Untuk memahami akulturasi komunitas Sabu di Sumba Timur, maka terlebih dahulu
penulis akan mengkaji secara teoritis beberapa konsep mengenai masyarakat dan
kebudayaan, dan teori akulturasi. Adapun teori-teori ini diharapkan dapat menjadi suatu
rujukan untuk menganalisa materi empiris sebagai hasil dari temuan-temuan penelitian, yang
timbal balik antara masyarakat dan kebudayaan. Sebuah kebudayaan itu tidak mungkin
ada tanpa masyarakat dan sebuah masyarakat itu pasti memiliki kebudayaan.Masyarakat
menunjuk pada sejumlah manusia dan kebudayan merupakan pola-pola perilaku yang khas
dari sejumlah manusia tersebut yang kemudian memberikan arah dalam masyarakat.
Untuk memahami kebudayaan, maka kita harus mengerti tentang seluk beluk terjadinya
sebuah masyarakat, dan sebaliknya untuk mendapatkan wawasan yang luas tentang
Adapun masyarakat dan kebudayaan merupakan suatu dwi tunggal, yang artinya
kebudayaan itu selalu berlangsung dalam suatu masyarakat dan masyarakat merupakan
dari kebudayaan lain, maka hal tersebut terjadi dalam kehidupan sebuah masyarakat yang
1
Koentjaraningrat, Antropologi Kebudayaan, (Jakarta: Aksara Baru, 1976), h. 98
12
sedang mengalami perkembangan. Demikianlah masyarakat dan kebudayaan saling
1. Masyarakat
masyarakat. Menurut Linton, masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup
dan bekerja sama dalam jangka waktu cukup lama, sehingga mereka dapat
mengorganisasir-diri dan sadar, bahwa mereka merupakan suatu kesatuan sosial dengan
batas-batas yang jelas.2 Berdasarkan defenisi Linton ini, kita dapat memahami bahwa
dasar landasan dari setiap masyarakat ialah adanya kelompok manusia yang telah hidup
bersama jangka waktu yang lama, dimana terjalin interaksi dan hubungan sosial yang
erat antar setiap anggota masyarakat, sehingga membentuk suatu kesatuan sosial dengan
itu, kelompok individu akan mengalami dua buah proses yang fundamental: 3
(1) Adaptasi dan organisasi tingkah laku dari individu-individu yang menyatukan diri;
Terdapat beberapa definisi lainnya lagi mengenai masyarakat, seperti yang diberikan
oleh M. J. Herskovits, yang menulis bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang
2
Ralph Linton, The study of Man – Antropologi Suatu Penyelidikan tentang Manusia, (Bandung:
Jemmars, 1984), h.118
3
Ibid., h. 120
13
diorganisasikan yang mengikuti satu cara hidup tertentu. J.L Gillin dan J.P. Gillin
mengatakan, bahwa masyarakat itu adalah kelompok manusia yang terbesar yang
mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu
manusia yang lebih kecil yang mempunyai perhubungan erat dan teratur.4 Defenisi-
memandang masyarakat dari aspek organisasi yang memiliki suatu pola kehidupan yang
telah ditetapkan dan diharuskan untuk diikuti oleh para anggotanya. Gillin dan Gillin
melihat masyarakat dari unsur penyatuan kelompok-kelompok kecil yang didasarkan atas
kesamaan dalam hal seperti kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan. Adapun dalam
kecil yang dieratkan oleh suatu hubungan yang teratur. Keteraturan dalam hubungan
antar kelompok itu pun dapat terjadi ketika terdapat suatu kesepakatan bersama. Adapun
para ahli di atas, sama-sama memberikan defenisi masyarakat yang dilihat dari proses
terbentukdan bagaimana proses itu berlangsung dalam sebuah masyarakat, serta dampak
dari proses sosial yang terjadi, yang mempengaruhi segi kehidupan dari setiap individu
maupun kelompok.
yang berinteraksi menurut suatu adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang
terikat oleh suatu rasa identitas bersama.5 Hampir merangkum pandangan para ahli
14
ituberlangsung dalam waktu yang lama dan terjadi disesuaikan dengan adat istiadat dari
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis antara individu dan
individu, antara individu dan kelompok atau antara kelompok dan kelompok dalam
bentuk kerja sama, persaingan maupun pertikaian. Interaksi sosial merupakakn hubungan
yang tertata dalam bentuk tindakan-tindakan yang didasarkan pada nilai-nilai dan norma-
norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.6Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin
terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu (1) adanya kontak sosial (social -
(3) Terdiri atas kelompok-kelompok fungsional yang heterogen dan bekerja sama guna
commune)
dari sebuah masyarakat, sehingga para pengamat dapat membedakan suatu kelompok
sosial atau masyarakat yang satu dengan masyarakat lain, karena setiap masyarakat telah
6
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, (Jakarta : Kencana, 2011), h. 64
7
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996),h. 58
8
D. Hendropuspito OC, Sosiologi Sistematik, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 75-78
15
Para Sarjana sosiologi pernah mengadakan klasifikasi antara masyarakat-masyarakat
statis dan dinamis. Dengan masyarakat yang statis dimaksudkan masyarakat yang sedikit
sekali perubahannya dan berjalan dengan lambat. Masyarakat yang dinamis adalah
menalaah masyarakat secara keseluruhan, konsepsi Selo Soemardjan mengenai tiga bentuk
masyarakat berdasarkan kriteria ciri-ciri struktur sosial dan kebudayaan dapat dijadikan
pedoman. Klasifikasi tiga bentuk masyarakat atas dasar kriteria tersebut adalah sebagai
berikut : 10
a. Masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan sederhana yang mempunyai ciri-ciri
2) Organisasi sosial pada pokoknya didasakan atas adat istiadat yang terbentuk menurut
tradisi
mempraktikkan dengan sedikit teori dan pengalaman, dan tidak dari hasil pemikiran
atau eksperimen
5) Hukum yang berlaku tidak tertulis, tidak kompleks serta pada pokok-pokoknya
6) Ekonominya sebagian besar meliputi produksi untuk keperluan keluarga sendiri atau
buat pasaran kecil setempat, sedangkan uang sebagai alat tukar dan alat pengukur
9
Soerjono Soekanto, Op. Cit.,h.305
10
Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2013), h.139-140
16
7) Kegiatan ekonomi dan sosial yang memerlukan kerja sama orang banyak dilakukan
secara tradisional dengan gotong royong tanpa hubungan kerja antara buruh dan
majikan.
b. Masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan madya, yang ciri-ciri utamanya
1) Hubungan dalam keluarga tetap kuat, tetapi hubungan dalam masyarakat setempat
ekonomi
2) Adat istiadat masih dihormati, tetapi sikap masyrakat mulai terbuka akan pengaruh
dari luar
kepercayaan pada kekuatan gaib baru timbul apabila orang sudah mulai kehabisan
lanjutan dan masih jarang sekali ada lembaga pendidikan keterampilan dan
kejujuran
7) Gotong royong tinggal hanya untuk keperluan sosial di kalangan keluarga besar
dan tetangga, tetapi gotong royong buat keperluan umum dan kegiatan ekonomi
c. Masyarakat dengan struktur sosial dan kebudayaan pramodern atau modern, yang
17
1) Hubungan antar manusia didasarkan terutama atas kepentingan pribadi
dalam industri
3) Kepercayaan kuat kepada manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana
6) Hukum yang berlaku pada pokoknya adalah hukum tertulis yang amat kompleks
adanya
kesatuan hidup manusia yang saling berinteraksi dalam waktu yang cukup lama dan
memiliki ciri khas tertentu yang membedakannya dengan masyarakat yang lain.
2. Kebudayaan
sendiri. Kekhasan masyarakat itu dikenal dari corak kebudayaan yang dimiliki oleh
yang memberikan ciri khas bagi suatu kesatuan sosial. Oleh karena itu, ketika kita
berbicara sebuah masyarakat, maka pembicaraan itu tidak terlepas dari pembahasan
mengenai kebudayaan. Seperti halnya masyarakat, maka terdapat pula beberapa definisi
mengenai kebudayaan.
18
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan itu berarti keseluruhan gagasan dan karya
manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi
dan karyanya.11 Seorang antropolog lain, yaitu E.B. Taylor mencoba memberikan
masyarakat.12 Definisi lain dikemukakan oleh Ralph Linton, yang menyebut, bahwa
kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari dan hasil dari tingkah
masyarakat tertentu. Lowie mengemukakan defenisi dari kebudayaan lebih pendek lagi,
yaitu sebagai seluruh tradisi sosial.13 Jadi dapat dikatakan bahwa kebudayaan itu meliputi
semua hal yang dimiliki oleh anggota masyarakat seperti perilaku, perasaan dan akal
the continuity in space related to cooperation. The specialization of activities and last
atas, maka dapat dipahami bahwa kebudayaan tidak terlepas dari kehidupan
11
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 1974), h.19
12
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 188
13
Harsojo, Pengantar Antropologi, (Bandung: Universitas Negeri Padjadjaran, 1964), h. 90
14
Phil. Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Jakarta : Putra A bardin, 1999),
h.123
19
itu akan terdapat usaha untuk mempertahankan eksistensi manusia sesuai dengan
keadaan lingkungan hidupnya. Jelaslah pula bahwa setiap kebudayaan mempunyai ciri
a) Bahwa kebudayaan yang terdapat antara umat manusia itu sangat beranekaragam
b) Kebudayaan itu didapat dan diteruskan secara sosial dengan proses belajar
tiga wujud, yaitu (1) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, (2) wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, serta (3) wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama adalah wujud ideal
dari kebudayan. Ide-ide dan gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam
suatu masyarakat, meberi jiwa kepada masyarakat itu. Gagasan-gagasan ini selalu
berkaitan menjadi suatu sistem (sistem budaya /cultural system, atau istilah dalam bahasa
Indonesianya adat atau adat istiadat). Wujud kedua ialah sistem sosial yang bersifat
15
Harsono, op. cit., h.111
20
didokumentasikan. Wujud ketiga disebut kebudayaan fisik berupa seluruh total dari hasil
fisik dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat. 16 Adapun
ketiga wujud kebudayaan tersebut tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling terkait
satu dengan yang lain sebagai suatu kesatuan yang utuh. Misalnya, gagasan mengilhami
manusia untuk beraktivitas dan berkarya menghasilkan sesuatu yang baru dan bersifat
Dapat dikatakan, bahwa kebudayaan itu merupakan cara hidup yang membentuk
dan dibentuk, yang selalu berkesinambungan dengan komunitas manusia dari generasi ke
generasi sehingga kebudayaan dari satu kelompok manusia itu merupakan hal yang asasi
terdapat unsur-unsur yang universal, artinya unsur-unsur kebudayaan yang bisa didapat
universal. Berikut ini, pokok-pokok khusus yang merupakan isi lebih lanjut dari ketujuh
cultural universals:18
1. Sistem peralatan dan perlengkapan hidup manusia, terdiri dari: a). alat-alat produktif,
b). alat-alat distribusi dan transpor, c). wadah-wadah dan tempat-tempat untuk
menaruh, d). makanan dan minuman, e). pakaian dan perhiasaan, f). tempat
2. Sistem mata pencaharian hidup, terdiri dari: a). berburu dan meramu, b). perikanan,
c). bercocok tanam di ladang, d). bercocok tanam menetap, e). peternakan, f).
perdagangan
16
Koentjarannigrat,op. cit., h.186-188
17
Paursen Van, C. A., Strategi Kebudayaan (Yogyakarta: Kanisius, 1976), 23
18
Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian Rakyat, 1972), h. 6-9
21
3. Sistem Kemasyarakatan, terdiri dari: a). sistem kekerabatan, b). sistem kesatuan hidup
5. Kesenian, terdiri dari: a). seni patung, b). seni relief, c). seni lukis dan gambar, d).
seni rias, f). seni vokal, g). seni intrumental, h). seni keusteraan, i). seni drama.
6. Sistem pengetahuan, terdiri dari: a). pengetahuan tentang sekitaraan alam, b).
pengetahuan tentang alam flora, c). sistem tentang zat-zat dan bahan-bahan mentah,
d). pengetahuan tentang tubuh manusia, e). pengetahuan tentang kelakuan sesama
manusia, f). pengetahuan tentang kelakuan sesama manusia, g). pengetahuan tentang
7. Sistem religi dan kehidupan kerohanian, terdiri dari: a). sistem kepercayaan, b).
kesusteraan suci, c). sistem upacara keagamaan, d). komuniti keagamaan, e).ilmu
Demikianlah kebudayaan itu kompleks, karena tersusun dari banyak unsur di atas.
Unsur-unsur budaya tersebut saling terkait satu sama lain dan dapat juga berubah seiring
dengan keadaan masyarakat dan kebudayaan yang bersifat dinamis. Maka tampaklah
bahwa setiap unsur kebudayaan itu dapat mempunyai tiga wujud kebudayaan yaitu
sistem budaya, sistem sosial dan sistem kebudayaan fisik atau konkrit, seperti yang telah
dibahas sebelumnya.
dengan yang lainnya, namun setiap kebudayaan dari setiap masyarakat akan mempunyai
sifat hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan di manapun juga. Adapun sifat
19
Soerjono Soekanto, op. Cit., h.182
22
2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu,
dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-
Keberadaan kebudayaan mempunyai nilai dan fungsi yang besar bagi kehidupan
manusia dan masyarakat. Leslie White secara eksplisit menyebutkan tiga fungsi
kebudayaan yaitu: 20
2. Menghubungkan manusia dengan lingkungannya di satu pihak dan manusia yang satu
3. Memenuhi kebutuhan manusia, baik melalui pengolahan sumber daya alam maupun
3. Identitas Budaya
Kata identitas berasal dari bahasa Inggris “identity” yang berarti ciri, tanda atau
jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau . sesuatu sehingga membedakan
dengan yang lain. Identitas juga merupakan keseluruhan atau totalitas yang
menunjukkan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau jati diri dari faktor-faktor
umum, identitas dibagi menjadi dua dunia kategori utama, yakni: identitas budaya dan
identitas politik. Identitas budaya menentukan posisi subjek di dalam relasi atau
20
Leslie White, The Evoulution of Cuture, (London: MaqGraw-Hill Book Comp, 1959), h.8-9
21
J.W.M. Bakker SJ. Filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Kanisius, 1984), 47
23
suatu komunitas melalui suatu rasa kepemilikan (sense of belonging) dan sekaligus
menandai posisi subjek yang lain di dalam suatu pembedaan (sense of otherness).22
Dalam artian sederhana, identitas budaya adalah rincian karakteristik atau ciri-
ciri sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang kita ketahui batas-
lain . ini berarti pula bahwa kalau kita ingin mengetahui dan menetapkan identitas
budaya maka kita tidak sekedar menerntukan karakteristik atau ciri fisik/biologis
tatanan berpikir (cara berpikir, orientasi berpikir), perasaan (cara merasa dan
orienetasi perasaan), dan cara bertindak (motivasi tindakan atau orientasi tindakan).23
Stuart Hall (dalam Erniwati) membagi identitas budaya atas dua definisi yang
nenek moyang yang sama. Identitas budaya pada definisi ini, menggambarkan
mereka menjadi satu komunitas yang stabil, tidak berubah dan melanjutkan kerangka
acuan dan pemaknaan di bawah perubahan sejarah. Kedua, definisi identitas budaya
adalah identifikasi yang dibentuk oleh sejarah dan unsur-unsur kebudayaan. Identitas
budaya disini kemudian mengandung identitas politik, yaitu politik penentuan posisi
22
Chris. Baker, Cultural Studies, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), h. 169-190
23
Dr. Alo Liliweri, M. S.Makna budaya dalam komunikasi antarbudaya, (Yogyakarta : PT LkiS Pelangi
Aksara, 2003), 72
24
Erniwati, China Padang dalam Dinamika Masyarakat Minangkabau: dari Revolusi Sampai Reformasi,
(Jakarta: Universitas Indonesia,2011), h. 21-22
25
Jameson, Daphne A. 2007. Reconceptualizing Cultural Identity and Its Role in Intercultural Business
Communication. Journal of Business Communication, Vol. 44, July 2007, 281-285.
24
1. Cultural identity is affected by close relationship (identitas budaya dipengaruhi
oleh hubungan dekat). Hubungan dekat seseorang dengan orang lain seperti,
2. Cultural identity changes over time (identitas budaya berubah sesuai dengan
identitas budaya yang ia miliki. Misalnya, perubahan status sosial, kelas ekonomi,
3. Cultural identity is closely intertwined with power and privilege (identitas budaya
erat kaitannya dengan kekuasaan dan hak istimewa). Hal ini dapat menjadikan
emosi). Setiap orang mungkin memiliki perasaan positif, negatif, netral atau
ambigu terhadap komponen identitas budaya mereka sendiri. Ketika orang tersebut
kemungkinan bisa saja terjadi. Mulai dari mengubah cara pandangnya, menghargai
sikap tersebut, atau bisa juga ikut dalam kelompok yang berhubungan dengan hal
tersebut.
masyarakat luas untuk dapat mengenal individu atau kelompok baik dari segi budaya,
agama, ataupun politik dan berbagai aspek kehidupan yang lain. Identitas juga dapat
25
B. Pewarisan Budaya (Enkulturasi)
budaya, perlu juga untuk memahami mengenai Enkulturasi. Enkulturasi berkaitan erat
dengan proses pengintegrasian budaya dalam kehidupan seseorang sebagai bagian dari
bukunyaFilsafat Kebudayaan26 :
merupakan sebuah proses sosial yang harus dialami oleh setiap individu dalam sebuah
masyarakat, baik secara sadar ataupun tidak. Enkulturasi bukan hanya menyangkut sebuah
Enkulturasi berarti proses mempelajari kebudayaan oleh seseorang secara umum dan
dalam waktu panjang. Jadi Enkulturasi boleh dikatakan proses pembudayaan, baik melalui
media formal seperti sekolah maupuninformal seperti di lingkungan sosial secara tidak
Istilah yang sesuai untuk kata ‘enkulturasi’ adalah ‘pembudayaan’ (dalam bahasa
26
J. W. M. Bakker. SJ., Filsafat Kebudayaan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2014), h.103
27
Tri Widiarto, Pengantar Antorpologi Budaya, (Salatiga: Widya Sari Press, 2007), h. 53
26
individu mempejalari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat, sistem
norma, dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Proses enkulturasi sudah dimulai
sejak kecil dalam alam pikiran warga suatu masyarakat; mula-mula dari orang-orang di
berkali-kali meniru maka tindakannya menjadi suatu pola yang mantap, dan norma yang
Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur ditransmisikan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur itu
ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok teman,
berikut :30
The process of enculturation is never ending. The human capability to learn the
appropriate cultural responses also makes possible cultural change. Learning occurs
when appropriate behavior is rewarded or approval is withheld. Even when the
socializing and enculturating process fails and when the individual may be said to be
socially or mentally ill, rebellion is manifested in term of his own culture and society.
The individual acquires his culture within the ever - expanding network of social
relationship. Culture may be thought of as the medium in which the personality develops.
Thus the techniques and ideas that individuals learn have a lasting effect on the adult
person; yet these cultural behaviors differ between groups, communities, and societies. It
is possible to say that different norms and social institutions produce different
personality structures; and if they are widely shared in a population, the result is refered
to as basic to as basic personality.
pembudayaan yang terjadi dalam hubungan sosial yang terus berkembang di sebuah
masyarakat, dimulai sejak kecil melalui sosialisasi dalam keluarga, pergaulan, teman,
28
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, h. 189
29
Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, (Jakarta : Professional Books, 1997), h. 534
30
J. W. M. Bakker. SJ., h. 105
27
sekolah hingga lembaga keagamaan dan lembaga pemerintahan yang diatur sesuai norma
dan aturan yang telah ditetapkan dalam masyarakat. Proses enkulturasi itu tidak akan
berakhir, tetapi akan terus berlangsung dari generasi ke generasi berikutnya, dan dapat
dalam merespon kebudayaan yang diterima. Adapun dengan proses enkulturasi itu dapat
berjalan dengan baik, jika ada penghargaan terhadap budaya, dan enkulturasi menjadi
C. Pelestarian Budaya
Pelestarian dalam Kamus Bahasa Indonesia berasal dari kata dasar lestari, yang
artinya adalah tetap selama-lamanya tidak berubah. Kemudian, dalam kaidah penggunaan
Bahasa Indonesia, pengunaan awalan pe- dan akhiran –an artinya digunakan untuk
menggambarkan sebuah proses atau upaya (kata kerja).Jadi berdasarkan kata kunci lestari
ditambah awalan pe- dan akhiran –an, maka yang dimaksud pelestarian adalah upaya
untuk membuat sesuatu tetap selama-lamanya tidak berubah. Bisa pula didefinisikan
adanya.31Merujuk pada definisi pelestarian dalam Kamus Bahasa Indonesia diatas, maka
dapat didefinisikan pelestarian budaya (ataupun budaya lokal) sebagai upaya untuk
Lebih rinci A.W. Widjaja dalam Jacobus mengartikan pelestarian sebagai kegiatan
atau yang dilakukan secara terus menerus, terarah dan terpadu guna mewujudkan tujuan
tertentu yang mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan abadi, bersifat dinamis, luwes,
pelestarian norma lama bangsa (budaya lokal) adalah mempertahankan nilai-nilai seni
31
Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2006)
28
budaya, nilai tradisional dengan mengembangkan perwujudan yang bersifat dinamis,
luwes dan selektif, serta menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang selalu berubah dan
Salah satu tujuan diadakannya pelestarian budaya adalah juga untuk melakukan
mengatakan adanya tiga langkah, yaitu :(1) pemahaman untuk menimbulkan kesadaran,
kebudayaan dapat didefinisikan sebagai upaya yang terencana dan sinambung agar nilai-
nilai budaya itu bukan hanya dipahami oleh para pemiliknya, melainkan juga
Dalam setiap masyarakat dan kebudayaan, selalu terjadi perubahan sosial-budaya. Hal ini
dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan
kontak dengan kebudayaan lain. Budaya sebagai sebuah sistem tidak pernah berhenti
dalam maupun dari luar sistem tersebut. Perubahan ini logis terjadi karena aspek proses
adaptasi dan belajar manusia sehingga selalu menuju pada tataran serta tuntutan yang lebih
baik.
32
Jacobus Ranjabar,Sistem Sosial Budaya Indonesia, (Bogor :Ghalia Indonesia, 2006), h. 114-115
33
M. Lewis,. “Conservation: A Regional Point of View” dalam M. Bourke, M. Miles dan B. Saini (eds).
Protecting the Past for the Future. (Canberra: Austraalian Government Publishing Service : 1983), h.4
34
Alwasilah, A. Chaedar, Pokoknya Sunda : Interprestasi Untuk Aksi, (Bandung: Kiblat, 2006), h.18
29
Perubahan sosial budaya yang dialami oleh setiap kelompok masyarakat terjadi
akibat adanya reaksi setiap orang dalam merespons berbagai interaksi dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Setiap respon yang
diberikan akan melahirkan konsekuensi dalam kehidupan selanjutnya, baik positif maupun
fungsi sosial dan masyarakat yang menyangkut perilaku manusia dalam masyarakat dari
Menurut Usman Pelly,36 perubahan terjadi karena faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal antara lain : (1) pengetahuan masyarakat semakin luas sehingga
penduduk yang semakin banyak sehingga terjadi persaingan dalam memenuhi kebutuhan
indvidual, (3) pertentangan (konflik) dalam nilai dan norma-norma politik, etnik dan
agama juga dapat menimbulkan perubahan sosial budaya. Hal ini terjadi karena adanya
35
James P. Spradley, Metode Etnografi (penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth), (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1997), h. 120-121
36
Usman Pelly dan Asiah Menanti, Teori-teori Sosial Budaya, (Jakarta : Depdikbud. 1994), h. 191-193
37
Dr. M. M. Sulaeman, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2012), h. 61
30
1. Terbiasanya masyarakat memiliki hubungan atau kontak dengan kebudayaan dan
2. Jika pandangan hidup dan nilai-nilai yang dominan dalam suatu kebudayaan
ditentukan oleh nilai agama, dan ajaran ini terjalin erat dalam keseluruhan pranata
yang ada, maka penerimaan unsur baru itu mengalami kelambatan dan harus
disensor dulu oleh berbagai ukuran yang berlandaskan ajaran agama yang berlaku
kebudayaan baru
baru tersebut
5. Apabila unsur yang baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas, dan dapat
bersangkutan.
Demikianlah perubahan sosial budaya dapat terjadi karena adanya faktor dari dalam
kebudayaan itu sendiri, dalam arti para pendukungnya merasa bahwa pranata
kehidupan sosialnya. Perubahan sosial budaya dapat pula terjadi dari luar kebudayaan itu
yaitu karena adanya pengaruh kebudayaan lain yang secara lambat dan cepat
31
Akulturasi dan perubahan sosial budaya pada umumnya dapat terjadi karena adanya
sebagai inti kebudayaan dan menjadi pusat orientasi dari seluruh pranata
konservatif yang umumnya menguasai secara penuh dari sumber daya yang
berharga dan terbatas, dan dalam kehidupan sosial mereka menempati posisi
disimpulkan bahwa kebudayaan terjadi dalam sebuah masyarakat, sebagai semua hal yang
terus dilakukan, dipelajari dan diwarisi oleh para anggota masyarakat sehingga dengan
tindakan itu menimbulkan kemampuan berkarya dalam diri anggota masyarakat yang
menghasilkan adanya berbagai unsur yang berupa suatu gagasan (idea), peralatan
38
M. Yamin Sani, Dimensi Sosial Budaya dan Religi Komunitas Peladang Berpiindah di Daratan Tinggi
Tutallu Kabupaten Polmas Sulawesi Selatan. (Ujung Pandang : Penelitian Kerjasama Dikti – Unhas, 2000), h.
15-20
32
(teknology) dan kelembagaan (institutional), dan sebagainya. Adapun kebudayaan itu terus
berkembang menjadi suatu keteraturan sosial, yang mana dalam masyarakat itu terdapat
suatu pola dan aturan kehidupan yang menjadi dasar dan penentu kebudayaan suatu
bangsa seperti adanya sistem pemerintahan dan sebagainya. Sebagaimana masyarakat itu
bersifat statis dan dinamis, demikianlah kebudayaan dalam masyarakat pun bersifat
dinamis, cenderung mengalami perubahan karena berbagai faktor internal dan eksternal
E. Akulturasi
kontak dengan kebudayaan yang berbeda, maka akulturasi merupakan salah satu fenomena
1. Pengertian Akulturasi
Istilah akulturasi diadopsi dari istilah asing, acculturation atau culture contact,
yang ternyata memiliki pengertian yang beragam di kalangan para ahli antropologi.
Sebuah Komite dari Social Science Research Council pada tahun 1935 telah
merumuskan sebuah defenisi yang sistematis tentang akulturasi dan yang dapat
digunakan sebagai pedoman bagi penelitian tentang akulturasi. Bunyi defenisi yang
dimaksud ialah sebagai berikut : akulturasi meliputi fenomena yang timbul sebagai
beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus menerus, yang
39
Harsono, op. cit., h. 185
33
sebagai suatu hasil dari perjumpaan dan kontak dari kelompok-kelompok kebudayaan
yang berbeda, yang berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu yang tidak
terjadinya perubahan dalam unsur-unsur kebudayaan asli yang dimiliki oleh kelompok
tersebut.
Definisi akulturasi lainnya dikutipoleh John Kha Lee and Katherine Green
berbedabudayanya dan perubahan yang dialamioleh salah satu atau kedua budaya
yang berbeda tersebutsebagai hasil dari respon dalam interaksi antar dua budaya.
Gilin dan Gilin dalam bukunya “Curtural Sosiology” (dikutip oleh Harsono)
langsung, tetapi dengan tidak sampai kepada percampuran yang komplit dan bulat dari
kedua kebudayaan itu.” Atau dalam kalimat yang lebih sederhana seperti yang
dikemukakan oleh Koentjaraningrat, dan mempunyai arti hampir sama dengan Gillin
dan Gillin, bahwa proses akulturasi itu timbul bila suatu kelompok manusia dengan
40
John Kha Lee and Katherine Green, Acculturation Processes of Hmong in Eastern Wisconsin, Hmong
Studies Journal, Vol. 11, December, 2010, 2, diunduh dari http://hmongstudies.org/LeeandGreenHSJ11.pdf
34
asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa
Tidak hanya menekankan pada persoalan perjumpaan dan kontak dua atau lebih
kebudayaan yang berbeda, tetapidari kedua defenisi berikutnya juga melihat bahwa
perubahan sebagai hasil kontak kebudayaan, dapat terwujud dengan melewati proses
penerimaan dan pengolahan dalam waktu yang cukup lama dan pengertian perubahan
itu tidak berarti tindakan menghapus atau mencampur kebudayaan, namun lebih
kepada pengadopsian unsur kebudayaan baru ke dalam kehidupan sendiri. Jadi dalam
proses akulturasi itu, berlangsung juga tindakan adaptasi dan adopsi unsur-unsur
tersebut, namun perbedaan di antara unsur-unsur asing dengan yang asli masih
41
Harsono, op. cit., h. 187
42
Diunduh dari http://gumilang-kitty.blogspot.com/2012/11/alkulturasi-dan-relasi-internakultural.html
35
akulturasi seorang imigran. Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi
2. Masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan asing apa yang mudah diterima, dan
penerima.
diubah, dan unsur-unsur kebudayaan asing apa yang tidak mudah diganti atau
4. Masalah mengenai individu-individu apa yang suka dan cepat menerima, dan
asiing;
Terkait dengan masalah-masalah akulturasi di atas, maka ada beberapa hal yang
unsur-unsur kebudayaan yang mudah diterima ialah (a) unsur-unsur yang konkrit
36
pemakaiannya dan sebagainya; (b) Unsur-unsur yang terbukti mempunyai guna yang
besar bagi kelompok yang menerima unsur tadi; (c) Unsur-unsur yang mudah dapat
disesuaikan dengan susunan keadaan dari masyarakat yang menerima unsur tadi.
Sedangkan unsur-unsur kebudayaan yang sukar diterima atau diganti mempunyai sifat
sebaliknya dari apa yang dijelaskan di atas, seperti (a) unsur-unsur yang mempunyai
fungsi yang terjaring luas dalam masyarakat seperti sistem kepercayaan (ideologi,
falsafah hidup, dan lain-lain); (b) unsur-unsur yang dipelajari dari tingkat paling
mengenai akulturasi, maka ada banyak aspek yang perlu mendapat perhatian, antara
lain mengenai peranan migrasi dan kontak sosial yang terjadi dalam perjumpaan,
diterima dan ditolak, agen akulturasi serta perubahan yang terjadi sebagai hasil dari
proses akulturasi. Untuk lebih jelas lagi, maka berikut ini akan dibahas mengenai
bagaimana proses akulturasi itu dapat terjadi dan berlangsung dalam kehidupan
2. Proses Akulturasi
yang terjadi dalam masyarakat. Perubahan kebudayaan itu tidak dapat ditentukan
jangka waktunya. Ada yang memakan waktu lama, ada pula yang hanya memerlukan
waktu sebentar saja. Dalam hal ini, akulturasi yang termasuk salah satu proses
perubahan kebudayaan yang memerlukan jangka waktu yang lama. Karena anggota
atau kebudayaan baru, bahkan bukan hanya sosialisasi dan interaksi saja, tapi juga
45
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, (Jakarta: Universitas Djakarta, 1964), h. 153-154
37
beradaptasi dan mempelajari kebudayaan baru tersebut. Betapapun terdengar sulit,
namun hal itu akan menghasilkan suatu kebudayaan baru tanpa meninggalkan atau
Menurut studi akulturasi klasik yang memusatkan perhatian pada sejenis kontak
khusus, menganggap bahwa akulturasi itu terjadi sebagai akibat pengaruh kebudayaan
yang kuat dan bergengsi atas kebudayaan yang lemah dan terbelakang. Akulturasi
bukan hanya dihasilkan dari interaksi saja, tetapi dari rencana yang disengajakan oleh
kebudayaan yang kuat. Hasil akhir dari proses akulturasi adalah lenyapnya
sebelumnya muncul dari perkembangan studi yang dilakukan oleh Dohrenwend dan
akulturasi dapat terjadi selain dari melalui pengintegrasian aspek kebudayaan yang
kuat ke dalam kebudayaan yang lemah. Kedua tokoh ini menawarkan satu perspektif
yang memungkin orang menganalisis proses akulturasi menurut jenis kontak antara
kedua kebudayaan yang terlibat dan menurut jenis akibat yang mungkin timbul dari
dikategorikan sebagai yang kuat dan yang lemah atau sama kuatnya (atau menurut
Akulturasi juga dapat terjadi bila kedua kebudayaan relatif setara. Meskipun satu
kebudayaan tidak dominan atas kebudayaan lain, namun akulturasi pun dapat terjadi.
Kita tak perlu beranggapan bahwa proses akulturasi terutama menunjukkan hubungan
46
Robert H. Lauer, Perspektif tentang Perubahan Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h.405-406
38
(1) Pengasingan, menyangkut pembuangan cara-cara tradisional oleh anggota
kebudayaan lain;
47
Colleen Ward and Arzu Rana-Deuba, Acculturation and Adaptation Revisited. Journal of Cross-
Cultural Psychology, Western Washington University, Vol. 30, No. 4, July, 1999, 422-442 diunduuh dari
http://www.uk.sagepub.com/thomas2e/study/articles/section3/Article68.pdf
39
Gambar 2. Empat Strategi Akulturasi berdasarkan dua dimensi dasar48
budaya asli dan pemeliharaan hubungan atau kontak dengan kelompok budaya lain.
Selanjutnya berdasarkan dua dimensi tersebut, maka proses akulturasi tersebut dapat
terwujud dalam empat strategi berupa integrasi, separasi, asimilasi, and marginalisasi.
budaya aslinya selama membangun interaksi harian dengan kelompok lain. Mode
separasi terjadi manakala seseorang menghidupi nilai-nilai yang ada pada budaya
aslinya dan pada waktu yang bersamaan menghindari berinteraksi dengan yang
memelihara identitas kultural mereka dan mencari interaksi harian dengan budaya
48
John W. Berry, Acculturation: Living successfully in two cultures,International Journal of Intercultural
Relations,Vol. 29, 2005, 697–712 diunduh dari http://isites.harvard.edu/fs/docs/icb.topic551691.files/Berry.pdf
40
kemungkinan untuk berinteraksi dengan kelompok lain sangat kecil.Proses
Meskipun tak biasa terjadi, ada kemungkinan kontak antara dua kebudayaan,
suku mempunyai pusat perhatiannya sendiri, dan kecil sekali kontribusinya terhadap
yang lain. Terlebih lagi jika interaksi sosial antara suku-suku diatur oleh norma yang
akulturasi. Dengan demikian, kita dapat memahami bahwa akulturasi itu tak mesti
terjadi semata-mata karena adanya kontak. Ringkasnya, akulturasi adalah satu pola
perubahan di mana terdapat tingkat penyatuan antara dua kebudayaan. Penyatuan ini
dapat menimbulkan perubahan dalam kedua kebudayaan atau terutama dalam salah
satu di antara kedua kebudayaan itu. Penyatuan di sini tak berarti bahwa kesamaannya
lebih banyak dari pada perbedaannya, tetapi hanya berarti bahwa kedua kebudayaan
keduanya.49
karena akibat perpindahan penduduk (migrasi), akulturasi itu dapat terjadi setelah
melewati masa yang relatif lama setelah terjadi, jika dua kebudayaan yang saling
dari satuan budaya lain, kemudian dijadikan miliknya. Namun dalam hal ini akulturasi
masih didapati ciri khas yang menonjol, yakni bahwa perbedaan antara unsur
kebudayaan asli dan kebudayaan asing masih tampak jelas. Bersamaan dengan proses
49
Robert H. Lauer, op.cit., h. 407
41
akulturasi terjadi pula suatu proses sejenis, namun diberi istilah teknis lain, yaitu
berjumpa dan saling menerima, harus menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan
lingkungan kultural satu dengan yang lain. Hal ini diperlukan agar kedua kelompok
dalam situasi dan kondisi yang baru itu dengan cepat dapat menemukan tempatnya
yang mapan.50
yang berkembang dalam dan melalui komunikasi seorang imigran dengan lingkungan
dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda. Reaksi dari individu dapat
50
Hendropuspito, op.cit., h. 365-366
51
Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2005), h. 140
52
Ibid., 146
42
bermacam-macam. Ada yang mengambil alih atau menerima secara selektif beberapa
unsur kebudayaan dari luar itu, tetapi ada juga yang menolak. Bagaimanapun, ada
unsur kebudayaan luar yang lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan sendiri itu. Jadi dalam akulturasi
ini terjadi pengambil-alihan atau penerimaan satu atau beberapa unsur kebudayaan
yang berasal dari pertemuan dari dua atau beberapa unsur kebudayaan.53
Berikut ini empat syarat yang harus dipenuhi supaya proses akulturasi dapat
c. Syarat fungsi : adanya nilai baru yang diserap hanya sebagai kegunaan yang tidak
dianggap sebagai proses dua arah (two-way process) atau saling mempengaruhi dua
istilah ‘transculturation’ untuk menunjuk suatu sifat hubungan timbal balik dalam
55
situasi kontak. Pater Jan Bakker menempatkan proses akulturasi ini ditengah dua
archaisme – futurisme. Akulturasi berada di antara konfrontasi dan fusi, yaitu situasi
di mana dua kebudayaan saling berhadapan dan bersaing sehingga terjadi konflik, dan
53
Tri Widiarto, Pengantar Antorpologi Budaya, h. 57
54
J. W. M. Bakker. SJ., Filsafat Kebudayaan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2014), h. 116
55
Hari Poerwanto, Kebudayaan dan Lingkungan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010), h. 107
43
situasi di mana kebudayaan yang satu luluh sama sekali bersama kebudayaan lain
menjadi kebudayaan baru. Selain itu akulturasi juga merupakan peristiwa yang berada
yang baik dan futurisme yang merupakan suatu bentuk pengingkaran terhadap zaman
kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain (misalnya melalui media masa).
Sebagai contoh, bila sekelompok imigran kemudian berdiam di Indonesia (kultur tuan
rumah), kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini.
rumah semakin menjadi bagian dari kultur imigran itu. Pada waktu yang sama, tentu
saja, kultur tuan rumah berubah juga. Tetapi pada umumnya, kultur imigranlah yang
akulturasi suatu kebudayaan terhadap kebudayaan asing sebagai berikut:58 (1) hampir
semua proses akulturasi dimulai dari golongan atas yang biasanya tinggal di kota, lalu
biasanya terjadi dengan perubahan sosial dan ekonomi; (2) perubahan dalam sektor-
sektor ekonomi hampir selalu menyebabkan perubahn yang penting dalam asas-asas
ekonomi uang merusak pola-pola gotong royong tradisional, dan karena itu
berkembanglah sistem pengerahan tenaga kerja yang baru; (4) perkembangan sistem
56
J. W. Bakker. SJ., Filsafat Kebudayaan, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2014), h. 137
57
Joseph A. Devito, Komunikasi Antarmanusia, h. 479
58
Koentjaraningrat,Manusia dan Kebudayaan di Indonesia,(Jakarta: Djembatan, 1990), h. 100-102
44
dengan segala akibatnya dalam aspek gizi, ekonomi maupun sosial; (5) proses
tidak seragam dalam semua unsur dan sektor masyarakat, sehingga terjadi keretakan
masyarakat; (6) gerakan-gerakan nasionalisme juga dapat dianggap sebagai salah satu
kontak dalam relasi antar anggota masyarakat memiliki peran yang penting. Adapun
bentuk–bentuk dari kontak kebudayaan yang menimbulkan proses akulturasi itu ada
bermacam–macam:59
1. Kontak dapat terjadi antara seluruh masyarakat, atau antara bagian–bagian saja
individu dari dua kelompok. Adapun unsur – unsur kebudayaan yang saling
dipresentasikan itu tergantung dari jenis – jenis kelompok sosial ataupun status
golongan yang bermusuhan. Dalam banyak kejadian kontak antara bangsa atau
3. Kontak dapat pula timbul antara masyarakat yang menguasai dan masyarakat
yang dikuasai, secara politik atau ekonomi dalam negara–negara jajahan, kita
dapati bentuk kontak seperti tersebut di atas. Dalam suasana penindasan itu
berusaha memberikan nilai lebih tinggi kepada kebudayaan sendiri dan bergerak
59
Harsono, op. cit., h.188-189
45
hidup yang lama dan yang bersifat mengagungkan, dan berusaha dengan jalan
a) Sama besarnya,
b) Berbeda besarnya.
5. Kontak kebudayaan dapat terjadi antara aspek–aspek yang materiil dan non-
terbentuk begitu saja, ada beberapa hal atau beberapa faktor yang dapat mendorong
Faktor ini menjelaskan bahwa jika kita berdampingan dengan orang yang
berbeda kebudayaan dengan kita, maka tidak menutup kemungkinan kita akan
jika itu terjadi dalam ruang lingkup masyarakat yang cukup besar. Hal itu dapat
mengharagai satu sama lain, terlebih menghargai kebudayaan orang lain yang
berbeda kebudayaan dengan kita. Jika kita bisa menghargai kebudayaan orang
lain, maka orang lain pun akan menghargai kebudayaan kita, bahkan tidak
60
Diunduh dari http://sansanice.blogspot.com/2010/08/akulturasi.html.diambil pada Selasa 10 Oktober
2011, pukul 10.00 WIB
46
menutup kemungkinan mereka akan segan terhadap kebudayaan kita karena
3. Toleransi
Kita harus memiliki sikap toleransi terhadap sesama, terlebih kepada orang lain
yang memiliki kebudayaan yang berbeda, jika kita mempunyai sikap toleransi
yang tinggi, dan juga sikap saling menghargai, maka proses akulturasi pun akan
4. Migrasi
Contohnya, jika ada masyarakat yang berpindah ke pulau lain, dan menetap
beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan dengan kebudayaan yang baru
pula. Jika mereka (para pendatang dan warga asal) memiliki sikap toleransi juga
jarang sekali tersentuh budaya luar, maka sulit sekali proses akulturasi tercipta
Masih banyak terdapat sikap dan sifat beberapa masyarakat yang tertutup
dengan kebudayaan lain, atau masyarakat yang masih sangat tradisional. Pada
47
umumnya, mereka masih berpikir secara tradisional. Hal ini dapat menghambat
proses akulturasi, bahkan mungkin sulit agar proses akulturasi itu terjadi.
3. Sikap etnosentrisme
sendiri lebih baik dari kebudayaan lain. Hal ini sangat menyulitkan proses
akulturasi tercipta. Bahkan, sikap ini dapat menjadi penyebab perpecahan yang
3. Akibat Akulturasi
61
John W. Berry, Acculturation: Living successfully in two cultures,International Journal of Intercultural
Relations,Vol. 29, 2005, 697–712, diunduh dari http://isites.harvard.edu/fs/docs/icb.topic551691.files/Berry.pdf
48
can also create culture conflict and acculturative stress during intercultural
interactions.
kontak antara dua atau lebih kelompok budaya dan anggota masing-masing.Pada
seseorang. Karena alasan kontak dan perjumpaan terjadi dalam berbagai alasan
Adapun Proses adaptasi tersebut dapat terjadi dengan mudah (melalui proses
pelepasan budaya dan pembelajaran budaya), tetapi dapat juga menciptakan konflik
Karena akulturasi itu adalah satu proses antara akomodasi dan asimilasi, dengan
sendirinya kesulitan dalam penyesuaian adalah merupakan masalah pokok, bagi orang
– orang yang terlibat dalam proses aklturasi. Mereka yang kurang fleksibel akan
diserahi untuk memegang pimpinan di dalam masyarakat. Dilihat dari sudut pengaruh
akulturasi pada kebudayaan, jika yang bertemu itu kebudayaan yang sama kuatnya,
mengalami perubahan atau pergantian biasanya adalah unsur yang tidak penting dari
masing–masing kebudayaan. Dalam hal seperti tersebut, yaitu jika kontak kebudayaan
itu terjadi antara dua kelompok masyarakat dengan kebudayaan yang sama kuatnya,
49
masing–masing kepribadian kebudayaan tidak mengalami perubahan. Dengan
perkataan lain, seperti sistim kekerabatan, kebiasaan yang diperoleh dengan proses
enkulturasi sejak kecil, seperti sistim kepercayaan dan pandangan hidup, dalam proses
perubahan itu pada dasarnya adalah pengetahuan, cita-cita, tingkah laku, kebiasaan
3. Adisi, di mana unsur atau kompleks unsur-unsur baru ditambahkan pada yang
62
Harsono, op. cit., h. 189-190
63
Mula-mula terjadi perubahan individu dalam proses akulturasi (representations individuelles). Salah
satu hukum kesatuan sosial adalah saling mepengaruhi antar pribadi. Individu yang lain dipengaruhi oleh
individu yang sudah berubah itu. Makin banyak individu yang berubah. Jumlah mereka yang makin banyak itu,
membentuk anggapan umum. Anggapan umum ini mempengaruhi masyarakat dan isi anggapan umum itu
akhirnya dimiliki masyrakat. Dengan demikian terbentuklah representations collectives.
64
Sidi Gazalba, Pengantar Kebudayaan sebagai Ilmu, (Jakarta: Pustaka Antara, 1968), h.120
65
Willam A. Haviland diterjemahkan R. G. Soekadijo, Antropologi, (Jakarta : Erlangga, 1988), h. 263
50
5. Orijnasi, unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan baru yang
besar orang tidak dapat menerimanya. Ini menimbulkan penolakan sama sekali,
Sebagai akibat dari salah satu atau sejumlah proses tersebut, akulturasi dapat
tumbuh melalui beberapa jalur. Pencampuran atau asimilasi terjadi kalau dua
mempunyai identitas sebagai subkultur, seperti kasta, kelas atau kelompok etnis. Ini
untuk daerah takluk atau di mana terdapat perubahan. Ekstinksi atau kepunahan
anggotanya sehingga tidak berfungsi lagi, dan di mana anggota punah karena mati
atau bergabung dengan kebudayaan lain. Dalam adaptasi dapat tumbuh sebuah
struktur baru dalam keseimbangan yang dinamis. Dalam contoh yang terakhir ini
perubahan dapat berjalan terus, tetapi dalam bentuk pertumbuhan bersama yang
lamban.66
demikian, unsur-unsur kebudayaan asing tidak lagi dirasakan sebagai hal yang berasal
dari luar, akan tetapi dianggap sebagai unsur-unsur kebudayaan sendiri. Unsur-unsur
bentuknya tidak asli lagi seperti semula. Namun tidak mustahil timbul kegoncangan
66
Ibid.
51
proses akulturasi. Kegoncangan kebudayaan terjadi, apabila warga masyarakat
mengalami disorientasi dan frustasi, di mana muncul perbedaan yang tajam antara
bahwa istilah ini digunakan untuk menerangkan baik proses kontak antar kebudayaan
yang berbeda maupun hasil dari kontak semacam itu. Sebagai proses kontak
pengenalan terhadap kebudayaan lain melalui media komunikasi. Sebagai hasil dari
kontak semacam itu, akulturasi merujuk pada asimilasi oleh kelompok budaya lain
yang memodifikasi budaya yang telah ada sehingga mengubah identitas kelompok.
Mungkin akan ada ketegangan antara budaya lama dan baru menuju adaptasi bagi
Merangkum seluruh uraian di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa akulturasi
itu dapat terjadi ketika adanya perjumpaan dan kontak serta usaha adaptasi dari
kebudayaan yang berbeda dalam jangka waktu yang tidak dapat dibatasi dalam sebuah
penolakan unsur-unsur budaya dan pengolahan atas unsur-unsur budaya lain tanpa
menghilang nilai budaya asli. Dampak dari tindakan tersebut dapat memperkaya
67
Soerjono Soekanto, op. cit., h. 195
68
Nicholas Abercrombie, dkk., Kamus Sosiologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h.2
52
F. Inkulturasi
Dalam rangka memahami perjumpaan budaya Sabu dengan budaya Sumba dan
guna menunjukkan perbedaan antara penggunaan istilah dan proses akulturasi, enkulturasi
dan inkulturasi yang terjadi pada budaya Sabu di kelurahan Kambaniru dan Kecamatan
Umalulu.
Istilah inkulturasi diungkapkan pertama kali oleh J. Masson pertama kali dengan
didefinisikan oleh Robert Schreiter sebagai suatu proses yang menggabungkan “prinsip
teologis tentang penjelmaan dengan konsep ilmu sosial tentang akulturasi (hal
sebagai proses melepaskan unsur-unsur suprakultural Injil dari satu kebudayaan dan
kebudayaan lain, setidaknya beberapa tingkatan transformasi dari bentuk dan lembaga-
lembaga itu.70Saat ini kata “kontekstualisasi” telah dipakai secara luas di dalam literatur
Lebih lanjut defenisi inkulturasi digambarkan oleh Sybertz dan Healey sebagai
berikut:71
69
David J. Bosch,Transformasi Misi Kristen, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009),h. 297
70
David J.Hesselgrave, Communicating Christ Cross-Culturally, (terj. Mengkomunikasikan Kristus
Secara Lintas Budaya), (Malang : Literatur SAAT, 2004), h. 128
71
Joseph Healey& Donald Sybertz, Towards An African Narrative Theology,(Nairobi: Pauline, 1996),
h.26
53
Berdasarkan defenisi di atas, inkulturasi digambarkan sebagai sebuah proses
penjelmaan Injil dalam konteks budaya tertentu.Proses inkulturasi ini mendorong individu
merayakan, dan mengungkapkaniman kristen dan makna misteri Paskah untuk dapat
dipahami dengan baik dan masuk akal sebagai sebuah kebenaran ke dalam lingkungan
Inkulturasi juga dipahami sebagai hasil dari interaksi antara budaya dengan gereja.
budayalokal yang menunjuk pada peristiwa keagamaan terkait dengan pewartaan iman
Dalam proses inkulturasi, perlu mengkaji tiga matra budaya yang terlibat di
dalamnya: budaya pemberita Injil (pemberitan terikat pada konteks budayanya), budaya
konteks Injil (budaya hebraic-helenistic) dan penerima Injil; dan konteks budaya
totalnya, yang merupakan budaya baru yang terbentuk setelak proses inkulturasi. Dalam
proses tersebut, yang akan berlangsung adanya inkulturasi oleh penerima Injil, akulturasi
budaya Injil yang dibawa oleh pembawa berita Injil (yang juga terikat pada konteks
72
Mathias,Supriyanto, Inkulturasi Tari Jawa di Yogyakarta dan Surakarta, (Surakarta : Citra Etnika,
2002), h. 56
54
budayanya), kemudian sesungguhnya yang akan berlangsung adalah interkulturasi
enkulturasi dan inkulturasi. Dalam antropologi kebudayaan terdapat dua istilah tekhnis
yang berakar kata sama, yaitu ‘akulturasi’ dan ‘enkulturasi’. Akulturasi sinonim dengan
‘kontak-budaya’, yaitu pertemuan antara dua budaya berbeda dan perubahan yang
Gereja ke dalam suatu budaya tertentu. Adapun hubungan antara Gereja dan budaya
tertentu tidak sebatas kontak dan bukan merupakan bentuk kontak antar-budaya. Sebab
Gereja yang dimaksud disini ialah mengenai misi dan hakekatnya.Sehingga proses
inkulturasi itu merupakan sebuah proses penyisipan mendalam, yang dengannya Gereja
menjadi bagian dari sebuah masyarakat tertentu. Demikian juga ‘inkulturasi’ berbeda
dari ‘enkulturasi’. Karena ‘inkulturasi’ ialah proses yang dengannya Gereja menjadi
bagian dari budaya tertentu, dan bukan sekedar inisiasi seorang individu ke dalam
budayanya.
segala aspek yang berkaitan, yang mana akan digunakan sebagai ‘pisau bedah’ dalam
analisa faktor-faktor yang mempengaruhi pelestarian unsur budaya Sabu dan unsur-unsur
budaya Sabu yang mengalami perubahan akulturatif dalam masyarakat Sumba Timur.
Diharapkan melalui analisa yang nantinya akan dilakukan, dapat menambahkan wawasan
mengenai perubahan sosial budaya yang terjadi pada komunitas orang Sabu di Sumba
Timur.
73
Dr. Y. Tomatala, D. Mis., Teologi Kontekstualisasi (Suatu Pengantar), (Malang : Gandum Mas, 1993),
h.7-8
55