Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Adminsitrasi Publik Volume 3 Nomor 1, Juni 2012

DIMENSI ETIKA DALAM PELAYANAN PUBLIK ARTI PENTING, DILEMA


DAN IMPLIKASINYA BAGI PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

Ipah Ema Jumiati


Emmatop_31@yahoo.co.id

Program Studi Ilmu Administrasi Negara


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Raya Jakarta Km 4

Abstract : One of the weaknesses in public administration in Indonesia is the lack of


ethics of public service as it already exists in developed countries. Ethics relating to
the discipline that studies the values held by humans and their justification, and in
this ethics is a branch of philosophy that studies the values of good and bad for
humans. Ethics is more associated with the moral principles on which the act
someone with a particular profession or in other words, talking about the ethical
values of life and the laws that govern human behavior both as individuals and as
social beings. Therefore, as a philosophy and professional ethics standards (code of
ethics), or morals or the right rules of conduct (rules of correct behavior) are
supposed to be there and be obeyed by the providers of public services or public
administrators in the provision of services to the public. Keywords: Ethics, Service,
Public
muncul pelanggaran etika atau
I. PENDAHULUAN
misconduct di dalam instansi
Isu tentang etika dalam
pemerintah, termasuk pemerintah
pelayanan publik di Indonesia kurang
Indonesia. Di Amerika Serikat
dibahas secara luas dan tuntas seperti
sekalipun banyak pejabat publik yang
terdapat di negara maju, meskipun
terlibat dalam perilaku yang tidak
telah disadari bahwa salah satu
terpuji. Dennis F. Thompson (2005),
kelemahan dasar dalam pelayanan
Professor dari Harvard University,
publik di Indonesia adalah masalah
menyatakan bahwa skandal etika ini
moralitas. Etika sering dilihat sebagai
memang semakin meluas, tidak saja
elemen yang kurang berkaitan dengan
disebabkan oleh semakin banyak
dunia pelayanan publik. Padahal,
aturan yang membatasi moral pejabat
dalam kenyataannya etika merupakan
tetapi juga oleh semakin banyak
salah satu elemen yang sangat
tuntutan publik agar pejabat publik
menentukan kepuasan publik yang
harus mengikuti nilai-nilai dasar yang
dilayani sekaligus keberhasilan
mereka tuntut.
organisasi pelayanan publik itu sendiri.
Herbert A. Simon dalam
Dalam literatur administrasi
karyanya Adminsitrative Behavior
publik dan ilmu politik, selalu
yang ditulisnya pada tahun 1947
diingatkan sisi etika dari administrasi mengingatkan bahwa para
publik (Henry, 1995:400-401).
administrator ternyata dalam membuat
Memang dari hari ke hari selalu
keputusan cenderung didasarkan pada

32
Jurnal Adminsitrasi Publik Volume 3 Nomor 1, Juni 2012

pertimbangan-pertimbangan di luar yang disusun berdasarkan


rasionalitas atau di luar pertimbangan kepentingan-kepentingan tertentu yang
ekonomi dan efisiensi. Para berbeda dengan kepentingan publik,
administrator nampaknya sangat maka struktur organisasi tersebut tidak
dipengaruhi oleh faktor sosial dan akan efektif. Di dalam proses
psikologis sehingga berdampak pada manajemen misalnya, kebobrokan
keputusan yang mereka buat. Apa moralitas atau etika dari mereka yang
yang disampaikan oleh Simon ini merencanakan, mengimplementasikan,
ternyata senada dengan yang dan memonitor serta mengevaluasi
diungkapkan beberapa tahun pelayanan publik akan sangat
sebelumnya oleh Harold Lasswell berpengaruh pada hasil akhir. Dengan
dalam Psychopathology and Politics di kata lain, tingkat moralitas atau etika
tahun 1930, dan oleh Chester I. para pemberi pelayanan publik akan
Barnard dalam The Function of the mempengaruhi pencapaian hasil.
Executive pada tahun 1938. Kemudian Seperti kita ketahui bahwa
beberapa karya penting seperti etika berkenaan dengan disiplin ilmu
Morality and Administration in yang mempelajari nilai-nilai yang
Democratic Government oleh Paul H. dianut oleh manusia beserta
Appleby tahun 1952 dan The Polity pembenarannya dan dalam hal ini etika
oleh Norton Long tahun 1962, The merupakan salah satu cabang filsafat
Politics of Bureaucracy tahun 1965 yang mempelajari nilai-nilai baik dan
oleh Gordon Tullock, dsb., telah buruk bagi manusia. Etika juga lebih
meyakinkan kita bahwa masalah moral banyak dikaitkan dengan prinsip-
dan etika menjadi isu yang sangat prinsip moral yang menjadi landasan
strategis di dalam dinamika bertindak seseorang yang mempunyai
administrasi publik. profesi tertentu atau dengan kata lain
Dewasa ini, etika terus etika berbicara mengenai nilai-nilai
mendapat sorotan dalam beberapa hidup dan hukum-hukum yang
literatur administrasi publik (Cooper, mengatur tingkah laku manusia baik
1998; Donahue, 2003; Berman, 2003). sebagai individu maupun sebagai
Etika dapat menjadi suatu faktor yang mahluk bermasyarakat.
mensukseskan tetapi juga sebaliknya Oleh karena itu dapat
menjadi pemicu dalam menggagalkan disimpulkan bahwa etika dan moral
tujuan kebijakan, struktur organisasi, merupakan suatu perpaduan dari dua
serta manajemen publik. Bila moralitas kata atau istilah yang senafas dan
para penyusun kebijakan publik sejiwa, berkaitan dengan hak dan
rendah, maka kualitas kebijakan yang kewajiban moral (akhlak) tentang hal
dihasilkanpun sangat rendah. Begitu baik dan buruk sehingga terbentuk
juga bila struktur organisasi publik kualitas mental yang menjadikan

33
Jurnal Adminsitrasi Publik Volume 3 Nomor 1, Juni 2012

seseorang tetap berani, bersemangat, II. PEMBAHASAN


bergairah, berdisiplin, dan memegang 2.1 Konsepsi Etika Pelayanan
norma-norma kebenaran dalam Publik
menjalankan peranannya dalam Etika Pelayanan Publik. Dalam
menetapkan standar kepatutan dalam arti yang sempit, pelayanan publik
masyarakat, serta memberikan kontrol adalah suatu tindakan pemberian
bagi pergaulan dalam masyarakat. barang dan jasa kepada masyarakat
Namun bahasan kita kali ini adalah oleh pemerintah dalam rangka
terkait dengan etika pelayanan publik tanggung jawabnya kepada publik,
sebagai suatu pondasi peningkatan baik diberikan secara langsung
kualitas pelayanan publik di Indonesia. maupun melalui kemitraan dengan
Dalam pelayanan publik, swasta dan masyarakat, berdasarkan
perbuatan melanggar moral atau etika jenis dan intensitas kebutuhan
sulit ditelusuri dan dipersoalkan karena masyarakat, kemampuan masyarakat
adanya kebiasaan masyarakat kita dan pasar. Konsep ini lebih
melarang orang ”membuka rahasia” menekankan bagaimana pelayanan
atau mengancam mereka yang publik berhasil diberikan melalui suatu
mengadu. Sementara itu kita delivery system yang sehat. Pelayanan
menghadapi tantangan ke depan publik ini dapat dilihat sehari-hari di
semakin berat karena standard bidang administrasi, keamanan,
penilaian etika terus berubah sesuai kesehatan, pendidikan, perumahan, air
dengan perkembangan paradigmanya. bersih, telekomunikasi, transportasi,
Dan secara substantif, kita juga tidak bank, dan sebagainya. Tujuan
mudah mencapai kedewasaan dan pelayanan publik adalah menyediakan
otonomi beretika karena penuh dengan barang dan jasa yang terbaik bagi
dilema. Karena itu, dapat dipastikan masyarakat. Barang dan jasa yang
bahwa pelanggaran moral atau etika terbaik adalah yang memenuhi apa
dalam pelayanan publik di Indonesia yang dijanjikan atau apa yang
akan terus meningkat. dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan
Makalah ini mencoba demikian pelayanan publik yang
membahas konsep dan pentingya etika terbaik adalah yang memberikan
pelayanan publik, dilema dalam kepuasan terhadap publik, kalau perlu
beretika dan implikasinya bagi melebihi harapan publik.
pelayanan publik di Indonesia. Dalam arti yang luas, konsep
pelayanan public (public service)
identik dengan public administration
yaitu berkorban atas nama orang lain
dalam mencapai kepentingan publik
(lihat J.L. Perry, 1989 : 625). Dalam

34
Jurnal Adminsitrasi Publik Volume 3 Nomor 1, Juni 2012

konteks ini pelayanan publik lebih 2.2 Arti Penting Mengapa


dititikberatkan kepada bagaimana Pelayanan Publik Harus Diberikan
elemen-elemen administrasi publik Jika kita kembali melihat
seperti policy making, desain perkembangan paradigma administrasi
organisasi, dan proses manajemen publik, dimana terjadi dikotomi
dimanfaatkan untuk mensukseskan (pemisahan) administrasi dari politik
pemberian pelayanan publik, dimana (1900-1926) menunjukkan bahwa
pemerintah merupakan pihak provider administrator sungguh-sungguh netral,
yang diberi tanggung jawab. Karya bebas dari pengaruh politik ketika
Denhardt yang berjudul The Ethics of memberikan pelayanan publik. Akan
Public Service (1988) merupakan tetapi kritik bermunculan menentang
contoh dari pandangan ini, dimana ajaran dikotomi administrasi – politik
pelayanan publik benar-benar identik pada tahun 1930-an, sehingga
dengan administrasi publik. perhatian mulai ditujukan kepada
Dalam dunia administrasi keterlibatan para administrator dalam
publik atau pelayanan publik, etika keputusan-keputusan publik atau
diartikan sebagai filsafat dan kebijakan publik. Sejak saat itu mata
professional standards (kode etik), publik mulai memberikan perhatian
atau moral atau right rules of conduct khusus terhadap ”permainan etika”
(aturan berperilaku yang benar) yang yang dilakukan oleh para birokrat
seharusnya dipatuhi oleh pemberi pemerintahan. Penilaian keberhasilan
pelayanan publik atau administrator seorang administrator atau aparat
publik (lihat Denhardt, 1988). pemerintah tidak semata didasarkan
Berdasarkan konsep etika dan pada pencapaian kriteria efisiensi,
pelayanan publik diatas maka yang ekonomi, dan prinsip-prinsip
dimaksudkan dengan etika pelayanan administrasi lainnya, tetapi juga
publik adalah suatu praktek kriteria moralitas, khususnya terhadap
administrasi publik dan atau kontribusinya terhadap public interest
pemberian pelayanan publik (delivery atau kepentingan umum (Henry, 1995 :
system) yang didasarkan atas 400).
serangkaian tuntutan perilaku (rules of Terdapat beberapa alasan
conduct) atau kode etik yang mengatur substantif mengapa pelayanan publik
hal-hal yang ”baik” yang harus harus diberikan ? Pertama, adanya
dilakukan atau sebaliknya yang ”tidak public interest atau kepentingan publik
baik” agar dihindarkan. yang harus dipenuhi oleh pemerintah
karena pemerintahlah yang memiliki
”tanggung jawab” atau responsibility.
Artinya dalam memberikan pelayanan,
pemerintah diharapkan secara

35
Jurnal Adminsitrasi Publik Volume 3 Nomor 1, Juni 2012

profesional melaksanakannya, dan ini merupakan terobosan yang bernada


harus mengambil keputusan politik etika karena akan memberi ruang yang
secara tepat mengenai siapa mendapat lebih luas bagi kaum minoritas,
apa, berapa banyak, dimana, kapan, miskin, tidak berdaya, dan sebagainya,
dan sebagainya. Padahal kenyataan untuk menjadi pegawai atau
menunjukkan bahwa pemerintah tidak menduduki posisi tertentu. Ini
memiliki tuntunan atau pegangan kode merupakan suatu pilihan moral (moral
etik atau moral secara memadai. choice) yang diambil oleh seorang
Kedua, alasan yang lebih birokrat pemerintah berdasarkan
berkenaan dengan lingkungan didalam prinsip justice-as-fairness sesuai
birokrasi yang memberikan pelayanan pendapat John Rawis yaitu bahwa
itu sendiri. Menurut Denhardt, distribusi kekayaan, otoritas, dan
pelayanan publik harus lebih concern kesempatan sosial akan terasa adil bila
pada aspek kemanusiaan dalam hasilnya memberikan kompensasi
organisasi (organizational humanism), keuntungan kepada setiap orang, dan
maksudnya dianjurkan agar manajer khususnya terhadap anggota
harus bersikap etis, yaitu masyarakat yang paling tidak
memperlakukan manusia atau anggota beruntung. Kebijakan mengutamakan
organisasi secara manusiawi. ”putera daerah” merupakan salah satu
Alasannya adalah bahwa perhatian contoh yang populer saat ini.
terhadap manusia (concern for people) Kelima, Alasan penting yang
dan pengembangannya sangat relevan terakhir adalah peluang untuk
dengan upaya peningkatan melakukan tindakan yang bertentangan
produktivitas, kepuasan dan dengan etika yang berlaku dalam
pengembangan kelembagaan. pemberian pelayanan publik sangat
Keempat, berkenaan dengan besar. Pelayanan publik tidak
karakteristik masyarakat publik yang sesederhana sebagaimana
terkadang begitu variatif sehingga dibayangkan, atau dengan kata lain
membutuhkan perlakuan khusus. begitu kompleksitas sifatnya baik
Mempekerjakan pegawai negeri berkenaan dengan nilai pemberian
dengan menggunakan prinsip pelayanan itu sendiri maupun
”kesesuaian antara orang dengan mengenai cara terbaik pemberian
pekerjaannya: merupakan prinsip yang pelayanan itu sendiri. Kompleksitas
perlu dipertanyakan secara etis, karena dan ketidakmenentuan ini mendorong
prinsip itu akan menghasilkan pemberi pelayanan publik mengambil
ketidakadilan, dimana calon yang langkah-langkah profesional yang
dipekerjakan hanya berasal dari daerah didasarkan kepada ”keleluasaan
tertentu yang relatif lebih maju. bertindak” (discretion). Dan
Kebijakan affirmative action dalam hal keleluasaan inilah yang sering

36
Jurnal Adminsitrasi Publik Volume 3 Nomor 1, Juni 2012

menjerumuskan pemberi pelayanan service tidak menyentuh sungguh-


publik atau aparat pemerintah untuk sungguh substansi pembenahan moral
bertindak tidak sesuai dengan kode itu sendiri. Karena itu pembenahan
etik atau tuntutan perilaku yang ada. moral merupakan ”beban besar” di
Dalam pemberian pelayanan masa mendatang dan apabila tidak
publik khususnya di Indonesia, diperhatikan secara serius maka proses
pelanggaran moral dan etika dapat ”pembusukan” terus terjadi dan dapat
diamati mulai dari proses kebijakan berdampak pada disintegrasi bangsa.
publik (pengusulan program, proyek, 2.3 Dilema dalam Beretika
dan kegiatan yang tidak didasarkan Meskipun telah digambarkan
atas kenyataan), desain organisasi bahwa dalam perkembangannya telah
pelayanan publik (pengaturan struktur, terjadi pergeseran paradigma etika
formalisasi, dispersi otoritas) yang pelayanan publik, namun itu tidak
sangat bias terhadap kepentingan berarti bahwa paradigma yang terakhir
tertentu, proses manajemen pelayanan (Administrasi Negara Sebagai
publik yang penuh rekayasa dan Administrasi Negara, 1970) mudah
kamuflase (mulai dari perencanaan diimplementasikan. Mengapa? Karena
teknis, pengelolaan keuangan, Sumber didalam praktek kehidupan sehari-hari
Daya Manusia, informasi, dan masih terdapat dilema atau konflik
sebagainya), yang semuanya itu paradigmatis yang cenerung
nampak dari sifat-sifat tidak mendatangkan diskusi panjang.
transparan, tidak responsif, tidak Dilema ini menyangkut pandangan
akuntabel, tidak adil, dan sebagainya. absolutis versus relativist dan adanya
Dan tidak dapat disangkal, semua hierarki etika.
pelanggaran moral dan etika ini telah Absolutis vs Relativist. Dalam
diungkapkan sebagai salah satu sistem administrasi publik atau
penyebab melemahnya pemerintahan pelayanan publik telah dikenal norma-
kita. Alasan utama yang menimbulkan norma yang bersifat absolut dan relatif
tragedi tersebut sangat kompleks, diterima orang. Norma-norma yang
mulai dari aturan hukum dan bersifat absolut cenderung diterima di
perundang-undangan kita, sikap mana-mana atau dapat dianggap
mental manusia, nilai-nilai sosial sebagai universal rules. Norma-norma
budaya yang kurang mendukung, ini ada dan terpelihara sampai saat ini
sejarah dan latar belakang kenegaraan, di semua atau hampir di semua
globalisasi yang tak terkendali, sistem masyarakat di dunia, yang berfungsi
pemerintahan, kedewasaan dalam sebagai penuntun perilaku dan
berpolitik, dan sebagainya. Bagi standard pembuatan keputusan.
Indonesia, pembenahan moralitas yang Sementara itu, ada juga yang
terjadi selama ini masih sebatas lips kurang yakin dengan keabsolutan

37
Jurnal Adminsitrasi Publik Volume 3 Nomor 1, Juni 2012

norma-norma tersebut. Mereka menuntun perilaku kalangan profesi


digolongkan sebagai kaum Relativis. tertentu. Ketiga adalah etika organisasi
Kaum teleologis (salah satu yaitu serangkaian aturan dan norma
aliran/pendekatan dalam etika yang bersifat formal dan tidak formal
relativis) mengemukakan bahwa tidak yang menuntun perilaku dan tindakan
ada ”universal moral”. Suatu norma anggota organisasi yang bersangkutan.
dapat dikatakan baik kalau memiliki Dan keempat, etika sosial, yaitu
konsekuensi atau outcome yang baik, norma-norma yang menuntun perilaku
yang berarti bahwa harus didasarkan dan tindakan anggota masyarakat agar
pada kenyataan. Dalam hal ini kaum keutuhan kelompok dan anggota
relativis berpendapat bahwa nilai-nilai masyarakat selalu terjaga atau
yang bersifat universal itu baru dapat terpelihara (Shafritz dan Russel, 1997 :
diterima sebagai sesuatu yang etis bila 607-608).
diuji dengan kondisi atau situasi Adanya hirarki etika ini
tertentu. cenderung membingungkan keputusan
Implikasi dari adanya dilema para aktor pelayanan publik karena
diatas maka sulit memberi penilaian semua nilai etika dari keempat
apakah aktor-aktor pelayanan publik tingkatan ini saling bersaing. Misalnya
telah melanggar nilai moral yang ada menempatkan orang dalam posisi atau
atau tidak, tergantung kepada jabatan tertentu sangat tergantung
keyakinannya apakah tergolong kepada etika yang dianut pejabat yang
absolutis atau relativis. Hal yang berkuasa. Bila ia sangat dipengaruhi
demikian barangkali telah oleh etika sosial, ia akan mendahului
menumbuhkan suasana KKN orang yang berasal dari daerahnya
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di sehingga sering menimbulkan kesan
negeri kita. Persoalan moral atau etika adanya KKN. Bila ia didominasi oleh
akhirnya tergantung kepada persoalan etika organisasi, ia barangkali akan
”interpretasi” semata. melihat kebiasaan-kebiasaan yang
Hierarki Etika. Di dalam berlaku dalam organisasi seperti
pelayanan publik terdapat empat menggunakan sistem ”senioritas” yang
tingkatan etika. Pertama, etika atau mengutamakan mereka yang paling
moral pribadi yaitu yang memberikan senior terlebih dahulu, atau mungkin
teguran tentang baik dan buruk, yang didominasi oleh sistem merit yang
sangat tergantung kepada beberapa berarti ia akan mendahulukan orang
faktor antara lain pengaruh orang tua, yang berprestasi.
keyakinan agama, budaya, adat Dengan demikian, persoalan
istiadat, dan pengalaman masa lalu. moral atau etika di dalam konteks ini
Kedua adalah etika profesi, yaitu akhirnya tergantung kepada tingkatan
serangkaian norma atau aturan yang etika yang paling mendominasi

38
Jurnal Adminsitrasi Publik Volume 3 Nomor 1, Juni 2012

keputusan seorang aktor kunci implementasi tersebut, kode etik


pelayanan publik. Konflik antara nilai- tersebut kemudian dikembangkan atau
nilai dari tingkatan etika yang berbeda direvisi agar selalu sesuai dengan
ini sering membingungkan para tuntutan perubahan jaman.
pembuat keputusan sehingga kadang- Kita mungkin perlu belajar dari
kadang mereka menyerahkan negara lain yang sudah memiliki
keputusan akhirnya kepada pihak lain kedewasaan beretika. Di Amerika
yang mereka percaya atau disegani Serikat, misalnya kesadaran beretika
seperti pejabat yang lebih tinggi, dalam pelayanan publik telah begitu
tokoh-tokoh kharismatik, ”orang meningkat sehingga banyak profesi
pintar”, dan sebagainya. pelayanan publik yang telah memiliki
2.4 Implikasi Bagi Etika Pelayanan kode etik. Salah satu contoh yang
Publik di Indonesia relevan dengan pelayanan publik
Dibutuhkan Kode Etik. Kode adalah kode etik yang dimiliki ASPA
etik pelayanan publik di Indonesia (American Society for Public
masih terbatas pada beberapa profesi Administration) yang telah direvisi
seperti ahli hukum dan kedokteran berulang kali dan terus mendapat
sementara kode etik untuk profesi yang kritikan serta penyempurnaan dari para
lain masih belum nampak. Ada yang anggotanya. Nilai-nilai yang dijadikan
mengatakan bahwa kita tidak perlu pegangan perilaku para anggotanya
kode etik karena secara umum kita antara lain integritas, kebenaran,
telah memiliki nilai-nilai agama, etika kejujuran, ketabahan, respek, menaruh
moral Pancasila, bahkan sudah ada perhatian, keramahan, cepat tanggap,
sumpah pegawai negeri yang mengutamakan kepentingan publik
diucapkan setiap apel bendera. diatas kepentingan lain, bekerja
Pendapat tersebut tidak salah, namun profesional, pengembangan
harus diakui bahwa ketiadaan kode profesionalisme, komunikasi terbuka
etik ini telah memberi peluang bagi dan transparansi, kreativitas, dedikasi,
para pemberi pelayanan untuk kasih sayang, penggunaan keleluasaan
mengenyampingkan kepentingan untuk kepentingan publik, memberi
publik. Kehadiran kode etik itu sendiri perlindungan terhadap informasi yang
lebih berfungsi sebagai alat kontrol sepatutnya dirahasiakan, dukungan
langsung dari perilaku para pegawai terhadap sistem merit dan program
atau pejabat dalam bekerja. Dalam affirmative action.
konteks ini, yang lebih penting adalah Kedewasaan dan Otonomi
bahwa kode etik itu tidak hanya Beretika. Dalam praktek pelayanan
sekedar ada, tetapi juga dinilai tingkat publik saat ini di Indonesia,
implementasinya dalam kenyataan. seharusnya kita selalu memberi
Bahkan berdasarkan penilaian perhatian terhadap dilema di atas. Atau

39
Jurnal Adminsitrasi Publik Volume 3 Nomor 1, Juni 2012

dengan kata lain, para pemberi tingkatan hirarki etika manakah yang
pelayanan publik harus mempelajari paling tepat untuk diterapkan.
norma-norma etika yang bersifat Perlindungan dan Insentif
universal, karena dapat digunakan Bagi Pengadu. Diantara kita semua
sebagai penuntun tingkah lakunya. ada pihak yang sangat peduli dengan
Akan tetapi norma-norma tersebut juga nilai-nilai etika dan moral, melakukan
terikat situasi sehingga menerima pengaduan tentang pelanggaran moral.
norma-norma tersebut sebaiknya tidak Mereka adalah pihak yang berani
secara kaku. Bertindak seperti ini membongkar rahasia dan menguji
menunjukkan suatu kedewasaan dalam tindakan-tindakan pelanggaran moral
beretika. Dialog menuju konsensus dan etika. Namun upaya untuk
dapat membantu memecahkan dilema melakukan hal ini kadang-kadang
tersebut. dianggap sebagai upaya tidak terpuji,
Kelemahan kita terletak pada bahkan sering dikutuk perbuatannya,
ketiadaan atau terbatasnya kode etik. dan nasibnya bisa menjadi terancam.
Demikian pula kebebasan dalam Pengalaman ini cenderung membuat
menguji dan mempertanyakan norma- mereka takut dan timbul kebiasaan
norma moralitas yang berlaku belum untuk tidak mau ”repot” atau tidak
ada, bahkan seringkali kaku terhadap mau ”berurusan” dengan hukum atau
norma-norma moralitas yang sudah pengadilan, yang insentifnya tidak
ada tanpa melihat perubahan jaman. jelas. Akibatnya, peluang dari pihak-
Kita juga masih membiarkan diri kita pihak yang berpengaruh dalam
didikte oeh pihak luar sehingga belum pelayanan publik terus terbuka untuk
terjadi otonomi beretika. melakukan tindakan-tindakan
Kadang-kadang, kita juga pelanggaran moral dan etika. Karena
masih membiarkan diri kita untuk itu, dalam rangka meningkatkan
mendahulukan kepentingan tertentu moralitas dalam palayanan publik,
tanpa memperhatikan konteks atau diperlukan perlindungan terhadap para
dimana kita bekerja atau berada. pengadu, kalau perlu insentif khusus.
Mendahulukan orang atau suku sendiri
merupakan tindakan tidak terpuji bila III. PENUTUP
itu diterapkan dalam konteks 3.1 Kesimpulan
organisasi publik yang menghendaki Dalam praktek pelayanan
perlakuan yang sama kepada semua publik saat ini di Indonesia, para
suku. Mungkin tindakan ini tepat pemberi pelayanan publik harus
dalam organisasi swasta, tapi tidak mempelajari norma-norma etika yang
tepat dalam organisasi publik. Oleh bersifat universal, karena dapat
karena itu, harus ada kedewasaan digunakan sebagai penuntun tingkah
untuk melihat dimana kita berada dan lakunya.

40
Jurnal Adminsitrasi Publik Volume 3 Nomor 1, Juni 2012

Di samping itu, penerapan etika 1) Pembinaan etika dan moral harus


seyogyanya memperhatikan konteks ditanamkan dan dibudayakan sejak
atau dimana kita bekerja atau berada. dini dan dilakukan secara terus
Mendahulukan orang atau suku sendiri menerus dan konsisten dalam
merupakan tindakan tidak terpuji bila setiap pranata sosial yang ada
itu diterapkan dalam konteks dalam masyarakat. Pembudayaan
organisasi publik yang menghendaki moral dan etika yang menghormati
perlakuan yang sama kepada semua nilai-nilai keagamaan, kultural dan
suku. Mungkin tindakan ini tepat kemanusiaan hendaknya menjadi
dalam organisasi swasta, tapi tidak prioritas utama, disamping yang
tepat dalam organisasi publik berkaitan dengan nilai-nilai
(pemerintah). Oleh karena itu, harus universal lainnya yang berkembang
ada kedewasaan untuk melihat dimana sesuai dengan keadaan jaman.
kita berada dan tingkatan hirarki etika
manakah yang paling tepat untuk 2) Peningkatan etika dan moral
diterapkan. diarahkan pada nilai keagamaan,
Sebagai implikasinya, etika kemasyarakatan, dan kebangsaan
pelayanan publik di Indonesia yang dianut masyarakat dan bangsa
membutuhkan kode etik sebagai alat Indonesia yang meliputi nilai
kontrol perilaku para pejabat dan kejujuran, keadilan dan kebenaran,
pegawai dalam bekerja, dibutuhkan bebas korupsi, kolusi dan
kedewasaan dan otonomi beretika nepotisme (KKN), efisien dan
melalui dialog menuju konsensus serta produktif, supremasi hukum,
perlindungan dan insentif bagi persatuan dan kesatuan, serta
pengadu agar terjadi peningkatan inovatif dan konstruktif.
moralitas dalam pelayanan publik. 3) Peningkatan partisipasi masyarakat
3.2 Saran dalam pelayanan publik; dalam
Mengingat peranan dan posisi rangka mewujudkan transparansi
etika dan moral yang amat penting dan akuntabilitas dalam
dalam meningkatkan kinerja pelayanan pelaksanaan pelayanan pubik oleh
publik di Indonesia, maka penulis aparatur, dikembangkan suatu
memberikan saran berupa rekomendasi konsepsi dengan membangun
yang menitikberatkan pada partisipasi warga masyarakat
kebijaksanaan pembinaan dan dalam penyelenggaraan fungsi-

pengembangan etika dan moral bangsa fungsi pelayanan publik untuk

dalam setiap tatanan masyarakat yang membangun kreativitas dan

diarahkan pada hal-hal sebagai keterlibatan masyarakat dalam

berikut : pembangunan disamping


masyarakat dapat berpartisipasi

41
Jurnal Adminsitrasi Publik Volume 3 Nomor 1, Juni 2012

penuh dalam melakukan kinerjanya tidak optimal. Maksud


pengawasan sosial (social control). dari pemberian penghargaan atau
Hal tersebut termasuk pengawasan pengenaan sanksi antara lain
dari lembaga legislatif adalah :
(DPR/DPRD). a. Membangun semangat dan
4) Media massa dan elektronik mendorong kreativitas unit
hendaknya berperan aktif mendidik penyelenggara pelayanan
dan memasyarakatkan sikap masyarakat untuk memperbaiki
profesionalisme, etos kerja, dan dan meningkatkan kinerja dan
pembudayaan etika dan moral mutu pelayanan;
melalui pemberitaan yang cepat, b. Menumbuhkan prinsip
akurat, dan adil, sehingga akuntabilitas dan transparansi
masyarakat dapat memperoleh aparatur;
informasi yang benar tentang c. Memotivasi unit pelayanan
penyelenggaraan kehidupan dalam memperbaiki dan
bermasyarakat, berbangsa dan meningkatkan kualitas kinerja
bernegara agar mereka dapat lebih pelayanan;
memahami hak dan kewajibannya d. Menciptakan model pelayanan
sebagai warga negara. percontohan;
5) Pemberian penghargaan dan sanksi e. Meningkatkan nilai unit
kepada unit pelayanan masyarakat; pelayanan (good will).
tuntutan masyarakat dan dunia
usaha terhadap peningkatan DAFTAR RUJUKAN
kualitas pelayanan semakin kuat. Ashari, Edi topo. 2003. Upaya
Meningkatkan Kinerja
Untuk itu perlu didukung dengan
Pelayanan Publik di era
terciptanya iklim usaha yang Persaingan Bebas. Jurnal
kondusif, dengan indikator Forum Inovasi . September-
Nopember 2003.
pelayanan yang cepat, pasti, aman, Baedhowi. 2001. Peningkatan Kualitas
layak dan dapat Sumber Daya Manusia dalam
Sistem Manajemen Nasional.
dipertanggungjawabkan. Jurnal Ilmu Administrasi dan
Kenyataan dewasa ini pelayanan Organisasi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas
masyarakat belum berjalan dengan
Indonesia. Volume : IX/Nomor
baik. Oleh karena itu, perlu 2/Mei/2001.
stimulasi/rangsangan dalam bentuk Berman, E.M. 2003. ”Implementation
if Ethics in Organization”.
pemberian penghargaan kepada Dalam Encyclopedia of Public
unit pelayanan yang berhasil Adminisitration and Public
Policy. Diedit oleh Jack Rabin.
terseleksi menjadi unit pelayanan New York, N.Y.: Marcel
percontohan serta pemberian Dekker. Hal 461-464.
sanksi kepada unit pelayanan yang

42
Jurnal Adminsitrasi Publik Volume 3 Nomor 1, Juni 2012

Bertens, K. 2001. Etika. Seri Filsafat Fransisca, CA : Jossey-Bass


Atma Jaya. Jakarta : PT. Gramedia Limited.
Pustaka Utama. Simon, H.A. 1992. Proverbs of
Cooper, T.L. 1998. The Responsible Administration. Dalam
Administrator. 4 th Edition. Shafritz, J.M. & J.S.Ott
San Fransisco C.A: Jossey- (Editors). Classics of
Bass Publisher. Organinization Theory. Third
Denhardt, Kathryn G. 1988. The ethics Edition. Pacific Groove, CA:
Brooks/Cole Publishing
of Public Service. Westport,
Connecticut : Greenwood Company.
Press. Shafritz, Jay.M. dan E.W.Russell.
Donahue, A.K. 2003. :Ethics and 1997. Introducing Public
Public Policy”. Dalam Administration. New York,
Encyclopedia of Public N.Y. : Longman.
Administration and Public Teichman, Jenny. 1998. Etika
Policy. Diedit oleh Jack Rabin. Sosial.Yogyakarta : Kanisius.
New York, N.Y.: Marcel Thoha, Miftah. 2005. Dimensi-
Dekker. Hal. 469-473. Dimensi Prima Ilmu
Administrasi Negara. Jakarta :
Henry, Nicholas. 1995. Public PT RajaGrafindo Persada
Administration and Public Thompson, F.D. 2005. Restoring
Affairs. Sixth Edition. Responsibility: Ethics in
Englewood Cliffs, N.J. : Government, Business and
Prentice-Hall International, Inc. Healthcare. Cambridge, UK:
Kumorotomo, Wahyudi. 2007. Etika Cambridge University Press.
Administrasi Negara. Jakarta :
PT RajaGrafindo Persada.
Perry, James L. 1989. Handbook of
Public Administration. San

43

Anda mungkin juga menyukai