Anda di halaman 1dari 39

FRAKTUR

DENTOALVEOLAR
Fraktur dentoalveolar didefinisikan sebagai kerusakan
atau terputusnya kontinuitas pada tulang yang meliputi
avulsi, subluksasi, atau fraktur gigi yang berkaitan
dengan fraktur tulang alveolar. Fraktur dentoalveolar
dapat terjadi tanpa atau disertai dengan fraktur pada
bagian tubuh lainnya. Fraktur dentoalveolar dapat
terjadi akibat trauma, kecelakaan ringan seperti jatuh,
benturan saat bermain, berolahraga atau iatrogenik
(Banks, 2001).
Klasifikasi fraktur dentoalveolar

1. Fraktur pada jaringan keras gigi dan pulpa


a. Enamel infraction
Enamel infraction adalah retakan berukuran mikro yang terlihat dalam
enamel gigi. Pada umumnya merupakan hasil dari trauma dental
dengan enamel yang rapuh, dimana sisa jaringan masih melekat pada
dentin. Enamel infractions bisa merupakan hasil dari kerusakan
iatrogenik dikarenakan instrumen yang digunakan pada saat
perawatan gigi. (Arne, 2006).
b. Fraktur enamel
Fraktur enamel adalah hilangnya substansi gigi pada bagian enamel
saja.

c. Fraktur dentin
Fraktur dentin adalah hilangnya substansi gigi terbatas pada bagian
enamel dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa gigi.
d. Fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture)
Fraktur mahkota kompleks diartikan dengangan fraktur pada
enamel atau dentin disertai dengan pulpa yang terpapar.
e. Fraktur mahkota tidak kompleks (uncomplicated crown-root
fracture)
Fraktur mahkota tidak kompleks adalah fraktur yang
mengenai daerah enamel, dentin, dan sementum tapi tidak
melibatkan pulpa.
2. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa dan tulang alveolar

a. Fraktur mahkota-akar kompleks (complicated crown-root fracture)


Fraktur mahkota akar kompleks adalah fraktur email, dentin, dan
sementum dengan pulpa yang terpapar.
b. Fraktur akar
Fraktur akar adalah fraktur yang melibatkan dentin,
sementum, dan pulpa, dapat disubklasifikasikan lagi menjadi
apikal, tengah, dan sepertiga koronal (gingiva).
c. Fraktur dinding soket gigi
Fraktur dinding soket gigi merupakan fraktur tulang alveolar yang
melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial
atau lingual dari dinding soket.
d. Fraktur prosesus alveolaris
Fraktur prossesus alveolaris merupakan fraktur yang mengenai
prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.
e. Fraktur korpus mandibula atau maksila
Fraktur pada korpus mandibula atau maksila yang melibatkan
prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.
3. Fraktur pada jaringan periodontal
a. Concussion
Concussion adalah keadaan dimana tidak ada
perpindahan gigi tetapi terdapat reaksi ketika
diperkusi.

b. Subluksasi
Pada subluksasi terjadi kegoyangan abnormal
tetapi tidak sampai terjadi perpindahan gigi.
c. Luksasi ekstrusif
Luksasi ekstrusif atau partial avultion
adalah perpindahan sebagian gigi dari
soketnya.

d. Luksasi lateral
Luksasi lateral adalah perpindahan
sebagian gigi ke arah aksial disertai
fraktur pada soket alveolar.
e. Luksasi intrusif
Luksasi intrusif adalah perpindahan gigi ke
arah tulang alveolar disertai fraktur soket
alveolar.

f. Avulsi : Keadaan gigi terlepas dari


soketnya.
4. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut

a. Laserasi
Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang
disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka.

b. Kontusio : luka memar

c. Luka Abrasi
Luka abrasi adalah luka pada daerah superfisial yang disebabkan
karena gesekan atau goresan suatu benda.
Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis untuk fraktur dentoalveolar


dilakukan dalam tiga pemeriksaan yaitu melalui
palpasi ,inspeksi, dan perkusi dari gigi yang terkena
fraktur. Pemeriksaan juga dapat dilakukan untuk
memeriksa vitalitas gigi seperti pemeriksaan EPT
atau pemeriksaan thermal.
Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan
visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya
laserasi, edema dan ekimosisi pada daerah bibir. Sedangkan
secara palpasi terdapat pecahan gigi pada jaringan bibir.
Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan dilakukan secara
visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat terlihat adanya
laserasi pada permukaan lidah dan sulkus labial, avulsi dan
subluksasi. Sedangkan secara palpasi terdapat deformitas
krepitasi tulang
Pemeriksaan Radiografis

Foto periapikal atau panoramic dapat memperlihatkan adanya


fraktur pada akar, ekstruksi atau intrusi gigi, fraktur pada tulang
alveolar dan soket gigi, dan adanya fragmen gigi atau benda
asing di dalam jaringan lunak. Diagnosa yang akurat sulit
dilakukan dan membutuhkan beberapa kali pengambilan foto dari
berbagai angulasi. CT-scan dengan soft tissue window dapat
digunakan untuk melihat lokasi gigi atau fragmen yang salah
posisi di bagian jaringan lunak yang lebih dalam atau di daerah
muka dan leher.
Prognosis
Faktor yang mempengaruhi prognosis fraktur dentoalveolar :
• Ada tidaknya penyakit periodontal
• Soket alveolar dapat memberikan tempat untuk gigi berada di
dalam soket
• Tidak ada kontraindikasi dari perawatan ortodontik seperti gigi
yang crowded
• Periode gigi berada diluar soket. Lebih dari 2 jam biasanya
memiliki prognosis
yang buruk. Apabila gigi direplantasi sekitar 30 menit setelah
avulse maka prognosis baik
Adapun angka kejadian fraktur pada gigi permanen
yang melibatkan fraktur alveolar disertai proses
sebagai berikut:
• Nekrosis pulpa sebanyak 75%
• Penyumbatan saluran pulpa sebanyak 15%
• Resorpsi akar yang progresig sebanyak 11%
• Kehilangan tulang penyangga sebanyak 13%
Terapi fraktur dentoalveolar

A. Trauma yang mengenai jaringan keras gigi


1. Fraktur mahkota
Fraktur email hanya memerlukan penghalusan bagian yang
tajam, atau penambalan dengan komposit. Fraktur dentin
sebaiknya ditambal sesegera mungkin. Bila patahan gigi cukup
besar, fragmen mahkota dapat disemen kembali
menggunakan resin komposit. Fraktur pulpa dapat dirawat
dengan pulp capping, pulpotomi, atau ekstirpasi pulpa.
2. Fraktur akar
Fraktur mahkota yang oblik dapat meluas ke subgingiva
(fraktur mahkota-akar). Bila garis fraktur tidak terlalu jauh ke
apikal dan pulpa tidak terbuka, cukup ditambal dengan
restorasi komposit. Bila fraktur meluas sampai jauh ke apikal,
atau bila gigi terbelah secara vertikal, umumnya ekstraksi harus
dilakukan.
Fraktur akar horizontal prognosisnya tergantung pada garis
fraktur. Bila garis fraktur terletak di dekat gingiva, fragmen
mahkota dapat diekstraksi dan dilakukan perawatan endodontik
serta pembuatan mahkota pasak. Bila garis fraktur terletak jauh
ke apikal, gigi sebaiknya diekstraksi.
B. Trauma yang mengenai jaringan periodontal
1. Malposisi
Gigi yang luksasi, ekstrusi dan intrusi direposisi dan di-splint untuk
imobilisasi gigi selama 7-21 hari. Setelah periode imobilisasi selesai
vitalitas gigi tersebut harus diperiksa.
2. Avulsi
Gigi yang avulsi dapat direplantasi dengan memperhatikan sejumlah
faktor, yaitu tahap perkembangan akar, lamanya keberadaan gigi di
luar soket, lamanya penyimpanan dan media yang digunakan. Idealnya
replantasi dilakukan sesegera mungkin. Sebaiknya dipastikan
bahwa sel ligamen periodontal tidak mengering, yakni tidak lebih
dari 30 menit. Kemudian dilakukan imobilisasi dengan pemasangan
splint.
C. Trauma yang mengenai tulang alveolar
Perawatan fraktur tulang alveolar biasanya hanya memerlukan
anastesi lokal, dan paling baik dilakukan segera setelah trauma.
Reduksi tertutup fraktur alveolar tertutup biasanya dilakukan dengan
manipulasi jari yang diikuti dengan splinting. Imobilisasi tersebut
harus menyertakan beberapa gigi yang sehat. Fiksasi intermaksilar
kadang- kadang diperlukan bila fragmen fraktur sangat besar, atau
bila prosedur splinting tidak menghasilkan imobilisasi yang adekuat,
dengan memperhatikan oklusi yang benar. Reduksi terbuka jarang
dilakukan untuk fraktur alveolar, kecuali bila merupakan bagian
dari perawatan fraktur rahang.
Pada ekstraksi gigi yang menyebabkan komunikasi oro antral, harus
dilakukan penutupan segera dengan flap bukal.
D. Trauma yang mengenai jaringan lunak
mulut

Fraktur dentoalveolar hampir selalu disertai vulnus. Prinsip


perawatannya terdiri atas pembersihan, pembuangan jaringan
nekrotik (debridement), penghentian perdarahan dan
penjahitan.
Pada bagian dalam laserasi degloving sering ditemukan debris
atau kotoran tanah, sehingga debridement perlu diikuti
dengan irigasi yang cermat.
Fraktur dentoalveolar sering mengakibatkan luka terbuka,
sehingga perlu diberikan antibiotik profilaksis dan obat kumur
antiseptik.
Bone Healing
 Tahapan normal wound healing (inflamasi, fibroplasia, remodelling)

pada jaringan lunak juga terjadi pada saat repair tulang yang terluka/
fraktur.

 Namun berbeda dengan jaringan lunak, osteoblas dan osteoklas

turut berperan untuk menyusun (reconstitute) dan membentuk ulang


(remodel) jaringan tulang yang rusak.

 Sel-sel osteogenik (osteoblas) berasal dari : periosteum, endosteum,

dan sel-sel mesenkim pluripoten. Sedangkan osteoklas berasal dari


sel-sel prekusor monosit

 Osteoklas berfungsi untuk meresorbsi tulang yang telah nekrotik dan


• Osteoblas berfungsi untuk memberikan lapisan osteoid

saat healing (proses kalsifikasi)

 Di dalam bone healing terdapat dua macam istilah:

 Primary intention: terjadi apabila fraktur inkomplet, atau

jarak antar ujung tulang fraktur berdekatan

 Secondary intention: terjadi apabila jarak antara ujung

tulang fraktur lebih dari 1mm atau berjauhan


• Fase fibroplasia pada

bone healing, sel-sel


osteogenik yang
berasal dari periosteum
dan bone marrow
berploriferasi menjadi
osteoblas, osteoklas,
kondroblas dan
cappilary bud, Saat fase
fibroplasia, sejumlah
besar kolagen terbentuk
• Fibroblas dan

osteoblas
membentuk matriks
fibrous yang banyak
sehingga jaringan
penyembuhan
melingkari ujung-
ujung dari tulang
fraktur, matriks
fibrous ini disebut
• Pada fase remodelling,

osteoklas menghilangkan

bagian tulang yang tidak

diperlukan, sedangkan

osteoblas melapisi jaringan

tulang baru diatasnya.

Sistem havers yang baru

terbentuk berkembang

menjadi lapisan tulang

kortikal. Ukuran kalus

menurun dalam fase ini


 Beberapa tekhnik tindakan bedah tulang menyediakan tulang

agar proses penyembuhannya mengalami primary intention,


sehingga jaringan fibrous yang terbentuk lebih sedikit,
reosifikasi tulang lebih cepat, dan callus terbentuk sedikit

 Dua faktor utama yang penting dalam bone healing:


vaskularisasi dan imobilitas

 Jika vaskularisasi terganggu, menyebabkan suplai oksigan

dapat menurun, apabila suplai oksigen menurun saat bone


healing, jaringan ikat yang terbentuk tidak akan mengalami
osifikasi
 Apabila tenaga dan tegangan berlebihan maka

daerah fraktur akan mengalami mobilitas.


Mobilitas ini akan mengganggu vaskularisasi
pada luka dan membuat lebih banyak
terbentuknya jaringan fibrous lebih banyak
dibandingkan jaringan tulang itu sendiri di
sepanjang garis fraktur.
Komplikasi Fraktur Dentoalveolar
Komplikasi Dini
1. Pada Tulang

Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa infeksi, osteomyelitis dan

atritis supuratif.

2. Pada Otot

Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif oleh otot

tersebut menjadi terganggu.

3. Pada Pembuluh Darah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.


Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah
mengalami retraksi dan perdarahan berhenti secara spontan
4. Maloklusi

Ketidakakuratan dalam mereduksi tulang alveolar dapat menyebabkan


maloklusi.

5. Kehilangan tulang alveolar

Fiksasi yang tidak baik dapat menyebabkan pergerakan dari segmen,


dan umumnya bagian kecil dari segmen alveolar dapat mengalami
sequester yang berdampak pada hilangnya tulang dan gigi.

6. Kehilangan Gigi

Kehilangan gigi pada fraktur alveolar dapat terjadi sebagai akibat dari
kerusakan soket tulang yang parah, fraktur dan akar gigi yang tidak
diperbaiki, atau mengikuti resorbsi akar.
 perdarahan ekstensif serta gangguan pada jalan
nafas
 pada Le Fort II dan III, daerah kribiform dapat
mengalami fraktur
 kebutaan
 kegagalan penyatuan tulang yang mengalami fraktur
 penyatuan yang salah
 obstruksi sistem lakrimal
 anestesia/hipoestesia infraorbita
 devitalisasi gigi
 ketidakseimbangan otot ekstraokuker
 diplopia
 enoftalmus
 Kenampakan wajah juga dapat berubah (memanjang
retrusi)
Komplikasi Lanjut
1. Delayed Union

Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara

normal.

2. Non Union

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9

bulan.

3. Mal Union

Mal union yaitu penyambungan fraktur yang tidak normal sehingga

menimbulkan deformitas tulang.

Anda mungkin juga menyukai