Tesis: Universitas Sumatera Utara
Tesis: Universitas Sumatera Utara
TESIS
Oleh
NURHAYANI LUBIS
167032124
THESIS
By
NURHAYANI LUBIS
167032124
TESIS
Oleh
NURHAYANI LUBIS
167032124
Menyetujui
Komisi Pembimbing :
(Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S) (Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M)
Ketua Anggota
(Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D) (Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Nurhayani Lubis
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan
karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis
Sumatera Utara. Dalam penulisan tesis ini penulis mendapat bantuan, dukungan dan
bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung untuk itu
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
4. Destanul Aulia, S.K.M, M.B.A, M.Ec, Ph.D, selaku Sekretaris Program Studi S2
Sumatera Utara.
6. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M, selaku anggota pembimbing yang telah banyak
7. Prof. Zul Alfian, M.Sc dan Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D, selaku tim pembanding
yang telah bersedia menguji menjadikan tesis ini menjadi lebih baik lagi.
9. Terima kasih kepada suami tercinta Muhammad Karim, S.STP yang telah
memberikan dukungan penuh bagi penulis baik secara materil dan moril..
10. Secara khusus terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan atas
Lubis dan Ibunda Hj. Hirawita, yang selalu memberikan motivasi dan semangat
Lingkungan (Ibu Elvita, kakak kiki, kakak Rina, kakak Eva, kakak utet, kakak
12. Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan untuk itu
kritik dan saran yang mendukung sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis
tesis penulisan ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan kesehatan.
Nurhayani Lubis
167032124
Nurhayani Lubis, dilahirkan di Kota Medan, pada tanggal 29 Juni 1994. Anak
kelima dari delapan bersaudara, pasangan dari Ayahanda Hermansyah Lubis dan
Ibunda Hj. Hirawita, yang bertempat tinggal di Jalan Letda Sujono Gg. H. Ruslan
Medan pada tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis menyelesaikan Pendidikan dari
SMP N 17 Medan, pada tahun 2012 penulis menamatkan sekolah dari SMA Negeri 3
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2016 hingga saat
ini.
Halaman
ABSTRAK............................................................................................................. i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
DAFTAR ISTILAH .......................................................................................... xiii
Sampah Padat................................................................................................... 9
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sampah .....................................................10
Tinjauan Tentang Amonia ...............................................................................10
Karakteristik Amonia ......................................................................................10
Sumber Amonia 11
Dampak Gas Amonia terhadap Kesehatan .......................................................12
Dampak Amonia pada Pernafasan ...................................................................13
Dampak Amonia pada Kulit ............................................................................14
Dampak Amonia pada Mata ............................................................................15
Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) ...............................15
Konsep dan Definisi ........................................................................................15
Langkah-langkah 17
Identifikasi Bahaya (Hazard Identification).....................................................19
Analisis Pemaparan (Exposure Assessment) ....................................................20
Analisis Efek (Effect Assessment) ....................................................................22
Analisis Dosis Respon untuk Efek Non
Karsinogenik NH3 ..................................................23
Karakteristik Risiko (Risk Characterization) ...................................................23
Manajemen Risiko 24
Gas Amonia dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Udara ...................26
Kebiasaan Merokok .........................................................................27
BAB 5. PEMBAHASAN....................................................................................63
Kesimpulan ....................................................................................70
Saran..............................................................................................71
LAMPIRAN ........................................................................................................77
Hasil Analisa Chi Square Distribusi Konsentrasi NH3 dalam udara (C), Waktu
paparan (t), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Perilaku Merokok dengan
Gangguan ISPA di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Kota
Medan Tahun 2018 .........................................................................................56
1. Daftar Pertanyaan/Kuesioner....................................................................... 77
3. Output Spss................................................................................................. 80
MF : Modifying Factor
NO : No Observed
RQ : Risk Quotient
UF : Uncertainty Factor
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini permasalahan lingkungan merupakan bagian dari yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan kota-kota diseluruh dunia. Lebih dari 90% penduduk dunia
menghirup udara dengan kualitas buruk. Polusi udara dianggap sebagai salah satu
pembunuh terbesar, mencapai 6 juta orang per tahun. Terpaparnya polusi udara dalam
rumah menyebabkan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 12%
(WHO, 2016).
udara adalah yang disebabkan oleh timbunan sampah sehingga menghasilkan gas dari
timbunan sampah. Dampak atau risiko dari penanganan sampah yang kurang tepat
tahun ke tahun berdampak pada volume, karakteristik dan jenis sampah yang
sampah dan SDM kebersihan di Kota Medan dari tahun 1997-2018 mengalami
sebagian besar belum menerapkan pemilahan sampah. Hal ini menyebabkan sampah
yang terbuang di TPA 60-70% adalah materi organik yang mudah terurai (Dinas
Kebersihan, 2016).
Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan. Luas TPA Terjun
dengan luas areal 14 Ha. Setiap harinya TPA ini menampung rata-rata 1500 ton
sampah yang berasal dari sampah organik 77,3%, kertas 2,99%, plastik 8,85%, kayu
2,24%, karet 0,545%, logam 0,09%, sampah B3 (seperti cairan parit, endapan dari
Tingginya polusi lingkungan yang berasal dari timbunan sampah padat dan
masyarakat yang tinggal di TPA dan sekitarnya. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
sampah dengan sistem landfill akan menimbulkan bau busuk yang berasal dari
Hidrogen Sulfida (H2S), Ammonia (NH3), dan Metana (CH4). Bau ini akan menyebar
Tersedianya instalasi pengolahan gas amonia di TPA Terjun menyebakan gas amonia
pada tahun 2008 di TPA Terjun yang menunjukkan hasil konsentrasi gas NH3 yaitu
1,03 ppm di TPA Terjun lebih tinggi daripada konsentrasi H 2S (hidrogen sulfida)
ambien menunjukkan pada radius 300 meter telah meningkat konsentrasinya menjadi
1,73 ppm.
menyengat, bersifat korosif dan sangat toksik bahkan dalam konsentrasi rendah. Gas
amonia dapat tercium pada konsenterasi 0,003 ppm (Suharto, 2011). Amonia (NH 3)
merupakan suatu gas yang tidak berwarna dengan bau yang sangat tajam.Biasanya
senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bauamonia).
tetapi amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan jika
pertumbuhan dan malfungsi otak serta penurunan nilai darah. Amonia pada kadar 50
ppm dapat mengakibatkan iritasi pada mata dan hidung, iritasi tenggorokan, batuk,
nyeri dada hingga sesak nafas (Suharto, 2011). Pada kadar yang lebih tinggi lagi yaitu
2500 ppm-6500 ppm, gas amonia dapat menyebabkan iritasi hebat pada mata
(keraktitis), sesak nafas (dyspnea), nyeri dada, sembab paru, batuk darah, bronchitis
Penelitian yang dilakukan oleh Arif dan Delclos (2012), meneliti bahwa ada
hubungan antara paparan amonia secara inhalasi dengan gangguan pernafasan. Hal ini
sejalan dengan pendapat dari Rahman, dkk (2007) bahwa ada kaitannya antara
mengeluhkan batu-batuk, sesak nafas, dan nyeri dada serta banyak bau busuk dari
sampah di lokasi TPA Terjun. Sesak nafas dan nyeri dada merupakan salah satu
gejala penyakit yang berhubungan dengan jantung dan paru-paru (Soemantri, 2009).
ISPA dapat dibagi menjadi empat garis besar yaitu faktor pencemaran, karakteristik
individu seperti umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Selanjutnya perilaku
pekerja yaitu seperti merokok atau penggunaan masker, faktor lingkungan meliputi
suhu, kelembapan curah hujan dan kecepatan serta arah angin (Sormin, 2012).
ISPA diketahui dapat menyerang segala jenis umur, ISPA akan sangat
berisiko pada bayi berumur kurang dari 1 tahun, kemudian risiko tersebut akan
menurun pada kelompok umur 15-24 tahun. Setelah itu, risiko ISPA akan terus
meningkat ketika berumur 24 tahun keatas. Semakin tua umur seseorang, maka
semakin rentan terkena ISPA karena terjadi degenerasi otot-otot pernapasan dan
menurun untuk menghirup udara. Semakin tua umur seseorang, semakin banyak
tahan tubuh yang rendah, dan pajanan debu sebagai hasil dari penghirup debu sehari-
hari juga mempengaruhi untuk menyebabkan ISPA pada orang dengan umur yang
Risiko terjadinya ISPA dapat meningkat sebaanyak 2,2 kali akibat kebiasaan
merokok. Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun yang dapat
menimbulkan efek iritasi pada saluran pernapasan. Kemampuan bulu getar (silia)
yang berguna untuk menyaring benda asing telah berkurang sehingga debu
perokok dan debu merupakan faktor risiko bersinergi sehingga perokok lebih berisiko
mengidap ISPA. Asap rokok merupakan zat iritan yang dapat menyebabkan infeksi
Data dari Puskesmas Terjun Kota Medan menyebutkan ISPA termasuk dalam
salah satu masalah 10 besar penyakit di wilayah kerja Puskesmas Terjun. Infeksi
Saluraran pernafasan merupakan salah satu penyakit yang diderita oleh banyak
pemulung di TPA Terjun (Puskesmas Terjun, 2016). Hasil pengumpulan data pada
gangguan saluran pernafasan. Hal ini disebabkan dengan tingginya pencemaran udara
yang berasal dari TPA Terjun. Gambaran masyarakat yang tinggal didaerah ini
sehingga dalam ketidakmampuan, mereka harus tetap tinggal didaerah yang rentan
perokok aktif.
pemulung (60%) telah mengalami gangguan fungsi paru dimana 3 orang (8,6%)
Pekerjaan seperti memulung yang sering terpapar oleh sampah dan tidak
menggunakan alat pelindung diri seperti masker dan kondisi TPA Sampah Terjun
merupakan salah satu yang dapat meningkatkan risiko pemulung terkena penyakit
gangguan saluran pernafasan. Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk
Amonia (NH3) dengan Gangguan Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disekitar TPA
Rumusan Masalah
sampah pada masyarakat di Kota Medan yang sebagian besar belum menerapkan
pemilahan sampah. Hal ini menyebabkan sampah yang terbuang di TPA 60-70%
merupakan sampah organik yang mudah terdekomposisi yang menghasilkan gas salah
terhadap terjadinya ISPA pada masyarakat di TPA Terjun. Hal ini diketahui bahwa
dari 30 responden saat survei pendahuluan terdapat 66,7% (21 orang) mengalami
tersebut perlu dilakukan analisis risiko kesehatan lingkungan paparan gas amonia
(NH3) dengan gangguan saluran pernafasan akut (ISPA) disekitar TPA Terjun.
Tujuan Penelitian
gas amonia (konsentrasi gas amonia di udara, laju asupan, durasi paparan, frekuensi
Manfaat Penelitian
TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan yang memiliki risiko akibat paparan
kesehatan lingkungan.
4. Bagi Masyarakat
TINJAUAN PUSTAKA
Sampah Padat
yang terjadi karena berhubungan dengan aktivitas manusia yang tidak dipakai lagi,
tidak disenangi dan dibuang dengan cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal
dari tubuh manusia. Sampah padat merupakan salah satu entuk limbah yang terdapat
sarana layanan masyarakat milik pemerintah, industri berat dan ringan (Chandra,
2007).
terbagi atas: 1. Zat organik, 2. Zat anorganik. Sedangkan, berdasarkan dapat atau
baiksecara aerobik dan aerobik. Jika kadar oksigen cukup, maka penguraian
berlangsung secara aero, sehingga akan terbentuk gas-gas H2S, C02, NH3, PO4, dan
SO4. Jika kadar oksigen rendah, maka penguraian sampah akan berlangsung secara
anaerob sehingga akan dihasilkan gas-gas NH3, CH4 danH2S yang berbau tidak enak
(Suriawaria, 1985).
adalah kelembaban dan suhu. Hal inilah mengakibatkan jika pada musim hujan
Sampah dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat baik
kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Slamet (2009), ada beberapa faktor penting
1. Jumlah Penduduk
Semakin banyak jumlah penduduk, maka semakin banyak jumlah sampah yang
penduduk.
jumlah per kapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnyapun semakin banyak
3. Kemajuan Teknologi
pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk
Karakteristik Amonia
Amonia (NH3) merupakan gas yang tidak berwarna dengan titik didih -330C.
Gas amonia lebih ringan dibandingkan udara, dengan densitas kira-kira 0,6 kali
densitas udara pada suhu yang sama. Bau yang tajam dari amonia dapat dideteksi
pada konsentrasi yang rendah 1-5 ppm (Brigden dan Stringer, 2000).
Amonia sangat beracun bagi hampir semua organisme. Pada manusia, risiko
diantaranya iritasi pada kulit, mata dan saluran pernafasan. Pada tingkat yang sangat
tinggi, penghirupan uap amonia sangat bersifat fatal. Jika terlarut di perairan akan
Sumber Amonia
Sumber utama gas amonia adalah industri kimia, kilang minyak, tungku batu
bara, kandang ternak, dan pembakaran bahan bakar (Chand, 2004). Amonia di
atmosfer berasal dari berbagai sumber, antara lain berasal dari dekomposisi kotoran,
industri pembuatan pupuk, dan penggunaan pupuk. Dari sumber tersebut amonia
ditemukan di udara, tanah, dan air. Amonia ditemukan berbentu gas di dekat lokasi
2004).
berbentu gas di dekat lokasi limbah industri, di larutan air kolam atau badan air 2
dekat limbah, dan amonia juga ditemukan melekat pada partikel tanah di area
Kadar amonia yang tinggi atau diatas 50 ppm dapat mengakibatkan iritasi
pada mata dan hidung, iritasi tenggorokan, batuk, nyeri dada hingga sesak nafas.
(EPA, 2016). Pekerja dapat terpapar amonia dengan cara terhirup gas ataupun
uapnya, tertelan ataupun kontak dengan kulit, pada umumnya adalah melalui
pernafasan (dihirup). Amonia dalam bentuk gas sangat ringan, lebih ringan dari udara
sehingga dapat naik, dalam bentuk uap, lebih berat dari udara, sehingga tetap berada
di bawah. Gejala yang ditimbulkan akibat terpapar dengan amonia tergantung pada
jalan terpaparnya, dosis, dan lama pemaparannya. Gejala-gejala yang dialami dapat
berupa mata berair dan gatal, hidung iritasi, gatal dan sesak, iritasi tenggorokan,
kerongkongan, dan jalan pernafasan terasa panas dan kering, batuk-batuk. Pada dosis
Efek merugikan yang paling penting dari paparan berlebihan amonia pada
manusia disebabkan oleh sifat iritasi dan korosifnya. Paparan gas amonia
dalam cairan yang ada di dalam kulit, selaput lendir, dan mata (ASTDR, 2004).
Amonia merupakan zat iritan pada saluran pernapasan atas manusia. Eksposur
berulang. Paparan pada konsentrasi udara 250 ppm dapat tertahankan bagi
kebanyakan orang selama 30-60 menit. Paparan akut pada tingkat yang lebih tinggi
(500 ppm) telah terbukti meningkatkan volume pernapasan per menit (Roney, 2011).
amonium atau konsentrasi tinggi dari gas amonia dapat mengakibatkan luka
bakarpada nasofaring dan trakea, obstruksi jalan napas dan gangguan pernapasan,
bronkiolus dan edema alveolar. Uap amonia mudah larut dalam kelenjar yang ada
pada kulit, mata, orofaring dan paru-paru membentuk amonium hidroksida yang
yang rendah pada fungsi paru dan menimbulkan sensitivitas bau pada pekerja di
beberapa pabrik, namun studi pada petani yang terkena amonia dan polutan lainnya di
atau sesak napas) dan atau penurunan parameter fungsi paru-paru (ASTDR, 2004).
Kulit sangat sensitif terhadap amonia di udara atau amonia yang dilarutkan
dalam air. Kerusakan topikal yang mungkin disebabkan oleh amonia terutama karena
reaktivitas dan sifat iritannya. Kelarutan amonia dalam air yang tinggi
memungkinkan untuk larut pada permukaandalam air tersebut, bereaksi dengan zat
lemak, kemudian diserap ke dalam lapisan yang lebih dalam, dan menimbulkan
kerusakan yang luas. Tingkat keparahan kerusakan sebanding dengan konsentrasi dan
lamanya paparan; pembilasan dengan air segera dapat meredakan kontak atau
Tidak seperti luka bakar dari bahan bersifat korosif, yang menyebabkan
pencairan dari jaringan dan penetrasi lebih dalam. Luka bakar dapat berakibat cukup
kebanyakan paparan amonia pada pekerjaan, produk rumah tangga yang mengandung
Efek pada mata manusia setelah paparan gas amonia meningkat sesuai dengan
keparahan dengan dosis dan durasi. Dengan gejala sebagai berikut: mata meradang,
(Latenser, 2000).
Amonia sedikit menganggu untuk mata manusia dalam paparan singkat pada
konsentrasi 100 ppm, dan segera mengiritasi mata dan tenggorokan pada konsentrasi
698 ppm. Paparan konsentrasi pada 250 ppm masih dapat tertahankan bagi
sistem, atau (sub) populasi yang disebabkan oleh pajanan suatu agen dalam jumlah
dan dengan jalur pajanan tertentu. Risiko kesehatan adalah dampak negatif yang
memperkirakan risiko pada suatu organisme sasaran, sistem atau populasi, termasuk
agent tertentu, dengan memperhatikan karakteristik yang melekat pada agent yang
menjadi menjadi perhatian dan karakteristik sistem sasaran yang spesifik. Risiko itu
sendiri didefenisikan sebagai probabilitas suatu efek yang merugikan pada suatu
organisme, sistem atau populasi yang disebabkan oleh pemaparan suatu agent dalam
manusia yang disebabkan oleh paparan bahaya lingkungan. Bahaya adalah sifat yang
melekat pada suatu risk agent atau situasi yang memiliki potensi menimbulkan efek
merugikan jika suatu organisme, sistem atau populasi terpapar oleh risk agent itu.
Bahaya lingkungan terdiri dari tiga risk agent yaitu chemical agents (bahan-bahan
kimia), physical agents (energi berbahaya dan biological agents (makhluk hidup atau
organisme). Analisis risiko bisa dilakukan untuk pemaparan bahaya lingkungan yang
telah lampau (post exposure), dengan efek yang merugikan sudah atau belum terjadi,
bisa juga dilakukan sebagai suatu prediksi risiko untuk pemaparan yang akan datang
(Rahman, 2005).
kesehatan manusia yang disebabkan oleh pajanan bahaya lingkungan. Analisis dapat
sudah atau belum terjadi. Dengan efek merugikan yang sudah atau belum terjadi.
Hasil dari analisis risiko ini sangat bermanfaat terutama bagi para pengambil
keputusan untuk melakukan manajemen pengendalian risiko kesehatan yang ada atau
Langkah-Langkah
(1998) dan Kolluru (1996) menggambarkan analisis risiko kesehatan terdiri dari 4
negara. Gambar 2.1 merupakan draft harmonisasi IPCS (2004), sebagai rangkuman
Pada dasarnya model yang telah diharmonisasikan ini terdiri dari empat
langkah, sebagaimana model yang telah digambarkan oleh Louvar (1998) dan Koluru
Identifikasi Bahaya
Identifikasi Sumber
Karakteristik Risiko
Manajemen Risiko
Komunikasi Risiko
peristiwa yang menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan tertentu
meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan
tertentu meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum. Kasus-kasus muncul
karena dua masalah utama, yaitu indikasi pencemaran atau indikasi gangguan
datadan informasi ilmiah sebagai basis untuk menilai keberadaan masalah lingkungan
untuk merumuskan masalah. Keberadaan risk agent dapat disimpulkan dari gangguan
yang melekat dalam risk agent serta efek yang merugikan kesehatan (Louvar, 1998).
Efek-efek ini bisa diketahui dari studi-studi pada populasi manusia berupa human
epidemiology, baik disain eksperimental seperti clinical trial atau community trial
studi toksikologi berbasis hewan (uji hayati atau bioassay), studitoksikologi in-vitro,
atau studi hubungan struktur dengan keaktifan biologis. Respon tubuh terhadap
Pajanan jangka pendek dengan konsentrasi bahan kimia yang rendah boleh jadi tidak
menimbulkan efek nyata tetapi bila jangka waktu pajanannya lama maka bahan kimia
tersebut dapat menimbulkan bahaya. Dalam studi-studi ini bisa jadi diperoleh banyak
efek, namun yang dapat digunakan untuk mengenal bahaya adalah efek-efek yang
ketidakpastian (BPOM RI, 2011). Oleh karena itu pengukuran konsentrasi pemaparan
bahaya. Pemaparan adalah penghubung antara bahaya dan risiko. Pemaparan dapat
terjadi karena risk agent terhirup dalam udara, tertelan bersama air atau makanan,
terserap melalui kulit atau kontak langsung dalam kasus radiasi (Kolluru, 1996).
yang diterima seseorang. Jalur intake (asupan) agen risiko harus diketahui dahulu
melalui analisis pajanan ini antara lain jalur masuk melalui ingesti (saluran
pencernaan), melalui jalur inhalasi atau pernapasan maupun melalui air. Selain itu
Intake (asupan) adalah jumlah asupan yang diterima individu per berat
C x R x t x F x Dt
I
W x tavg
dimana:
I = asupan (intake), jumlah risk agent yang masuk ke dalam tubuh manusia per
(mg/L)
tavg = periode waktu rata-rata untuk efen non karsinogenik 30 tahun x 365
berbagai jalur pajanan sering diintegrasikan untuk menetapkan Asupan Harian Total
Menurut (BPOM RI, 2011) analisis efek adalah perkiraan hubungan antara
dosis atau tingkat paparan pada suatu organisme, dengan insidensi dan tingkat efek
Hubungan dosis-respon yang berbeda dapat diamati pada bahan yang sama,
karena efek toksik yang dipengaruhi oleh jumlah asupan bahan kimia atau dosis yang
diabsorbsi, frekuensi paparan dan waktu. Pada analisis risiko kesehatan manusia,
risiko yang dikaji hanya terpusat pada manusia. Oleh karena itu ketidakpastian dalam
analisis risiko manusia hanya terbatas pada variasi jalur paparan dan perbedaan
sensitivitas setiap individu (BPOM RI, 2011). Sehingga konsep risiko mengandung
bukan konsentrasi yang acceptable melainkan hanya acuan saja, jika dosis yang
diterima manusia melebihi RfC maka probalitas mendapatkan risiko juga bertambah
(Rahman, 2005).
Dosis-respon atau efek dosis suatu zat toksik menunjukkan tingkat toksisitas
zat tersebut dan dinyatakan sebagai: 1) Tingkat paparan paling tinggi yang efek
biologinya tidak teramati (NOAEL). 2) Tingkat paparan paling rendah yang efek
efektif, seperti iritasi mata atau saluran pernafasan. 4) Luka permanen. 5) Efek
(Kolluru, 1996).
NOAEL
RfC
UF x MF
Analisis Dosis Respon untuk Efek Non Karsinogen NH3
Tahap analisis risiko ini menyangkut identifikasi jenis efek merugikan yang
berhubungan dengan pajanan zat toksik yang telah diidentifikasi juga menyangkut
hubungan besar pajanan dengan efek yang merugikan. Tujuan analisis dosis respon
adalah untuk menduga apakah risk agent yang terpilih berpotensi menimbulkan efek
yang merugikan pada populasi yang berisiko. Tujuan lainnya adalah untuk membuat
kesehatan. Analisis dosis respon merupakan satu kesatuan dengan analisis pajanan).
Konsentrasi acuan (RfC) ditentukan berdasarkan infomasi studi tikus percobaan yang
tepapar NH3 secara inhalasi sehingga timbul penyakit subkronis seperti perubahan
suara tikus menjadi sengau dan radang pada mukosa penciuman tikus. Nilai RfC NH 3
untuk yang terdaftar di EPA-IRIS adalah 0,5 mg/m³. Asal- usul RfC didasarkan pada
Karakteristik risiko adalah perkiraan suatu risiko yang merugikan yang dapat
terjadi pada manusia akibat dari pajanan yang dinyatakan dengan Risk Quotient (RQ).
analisis pajanan.
risiko. Asupan manusia (intake) dibandingkan dengan konsentrasi acuan (RfC). Rasio
antara asupan dengan RfC dikenal dengan bilangan risiko (Risk Quetients), disingkat
besar pula kemungkinan risiko itu terjadi. Dan sebaliknya jika nilai RQ kurang 1,
maka semakin kecil kemungkinan risiko kesehatan itu terjadi (Kolluru, 1996).
m3
Intake / hari
Risk Quotients (R) kg
m3
RfC / RfD kg / hari
Apabila RQ < 1 menunjukkan indikasi tidak adanya kemungkinan terjadinya
risiko efek yang merugikan, tetapi segala kondisi tetap dipertahankan sehingga nilai
kemungkinan terjadinya risiko efek yang merugikan yang juga berarti semakin besar
pajanan risk agent berakibat semakin besar menimbulkan risiko kesehatan sehingga
Manajemen Risiko
pada informasi tentang risiko kesehatan yang diperoleh melalui suatu analisis risiko,
oleh paparan zat toksik. Hasil dari karakterisasi risiko kemudian digunakan untuk
sedemikian rupa sehingga intake suatu risk agent sama dengan RfC-nya. Caranya
adalah dengan mengurangi masa paparan atau waktu kontak atau konsentrasinya.
Salah satu bentuk pengendalian secara administratif atau legal adalah penetapan
standar kualitas atau Baku Mutu Lingkungan (BML). Dalam pengendalian secara
saat tersebut. Hirarki yang disarankan dalam pengendalian secara umum adalah:
kesehatan, atau menurunkan tingkat pajanan sampai pada tingkat yang dapat
diterima (acceptablelevel).
Pada kasus pajanan kimia maka hirarki yang disarankan adalah: substitusi bahan
yang berbahaya dengan yang tidak atau kurang berbahaya, pengendalian teknik
kesehatan. Tujuan utama pendidikan dan latihan ini adalah agar pekerja:
a. Mengerti, paling tidak pada tingkat dasar, bahaya kesehatan yang terdapat di
lingkungan masyarakat
b. Mempunyai kebiasaan sehat dan selamat serta hygiene perorangan yang baik
mungkin.
langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud efek langsung adalah efek yang
disebabkan karena kontak yang langsung dengan limbah tersebut. Misalnya, limbah
terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif, dan secara anaerobik apabila
oksigen telah habis. Dekomposisi anaerobik akan meng hasilkan gas H2S, N2, H2dan
disekitarnya. NH3 ini bersifat racun bagi tubuh juga berbau sehingga secara estetis
tidak dapat diterima. Jadi penumpukan limbah yang membusuk tidak dapat
dibenarkan.
Kebiasan Merokok
Kemampuan bulu getar (silia) yang berguna untuk menyaring benda asing telah
berkurang sehingga debu lebih mudah masuk ke paru-paru. Interaksi antara perokok
dan debu merupakan faktor risiko bersinergi sehingga perokok lebih berisiko
mengidap ISPA. Asap rokok merupakan zat iritan yang dapat menyebabkan infeksi
pada saluran pernapasan. Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun yang
mereka yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama
perokok ringan (1-10 batang/ hari), (b) perokok sedang (11-20 batang/hari), (c)
Landasan Teori
1. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya dilakukan terhadap kandungan NH3 dalam udara yang dihirup
2. Analisis Dosis-Respon
Concentration, RfC) untuk paparan asam sulfida secara inhalasi adalah 0,5mg/m³.
3. Analisis Paparan
4. Karakteristik Risiko
konsentrasi acuan (RfC). Tingkat risiko dinyatakan dengan bilangan risiko (Risk
semakin kecil kemungkinan risiko kesehatan itu untuk terjadi (Kolluru, 1996).
disusunlah suatu kerangka teori yang akan meringkas semua hal-hal yang
berkaitan dengan NH3 dalam analisis risiko. Kerangka teori yang disajikan
maka disusun suatu kerangka teori yang merupakan modifikasi hasil ringkasan dari
IPCS 2004, ATSDR 2004 dan Louvar 1998 yang dianalisis mulai dari sumber,
Antropometri
1. Berat Badan
Perilaku Individu
1. Merokok
Hipotesis Penelitian
polaaktivitas (waktu paparan harian, durasi paparan), antropometri (berat badan), dan
merokok dengan gangguan infeksi saluran pernafasan akut pada masyarakat yang
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
risiko dengan gangguan infeksi saluran pernafasan yang dijadikan sebagai variabel
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah pemukiman penduduk yang ada disekitar lokasi
Alasan pemilihan lokasi berdasarkan: (1) Belum pernah dilakukan penelitian Analisis
gas amonia pada radius 100 meter yaitu 1,03 sehingga estimasi pada radius 0 meter
dari TPA akan mengalami peningkatan konsentrasi, (3) Banyaknya keberadaan rumah
disekitaran penduduk di TPA Terjun, (4) Data dari Puskesmas Terjun menempatkan
Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada saat pengajuan judul, konsultasi dengan pembimbing,
berlangsung selama 6 bulan, mulai dari bulan November 2017 sampai April 2018.
Populasi
A. Populasi Subyek
Pada penelitian ini yang dijadikan sebagai subjek adalah masyarakat yang
tinggal di TPA dengan radius 0 meter, 100 meter, 200 meter, 300 meter di TPA
B. Populasi Obyek
Pada penelitian ini obyek yang digunakan adalah ambien udara yang ada di
TPA Terjun pada 4 titik yaitu 0 meter, 100 meter, 200 meter, 300 meterdi TPA
Sampel
Kriteria Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pemulung yang berusia ≥18 tahun yang
tinggal di TPA Terjun dan telah bermukim minimal 3 tahun. Kriteria tersebut
Kriteria Inklusi:
Pada consecutive sampling, semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria
paling baik, dan sering merupakan cara termudah. Sebagian besar penelitian klinis
kesempatan yang sama untuk dilakukan penelitian yang memenuhi kriteria inklusi
sampel untuk penelitian dapat ditentukan dengan menggunakan rumus uji hipotesis
yaitu:
Z P (1 P )
Zβ Pos (1 P )
2
n α o o a
Po Pa
dimana:
Po = 66,7%
Pa = 10%
Maka dari itu hasil survei pendahuluan akan disubstitusikan ke persamaan berikut:
n
1,96 0,67 (1 0,67) 0,842 0,10 (1 0,10)
2
0,67 0,10
Dengan demikian jumlah sampel minimal dalam penelitian ini diperlukan
Besar sampel obyek yang diukur pada lokasi TPA Sampah Terjun pada 4 titik
yaitu 0 meter, 100 meter, 200 meter, 300 meter ke arah Timur.
Amonia dari udara ambien yang telah diserap oleh larutan penjerap asam
sulfat, akan membentuk amonium sulfat. Kemudian direaksikan dengan fenol dan
yangberwarna biru. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan menggunakan
Bahan
Larutan Penjerap
kurang lebih 200 mL air suling dingin yang diletakkan dalam penangas air es.
eksotermis).
Larutkan 2 gram natrium nitroprusida ke dalam labu ukur 100 mL dengan air
1. Larutkan 270 g NaOH dalam gelas piala 1000 mL yang telah terisi kurang
lebih 500 mL air suling dingin yang diletakkan dalam penangas air es,
Buat larutan NaOCl 3,7% dari larutan natrium hipoklorit yang tersedia di
pasaran (5%-6%).
2. Encerkan larutan tersebut dengan air suling dan tepatkan sampai tanda tera
kemudian homogenkan.
2. encerkan larutan dalam labu ukur tersebut diatas dengan metanol hingga
nitroprusid 2% ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan larutan tersebut dengan air
Larutan Penyangga
piala gelas 2000 mL kemudian encerkan dengan air suling hingga 1000 mL kemudian
homogenkan.
1. Larutkan 3,18 gram NH4Cl (yang telah dikeringkan pada suhu 1050C
selama 1 jam) dengan air suling ke dalam labu ukur 1000 mL kemudian
Pipet 1 mL larutan induk amonia ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan
Peralatan
2. Prefilter
5. Pipet mikro 1 mL
8. Tabung uji 25 mL
9. Spektrofotometer
11. Buret 50 mL
14. Desikator
15. Oven
16. Termometer
17. Barometer
amonia masing-masing 0,0 mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 1,0 mL dan1,5 mL,
4. Tambahkan air suling ke dalam taung uji sampai tanda tera, lalu homogenkan
3. Masukkan larutan contoh uji ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, lalu
4. Baca serapan contoh uji kemudian hitung jumlah NH3 yang diperoleh dari
kurva kalibrasi.
1. Data konsentrasi amonia dalam udara ambien yang diukur pada TPA Sampah
Terjun yang diambil pada 4 titik yaitu 0 meter, 100 meter, 200 meter, dan 300
meter ke arah Timur. Pengukuran konsentrasi gas amonia di TPA Terjun dimulai
pada saat jam 14:00 hal ini berdasarkan peningkatan jumlah pekerja yang mencari
Untuk mendapatkan kualitas lingkungan pada periode waktu tertentu, maka harus
dilakukan pengambilan sampel lebih dari sekali pada lokasi dan titik pengambilan
Prosedur sampling yang dilakukan dalam penilitian ini yaitu setiap interval
larutan penyerap. Impinger dan erlenmeyer basah tertutup yang berisi serat
disambungkan pada flowmeter dan pompa vakum dengan kecepatan 1-2 menit.
untuk menghitung asupan amonia dalam udara yang masuk ke tubuh manusia
melalui jalur inhalasi dan akan dihubungkan dengan penyakit ISPA pada
responden.
Variabel
Definisi Operasional
Berdasarkan Azrul Azwar, dkk (2003) data yang telah diambil pada saat
memastikan bahwa data yang telah diperoleh telah terisi, konsisten, relevan, serta
2. Coding
kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah
3. Entry
Data yang telah diolah telah dibersihkan kemudian masukkan kedalam program
5. Penyajian data/laporan
Data dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi sesuai
menghitung asupan (intake), untuk mengetahui tingkat risk agent (RQ) terhadap
risk agent dalam udara, laju asupan paparan, frekuensi tahunan, durasi paparan dalam
C x R x t x f x Dt
I
Wb x tavg
dimana:
C = konsentrasi risk agents, mg/M3 untuk medium udara, mg/L untuk airminum,
R = laju asupan atau konsumsi, 0,83 M3/jam untuk inhalasi orang dewasa, L/hari
Dt = durasi pajanan, tahun (real time atau proyeksi, 30 tahun untuk nilai default
residensial)
Wb = berat badan, kg
tavg = periode waktu rata-rata (Dt x 365 hari/tahun untuk zat nonkarsinogen, 70
Untuk mengetahui tingkat risiko kesehatan yang akan terjadi dari masing-masing
mg
kg
Intake
hari
Risk Quotients (RQ)
RfC
Hasil perhitungan RQ dapat menunjukkan tingkat risiko kesehatan masyarakat
tersebut aman dari risiko kesehatan oleh NH3. Bila, RQ > 1 menunjukkan paparan
berada di atas atas normal dan penduduk yang menghirup udara tersebut memiliki
1. Analisis Univariat
variabel. Dalam analisis ini digunakan convidence interval (CI) 95%. Variabelnya
dengan data numerik adalah: konsentrasi amonia, waktu paparan, durasi paparan,
2. Analisis Bivariat
3. Analisis Multivariat
asupan, pola aktivitas, antropometri, dan perilaku individu dengan variabel yang
HASIL PENELITIAN
berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah Utara, Selatan dan
dijadikan salah satu Kecamatan Perwakilan di Kota Medan yaitu Pemekaran dari
Marelan.
(tujuh) Kelurahan Persiapan di Kota Medan, salah satunya adalah Kelurahan Paya
Pasir yang merupakan pemekaran dari Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan
3. Kelurahan Terjun
berada di Bagian Utara Kota Medan dan memiliki batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Deli Kota Medan dan
Serdang.
4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Belawan Kota Medan dan
Adapun luas wilayahnya sekitar 4.447 Ha atau 44,47 Km2 dengan Jarak
memiliki wilayah yang terluas yaitu sebesar 16,05 Km2 atau 1.605 Ha sedangkan
Kelurahan Tanah Enam Ratus mempunyai luas yang terkecil yakni 3,42 Km2 atau
Jumlah
No Kelurahan Luas (Km2)
Lingkungan
1. Tanah Enam Ratus 3,42 11
2. Rengas Pulau 10,50 35
3. Terjun 16,05 22
4. Paya Pasir 10,00 9
5. Labuhan Deli 4,50 11
Kecamatan Medan Marelan 44,47 88
Sumber : Data Profil Kecamatan Medan Marelan Tahun 2017
penduduk laki-laki 75.803 jiwa dan penduduk perempuan 72.890 jiwa. Penelitian ini
Luas wilayah keluarahan Terjun adalah 16,05 km2 yang terdiri lahan
pemukiman dan perumahan, lahan bangunan, ladang, kolam ikan serta kebun. Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun terdapat di kelurahan Terjun dengan luas
areal 14 Ha.
Januari 1994 dengan menggunakan open dumping. Jumlah sampah dari kota Medan
yang dibuang ke TPA Terjun sekitar 1500 m2 sampah per hari. Dalam rangka
sampah. Upaya yang telah dilakukan adalah daur ulang dengan memanfaatkan
penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan jumlah kasus sebanyak
2.884 berada di urutan pertama dari sepuluh penyakit terbesar di puskesmas selama
Analisis Risiko
yang diterima individu sebagai asupan atau intake (I), yang dihitung dengan
persamaan :
C x R x t x f x Dt
I=
Wb x t 𝑎𝑣𝑔
Keterangan :
I = asupan (intake), jumlah risk agent yang masuk kedalam tubuh manusia
(mg/kg x hari)
t avg = periode waktu rata-rata (30 tahun x 365 hari/tahun untuk zat non
dari hasil kuesioner serta nilai R, f, t avg (periode waktu rata-rata) didapat dari
referensi. Nilai t avg untuk zat non karsinogen dengan frekuensi paparan (f) 365
sebagai berikut :
setiap hari bekerja di lokasi penelitian (TPA Terjun) mulai pukul 07.00 sampai 17.00
wib dengan istirahat 1 jam pada saat makan siang, responden memiliki berat badan
(Wb) = 50 kg. Responden tersebut telah tinggal (Dt) = 15 tahun dengan frekuensi
paparan setahun (f) = 365 hari/tahun, nilai t avg untuk zat non karsinogen adalah =
10.950 hari dan bila berada di lokasi maka, responden setiap hari menghirup udara
bau yang mengandung amonia dengan konsentrasi (C) = 1200 mg/m3 dan laju asupan
pemaparan(intake) dengan nilai dosis acuan (RfC) yang dikenal dengan bilangan
95,50 mg/kg/hari
Risk Question (RQ) 191
0,5 mg/kg/hari
paparan (Dt), waktu paparan (t), berat badan (Wb), risk Quotient (RQ) tidak
memenuhi asumsi distribusi normal, karena uji Shapiro Wilk menunjukkan nilai p <
0,05. Oleh karena itu dalam penelitian ini seluruh variabel numerik diubah menjadi
kategorik.
Karakteristik Jumlah %
Umur
> 40 tahun 23 57,5
≤40 tahun 17 42,5
Jenis Kelamin
Laki-Laki 34 85,0
Perempuan 6 15,0
Pendidikan
Tidak Tamat SD 7 17,5
SD 10 25,0
SMP 19 47,5
SMA 4 10,0
yang berumur > 40 tahun sebanyak 23 orang (57,5%) dan untuk responden yang
berumur ≤40 tahun sebanyak 17 orang (42,5%). Dalam penelitian ini responden yang
orang (17,5%). Responden yang berada pada penelitian ini dari 40 orang sebanyak 7
orang (17,5%) mengenyam pendidikan tidak tamat SD, tamat SD sebanyak 10 orang
(25,0 %), tamat SMP sebanyak 19 orang (47,5%) dan tamat SMA sebanyak 4 orang
(10,0%).
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Konsentrasi NH3 pada 4 (empat ) Titik Radius 0
Meter, 100 Meter, 200 Meter, 300 Meter
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat dari 4 (empat) titik pengukuran pada 0
meter sudah melebihi nilai ambang batas, sedangkan 100 meter, 200 meter, dan 300
meter belum memiliki nilai ambang batas sesuai Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan. Hal ini
badan dan perilaku merokok pada masyarakat yang berada di sekitar TPA Terjun
Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan disajikan pada tabel 4.3 dibawah ini :
Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data
untuk waktu paparan tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah median.
Nilai tengah (median) waktu paparan di lokasi penelitian adalah 14 hari dengan
Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data
Nilai tengah (median) durasi paparan di lokasi penelitian adalah 8 tahun dengan
simpangan baku 4,224. Durasi paparan terendah adalah 1 tahun dan tertinggi 17
tahun.
Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data
untuk berat badan tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah median.
Nilai tengah (median) berat badan di lokasi penelitian adalah 72 kg tahun dengan
simpangan baku 8,518. Berat badan terendah adalah 47 kg dan tertinggi 82 mencapai
kg.
Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data
untuk perilaku merokok tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah
median. Jumlah responden yang merokok dari 40 orang tedapat sebanyak 32 orang
Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data
untuk besar risiko tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah median.
Nilai tengah (median) besar risiko di lokasi penelitian adalah 44,108 dengan
Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data
untuk gangguan ISPA tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah median.
dilakukan dengan uji Chi Square, karema varabel-variabel yang diuji baik variabel
menghirup udara NH3 > 2 ppm sebanyak 10 orang (100%) yang mengalami ISPA.
Sedangkan dari 30 responden yang menghirup udara NH3 ≤ 2 ppm terdapat 22 orang
(73,3%) yang mengalami ISPA. Secara statistik dibuktikan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara konsentrasi NH3 dengan kejadian ISPA pada masyarakat di
bahwa responden yang menghirup udara > 2 ppm memiliki peluang terjadinya
gangguan infeksi saluran pernafasan akut 4 kali lebih besar dibandingkan responden
Pada Tabel 4.6 juga menunjukkan bahwa dari 25 responden yang menghirup
udara NH3 dengan waktu paparan > 8 jam/hari sebanyak 24 orang (96,0%)
mengalami gangguan ISPA dan 1 orang (4,0%) tidak mengalam ISPA. Sedangkan
dari 15 responden yang menghirup udara NH3 dengan waktu paparan ≤ 8 jam/hari
terdapat 8 orang (53,3%) yang mengalami ISPA dan 7 orang (46,6%) yang tidak
mengalami ISPA. Secara statistik dibuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara waktu paparan (t) dengan kejadian ISPA pada masyarakat di TPA Terjun
responden yang menghirup udara dengan paparan > 8 jam/hari memiliki peluang
terjadinya gangguan infeksi saluran pernafasan akut 21 kali lebih besar dibandingkan
menghirup udara NH3 dengan durasi paparan > 9 tahun sebanyak 25 orang (89,3%)
mengalami gangguan ISPA dan 3 orang (10,7%) tidak mengalam ISPA. Sedangkan
dari 12 responden yang menghirup udara NH3 dengan durasi paparan ≤ 9 tahun
terdapat 7 orang (80,0%) yang mengalami ISPA dan 5 orang (20,0%) yang tidak
mengalami ISPA. Secara statistik dibuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara durasi paparan (Dt) dengan kejadian ISPA pada masyarakat di TPA Terjun
responden yang menghirup udara dengan paparan > 9 tahun memiliki peluang
terjadinya gangguan infeksi saluran pernafasan akut 6 kali lebih besar dibandingkan
menghirup udara NH3 dengan berat badan (Wb) > 76 kg sebanyak 15 orang (93,8%)
mengalami gangguan ISPA dan 1 orang (6,3%) tidak mengalam ISPA. Sedangkan
dari 24 responden yang menghirup udara NH3 dengan dengan berat badan (Wb) ≤76
kg terdapat 17 orang (70,8%) yang mengalami ISPA dan 7 orang (29,2%) yang tidak
mengalami ISPA. Secara statistik dibuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara durasi paparan (Dt) dengan kejadian ISPA pada masyarakat di TPA Terjun
responden yang menghirup udara dengan berat badan > 55 kg memiliki peluang
terjadinya gangguan infeksi saluran pernafasan akut 6 kali lebih besar dibandingkan
responden responden yang menghirup udara NH3 dengan berat badan (Wb) ≤ 55 kg.
menghirup udara NH3 dengan responden yang merokok sebanyak 31 orang (88,6%)
mengalami gangguan ISPA dan 4 orang (11,4%) tidak mengalam ISPA. Sedangkan
dari 5 responden yang menghirup udara NH3 dengan responden yang tidak merokok
terdapat 1 orang (20,0%) yang mengalami ISPA dan 4 orang (80,0%) yang tidak
mengalami ISPA. Secara statistik dibuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara perilaku merokok dengan kejadian ISPA pada masyarakat di TPA Terjun
pernafasan akut 31 kali lebih besar dibandingkan responden responden yang tidak
merokok.
yang paling dominan mempengaruhi besar risiko masalah kesehatan yaitu dengan
melakukan pemilihan variabel yang potensial dimasukkan dalam model yaitu variabel
Variabel P
Konsentrasi NH3 (C) 0,068
Waktu Paparan (t) 0,01
Durasi Paparan (Dt) 0,024
Berat Badan (Wb) 0,076
Perilaku Merokok 0,003
Dalam penelitian ini semua variabel yang memenuhi syarat untuk dimasukkan
Dari tabel diatas terlihat ada beberapa variabel yang tidak berhubungan
dengan besar resiko dengan nilai (p Value > 0,05). Dengan demikian perlu dilakukan
pengeluaran variabel dengan nilai p terbesar yaitu variabel konsentrasi NH3. Hasil
Dari tabel diatas terlihat ada beberapa variabel yang tidak berhubungan
dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan nilai (p Value > 0,05).
Dengan demikian perlu dilakukan pengeluaran variabel dengan nilai p terbesar yaitu
variabel durasi paparan (Dt). Hasil analisa kedua dapat dilihat dari tabel 4.10
Dari tabel diatas terlihat ada beberapa variabel yang tidak berhubungan
dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan nilai (p Value > 0,05).
Dengan demikian perlu dilakukan pengeluaran variabel dengan nilai p terbesar yaitu
variabel berat badan (Wb). Hasil analisa kedua dapat dilihat dari Tabel 4.11
Dari tabel diatas terlihat ada beberapa variabel yang tidak berhubungan
dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan nilai (p Value > 0,05).
Dengan demikian perlu dilakukan pengeluaran variabel dengan nilai p terbesar yaitu
variabel Risk Quotient (RQ). Hasil analisa kedua dapat dilihat dari Tabel 4.12
terhadap Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah waktu paparan (Wb),dan
masalah kesehatan adalah variabel waktu paparan (t) , dengan nilai Exp(B) 15,061
responden yang menghirup udara mengandung NH3 yang melebihi 15 jam per hari
15 kali akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup NH3 yang terkandung
dalam udara dibandingkan dengan responden yang menghirup udara tidak melebihi
X1 = Waktu Paparan
X2 = Perilaku Merokok
1 = 1
1+2,71828-y 1+2,71828-(2,277 + 2,801 X1 + 3,094 X2)
Jika responden menghirup kandungan udara NH3 > 8 jam/hari, serta merokok
maka probabilitas mengalami risiko > 1 adalah :
P= 1 = 0,28
-(8,172)
1+2,71828
akut dengan besar resiko > 1 adalah 28 %. Hal ini berarti probabilitas seseorang yang
terpapar > 8 jam/hari serta perilaku merokok adalah 28%. Maka ada 72% variabel
lainnya diluar waktu paparan dan perilaku merokok yang merupakan faktor penyebab
PEMBAHASAN
yang sudah di operasikan sejak tahun 1993 dan memiliki luas 137.563 m2 dan
controlled landfill and sanitary landfill yang mana sistem ini berupa penutupan tanah
harus secara harian (sanitary landfill) atau minimal secara berkala (controlled
landfill) dengan ketebalan 20-30 cm. Apabila penutupan sampah tidak dapat
Dengan adanya system controlled and sanitary landfill pun belum mampu
masuk ke TPA berbagai ragam mulai dari sampah rumah tangga, sampah dari pasar
tradisional maupun sampah dari perkotaan. (Dinas Kebersihan UPTD TPA Terjun,
2015) Sehingga penumpukan sampah menghasilkan bau gas salah satunya adalah
NH3.
titik yang telah melewati baku mutu tingkat kebauan. Rata-rata (mean) konsentrasi
NH3 diTempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Kota Medan dengan radius
0 meter 2001 mg/m3 (2,001 ppm). Konsentrasi NH3 pada radius 100 m adalah 950
mg/m3 (0,95 ppm), sedangkan lokasi yang berjarak 200 m diperoleh konsentrasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengukuran sebesar 800 mg/m3 (0,8 ppm). Sedangkan pada jarak 300 meter dari
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Kota Medan yaitu sebesar 650
Konsentrasi pada 0 meter jauh lebih tinggi karena pada saat pengukuran masih
terjadi penguapan oleh terik panas matahari, namun pada saat pengukuran pada titik
selanjutnya telah terjadi hujan sesaat sehingga mempengaruhi kualitas udara yang
mengandung NH3. Kecepatan angin juga mempengaruhi hasil NH3 pada udara
ambien.
Jika seseorang menghirup udara yang telah bercampur dengan NH3 maka
komposisi oksigen yang masuk kedalam tubuh akan berkurang sehingga kinerja otak
akan terganggu. Tingkat konsentrasi NH3 di otak yang semakin tinggi akan
mengakibatkan lumpuhya saraf penciuman dan hilangnya fungsi kontrol otak dan
paru-paru. Akibat fatalnya adalah paru-paru akan melemah dan berhenti bekerja
sehingga seseorang dapat hilang kesadaran dan meninggal dalam waktu tertentu
(Sianipar, 2009).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wahyu (2016) yang menyatakan
ada hubungan antara konsentrasi NH3 dengan adanya gangguan infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) pada pemulung di TPA Jatibarang yang terpapar NH 3 dengan
konsentrasi diatas nilai ambang batas dibandingkan dengan konsentrasi yang berada
15 jam/hari. Data waktu paparan ini diperoleh dari hasil kuisioner dari responden.
Hasil uji beda diperoleh kesimpulan ada perbedaan proporsi antara waktu paparan
responden yang memiliki waktu asupan kurang dari 8 jam/hari dengan gangguan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
Waktu paparan yang sangat lama akan menyebabkan efek didalam tubuh
yang lama maka akan semakin besar pula peluang responden memiliki besar risiko
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wahyu (2016) yang menyatakan
ada perbedaan besar risiko gangguan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) terhadap
Kaitannya dengan hasil penelitian ini, dapat dijelaskan bahwa dari hasil
paparan > 15 jam/hari yang mengalami ISPA sebanyak 24 orang (96,0%) dan tidak
yang mengalami ISPA sebanyak 8 orang (53,3%) dan tidak ISPA 7 orang (46,7%).
Nilai PR adalah 21,0. Hal ini berarti bahwa responden yang menghirup udara
mengandung NH3 > 8 jam/hari mempunyai peluang 21 kali memiliki risiko akan
mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup NH3 yang terkandung dalam udara
penelitian adalah 9 tahun Hasil Penelitian ini diperoleh kesimpulan ada perbedaan
proporsi besar risiko gangguan kesehatan antara responden yang menghidup udara
dengan durasi > 9 tahun dengan responden yang memiliki waktu asupan ≤ 9 tahun.
Dari uji statistik diperoleh nilai OR adalah 5,95. Hal ini berarti bahwa responden
yang menghirup udara mengandung NH3 selama > 9 tahun mempunyai peluang 5,95
kesehatan. Target organ yang sering terganggu adalah sistem saluran pernafasan.
Menurut penelitian Chandra (2015) bahwa ada hubungan durasi paparan dengan
gangguan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada masyarakat di sekitar kawasan
dapat mengakibatkan iritasi yang kuat terhadap sistem pernapasan. Karena sifatnya
yang iritasi, polutan ini dapat merangsang proses peradangan pada saluran
pernapasan bagian atas yaitu saluran pemapasan mulai dari hidung hingga
Dalam analisa risiko, berat badan akan mempengaruhi besarnya nilai risiko
dan secara teoritis semakin berat badan seseorang maka semakin kecil
disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi besar risiko gangguan kesehatan antara
saluran pernfasan akut terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai PR adalah
6,176, hal ini berarti bahwa responden yang memiliki berat badan lebih dari 55 kg
mempunyai peluang 6,176 kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sianipar (2009) yang menyatakan
ada perbedaan gangguan kesehatan bagi masyarakat yang memiliki berat badan lebih
Hasil Penelitian ini diperoleh kesimpulan ada perbedaan proporsi besar risiko
gangguan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) antara responden yang merokok
dengan responden yang tidak merokok. Dari uji statistik diperoleh nilai PR adalah
31,0. Hal ini berarti bahwa responden yang merokok mempunyai peluang 31,0 kali
memiliki risiko akan mengalami gangguan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
Asap rokok merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang
serius serta akan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik rokok tersebut.
pada saat dewasa. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh seseorang semakin besar
Implikasi Penelitian
waktu paparan, durasi paparan, berat badan dan merokok dengan gangguan
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Oleh sebab itu, hasil penelitian ini
efek paparan dari udara amonia. Mengurangi waktu dan durasi paparan serta
adalah kandungan udara amonia (NH3) bukan hanya masalah yang harus
ditanggung oleh masyarakat itu sendiri. Lintas sektor terkait seperti Dinas
waktu paparan. Hasil penelitian ini dapat menjadi implikasi bagi Dinas
masyarakat terhadap kandungan gas yang ada di TPA. Penanaman pohon atau
berkala merupakan salah satu contoh upaya yang dapat dilakukan untuk
Keterbatasan Penelitian
ini adalah pengukuran hanya dilakukan sesaat. Keterbatasan lain dalam penelitian
adalah :
1. Data untuk penilaian paparan dalam penelitian ini hanya berdasarkan hasil satu
sehingga konsentrasi yang diukur untuk menghitung asupan (intake) NH3 yang
diterima kurang mewakili tingkat paparan. Oleh karena itu supaya bisa mewakili
rumah penduduk/masyarakat
dari kuesioner antara lain : keluhan batuk-batuk, sesak nafas, sakit kepala.
masyarakat.
Berdasarkan keterbatasan penelitian ini maka diharapkan dari hasil penelitian ini
akan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian yang lebih lanjut, sehingga
Kesimpulan
1. Hasil pengukuran konsentrasi NH3 pada 4 (empat) titik dalam udara ambien
di TPA Terjun Tahun 2018 pada radius 0 meter (2001 mg/m3), radius 100
meter ( 900 mg/m3), radius 200 meter (800 mg/m3), dan radius 300 meter
(650 mg/m3). Rata-rata waktu paparan responden terhadap NH3 dalam udara
ambien pada masyarakat di TPA Terjun yaitu 14,97 atau 15 jam/hari. Rata-
rata durasi paparan terhadap NH3 dalam udara ambien pada masyarakat di
TPA Terjun yaitu 9,73 atau 10 tahun. Rata-rata berat badan responden yang
terpapar NH3 di TPA Terjun adalah 67,45 atau 67 kg. Masyarakat yang
berat badan (Wb) (PR= 6,176) dan perilaku merokok (PR=31,0) dengan
Akhir (TPA) Sampah Terjun Kota Medan. Dari semua variabel yang
berhubungan waktu paparan (t) (Exp (B) = 15,061), merupakan variabel yang
(ISPA).
Saran
6.2.1 Bagi Instansi Terkait
a. Pemerintah Kota Medan
Disarankan kepada Pemerintah Kota (Pemko) Medan dan intstansi terkait agar
1. Menggunakan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian ini sebagai data
dalam tubuh masyarakat yang bermukim di sekitar TPA Terjun Medan akibat
Terjun.
informasi mengenai risiko paparan amonia pada masyarakat disekitar TPA Terjun
Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan dan sebagai data yang
BPOM RI. 2011. Manajemen Risiko. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan
Berbahaya. Negara 23: Jakarta Pusat
Chandra, B., 2004. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Chandra, B., 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Dinas Kebersihan Kota Medan, 2016. Profil Dinas Kebersihan Kota Medan. Medan:
Dinas Kebersihan Kota Medan. 2017
Depkes RI. 2011. Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok. Pusat Promkes.
Depkes RI. Jakarta
Dinas Kebersihan UPTD TPA Terjun. 2015. Profil TPA Terjun. Medan Marelan.
Medan
IPCS., 2004. Environmental Health Criteria XXX: Principles for Modelling, Dose
Response for The Risk Assessment of Chemicals, Geneva, IPCS, and World
Health Organization
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kementerian Kesehatan RI, 2015. Profil Kesehatan. Jakarta
Kerstein MD, Schaffzin DM, and Hughes WB. 2001. Acute Management of
Exposure to Liquid Ammonia. Mil Med 166(10): 913-914
Koluru, RV., Bartel & Pitblado, R, 1996. Risk Assessment and Management
Handook: for environmental, Health and Safety Proffesional, McGraw Hill,
New York
Latenser BA and Lucktong TA. 2000. Anhydrous Ammonia Burns: Case Presentation
and Literature Review. J Burn Care Rehab 21 (1 PT 1): 40- 42.
Louvar FL., Louvar BD., 1998. Health and Environmental Risk Analysis:
Fundamental with Application. Volume 2, New Jersey, Prentice Hall PTR
Nelson, K., Carolyn W., Neil G. 2005. Infeksius Disease Epidemiology Theory and
Practice. London: Jones and Barlett Publishers.
Reinhard. 2009. Analisis Risiko Paparan Hidrogen Sulfida Pada Masyarakat Sekitar
TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009. Tesis. Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sitepoe, M. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Gramedia: Jakarta.
Slamet J.S. 2009. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
SNI., 2005. Udara Ambien – Cara Uji Kadar Amonia (NH3) Dengan Metoda
Indofenol Menggunakan Spektrofotometer. Jakarta
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Sormin, K.R. 2011. Hubungan Karakteristik dan Perilaku Pekerja yang Terpajan
Debu Kapas dengan Kejadian ISPA di PT. Unitex. Skripsi. Universitas
Indonesia.
Suharto. 2011. Limbah Kimia dalam Pencemaran Air dan Udara. Yogyakarta: CV.
Andi Offset
Wahyu. 2016. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pajanan Gas Amonia (NH 3)
Pada Pemulung di TPA Jatibarang, Semarang. FKM UNDIP. Semarang. Vol 4,
No.3, Juli 2016
Withers J, Ten Berge W, and Gordon J. 1986. The Letal Toxicity of Ammonia: A
report to the MHAP. Northwestern Branch Papers 1986 1:6. 1-6. 27
KUESIONER PENELITIAN
A. IDENTITAS RESPONDEN
A1. Nama
A2. Jenis Kelamin
A3. Umur
A4. Pendidikan Terakhir
A5. Alamat Rumah
A6. Berat Badan
B. WAKTU PAJANAN
B1. Pada pukul berapa Bapak/Ibu mulai
bekerja?
B2. Pada pukul berapa Bapak/Ibu selesai
bekerja?
E. KEBIASAAN MEROKOK
E1. Apakah anda merokok? a. Ya
b. Tidak
E2. Jika ya, berapa umur anda ketika ............ (tahun)
merokok?
E3. Berapa batang rokok yang dihisap a. (1-10 batang/hari)
rata-rata per hari? b. (11-20 batang/hari)
c. (>20 batang/hari)
F. DATA KESEHATAN
F1. Keluhan apa yang sering dialami a. Batuk
sejak 3 tahun terakhir? b. Sakit Kepala
c. Sesak Nafas
d. Tidak Ada
F2. Sejak pertama menetap, pada a. Tahun ke 1
tahun ke berapa mulai b. Tahun ke 2
mengalami keluhan c. Tahun ke 3
tersebut?
F3. Bagaimana sifat keluhan a. Terus menerus
tersebut? b. hilang-kambuh
Gambar 1. Kurva Histogram Distribusi Konsentrasi NH3 di TPA Terjun Kota Medan
Lampiran 3
Gambar 4. Kurva Histogram Distribusi Berat Badan di TPA Terjun Kota Medan
Lampiran 3
Lampiran 3
Descriptive Statistics
Std.
N Range Minimum Maximum Mean Deviation Variance
Std.
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Error Statistic Statistic
Konsentrasi 40 1932 69 2001 561,25 133,1 841,881 708764,2
Amonia 13 95
Berat Badan 40 35 47 82 67,45 1,347 8,518 72,562
Umur 40 39 17 56 41,98 1,528 9,662 93,358
Responden
Waktu Paparan 40 18 1 19 14,97 ,601 3,799 14,435
Durasi Paparan 40 16 1 17 9,73 ,668 4,224 17,846
Pendidikan 40 3 1 4 2,50 ,143 ,906 ,821
Infeksi Saluran 40 1 1 2 1,20 ,064 ,405 ,164
Pernafasan
Akut
Jenis Kelamin 40 1 1 2 1,17 ,061 ,385 ,148
Perilaku 40 1 1 2 1,13 ,053 ,335 ,112
Merokok
Risk Question 40 1 1 2 1.02 .025 .158 ,025
Valid N 40
(listwise)
Crosstab
Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df sided) (2-sided) (1-sided) Probability
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 1,803.
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Crosstab
? 15 Count 8 7 15
Expected Count 12,0 3,0 15,0
% within Waktu Paparan 53,3% 46,7% 100,0%
% within Infeksi Saluran 25,0% 87,5% 37,5%
Pernafasan Akut
% of Total 20,0% 17,5% 37,5%
Total Count 32 8 40
Expected Count 32,0 8,0 40,0
% within Waktu Paparan 80,0% 20,0% 100,0%
% within Infeksi Saluran 100,0% 100,0% 100,0%
Pernafasan Akut
% of Total 80,0% 20,0% 100,0%
Chi-Square Tests
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 3,225.
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Odds Ratio for Waktu Paparan (> 15 / ? 15) 21,000 2,229 79,828
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = ISPA 1,800 1,114 2,909
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = TIDAK ISPA ,086 ,012 ,630
N of Valid Cases 40
Crosstab
? 9 tahun Count 7 5 12
Expected Count 9,6 2,4 12,0
% within Durasi Paparan 58,3% 41,7% 100,0%
% within Infeksi Saluran 21,9% 62,5% 30,0%
Pernafasan Akut
% of Total 17,5% 12,5% 30,0%
Total Count 32 8 40
Expected Count 32,0 8,0 40,0
% within Durasi Paparan 80,0% 20,0% 100,0%
% within Infeksi Saluran 100,0% 100,0% 100,0%
Pernafasan Akut
% of Total 80,0% 20,0% 100,0%
Chi-Square Tests
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,40.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 2,215.
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Odds Ratio for Durasi Paparan (> 9 tahun / ? 9 tahun) 5,952 1,133 31,264
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = ISPA 1,531 ,933 2,511
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = TIDAK ISPA ,257 ,073 ,908
N of Valid Cases 40
Crosstab
? 76 kg Count 17 7 24
Expected Count 19,2 4,8 24,0
% within Berat Badan 70,8% 29,2% 100,0%
% within Infeksi Saluran 53,1% 87,5% 60,0%
Pernafasan Akut
% of Total 42,5% 17,5% 60,0%
Total Count 32 8 40
Expected Count 32,0 8,0 40,0
% within Berat Badan 80,0% 20,0% 100,0%
% within Infeksi Saluran 100,0% 100,0% 100,0%
Pernafasan Akut
% of Total 80,0% 20,0% 100,0%
Chi-Square Tests
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,20.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 1,753.
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Odds Ratio for Berat Badan (> 76 kg / ? 76 kg) 6,176 1,679 56,153
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = ISPA 1,324 ,994 1,762
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = TIDAK ISPA ,214 ,029 1,579
N of Valid Cases 40
Crosstab
Infeksi Saluran
Pernafasan Akut
ISPA TIDAK ISPA Total
Tidak Count 1 4 5
Merokok Expected Count 4,0 1,0 5,0
% within Perilaku Merokok 20,0% 80,0% 100,0%
Chi-Square Tests
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 3,541.
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Odds Ratio for Perilaku Merokok (Merokok / Tidak Merokok) 31,000 2,740 63,765
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = ISPA 4,429 ,764 25,666
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = TIDAK ISPA ,143 ,051 ,397
N of Valid Cases 40
Chi-Square Tests
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,20.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 2,000.
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed Predicted
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct
Step 0 Infeksi Saluran ISPA 32 0 100,0
Pernafasan Akut TIDAK ISPA 8 0 ,0
Overall Percentage 80,0
Model Summary
1 3,529 5 ,619
Classification Tablea
Observed Predicted
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct
Step 1 Infeksi Saluran ISPA 30 2 93,8
Pernafasan TIDAK ISPA 1 7 87,5
Akut
Overall Percentage 92,5
Observed Predicted
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct
Step 0 Infeksi Saluran ISPA 32 0 100,0
Pernafasan Akut TIDAK ISPA 8 0 ,0
Overall Percentage 80,0
Model Summary
Step Cox & Snell R Nagelkerke R
-2 Log likelihood Square Square
a
1 18,909 ,410 ,649
Classification Tablea
Observed Predicted
95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Observed Predicted
Model Summary
Classification Tablea
Observed Predicted
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct
Step 1 Infeksi Saluran ISPA 32 0 100,0
Pernafasan TIDAK ISPA 3 5 62,5
Akut
Overall Percentage 92,5
95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Classification Tablea,b
Observed Predicted
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct
Step Infeksi Saluran ISPA 32 0 100,0
0 Pernafasan Akut TIDAK ISPA 8 0 ,0
Overall Percentage 80,0
Model Summary
Classification Tablea
Observed Predicted
95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
Observed Predicted
Model Summary
Classification Tablea
Observed Predicted
Lampiran 4
Peta Lokasi