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan harus diajukan dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan sejak tanggal:
a. Surat Ketetapan Pajak dikirim; atau
b. pemotongan atau pemungutan pajak,
kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaannya.
(2) Keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. bencana alam;
b. bencana nonalam;
c. bencana sosial;
d. diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan secara
jabatan yang mengakibatkan jumlah pajak yang
masih harus dibayar atau lebih dibayar yang tertera
dalam Surat Ketetapan Pajak berubah; atau
e. keadaan lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
(3) Dalam hal terdapat penerbitan Surat Keputusan
Pembetulan secara jabatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf d dan Wajib Pajak belum mengajukan
keberatan atas Surat Ketetapan Pajak, Wajib Pajak masih
dapat mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak
tersebut dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal dikirim Surat Keputusan Pembetulan.
Pasal 32 ...
SK No 046349 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 32 -
Pasal 32
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada
Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
e. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak
ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
(2) Wajib Pajak yang mengajukan keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1) tidak dapat mengajukan
permohonan:
a. pengurangan atau penghapusan sanksi administratif
berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan;
b. pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan Pajak
yang tidak benar; atau
c. pembatalan Surat Ketetapan Pajak dari hasil
Pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
1. penyampaian surat pemberitahuan hasil
Pemeriksaan; atau
2. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan
Wajib Pajak.
(3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan
kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum tanggal diterima
surat pemberitahuan untuk hadir oleh Wajib Pajak.
(4) Wajib Pajak yang mencabut pengajuan keberatan yang
telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat
mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan
Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar.
(5) Wajib Pajak yang mencabut pengajuan keberatan yang
telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tetap dapat
mengajukan permohonan pengurangan a tau
penghapusan sanksi administratif.
Pasal33
(1) Direktur Jenderal Pajak harus menyelesaikan keberatan
yang diajukan oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu paling
lama 12 (dua belas) bulan sebagaimana diatur dalam Pasal
26 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.
(2) Jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak
tanggal surat pengajuan keberatan diterima oleh Direktur
Jenderal Pajak sampai dengan tanggal Surat Keputusan
Keberatan diterbitkan.
Pasal 34
(1) Dalam hal pengajuan keberatan Wajib Pajak ditolak atau
dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar 30% (tiga puluh
persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan
keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan sebagaimana diatur
dalam Pasal 25 ayat (9) Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan.
(2) Jumlah pajak yang telah dibayar sebelum pengajuan
keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pembayaran atas jumlah yang disetujui maupun yang
tidak disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan.
(3) Sanksi administratif berupa denda sebesar 30% (tiga
puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam hal keputusan
keberatan atas pengajuan keberatan Wajib Pajak
menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus
dibayar.
SK No 04634 7 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 34 -
Pasal 35
(1) Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda
sebesar 60% (enam puluh persen) dari jumlah pajak
berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pajak
yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan
sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (5d) Undang-
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
dalam hal Putusan Banding:
a. menolak;
b. mengabulkan sebagian;
c. menambah pajak yang harus dibayar; atau
d. membetulkan kesalahan tulis dan/ atau kesalahan
hitung yang menambah pajak yang masih harus
dibayar.
(2) Dalam hal Putusan Banding berupa tidak dapat diterima,
pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat
Keputusan Keberatan menjadi utang pajak sejak tanggal
penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
SK No 046346 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 35 -
Pasal36
(1) Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda
sebesar 60% (enam puluh persen) dari jumlah pajak
berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali dikurangi
dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (St)
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan dalam hal Putusan Peninjauan Kembali
menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar
bertambah.
(2) Atas sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diterbitkan Surat Tagihan Pajak paling lama 2
(dua) tahun sejak tanggal diterima Putusan Peninjauan
Kembali oleh Direktur Jenderal Pajak.
Bagian Kedua
Pembetulan
Pasal37
(1) Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya,
Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan:
a. Surat Ketetapan Pajak;
b. Surat Tagihan Pajak;
c. Surat Keputusan Pembetulan;
d. Surat Keputusan Keberatan;
e. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
f. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
g. Surat ...
SK No 046345 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 36 -
(5) Ketentuan . . .
SK No 046344 A
jdih.kemenkeu.go.id
PR.ESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 37 -
Bagian Ketiga
Pengurangan, Penghapusan, atau Pembatalan
Pasal38
(1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas
permohonan Wajib Pajak dapat:
a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi
administratif berupa bunga, denda, dan kenaikan
yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan dalam
hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan
Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b. mengurangkan atau membatalkan Surat Ketetapan
Pajak yang tidak benar;
c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan
Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
yang tidak benar; atau
d. membatalkan Surat Ketetapan Pajak dari hasil
Pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
1. penyampaian surat pemberitahuan hasil
Pemeriksaan; atau
2. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan
Wajib Pajak.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, huruf b, dan huruf c hanya dapat diajukan oleh Wajib
Pajak paling banyak 2 (dua) kali.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak
1 (satu) kali.
(4) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan
a tau pembatalan Surat Ketetapan Pajak jika:
a. Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat
Ketetapan Pajak; atau
b. Wajib ...
SK No 046343 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 38 -
Pasal 39
(1) Wajib Pajak yang dikenai sanksi administratif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan dapat mengajukan permohonan
untuk memperoleh pengurangan atau penghapusan
sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 36
ayat (1) huruf a Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.
SK No 046342 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 39 -
Bagian Keempat
Penerbitan Kembali atas Keputusan
Pasal 40
(1) Dalam hal keputusan yang diterbitkan oleh Direktur
Jenderal Pajak dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan diketahui
rusak, tidak terbaca, hilang, atau tidak dapat ditemukan
lagi karena keadaan di luar kekuasaannya, Direktur
Jenderal Pajak karena jabatannya menerbitkan kembali
keputusan sebagai pengganti keputusan yang rusak, tidak
terbaca, hilang, atau tidak dapat ditemukan lagi.
(2) Keputusan yang diterbitkan kembali oleh Direktur
Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan
keputusan yang telah diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
SK No 046341 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
- 40 -
Bagian Kelima
Gugatan
Pasal 41
(1) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
(2) Dalam hal terdapat Putusan Gugatan atas Surat
Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau
tata cara penerbitan, Direktur Jenderal Pajak setelah
menerima Putusan Gugatan tersebut menindaklanjuti
Putusan Gugatan dengan menerbitkan kembali Surat
Ketetapan Pajak sesuai dengan prosedur atau tata cara
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
(3) Dalam hal Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan kembali
sebagai akibat dari Putusan Gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) terkait dengan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
diatur dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, jangka
waktu paling lama 12 (dua belas) bulan bagi Direktur
Jenderal Pajak untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
tertangguh, terhitung sejak tanggal diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak yang diajukan gugatan sampai dengan
Putusan Gugatan diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 42
(1) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan
Keberatan sesuai dengan prosedur atau tata cara yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan.
SK No 046340 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA
- 41 -
Bagian Keenam
Surat Pelaksanaan Putusan Banding,
Putusan Peninjauan Kembali, dan Putusan Gugatan
Pasal43
(1) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pelaksanaan
Putusan Banding setelah menerima Putusan Banding.
(2) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pelaksanaan
Putusan Peninjauan Kembali setelah menerima Putusan
Peninjauan Kembali.
(3) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat pelaksanaan
Putusan Gugatan setelah menerima Putusan Gugatan.
BAB VI ...
SK No 046339 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
- 42 -
BAB VI
IMBALAN BUNGA
Pasal44
(1) Wajib Pajak diberi imbalan bunga dalam hal pengajuan
keberatan, permohonan banding, atau permohonan
penmJauan kembali, dikabulkan sebagian atau
seluruhnya sehingga menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan terhadap kelebihan pembayaran pajak paling
banyak sebesar jumlah lebih bayar yang disetujui Wajib
Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atas
Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar yang
telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak.
(3) Jumlah lebih bayar yang disetujui Wajib Pajak dalam
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan jumlah lebih bayar
menurut Wajib Pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak
pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(4) Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Surat
Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar dengan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
(5) lmbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan:
a. berdasarkan tarif bunga per bulan yang ditetapkan
oleh Menteri berdasarkan suku bunga acuan dibagi
12 (dua belas); dan
b. paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, serta bagian
dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
(6) Tarif bunga per bulan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) yang digunakan sebagai dasar penghitungan imbalan
bunga merupakan tarif bunga per bulan yang berlaku
pada tanggal dimulainya penghitungan imbalan bunga.
(7) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak
sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan
Kembali.
SK No 046338 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 43 -
BAB VII
PENAGIHAN
Pasal 45
(1) Dasar penagihan pajak berupa:
a. Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Persetujuan Bersama, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan
Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak
yang masih harus dibayar bertambah; dan/atau
b. klaim pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 20A ayat
(8) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, dalam hal terdapat permintaan bantuan
penagihan pajak dari negara mitra atau yurisdiksi
mitra.
(2) Termasuk jumlah pajak yang masih harus dibayar
bertambah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
yaitu pajak yang seharusnya tidak dikembalikan.
SK No 046337 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 44 -
Pasal 46
Dalam hal dasar penagihan pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a dan ayat (2) diberikan
penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran
pembayaran, jangka waktu hak mendahulu selama 5 (lima)
tahun dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan atau
sejak tanggal jatuh tempo angsuran terakhir sebagaimana
diatur dalam Pasal 21 ayat (5) huruf b Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pasal 47
(1) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan dan tidak
mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah
pajak yang tidak disetujui Wajib Pajak dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan dan belum dibayar pada saat
pengajuan keberatan dilakukan paling lama 1 (satu) bulan
terhitung sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Keberatan dengan memperhitungkan jumlah pajak
berdasarkan Surat Keputusan Keberatan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding,
pelunasan atas jumlah pajak yang tidak disetujui Wajib
Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan
belum dibayar pada saat pengajuan keberatan dilakukan
paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal
penerbitan Putusan Banding dengan memperhitungkan
jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding.
(3) Dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh jumlah pajak
yang masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan, pelunasan atas jumlah pajak yang masih
harus dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan
terhitung sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
SK No 0463 73 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 45 -
(4) Dalam hal Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di
daerah tertentu menyetujui seluruh jumlah pajak yang
masih harus dibayar dalam Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan, pelunasan atas jumlah pajak yang masih
harus dibayar dilakukan paling lama 2 (dua) bulan
terhitung sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (3a) Undang-
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pasal48
(1) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jumlah
pajak yang tidak disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan bukan merupakan utang pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding,
jumlah pajak yang tidak disetujui dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan tidak termasuk sebagai utang
pajak sampai dengan diterbitkannya Putusan Banding.
(3) Atas jumlah pajak yang tidak disetujui sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak diperhitungkan
dengan kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur
dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (la) Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) juga berlaku atas sanksi administratif
sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
dalam Surat Tagihan Pajak yang terkait dengan jumlah
pajak dalam Surat Ketetapan Pajak yang tidak disetujui
dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
Pasal 49
(1) Dalam hal jumlah pajak yang masih harus dibayar a tau
utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) dan Pasal
4 7 diterbitkan Surat Teguran.
(2) Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan setelah 7 (tujuh) hari terhitung sejak saat
jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 ayat (3) dan Pasal 47.
SK No 0463 72 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 46 -
Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
penagihan pajak atas jumlah pajak yang masih harus dibayar
diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB VIII
KUASA WAJIB PAJAK DAN RAHASIA JABATAN
Bagian Kesatu
Kuasa Wajib Pajak
Pasal 51 ...
SK No 046371 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 47 -
Pasal 51
(1) Wajib Pajak dapat menunjuk kuasa dengan surat kuasa
khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan.
(2) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. konsultan pajak;
b. pihak lain; atau
c. keluarga.
(3) Seorang kuasa yang ditunjuk sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus mempunyai kompetensi tertentu
dalam aspek perpajakan, kecuali keluarga.
(4) Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
terdiri atas:
a. suami;
b. istri; atau
c. keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat
kedua.
Pasal 52
(1) Kuasa menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakan sesuai dengan surat kuasa khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1).
(2) Dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakan sebagai kuasa, kuasa wajib mematuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
(3) Kuasa tidak dapat menjalankan hak dan kewajiban Wajib
Pajak yang dikuasakan kepadanya jika dalam
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya:
a. menghalang-halangi pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan; atau
b. dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan atau tindak pidana lainnya.
Pasal 53 ...
SK No 0463 70 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 48 -
Pasal 53
Menteri dapat mengatur pembinaan, pengembangan, dan/ a tau
pengawasan konsultan pajak dan pihak lain yang bertindak
sebagai kuasa Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
51 ayat (2) huruf a dan huruf b untuk pelaksanaan hak
dan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Bagian Kedua
Rahasia Jabatan
Pasal 54
(1) Setiap pejabat dan tenaga ahli dilarang memberitahukan
kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau
diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka
jabatan atau pekerjaannya.
(2) Demi kepentingan negara, dalam rangka Penyidikan,
penuntutan, atau dalam rangka mengadakan kerja sama
dengan lembaga negara, instansi pemerintah, badan
hukum yang dibentuk melalui Undang-Undang atau
Peraturan Pemerintah, atau pihak lain, Menteri berwenang
memberi izin tertulis kepada pejabat dan/ atau tenaga ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memberikan
keterangan dan/ atau memperlihatkan bukti tertulis dari
atau tentang Wajib Pajak kepada pihak tertentu yang
ditunjuk dalam izin tertulis Menteri tersebut.
(3) Pihak tertentu yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada
ayat (2):
a. hanya dapat meminta keterangan dan/ atau bukti
tertulis mengenai keterangan dan/ atau bukti tertulis
yang tercantum dalam izin tertulis Menteri;
b. wajib merahasiakan segala keterangan dan/ atau
bukti tertulis yang diketahui atau diperoleh dari
pejabat dan/ a tau tenaga ahli; dan
c. hanya dapat memanfaatkan keterangan dan/ atau
bukti tertulis sesuai dengan tujuan diajukannya
permintaan keterangan dan/ atau bukti tertulis dari
atau tentang Wajib Pajak.
SK No 046369 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 49 -
BAB IX
PENERAPAN PROSEDUR PERSETUJUAN BERSAMA
Pasal 55
(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang melaksanakan
Prosedur Persetujuan Bersama untuk mencegah atau
menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam
penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
(2) Prosedur Persetujuan Bersama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diajukan oleh:
a. Wajib Pajak dalam negeri;
b. Direktur Jenderal Pajak;
c. pejabat berwenang negara mitra atau yurisdiksi mitra
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda; atau
d. warga negara Indonesia melalui Direktur Jenderal
Pajak terkait perlakuan diskriminatif di negara mitra
atau yurisdiksi mitra Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda yang bertentangan dengan ketentuan
mengenai nondiskriminasi,
sesuai dengan ketentuan dan batas waktu sebagaimana
diatur dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
SK No 046368 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 50 -
Pasal56
Terhadap pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang
menghasilkan kesepakatan dalam Persetujuan Bersama,
Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti Persetujuan Bersama
tersebut dengan menerbitkan Surat Keputusan Persetujuan
Bersama dengan ketentuan Direktur Jenderal Pajak telah:
a. menerima pemberitahuan tertulis dari pejabat berwenang
mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda bahwa
Persetujuan Bersama dapat dilaksanakan; dan
b. menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada pejabat
berwenang mitra Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda bahwa Persetujuan Bersama dapat
dilaksanakan.
Pasa157
(1) Dalam hal pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat ( 1):
a. menghasilkan Persetujuan Bersama sebelum Surat
Keputusan Keberatan diterbitkan; dan
b. Persetujuan Bersama memuat kesepakatan untuk
materi yang disengketakan,
Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti kesepakatan
dalam Persetujuan Bersama tersebut dengan menerbitkan
Surat Keputusan Persetujuan Bersama setelah
diterimanya penyesuaian atau pencabutan keberatan dari
Wajib Pajak.
(2) Dalam hal pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1):
a. menghasilkan Persetujuan Bersama sebelum Surat
Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak atau Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak diterbitkan;
dan
b. Persetujuan ...
SK No 046367 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 51 -
c. Penerbitan ...
SK No 046366 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 52 -
Pasal58
BABX ...
SK No 046365 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 53 -
BABX
PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN DAN PENYIDIKAN
Pasal 59
(1) Berdasarkan informasi, data, laporan, dan pengaduan,
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan
Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana diatur dalam
Pasal 43A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.
(2) Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Penyidik yang menerima
·surat perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan.
(3) Pemeriksaan Bukti Permulaan memiliki tujuan dan
kedudukan yang sama dengan penyelidikan sebagaimana
diatur dalam undang-undang mengenai hukum acara
pidana.
(4) Pemeriksaan Bukti Permulaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan secara tertutup atau secara
terbuka.
(5) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dilakukan
tanpa pemberitahuan kepada Wajib Pajak.
(6) Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilakukan
dengan pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak.
(7) Dalam melaksanakan Pemeriksaan Bukti Permulaan,
Penyidik selaku Pemeriksa Bukti Permulaan berwenang:
a. meminjam dan memeriksa buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan
dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang
terutang pajak;
b. mengakses dan/ atau mengunduh data, informasi,
dan bukti yang dikelola secara elektronik;
c. memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang
bergerak dan/ atau tidak bergerak yang diduga atau
patut diduga digunakan untuk menyimpan buku
atau catatan, dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang,
dan/ a tau barang yang dapat memberi petunjuk
tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang
terutang pajak;
d. melakukan ...
SK No 046364 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 54 -
5. daluwarsa ...
SK No 046363 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
- 55 -
Pasal 60
(1) Penyidik melakukan Penyidikan sebagaimana diatur
dalam Pasal 44 Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan dalam hal terjadi tindak pidana di
bidang perpajakan dan diperoleh bukti permulaan.
(2) Bukti permulaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berasal dari kegiatan:
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan;
b. penanganan tindak pidana yang diketahui seketika;
atau
c. pengembangan Penyidikan.
(3) Dalam melakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Penyidik berwenang memanggil saksi a tau
tersangka untuk diperiksa berdasarkan surat panggilan
yang sah.
(4) Saksi atau tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
wajib memenuhi panggilan berdasarkan surat panggilan
yang sah.
(5) Pemanggilan saksi atau tersangka sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan mengenai hukum acara pidana.
Pasal 61
(1) Penetapan tersangka tindak pidana di bidang perpajakan
dapat dilakukan tanpa didahului pemeriksaan sebagai
saksi apabila yang bersangkutan telah dipanggil 2 (dua)
kali secara sah dan tidak hadir tanpa memberikan alasan
yang patut dan wajar.
(2) Penetapan sebagai tersangka sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan pada 2 (dua) alat bukti yang sah.
SK No 046362 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIOEN
REPUBUK INDONESIA
- 56 -
Pasal 62 ...
SK No 046480 A
jdih.kemenkeu.go.id
•••
t ---..:
.
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
- 57 -
Pasal62
(1) Dalam pelaksanaan Penyidikan, Menteri berwenang
menerbitkan keputusan pencegahan.
(2) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup keputusan pencegahan, perpanjangan masa
pencegahan, dan pencabutan pencegahan.
(3) Menteri dapat melimpahkan kewenangan penerbitan
keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) kepada Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas
nama Menteri.
Pasal63
(1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan
Menteri, Jaksa Agung dapat menghentikan Penyidikan
dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak
tanggal surat permintaan.
(2) Permintaan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dilakukan setelah Wajib Pajak atau tersangka
melunasi:
a. kerugian pada pendapatan negara sebagaimana
diatur dalam Pasal 38 Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan ditambah dengan
sanksi administratif berupa denda sebesar 1 (satu)
kali jumlah kerugian pada pendapatan negara;
b. kerugian pada pendapatan negara sebagaimana
diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan ditambah dengan
sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga)
kali jumlah kerugian pada pendapatan negara; atau
c. jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan
pajak, bukti pemotongan pajak, dan/ atau bukti
setoran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 39A
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan ditambah dengan sanksi administratif
berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak
dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak, dan/ atau bukti setoran pajak.
SK No 046360 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 58 -
Pasal64
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, dan Pasal 62 diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal65
(1) Dalam hal perkara pidana telah dilimpahkan
ke pengadilan, terdakwa tetap dapat melunasi kerugian
pada pendapatan negara dan/ a tau jumlah pajak beserta
sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
63 ayat (2) dan ayat (3).
(2) Pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menjadi pertimbangan:
a. penuntutan ...
SK No 046359 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 59 -
BAB XI ...
SK No 046358 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 60 -
BAB XI
PELAKSANMN HAK DAN PEMENUHAN
KEWAJIBAN PERPAJAKAN SECARA ELEKTRONIK
Pasal 66
(1) Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakan dapat dilakukan secara elektronik
dan menggunakan tanda tangan elektronik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
informasi dan transaksi elektronik.
(2) Tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi tanda tangan elektronik tersertifikasi dan
tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi.
(3) Dalam hal pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menggunakan tanda tangan elektronik yang tersertifikasi,
Wajib Pajak diberikan sertifikat elektronik yang
diterbitkan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai informasi dan transaksi elektronik.
(4) Penyelenggara sertifikasi elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditunjuk oleh Menteri dari daftar
penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia yang sudah
diakui oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.
(5) Menteri dapat melakukan kerja sama dengan instansi
pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain untuk
menyediakan fasilitas pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakan secara elektronik dan penggunaan
tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melalui sistem administrasi yang terintegrasi dengan
sistem di Direktorat Jenderal Pajak.
(6) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban perpajakan secara elektronik
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 67 ...
SK No 046395 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 61 -
Pasal 67
SK No 046394 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 62 -
BAB XII
INTEGRASI BASIS DATA KEPENDUDUKAN DENGAN
BASIS DATA PERPAJAKAN
Pasal68
SK No 046496 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA
- 63 -
BAB XIII
PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN
KEWAJIBAN PAJAK KARBON
Pasal 69
(5) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat
(4) wajib mengisi Surat Pemberitahuan sesuai ketentuan
dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan.
a. Surat ...
SK No 046392 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 64 -
Pasal 70
SK No 046391 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 65 -
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 71
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
1. terhadap Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan sejak
tanggal 29 Oktober 2021 yang memuat sanksi
administratif berupa bunga sebagaimana diatur dalam
Pasal 13 ayat (3b) Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan berlaku ketentuan dalam hal
penghitungan sanksi administratifnya dimulai:
a. sebelum tanggal 29 Oktober 2021, pengenaan sanksi
administratifnya dihitung menggunakan tarif bunga
sesuai dengan Keputusan Menteri mengenai
penghitungan tarif bunga sebagai dasar penghitungan
sanksi administratif berupa bunga dan pemberian
imbalan bunga yang berlaku sejak tanggal 29 Oktober
2021 sampai dengan 31 Oktober 2021; atau
b. sejak tanggal 29 Oktober 2021, pengenaan sanksi
administratifnya dihitung menggunakan tarif bunga
sesuai dengan Keputusan Menteri mengenai
penghitungan tarif bunga sebagai dasar penghitungan
sanksi administratif berupa bunga dan pemberian
imbalan bunga yang berlaku pada tanggal dimulainya
penghitungan sanksi;
2. terhadap ...
SK No 046390 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 66 -
SK No 046389 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 67 -
BAB XV ...
SK No 046388 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 68 -
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 72
Ketentuan penerbitan keputusan dalam bentuk elektronik
yang diberikan tanda tangan elektronik tersertifikasi dan/ a tau
segel elektronik tersertifikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 67 harus sudah diterapkan paling lama 5 (lima) tahun
sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku.
Pasal 73
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang merupakan Peraturan
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5268) dinyatakan masih tetap berlaku, sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
lnl.
Pasal 74
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 7 4 Tahun 2011 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban
Perpajakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268); dan
b. Pasal 6 dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung
Kemudahan Berusaha (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6621),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 75
Peraturan Pemerintah m1 mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar ...
SK No 046387 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 69 -
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Desember 2022
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Desember 2022
ttd.
PRATIKNO
--
~M~~~ Perundang-undangan dan
~~~~pistrasi Hukum, .
c--
0 :
~
1 C>
~,';;j:__~~~~;f,~'? Sil,anna Djaman
SK No 046498 A
jdih.kemenkeu.go.id
PR.ESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
KEWAJIBAN PERPAJAKAN
I. UMUM
Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang
berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian, telah
diundangkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan. Dengan telah diundangkannya Undang-Undang
tersebut, perlu dilakukan penyelarasan terhadap ketentuan di bidang
perpajakan yang terdampak termasuk ketentuan di bidang ketentuan umum
dan tata cara perpajakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 7 4 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan
Kewajiban Perpajakan.
Penyelarasan ketentuan tersebut dilakukan dengan melakukan
penggantian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan untuk lebih memberikan kepastian hukum,
kemudahan, kejelasan bagi masyarakat dalam memahami ketentuan
mengenai perpajakan serta guna mendukung simplifikasi regulasi.
Kemudahan administrasi perpajakan tersebut antara lain pelaksanaan hak
dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara elektronik, pengintegrasian
basis data kependudukan dengan basis data perpajakan, dan pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban Pajak Karbon.
Pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini secara umum bertujuan
untuk memberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang lebih besar
kepada Wajib Pajak dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban
perpajakannya dan Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan, dalam
memberikan pelayanan, penyuluhan, pembinaan, dan melakukan
pengawasan serta penegakan hukum perpajakan sesuai dinamika
kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum.
Oleh ...
SK No 046487 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA
-2-
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "persyaratan subjektif' adalah
persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek
pajak.
Yang dimaksud dengan "persyaratan objektif' adalah persyaratan
bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan
a tau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/ pemungutan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penduduk yang telah memiliki Nomor Induk Kependudukan tidak
serta merta terdaftar sebagai Wajib Pajak sebelum melakukan
aktivasi Nomor lnduk Kependudukan.
Ayat (4)
Contoh:
Ibu Delima yang belum mendaftarkan diri dengan melakukan
aktivasi Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib
Pajak menikah dengan Bapak Adi yang telah mendaftarkan diri
dengan melakukan aktivasi Nomor Induk Kependudukan sebagai
Nomor Pokok Wajib Pajak. Dalam hal lbu Delima melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan
kewajiban perpajakan suami, Ibu Delima harus mendaftarkan diri
dengan melakukan aktivasi Nomor Induk Kependudukannya
sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak.
SK No 046384 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
Ayat (5)
Contoh:
lbu Brigita yang telah mendaftarkan diri dengan melakukan
aktivasi Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib
Pajak menikah dengan Bapak Erik yang telah mendaftarkan diri
dengan melakukan aktivasi Nomor Induk Kependudukan sebagai
Nomor Pokok Wajib Pajak. Dalam hal lbu Brigita melaksanakan
hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan
kewajiban perpajakan suami, maka Ibu Brigita tidak perlu lagi
mendaftarkan diri dengan melakukan aktivasi Nomor Induk
Kependudukannya sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak.
Ayat (6)
Pada prinsipnya sistem administrasi perpajakan di Indonesia
menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis,
sehingga dalam satu keluarga hanya terdapat satu Nomor Pokok
Wajib Pajak.
Dengan demikian, terhadap wanita kawin yang tidak dikenai
pajak secara terpisah, pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak
dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami sebagai kepala
keluarga dengan menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak suami.
Dalam hal wanita kawin telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
dengan mengaktifkan Nomor Induk Kependudukan sebagai
Nomor Pokok Wajib Pajak sebelum kawin, wanita kawin tersebut
harus mengajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok
Wajib Pajak agar Nomor Induk Kependudukan dinonaktifkan
sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak dengan alasan bahwa
pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya
digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan
kewajiban perpajakan suaminya.
Tidak termasuk dalam pengertian hidup terpisah adalah suami
istri yang hidup terpisah antara lain karena tugas, pekerjaan,
atau usaha.
Contoh:
Sepasang suami istri berdomisili di Kota Malang. Suami bekerja
dan bertempat tinggal di Jakarta, sedangkan istri bertempat
tinggal di Malang. Dengan demikian suami istri tersebut tidak
termasuk pengertian hidup terpisah sebagaimana dimaksud pada
ayat ini.
Pasal 3 ...
SK No 046383 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Contoh 1:
Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak
meninggalkan warisan.
Contoh 2:
Wajib pajak yang memiliki lebih dari 1 (satu) Nomor Pokok Wajib
Pajak.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Contoh:
PT Sukses telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2022 yang menyatakan:
Penghasilan . . .
SK No 046382 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBUK INDONESJA
-5 -
a. apabila ...
SK No 046381 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
-6 -
SK No 046380 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7 -
SK No 0463 79 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan tindakan
penegakan hukum, Wajib Pajak tetap memiliki kesempatan untuk
secara sukarela mengungkapkan sendiri ketidakbenaran
perbuatannya.
Dalam hal Wajib Pajak melakukan perbuatan, yaitu:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan
yang isinya tidak benar,
yang dilakukan karena kealpaan atau dengan sengaja, Direktur
Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti
Permulaan sebelum melakukan Penyidikan.
Meskipun Wajib Pajak telah melakukan perbuatan sebagaimana
tersebut di atas dan terhadap Wajib Pajak sedang dilakukan
Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Pemeriksaan Bukti
Permulaan telah ditindaklanjuti untuk dilakukan Penyidikan,
Wajib Pajak tetap memiliki kesempatan untuk mengungkapkan
sendiri kesalahannya dan terhadap Wajib Pajak tidak akan
dilakukan Penyidikan, sepanjang surat pemberitahuan
dimulainya Penyidikan belum diberitahukan kepada penuntut
umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Yang dimaksud dengan "mulai dilakukan Penyidikan" adalah saat
surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan diberitahukan
kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, dalam hal
pemberitahuan dimulainya Penyidikan telah dilakukan,
kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan
sudah tertutup bagi Wajib Pajak.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
SK No 0463 78 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 9 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "sarana administrasi lain" antara lain
bukti pembayaran secara elektronik atau bukti pembayaran
melalui anjungan tunai mandiri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "hubungan istimewa" adalah hubungan
istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-
Undang Pajak Penghasilan dan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai.
Dokumen ...
SK No 0463 77 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tindak pidana di bidang perpajakan"
adalah perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang Pajak Bumi dan
Bangunan, Undang-Undang Bea Meterai, Undang-Undang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, dan Undang-Undang Akses
Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 18 ...
SK No 046376 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA
- 11 -
Pasal 18
Ayat (1)
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah
dilaksanakan apabila temuan Pemeriksaan telah dibahas sesuai
dengan ketentuan yang mengatur mengena1 tata cara
Pemeriksaan.
Ayat (2)
Untuk memberikan pedoman dalam membatalkan Surat
Ketetapan Pajak dari hasil Pemeriksaan, perlu ditegaskan bahwa
pembatalan tersebut tidak membatalkan seluruh kegiatan
Pemeriksaan yang pernah dilaksanakan. Oleh karena itu, agar
Surat Ketetapan Pajak dari hasil Pemeriksaan merupakan suatu
produk hukum yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, Direktur
Jenderal Pajak melanjutkan Pemeriksaan yang telah dibatalkan
dengan melaksanakan prosedur Pemeriksaan yang belum
dilakukan berupa:
a. penyampaian surat pemberitahuan hasil Pemeriksaan;
dan/atau
b. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
Ayat (3)
Contoh:
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Tahun Pajak 2021 yang menyatakan lebih bayar dengan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak pada
tanggal 1 April 2022. Terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan
tersebut Direktur Jenderal Pajak melakukan Pemeriksaan. Pada
tanggal 30 November 2022 diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar tanpa adanya Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan. Atas penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar tersebut Wajib Pajak mengajukan permohonan pembatalan
Surat Ketetapan Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat
(1) huruf d Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan yang keputusannya terbit tanggal 10 Mei 2023.
Berdasarkan surat keputusan tersebut Direktur Jenderal Pajak
melanjutkan proses Pemeriksaan dengan melaksanakan prosedur
yang belum dilaksanakan. Jangka waktu melanjutkan proses
Pemeriksaan dihitung dari jangka waktu 12 (dua belas) bulan
permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 17B ayat (1)
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
dikurangi 8 (delapan) bulan yaitu jangka waktu permohonan
Surat ...
SK No 046375 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
Pasal 19
Ayat (1)
Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak
yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi
perpajakan saat terutangnya pajak tersebut adalah:
a. pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong
oleh pihak ketiga;
b. pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong
oleh pemberi kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas
kegiatan usaha, atau oleh Pengusaha Kena Pajak atas
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah; atau
c. pada akhir Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan.
Jumlah pajak yang terutang yang telah dipotong, dipungut, atau
pun yang harus dibayar oleh Wajib Pajak setelah tiba saat atau
masa pelunasan pembayaran sebagaimana diatur dalam Pasal 9
dan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke kas negara
melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1)
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak tidak berkewajiban untuk
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas semua Surat
Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak. Penerbitan suatu
Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu
yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat
Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak
dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Ayat (2)
Ketentuan ini mengatur bahwa kepada Wajib Pajak yang telah
menghitung dan membayar besarnya pajak yang terutang secara
benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan, serta melaporkan dalam Surat
Pemberitahuan, tidak perlu diberikan Surat Ketetapan Pajak atau
Surat Tagihan Pajak.
Ayat (3)
Apabila berdasarkan basil Pemeriksaan atau keterangan lain,
pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan
yang bersangkutan tidak benar, misalnya pembebanan biaya
temyata melebihi yang sebenarnya, Direktur Jenderal Pajak
menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
Pasal20
Penghitungan jangka waktu 5 (lima) tahun dalam ketentuan ini adalah
sebagai berikut:
Contoh 1:
Tuan Adi menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan untuk Tahun Pajak 2022 pada tanggal 28 Februari 2023
dengan status kurang bayar. Dengan demikian, dalam hal ditemukan
data atau informasi yang menunjukkan bahwa atas Tahun Pajak
tersebut terdapat kekurangan pembayaran pajak yang lebih besar
daripada yang telah dibayarkan oleh Tuan Adi, Direktur Jenderal Pajak
dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar paling lambat
tanggal 31 Desember 2027 (penghitungan 5 (lima) tahun dimulai sejak
tanggal 1 Januari 2023).
Contoh 2:
PT HTU menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/ atau Pasal 26 untuk Masa Pajak Mei 2022 pada tanggal
5 Juni 2022. Dengan demikian, dalam hal ditemukan data atau
informasi yang menunjukkan bahwa atas Masa Pajak tersebut
terdapat kekurangan pembayaran pajak yang lebih besar daripada
yang telah dibayarkan oleh PT HTU, Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar paling lambat
tanggal 31 Mei 2027 (penghitungan 5 (lima) tahun dimulai sejak
tanggal 1 Juni 2022).
Contoh 3:
Tuan Roy yang merupakan Pengusaha Kena Pajak menyampaikan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa
Pajak Oktober 2022 pada tanggal 17 November 2022. Dengan ·
demikian, dalam hal _ditemukan data atau informasi yang
menunjukkan bahwa atas Masa Pajak tersebut terdapat kekurangan
pembayaran pajak yang lebih besar daripada yang telah dibayarkan
oleh Tuan Roy, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar paling lambat tanggal 31 Oktober 2027
(penghitungan 5 (lima) tahun dimulai sejak tanggal 1 November 2022).
Contoh ...
SK No 046408 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
Uraian ...
SK No 046407 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23 ...
SK No 046406 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 16 -
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Contoh 1:
PT CTR mendaftar untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak
pada tanggal 3 Oktober 2021. Pada tahun 2022, Direktur Jenderal
Pajak memperoleh data yang menunjukkan bahwa PT CTR pada
Tahun Pajak 2020 memiliki penghasilan kena pajak yang belum
dibayar/ disetor pajaknya. Berdasarkan data tersebut Direktur
Jenderal Pajak dapat melakukan Pemeriksaan dan penerbitan
Surat Ketetapan Pajak dan/ a tau Surat Tagihan Pajak untuk
Tahun Pajak 2020 sebelum PT CTR memperoleh Nomor Pokok
Wajib Pajak.
Contoh 2:
Tuan Cahyo mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok
Wajib Pajak dengan cara melakukan aktivasi Nomor lnduk
Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak pada tanggal 6
Januari 2025. Pada tahun 2026, Direktur Jenderal Pajak
memperoleh data yang menunjukkan bahwa Tuan Cahyo pada
Tahun Pajak 2023 memperoleh penghasilan di atas Penghasilan
Tidak Kena Pajak yang belum dibayar/ disetor pajaknya.
Berdasarkan data tersebut Direktur Jenderal Pajak dapat
melakukan Pemeriksaan dan penerbitan Surat Ketetapan Pajak
dan/ atau Surat Tagihan Pajak untuk Tahun Pajak 2023 sebelum
Tuan Cahyo memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.
SK No 046405 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 17 -
Ayat (2)
Contoh:
PT OKV dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal
6 Januari 2019. Pada tanggal 28 Desember 2023, dilakukan
pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Pada tahun
2024, Direktur Jenderal Pajak memperoleh data yang
menunjukkan bahwa pada Tahun Pajak 2022, PT OKV belum
melakukan kewajiban pemungutan dan penyetoran Pajak
Pertambahan Nilai senilai Rpl00.000.000,00 (seratus juta
rupiah). Berdasarkan data tersebut Direktur Jenderal Pajak dapat
melakukan Pemeriksaan dan penerbitan Surat Ketetapan Pajak
dan/ atau Surat Tagihan Pajak untuk kewajiban Pajak
Pertambahan Nilai Tahun Pajak 2022.
Ayat (3)
Contoh penghitungan jangka waktu 5 (lima) tahun:
Contoh 1:
Atas hak dan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai untuk Masa
Pajak Januari 2022, Direktur Jenderal Pajak masih dapat
melakukan Pemeriksaan dan penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
dan/atau Surat Tagihan Pajak paling lama tanggal 31 Januari
2027.
Contoh 2:
Atas hak dan kewajiban Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak
2021, Direktur Jenderal Pajak masih dapat melakukan
Pemeriksaan dan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan/ atau
Surat Tagihan Pajak paling lama tanggal 31 Desember 2026.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal28
Cukup jelas.
Pasal 29 ...
SK No 046404 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 18 -
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal30
Ayat (1)
Sebagai contoh kondisi yang dapat menyebabkan Direktur
Jenderal Pajak mencabut penetapan Wajib Pajak dengan kriteria
tertentu adalah apabila terhadap Wajib Pajak dilakukan
Penyidikan. Pemeriksaan Bukti Permulaan merupakan proses
yang tidak terpisahkan dari Penyidikan. Oleh karena itu,
walaupun Penyidikan belum dilakukan, tetapi Direktur Jenderal
Pajak telah melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan maka
untuk mencegah agar tidak terjadi pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
dikembalikan maka Direktur Jenderal Pajak mencabut penetapan
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang telah diterbitkan.
Dengan demikian, pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 17C Undang-
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan masih dapat
diberikan kepada Wajib Pajak apabila Direktur Jenderal Pajak
belum mulai melakukan tindakan Pemeriksaan Bukti Permulaan
secara terbuka, yaitu pada saat surat pemberitahuan
Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan kepada Wajib Pajak,
wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa
dari Wajib Pajak.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Conteh Penghitungan jangka waktu 3 (tiga) bulan dalam
ketentuan ini adalah sebagai berikut:
Conteh 1:
Apabila Surat Ketetapan Pajak dikirim kepada Wajib Pajak pada
tanggal 20 September 2022 maka Wajib Pajak dapat mengajukan
keberatan paling lama tanggal 19 Desember 2022.
Conteh 2: ...
SK No 046403 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 19 -
Contoh 2:
Apabila Surat Ketetapan Pajak dikirim kepada Wajib Pajak pada
tanggal 30 November 2022, maka Wajib Pajak dapat mengajukan
keberatan paling lama tanggal 28 Februari 2023.
Contoh 3:
Dalam hal Wajib Pajak dilakukan pemotongan/pemungutan
pajak pada tanggal 10 Oktober 2022 maka Wajib Pajak dapat
mengajukan keberatan paling lama tanggal 9 Januari 2023.
Apabila terjadi suatu keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak
maka pengajuan keberatan dapat dilakukan setelahjangka waktu
3 (tiga) bulan. Dalam hal demikian, Direktur Jenderal Pajak dapat
mempertimbangkan pengajuan keberatan yang disampaikan oleh
Wajib Pajak.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "sanksi administratif' adalah sanksi
yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak maupun dalam
Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan sebagai akibat dari
penerbitan Surat Ketetapan Pajak.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "surat pemberitahuan untuk hadir"
adalah surat yang disampaikan kepada Wajib Pajak yang berisi
mengenai pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk
menghadiri pertemuan dengan pegawai pajak dalam waktu yang
telah ditetapkan guna memberikan keterangan atau memperoleh
penjelasan mengenai hasil penelitian keberatan.
SK No 046402 A
jdih.kemenkeu.go.id
PR.ESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 20 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Untuk memberikan penjelasan lebih lanjut diberikan contoh
sebagai berikut:
1. Pada tanggal 2 April 2023, diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar dengan nilai Rpl.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah). Jumlah pajak yang disetujui dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan sebesar Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
2. Pada tanggal 1 Mei 2023, jumlah pajak yang disetujui Wajib
Pajak dilunasi oleh Wajib Pajak.
3. Pada tanggal 3 Mei 2023, Wajib Pajak mengajukan
keberatan.
Dalam hal Surat Keputusan Keberatan menolak pengajuan
keberatan Wajib Pajak maka dasar pengenaan untuk
penghitungan sanksi administratif berupa denda sebesar 30%
(tiga puluh persen) adalah jumlah pajak yang masih harus
dibayar dalam Surat Keputusan Keberatan dikurangi jumlah
pajak yang telah dibayar sebelum pengajuan keberatan. Dalam
hal ini, dasar untuk menghitung sanksi administratif berupa
denda sebesar 30% (tiga puluh persen) adalah sebesar
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah), yaitu sebesar
Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (jumlah pajak dalam
Surat Keputusan Keberatan) dikurangi dengan Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) (jumlah yang telah dibayar sebelum
pengajuan keberatan).
SK No 046401 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
- 21 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) .
Untuk memberikan kepastian hukum tentang penambahan
jumlah pajak yang masih harus dibayar akibat keputusan
keberatan, dalam ayat ini dijelaskan bahwa penambahan jumlah
pajak yang masih harus dibayar juga dikenai sanksi administratif
berupa denda sebesar 30% (tiga puluh persen) seperti halnya
jumlah pajak yang tidak disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pada prinsipnya jatuh tempo pembayaran pajak yang masih
harus dibayar dalam Surat Ketetapan Pajak yang tidak disetujui
dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan tertangguh sampai
dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Keberatan, apabila Wajib Pajak mengajukan keberatan atas Surat
Ketetapan Pajak tersebut. Namun demikian, apabila Wajib Pajak
dianggap tidak mengajukan keberatan sebagai akibat pengajuan
keberatannya tidak dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal
Pajak karena tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana
diatur dalam Pasal 25 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (3a), dan
Pasal 32 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan maka jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
Surat Ketetapan Pajak menjadi utang pajak.
Dalam hal utang pajak tersebut tidak dilunasi oleh Wajib Pajak
maka Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan
penagihan pajak dengan surat paksa dan Wajib Pajak tidak
dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 30% (tiga
puluh persen) sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (9)
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
tetapi dikenai sanksi administratif berupa bunga sebagaimana
diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan.
Pasal 35 ...
SK No 046400 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 22 -
Pasal 35
Ayat (1)
Untuk memperjelas ketentuan ini diberikan contoh sebagai
berikut.
Contoh 1 (Putusan Banding menolak):
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar untuk Tahun Pajak 2023
diterbitkan dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar
sebesar Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak hanya
menyetujui sebagian dari hasil Pemeriksaan tersebut dengan
jumlah pajak sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Wajib Pajak telah melunasi jumlah pajak yang disetujui dalam
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut sebesar
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan kemudian
mengajukan keberatan atas hasil Pemeriksaan yang tidak
disetujuinya. Atas keberatan Wajib Pajak tersebut, Direktur
Jenderal Pajak memutuskan menolak keberatan Wajib Pajak.
Selanjutnya Wajib Pajak mengajukan permohonan banding dan
oleh hakim Pengadilan Pajak diputuskan dengan amar putusan
menolak banding Wajib Pajak. Dengan demikian, Wajib Pajak
dikenai sanksi administratif berupa denda sesuai dengan ayat ini,
yaitu sebesar 60% x (Rpl.000.000.000,00 - Rp 200.000.000,00)=
Rp480.000.000,00.
Mengingat Wajib Pajak sudah dikenai sanksi administratif berupa
denda sebesar 60% (enam puluh persen) maka sampai dengan
diterbitkannya Putusan Banding tersebut Wajib Pajak tidak
dikenai sanksi administratif berupa bunga sebagaimana diatur
dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan maupun sanksi administratif berupa denda
sebesar 30% (tiga puluh persen) sebagaimana diatur dalam Pasal
25 ayat (9) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Sisa utang pajak sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah) tersebut harus dilunasi Wajib Pajak (jatuh tempo) paling
lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
Apabila sampai dengan tanggal jatuh tempo sisa utang pajak
tidak dilunasi maka dilakukan tindakan penagihan pajak dengan
surat paksa dan berlaku ketentuan mengenai pengenaan sanksi
administratif berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 19
ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Contoh 2 ...
SK No 046399 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 23 -
Conteh 3 ...
SK No 046398 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 24 -
Pasal 36 ...
SK No 046397 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 25 -
Pasal 36
Ayat (1)
Contoh 1:
Terhadap Wajib Pajak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar untuk Tahun Pajak 2023 dengan jumlah pajak yang masih
harus dibayar sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan badan yang
sebelumnya disampaikan oleh Wajib Pajak berstatus kurang
bayar dengan nilai Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak tidak
menyetujui seluruh basil Pemeriksaan, sehingga tidak ada
pembayaran atas jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang dilakukan oleh Wajib
Pajak sebelum pengajuan keberatan. Berdasarkan pengajuan
keberatan oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan
Surat Keputusan Keberatan yang memutuskan menolak
keberatan Wajib Pajak. Atas Surat Keputusan Keberatan tersebut,
Wajib Pajak kemudian mengajukan permohonan banding dan
Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menerima seluruh banding
Wajib Pajak. Berdasarkan Putusan Banding tersebut, tidak
terdapat pajak yang masih harus dibayar oleh Wajib Pajak.
Direktur Jenderal Pajak kemudian mengajukan peninjauan
kembali kepada Mahkamah Agung. Hasil Putusan Peninjauan
Kembali mengabulkan permohonan pemohon dan menyatakan
bahwa jumlah pajak yang masih harus dibayar Wajib Pajak
adalah sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Dalam
hal ini, Wajib Pajak harus melunasi jumlah pajak yang masih
harus dibayar sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
ditambah sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
m1 yaitu sebesar 60% x Rp3.000.000.000,00 =
Rp 1.800.000. 000,00.
Contoh 2:
Terhadap Wajib Pajak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar untuk Tahun Pajak 2023 dengan jumlah pajak yang masih
harus dibayar sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan badan yang
sebelumnya disampaikan oleh Wajib Pajak berstatus kurang
bayar dengan nilai Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak
menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) sehingga Wajib Pajak
melakukan pembayaran atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar ...
SK No 046396 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
- 26 -
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pada prinsipnya kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk
membetulkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, atau
surat keputusan yang berkaitan dengan perpajakan
dimaksudkan untuk menjalankan tugas pemerintahan yang baik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
melaksanakan tugas menghitung dan menetapkan pajak, baik
dalam menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak,
atau surat keputusan yang berkaitan dengan perpajakan dapat
terjadi adanya kesalahan atau kekeliruan yang bersifat
manusiaw1.
Sifat ...
SK No 046420 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA
- 27 -
b. Surat ...
SK No 046419 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 28 -
Dari ...
SK No 046418 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 29 -
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "tidak dapat ditemukan lagi karena
keadaan di luar kekuasaannya" antara lain disebabkan karena
bencana alam.
Yang dimaksud dengan "keputusan yang diterbitkan oleh
Direktur Jenderal Pajak dalam melaksanakan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan" antara lain:
a. Surat Tagihan Pajak;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
e. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
f. Surat Keputusan Pembetulan;
g. Surat Keputusan Persetujuan Bersama;
h. Surat Keputusan Keberatan;
1. Surat ...
SK No 046417 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 30 -
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Contoh:
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Tahun Pajak 2021 yang menyatakan lebih bayar dengan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak pada
tanggal 1 April 2022. Terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan
tersebut Direktur Jenderal Pajak melakukan Pemeriksaan. Pada
tanggal 30 November 2022 diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar. Atas penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar tersebut Wajib Pajak mengajukan gugatan karena terdapat
prosedur atau tata cara penerbitan yang tidak sesuai. Hasil
Putusan Gugatan mengabulkan gugatan Wajib Pajak dan
putusan tersebut diterima oleh Direktur Jenderal Pajak pada
tanggal 10 Mei 2023. Berdasarkan putusan tersebut Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan kembali Surat Ketetapan Pajak
sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Jangka ...
SK No 046416 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 31 -
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "surat pelaksanaan Putusan Banding"
adalah surat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk
melaksanakan Putusan Banding dari Pengadilan Pajak agar
Putusan Banding tersebut dapat dicatat ke dalam sistem
administrasi perpajakan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "surat pelaksanaan Putusan Peninjauan
Kembali" adalah surat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Pajak untuk melaksanakan Putusan Peninjauan Kembali dari
Mahkamah Agung agar Putusan Peninjauan Kembali tersebut
dapat dicatat ke dalam sistem administrasi perpajakan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "surat pelaksanaan Putusan Gugatan"
adalah surat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk
melaksanakan Putusan Gugatan dari Pengadilan Pajak.
Pasal44
Ayat (1)
Cukup jelas.
SK No 046415 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 32 -
Ayat (2)
Contoh 1:
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan dengan jumlah
pajak yang masih harus dibayar sebesar Rpl .000.000.000,00
(satu miliar rupiah) atas Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Tahun Pajak 2021 yang menyatakan lebih bayar
dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebesar Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
Contoh 2:
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan dengan jumlah
pajak yang masih harus dibayar sebesar Rpl.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) atas Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Tahun Pajak 2021 yang menyatakan lebih bayar
dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak
sebesar Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
Dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak tidak
menyetujui seluruh pajak yang masih harus dibayar namun Wajib
Pajak melunasi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut
sebelum mengajukan keberatan. Selain itu, Wajib Pajak
menyetujui jumlah lebih bayar menurut Wajib Pajak sebesar
Rp2.000.000.000,00 ...
SK No 046414 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 33 -
Jumlah ...
SK No 046413 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 34 -
Contoh 2: ...
SK No 046412 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 35 -
Contoh 2:
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar untuk Tahun Pajak 2020
diterbitkan tanggal 5 April 2022 dan diajukan keberatan pada
tanggal 10 Mei 2022. Surat Keputusan Keberatan yang menolak
permohonan Wajib Pajak diterbitkan pada tanggal 5 Januari
2023. Wajib Pajak mengajukan banding dan Putusan Banding
yang mengabulkan seluruh permohonan Wajib Pajak diucapkan
oleh hakim Pengadilan Pajak dalam sidang terbuka untuk umum
pada tanggal 14 Februari 2024 dan diterima oleh Direktur
Jenderal Pajak pada tanggal 20 Maret 2024. Dalam hal ini,
penghitungan jangka waktu sebagai dasar pemberian imbalan
bunga sesuai dengan ketentuan pada ayat ini adalah mulai dari
tanggal 5 April 2022 s.d. 20 Maret 2024, yaitu selama 24 (dua
puluh empat) bulan [23 (dua puluh tiga) bulan penuh, yaitu
tanggal 5 April 2022 s.d. 4 Maret 2024 ditambah bagian dari
bulan yang dihitung penuh 1 (satu) bulan, yaitu tanggal 5 Maret
2024 s.d. 20 Maret 2024].
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Dalam pengertian jumlah pajak yang masih harus dibayar
bertambah termasuk jumlah sanksi administratif berupa bunga,
denda, atau kenaikan.
Ayat (2)
Contoh pajak yang seharusnya tidak dikembalikan
Contoh 1:
Terhadap Wajib Pajak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar dengan nilai sebesar Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta
rupiah). Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut,
bagian yang disetujui oleh Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan adalah sebesar RpS0.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah). Wajib Pajak mengajukan keberatan dengan terlebih
dahulu melunasijumlah pajak yang disetujui dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan. Keputusan Keberatan dengan
keputusan yang menyatakan bahwa Surat Ketetapan Pajak
Kurang ...
SK No 046411 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
- 36 -
Lebih ...
SK No 046410 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 37 -
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "kompetensi tertentu" antara lain jenjang
pendidikan tertentu, sertifikasi, dan/ a tau pembinaan oleh
asosiasi atau Kementerian Keuangan.
SK No 046409 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK JNDONESIA
- 38 -
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pejabat" meliputi petugas pajak dan
mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan.
Yang dimaksud dengan "tenaga ahli" adalah para ahli, antara lain
ahli bahasa, akuntan, pengacara, dan sebagainya yang ditunjuk
oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pihak tertentu yang ditunjuk" adalah
pihak-pihak yang membutuhkan data perpajakan untuk
kepentingan negara misalnya dalam rangka Penyidikan,
penuntutan, atau dalam rangka mengadakan kerja sama dengan
lembaga negara, instansi pemerintah, badan hukum yang
dibentuk melalui Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah,
atau pihak lain.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pemberian data dan informasi perpajakan oleh pejabat atau
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak kepada
para pihak dalam rangka pelaksanaan tugas di bidang perpajakan
misalnya Pemeriksaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, penagihan
pajak, gugatan, banding, Penyidikan dan proses penuntutan
tindak pidana di bidang perpajakan, dan dalam sidang tindak
pidana di bidang perpajakan di pengadilan, tidak memerlukan izin
tertulis dari Menteri.
SK No 046433 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 39 -
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal56
Cukup jelas.
Pasal 57
Ayat (1)
Penyesuaian pengajuan keberatan dilakukan jika terdapat materi
sengketa lain di luar kesepakatan dalam Persetujuan Bersama,
sehingga perlu dilakukan penyesuaian terhadap pengajuan
keberatan.
Yang dimaksud dengan "penyesuaian" adalah sengketa
dikeluarkan dari pembahasan keberatan namun kesepakatan
dalam Persetujuan Bersama tetap diperhitungkan dalam Surat
Keputusan Keberatan.
Pencabutan pengajuan keberatan dilakukan jika Persetujuan
Bersama memuat kesepakatan untuk keseluruhan materi
sengketa yang diajukan keberatan dan Wajib Pajak belum
menerima surat pemberitahuan untuk hadir.
Ayat (2)
Pencabutan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat
Ketetapan Pajak dilakukan jika Persetujuan Bersama memuat
kesepakatan untuk sebagian atau keseluruhan materi sengketa
yang diajukan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan
Pajak.
Ayat (3)
Penyesuaian permohonan banding dilakukan jika terdapat materi
sengketa lain di luar kesepakatan dalam Persetujuan Bersama,
sehingga perlu dilakukan penyesuaian terhadap permohonan
banding melalui penyampaian surat bantahan atau penjelasan
tertulis kepada Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Yang dimaksud dengan "penyesuaian" adalah sengketa
dikeluarkan dari pembahasan banding namun kesepakatan
dalam Persetujuan Bersama tetap diperhitungkan dalam Putusan
Banding.
Pencabutan ...
SK No 046432 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIOEN
REPUBLIK INDONESIA
- 40 -
Ayat (5)
Contoh:
PT DPI menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tahun
Pajak 2022. Namun, PT DPI meyakini bahwa penerbitan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut tidak sesuai dengan
prosedur yang telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan. PT DPI kemudian mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Pajak dan pada waktu yang
bersamaan, Direktur Jenderal Pajak menerima permintaan
pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama dari otoritas pajak
negara mitra atau yurisdiksi mitra Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda atas koreksi fiskal dalam Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar tersebut. Jika kemudian Prosedur Persetujuan
Bersama menghasilkan kesepakatan dalam Persetujuan
Bersama, untuk dapat ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat
Keputusan Persetujuan Bersama, PT DPI harus mencabut
gugatan yang diajukan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 58 ...
SK No 046431 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA
- 41 -
Pasal58
Cukup jelas.
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan "pihak ketiga" yaitu pihak lain yang
mempunyai hubungan dengan tindakan, pekerjaan, kegiatan
usaha, atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang dilakukan
Pemeriksaan Bukti Permulaan seperti bank, akuntan publik,
notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, konsultan
hukum, konsultan keuangan, pelanggan, atau pemasok.
Huruf f ...
SK No 046430 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 42 -
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "red notice" adalah permintaan kepada
penegak hukum di seluruh dunia untuk menemukan dan
menangkap sementara seseorang yang akan diekstradisi,
diserahkan, atau dilakukan tindakan hukum serupa.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan "aparat penegak hukum lain" antara lain
aparat penegak hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
Kejaksaan Republik Indonesia.
Huruf a ...
SK No 046429 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 43 -
Huruf a
Yang dimaksud dengan "bantuan teknis" yaitu bantuan dari
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang antara lain
berupa pemeriksaan laboratorium forensik, pemeriksaan
identifikasi, dan/ a tau pemeriksaan psikologi.
Hurufb
Yang dimaksud dengan "bantuan taktis" adalah bantuan dari
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang antara lain
berupa bantuan tenaga Penyidik, pengamanan, dan/atau
peralatan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan "bantuan upaya paksa" adalah
bantuan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia antara
lain berupa bantuan penangkapan, dan/atau penahanan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan "bantuan konsultasi" adalah
bantuan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan/ atau Kejaksaan Republik Indonesia yang antara lain
berupa bantuan konsultasi Penyidikan, termasuk konsultasi
dan gelar perkara dalam penyelesaian dan penyerahan
berkas perkara kepada penuntut umum.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Pencegahan dalam melaksanakan Penyidikan dilakukan antara
lain terhadap tersangka dan/ a tau saksi yang berpotensi menjadi
tersangka.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) ...
SK No 046428 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLJK INDONESIA
- 44 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Contoh:
Wajib Pajak a tau tersangka melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan "dengan sengaja menggunakan faktur
pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya"
sehingga mengakibatkan Wajib Pajak atau tersangka
menyampaikan "Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai yang isinya tidak benar". Terhadap tindak
pidana di bidang perpajakan tersebut diterapkan sanksi
Pasal 39A huruf a Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan.
Hurufb
Contoh:
Wajib Pajak atau tersangka melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan "dengan sengaja menerbitkan faktur
pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya
dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau
dipungut". Terhadap tindak pidana di bidang perpajakan
tersebut diterapkan sanksi Pasal 39A huruf a Undang-
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan "dan"
Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65 ...
SK No 046427 A
jdih.kemenkeu.go.id
PR.ESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 45 -
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan "pihak lain" adalah pihak lain selain
instansi pemerintah, lembaga, dan asosiasi yang dapat
memfasilitasi pelaksanaan hak dan/ atau pemenuhan kewajiban
perpajakan melalui sistem administrasi yang diselenggarakan
oleh pihak lain namun terintegrasi dengan sistem administrasi
Direktorat Jenderal Pajak.
Contoh:
Pihak lain selain instansi pemerintah, lembaga, dan asosiasi yang
dapat memfasilitasi pendaftaran Wajib Pajak secara daring,
pembukuan secara daring, penerbitan bukti pemotongan atau
pemungutan pajak secara daring, dan penyampaian Surat
Pemberitahuan secara daring melalui sistem administrasi yang
diselenggarakan oleh pihak lain namun terintegrasi dengan
sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68 ...
SK No 046426 A
jdih.kemenkeu.go.id
PR.ESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 46 -
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal69
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Yang dimaksud dengan "kriteria tertentu" antara lain batasan
kapasitas pembangkit listrik.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73 ...
SK No 046425 A
jdih.kemenkeu.go.id
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 47 -
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
SK No 046483 A
jdih.kemenkeu.go.id