Anda di halaman 1dari 8

J. Agro Complex 2(2):120-127, June 2018 http://ejournal2.undip.ac.id/index.

php/joac
DOI: https://doi.org/10.14710/joac.2.2.120-127 ISSN 2597-4386

Pengaruh keragaman jamur Metarhizium anisopliae terhadap mortalitas


larva hama Oryctes rhinoceros dan Lepidiota stigma

(Effect of variant of Metarhizium anisopliae fungus on mortality of pest larvae of Oryctes


rhinoceros and Lepidiota stigma)

S. Athifa, S. Anwar, dan B. A. Kristanto


Agroecotechnology, Faculty of Animal and Agricultural Sciences, Diponegoro University
Tembalang Campus, Semarang 50275 – Indonesia
Corresponding E-mail:Syafiraathifa@gmail.com

ABSTRACT

The research was conducted to evaluate the effect of variant of M. anisopliae on mortality of
Oryctes rhinoceros and Lepidiota stigma. Variants of M. anisopliae to be used were Karimun Jawa,
Semarang and Magelang (host O. rhinoceros), and UGM (host L. stigma). The research was arranged in
factorial experiment with completely randomized design, two factors and three replications.The first
factor was type variant of M. anisopliae (V0= control, V1= variant UGM, V2= variant Karimun Jawa ,
V3= variant Semarang , V4 = variant Magelang), the second factor was type of pest (H1 = larva O.
rhinoceros, H2 = larva L. stigma). The results showed that each variant of M. anisopliae had the same
ability to control O. rhinoceros and L. stigma in both mortality, spore density, and LT50. O. rhinoceros
has higher mortality and spore density than L. stigma, but LT50 both pests were the same. The interaction
between O. rhinoceros and M. anisopliae gave the highest mortality, spore density, but the same LT50.
Keywords : M. anisopliae, L. stigma, O. rhinoceros, mortality, spore density, LT50.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh perbedaan penggunaan jamur M. anisopliae pada
mortalitas Oryctes rhinoceros dan Lepidiota stigma. Varian Jamur M. anisopliae yang digunakan yaitu
Karimun Jawa, Semarang dan Magelang (inang O. rhinoceros), dan UGM (inang L. stigma). Rancangan
percobaan berdasarkan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama
yaitu jenis varianM. anisopliae (V0= kontrol, V1= varian UGM, V2= varian Karimun Jawa, V3= varian
Semarang, V4 = varian Magelang), faktor kedua yaitu jenis hama (H1 = larva O. rhinoceros, H2 = larva
L. stigma). Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap varian isolat M. anisopliae memiliki kemampuan
yang sama dalam mengendalikan O. rhinocerosdan L. stigma baik pada mortalitas, kerapatan spora,
maupun LT50. O. rhinoceros memiliki mortalitas dan kerapatan spora lebih tinggi dibanding L. stigma,
namun LT50 kedua hama tersebut nilainya sama. Interaksi antara O. Rhinoceros dengan varian isolat M.
anisopliae memberikan mortalitas, kerapatan spora, tertinggi, dengan LT50 yang sama.
Kata kunci : M. anisopliae,L. stigma, O. rhinoceros, mortalitas, kerapatan spora, LT50.

PENDAHULUAN (produsen dan konsumen). Kini strategi


pengendalian organisme pengganggu tanaman
Penggunaan pestisida kimiawi yang (OPT) dilakukan dengan memadukan berbagai
berlebihan memiliki dampak negatif diantaranya komponen pengendalian dalam sistem
dapat menimbulkan resistensi dan resurgensi pengendalian hama terpadu (PHT, integrated pest
spesies hama, matinya musuh alami, pencemaran management). Komponen yang terkait dengan
lingkungan serta terhadap kesehatan manusia sistem PHT tersebut adalah bahan tanam tahan

Pengaruh keragaman jamur Metarhizium anisopliae terhadap mortalitas hama (Athifa et al.) 120
J. Agro Complex 2(2):120-127, June 2018 http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/joac
DOI: https://doi.org/10.14710/joac.2.2.120-127 ISSN 2597-4386

hama, agensia hayati, dan managemen tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan
lingkungan. Pemaduan ketiga komponen tersebut Bali. Hama ini termasuk serangga univoltine atau
didasarkan dari sisi ekologis, ekonomis, dan menghsilkan satu generasi dalam satu tahun
sosiologis. Oleh sebab itu perakitan teknologi (Harjaka et al., 2011).
pengendalian hama pun diarahkan sesuai konsep Di awal musim penghujan merupakan masa
PHT. penerbangan kumbang secara serentak. Lalu
Agensia hayati dapat dipergunakan untuk perkembangan telur hingga larva instar ke tiga
pengendalian hama dan penyakit tanaman. berlangsung selama 6-9 bulan. Perkembangan
Keunggulan agensia hayati yaitu mengurangi telur hingga dewasa membutuhkan waktu 385
jumlah inokulum patogendi lingkungan tanaman, hari. Larva stadia instar ke du dan ke tiga adalah
mengurangi produksi dan penyebaran propagul fase yang dapat merusak akar tebu. Di jawa terjadi
(bagian tubuh inokulum patogen) dengan cara secara umum pada bulan Januari-April. Kerusakan
menekan pertumbuhan miselium. Agensia hayati yang diakibatkan oleh serangan L. stigma yaitu
mampu mencegah penyebaran sumber infeksi gejala layu permanen dan lebih parahnya dapat
penyakit, ramah lingkungan dan tidak mengakibatkan kematian (Setyaningsih, 2010).
menimbulkan resistensi dan resurgensi pada hama. Rumpun tanaman tebu yang terserang akan ketika
Metarhizium anisopliae termasuk jamur digoyangkan terasa ringan dan mudah dicabut,
entomopatogen. Jamur entomopatogen merupakan karena banyak akar yang berkurang dan pangkal
jamur yang bersifat parasit terhadap serangga. batang rusak akibat serangan hama L. stigma
Terdapat lebih dari 700 spesies jamur (Harjaka, 2006).
entomopatogen yang dapat menginfeksi serangga Jamur M. anisopliae memiliki banyak
hama (Lacey et al., 2001). M. anisopliae tidak keragaman varian, diantaranya Salatiga, Karimun
hanya bersifat saprofit, tetapi juga memiliki Jawa, Magelang, dan Jombang. Setiap varian
kemampuan parasit bagi beberapa ordo serangga memiliki keragaman virulensi dan patogenitas
seperti Coleoptera, Lepidoptera, Hymenoptera, yang berbeda, dan hingga saat ini belum diketahui
Orthoptera, Isoptera, dan Hemiptera (Prayogo et apakah setiap varian M. anisopliaememiliki
al., 2005). patogenitas yang sama jika diaplikasikan pada dua
M. anisopliaedapat tumbuh optimum pada hama yang berbeda. Oleh karena itu perlu
suhu 22-270 C. pH yang dibutuhkan untuk dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
pertumbuhan optimal M. anisopliae berkisar mengetahui apakah jamur M. anisopliae memiliki
antara 3,3-8,5 (Pracaya, 2004). Perbanyakan patogenitas hama spesifik atau luas.
koloni jamur M. anisopliae biasa dilakukan pada Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
media jagung, PDA, dan beras (Prayogo dan pengaruh perbedaan varian M. anisopliae terhadap
Tengkano, 2002). mortalitas Oryctes rhinoceros dan Lepidiota
Oryctes rhinocerostermasuk dalam famili stigma.
Scarabaeidae dan ordo Coleoptera, salah satu
hama pada tanaman kelapa dan disebut juga hama MATERI DAN METODE
penggerek pucuk kelapa. O. rhinoceros tersebar
merata disetiap daerah di Indonesia. O. rhinoceros Materi
pada stadium dewasa menyerang titik tumbuh Penelitian telah dilaksanakan pada bulan
sehingga terjadi kerusakan pada daun muda Februari 2017 - April 2017 di desa Butuh,
kelapa. O. rhinoceros pada fase telur, larva dan Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.
pupa berada di tanah, hidup pada media yang Analisa kerapatan spora Metarhizium anisopliae
memiliki banyak sisa-sisa bahan organik di sekitar dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan
pohon kelapa (Mulyono, 2007). Pemuliaan Tanaman, Fakultas Peternakan dan
Lepidiota stigma (Coleoptera : Scarabeidae) Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
merupakan salah satu hama pada tanaman tebu. Bahan yang digunakan pada penelitian adalah
Hama ini banyak ditemukan pada tanaman tebu isolat Metarhizium anisopliae dari Balai Proteksi
yang tumbuh di tanah berpasir dan tidak Tanaman Perkebunan Salatiga yaitu varian
ditemukan pada tanah berlempung. L. stigma Magelang, Semarang, dan Karimun Jawa, dan

Pengaruh keragaman jamur Metarhizium anisopliae terhadap mortalitas hama (Athifa et al.) 121
J. Agro Complex 2(2):120-127, June 2018 http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/joac
DOI: https://doi.org/10.14710/joac.2.2.120-127 ISSN 2597-4386

varian UGM (dari penelitian sebelumnya yang stigma pada setiap ember unit percobaan.
berasal dari inang hama L. stigma yang ditemukan Parameter yang diamati setelah semua larva mati
di perakaran padi, hasil penelitian dari Universitas meliputi kerapatan spora larva yang telah mati.
Gadjah Mada Jogjakarta), larva Oryctes kerapatan spora dianalisa menggunakan sampel
rhinoceros dan Lepidiota stigma, media berupa dari daging larva (yang telah berubah menjadi
serbuk gergaji, media tanah berpasir, air. Alat hijau) seberat 1 g diuji kerapatan sporanya dengan
yang digunakan pada penelitian adalah ember, alat haemacytometer dan mikroskop. LT50 atau
garu, mikroskop, timbangan analitik, mortar, lama matinya hama sebanyak 50%. LT50 dihitung
kamera, pisa, pipet, alat tulis, dan berdasarkan hari mati, persentase jumlah mati, dan
haemacytometer. persentase jumlah hidup. Mortalitas setiap varian
yang digunakan dengan cara menghitung jumlah
Metode kematian hama dan dibandingkan pada setiap
Penelitian dilaksanakan dengan tahap varian yang ada.
eksplorasi, aplikasi, dan pengamatan. Tahap Penelitian ini disusun menggunakan
eksplorasi atau pencarian larva yaitu mencari larva percobaan faktorial 5 x 2 dengan Rancangan Acak
Oryctes rhinoceros dan larva Lepidiota stigma Lengkap (RAL). Faktor pertama yaitu jenis varian
padadaerah yang terserang oleh hama tersebut. M. anisopliae (V0= kontrol, V1= varian UGM,
Larva Oryctes rhinoceros diambil disekitar V2= varian Karimun Jawa, V3= varian Magelang,
tanaman kelapa atau di kotoran ternak maupun V4 = varian Semarang), faktor kedua yaitu jenis
serbuk gergaji yang telah lapuk. Larva Lepidiota hama (H1 = larva O. rhinoceros, H2 = larva L.
stigma diambil di sekitar perakaran tanaman tebu stigma). Masing - masing perlakuan diulang
yang menguning atau perakarannya rusak. Larva sebanyak 3 kali ulangan, dengan total 30 unit
yang diambil sebanyak 120 ekor Larva Lepidiota percobaan.
stigma dan 120 ekor Larva Oryctes rhinoceros Data penelitian dianalisis dengan sidik
atau lebih dengan kriteria tidak cacat dan memiliki ragam, dilanjutkan dengan uji beda antar
panjang sekitar 13-15 cm untuk Larva Oryctes perlakuan menggunakan Uji Tukey pada taraf
rhinoceros dan 2-2,5 cm untuk Larva Lepidiota nyata 5%.
stigma.
Tahap aplikasi dilakukan setelah menimbang HASIL DAN PEMBAHASAN
kotoran ternak dan tanah berpasir 500 gram pada
setiap media untuk satu hama. Media pembawa Mortalitas
Metarhizium anisopliae ditimbang sebanyak 3 g Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
dengan kerapatan spora 1010, lalu dimasukkan ke penggunaan berbagai varian M. anisopliae
dalam ember yang telah diberi media dan larva (kontrol, varian UGM, Karimun Jawa, Magelang,
sehat sebanyak 1 ekor. Untuk Larva Oryctes Semarang) berpengaruh nyata terhadap mortalitas
rhinoceros dapat dijadikan satu tempat pada setiap hama (Tabel 1). Hasil uji tukey menunjukkan
unit percobaan, sedangkan Larva Lepidiota stigma bahwa perlakuan dengan aplikasi M. anisopliae
dipisah, satu tempat/satu larva karena larva (varian UGM, Karimun Jawa, Magelang,
bersifat kanibal. Semarang) nyata lebih tinggi terhadap perlakuan
Tahap pengamatan dilakukan setiap 3 hari. tanpa aplikasi M. anisopliae (kontrol). Perlakuan
Diamati berapa larva yang mati setiap 3 harinya tanpa aplikasi M. anisopliae (kontrol) nyata lebih
dan mencatat hari ke berapa semua larva mati. rendah dibanding perlakuan lain. Hal tersebut
Mengambil data lalu mencatatnya. Data kemudian menunjukkan bahwa pemberian aplikasi M.
diolah untuk mengetahui apakah varian bersifat anisopliae mampu mengendalikan O. rhinoceros
spesifik atau tidak pada semua hama. dan L. stigma. Menurut Gopalakrishnan (2001)
Parameter yang diamati secara rutin setiap 2 bahwa M. anisopliae memiliki patogenitas pada
hari sekali setelah pemberian media pembawa berbagai larva hama terutama hama O. rhinoceros
yaitu jumlah larva yang mati akibat serangan dan L. stigma, sehingga setelah terinfeksi hama
jamur Metarhizium anisopliae, dengan akan mati dan menurunkan populasi hama.
menghitung larva O. rhinoceros dan Lepidiota Menurut Prayogo et al. (2005), jamur M.

Pengaruh keragaman jamur Metarhizium anisopliae terhadap mortalitas hama (Athifa et al.) 122
J. Agro Complex 2(2):120-127, June 2018 http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/joac
DOI: https://doi.org/10.14710/joac.2.2.120-127 ISSN 2597-4386

Tabel 1. Mortalitas Hama O. rhinoceros dan L. stigma dengan Varian M. anisopliae yang berbeda

Jenis hama Varian M. anisopliae Rerata


V0 V1 V2 V3 V4
H1 0,00c 100,00a 100,00a 100,00a 100,00a 80,00a
H2 0,00c 33,33b 11,00bc 16,33bc 0,00c 12,13b
Rataan 0,00b 66,66a 55,55a 58,17a 50,00a

Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05). V0 : Kontrol, V1 : Varian
UGM, V2 : Varian Karimun Jawa, V3 : Varian Magelang, V4 : Varian Semarang. H1 : hama O. rhinoceros, H2 :
hama L. stigma.

anisopliae bersifat patogen bagi beberapa ordo dibanding hama L. stigma, sehingga lebih mudah
serangga seperti Coleoptera, Lepidoptera, dikendalikan. Hal tersebut dapat terjadi karena M.
Hymenoptera, Orthoptera, Isoptera, dan anisopliae merupakan jamur entomopatogen yang
Hemiptera. bersifat spesifik hama (inang), sehingga jamur M.
Perlakuan dengan aplikasi berbagai varian anisopliae bersifat patogenhanya pada hama
M. anisopliae (varian UGM, Karimun Jawa, tertentu. Menurut Prayoga et al.(2005), jenis hama
Magelang, Semarang) tidak memberikan pengaruh yang menyerang tanaman akan menentukan
nyata terhadap mortalitas O. rhinoceros dan L. efektivitas jamur entomopatogen, hal tersebut
stigma. Berbagai varian M. anisopliae mampu dikarenakan setiap jenis jamur entomopatogen
mengendalikan O. rhinoceros dan L. stigma, mempunyai inang yang spesifik. Menurut Robert
meskipun dengan jumlah mortalitas berbeda. Hasil dan Humber (1981), jamur entomopatogen
uji tukey menunjukkan tidak ada keragaman bersifat spesifik atau dapat menyerang pada hama
mortalitas hama walaupun isolat didapat dari tertentu, dan berefek rendah terhadap organisme
tempat yang berbeda-beda, hal ini dapat non target.
disebabkan karena jarak atau rentang antar lokasi Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
pengambilan setiap isolat terlalu dekat (semua terdapat interaksi antara kedua faktor sehingga
berasal dari jawa), selain itu juga dapat berpengaruh nyata terhadap mortalitas hama.
disebabkan karena tetua dari semua isolat tersebut Interaksi antara O. rhinoceros dengan varian isolat
adalah sama. Freed et al. (2011) menyatakan M. anisopliae memberikan tingkat mortalitas
bahwa M. anisopliae yang berasal dari Laos, tertinggi. Interaksi antara L. stigma dengan varian
China, Singapura, Korea, dan Belanda memiliki isolat M. anisopliae memiliki mortalitas yang
keragaman morfologi yang rendah, meskipun lebih rendah dibanding O. rhinoceros. Tingkat
isolat memiliki distribusi yang luas. Menurut mortalitas tertinggi pada interaksi antara L. stigma
Bintang et al. (2015), rendahnya keragaman M. dengan varian isolat M. anisopliae terdapat pada
anisopliae dapat terjadi akibat tetua M. anisopliae perlakuan M. anisopliae varian UGM, varian
yang telah berimigrasi dan tersebar pada berbagai tersebut berasal dari inang L. stigma. Erawati dan
lokasi, sehingga jamur-jamur yang berimigrasi ke Irma (2016) menyatakan bahwa M. anisopliae
lingkungan berbeda tersebut sejatinya berasal dari akan memberikan mortalitas tinggi pada larva
tetua yang sama. Diperkirakan tetua telah inang apabila hama dan lokasi aplikasi
diintroduksi ke berbagai wilayah tersebut oleh berkesesuaian. Hal ini dikarenakan M. anisopliae
para ahli. bersifat spesifik inang dan spesifik lokasi.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa Menurut Herlinda et al. (2005) bahwa isolat yang
penggunaan jenis hama (O. rhinoceros dan L. berasal dari berbagai daerah geografis dan jenis
stigma) berpengaruh nyata terhadap mortalitas inang yang berbeda dapat memberikan keragaman
hama. Hasil uji tukey menunjukkan bahwa yang tinggi dari aspek karakter fisiologi dan
mortalitas hama O. rhinoceros lebih tinggi patogenitasnya. Menurut Widariyanto et al.(2017),

Pengaruh keragaman jamur Metarhizium anisopliae terhadap mortalitas hama (Athifa et al.) 123
J. Agro Complex 2(2):120-127, June 2018 http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/joac
DOI: https://doi.org/10.14710/joac.2.2.120-127 ISSN 2597-4386

perbedaan patogenisitas juga dapat disebabkan lingkungan, dan sumber isolat merupakan hal
adanya perbedaan karakter fisiologi antar yang berpengaruh terhadap kemampuan jamur
cendawan, seperti daya kecambah, jumlah entomopatogen dalam memproduksi spora.
konidia, laju pertumbuhan koloni, kemampuan Menurut Prayoga et al. (2005), viabilitas
sporulasi, dan metabolisme sekunder (enzim dan menentukan kecepatan konidia berkecambah dan
toksin) yang dihasilkan. menghasilkan spora. Semakin tinggi viabilitas
spora, maka semakin cepat jamur tersebut
Kerapatan Spora memproduksi spora. Menurut Heriyanto dan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa Suharno (2008), faktor lingkungan seperti suhu,
penggunaan berbagai varian M. anisopliae kelembaban, dan ketersediaan nutrisi pada media
berpengaruh nyata terhadap kerapatan spora hama tumbuh isolat juga berpengaruh terhadap
(Tabel 2). Hasil uji tukey menunjukkan bahwa kemampuan jamur dalam memproduksi spora.

Tabel 2. Kerapatan Spora M. anisopliae (..x 109 ) pada Hama O. rhinoceros dan L. stigma dengan
Varian yang berbeda

Hama Varian M. anisopliae Rerata


V0 V1 V2 V3 V4
H1 0,00b 9,13a 2,87a 13,2a 42,3a 5,89a
H2 0,00b 6,67ab 3,33ab 3,37ab 0,00b 2,69b
Rerata 0,00b 7,95a 3,10a 8,30a 2,12ab

Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05). V0 : Kontrol, V1 : Varian
UGM, V2 : Varian Karimun Jawa, V3 : Varian Magelang, V4 : Varian Semarang. H1 : O. rhinoceros, H2 : L.
stigma.

perlakuan aplikasi semua varian M. anisopliae Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
nyata lebih tinggi dibanding kontrol, namun penggunaan jenis hama (O. rhinoceros dan L.
diantara varian M. anisopliae yang diaplikasi stigma), berpengaruh nyata terhadap kerapatan
menunjukkan kesamaan. Kerapatan spora varian spora. Hasil uji tukey menunjukkan bahwa jenis
Semarang nyata lebih rendah dibanding perlakuan hama (O. rhinoceros dan L. stigma) berpengaruh
lain. Hal ini dikarenakan M. anisopliae varian nyata terhadap kerapatan spora. Kerapatan spora
Semarang mempunyai patogenitas terendah pada hama O. rhinoceros lebih tinggi dibanding
dengan tingkat mortalitas nol atau sehingga tidak pada hama L. stigma. Hal ini disebabkan karena
efektif mengendalikan hama L. stigma. O. rhinoceros merupakan inang yang lebih mudah
Kemampuan memproduksi spora setiap varian ditumbuhi oleh spora M. anisopliae dibanding L.
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor stigma. Marheni et al. (2010) menyatakan bahwa
lingkungan, viabilitas spora, dan asal isolat larva O. rhinoceros merupakan inang yang cocok
tersebut. Varian yang memiliki patogenitas rendah untuk pertumbuhan M. anisopliae, sehingga jamur
kurang efektif mengendalikan hama yang ini mampu memproduksi miselium dengan cepat
tercermin pada rendahnya tingkat mortalitas disekitar tubuh inangnya. Menurut Sambirang dan
(Tabel 1), maka dari itu aplikasi M. anisopliae Hosang (2007) inang yang terbaik untuk
varian Semarang tidak menyebabkan hama mati, berkembangnya jamur M. anisopliae adalah larva
sehingga tidak didapatkan sporanya. maka tidak O.rhinoceros.
efektif dalam mengendalikan hama, sehingga Hasil uji tukey menunjukkan bahwa terdapat
kerapatan spora rendah. Menurut Ginting et al. interaksi antara kedua faktor (jenis hama dan
(2008), perbedaan spesies cendawan, faktor varian M. anisopliae) terhadap kerapatan spora.

Pengaruh keragaman jamur Metarhizium anisopliae terhadap mortalitas hama (Athifa et al.) 124
J. Agro Complex 2(2):120-127, June 2018 http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/joac
DOI: https://doi.org/10.14710/joac.2.2.120-127 ISSN 2597-4386

Interaksi antara O. rhinoceros dengan varian isolat perbedaan waktu kematian serangga disebabkan
M. anisopliae memberikan kerapatan spora yang kemampuan infeksi tiap cendawan berbeda-beda,
lebih tinggi dibanding interaksi antara L. stigma baik pada saat penetrasi, penggunaan enzim,
dengan varian isolat M. anisopliae. Hal tersebut maupun kecepatan tumbuh. Keunggulan M.
disebabkan karena hama O. rhinoceros merupakan anisopliae dalam kecepatan mematikan serangga
inang yang cocok ditumbuhi oleh jamur M. inang dipengaruhi oleh kemampuan menghasilkan
anisopliae, sehingga kemampuan memproduksi enzim (lipase, khitinase, amilase, proteinase,
spora lebih baik dibanding pada hama L. stigma. pospatase, dan esterase) yang berperan saat
Menurut Ginting et al. (2008), perbedaan spesies penetrasi maupun invasi di dalam tubuh serangga.
cendawan, faktor lingkungan, dan sumber isolat Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
merupakan hal yang dapat mempengaruhi penggunaan jenis hama (O. rhinoceros dan L.
kemampuan jamur entomopatogen memproduksi stigma) tidak berpengaruh nyata terhadap nilai
spora. Erawati dan Irma (2016) menyatakan LT50. Waktu kematian 50% hama L. stigma pada
bahwa M. anisopliae mampu menginfeksi tubuh umumnya lebih lama dari pada hama O.
larva inang apabila sesuai hama yang diserang. rhinoceros. Kesamaan pada hasil uji lanjut diduga
karena waktu pengamatan kurang mencukupi,
Lethal Time 50 (LT50) sehingga belum terlihat pengaruh yang signifikan.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan Menurut Harjaka et al. (2011), waktu yang
bahwa penggunaan berbagai varian M. anisopliae dibutuhkan jamur M. anisopliae untuk mencapai
berpengaruh nyata terhadap nilai LT50 (Tabel 3). mortalitas 50% dengan konsentrasi konidia/ml
Hasil uji tukey menunjukkan bahwa perlakuan sebesar 1 x 108 pada larva L. stigma,
varian Magelang menghasilkan LT50 tertinggi membutuhkan waktu 107 hari (3 bulan 27 hari).

Tabel 3. NilaiLT50 O. rhinoceros dan L. stigma dengan Varian M. anisopliae yang Berbeda

Jenis hama Varian M. anisopliae Rerata


V0 V1 V2 V3 V4
H1 0,00(-)a 6,68a 11,32a 11,42a 10,71a 8,03a
H2 0,00(-)a 13,52a 15,03a 37,53a 0,00(-)a 13,22a
Rerata 0,00(-)b 10,10ab 13,18ab 24,48a 5,36ab

Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05). (-) menandakan waktu
kematian hama yang tak terhingga. V0 : Kontrol, V1 : Varian UGM, V2 : Varian Karimun Jawa, V3 : Varian
Magelang, V4 : Varian Semarang. H1 : O. rhinoceros, H2 : L. stigma.

dibanding perlakuan lainnya, namun antar Menurut Latifian (2015), LT50 M. anisopliae pada
perlakuan dengan aplikasi M. anisopliae (varian larva hama O. rhinoceros dengan konsentrasi
UGM, Karimun Jawa, Magelang, Semarang) tidak konidia/ml sebesar 1x108 adalah 7,54 hari.
berpengaruh nyata. Waktu kematian pada serangga Hasil analisis ragam menunjukkan interaksi
inang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara kedua faktor (varian dan jenis hama) tidak
seperti kondisi lingkungan. Varian yang cocok berpengaruh nyata terhadap nilai LT50. Interaksi
pada lingkungan tersebut lebih cepat dalam antara hama O. rhinoceros dan hama L. stigma
mengendalikan hama. Menurut Cloyd (2003), dengan berbagai varian M. anisopliae tidak
tingkat kecepatan cendawan dalam menyebabkan berpengaruh nyata terhadap LT50. Hal ini
kematian pada serangga sasaran ditentukan oleh dikarenakan kemampuan M. anisopliae dalam
kerapatan konidia, tingkat sporulasi, dan kondisi mengendalikan hama tidak selalu sama,
lingkungan. Menurut Freimoser et al. (2003), dikarenakan M. anisopliae bersifat spesifik inang

Pengaruh keragaman jamur Metarhizium anisopliae terhadap mortalitas hama (Athifa et al.) 125
J. Agro Complex 2(2):120-127, June 2018 http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/joac
DOI: https://doi.org/10.14710/joac.2.2.120-127 ISSN 2597-4386

sehingga apabila inang tidak sesuai atau kurang


spesifik maka waktu untuk menginfeksi hama Freed, S., J. Feng-Liang, and R. Shun-Xiang.
semakin lama. Interaksi yang tidak berbeda nyata 2011. Determination of Genetic Variability
dapat disebabkan pula karena waktu pengamatan among the Isolates of Metarhizium
kurang mencukupi, sehingga belum terlihat anisopliae var. anisopliae from Different
perbedaan yang signifikan. Menurut Harjaka et al. Geographical Origins. World Journalof
(2011), waktu yang dibutuhkan jamur M. Microbiology and Biotechnology27:
anisopliae untuk mencapai mortalitas 50% dengan 359−370.
konsentrasi konidia/ml sebesar 1 x 10 8 pada larva
L. stigma, membutuhkan waktu 107 hari (3 bulan Freimoser, F. M., S. Screen., S. Bagga, G. Hu, and
27 hari). Menurut Freimoser et al.(2003), R.J.St. Leger. 2003. Expressed Sequence
perbedaan waktu kematian serangga disebabkan Tag (EST) analysis of two subspesies of M.
kemampuan infeksi tiap cendawan berbeda-beda, anisopliae reveal a pletora secreted protein
baik pada saat penetrasi. Menurut Ginting et al. with potential activity in insect. Journal of
(2008) waktu yang diperlukan untuk menginfeksi Microbiology, 149:239-247.
hama sasaran dipengaruhi oleh isolat yang
digunakan, jenis inang, dan kondisi lingkungan. Ginting, S., T. Santoso, dan I.S. Harahap. 2008.
Patogenisitas beberapa isolat cendawan
KESIMPULAN entomopatogen terhadap Coptotermes
curvignathus Holmgren dan
Setiap varian isolat M. anisopliae memiliki Schedorhinotermes javanicus Kemmer.
kemampuan yang sama dalam mengendalikan O. Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 2(1):20-
rhinocerosdan L. stigma baik pada mortalitas, 33.
kerapatan spora, maupun LT50. O. rhinoceros
memiliki mortalitas dan kerapatan spora lebih Gopalakrishnan, C. 2001. Fungal pathogen as
tinggi dibanding L. stigma, namun LT50 dari component in integrated pest management
kedua hama nilainya sama. Interaksi antara O. of horticultural crops. J. Integrated Pest
rhinoceros dengan varian isolat M. anisopliae Management in Horticultural Ecosystems.
memberikan mortalitas, kerapatan spora tertinggi, Capital piblishing company. New Delhi.
namun LT50 sama.
Harjaka, T., A. Wibowo, F. X. Wagiman, dan M.
DAFTAR PUSTAKA W. Hidayat. 2011. Patogenitas Metarhizium
anisopliae terhadap larva Lepidiota stigma.
Bintang A.S., A. Wibowo dan T. Harjaka. 2015. Prosiding Seminar Nasional Pestisida
Keragaman genetik Metarhizium anisopliae Nabati. Jakarta, 15 Oktober 2011.
dan virulensinya pada larva kumbang badak
(Oryctes rhinoceros). Jurnal perlindungan Harjaka, T. 2006. Isolasi jamur Metarhizium
tanaman Indonesia. 19(1):12-18. anisopliae pada hama uret perusak akar
padi gogo. Prosiding Seminar Hasil
Cloyd, R. 2003. The Entomopathogen Verticillium Penelitian Pertanian. Fakultas Pertanian
lecanii. Midwest Biological Control News. UGM. Hal 200-205.
University ofIllinois.
Heriyanto dan Suharno. 2008. Studi patogenitas
Erawati, D.N. dan W. Irma. 2016. Teknologi Metarhizium anisopliae (Meth.) Sor hasil
pengendali hayati Metarhizium anisopliae perbanyakan medium cair alami terhadap
dan Beauveria bassiana terhadap hama larva Oryctes rhinoceros. Jurnal Ilmu-ilmu
kumbang kelapa sawit (Oryctes rhinoceros). Pertanian 4(1): 47-54.
Seminar Nasional Hasil Penelitian. Jurusan
Produksi Pertanian, Politeknik Negeri Herlinda, S., Hartono, dan C. Irsan. 2005. Efikasi
Jember. bioinsektisida formula cair berbahan aktif

Pengaruh keragaman jamur Metarhizium anisopliae terhadap mortalitas hama (Athifa et al.) 126
J. Agro Complex 2(2):120-127, June 2018 http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/joac
DOI: https://doi.org/10.14710/joac.2.2.120-127 ISSN 2597-4386

Beauveria bassiana dan Metarhizium Prayogo, Y. dan W. Tengkano. 2002. Pengaruh


anisopliae pada wereng punggung putih umur larva Spodoptera litura terhadap
Sogatella fucifera H. Seminar Nasional dan efektivitas Metarhizium anisopliae isolat
kongres PATPI Kendalpayak. Majalah Ilmiah Biologi
Biosfera 3(19): 70 −76.
Lacey, L.A., R. Frutos, H.K. Kaya., and P. Vail.
2001. Insect patogen as biological agents: Prayoga, Y., W. Tengkano, dan Marwoto. 2005.
do they have a future. Journa Biological Prospek cendawan entomopatogen
Control,21:230-248. Metarhizium anisopliae untuk
mengendalikan ulat grayak Spodoptera
Latifian, M. 2015. Study the pathogenecity of litura pada kedelai. JurnalLitbang Pertanian,
fungus Beauveria bassiana brongniartii 24 (1):17-21.
Saccardo and Metarhizium anisopliae
metsch on date horned beetle Oryctes Robert D.W. and R. A. Humber. 1981.
elegans prel larvae based on different Entomogenous Fungi. In Cole GT,
bioassay methods. Sch J Agric Vet Sci Kendrick B. Biology of Conidial Fungi.
2(1):31-37. Academic Press : New York.

Marheni, Hassanudin, Pinde, dan W. Suziani. Sambirang, W.J dan M.L.A. Hosang. 2007.
2010. Uji Pathogenitas Jamur Metarhizium Patogenisitas Metarhizium anisopliae dari
anisopliae dan Jamur Cordyceps militaris Beberapa Media Air Kelapa Terhadap
terhadap Larva Penggerek Pucuk Kelapa Oryctes rhinoceros L. Balai Penelitian
Sawit (Oryctes rhinoceros) (Coleoptera: Tanaman Kelapa dan Palma Lain. Dalam
Scarabeidae) di Laboratorium. Jurnal Buletin Palma No. 32.
Agroekoteknologi FP USU. 5(1):32-41.
Setyaningsih, B. R. 2010. Hama Pemakan Akar
Mulyono. 2007. Kajian patogenitascendawan Tebu. Ditjenbun Pusat Penelitian Hama
Metarhizium anisopliae terhadap hama Penyakit Departemen Pertanian. Jakarta.
Oryctes rhinoceros L. tanaman kelapa pada
berbagai waktu aplikasi. Tesis. Program Widariyanto, R., M.I. Pinem, dan F. Azahra.
Paska Sarjana Universitas Sebelas Maret. Patogenitas beberapa cendawan
Surakarta. entomopatogen (Lecanicillium lecanii,
Metarhizium anisopliae, dan Beauveria
Pracaya. 2004. Hama dan Penyakit Tanaman. bassiana) terhadap Aphis
Penebar Swadaya. Bogor. glycinespadatanaman kedelai. Jurnal
Agroekoteknologi FP USU 5(1): 8- 16.

Pengaruh keragaman jamur Metarhizium anisopliae terhadap mortalitas hama (Athifa et al.) 127

Anda mungkin juga menyukai