Anda di halaman 1dari 6

PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN

Oleh: Subbagian Perundang-undangan


By MRP  19 Jun 2020  462

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri


secara konsisten dan berkelanjutan telah berupaya mereformasi diri dalam
menata birokrasi menuju ke arah tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance). Salah satu upaya dalam pelaksanaan reformasi birokrasi
adalah pencegahan dan penanganan terjadinya benturan kepentingan dari
pejabat atau pegawai di lingkungan Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Kementerian Dalam Negeri di dalam pengambilan keputusan atau
pelaksanaan tugasnya.

Benturan Kepentingan adalah situasi dimana pejabat atau pegawai di Badan


Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri memiliki
atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi terhadap setiap penggunaan
wewenang dalam kedudukan atau jabatannya, sehingga dapat
mempengaruhi kualitas keputusan dan/atau tindakannya. Potensi adanya
benturan kepentingan harus dapat ditangani secara tepat sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku agar setiap keputusan yang diambil telah
dilandasi dengan pertimbangan yang profesional, obyektif, berintegritas,
independen, transparan, dan responsibel.

Setiap penyelenggara negara diharuskan mempunyai sikap mental yang jujur


dan penuh rasa pengabdian kepada kepentingan rakyat, negara, dan bangsa
serta harus mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi
atau golongan. Di beberapa tempat seringkali dijumpai adanya pejabat
publik yang memiliki kewenangan membuat kebijakan, namun pada
kenyataannya kebijakan yang diambil tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Hal ini mungkin terjadi karena adanya pengaruh kepentingan
pribadi atau golongan yang menyebabkan keputusan yang dikeluarkan oleh
pejabat publik dimaksud tidak berkualitas, tidak akuntabel atau bahkan
berdampak merugikan pihak tertentu.

Beberapa bentuk benturan kepentingan yang sering terjadi dan dihadapi


oleh penyelenggara negara adalah:

1. Situasi yang menyebabkan  pejabat/pegawai menerima gratifikasi atau


pemberian atau  penerimaan hadiah atas suatu keputusan;
2. Situasi yang menyebabkan penggunaan aset jabatan/instansi untuk
kepentingan pribadi/golongan;
3. Situasi yang menyebabkan informasi rahasia jabatan/instansi
dipergunakan untuk kepentingan pribadi/golongan;
4. Situasi perangkapan jabatan yang memiliki hubungan langsung atau
tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan
pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya;
5. Situasi dimana Pejabat/Pegawai memberikan akses khusus kepada
pihak tertentu untuk tidak mengikuti prosedur dan ketentuan yang
seharusnya diberlakukan;
6. Situasi yang menyebabkan proses pengawasan tidak mengikuti
prosedur karena adanya pengaruh dan harapan dari pihak yang
diawasi;
7. Situasi dimana kewenangan penilaian suatu obyek kualifikasi dan
obyek tersebut merupakan hasil dari si penilai;
8. Situasi di mana adanya kesempatan penyalahgunaan jabatan;
9. Situasi Moonlighting atau outside employment (bekerja lain di luar
pekerjaan pokoknya);
10. Situasi yang memungkinkan penggunaan diskresi yang
menyalahgunakan wewenang;
11. Situasi yang memungkinkan untuk memberikan informasi lebih dari
yang telah ditentukan Kementerian, keistimewaan maupun peluang
bagi calon penyedia Barang/Jasa untuk menang dalam proses
Pengadaan Barang/Jasa;
12. Situasi dimana keputusan/kebijakan dipengaruhi pihak lain yang
membutuhkan;
13. Pemberian izin dan/atau persetujuan dari pegawai yang diskriminatif;
14. Melakukan komersialisasi pelayanan publik; dan
15. Situasi yang menyebabkan proses pengawasan tidak sesuai dengan
prosedur karena adanya pengaruh dan harapan dari pihak yang
diawasi.

Jenis benturan kepentingan yang sering terjadi adalah:

1. Kebijakan yang berpihak akibat pengaruh/hubungan dekat/


ketergantungan/pemberian gratifikasi;
2. Pemberian izin yang diskriminatif;
3. Pengangkatan pegawai berdasarkan hubungan dekat/balas
jasa/rekomendasi/pengaruh dari pejabat pemerintah;
4. Pemilihan partner/rekanan kerja berdasarkan keputusan yang tidak
profesional;
5. Melakukan komersialisasi pelayanan publik;
6. Penggunaan asset dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi/
golongan;
7. Pengawas ikut menjadi bagian dari pihak yang diawasi;
8. Melakukan pengawasan atau penilaian atas pengaruh pihak lain dan
tidak sesuai norma, standar, dan prosedur;
9. Menjadi bagian dari pihak yang memiliki kepentingan atas sesuatu
yang dinilai; dan
10. Putusan/Penetapan Pengadilan yang berpihak akibat
pengaruh/hubungan dekat/ketergantungan/pemberian gratifikasi.

Berbagai hal bisa menjadi sumber benturan kepentingan antara lain:

1. Penyalahgunaan wewenang, yaitu dengan membuat keputusan atau


tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan atau melampaui batas-batas
pemberian wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan.
2. Perangkapan jabatan, yaitu pejabat/pegawai yang menduduki dua
atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan jabatannya
secara profesional, independen, dan akuntabel.
3. Hubungan afiliasi (pribadi, golongan), yaitu hubungan yang dimiliki
oleh pejabat/pegawai dengan pihak tertentu, baik karena hubungan
darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang
dapat mempengaruhi keputusannya.
4. Gratifikasi, yaitu pemberian dalam arti luas meliputi pemberian uang,
barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas
lainnya.
5. Kelemahan sistem organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala
bagi pencapaian tujuan pelaksanaan kewenangan pejabat/pegawai
yang disebabkan karena struktur dan budaya organisasi yang ada.
6. Kepentingan pribadi, yaitu keinginan/kebutuhan pejabat/pegawai
mengenai suatu hal yang bersifat pribadi.
7. Penyalahgunaan wewenang, yaitu pejabat/pegawai membuat
keputusan atau tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan atau
melampaui batas-batas pemberian wewenang yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan.

Pejabat atau pegawai yang berpotensi menghadapi benturan kepetingan


dalam pelaksanaan tugasnya, yang sekiranya akan berdampak pada
menurunnya kualitas keputusan yang akan diambil, maka wajib
mengidentifikasi dan melaporkan potensi benturan kepentingan dan
penyebab potensi terjadinya benturan kepentingan. Selanjutnya, atasan
atau petugas yang menerima laporan akan adanya potensi terjadinya
benturan kepentingan melakukan telaahan awal terhadap potensi benturan
kepentingan tersebut dan merekomendasikan tindakan pencegahan yang
dimungkinkan. Seluruh unit kerja diwajibkan melaksanakan identifikasi
potensi benturan kepentingan yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan
fungsi baik di tingkat strategis (eselon I) maupun di tingkat manajerial
operasional (eselon II dan eselon III di bawahnya).

Tata Cara Mengatasi Terjadinya Benturan Kepentingan

1. Seorang warga masyarakat yang terkait dalam pengambilan keputusan


dapat melaporkan atau memberikan keterangan adanya dugaan
benturan kepentingan pejabat dalam menetapkan keputusan
dan/atau tindakan.
2. Laporan atau keterangan tersebut disampaikan kepada atasan
langsung pejabat pengambil keputusan dan/atau tindakan dengan
mencantumkan identitas jelas pelapor dan melampirkan bukti-bukti
terkait.
3. Atasan langsung pejabat tersebut memeriksa tentang kebenaran
laporan masyarakat paling lambat 3 (tiga) hari kerja.
4. Apabila hasil dari pemeriksaan tersebut tidak benar maka keputusan
dan/atau tindakan pejabat yang dilaporkan tetap berlaku.
5. Apabila hasil pemeriksaan tersebut benar maka dalam jangka waktu 2
(dua) hari keputusan dan/atau tindakan tersebut ditinjau kembali oleh
atasan dari atasan langsung tersebut dan seterusnya.
6. Pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan dari tindak lanjut hasil
pemeriksaan terjadinya benturan kepentingan dilaksanakan oleh
unsur pengawasan.

 Kurangnya pemahaman terhadap benturan kepentingan dapat


menimbulkan penafsiran yang beragam terhadap penyelenggaraan
pemerintahan. Oleh karena itu, Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Kementerian Dalam Negeri menyadari akan pentingnya
manajemen pengelolaan terhadap potensi adanya benturan kepentingan
pada unit organisasi maupun Pejabat/Pegawai di lingkungan Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri. Dengan
adanya aturan yang tegas tentang penanganan benturan kepentingan akan
tercipta tata kelola pemerintahan yang baik di lingkungan Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Dalam Negeri maupun
dalam berinteraksi dengan para pemangku kepentingan lainnya.
 

Sumber:

1. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Penanganan
Benturan Kepentingan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor);
2. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Penanganan
Benturan Kepentingan di Lingkungan Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor).

Anda mungkin juga menyukai