Anda di halaman 1dari 18

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. LANDASAN TEORI

1. Osteoarthritis
a. Definisi
Osteoarthritis adalah penyakit yang mengganggu homeostasis
pada metabolisme kartilago sehingga struktur proteoglikan pada
kartilago menjadi rusak, hal ini disebabkan karena beberapa faktor
misalnya usia, kinerja sendi yang berlebihan, obesitas, defek anatomik,
stress kimia atau mekanis, genetik serta humoral (Arismunandar, 2015).
Osteoarthritis merupakan kelainan kronis pada sendi karena tidak
seimbangnya proses sintesis dan degradasi pada sel-sel sendi, matriks
ekstraseluler, dan tulang subkondral yang terjadi pada usia tua
(Sjamsuhidajat et al., 2011).

Gambar 2.1.
Lutut Normal dan Lutut Osteoarthritis (Kuntono, 2011)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Etiologi
Osteoarthritis dibagi menjadi dua menurut etiopatogenesisnya,
yaitu osteoarthritis primer dan osteoarthritis sekunder. Osteoarthritis
primer lebih sering terjadi daripada osteoarthritis sekunder.
Osteoarthritis primer yang sering disebut osteoarthritis idiopatik yaitu
osteoarthritis yang tidak diketahui penyebabnya dan tidak ada
kaitannya dengan penyakit sistemik ataupun inflamasi, sedangkan
osteoarthritis sekunder biasanya disebabkan oleh beberapa faktor
seperti pemakaian sendi yang berlebih dalam bekerja, olahraga berat,
adanya riwayat cedera sendi, penyakit sistemik, serta inflamasi (Davey,
2015).
c. Epidemiologi
Osteoarthritis merupakan penyakit yang cukup menjadi
perhatian bagi warga negara Amerika. Prevalensi osteoarthritis di
Amerika lebih besar dari pada prevalensi di negara lain. The National
Arthritis Data Workgroup (NADW) pada tahun 2005 memperkirakan
orang yang menderita osteoarthritis di Amerika sekitar 27 juta orang
dan pada usia di atas 18 tahun. Pada tahun 2007 hingga 2009
prevalensinya bertambah menjadi sebanyak 50 juta jiwa yang
terdiagnosis osteoarthritis (Murphy and Helmick, 2012).
Di kawasan Asia, negara China dan India menjadi 2 negara
teratas epidemiologi osteoartrhitis yaitu mencapai angka 5.650 dan
8.145 jiwa terdiagnosis osteoarthritis (Fransen et al., 2011). Di
Indonesia berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada
tahun 2013, ketika dilakukan wawancara kepada orang dengan usia
lebih dari 15 tahun ditemukan rata-rata prevalensi penyakit sendi
sebesar 24,7%. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi provinsi
prevalensi osteoarthritis tertinggi dengan persentase sebesar 33,1% dan
Riau merupakan provinsi dengan prevalensi osteoarthritis terendah
yang hanya 9%, (Riskesdas, 2013).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Faktor Risiko
Osteoarthritis adalah suatu penyakit kompleks yang memiliki 2
faktor risiko utama, yaitu faktor dasar umum yang meliputi usia, jenis
kelamin, obesitas, riwayat keluarga dan faktor lokal akibat beban
mekanis yang tidak normal pada persendian tertentu (Melnic, 2014)
Faktor risiko osteoarthritis antara lain :
1) Usia
Faktor risiko yang dapat menyebabkan osteoarthritis
menurut Heijink et al (2012), yaitu akibat penuaan dan adanya
perubahan pada sistem muskuloskeletal yang kemudian ditambah
adanya faktor instrinsik dan ekstrinsik. Menurut Kwoh (2012),
meningkatnya prevalensi dan insidensi osteoathritis yang terjadi
pada lansia merupakan akibat perubahan biologi yang terjadi karena
penuaan.
2) Jenis Kelamin
Osteoarthritis lutut dan mayoritas sendi lebih sering terjadi
pada wanita, sedangkan osteoarthritis tangan lebih sering pada pria.
Osteoarthritis lutut pada wanita lebih parah diabndingkan pada pria,
terutama yang cukup signifikan adalah pada wanita postmenopause.
Hal ini dikarenakan efek dari penurunan esterogen yang
berpengaruh pada kartilago. Faktor anatomi juga cukup berpengaruh
yakni femur yang lebih sempit, patella lebih tipis, sudut quadriceps
lebih tinggi, dan perbedaan ukuran kondilus tibial (Hame and
Alexander, 2013).
3) Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang dilakukan seseorang seperti berdiri lama
lebih dari 2 jam pada setiap hari, berjalan cukup jauh sekitar 2 jam
setiap harinya, mengangkat beban berat (10 sampai 50 kilogram
setiap minggu selama 10 kali atau lebih), mendorong benda yang
beratnya sekitar 10 sampai 50 kilogram setiap minggu selama 10
kali atau lebih), serta melakukan aktivitas sehari-hari seperti naik
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

turun tangga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya


osteoarthritis (Erminawati, 2017).
4) Obesitas
Obesitas berakibat pada peningkatan beban sendi yang
cukup berat sehingga dapat menjadi salah satu penyebab
osteoarthritis. Ketika tubuh menahan beban yang berlebihan, hal itu
dapat mempercepat perusakan kartilago. Terdapat juga faktor
predisposisi akibat postur yang buruk dan cara berjalan yang tidak
sehat pada orang dengan obesitas. Bahkan pada orang dengan IMT
>36, terjadi peningkatan 4 kali lebih besar terkena osteoarthritis
dibandingkan orang yang memiliki IMT normal. Penelitian di
University College London mengungkapkan dalam jurnal Public
Health Nutrition, bahwa obesitas dapat menambah resiko diabetes
dan hipertensi yang dapat meningkatkan inflamasi pada sendi akibat
peningkatan glukosa darah dan level imun (Li et al., 2018).
5) Pekerjaan, dan Olahraga
Pemakaian sendi yang berlebihan dalam waktu yang lama
dapat mengakibatkan kerusakan sendi melalui mekanisme
pengikisan pada proses degenerasi. Pekerjaan berat ataupun
beberapa pekerjaan yang lebih menggunakan satu sendi secara terus
menerus juga dapat mengakibatkan peningkatan risiko
osteoarthritis. Pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan tingkat
risiko osteoarthritis di antaranya adalah petani ( OA panggul ) serta
buruh tambang ( OA lutut dan OA vertebra ). Osteoarthritis juga
berhubungan dengan beberapa olahraga tertentu yang sering
menimbulkan cedera sendi seperi lari marathon ( OA panggul ) dan
sepak bola ( OA lutut dan panggul ). Selain itu, terdapat beberapa
aktivitas yang dapat menjadi predisposisi osteoarthritis cedera
traumatik ( misalnya robeknya meniscus serta ketidakstabilan
ligament ) yang berdampak pada persendian (Allen and Golightly,
2015).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

e. Patofisiologi
Pada awalnya osteoarthritis dihubungkan dengan kerusakan
pada rawan sendi. Namun penelitian – penelitian terbaru
mengungkapkan bahwa osteoarthritis tidak hanya mencakup kartilago
sendi akan tetapi meliputi keseluruhan sendi yakni kartilago sendi,
tulang subkondral, membrane synovial, dan meniskus. Osteoarthritis
juga merupakan penyakit dengan etiologic multifactorial dan memiliki
mekanisme patologi yang kompleks (Man and Mologhianu, 2014).
1) Kartilago
Beberapa komponen yang membentuk kartilago yaitu terdiri
dari matriks ekstrasel, komposisi predominan kolagen tipe II dan
proteoglikan. Pada kondisi normal, matriks-matriks ekstrasel akan
mengalami remodelling yang dinamis sehingga terjadi
keseimbangan antara degradasi dan aktivasi sintesis enzim yang
menjaga volume kartilago tetap stabil. Pada kartilago yang
mengalami osteoarthritis, kondrosit tidak mampu mempertahankan
homeostasis antara degradasi matriks ekstrasel dan sintesis enzim
(Heijink et al., 2012).
Trauma maupun kenaikan aktivitas enzimatik yang
disebabkan oleh inflamasi mengakibatkan mikrofraktur sehingga
menimbulkan pembentukan partikel “wear” (Wang et al., 2014).
Partikel-partikel tersebut akan mempengaruhi kondrosit
mengeluarkan enzim degradatif yang akan merusak kolagen dan
proteoglikan. Kolagen dan proteoglikan yang rusak tersebut akan
difagosit oleh makrofag- makrofag lokal dan menghasilkan sitokin
pro-inflamasi (TNFα, IL-1, dan IL-6). Sitokin-sitokin pro-inflamasi
yang terbentuk akan berikatan dengan reseptor yang terdapat pada
kondrosit, sehingga kondrosit akan mengeluarkan MMP yang akan
mendegradasi semua komponen matriks ekstraseluler (Rose and
Kooyman, 2016). Selain itu, akan terjadi inhibisi dalam produksi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kolagen tipe 2. Sebagai akibatnya, akan terjadi degradasi dari


kartilago (Man and Mologhianu, 2014).
Faktor penuaan juga berperan dalam kerusakan kartilago
pada penderita osteoarthritis. Telomer yang memendek dan
mengalamu disfungsi mitokondria akibat kerusakan oksidatif akan
menyebabkan disfungsi kondrosit (Mobasheri and Batt, 2016).
Diawali dengan perubahan degeneratif pada kartilago yang
berakibat pada melunaknya kartilago serta terbentuknya zona
fibrilasi pada lapisan superfisial, fisura, dan penipisan kartilago.
Perubahan - perubahan ini meningkat seiring dengan berjalannya
waktu hingga tulang subkondral terbuka sepenuhnya (Man and
Mologhianu, 2014).
2) Tulang Subkondral
Tulang subkondral terdiri atas beberapa lapisan subchondral
bone plate yang terdiri dari cortical bone, tulang trabekula, dan
bone marrow space. Di antara tulang subkondral dan kartilago
sendi terdapat kartilago terkalsifikasi (Goldring, 2010). Masih tidak
jelas apakah perubahan pada kartilago sendi yang mendahului atau
akibat dari adaptasi sekunder biomekanik yang disebabkan
perubahan pada kartilago. Bagaimanapun, kedua proses tersebut
berkaitan erat, dilihat dari meningkatnya cartilage oligomeric
matrix protein (COMP) dan bone sialoprotein (BSP) pada awal
osteoarthritis (Schmitz, 2014).
Tulang subkondral dimodifikasi melalui dua proses yaitu
bone remodelling dan bone modelling. Saat bone remodelling,
tulang diserap untuk membentuk tulang yang baru. Sedangkan saat
bone modelling, terjadi perubahan struktur pada tulang yang sudah
ada (Goldring and Goldring, 2010).
Pada osteoarthritis terjadi beberapa perubahan pada tulang
subkondral yaitu terjadi perubahan sklerotik, lesi pada sumsum
tulang, kista pada tulang, peningkatan ketebalan subchondral bone
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

plate, perubahan struktur pada tulang trabekula, dan pembentukan


osteofit (Man and Mologhianu, 2014).
Sebelum terjadi osteoarthritis, terjadi absorbsi tulang
sehingga menyebabkan hilangnya jaringan trabekula yang ditandai
dengan meningkatnya cross- linked N telopeptide dan C-
telopeptide, tetapi peningkatan ini tidak spesifik pada osteoarthritis
(Davis et al., 2007)
Pada tahap selanjutnya, terjadi remodelling pada tempat
yang terjadi kerusakan kartilago. Kemudian pada tahap akhir dapat
terjadi nekrosis tulang. Ketika sudah terjadi kerusakan kartilago
secara total, cairan sinovial dapat memasuki sumsum tulang dan
akan menimbulkan kista (Schmitz, 2014).
3) Membran Sinovial
Matriks ekstraseluler pada kartilago yang terdegradasi akan
menghasilkan partikel “wear” dan neoantigen spesifik. Kedua
material tersebut akan difagosit oleh makrofag di cairan sinovial.
Makrofag akan mengeluarkan mediator inflamasi, ditambah
dengan mikrokristalisasi dan stres mekanis yang abnormal, akan
menimbulkan sinovitis (Martel-pelletier and Pelletier, 2010).
Peningkatan angiogenesis dicurigai dapat meningkatkan
inflamasi yang berkaitan dengan nyeri pada osteoarthritis.
Makrofag akan menghasilkan stimulating factors yang akan
berikatan pada sel endotel dan fibroblas. Sel endotel dan fibroblas
akan menghasilkan basic fibroblast growth factor (bFGF ),
vascular endothelial growth factor (VEGF), dan beberapa faktor
lain yang akan menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru.
Angiogenesis biasanya terjadi pada keadaan yang kronis dan
mungkin terjadi pada semua derajat osteoarthritis (Bonnet and
Walsh, 2005).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4) Meniskus
Meniskus berfungsi untuk transmisi beban, absorbsi
guncangan, stabilisasi, nutrisi, lubrikasi sendi, dan propiosepsi.
Selain itu, juga berfungsi untuk menurunkan stres kontak dan
meningkatkan luas area kontak pada lutut sehingga menjadi lebih
stabil (Fox et al., 2012).
Pada meniskus yang osteoarthritis, akan terjadi robek, fisura,
fragmentasi, maserasi, dan kerusakan total. Kerusakan kolagen tipe
1 terjadi secara berangsur-angsur pada permukaan, zona tengah,
dan zona dalam. Sedangkan kerusakan kolagen tipe 2 terjadi di
semua zona secara bersamaan (Sun et al., 2012).
f. Diagnosis
Gejala osteoarthritis pada umumnya terjadi ketika usia dewasa,
ditandai dengan gejala seperti kaku sendi di pagi hari atau setelah
istirahat. Terjadi pembengkakan sendi dan tulang serta terdapat
krepitasi ketika digerakkan, biasanya disertai adanya keterbatasan
gerak sendi. Lebih banyak kejadian tidak ditemukan peradangan atau
hanya terdapat peradangan yang ringan. Banyak sendi yang dapat
terjadi osteoarthritis, terutama sendi lutut, jari-jari kaki dan tangan,
tulang punggung dan panggul (Indonesian Rheumatology Association,
2014).
Diagnosis osteoarthritis dilakukan dengan beberapa
pemeriksaan, yaitu:
1) Anamnesis
a) Nyeri yang berangsur-angsur (onset gradual).
b) Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi, bila disertai
inflamasi maka terdapat perabaan hangat, bengkak yang
minimal, dan tidak disertai kemerahan pada kulit).
c) Tidak terdapat gejala sistemik.
d) Nyeri ketika beraktivitas.
e) Sendi yang sering terkena: sendi tangan: proksimal interfalang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(PIP), distal interfalang (DIP), dan carpo-metacarpal (CMCI),


sendi kaki: metatarsofalang (MTP) pertama. Sendi lain: lutut,
V. servikal, lumbal, dan hip.
f) Faktor risiko penyakit :
- Usia.
- Riwayat keluarga.
- Obesitas
- Aktivitas fisik yang berat.
- Riwayat trauma sebelumnya atau adanya deformitas.
g) Penyakit yang menyertai, sebagai pertimbangan dalam pilihan
terapi :
- Ulkus peptikum, penyakit liver.
- Penyakit ginjal.
- Penyakit kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung
iskemik, stroke, gagal jantung).
- Asma bronkhial.
h) Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluhan nyeri dan
fungsi sendi:
- Nyeri malam hari (night pain).
- Gangguan aktivitas sehari-hari.
- Kemampuan berjalan.
- Lain-lain: risiko jatuh, isolasi sosial, depresi.
- Derajat nyeri (skala nyeri yang dirasakan pasien).
2) Pemeriksaan Fisik
a) Menentukan IMT.
b) Memperhatikan gaya berjalan.
c) Tanda kelemahan/atrofi otot.
d) Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi.
e) Lingkup gerak sendi (ROM).
f) Nyeri gerak.
g) Krepitasi.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

h) Deformitas.
i) Keterbatasan gerak sendi.
j) Nyeri tekan sendi dan periartikular.
k) Penonjolan tulang.
l) Pembengkakan jaringan lunak.
m) Instabilitas sendi.
3) Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis penyakit lain
a) Terdapat infeksi.
b) Terdapat fraktur.
c) Tanda keganasan.
d) Tanda rheumatoid arthritis.
e) Diagnosis banding yang menyerupai penyakit OA.
f) Inflammatory arthropaties.
g) Artritis Kristal.
h) Sindroma nyeri pada soft tissue.
i) Nyeri penjalaran dari organ lain (referred pain).
j) Penyakit lain dengan manifestasi artropati (penyakit
neurologi).
4) Pemeriksaan penunjang
a) Tidak ada pemeriksaan darah khusus pada diagnosis OA.
Pemeriksaan darah membantu berfungsi untuk menyingkirkan
diagnosis lain dan monitor terapi.
b) Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk klasifikasi diagnosis.
5) Perhatian khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang dapat
mempengaruhi pilihan
a) Menyingkirkan diagnosis banding.
b) Pada kasus dengan diagnosis yang meragukan, sebaiknya
dikonsulkan pada ahli reumatologi untuk menyingkirkan
diagnosis lain yang menyerupai OA. Umumnya dilakukan
artrosentesis diagnosis.
c) Tentukan derajat nyeri dan fungsi sendi.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d) Perhatikan dampak penyakit pada status sosial seseorang.


e) Perhatikan tujuan terapi yang ingin dicapai, harapan pasien,
mana yang lebih dipilih oleh pasien, bagaimana respon
pengobatannya.
(Indonesian Rheumatology Association, 2014).

2. Klasifikasi Osteoarthritis
Osteoarthritis dapat dibagi berdasarkan beberapa klasifikasi sesuai
dengan kriteria masing-masing, antara lain :
a. Klasifikasi Kellgren-Lawrence
Derajat osteoartritis dapat ditentukan berdasarkan keadaan
radiologis pada sendi. Untuk mengklasifikasikan derajat osteoarthritis
terdapat beberapa skala yang digunakan. Skala klasifikasi yang paling
umum digunakan dalam penentuan derajat osteoarthritis sendi lutut
adalah sistem klasifikasi Kellgren-Lawrence. Sistem klasifikasi ini
menggolongkan osteoartritis sendi lutut menjadi derajat 0 sampai
dengan derajat 4, dengan derajat 0 menandakan tidak terdapat
osteoartritis dan derajat 4 menandakan terdapat osteoartritis derajat
berat (Jonathan et al., 2021).
Klasifikasi osteoarthritis berdasarkan kellgren dan lawrence
yaitu :
i. Grade 0 : Normal, tidak ada tanda osteoarthritis.
ii. Grade 1 : Ragu-ragu, tidak terlihat adanya osteofit.
iii. Grade 2 : Ringan, terdapat osteofit dengan celah atau ruang
antar sendi masih normal.
iv. Grade 3 : Sedang, terdapat osteofit sedang dan ruang antar
sendi telah terjadi penyempitan.
v. Grade 4: Berat, osteofit besar, tidak terlihat celah sendi
dengan sklerosis tulang subkondral.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.2.
Klasifikasi Grade Osteoarthritis Kellgren-Lawrence (Vashishtha and
Acharya, 2021)

American College of Rheumatology dalam Wolf dan Pfleger,


(2003) mengklasifikasi tingkat keparahan osteoarthritis berdasarkan
kesehatan :
i. Derajat 0 : Pasien tidak merasakan tanda dan gejala.
ii. Derajat 1 : Pasien merasakan nyeri saat beraktifitas berat,
masih bisa ditangani dengan cara mengistirahatkan sendi.
iii. Derajat 2 : Kaku pagi hari, krepitasi dan timbulnya osteofit.
iv. Derajat 3-4 : Terdapat osteofit berupa tanda celah antar sendi,
perubahan anatomis tulang, nyeri dirasakan setiap hari, kaku
sendi pada pagi hari, krepitasi.
b. Berdasarkan Patogenesis
Osteoarthritis diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu osteoarthritis
primer sekunder. Osteoartritis primer yang diakibatkan oleh fenomena
penuaan, sedangkan osteoartritis sekunder terjadi pada individu yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berusia lebih muda akibat beberapa kelainan misalnya kelainan


pertumbuhan, endokrin, metabolik, inflamasi, dan imobilisasi yang
lama (Jonathan et al., 2021).
Menurut Erminawati (2017), klasifikasi osteoarthritis
berdasarkan patogenesisnya :
i. Osteoarthritis primer
Osteoarthritis primer yang sering disebut
osteoarthritis idiopatik yaitu osteoarthritis yang tidak
diketahui penyebabnya dan tidak ada kaitannya dengan
penyakit sistemik ataupun inflamasi,
ii. Osteoarthritis sekunder
Osteoarthritis sekunder disebabkan oleh beberapa
faktor seperti pemakaian sendi yang berlebih dalam bekerja,
olahraga berat, adanya riwayat cedera sendi, penyakit
sistemik, serta inflamasi
c. Berdasarkan Lokasi
Menurut Ketut (2012) berdasarkan daerah yang sering terkena
osteoarthritis dibagi menjadi :
i. Panggul
Penjepitan pada rongga sendi panggul yang menjadi
aspek utama untuk menopang berat badan secara keseluruhan
yang ditandai terdapatnya osteofit pembentukan tulang baru.
ii. Tulang Belakang
Penjepitan pada bagian rongga discus, sehingga
terjadi pembentukan tulang baru antar vertebral sehingga
menyebabkan terjepitnya saraf atau terjadi kompresi osteofit
pada intervertebral.
iii. Lutut
Kompresi pada sendi lutut disertai dengan rongga
sendi yang kehilangan bagian femurotibial. Penopang berat
badan yang paling besar tekanannya terdiri dari komponen
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

medial, menjadi komponen yang paling awal terjadi


penjepitan, serta mengakibatkan perubahan yang dapat
membentuk tulang baru.
d. Kriteria American College Rheumatology (ACR)
Pada klasifikasi berdasarkan American College Rheumatology
(ACR) khusus membagi tentang osteoarthritis lutut berdasarkan
beberapa kriteria, antara lain :
i. Kriteria klinis :
Didapatkan nyeri sendi lutut serta terdapat minimal 3
dari 6 poin di bawah ini :
1. Terjadi krepitasi saat gerakan aktif
2. Terdapat kaku sendi kurang dari 30 menit
3. Usia di atas 50 tahun
4. Pembengkakan tulang sendi lutut
5. Nyeri tekan
6. Tidak terdapat perubahan suhu pada synovium.
(Spesifisitas 69%, Sensitivitas 95%).
ii. Kriteria klinis dan radiologis :
Didapatkan nyeri sendi lutut, terlihat adanya osteofit
serta terdapat minimal 1 dari 3 poin di bawah ini :
1. Terdapat kaku sendi kurang dari 30 menit
2. Usia di atas 50 tahun
3. Terdapat krepitasi
(Spesitivitas 86%, Sensitivitas 91%).
iii. Berdasarkan kriteria klinis dan laboratoris :
Didapatkan nyeri sendi lutut serta terdapat minimal 5
poin dari 9 poin berikut ini :
1. Usia di atas 50 tahun
2. Terdapat kaku sendi kurang dari 30 menit
3. Krepitasi
4. Nyeri tekan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Pembengkakan tulang
6. Tidak terdapat perubahan suhu pada sinovium sendi
terkena
7. LED kurang dari 40 mm/jam
8. RF kurang dari 1:40
9. Analisis pada cairan sinovium sesuai osteoarthritis
(Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%).
Catatan :
LED=Laju Endap Darah; RF= Rheumatoid Factor
(Indonesian Rheumatology Association, 2014)

3. Pekerjaan
a. Definisi
Pekerjaan diartikan sebagai tugas ataupun sebuah rutinitas yang
dilakukan oleh seseorang, di mana hal itu juga dilakukan untuk
mendapatkan nafkah serta menghidupi kehidupan baik itu diri sendiri
maupun keluarga. Macam-macam lapangan pekerjaan mayoritas
berhubungan dengan status social ekonomi pada masing-masing
individu, keluarga serta masyarakat (Notoatmojo, 2003).
Menurut Wiltshire (2016), sebuah pekerjaan didefinisikan
menjadi sebuah konsep dengan berbagai sinonim dan definisi antara
lain :
1) Pekerjaan lebih mengarah pada kepentingan suatu
aktivitas, sehingga memerlukan waktu dan tenaga yang
kemudian memperoleh imbalan yang sesuai.
2) Pekerjaan adalah suatu keterampilan dan kemampuan
tertentu.yang perlu untuk ditingkatkan seiring dengan
beban kerja ataupun tingkat kesulitan kerja.
3) Pekerjaan merupakan suatu cara selain hanya sekedar
mencari nafkah yang digunakan untuk mempertahankan
kedudukan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4) Pekerjaan merupakan "kegiatan sosial” ketika individu


atau kelompok memiliki usaha ataupun tujuan selama
waktu dan ruang tertentu, dengan mengharapkan
diberikan sebuah penghargaan (atau dalam bentuk lain),
atau bisa juga tanpa mengharapkan sebuah imbalan, tetapi
memilik rasa kewajiban terhadap orang lain.
Bekeja dapat didefinisikan menjadi dua konteks Sosiokultural
dan ekonomi politik. Untuk konteks sosiokultural definisi bekerja
adalah sebuah kewajiban moral pada setiap individu agar dapat
berkontribusi ataupun berperan besar terhadap kesejahteraan bagi
keluarga. Sedangkan definisi pada konteks ekonomi politik, bekerja
dilakukan untuk ajang promosi sehingga setiap individu dapat
menunjukkan status dan penghasilan yang tinggi (Westwood and
Johnston, 2012).
b. Klasifikasi
Menurut Santoso (2004), klasifikasi pekerjaan dibedakan
menjadi tiga jenis antara lain pekerjaan ringan, pekerjaan sedang dan
pekerjaan berat. Penggolongan pekerjaan atau beban kerja meliputi :
1) Pekerjaan Ringan
Dokter, perawat, guru, pekerja kantor, pekerjaan
rumah tangga (menggunakan bantuan mesin).
2) Pekerjaan Sedang
Mahasiswa, pekerja toko, pekerja industri ringan,
petani (dengan bantuan mesin), buruh bangunan,
pekerjaan rumah tangga (tanpa menggunakan bantuan
mesin).
3) Pekerjaan Berat
Kuli angkat dan angkut, pekerja tambang, tukang
besi, petani tanpa mesin, tukang kayu (tanpa
menggunakan mesin), penari dan atlit.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Kerangka Pemikiran

Pekerjaan

- Usia - Aktivitas Fisik


Osteoarthritis
- Jenis Kelamin - Obesitas

Diagnosis

Klinis Radiologi

Anamnesis dan Foto Rontgen


Pemeriksaan Fisik

Skor Kellgren-
Lawrence
- Nyeri
- Kaku Sendi
- Krepitasi

Derajat
Osteoarthritis

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti

Gambar 2.3. Skema Kerangka Pemikiran


library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Hipotesis
Terdapat hubungan positif antara tingkat riwayat pekerjaan dengan
peningkatan derajat osteoarthritis pada wanita usia di atas 65 tahun.

Anda mungkin juga menyukai