Anda di halaman 1dari 13

Makalah Bakteriologi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bakteri merupakan salah satu makhluk hidup yang jumlahnya banyak disekitar kita. Bakteri
pun berada di mana-mana. Di tempat yang paling dekat dengan kita pun juga terdapat bakteri
contohnya saja tas, buku, pakaian, dan banyak hal lainnya. Maka dari itu bakteri merupakan
penyebab penyakit yang cukup sering terjadi. Karena banyaknya manusia yang mengabaikan
penyakit tersebut karena terkadang gejala awal yang diberikan ada gelaja awal yang biasa
saja. Maka dari itu alangkah baiknya jika kita masyarakat dapat mengetahui bagaimana cara
bakteri itu menginfeksi dan gejala-gejala apa yang akan dberikannya.
Banyaknya manusia yang mulai tidak begitu peduli dengan gejala awal terjangkitnya bakteri
salah satunya adalah pada saluran pencernaan. Saluran pencernaan adalah saluran yang
sangat berperan dalam tubuh. Jika saluran pencernaan terganggu akan cukup mengganggu
aktivitas tubuh saat itu. Tapi banyak masyarakat yang tidak peduli dengan penyakit yang
ditimbulkan. Misalnya saja penyakit yang dapat ditimbulkan oleh bakteri ada diare, gejala
awalnya ada kondisi perut yang tidak enak gejala awalnya cukup biasa tetapi jika terlalu
didiamkan akan membuat kondisi itu menjadi akut dan fatal. Maka dari itu, bakteri
merupakan penyebab penyakit yang cukup banyak pada saat ini.
Pada dasarnya dari seluruh mikroorganisme yang ada di alam, hanya sebagian kecil saja yang
merupakan patogen. Patogen adalah organism atau mikroorganisme yang menyebabkan
penyakit pada organism lain. Kemampuan pathogen untuk menyebabkan penyakit disebut
dengan patogenisitas. Dan patogenesis disini adalah mekanisme infeksi dan mekanisme
perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan
berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit. Sebagaimana kita
ketahui sebelumnya mikroorganisme adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis
sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan
disemua tempat yang memungkinkan terjadinya kehidupan, disegala lingkungan hidup
manusia. Mereka ada di dalam tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer ( udara ) serta
makanan, dan karena beberapa hal mikroorganisme tersebut dapat masuk secara alami ke
dalam tubuh manusia, tinggal menetap dalam tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal
sementara. Mikroorganisme ini dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu
dapat juga menimbulkan penyakit.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Patogenesis Bakteri Patogen?
2. Bagaimana Proses Bakteri Dalam Menimbulkan Penyakit ?
3. Apa Saja Contoh – contoh Patogenesis Dari Beberapa bakteri ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Definisi Patogenesis Pada Bakteri
2. Proses Bakteri Menimbulkan Penyakit
3. Contoh – contoh Patogenesis Dari Beberapa bakteri
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Patogenesis
Gbr. arsitektur suatu sel bakteri yang khas
Patogen adalah materi atau organisme yang dapat menyebabkan penyakit pada inang
misalnya bakteri. Bakteri dapat merusak sistem pertahanan inang dimulai dari permukaan
kulit, saluran pencernaan, saluran respirasi, saluran urogenitalia. Sedangkan Patogenesis
sendiri adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi
merupakan invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan
inang. Infeksi berbeda dengan penyakit.
Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya. Dengan kriteria
ini, bakteri dikelompokan menjadi 3, yaitu agen penyebab penyakit, patogen oportunistik,
nonpatogen. Agen penyebab penyakit adalah bakteri patogen yang menyebabkan suatu
penyakit (Salmonella spp.). Patogen oportunistik adalah bakteri yang berkemampuan sebagai
patogen ketika mekanisme pertahanan inang diperlemah (contoh E. coli menginfeksi saluran
urin ketika sistem pertahanan inang dikompromikan (diperlemah). Nonpatogen adalah bakteri
yang tidak pernah menjadi patogen. Namun bakteri nonpatogen dapat menjadi patogen
karena kemampuan adaptasi terhadap efek mematikan terapi modern seperti kemoterapi,
imunoterapi, dan mekanisme resistensi. Bakteri tanah Serratia marcescens yang semula
nonpatogen, berubah menjadi patogen yang menyebabkan pneumonia, infeksi saluran urin,
dan bakteremia pada inang terkompromi.
Virulensi adalah ukuran patogenitas organisme. Tingkat virulensi berbanding lurus dengan
kemampuan organisme menyebabkan penyakit. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh jumlah
bakteri, jalur masuk ke tubuh inang, mekanisme pertahanan inang, dan faktor virulensi
bakteri. Secara eksperimental virulensi diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang
menyebabkan kematian, sakit, atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah introduksi.
Mikroba patogen diketahui memasuki inang melalui organ-organ tubuh antara lain :
1) Saluran pernapasan, melalui hidung dan mulut yang dapat menyebabkan penyakit saluran
pernapasan seperti salesma, pneumonia, tuberculosis.
2) Saluran pencernaan melalui mulut yang dapat menyebabkan penyakit tifus, para tifus,
disesntri, dll.
3) Kulit dan selaput lendir. Adanya luka mesekipun kecil dapat memungkinkan mikroba
seperti staphylicoccus yang menyebabkan bisul.
4) Saluran urogenital
5) Darah
B. Proses Bakteri Dalam Menimbulkan Penyakit
a. Jalan Masuk Mikroorganisme Ke Tubuh Inang
Mikroorganisme patogen dapat memasuki tubuh inang melalui berbagai macam jalan,
misalnya melalui membran mukosa, kulit ataupun rute parental. Banyak bakteri dan virus
memiliki akses memasuki tubuh inang melalui membran mukosa saluran pernapasan,
gastrointestinal, saluran genitourinari, konjungtiva, serta membran penting yang menutupi
bola mata dan kelopak mata.
• Saluran pernapasan
Saluran pernapasan merupakan jalan termudah bagi mikroorganisme infeksius.
Mikroorganisme terhirup melalui hidung atau mulut dalam bentuk partikel debu. Penyakit
yang muncul umumnya adalah pneumonia, campak, tuberculosis, dan cacar air.
• Saluran pencernaan
Mikroorganisme dapat memasuki saluran pencernaan melalui bahan makanan atau minuman
dan melalui jari – jari tangan yang terkontaminasi mikroorganisme pathogen. Mayoritas
mikroorganisme tersebut akan dihancurkan oleh asam klorida( HCL ) dan enzim – enzim di
lambung, atau oleh empedu dan enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat
menimbulkan penyakit. Misalnya, demam tifoid, disentri amoeba, hepatitis A, dan kolera.
Patogen ini selanjutnya dikeluarkan malalui feses dan dapat ditransmisikan ke inang lainnya
melalui air, makanan, atau jari – jari tangan yang terkontaminasi.

Esherichia coli
• Kulit
Kulit sangat penting sebagai pertahanan terhadap penyakit. Kulit yang tidak mengalami
perlukaan tidak dapat dipenetrasi oleh mayoritas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme
memasuki tubuh melalui daerah terbuka pada kulit, folikel rambut, maupun kantung kelenjar
keringat. Mikroorganisme lain memasuki tubuh inang pada saat berada di jaringan bawah
kulit atau melalui penetrasi atau perlukaan membran mukosa. Rute ini disebut rute parenteral.
Suntikan, gigitan, potongan, luka, atau pembedahan dapat membuka rute infeksi parenteral.
• Rongga mulut
Pada permukaan rongga mulut terdapat banyak koloni mikroorganisme. Salah satu penyakit
yang umum pada rongga mulut akibat kolonisasi mikroorganisme adalah karies gigi. Karies
gigi diawali akibat pertumbuhan Streptococcus mutans dan spesies Streptococcus lainnya
pada permukaan gigi. Hasil fermentasi metabolisme, menghidrolisis sukrosa menjadi
komponen monosakarida, fruktosa, dan glukosa. Enzim glukosiltransferasi selanjutnya
merakit glukosa menjadi dekstran. Residu fruktosa adalah gula utama yang difermentasi
menjadi asam laktat. Akumulasi bakteri dan dekstran menempel pada permukaan gigi dan
membentuk plak gigi. Populasi bakteri plak didominasi oleh Streptococcus dan anggota
Actinomyces. Karena plak sangat tidak permeable terhadap saliva, maka asam laktat yang
diproduksi oleh bakteri tidak dilarutkan atau dinetralisasi dan secara perlahan akan
melunakkan enamel gigi tepat plak tersebut melekat.
b. Kolonisasi
Tahap pertama dari infeksi mikroba adalah kolonisasi: pembentukan patogen di portal masuk
yang tepat. Patogen biasanya menjajah jaringan inang yang berhubungan dengan lingkungan
eksternal.
c. Kepatuhan spesifik Bakteri to Cell dan Jaringan Permukaan
Beberapa jenis pengamatan memberikan bukti tidak langsung untuk spesifisitas kepatuhan
bakteri ke inang atau jaringan.
1. Tissue tropisme: bakteri tertentu diketahui memiliki preferensi yang jelas untuk jaringan
tertentu atas orang lain.
2. Spesifisitas Spesies: bakteri patogen tertentu hanya menginfeksi spesies tertentu.
3. Genetik kekhususan dalam suatu spesies: strain tertentu atau ras dalam suatu spesies secara
genetik kebal terhadap pathogen.
d. Mekanisme Kepatuhan to Cell atau Jaringan Permukaan
Mekanisme untuk kepatuhan mungkin melibatkan dua langkah:
1. Nonspesifik kepatuhan : lampiran reversibel bakteri untuk eukariotik permukaan (kadang-
kadang disebut" docking)
2. kepatuhan Tertentu: lampiran permanen reversibel mikroorganisme ke permukaan
(kadang-kadang disebut "penahan").
Situasi umum adalah bahwa lampiran lampiran reversibel mendahului ireversibel tetapi
dalam beberapa kasus, situasi sebaliknya terjadi atau kepatuhan tertentu mungkin tidak akan
pernah terjadi.
Kepatuhan nonspesifik melibatkan pasukan menarik spesifik yang memungkinkan
pendekatan bakteri ke permukaan sel eukariotik. Kemungkinan interaksi dan pasukan yang
terlibat adalah:
1) Interaksi hidrofobik
2) Atraksi elektrostatik
3) Atom dan molekul getaran yang dihasilkan dari dipol berfluktuasi frekuensi yang sama
4) Brown
5) Perekrutan dan menyaring oleh polimer biofilm berinteraksi dengan glycocalyx bakteri
(kapsul)
Faktor yang mendasari Mekanisme Patogenisitas Bakteri adalah sebagai berikut :
1. Invasiveness adalah kemampuan untuk menyerang jaringan. Ini meliputi mekanisme untuk
kolonisasi (kepatuhan dan multiplikasi awal), produksi zat ekstraselular yang memfasilitasi
invasi (invasins) dan kemampuan untuk memotong atau mengatasi mekanisme pertahanan
inang.
2. Toxigenesis adalah kemampuan bakteri untuk menghasilkan racun. Bakteri dapat
menghasilkan dua jenis racun disebut exotoxins dan endotoksin.
a. Exotoxins adalah racun yang dilepaskan dari sel bakteri dan dapat bertindak di bagian
jaringan yang menghapus situs pertumbuhan bakteri.
b. Endotoksin dapat dilepaskan dari pertumbuhan sel-sel bakteri hasil dari pertahanan inang
efektif (misalnya lisozim) atau kegiatan antibiotik tertentu.
e. Kerentanan Inang
Kerentanan terhadap infeksi bakteri tergantung pada kondisi fisiologis dan imunologis inang
dan virulensi bakteri. Pertahanan inang terhadap infeksi bakteri adalah mekanisme
nonspesifik dan spesifik (antibodi). Mekanisme nonspesifik dilakukan oleh sel-sel neutrofil
dan makrofag. Perkembangan imunitas spesifik seperti respons antibodi memerlukan waktu
beberapa minggu. bakteri flora normal kulit dan permukaan mukosa juga memberi
perlindungan terhadap kolonisasi bakteri patogen. Pada individu sehat, bakteri flora normal
yang menembus ke tubuh dapat dimusnahkan oleh mekanisme humoral dan seluler inang.
Contoh terbaik tentang kerentanan adalah AIDS, di mana limfosit helper CD4+ secara
progresif berkurang 1/10 oleh virus imunodefisiensi (HIV). Mekanisme resistensi
dipengaruhi oleh umur, defisiensi, dan genetik. Sistem pertahanan (baik spesifik maupun
nonspesifik) orang lanjut usia berkurang. Sistem imun bayi belum berkembang, sehingga
rentan terhadap infeksi bakteri patogen. Beberapa individu memiliki kelainan genetik dalam
sistem pertahanan.
Resistensi inang dapat terkompromi oleh trauma dan penyakit lain yang diderita. Individu
menjadi rentan terhadap infeksi oleh berbagai bakteri jika kulit atau mukosa melonggar atau
rusak (terluka). Abnormalitas fungsi silia sel pernafasan mempermudah infeksi Pseudomonas
aeruginosa galur mukoid. Prosedur medis seperti kateterisasi dan intubasi trakeal
menyebabkan bakteri normal flora dapat masuk ke dalam tubuh melalui plastik. Oleh karena
itu, prosedur pengantian plastik kateter rutin dilakukan setiap beberapa jam (72 jam untuk
kateter intravena).
Banyak obat diproduksi dan dikembangkan untuk mengatasi infeksi bakteri. Agen
antimikroba efektif melawan infeksi bakteri jika sistem imun dan fagosit inang turut bekerja.
Namun terdapat efek samping penggunaan antibiotik, yaitu kemampuan difusi antibiotik ke
organ nonsasaran (dapat mengganggu fungsi organ tersebut), kemampuan bertahan bakteri
terhadap dosis rendah (meningkatkan resistensi), dan kapasitas beberapa organisme resisten
terhadap multi-antibiotik.
C. Contoh patogenesis bakteri patogen
a. Bakteri pada Saluran Pencernaan
saluran pencernaan terdapat berbagai penyakit yang dapat terjadi. Salah satu penyebabnya
adalah bakteri. Begitu banyak bakteri yang dapat menjangkit saluran pencernaan. Maka dari
itu akan diperkenalkan bakteri-bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan.

1. Escherichia coli
a) Ciri-ciri:
• Berbentuk batang
• Bakteri gram negatif
• Tidak memiliki spora
• Memiliki pili
• Anaerobik fakultatif
• Suhu optimum 370C
• Flagella peritrikus
• Dapat memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan gas
• Patogenik, menyebabkan infeksi saluran kemih
b) Habitat
Habitat utama Escherichia coli adalah dalam saluran pencernaan manusia tepatnya di saluran
gastrointestinal dan juga pada hewan berdarah hangat. Bakteri ini termasuk umumnya hidup
pada rentang 20-40 derajat C, optimum pada 37 derajat. Total bakteri ini sekitar 0,1% dari
total bakteri dalam saluran usus dewasa.
c) Virulensi dan Infeksi
Penyebab diare dan Gastroenteritis (suatu peradangan pada saluran usus). Infeksi melalui
konsumsi air atau makanan yang tidak bersih. Racunnya dapat menghancurkan sel-sel yang
melapisi saluran pencernaan dan dapat memasuki aliran darah dan berpindah ke ginjal dan
hati. Menyebabkan perdarahan pada usus, yang dapat mematikan anak-anak dan orang tua. E.
coli dapat menyebar ke makanan melalui konsumsi makanan dengan tangan kotor, khususnya
setelah menggunakan kamar mandi. Solusi untuk penyebaran bakteri ini adalah mencuci
tangan dengan sabun.
d) Patogenesis
Untuk Escherichia coli, penyakit yang sering ditimbulkan adalah diare. E. coli sendiri
diklasifikasikan berdasarkan sifat virulensinya dan setiap grup klasifikasinya memiliki
mekanisme penularan yang berbeda-beda. Contohnya :
• Coli Enteropatogenik (EPEC)
E. coli ini menyerang manusia khususnya pada bayi. EPEC melekatkan diri pada sel mukosa
kecil. Faktor yang diperantarai oleh kromosom akan menimbulkan pelekatan yang kuat. Pada
usus halus, bakteri ini akan membentuk koloni dan menyerang pili sehingga penyerapannya
terganggu. Akibatnya adalah adanya diare cair yang biasanya sembuh diri tetapi dapat juga
menjadi kronik. EPEC sedikit fimbria, ST dan LT toksin, tetapi EPEC menggunakan adhesin
yang dikenal sebagai intimin untuk mengikat inang sel usus. Sel EPEC invasive (jika
memasuki sel inang) dan menyebabkan radang.
• Coli Enteroagregatif (EAEC)
Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di Negara berkembang. Bakeri ini
ditandai dengan pola khas pelekatannya pada sel manusia. EAEC menproduksi hemolisin dan
ST enterotoksin yang sama dengan ETEC.

Gambar 2. Patogenesis Escherichia coli


e) penularan
Penularan pada bakteri ini adalah dengan kontak dengan tinja yang terinfeksi secara
langsung, seperti :
- makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga
atau kontaminasi oleh tangan yang kotor
- Tidak mencuci tangan dengna bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan
tinja yang terinfeksi, sehingga kontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang.
2. Salmonella sp.
1) Ciri-ciri:
• Batang gram negatif
• Terdapat tunggal
• Tidak berkapsul
• Tidak membentuk spora
• Peritrikus
• Aerobik, anaerobik fakultatif
• Patogenik, menyebabkan gastroenteritis

Gambar 5. Salmonella sp.


b) Habitat
Terdapat pada kolam renang yang belum diklorin, jika terkontaminasi melalui kulit,akan
tumbuh dan berkembang pada saluran pencernaan manusia.
c) Infeksi
Masuk ke tubuh orang melalui makanan atau minuman yang tercemar bakteri ini. Akibat
yang ditimbulkan adalah peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya dinding usus.
Penderita akan mengalami diare, sari makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat terserap
dengan baik sehingga penderita akan tampak lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan bakteri
salmonella menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi wanita, bahkan yang sedang
hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa menularkan bakteri salmonella ini
antara lain primata, iguana, ular, dan burung.
d) Patogenesis
– Menghasilkan toksin LT.
– Invasi ke sel mukosa usus halus.
– Tanpa berproliferasi dan tidak menghancurkan sel epitel.
– Bakteri ini langsung masuk ke lamina propria yang kemudian menyebabkan infiltrasi sel-
sel radang.
e) Penularan
Melalui makanan yang erat kaitannya dengan perjamuan makanan. Terjadi sakit perut yang
mendadak. Jadi, melalui kontar makanan yang terjangkit atau terkontaminasi bakteri.
3. Clostridium perfringens
a) Ciri-ciri:
• Batang gram positif
• Terdapat tunggal, barpasangan, dan dalam rantai
• Berkapsul
• Sporanya ovoid (melonjong), sentral sampai eksentrik
• Anaerobik
• Menghasilkan eksotoksin, menyebabkan kelemayuh (suatu infeksi jaringan disertai
gelembung gas dan keluarnya nanah)

Gambar 9. Clostridium perfringens


Spesies bakteri ini dibagi menjadi enam tipe, A sampai F, berdasarkan pada toksin-toksin
yang secara antigenik berbeda, yang dihasilkan oleh setiap galur. Tipe A adalah galur yang
menyebabkan keracunan makanan oleh perfingens. Peracunan disebabkan oleh sel-sel
vegetatif pada waktu membentuk spora di rongga usus. Spora akan menghasilkan eksotoksin
yang enterostatik sehingga menyebabkan penyakit.
b) Habitat
Bakteri ini tersebar luas di lingkungan dan sering terdapat di dalam usus manusia, hewan
peliharaan dan hewan liar. Spora organisme ini dapat bertahan di tanah, endapan, dan tempat-
tempat yang tercemar kotoran manusia atau hewan.
c) Infeksi dan virulensi
Bakteri ini dapat menyebabkan keracunan makanan ´perfringens´ yang merupakan istilah
yang digunakan untuk keracunan makanan yang disebabkan oleh C. perfringens . Keracunan
perfringens secara umum dicirikan dengan kram perut dan diare yang mulai terjadi 8-22 jam
setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak C. perfringens penghasil toxin
penyebab keracunan makanan. Keracunan perfringens didiagnosis dari gejala-gejalanya dan
waktu dimulainya gejala yang agak lama setelah infeksi. Lamanya waktu antara infeksi dan
timbulnya gejala merupakan ciri khas penyakit ini. Diagnosis dipastikan dengan memeriksa
adanya racun dalam kotoran pasien. Konfirmasi secara bakteriologis juga dapat dilakukan
apabila ditemukan sangat banyak bakteri penyebab penyakit di dalam makanan atau di dalam
kotoran pasien.
Dalam sebagian besar kasus, penyebab sebenarnya dari keracunan oleh C. perfringens adalah
perlakuan temperatur yang salah pada makanan yang telah disiapkan. Sejumlah kecil
organisme ini seringkali muncul setelah makanan dimasak, dan berlipat ganda hingga tingkat
yang dapat menyebabkan keracunan selama proses pendinginan dan penyimpanan makanan.
Daging, produk daging, dan kaldu merupakan makanan-makanan yang paling sering
terkontaminasi.
Keracunan perfringens paling sering terjadi dalam kondisi pemberian makan bersama
(misalnya di sekolah, kantin, rumah sakit, rumah-rumah perawatan, penjara, dll.) di mana
sejumlah besar makanan disiapkan beberapa jam sebelum disajikan.
d) Patogenesis
• Menghasilkan toksin LT
• Toksin merangsang enzim adenilat siklase pada dinding usus yang mengakibatkan
bertambahnya konsentrasi cAMP sehingga hipersekresi air dan klorida dalam usus.
• Hal ini mengakibatkan reabsorpsi Na terhambat dan menyebabkan diare.
Peracunan disebabkan oleh sel-sel vegetatif pada waktu membentuk spora di rongga usus.
Pengobatannya hanya menghilangkan gejala karena tidak ada pengobatan lain yang khusus.

Gambar 10. Patogenesis Clostridium perfringens


e) Penularan
Menelan makanan yang terkontaminasi oleh tanah dan tinja dimana makanan tersebut
sebelumnya disimpan dengan cara yang memungkinkan kuman berkembangbiak.
b. Bakteri Patogen Saluran Urogenital
1. Treponema pallidum
a) Karakteristik
mikroorganisme ini halus, berpilin ketat dengan ujung meruncing dan terdiri dari 6 sampai 14
spiral; berukuran lebar 0,25 sampai 0,3 um dan panjang 6 sampat 15 um. Organisme ini dapat
dikenali paling jelas pada suatu spesimen klinis yang berasal dari luka sifilitik stadium primer
dan sekunder dibawah mikroskop medan gelap ; ini jelas terlihat dari bentuk spiral dan
pergerakannya yang seperti putaran pembuka sumbat.
Treponema pallidum mempunyai membran luar, atau selongsong yang disebut periplas yang
melingkungi komponen-komponen dalam sel (keseluruhannya disebut silinder protoplasma).
Suatu filamen aksial, yang terdiri dari tiga sampai enam fibril, terletak diantara periplas dan
silinder protoplasma.
T. pallidum yang virulen belum berhasil di biakkan secara in vitro. Galur-galur T.pallidum
yang non virulen (tidak patogenik), seperti galur Reiter dan Noguchi, telah berhasil dibiakkan
invitro dan menjadi sumber antigen untuk uji-uji diagnostik laboratoris.
b) Patogenitas
Sifilis disebabkan oleh bakteri yang disebut spiroketa. Penyebarannya tidak seluas gonorea,
tetapi lebih menakutkan karena kerusakan yang mungkin ditimbulkannya lebih besar. Seperti
gonorea, penyakit ini disebarkan melalui kontak langsung dengan luka-luka pada orang yang
ada pada stadium menular. Spiroketa, seperti gonokokus, adalah mikrobe yang tidak tahan
berada di luar tubuh manusia, sehingga kemungkinan tertulari dari benda mati sangat kecil.
Treponema pallidum masuk ke dalam tubuh sewaktu terjadi hubungan kelamin melalui luka-
luka goresan yang amat kecil pada epitel, dengan cara menembus selaput lendir yang utuh
ataupun mungkin melalui kulit yang utuh lewat kantung rambut. Masa inkubasi sifilis
berkisar 10-90 hari (rata-rata 21 hari) setelah infeksi. Bila tidak diobati, sifilis dapat timbul
dalam beberapa stadium penyakit.
Sifilis berjangkit secara alamiah hanya pada manusia dan terutama ditularkan lewat hubungan
kelamin atau dari ibu yang terinfeksi kepada janinnya (sifilis bawaan atau sebelum lahir)
lewat ari-ari. Pada kasus yang tidak diobati 25% di antara janin meninggal meninggal
sebelum lahir 25-30% meninggal segera setela dilahirkan yang lain menunjukkan gejala
komplikasi lanjut (misalnya menjadi tuli).Sejumlah besar treponema dalarn darah dan
jaringan musnah selama sifilis sekunder. Penisilin adalah adalah antibiotik yang dipilih untuk
pengobatan sifilis.
c) Diagnosa
Diagnosa sifilis biasanya dapat ditentukan dari gabungan informasi mengenai gejala, sejarah
eksposi, dan uji darah yang positif atau dengan pemeriksaan mikroskop medan gelap.
Hasil positif pengamatan luka dengan mikroskop medan gelap (untuk sifat morfologis dan
pergerakan spiroketa) adalah cara satu-satunya untuk membuat diagnosis sifilis primer yang
pasti. Untuk sifilis sekunder juga, diagnosis yang pasti bergantung kepada pemeriksaan
dengan mikroskop medan gelap terhadap eksudat dari luka basah pada kulit dan bukan pada
mulut. (Rongga mulut mungkin banyak mengandung spiroketa yang bukan penyebab sifilis).
Uji-uji serologis sifilis reaktif atau dapat diandalkan pada stadium kedua penyakit ini.
d) Epidimologi
Sejak 1962, kasus-kasus sifilis di Amerika Serikat yang dilaporkan bertambah setiap
tahunnya sekurang-kurangnya 4,7%. Seperti gonorae, jumlah sifilis dini (kasus primer,
sekunder dan laten dini) yang dilaporkan tidak merupakan indikasi insiden yang sebenamya,
karena kebanyakan kasus tidak dilaporkan.
e) Pencegahan
Tidak ada vaksin terhadap sifilis. Untuk perseorangan penggunaan kondom sangat efektif.
Untuk masyarakat, cara utama pencegahan sifilis ialah melalui pengendalian yang meliputi
pemeriksaan serologis dan pengobatan penderita. Sifilis bawaan dapat dicegah dengan
perawatan prenatal (sebelum kelahiran) yang semestinya.
2. Leptospira interoogans
a) Klasifikasi
Kingdom : Monera
Phylum : Spirochaetes
Class : Spirochaetes
Order : Spirochaetales
Family : Leptospiraceae
Genus : Leptospira
Species : Leptospira interoogans
b) Karakteristik
Ciri-ciri bakteri Leptospira antara lain berbentuk spiral, dapat hidup di air tawar selama satu
bulan, bersifat patogen dan saprofitik. Spesies Leptospira yang mampu menyebabkan
penyakit (patogen) bagi manusia adalah Leptospira interrogans.
Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen berbentuk spiral termasuk genus Leptospira,
famili leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta berbentuk bergulung-gulung tipis,
motil, obligat, dan berkembang pelan secara anaerob. Setiap spesies leptospira terbagi
menjadi puluhan serogrup dan terbagi lagi menjadi puluhan, bahkan ratusan serovar. Saat ini,
Leptospira interrogans yang bersifat patogen telah dikenal lebih dari 200 serovar. Jasad renik
ini biasanya hidup di dalam ginjal host dan dikeluarkan melalui air kencing (urin) saat
berkemih. Host tersebut antara lain tikus, babi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing,
kelelawar, tupai dan landak. Tikus sering menjadi host bagi berbagai serovar leptospira. Akan
tetapi, Leptospirosis akan mati apabila masuk ke air laut, selokan, dan air kemih manusia.
Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia diantaranya adalah tikus,
babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia lainnya. Resevoar paling utama adalah
binatang pengerat dan tikus adalah yang paling sering ditemukan di seluruh belahan dunia. Di
Amerika yang paling utama adalah anjing, ternak, tikus, binatang buas dan kucing.
c) Penularan
Penularan penyakit ini bisa melalui tikus, babi, sapi, kambing, kuda, anjing, serangga,
burung, landak, kelelawar dan tupai. Di Indonesia, penularan paling sering melalui binatang
tikus. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui:
permukaan kulit yang terluka, selaput lender mata dan hidung. Bisa juga melalui makanan
atau minuman yang terkontaminasi setitik urine tikus yang terinfeksi leptospira, kemudian
dimakan dan diminum manusia. Urine tikus yang mengandung bibit penyakit leptospirosis
dapat mencemari air di kamar mandi atau makanan yang tidak disimpan pada tempat yang
aman.
Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama
penyebab leptospirosis. Beberapa jenis hewan lain seperti sapi, kambing, domba, kuda, babi,
anjing dapat terserang leptospirosis, tetapi potensi hewan-hewan ini menularkan leptospirosis
ke manusia tidak sehebat tikus.
Leptospirosis tidak menular langsung dari pasien ke pasien. Masa inkubasi leptospirosis
adalah dua hingga 26 hari. Sekali berada di aliran darah, bakteri ini bisa menyebar ke seluruh
tubuh dan mengakibatkan gangguan khususnya hati dan ginjal. Saat kuman masuk ke ginjal
akan melakukan migrasi ke interstitium, tubulus renal, dan tubular lumen menyebabkan
nefritis interstitial dan nekrosis tubular. Ketika berlanjut menjadi gagal ginjal biasanya
disebabkan karena kerusakan tubulus, hipovolemia karena dehidrasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler. Gangguan hati tampak nekrosis sentrilobular dengan proliferasi sel
Kupffer, ikterus terjadi karena disfunsi hepatocellular. Leptospira juga dapat menginvasi otot
skletal menyebabkan edema, vacuolisasi miofibril, dan nekrosis focal. Muscular Gangguan
sirkulasi mikro muskular dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menyebabkan
kebocoran cairan dan hipovolemi sirkulasi. Dalam kasus berat “disseminated vasculitic
syndrome” akan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler. Gangguan paru adalah
meknisme sekunder kerusakan pada alveolar and vaskular interstitial yang mengakibatkan
hemoptu. Leptospira juga dapat menginvasi humor akuos mata yang dapat menetap dalam
beberapa bulan, seringkali mengakibatkan uveitus kronis dan berulang. Meskipun
kemungkinan dapat terjadi komplikasi yang berat tettapi lebih sering terjadi self limiting
disease dan tidak fatal. Sejauh ini, respon imun siostemik dapat mengeliminasi kuman dari
tubuh, tetapi dapat memicu reaksi gejala inflamasi yang dapat mengakibatkan “secondary
end-organ injury”.
d) Gejala
Infeksi leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang asimtomatis
(tanpa gejala), sehingga sering terjadi misdiagnosis. Hampir 15-40% penderita yang terpapar
infeksi tidak mengalami gejala tetapi menunjukkan. serologi positif.
Pada leptospirosis umumnya terdapat riwayat terpapar hewan terinfeksi, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Masa inkubasi berlangsung selama 7-12 hari, disusul fase
leptospiremia selama 4-7 hari. Pada fase ini dijumpai gejala mirip flu (Flu Like Syndrome)
berupa demam, menggigil, sakit kepala hebat, mual, muntah, nyeri otot (terutama betis,
pinggang, atau punggung belakang). Kadang-kadang nyeri tenggorokan dan terdapat gejala
paru berupa batuk, nyeri dada, maupun hemoptisis (batuk darah). Kemudian setelah fase ini,
pasien masuk kedalam fase bebas / asimptomatik (gejala hilang) selama 2 hari. Lalu
kemudian gejala akan muncul kembali, dan penderita masuk ke dalam fase imun, dimana
telah timbul antibody, dan leptospira tidak ada di darah tetapi ada di ginjal, urine, dan
aqueous humor. Fase ini biasanya berlangsung selama 4-30 hari, dimana gejalanya mirip fase
awal, namun biasanya demam tidak setinggi fase awal, juga nyeri otot tak seberat fase
pertama. Pada fase ini dapat dijumpai meningitis, uveitis, gangguan fungsi hati dan ginjal,
serta kelainan di paru-paru.
Terdapat varian leptospirosis yang lebih berat, yang biasanya disebut Weil Syndrome.
Gejalanya adalah leptospirosis ditambah ikterus (mata kuning), perdarahan, gangguan
jantung, paru, dan neurologik, serta mempunyai angka mortalitas yang tinggi. Penyebabnya
adalah infeksi leptospira serovarian icterohemoragika / copenhagoni. Pada permulaan,
penyakit berjalan seperti biasa, namun setelah 4-9 hari timbul ikterus, disfungsi hati dan
ginjal, ikterus berwarna kemerahan (rubinic jaundice) dan memberi warna oranye pada kulit,
kencing warna gelap, hepatomegali (pembesaran hati), peningkatan bilirubin dan alkali
fosfatase, serta peningkatan ringan SGOT dan SGPT. Gangguan fungsi ginjal biasanya
berlangsung pada minggu kedua, yang timbul sebagian akibat hipovolemia, dan penurunan
perfusi ginjal yang kadang-kadang sampai memerlukan dialisis (cuci darah). Namun bila
penyebab sudah teratasi, fungsi ginjal dapat pulih kembali.
e) Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk konfirmasi diagnosis dan mengetahui sejauh
mana gangguan organ tubuh dan komplikasi yang terjadi.
1. Isolasi (pengambilan) kuman leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh
penderita adalah standar kriteria baku. Urin adalah cairan tubuh yang palih baik untuk
diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam urin sejak gejala awal penyakit dan akan
menetap hingga minggu ke-3. Cairan tubuh lainnya yang mengandung leptospira adalah
darah, cerebrospinal fluid (CSF) tetapi rentang peluang untuk ditemukan isolasi kuman
sangat pendek
2. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber identifikasi penemuan kuman leptospira.
Isolasi leptospira cenderung lebih sulit dan membutuhkan waktu diantaranya dalam hal
referensi laboratorium dan membutuhkan waktu beberapa bulan untuk melengkapi
identifikasi tersebut.
3. Spesimen serum akut dan serum konvalesen dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis.
Tetapi, konfirmasi diagnosis ini lambat karena serum akut diambil saat 1-2 minggu setelah
gejala awal timbul dan serum konvalesen diambil 2 minggu setelah itu. Antibodi
antileptospira diperiksa menggunakan microscopic agglutination test(MAT).
4. Metoda laboratorium cepat dapat merupakan diagnosis yang cukup baik. Titer MAT
tunggal sebesar 1:800 pada sera atau identifikasi spiroseta pada mikroskopi lapang gelap bila
dikaitkan dengan manifestasi klinis yang khas akan cukup bermakna.
f) Pengobatan
Pengobatan awal memegang peranan penting; penggunaan pencilin dan streptomisin
dianjurkan. Pengobatan tidak berguna bila terjadi kerusakan pada ginjal. Streptomisin pada
dosis yang tinggi dapat mencegah “carrier”.
g) Pencegahan
Bila leptospirosis merupakan wabah maka pencegahan utama yang dilakukan adalah
pengendalian tikus dan pencemaran air. Leptospira dapat bertahan dalam air yang bersifat
basa selama beberapa hari, namun hanya dapat bertahan dalam sampah selama 12 jam;
mikroorganisme ini sangat peka terhadap kering dan panas.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara vaksinasi. Perlindungan yang ditimbulkan
kira-kira satu tahun.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Patogenesis adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi
merupakan invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan
inang
2. Bakteri dapat merusak sistem pertahanan inang dimulai dari permukaan kulit, saluran
pencernaan, saluran respirasi, saluran urogenitalia. Mikroorganisme patogen dapat memasuki
tubuh inang melalui berbagai macam jalan, misalnya melalui membran mukosa, kulit ataupun
rute parental. Banyak bakteri dan virus memiliki akses memasuki tubuh inang melalui
membran mukosa saluran pernapasan, gastrointestinal, saluran genitourinari, konjungtiva,
serta membran penting yang menutupi bola mata dan kelopak mata.
3. Untuk Escherichia coli, penyakit yang sering ditimbulkan adalah diare. E. coli sendiri
diklasifikasikan berdasarkan sifat virulensinya dan setiap grup klasifikasinya memiliki
mekanisme penularan yang berbeda-beda. Contohnya Coli Enteropatogenik (EPEC). E. coli
ini menyerang manusia khususnya pada bayi. EPEC melekatkan diri pada sel mukosa kecil.
Faktor yang diperantarai oleh kromosom akan menimbulkan pelekatan yang kuat. Pada usus
halus, bakteri ini akan membentuk koloni dan menyerang pili sehingga penyerapannya
terganggu. Akibatnya adalah adanya diare cair yang biasanya sembuh diri tetapi dapat juga
menjadi kronik. EPEC sedikit fimbria, ST dan LT toksin, tetapi EPEC menggunakan adhesin
yang dikenal sebagai intimin untuk mengikat inang sel usus. Sel EPEC invasive (jika
memasuki sel inang) dan menyebabkan radang.
B. Saran
Bakteri makhluk kecil yang jarang kita sadari keberadaanya. Maka jika terjangkit salah satu
penyakit dari bakteri kita jangan meremehkan gejala awal yang dialami karena umumnya
gejala awalnya sangat biasa. Karena jika diremehkan bisa saja menjadi akut. Harus mengikuti
tahap-tahap pencegahan yaitu dengan menjaga kebersihan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Jenis dan patogenesis Mikroorganisme penyebab diare.
www.scribd.com. (diakses tanggal 21 April 2012, Pkl. 13.00)
Pelczar Jr, Michael J. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi jilid 2 terjemahan. Jakarta : Universitas
Indonesia.
http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2074655-patogenesis/
http://wanenoor.blogspot.com/2011/06/pengertian-patogenesis.html

Anda mungkin juga menyukai