Anda di halaman 1dari 131

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAPARAN GAS AMONIA (NH3)

TERHADAP GANGGUAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)


DISEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERJUN
KECAMATAN MEDAN MARELAN
KOTA MEDAN TAHUN 2018

TESIS

Oleh

NURHAYANI LUBIS
167032124

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ANALYSIS OF THE INFLUENCE OF
AMONIAC GAS EXPOSURE ON ACUTE RESPIRATORY TRACT
INFECTION IN THE AREA DUMP STATION TERJUN,
MEDAN MARELAN SUBDISTRICT,
MEDAN, IN 2018

THESIS

By

NURHAYANI LUBIS
167032124

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAPARAN GAS AMONIA (NH3)
TERHADAP GANGGUAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
DISEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERJUN
KECAMATAN MEDAN MARELAN
KOTA MEDAN TAHUN 2018

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kesehatan Lingkungan
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURHAYANI LUBIS
167032124

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Judul Tesis : Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Paparan Gas
Amonia (NH3) terhadap Gangguan Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) Disekitar Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota
Medan Tahun 2018

Nama Mahasiswa : Nurhayani Lubis


Nomor Induk Mahasiswa : 167032124
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Kesehatan Lingkungan

Menyetujui
Komisi Pembimbing :

(Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S) (Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M)
Ketua Anggota

Ketua Program Studi S2 Dekan

(Ir. Etti Sudaryati, M.K.M., Ph.D) (Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)

Tanggal Lulus : 24 Agustus 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Telah diuji

Pada tanggal : 24 Agustus 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S


Anggota : 1. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M
2. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D
3. Prof. Zul Alfian, M.Sc

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAPARAN GAS AMONIA (NH 3)


TERHADAP GANGGUAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
DISEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERJUN
KECAMATAN MEDAN MARELAN
KOTA MEDAN TAHUN 2018

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 24 Agustus 2018

Nurhayani Lubis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK
Sampah merupakan salah satu permasalahan nasional yang memerlukan
perhatian khusus dari pemerintah. Tingginya polusi lingkungan yang berasal dari
timbunan sampah padat dan kurangnya sistem sanitasi akan menyebabkan
terancamnya kesehatan komunitas pada masyarakat yang tinggal di TPA dan
sekitarnya. Hal ini menyebabkan sampah yang terbuang di TPA 60-70% merupakan
sampah organik yang mudah terdekomposisi yang menghasilkan gas salah satunya
adalah NH3.
Jenis penulisan adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional.
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan Analisis Risiko
Kesehatan Lingkungan (ARKL). Pendekatan ini bertujuan untuk menilai tingkat
risiko dengan gangguan infeksi saluran pernafasan yang dijadikan sebagai variabel
terikat dalam penulisan ini.
Hasil penulisan menunjukan adanya hubungan antara konsentrasi NH3
(PR=4,212), waktu paparan (t) (PR=21,011), durasi paparan (Dt) (PR=5,952), berat
badan (Wb) (PR= 6,176) dan perilaku merokok (PR=31,0) dengan gangguan infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun
Kota Medan. Dari semua variabel, waktu paparan (t) (Exp (B) = 15,061) merupakan
variabel yang paling berpengaruh terhadap gangguan infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA).
Berdasarkan hasil penulisan terlihat bahwa Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah mempengaruhi kualitas udara dilingkungan sekitar, khususnya amonia yang
memiliki risiko terhadap gangguan infeksi saluran pernafasan akut. Untuk itu bagi
pemerintah Kota Medan agar mempertimbangkan perubahan sistem pengelolaan
sampah menggunakan sanitary landfill yang dilaksanakan secara setiap hari. Bagi
dinas kesehatan kota Medan, diharapkan mampu melakukan manajemen risiko
terhadap masyarakat yang memiliki risiko akan terkenan paparan toksisitas gas pada
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Kota Medan.

Kata Kunci : Amonia (NH3), Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Analisis


Risiko Kesehatan Lingkungan, Infeksi Saluran Pernafasan Akut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRACT

Garbage is one of national problems requiring special attention from the


government. The high rate of environmental pollution resulted from piles of solid
garbage and poor sanitation systems will lead to threat to the health of the comunity
living nearby. This causes 60-70% of the garbage at the TPA ( Dump Station)turn
into organic garbage which is easily decomposed and produces gas such as NH3.
This is an analytical observation; research with cross sectional design. It
approaches the problem by employing Environmental Health Risk Analysis. The
objective of this approach was to assess the risk rate of acute respiratory track
infection which was made dependent variable in this research.
The result of the chi Square analysis demonstrated the concentrate of NH3
(PR=4,212), time of exposure (t) ) (PR=21,011), duration of exposure (Dt)
(PR=5,952), weight (Wb) (PR= 6,176) and smoking habit(PR=31,0) had some
influence on the prevalence of acute respiratory tract infection at TPA Terjun,
Medan. The results of the multivariate analysis using multiple logistic regression test
showed that time of exposure (t) (Exp(B) = 15.061), had the most influence on the
prevalence of acute respiratory tract infection.
It is concluded that TPA influenced the quality of the air surrounding it,
especially ammonia which has risk for acute respiratory tract infection. Therefore, it
is suggested that Medan Government take into consideration the change in garbage
management system using sanitary landfill which has been done daily. It is also
suggested that the health egency of Medan be capable of making risk management for
the community that has risk of exposure to gas toxicity at TPA Terjun, Medan

Keywords: Ammonia (NH3), Dumping Statiom, Environmental Health Risks


Analysis, Acute Respiratory Infection

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan

karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis

Risiko Kesehatan Lingkungan Paparan Gas Amonia (NH3) Terhadap Gangguan

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) disekitar Tempat Pembuangan Akhir

(TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan Tahun 2018”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan Kesehatan Lingkungan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara. Dalam penulisan tesis ini penulis mendapat bantuan, dukungan dan

bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung untuk itu

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Destanul Aulia, S.K.M, M.B.A, M.Ec, Ph.D, selaku Sekretaris Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S selaku ketua komisi pembimbing yang

dengan penuh perhatian, kesabaran, dan ketelitian dalam memberikan bimbingan,

arahan dan petunjuk hingga selesainya tesis ini.

6. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M, selaku anggota pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu dan perhatian serta dorongan moril dalam membimbing

penulis menyelesaikan tesis ini.

7. Prof. Zul Alfian, M.Sc dan Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D, selaku tim pembanding

yang telah bersedia menguji menjadikan tesis ini menjadi lebih baik lagi.

8. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu

pengetahuan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Terima kasih kepada suami tercinta Muhammad Karim, S.STP yang telah

memberikan dukungan penuh bagi penulis baik secara materil dan moril..

10. Secara khusus terima kasih yang tak terhingga penulis persembahkan atas

perhatian, dukungan baik moral maupun materil kepada Ayahanda Hermansyah

Lubis dan Ibunda Hj. Hirawita, yang selalu memberikan motivasi dan semangat

sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

11. Kepada sahabat-sahabat seperjuangan di S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Seluruh teman-teman satu angkatan 2016, terkhusus di peminatan Kesehatan

Lingkungan (Ibu Elvita, kakak kiki, kakak Rina, kakak Eva, kakak utet, kakak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


nisa, kakak vero, abang agung, abang sutan, abang samuel yang telah

menyumbangkan masukan, saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

12. Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan untuk itu

kritik dan saran yang mendukung sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis

menyerahkan semua kepada Allah SWT untuk memohon Ridho-Nya semoga

tesis penulisan ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan kesehatan.

Medan, 24 Agustus 2018


Penulis

Nurhayani Lubis
167032124

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RIWAYAT HIDUP

Nurhayani Lubis, dilahirkan di Kota Medan, pada tanggal 29 Juni 1994. Anak

kelima dari delapan bersaudara, pasangan dari Ayahanda Hermansyah Lubis dan

Ibunda Hj. Hirawita, yang bertempat tinggal di Jalan Letda Sujono Gg. H. Ruslan

Lubis, No. 9 Medan.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 064976

Medan pada tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis menyelesaikan Pendidikan dari

SMP N 17 Medan, pada tahun 2012 penulis menamatkan sekolah dari SMA Negeri 3

Medan. Kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU pada

tahun 2012 tamat tahun 2016.

Pada tahun 2016 penulis kembali melanjutkan pendidikannya di Program

Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakaat di salah satu Universitas Negeri, tepatnya di

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2016 hingga saat

ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK............................................................................................................. i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
DAFTAR ISTILAH .......................................................................................... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

Latar Belakang ................................................................................................. 1


Rumusan Masalah ............................................................................................ 6
Tujuan Penulisan.............................................................................................. 7
Manfaat Penulisan ............................................................................................ 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 9

Sampah Padat................................................................................................... 9
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sampah .....................................................10
Tinjauan Tentang Amonia ...............................................................................10
Karakteristik Amonia ......................................................................................10
Sumber Amonia 11
Dampak Gas Amonia terhadap Kesehatan .......................................................12
Dampak Amonia pada Pernafasan ...................................................................13
Dampak Amonia pada Kulit ............................................................................14
Dampak Amonia pada Mata ............................................................................15
Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) ...............................15
Konsep dan Definisi ........................................................................................15
Langkah-langkah 17
Identifikasi Bahaya (Hazard Identification).....................................................19
Analisis Pemaparan (Exposure Assessment) ....................................................20
Analisis Efek (Effect Assessment) ....................................................................22
Analisis Dosis Respon untuk Efek Non
Karsinogenik NH3 ..................................................23
Karakteristik Risiko (Risk Characterization) ...................................................23
Manajemen Risiko 24
Gas Amonia dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Udara ...................26
Kebiasaan Merokok .........................................................................27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6 Landasan Teori .............................................................................. 28
2.7 Kerangka Konsep Penulisan ........................................................... 29
2.8 Hipotesis Penulisan ........................................................................ 30

BAB 3. METODE PENULISAN ...................................................................... 31

3.1 Jenis Penulisan .............................................................................. 31


3.2 Lokasi Penulisan ............................................................................ 31
3.3 Waktu Penulisan ............................................................................ 31
3.4 Populasi dan Sampel...................................................................... 32
3.4.1 Populasi .............................................................................. 32
3.4.2 Sampel .............................................................................. 32
3.4.2.1 Kriteria Sampel ..................................................... 32
3.4.2.2 Besar Sampel Obyek............................................. 34
3.5 Metode Analisis Amonia dalam Udara.......................................... 34
3.5.1 Prinsip Metode Analisis...................................................... 34
3.6 Bahan ............................................................................................ 34
3.6.1 Larutan Penjerap ................................................................. 34
3.6.2 Larutan Natrium Nitroprusida (Na2Fe(CN)5NO.2H2O) 2% .. 35
3.6.3 Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 6,75 M .................... 35
3.6.4 Larutan Natrium Hipoklorit (NaOCl) 3,7%........................ 35
3.6.5 Larutan Kerja Hipoklorit .................................................... 35
3.6.6 Larutan Fenol (C6H5OH)45% v/v....................................... 35
3.6.7 Larutan Kerja Fenol ............................................................ 36
3.6.8 Larutan Penyangga ............................................................. 36
3.6.9 Larutan Induk Amonia 1000 μg.......................................... 36
3.6.10 Larutan Standar Amonia 10 μg........................................... 36
3.6.11 Larutan HCl 1,2 M (untuk pencucian alat-alat gelas)......... 36
3.7 Peralatan......................................................................................... 37
3.8 Prosedur Pembuatan Kurva Kalibrasi............................................ 37
3.9 Pengujian Contoh Uji..................................................................... 38
3.10 Metode Pengumpulan Data............................................................ 38
3.10.1 Pengumpulan Data .............................................................. 38
3.11 Variabel dan Definisi Operasional................................................. 40
3.11.1 Variabel .............................................................................. 40
3.11.2 Definisi Operasional........................................................... 40
3.12 Teknik Pengolahan Data ................................................................ 41
3.13 Metode Analisis Data..................................................................... 43

BAB 4. HASIL PENULISAN ........................................................................... 45

4.1 Deskripsi Wilayah Penulisan ........................................................... 45


4.1.1 Gambaran Umum Wilayah ................................................. 45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar Peta Administratif Kecamatan Medan Marelan .. 46
Kondisi Geografi Kecamatan Medan Marelan......................47
Keadaan Penduduk .....................................................48
Tata Guna Lahan ........................................................48
Kelurahan Terjun .......................................................48
Data Jumlah Penyakit Terbesar ..................................48
Analisis Risiko ...............................................................................49
Analisis Pemaparan (Exposure Assessment) .........................49
Karakteristik Risiko (Risk Characterization)........................50
Hasil Analisis Univariat ..................................................................51
Hasil Pengukuran Konsentrasi NH3 ...............................................52
Hasil Pengukuran Konsentrasi NH3 pada 4 (empat) titik ......52
Hasil Pengukuran Waktu Paparan (t), Durasi Paparan (Dt), Berat
Badan (Wb), Perilaku Merokok......................................................52
Distribusi Durasi Paparan Responden per Tahun..................53
Distribusi Berat Badan (Wb) Responden ..............................53
Distribusi Perilaku Merokok pada Responden ......................54
Distribusi Besar Risiko (RQ) pada Responden .....................54
Distribusi Kejadian Gangguan Infeksi Saluran Pernafasan Akut
pada Responden .............................................................................55
Hasil Analisis Bivariat ...................................................................55
Hasil Analisis Multivariat ..............................................................59

BAB 5. PEMBAHASAN....................................................................................63

Konsentrasi NH3 di Udara Ambien ................................................63


Waktu Paparan Responden Terpapar Udara yang Mengandung
NH3 ...............................................................................................65
Durasi Paparan Responden (Dt) .....................................................66
Berat Badan Responden .................................................................67
Perilaku Merokok Responden ........................................................68
Keterbatasan Penulisan ..................................................................68
Implikasi Penelitian ........................................................................69

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................70

Kesimpulan ....................................................................................70
Saran..............................................................................................71

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................73

LAMPIRAN ........................................................................................................77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Dampak Gas Amonia terhadap Kesehatan .................................................13

2.2 Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis Paparan ..................21

3.1 Definisi Operasional ..................................................................................40

Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin


dan Pendidikan ..........................................................................................51

Hasil Pengukuran Konsentrasi NH3 pada 4 (empat ) Titik Radius 0 Meter,


100 Meter, 200 Meter, 300 Meter ....................................................................52

Distribusi Waktu Paparan per Hari (t) .............................................................52

Distribusi Besar Risiko (RQ) pada Responden ................................................54

Distribusi Kejadian Gangguan Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Responden


55

Hasil Analisa Chi Square Distribusi Konsentrasi NH3 dalam udara (C), Waktu
paparan (t), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Perilaku Merokok dengan
Gangguan ISPA di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Kota
Medan Tahun 2018 .........................................................................................56

Pemilihan Kandidat Model untuk Tahap Prediksi Multivariat ..........................59

Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara Variabel Independen dengan


Variabel Dependen..........................................................................................59

Hasil Analisis Lanjutan Regresi Logistik .........................................................60

Hasil Analisis Lanjutan Regresi Logistik .........................................................60

Hasil Analisis Lanjutan Regresi Logistik .........................................................61

Hasil Analisis Lanjutan Regresi Logistik .........................................................61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Langkah-langkah dalam Analisis Risiko .................................................. 18

2.2 Kerangka Konsep Penulisan ..................................................................... 30

3.1 Peta Administratif Kecamatan Medan Marelan........................................ 46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Daftar Pertanyaan/Kuesioner....................................................................... 77

2. Master Data ................................................................................................ 79

3. Output Spss................................................................................................. 80

4. Peta Lokasi ............................................................................................... 103

5. Dokumentasi ............................................................................................. 104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISTILAH

AEL : Adverse Effect Level

ARKL : Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

BML : Baku Mutu Lingkungan

ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut

MF : Modifying Factor

NO : No Observed

RfC : Reference Consentration

RQ : Risk Quotient

TPA : Tempat Pembuangan Akhir

UF : Uncertainty Factor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini permasalahan lingkungan merupakan bagian dari yang tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan kota-kota diseluruh dunia. Lebih dari 90% penduduk dunia

menghirup udara dengan kualitas buruk. Polusi udara dianggap sebagai salah satu

pembunuh terbesar, mencapai 6 juta orang per tahun. Terpaparnya polusi udara dalam

rumah menyebabkan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sebesar 12%

(WHO, 2016).

Di Indonesia salah satu permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh polusi

udara adalah yang disebabkan oleh timbunan sampah sehingga menghasilkan gas dari

timbunan sampah. Dampak atau risiko dari penanganan sampah yang kurang tepat

dapat mengakibatkan kemerosotan lingkungan dan dapat menimbulkan masalah

terhadap kesehatan dan menurunnya nilai estetika (Kemenkes RI, 2016).

Sampah merupakan salah satu permasalahan nasional yang memerlukan

perhatian khusus dari pemerintah. Pertambahan jumlah penduduk di Indonesia dari

tahun ke tahun berdampak pada volume, karakteristik dan jenis sampah yang

dihasilkan semakin beragam. Berdasarkan laporan akhir kajian model pengelolaan

sampah dan SDM kebersihan di Kota Medan dari tahun 1997-2018 mengalami

peningkatan sampah sebanyak 18% (Dinas Kebersihan, 2016).

Di Kota Medan, sampah yang dihasilkan diangkut menuju Tempat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pembuangan Akhir (TPA). Pengelolaan sampah pada masyarakat di Kota Medan

sebagian besar belum menerapkan pemilahan sampah. Hal ini menyebabkan sampah

yang terbuang di TPA 60-70% adalah materi organik yang mudah terurai (Dinas

Kebersihan, 2016).

TPA Terjun merupakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berlokasi di

Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan. Luas TPA Terjun

dengan luas areal 14 Ha. Setiap harinya TPA ini menampung rata-rata 1500 ton

sampah yang berasal dari sampah organik 77,3%, kertas 2,99%, plastik 8,85%, kayu

2,24%, karet 0,545%, logam 0,09%, sampah B3 (seperti cairan parit, endapan dari

parit, pasar, dan sebagainya) 0,78% (Dinas Kebersihan, 2016).

Tingginya polusi lingkungan yang berasal dari timbunan sampah padat dan

kurangnya sistem sanitasi akan menyebabkan terancamnya kesehatan komunitas pada

masyarakat yang tinggal di TPA dan sekitarnya. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

sampah dengan sistem landfill akan menimbulkan bau busuk yang berasal dari

tumpukan sampah karena mengalami dekomposisi secara alamiah menghasilkan gas

Hidrogen Sulfida (H2S), Ammonia (NH3), dan Metana (CH4). Bau ini akan menyebar

sehingga akan mempengaruhi kualitas udara di TPA (Soemirat, 2004). Tidak

Tersedianya instalasi pengolahan gas amonia di TPA Terjun menyebakan gas amonia

mencemari udara di TPA Terjun.

Penelitian sebelumnya telah dilakukan pengukuran kualitas udara ambien

pada tahun 2008 di TPA Terjun yang menunjukkan hasil konsentrasi gas NH3 yaitu

1,03 ppm di TPA Terjun lebih tinggi daripada konsentrasi H 2S (hidrogen sulfida)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yaitu 0,90 ppm (Reinhard, 2009). Berdasarkan hasil pengukuran awal NH 3 diudara

ambien menunjukkan pada radius 300 meter telah meningkat konsentrasinya menjadi

1,73 ppm.

Amonia memiliki karakteristik tidak berwarna namun memiliki bau yang

menyengat, bersifat korosif dan sangat toksik bahkan dalam konsentrasi rendah. Gas

amonia dapat tercium pada konsenterasi 0,003 ppm (Suharto, 2011). Amonia (NH 3)

merupakan suatu gas yang tidak berwarna dengan bau yang sangat tajam.Biasanya

senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bauamonia).

Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi,

tetapi amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan jika

terpapar oleh tubuh dengan jumlah yang berlebih (ATSDR, 2004).

Menurut Rachmawati (2000), bahwa toksisitas kronis amonia pada kadar>35

ppm dapat menyebabkan kerusakan ginjal, kerusakan paru-paru, mereduksi

pertumbuhan dan malfungsi otak serta penurunan nilai darah. Amonia pada kadar 50

ppm dapat mengakibatkan iritasi pada mata dan hidung, iritasi tenggorokan, batuk,

nyeri dada hingga sesak nafas (Suharto, 2011). Pada kadar yang lebih tinggi lagi yaitu

2500 ppm-6500 ppm, gas amonia dapat menyebabkan iritasi hebat pada mata

(keraktitis), sesak nafas (dyspnea), nyeri dada, sembab paru, batuk darah, bronchitis

dan pneunomia (Ekawati, 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Arif dan Delclos (2012), meneliti bahwa ada

hubungan antara paparan amonia secara inhalasi dengan gangguan pernafasan. Hal ini

sejalan dengan pendapat dari Rahman, dkk (2007) bahwa ada kaitannya antara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


paparan amonia dalam konsentrasi tinggi dengan gejala pernafasan.

Tercemarnya udara di TPA akibat timbulan sampah menyebabkan kesehatan

lingkunganterganggu, termasuk kualitas udara di sekitar TPA sehingga meningkatkan

penyakit gangguan saluran pernafasan pada pemulung. Berdasarkan hasil survei

pendahuluan dengan 30 orang responden yang bekerja di TPA Terjun, 19 diantaranya

mengeluhkan batu-batuk, sesak nafas, dan nyeri dada serta banyak bau busuk dari

sampah di lokasi TPA Terjun. Sesak nafas dan nyeri dada merupakan salah satu

gejala penyakit yang berhubungan dengan jantung dan paru-paru (Soemantri, 2009).

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi risiko seseorang terkena

ISPA dapat dibagi menjadi empat garis besar yaitu faktor pencemaran, karakteristik

individu, perilaku pekerja, ataupun karena faktor lingkungan. Faktor pencemaran

yaitu akibat pencemaran di dalam maupun luar ruangan, kemudian karakteristik

individu seperti umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Selanjutnya perilaku

pekerja yaitu seperti merokok atau penggunaan masker, faktor lingkungan meliputi

suhu, kelembapan curah hujan dan kecepatan serta arah angin (Sormin, 2012).

ISPA diketahui dapat menyerang segala jenis umur, ISPA akan sangat

berisiko pada bayi berumur kurang dari 1 tahun, kemudian risiko tersebut akan

menurun pada kelompok umur 15-24 tahun. Setelah itu, risiko ISPA akan terus

meningkat ketika berumur 24 tahun keatas. Semakin tua umur seseorang, maka

semakin rentan terkena ISPA karena terjadi degenerasi otot-otot pernapasan dan

elastisitas jaringan menurun sehingga kekuatan otot-otot pernapasan menjadi

menurun untuk menghirup udara. Semakin tua umur seseorang, semakin banyak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


alveoli yang rusak sehingga menyebabkan gangguan fungsi alveoli. Selain itu daya

tahan tubuh yang rendah, dan pajanan debu sebagai hasil dari penghirup debu sehari-

hari juga mempengaruhi untuk menyebabkan ISPA pada orang dengan umur yang

sudah tua (Nelson, 2005).

Risiko terjadinya ISPA dapat meningkat sebaanyak 2,2 kali akibat kebiasaan

merokok. Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun yang dapat

menimbulkan efek iritasi pada saluran pernapasan. Kemampuan bulu getar (silia)

yang berguna untuk menyaring benda asing telah berkurang sehingga debu

Universitas Sumatera Utara lebih mudah masuk ke paru-paru. Interaksi antara

perokok dan debu merupakan faktor risiko bersinergi sehingga perokok lebih berisiko

mengidap ISPA. Asap rokok merupakan zat iritan yang dapat menyebabkan infeksi

pada saluran pernapasan (Suryo, 2010).

Data dari Puskesmas Terjun Kota Medan menyebutkan ISPA termasuk dalam

salah satu masalah 10 besar penyakit di wilayah kerja Puskesmas Terjun. Infeksi

Saluraran pernafasan merupakan salah satu penyakit yang diderita oleh banyak

pemulung di TPA Terjun (Puskesmas Terjun, 2016). Hasil pengumpulan data pada

survei pendahuluan dinyatakan sekitar 66,7% pemulung mengalami keluhan

gangguan saluran pernafasan. Hal ini disebabkan dengan tingginya pencemaran udara

yang berasal dari TPA Terjun. Gambaran masyarakat yang tinggal didaerah ini

merupakan masyarakat yang rendah pendidikan, kumuh dan masyarakat miskin

sehingga dalam ketidakmampuan, mereka harus tetap tinggal didaerah yang rentan

dengan berbagai gangguan kesehatan. Hal ini disebabkan dengan banyaknya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


timbunan sampah dan kurangnya sistem sanitasi sehingga menimbulkan polusi

lingkungan. Mayoritas masyarakat yang tinggal di TPA Terjun juga merupakan

perokok aktif.

Hal ini sejalan dengan penelitian Wayu (2016) menunjukkan sebanyak 21

pemulung (60%) telah mengalami gangguan fungsi paru dimana 3 orang (8,6%)

mengalami obstruksi, 16 orang (45,7%) mengalami restriksi dan 2 orang (5,7%)

mengalami campuran antara obstruksi dan restriksi.

Pekerjaan seperti memulung yang sering terpapar oleh sampah dan tidak

menggunakan alat pelindung diri seperti masker dan kondisi TPA Sampah Terjun

yangtidak memiliki instalasi pengolahan gas seperti amonia sertakebiasaan merokok

merupakan salah satu yang dapat meningkatkan risiko pemulung terkena penyakit

gangguan saluran pernafasan. Dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai “Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Paparan Gas

Amonia (NH3) dengan Gangguan Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disekitar TPA

Terjun Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan Tahun 2008”.

Rumusan Masalah

Persentase peningkatan sampah di Kota Medan dari tahun 1997-2018 sebesar

18%. Peningkatan persentase sampah tersebut tidak didukung dengan pengelolaan

sampah pada masyarakat di Kota Medan yang sebagian besar belum menerapkan

pemilahan sampah. Hal ini menyebabkan sampah yang terbuang di TPA 60-70%

merupakan sampah organik yang mudah terdekomposisi yang menghasilkan gas salah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


satunya adalah NH3. Pencemaran udara amonia pada TPA Terjun telah berpengaruh

terhadap terjadinya ISPA pada masyarakat di TPA Terjun. Hal ini diketahui bahwa

dari 30 responden saat survei pendahuluan terdapat 66,7% (21 orang) mengalami

keluhan gangguan pernafasan seperti batuk dan sesak. Berdasarkan permasalahan

tersebut perlu dilakukan analisis risiko kesehatan lingkungan paparan gas amonia

(NH3) dengan gangguan saluran pernafasan akut (ISPA) disekitar TPA Terjun.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis risiko kesehatan lingkungan paparan

gas amonia (konsentrasi gas amonia di udara, laju asupan, durasi paparan, frekuensi

pemajanan, berat badan, dan merokok) dengan gangguan infeksi saluranpernafasan

atas (ISPA) disekitar TPA Terjun.

Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah Daerah

Sebagai informasi awal kepada pengambil kebijakan khususnya Pemerintah

Kota Medan untuk melakukan manajemen risiko terhadap masyarakat di

TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan yang memiliki risiko akibat paparan

karena menghirup udara yang mengandung amonia.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Tulisan ini diharapkan mampu menambah khazanah ilmu pengetahuan dan

sebagai tambahan studi pustaka di bidang kesehatan masyarakat khususnya

kesehatan lingkungan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Bagi Penulis Lain

Tulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan studi pustaka

mengenai analisis risiko kesehatan lingkungan paparan gas amonia dengan

gangguan infeksi saluran pernafasan akut.

4. Bagi Masyarakat

Tulisan ini mampu digunakan masyarakat untuk mengetahui seberapa besar

risiko yang ditimbulkan akibat paparan gas amonia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Sampah Padat

Menurut Kusnoputranto (2000), bahwa sampah adalah bahan/benda padat

yang terjadi karena berhubungan dengan aktivitas manusia yang tidak dipakai lagi,

tidak disenangi dan dibuang dengan cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal

dari tubuh manusia. Sampah padat merupakan salah satu entuk limbah yang terdapat

di lingkungan berasal dari pemukiman penduduk, tempat umum, tempat perdagangan,

sarana layanan masyarakat milik pemerintah, industri berat dan ringan (Chandra,

2007).

Berdasarkan zat kimianya yang terkandung di dalamnya, sampah padat

terbagi atas: 1. Zat organik, 2. Zat anorganik. Sedangkan, berdasarkan dapat atau

tidaknya membusuk, terdiri dari: 1. Mudah membusuk, 2. Sulit membusuk. Proses

dekomposisi zat organik yang terkandung didalam sampah dapat berlangsung

baiksecara aerobik dan aerobik. Jika kadar oksigen cukup, maka penguraian

berlangsung secara aero, sehingga akan terbentuk gas-gas H2S, C02, NH3, PO4, dan

SO4. Jika kadar oksigen rendah, maka penguraian sampah akan berlangsung secara

anaerob sehingga akan dihasilkan gas-gas NH3, CH4 danH2S yang berbau tidak enak

(Suriawaria, 1985).

Selain faktor oksigen, faktor lain yang mempengaruhi dekomposisi sampah

adalah kelembaban dan suhu. Hal inilah mengakibatkan jika pada musim hujan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


proses dekomposisi akan meningkat sehingga diperlukan oksigen yang cukup besar.

Jika kebutuhan oksigen tersebut tidak terpenuhi, maka proses dekomposisi

sampah akan berlangsung secara anaerob.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Sampah

Sampah dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat baik

kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Slamet (2009), ada beberapa faktor penting

yang mempengaruhi jumlah sampah antara lain:

1. Jumlah Penduduk

Semakin banyak jumlah penduduk, maka semakin banyak jumlah sampah yang

dihasilkan. Pengelolaan sampah ini berpacu dengan laju pertambahan jumlah

penduduk.

2. Keadaan Sosial Ekonomi

Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak jumlah

jumlah per kapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnyapun semakin banyak

bersifat tidak dapat membusuk.

3. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena

pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk

manufaktur yang semakin beragam pula.

Tinjauan Tentang Amonia

Karakteristik Amonia

Amonia (NH3) mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Gas yang tidak berwarna

2. Titik didih : -28,01°F (-33,34°C)

3. Titik lebur : -107,9°F (-77,73°C)

4. Gas yang menyengat dengan bau tajam yang khas

5. Massa molar : 17,031 g/mol

6. Kepadatan : 0,73 kg/m³

Amonia (NH3) merupakan gas yang tidak berwarna dengan titik didih -330C.

Gas amonia lebih ringan dibandingkan udara, dengan densitas kira-kira 0,6 kali

densitas udara pada suhu yang sama. Bau yang tajam dari amonia dapat dideteksi

pada konsentrasi yang rendah 1-5 ppm (Brigden dan Stringer, 2000).

Amonia sangat beracun bagi hampir semua organisme. Pada manusia, risiko

terbesaradalah dari penghirupan uap amonia yang berakibat beberapa efek

diantaranya iritasi pada kulit, mata dan saluran pernafasan. Pada tingkat yang sangat

tinggi, penghirupan uap amonia sangat bersifat fatal. Jika terlarut di perairan akan

meningkatkan konsentrasi amonia yang menyebabkan keracunan bagi hampir semua

organisme perairan (Valupadas, 1999).

Sumber Amonia

Sumber utama gas amonia adalah industri kimia, kilang minyak, tungku batu

bara, kandang ternak, dan pembakaran bahan bakar (Chand, 2004). Amonia di

atmosfer berasal dari berbagai sumber, antara lain berasal dari dekomposisi kotoran,

industri pembuatan pupuk, dan penggunaan pupuk. Dari sumber tersebut amonia

ditemukan di udara, tanah, dan air. Amonia ditemukan berbentu gas di dekat lokasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


limbah industri, di larutan air kolam atau badan air dekat limbah, dan amonia

jugaditemukan melekat pada partikel tanah di area pembuangan limbah (Roney,

2004).

Sumber amonia ditemukan di udara, tanah, dan air. Amonia ditemukan

berbentu gas di dekat lokasi limbah industri, di larutan air kolam atau badan air 2

dekat limbah, dan amonia juga ditemukan melekat pada partikel tanah di area

pembuangan limbah (EPA, 2016).

Dampak Gas Amonia terhadap Kesehatan

Kadar amonia yang tinggi atau diatas 50 ppm dapat mengakibatkan iritasi

pada mata dan hidung, iritasi tenggorokan, batuk, nyeri dada hingga sesak nafas.

(EPA, 2016). Pekerja dapat terpapar amonia dengan cara terhirup gas ataupun

uapnya, tertelan ataupun kontak dengan kulit, pada umumnya adalah melalui

pernafasan (dihirup). Amonia dalam bentuk gas sangat ringan, lebih ringan dari udara

sehingga dapat naik, dalam bentuk uap, lebih berat dari udara, sehingga tetap berada

di bawah. Gejala yang ditimbulkan akibat terpapar dengan amonia tergantung pada

jalan terpaparnya, dosis, dan lama pemaparannya. Gejala-gejala yang dialami dapat

berupa mata berair dan gatal, hidung iritasi, gatal dan sesak, iritasi tenggorokan,

kerongkongan, dan jalan pernafasan terasa panas dan kering, batuk-batuk. Pada dosis

tinggi dapat mengakibatkan kebutaan, kerusakan paru-paru, bahkan kematian, amonia

juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (Imelda, 2007).

Efek merugikan yang paling penting dari paparan berlebihan amonia pada

manusia disebabkan oleh sifat iritasi dan korosifnya. Paparan gas amonia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menyebabkan luka bakar pada saluran pernapasan, kulit, dan mata. Amonia larut

dalam cairan yang ada di dalam kulit, selaput lendir, dan mata (ASTDR, 2004).

Tabel 2.1 Dampak Gas Amonia terhadap Kesehatan Manusia

Konsentrasi Efek Bagi Manusia


0,5-1,0 ppm Bau mulai tercium
25-50 ppm Bau dapat ditandai, pada umumnya sedikit menimbulkan
dampak
50-100 ppm Mengakibatkan iritasi ringan pada mata, hidung dan
tenggorokan, toleransi dapat terjadi dalam 1-2 minggu
tanpa memberi dampak
140 ppm Menimbulkan iritasi tingkat menengah pada mata, tidak
menimbulkan dampak yang lebih parah selama kurang dari
2 jam
400 ppm Mengakibatkan iritasi tingkat menengah pada tenggorokan
500 ppm Merupakan kadar yang memberikan dampak bahaya
langsung pada kesehatan
700 ppm Bahaya tingkat menengah pada mata
1000 ppm Dampak langsung pada jalan pernapasan
1700 ppm Mengakibatkan laryngo spasm
2500 ppm-5000 ppm Mengakibatkan nekrosis dan kerusakan jaringan
permukaan jalan pernapasan sakit pada dada, edema paru,
dan bronchospasm
5000 ppm Berakibat fatal dapat mengakibatkan kematian mendadak

Sumber: Setiawan, 1996

Dampak Amonia pada Pernapasan

Amonia merupakan zat iritan pada saluran pernapasan atas manusia. Eksposur

ke tingkat melebihi 50 ppm mengakibatkan iritasi langsung pada hidung dan

tenggorokan. Namun, toleransi terhadap amonia berkembang dengan paparan

berulang. Paparan pada konsentrasi udara 250 ppm dapat tertahankan bagi

kebanyakan orang selama 30-60 menit. Paparan akut pada tingkat yang lebih tinggi

(500 ppm) telah terbukti meningkatkan volume pernapasan per menit (Roney, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Paparan yang tidak disengaja pada aerosol yang terkonsentrasi garam

amonium atau konsentrasi tinggi dari gas amonia dapat mengakibatkan luka

bakarpada nasofaring dan trakea, obstruksi jalan napas dan gangguan pernapasan,

bronkiolus dan edema alveolar. Uap amonia mudah larut dalam kelenjar yang ada

pada kulit, mata, orofaring dan paru-paru membentuk amonium hidroksida yang

kemudian terpisah untuk menghasilkan ion hidroksil ( Kerstein, 2011).

Pajanan kronistingkat rendah amonia di udara (<25 ppm) memberikan efek

yang rendah pada fungsi paru dan menimbulkan sensitivitas bau pada pekerja di

beberapa pabrik, namun studi pada petani yang terkena amonia dan polutan lainnya di

peternakan mengindikasikan hubungan antara paparan polutan, termasuk amonia, dan

peningkatan gejala pernapasan (seperti reaktivitas bronkus, peradangan, batuk,mengi,

atau sesak napas) dan atau penurunan parameter fungsi paru-paru (ASTDR, 2004).

Dampak Amonia pada Kulit

Kulit sangat sensitif terhadap amonia di udara atau amonia yang dilarutkan

dalam air. Kerusakan topikal yang mungkin disebabkan oleh amonia terutama karena

reaktivitas dan sifat iritannya. Kelarutan amonia dalam air yang tinggi

memungkinkan untuk larut pada permukaandalam air tersebut, bereaksi dengan zat

lemak, kemudian diserap ke dalam lapisan yang lebih dalam, dan menimbulkan

kerusakan yang luas. Tingkat keparahan kerusakan sebanding dengan konsentrasi dan

lamanya paparan; pembilasan dengan air segera dapat meredakan kontak atau

mencegah efek (Roney, 2011).

Tidak seperti luka bakar dari bahan bersifat korosif, yang menyebabkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


nekrosis koagulasi, amonia menyebabkan luka bakar alkali (bersifat asam), sehingga

pencairan dari jaringan dan penetrasi lebih dalam. Luka bakar dapat berakibat cukup

parah hingga memerlukan pencangkokan kulit, dan hilangnya lapisan epidermis

menyebabkan tubuh semakin kehilangan cairan dan kejadian infeksi. Sementara

kebanyakan paparan amonia pada pekerjaan, produk rumah tangga yang mengandung

amonia juga dapat menyebabkan cedera dermal (Roney, 2011).

Dampak Amonia pada Mata

Efek pada mata manusia setelah paparan gas amonia meningkat sesuai dengan

keparahan dengan dosis dan durasi. Dengan gejala sebagai berikut: mata meradang,

lakrimasi, pembengkakan kelopak mata, hiperemik konjungtiva, penglihatan kabur,

mungkin kebutaan sementara, lecet kornea, dan kerusakan kornea berkelanjutan

(Latenser, 2000).

Amonia sedikit menganggu untuk mata manusia dalam paparan singkat pada

konsentrasi 100 ppm, dan segera mengiritasi mata dan tenggorokan pada konsentrasi

698 ppm. Paparan konsentrasi pada 250 ppm masih dapat tertahankan bagi

kebanyakan orang untuk waktu 30-60 menit (Withers, 1986).

Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)

Konsep dan Definisi

Risiko adalah dampak yang merugikan kesehatan pada suatu organisme,

sistem, atau (sub) populasi yang disebabkan oleh pajanan suatu agen dalam jumlah

dan dengan jalur pajanan tertentu. Risiko kesehatan adalah dampak negatif yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hanya bisa dikelola tetapi tidak dapat dihilangkan (assessment), manajemen risiko

(risk management) dan komunikasi risiko (risk communication) (IPCS, 2004).

Analisis risiko sebagai proses yang dimaksudkan untuk menghitung atau

memperkirakan risiko pada suatu organisme sasaran, sistem atau populasi, termasuk

identifikasi ketidakpastian-ketidakpastian yang menyertainya, setelah terpapar oleh

agent tertentu, dengan memperhatikan karakteristik yang melekat pada agent yang

menjadi menjadi perhatian dan karakteristik sistem sasaran yang spesifik. Risiko itu

sendiri didefenisikan sebagai probabilitas suatu efek yang merugikan pada suatu

organisme, sistem atau populasi yang disebabkan oleh pemaparan suatu agent dalam

keadaan tertentu (Rahman, 2005).

Analisis risiko digunakan untuk menilai dan menaksir risiko kesehatan

manusia yang disebabkan oleh paparan bahaya lingkungan. Bahaya adalah sifat yang

melekat pada suatu risk agent atau situasi yang memiliki potensi menimbulkan efek

merugikan jika suatu organisme, sistem atau populasi terpapar oleh risk agent itu.

Bahaya lingkungan terdiri dari tiga risk agent yaitu chemical agents (bahan-bahan

kimia), physical agents (energi berbahaya dan biological agents (makhluk hidup atau

organisme). Analisis risiko bisa dilakukan untuk pemaparan bahaya lingkungan yang

telah lampau (post exposure), dengan efek yang merugikan sudah atau belum terjadi,

bisa juga dilakukan sebagai suatu prediksi risiko untuk pemaparan yang akan datang

(Rahman, 2005).

Tujuan analisis risiko adalah untuk menilai dan memperkirakan risiko

kesehatan manusia yang disebabkan oleh pajanan bahaya lingkungan. Analisis dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dilakukan pada pemajanan lingkungan yang telah terjadi dengan efek merugikan yang

sudah atau belum terjadi. Dengan efek merugikan yang sudah atau belum terjadi.

Hasil dari analisis risiko ini sangat bermanfaat terutama bagi para pengambil

keputusan untuk melakukan manajemen pengendalian risiko kesehatan yang ada atau

mungkin timbul dikemudian hariserta berguna untuk dasar melakukan komunikasi

risiko kepada seluruh sektor yang terkait (Rahman, 2005).

Langkah-Langkah

Langkah-langkah dalam analisis risiko kesehatan menurut Louvar and Louvar

(1998) dan Kolluru (1996) menggambarkan analisis risiko kesehatan terdiri dari 4

langkah utama yaitu: 1) Identifikasi Bahaya (Hazard Identification), 2) Analisis

Pemaparan (Exposure assessment), 3) Analisis Dosis Respon (Dose Response

Assessment), 4) Karakteristik Risiko (Risk Characterization). IPCS (2004), sedang

mengharmonisasikan berbagai model analisis risiko yang berbeda-beda dari berbagai

negara. Gambar 2.1 merupakan draft harmonisasi IPCS (2004), sebagai rangkuman

dari berbagai model yang ada (Rahman, 2005).

Pada dasarnya model yang telah diharmonisasikan ini terdiri dari empat

langkah, sebagaimana model yang telah digambarkan oleh Louvar (1998) dan Koluru

(1996), hanya ditambah dengan perumusan masalah. Sebagai langkah awal,

perumusan masalah sangat menentukan apakah analisis risiko diperlukan. Perumusan

masalah sekurang-kurangnya membutuhkan beberapa pertimbangan awal mengenai

identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya dan analisis pemaparan. Langkah ini

diharapkan menghasilkan: a) Pertanyaan-pertanyaan tersurat (eksplisit) yang harus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dijawab dalam karakterisasi risiko untuk memenuhi kebutuhan manajemenrisiko, b)

Penetapan sumber-sumber data tersedia yang diperlukan, dan c) Waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan analisis risiko.

Identifikasi Bahaya

Identifikasi Sumber

Analisis Pajanan Analisis Dosis Respon

Karakteristik Risiko

Manajemen Risiko

Komunikasi Risiko

Gambar 2.1 Langkah-langkah dalam Analisis Risiko Kesehatan

Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan biasanya dilakukan karena adanya

peristiwa yang menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan tertentu

meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan

tertentu meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum. Kasus-kasus muncul

karena dua masalah utama, yaitu indikasi pencemaran atau indikasi gangguan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kesehatan. Masyarakat awam biasanya memakai identifikasi inderawi sebagai dasar

kepedulian meraka, maka kalangan profesional atau akademisi harus menggunakan

datadan informasi ilmiah sebagai basis untuk menilai keberadaan masalah lingkungan

dan kesehatan. Morbiditas dan mortalitas penyakit-penyakit berbasis lingkungan,

insidendan prevalen, hasil-hasil monitoring kualitas lingkungan atau studi

epidemiologi kesehatan lingkungan, merupakan sumber data yang lazim dipakai

untuk merumuskan masalah. Keberadaan risk agent dapat disimpulkan dari gangguan

kesehatan yang teramati (disease oriented), tingkat pencemaran (agent oriented,

contohnya yang melampaui baku mutu), atau keduanya.

Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)

Identifikasi bahaya adalah upaya untuk mengenali struktur dan komposisi

yang melekat dalam risk agent serta efek yang merugikan kesehatan (Louvar, 1998).

Efek-efek ini bisa diketahui dari studi-studi pada populasi manusia berupa human

epidemiology, baik disain eksperimental seperti clinical trial atau community trial

maupun disain observasional seperti case control dan cohort, molecularepidemiology,

studi toksikologi berbasis hewan (uji hayati atau bioassay), studitoksikologi in-vitro,

atau studi hubungan struktur dengan keaktifan biologis. Respon tubuh terhadap

bahan-bahan kimia beracun tergantung pada lama/panjang dan jumlah pajanannya.

Pajanan jangka pendek dengan konsentrasi bahan kimia yang rendah boleh jadi tidak

menimbulkan efek nyata tetapi bila jangka waktu pajanannya lama maka bahan kimia

tersebut dapat menimbulkan bahaya. Dalam studi-studi ini bisa jadi diperoleh banyak

efek, namun yang dapat digunakan untuk mengenal bahaya adalah efek-efek yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


merugikan kesehatan (Rahman, 2005).

Analisis Pemaparan (Exposure Assessment)

Analisis pemaparan merupakan tahap kegiatan analisis risiko yang memiliki

ketidakpastian (BPOM RI, 2011). Oleh karena itu pengukuran konsentrasi pemaparan

akan mengurangi ketidakpastian dalam analisis pemaparan.

Pemaparan adalah proses yang menyebabkan organisme kontak dengan

bahaya. Pemaparan adalah penghubung antara bahaya dan risiko. Pemaparan dapat

terjadi karena risk agent terhirup dalam udara, tertelan bersama air atau makanan,

terserap melalui kulit atau kontak langsung dalam kasus radiasi (Kolluru, 1996).

Analisis pajanan dilakukan untuk mengdentifikasi tentang dosis atau jumlah

yang diterima seseorang. Jalur intake (asupan) agen risiko harus diketahui dahulu

melalui analisis pajanan ini antara lain jalur masuk melalui ingesti (saluran

pencernaan), melalui jalur inhalasi atau pernapasan maupun melalui air. Selain itu

juga dibutuhkan data mengenai waktu, frekuensi, lama pemajanan, karakteristik

manusia sasaran (antropometri) dan pola aktifitas sasaran.

Intake (asupan) adalah jumlah asupan yang diterima individu per berat

badanper hari. Perhitungan mengenai intake (asupan) digunakan persamaan (Louvar,

1998) sebagai berikut:

C x R x t x F x Dt
I
W x tavg
dimana:

I = asupan (intake), jumlah risk agent yang masuk ke dalam tubuh manusia per

berat badan per hari (m3/kg/hari).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


C = konsentrasi risk agent,udara (mg/m3), makanan (mg/kg) dan minuman

(mg/L)

R = laju (rate) asupan, makanan (kg/hari), udara (m3/hari), minuman (L/hari)

te = waktu pajanan harian (jam/hari)

fe = frekuensi pajanan (hari/tahun)

Dt = durasi pajanan (tahun), real time atau proyeksi 30 tahun

Wb = berat badan manusia/responden (kg)

tavg = periode waktu rata-rata untuk efen non karsinogenik 30 tahun x 365

hari/tahun untuk efek karsinogenik

Dalam analisis risiko kesehatan manusia (risk health risk assessment),

berbagai jalur pajanan sering diintegrasikan untuk menetapkan Asupan Harian Total

(Total Daily Intake) yang dinyatakan sebagai (mg/kg BB/hari).

Tabel 2.2 Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis Paparan

No. Aspek Keterangan


1. Agent Biologis,kimia dan Fisika
2. Sumber Antropogenik/nonantropogenik,area/titik,bergerak/diam,indoor/o
utdoor
3. Media Pembawa Udara,air,tanah,debu,makanan dan produk
4. Jalur Paparan Menghirup udara yang terkontaminasi, makanan, menyentuh
permukaan benda
5. Konsentrasi mg/m3 (udara), mg/kg (Makanan),mg/Liter (air),% berat
paparan
6 Rute Paparan Inhalasi, Kontak Kulit, Ingesti, rute berganda
7 Durasi Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, seumurhidup
8 Frekuensi Kontiniu, Intermiten, bersirkulasi, acak
9 Latar paparan Pemukiman/bukan pemukiman, lingkungan kerja/bukan
lingkungan kerja,indoor/outdoor.
Sumber: Human Exposure Asssment,Enviromental Health Criteria (WHO,2000)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Analisis Efek (Effect Assesment)

Menurut (BPOM RI, 2011) analisis efek adalah perkiraan hubungan antara

dosis atau tingkat paparan pada suatu organisme, dengan insidensi dan tingkat efek

yang dilibatkannya. Termasuk deskripsi hubungan kuantitatif antara derajat paparan

terhadap suatu bahan kimia dengan derajat efek toksik.

Hubungan dosis-respon yang berbeda dapat diamati pada bahan yang sama,

karena efek toksik yang dipengaruhi oleh jumlah asupan bahan kimia atau dosis yang

diabsorbsi, frekuensi paparan dan waktu. Pada analisis risiko kesehatan manusia,

risiko yang dikaji hanya terpusat pada manusia. Oleh karena itu ketidakpastian dalam

analisis risiko manusia hanya terbatas pada variasi jalur paparan dan perbedaan

sensitivitas setiap individu (BPOM RI, 2011). Sehingga konsep risiko mengandung

pengertian probabilitas yang disebut dengan RfC (Reference Consentration). RfC

bukan konsentrasi yang acceptable melainkan hanya acuan saja, jika dosis yang

diterima manusia melebihi RfC maka probalitas mendapatkan risiko juga bertambah

(Rahman, 2005).

Dosis-respon atau efek dosis suatu zat toksik menunjukkan tingkat toksisitas

zat tersebut dan dinyatakan sebagai: 1) Tingkat paparan paling tinggi yang efek

biologinya tidak teramati (NOAEL). 2) Tingkat paparan paling rendah yang efek

biologinya teramati (LOAEL). 3) Efek-efek temporer dan permanen atau dosis

efektif, seperti iritasi mata atau saluran pernafasan. 4) Luka permanen. 5) Efek

fungsional kronis. 6) Efek mematikan.

Reference consentration ditetapkan dengan membagi NOAEL (No Observed

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Adverse Effect Level) dengan UF (Uncertainty Factor) x MF (Modifying Factor)

(Kolluru, 1996). 

NOAEL
RfC 
UF x MF
Analisis Dosis Respon untuk Efek Non Karsinogen NH3

Tahap analisis risiko ini menyangkut identifikasi jenis efek merugikan yang

berhubungan dengan pajanan zat toksik yang telah diidentifikasi juga menyangkut

hubungan besar pajanan dengan efek yang merugikan. Tujuan analisis dosis respon

adalah untuk menduga apakah risk agent yang terpilih berpotensi menimbulkan efek

yang merugikan pada populasi yang berisiko. Tujuan lainnya adalah untuk membuat

estimasi hubungan kuantatif tingkat pemajanan dengan peningkatan efek merugikan

kesehatan. Analisis dosis respon merupakan satu kesatuan dengan analisis pajanan).

Konsentrasi acuan (RfC) ditentukan berdasarkan infomasi studi tikus percobaan yang

tepapar NH3 secara inhalasi sehingga timbul penyakit subkronis seperti perubahan

suara tikus menjadi sengau dan radang pada mukosa penciuman tikus. Nilai RfC NH 3

untuk yang terdaftar di EPA-IRIS adalah 0,5 mg/m³. Asal- usul RfC didasarkan pada

suatu nilai NOAEL = 4,9 mg/m³.

Karakteristik Risiko (Risk Characterization)

Karakteristik risiko adalah perkiraan suatu risiko yang merugikan yang dapat

terjadi pada manusia akibat dari pajanan yang dinyatakan dengan Risk Quotient (RQ).

Perkiraan tersebut dapat dilakukan melalui estimasi risiko, yaitu kuantifikasi

probabilitas terjadinya risiko berdasarkan identifikasi bahaya, analisis efek dan

analisis pajanan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Karakterisasi risiko adalah penghubung antara risiko dengan manajemen

risiko. Asupan manusia (intake) dibandingkan dengan konsentrasi acuan (RfC). Rasio

antara asupan dengan RfC dikenal dengan bilangan risiko (Risk Quetients), disingkat

RQ. Dalam Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL), RQ menyatakan

kemungkinan risiko yang potensial terjadi. Semakin besar RQ di atas 1, semakin

besar pula kemungkinan risiko itu terjadi. Dan sebaliknya jika nilai RQ kurang 1,

maka semakin kecil kemungkinan risiko kesehatan itu terjadi (Kolluru, 1996).

Karakteristik risiko didapat dengan perhitungan perkiraan tingkat risiko

dengan persamaan perhitungan RQ (Kolluru, 1996) adalah sebagai berkut:

 m3 
Intake  / hari 
Risk Quotients (R)  kg 
 m3 
RfC / RfD  kg / hari
 
Apabila RQ < 1 menunjukkan indikasi tidak adanya kemungkinan terjadinya

risiko efek yang merugikan, tetapi segala kondisi tetap dipertahankan sehingga nilai

RQ tidak melebih satu. Sedangkan RQ > 1 menunjukkan indikasi adanya

kemungkinan terjadinya risiko efek yang merugikan yang juga berarti semakin besar

pajanan risk agent berakibat semakin besar menimbulkan risiko kesehatan sehingga

perludilakukan pengendalian risiko terhadap efek pajanan tersebut.

Manajemen Risiko

Menurut Mansyur M (2007) manajemen risiko kesehatan adalah proses yang

bertahap dan berkesinambungan. Manajemen risiko adalah upaya yang didasarkan

pada informasi tentang risiko kesehatan yang diperoleh melalui suatu analisis risiko,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


untuk mencegah, menanggulangi, atau memulihkan efek yang merugikan kesehatan

oleh paparan zat toksik. Hasil dari karakterisasi risiko kemudian digunakan untuk

memutuskan upaya-upaya pengendalian dengan memperhatikan faktor-faktor lain,

seperti ketersediaan teknologi, perangkat hukum dan perundangan, sosial, ekonomi

dan informasi politik.

Formula untuk manajemen risiko adalah membuat berbagai macam scenario

sedemikian rupa sehingga intake suatu risk agent sama dengan RfC-nya. Caranya

adalah dengan mengurangi masa paparan atau waktu kontak atau konsentrasinya.

Upaya-upaya pengendalian risiko pada dasarnya ada tiga, yaitu:

1. Pengendalian secara administratif (legal)

2. Pengendalian Pajanan Bahan Kimia

3. Pendidikan dan Pelatihan

1. Pengendalian Secara Administratif (legal)

Salah satu bentuk pengendalian secara administratif atau legal adalah penetapan

standar kualitas atau Baku Mutu Lingkungan (BML). Dalam pengendalian secara

teknik, aspek-aspek teknologi sangat penting karena pemilihan teknologi yang

tepat dapat menjamin ketaatan legal dan administratif (Rahman, 2005).

2. Pengendalian Pajanan Bahan Kimia

Pengendalian dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung keadaan pada

saat tersebut. Hirarki yang disarankan dalam pengendalian secara umum adalah:

pengendalian secara teknis, pengendalian secara administratif, dan yang terakhir

adalah penggunaan alat pelindung diri (personal protective equipment).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pengendalian pajanan ditujukan untuk mencegah terjadinya pajanan bahaya

kesehatan, atau menurunkan tingkat pajanan sampai pada tingkat yang dapat

diterima (acceptablelevel).

Pada kasus pajanan kimia maka hirarki yang disarankan adalah: substitusi bahan

yang berbahaya dengan yang tidak atau kurang berbahaya, pengendalian teknik

seperti penyempurnaan ventilasi, perbaikan prosedur kerja dengan tujuan

menurunkan pajanan, dan penggunaan alat pelindung diri.

3. Pendidikan dan Pelatihan

Menurut Suyono (1993) kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi termasuk

penyampaian instruksi dan pelatihan, perlu dilakukan secara berkesinambungan.

Pendidikan dan latihan merupakan komponen penting dalam perlindungan

kesehatan. Tujuan utama pendidikan dan latihan ini adalah agar pekerja:

a. Mengerti, paling tidak pada tingkat dasar, bahaya kesehatan yang terdapat di

lingkungan masyarakat

b. Mempunyai kebiasaan sehat dan selamat serta hygiene perorangan yang baik

c. Mengenal gejala dini gangguan kesehatan akibat pajanan bahaya tertentu

d. Melakukan pertolongan pertama apabila terjadi gangguan kesehatan sesegera

mungkin.

Gas Amonia dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Udara

Pengaruh limbah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek yang

langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud efek langsung adalah efek yang

disebabkan karena kontak yang langsung dengan limbah tersebut. Misalnya, limbah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


beracun, limbah korosif terhadap tubuh, teratogenik dan lain-lain.

Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses

pembusukan, pembakaran, dan pembuangan limbah. Dekomposisi limbah biasanya

terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif, dan secara anaerobik apabila

oksigen telah habis. Dekomposisi anaerobik akan meng hasilkan gas H2S, N2, H2dan

NH3 (Soemirat, 2004).

Gas NH3 yang dilepaskan dari limbah mempengaruhi kualitas udara

disekitarnya. NH3 ini bersifat racun bagi tubuh juga berbau sehingga secara estetis

tidak dapat diterima. Jadi penumpukan limbah yang membusuk tidak dapat

dibenarkan.

Kebiasan Merokok

Asap rokok dapat menimbulkan efek iritasi pada saluran pernapasan.

Kemampuan bulu getar (silia) yang berguna untuk menyaring benda asing telah

berkurang sehingga debu lebih mudah masuk ke paru-paru. Interaksi antara perokok

dan debu merupakan faktor risiko bersinergi sehingga perokok lebih berisiko

mengidap ISPA. Asap rokok merupakan zat iritan yang dapat menyebabkan infeksi

pada saluran pernapasan. Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun yang

dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Kebiasaan merokok dapat meningkatkan

risiko terjadinya ISPA sebanyak 2,2 kali (Suryo, 2010).

Adapun pengertian perokok menurut WHO dalam Depkes (2011) adalah

mereka yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hidupnya dan masih merokok saat survei dilakukan. Menurut Sitepoe (2000)

mengkategorikan perokok berdasarkan jumlah konsumsi rokok harian yaitu: (a)

perokok ringan (1-10 batang/ hari), (b) perokok sedang (11-20 batang/hari), (c)

perokok berat (> 20 batang/hari).

Landasan Teori

Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan terdiri dari empat langkah sebagai

berikut: (Yassi, 2001)

1. Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya dilakukan terhadap kandungan NH3 dalam udara yang dihirup

oleh masyarakat di sekitar TPA Terjun dengan mengukur konsentrasi NH 3.

2. Analisis Dosis-Respon

Analisis dosis-respon tidak dilakukan dalam penelitian ini. Dosis-respon NH3

diperoleh dari US EPA (2016) yang menyatakan konsentrasi acuan (Reference

Concentration, RfC) untuk paparan asam sulfida secara inhalasi adalah 0,5mg/m³.

3. Analisis Paparan

Analisis paparan dilakukan dengan pengukuran besarnya paparan, yaitu dengan

mengestimasi jumlah asupan udara yang dihirup setiap harinya dengan

memperhitungkan konsentrasi NH3 dalam udara, waktu paparan, durasi paparan,

dan berat badan, perilaku merokok.

4. Karakteristik Risiko

Karaktersitik risiko adalah perkiraan risiko secara numerik, melalui estimasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


risiko dengan kuantitatif probabilitas yaitu perbandingan antara asupan dengan

konsentrasi acuan (RfC). Tingkat risiko dinyatakan dengan bilangan risiko (Risk

Quetients). Semakin besar nilai RQ > 1, semakin besar kemungkinan

risikokesehatan yang potensial terjadi. Sebaliknya semakin kecil nilai RQ < 1,

semakin kecil kemungkinan risiko kesehatan itu untuk terjadi (Kolluru, 1996).

Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan sebelumnya maka

disusunlah suatu kerangka teori yang akan meringkas semua hal-hal yang

berkaitan dengan NH3 dalam analisis risiko. Kerangka teori yang disajikan

diadopsi dari Louvar dan Louvar (1998).

Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya

maka disusun suatu kerangka teori yang merupakan modifikasi hasil ringkasan dari

IPCS 2004, ATSDR 2004 dan Louvar 1998 yang dianalisis mulai dari sumber,

mekanisme absorsi ke dalam tubuh manusia hingga efek terhadap kesehatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Indikator Asupan

1. Konsetrasi gas NH3


dalam udara ambien

Pola Aktivitas Efek Amonia


1. Waktu Paparan Harian
Gangguan Infeksi Saluran Pernafasan
2. Durasi Paparan Akut

Antropometri

1. Berat Badan

Perilaku Individu

1. Merokok

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh indikator asupan (konsentrasi NH3 dalam udara ambien),

polaaktivitas (waktu paparan harian, durasi paparan), antropometri (berat badan), dan

merokok dengan gangguan infeksi saluran pernafasan akut pada masyarakat yang

tinggal di TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2018.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Analisis Risiko

Kesehatan Lingkungan (ARKL). Pendekatan ini bertujuan untuk menilai tingkat

risiko dengan gangguan infeksi saluran pernafasan yang dijadikan sebagai variabel

terikat dalam penelitian ini.

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah pemukiman penduduk yang ada disekitar lokasi

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Terjun, Kecamatan Medan Marelan.

Alasan pemilihan lokasi berdasarkan: (1) Belum pernah dilakukan penelitian Analisis

Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) gas amonia di TPA Terjun,(2) Konsentrasi

gas amonia pada radius 100 meter yaitu 1,03 sehingga estimasi pada radius 0 meter

dari TPA akan mengalami peningkatan konsentrasi, (3) Banyaknya keberadaan rumah

disekitaran penduduk di TPA Terjun, (4) Data dari Puskesmas Terjun menempatkan

ISPA pada urutan pertama dari 10 penyakit terbesar.

Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai pada saat pengajuan judul, konsultasi dengan pembimbing,

pelaksanaan penelitian sampai dengan penyusunan laporan akhir direncanakan

berlangsung selama 6 bulan, mulai dari bulan November 2017 sampai April 2018.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Populasi dan Sampel

Populasi

A. Populasi Subyek

Pada penelitian ini yang dijadikan sebagai subjek adalah masyarakat yang

tinggal di TPA dengan radius 0 meter, 100 meter, 200 meter, 300 meter di TPA

Terjun Kecamatan Medan Marelan sebanyak 260 orang.

B. Populasi Obyek

Pada penelitian ini obyek yang digunakan adalah ambien udara yang ada di

TPA Terjun pada 4 titik yaitu 0 meter, 100 meter, 200 meter, 300 meterdi TPA

Terjun Kecamatan Medan Marelan.

Sampel

Kriteria Sampel

A. Kriteria Sampel Subyek

Sampel dalam penelitian ini adalah pemulung yang berusia ≥18 tahun yang

tinggal di TPA Terjun dan telah bermukim minimal 3 tahun. Kriteria tersebut

berdasarkan atas keseragaman antropometri dan lama mukim responden minimal 3

tahun pada penelitian Kilburn dan Warshaw tahun 1995.

Adapun kriteria-kriteria inklusi dan eksklusi yaitu:

Kriteria Inklusi:

1. Berusia ≥18 tahun

2. Menghirup udara di lokasi penelitian

3. Telah bermukim minimal 3 tahun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah consecutive sampling.

Pada consecutive sampling, semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria

pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan

terpenuhi. Consecutive sampling ini merupakan jenis nonprobability sampling yang

paling baik, dan sering merupakan cara termudah. Sebagian besar penelitian klinis

(termasuk uji klinis) menggunakan teknik ini untuk pemilihan subjeknya

(Sastroasmoro, 2007). Dengan menggunakan teknik tersebut, maka populasi memiliki

kesempatan yang sama untuk dilakukan penelitian yang memenuhi kriteria inklusi

dijadikan sebagai sampel penelitian. Menurut Sastroasmoro (2007), penentuan besar

sampel untuk penelitian dapat ditentukan dengan menggunakan rumus uji hipotesis

yaitu:

Z P (1 P ) 
Zβ Pos (1 P )
2

n α o o a

Po  Pa 

dimana:

n = besar sampel minimum

Zα = deviasi baku normal untuk α pada derajat kepercayaan 95%

Zβ = deviasi baku normal untuk β pada derajat kepercayaan 80%

Po = proporsi gangguan infeksi saluran pernafasan akut yang diteliti

Pa = perkiraan proporsi gangguan infeksi saluran pernafasan akut

Pada survei pendahuluan terhadap 30 responden penulis mendapatkan jumlah

Po = 66,7%

Pa = 10%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dengan mensubstitusikan nilai-nilai yang diperoleh dari survey pendahuluan

tersebut maka diperoleh:

Maka dari itu hasil survei pendahuluan akan disubstitusikan ke persamaan berikut:

n 

1,96 0,67 (1 0,67)  0,842 0,10 (1 0,10) 
2

0,67  0,10
Dengan demikian jumlah sampel minimal dalam penelitian ini diperlukan

sebanyak 40 orang di TPA Sampah Terjun.

Besar Sampel Obyek

Besar sampel obyek yang diukur pada lokasi TPA Sampah Terjun pada 4 titik

yaitu 0 meter, 100 meter, 200 meter, 300 meter ke arah Timur.

3.5 Metode Analisis Amonia dalam Udara

Cara uji untuk mengukur amoia di udara dengan metoda indofenol

menggunakan spektrofotometer (SNI, 2005).

3.5.1 Prinsip Metoda Analisis

Amonia dari udara ambien yang telah diserap oleh larutan penjerap asam

sulfat, akan membentuk amonium sulfat. Kemudian direaksikan dengan fenol dan

natriumhipoklorit dalam suasana basa, akan membentuk senyawa komplekindofenol

yangberwarna biru. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm.

Bahan

Larutan Penjerap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Masukkan 3 mL H2SO4 97% kedalam labu ukur 1000 mL yang telah berisi

kurang lebih 200 mL air suling dingin yang diletakkan dalam penangas air es.

2. Larutan diencerkan hingga 1000 mL lalu homogenkan (hati-hati reaksi

eksotermis).

Larutan Natrium Nitroprusida (Na2Fe(CN)5NO.2H2O) 2%

Larutkan 2 gram natrium nitroprusida ke dalam labu ukur 100 mL dengan air

suling, encerkan hingga tanda tera lalu homogenkan.

Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 6,75 M

1. Larutkan 270 g NaOH dalam gelas piala 1000 mL yang telah terisi kurang

lebih 500 mL air suling dingin yang diletakkan dalam penangas air es,

encerkan hingga 1000 mL dan homogenkan.

2. Simpan dalam botol polietilen.

Larutan Natrium Hipoklorit (NaOCl) 3,7%

Buat larutan NaOCl 3,7% dari larutan natrium hipoklorit yang tersedia di

pasaran (5%-6%).

Larutan Kerja Hipoklorit

1. Masukkan 30 mL NaOH 6,75 M dan 30 mL larutan NaOCl 3,7% ke dalam

labu ukur 100 mL.

2. Encerkan larutan tersebut dengan air suling dan tepatkan sampai tanda tera

kemudian homogenkan.

Larutan Fenol (C6H5OH)45% v/v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. 50 gram fenol fileur di atas penangas air pada temperatur 60 0C dalam

gelas piala 100 mL kemudian dipindahkan ke labu ukur 100 mL.

2. encerkan larutan dalam labu ukur tersebut diatas dengan metanol hingga

tanda tera kemudian dihomogenkan.

Larutan Kerja Fenol

Masukkan 20 ml larutan induk fenol 45% dan 1 mL larutan natrium

nitroprusid 2% ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan larutan tersebut dengan air

suling sampai tanda tera, kemudian homogenkan.

Larutan Penyangga

Masukkan 50 gram Na3PO4.12H20 dan 74 mL larutan NaOH 6,75 M dalam

piala gelas 2000 mL kemudian encerkan dengan air suling hingga 1000 mL kemudian

homogenkan.

Larutan Induk Amonia 1000 μg

1. Larutkan 3,18 gram NH4Cl (yang telah dikeringkan pada suhu 1050C

selama 1 jam) dengan air suling ke dalam labu ukur 1000 mL kemudian

diencerkan sampai tanda tera, lalu homogenkan.

2. Tambahkan 1 tetes CHCl3 sebagai pengawet.

Larutan Standar Amonia 10 μg

Pipet 1 mL larutan induk amonia ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan

dengan larutan penjerap sampai tanda tera, kemudian homogenkan.

Larutan HCl 1,2 M (untuk pencucian alat-alat gelas)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Larutkan 10 mL HCl (12M), masukkan ke dalam gelas piala 100 mL dan

tambahkan air suling sampai dengan 100 mL.

Peralatan

1. Peralatan pengambilan contoh ujia amonia

2. Prefilter

3. Labu ukur 100 mL dan 1000 mL

4. Pipet volumetrik 0,5 mL, 1 mL, 5 mL dan 20 mL

5. Pipet mikro 1 mL

6. gelas ukur 100 mL

7. Gelas piala 100 mL, 500 mL, 1000 mL dan 2000 mL

8. Tabung uji 25 mL

9. Spektrofotometer

10. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg

11. Buret 50 mL

12. Labu erlenmeyer 250 mL

13. Kaca arloji

14. Desikator

15. Oven

16. Termometer

17. Barometer

18. Penangas air

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Prosedur Pembuatan Kurva Kalibrasi

1. Optimalkan alat spektrofotometer sesuai petunjuk penggunaan alat.

2. Siapkan 6 buah tabung uji 25 mL lalu masukkan ke dalamnya larutan standar

amonia masing-masing 0,0 mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 1,0 mL dan1,5 mL,

yang mengandung 0 μg NH3 ; 2 μg NH3; 4 μg NH3; 6 μg NH3; 10 μg NH3 dan

15 μg NH3. Selanjutnya tambahkan larutan penjerap sampai volum 10 mL.

3. Tambahkan berturut-turut ke dalam masing-masing taung uji 2 mL larutan

penyangga, 5 mL larutan pereaksi fenol dan 2,5 mL larutan pereaksi natrium

hipoklorit lalu dihomogenkan.

4. Tambahkan air suling ke dalam taung uji sampai tanda tera, lalu homogenkan

dan didiamkan selama 30 menit.

5. Ukur serapan masing-masing larutan pada panjang gelombang 630 nm.

6. Buat kurva kalirasi antara serapan dengan jumlah NH3 (μg).

Pengujian Contoh Uji

1. Pindahkan larutan contoh uji ke dalam tabung uji 25 mL.

2. Lakukan langkah 3.8. nomor 3 sampai 4.

3. Masukkan larutan contoh uji ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, lalu

ukur serapannya pada panjang gelombang 630 nm.

4. Baca serapan contoh uji kemudian hitung jumlah NH3 yang diperoleh dari

kurva kalibrasi.

5. Lakukan langkah-langkah 3.9. nomor 1 sampai 4 untuk pengujian blanko

dengan menggunakan 10 mL larutan penjerap.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Metode Pengumpulan Data

3.10.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagi berikut:

1. Data konsentrasi amonia dalam udara ambien yang diukur pada TPA Sampah

Terjun yang diambil pada 4 titik yaitu 0 meter, 100 meter, 200 meter, dan 300

meter ke arah Timur. Pengukuran konsentrasi gas amonia di TPA Terjun dimulai

pada saat jam 14:00 hal ini berdasarkan peningkatan jumlah pekerja yang mencari

barang-barang bekas di TPA Terjun.Data hasil pengujian dari pengambilan

sampel sesaat (one-shot or single period sampling or grab sampling) hanya

mewakili kondisi kualitas lingkungan pada saat pengambilan sampel dilakukan.

Untuk mendapatkan kualitas lingkungan pada periode waktu tertentu, maka harus

dilakukan pengambilan sampel lebih dari sekali pada lokasi dan titik pengambilan

sampel dengan parameter yang sama.

Prosedur sampling yang dilakukan dalam penilitian ini yaitu setiap interval

10menit selama 30 menit. Pengujian sampel diawali dengan pemasangan

prefilterholder. Prefilterholder dipasang pada selang berfungsi untuk pengambilan

sampel udara ke dalam botol impinger. Botol impinger diisi 10 ml

larutan penyerap. Impinger dan erlenmeyer basah tertutup yang berisi serat

kaca/glass wool dihubungkan dengan selang silikon. Rangkaian tersebut

disambungkan pada flowmeter dan pompa vakum dengan kecepatan 1-2 menit.

2. Data individu pengisian kuesioner dan hasil penimbangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Data kuesioner diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan responden yang

tinggal di lokasi penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya akan digunakan

untuk menghitung asupan amonia dalam udara yang masuk ke tubuh manusia

melalui jalur inhalasi dan akan dihubungkan dengan penyakit ISPA pada

responden.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel

1. Variabel pengaruh (independent variabel) adalah konsenterasi amonia,

durasi paparan, frekuensi paparan, berat badan, dan merokok.

2. Variabel terpengaruh (dependent variabel), adalah Gangguan infeksi

saluran pernafasan akut.

Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi Alat Hasil


No. Variabel Skala Cara Ukur
Operasional Ukur Ukur
1. Konsenterasi Konsentrasi Ordinal Indofenol Melakukan mg/m3
NH3 amonia yang Pengukuran
terukur, hasil
pemeriksaan
kualitas
udara
2. Durasi Lamanya Ordinal Kuesioner Wawancara Tahun
Paparan waktu dan Hitung
responden
menghirup
udara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Waktu Lamanya Ordinal Kuesioner Wawancara Jam/hari
Paparan paparan dan Hitung
amonia pada
satu hari
4. Berat Badan Berat badan Ordinal Timbangan Melakukan Kilogra
responden berat adan penimbang m
pada saat an pada
dilakukan responden
penelitian
saat
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi Alat Hasil


No. Variabel Skala Cara Ukur
Operasional Ukur Ukur
5. Merokok Perilaku Ordinal Kuesioner Wawancara 1.
merokok Merokok
responden 2. Tidak
Merokok

Teknik Pengolahan Data

Berdasarkan Azrul Azwar, dkk (2003) data yang telah diambil pada saat

penelitian ini kemudian dilanjutkan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Editing (Pemeriksaan data)

Padakegiatan editing penelitian ini dilakukan dengan cara mengecek ulang

kelengkapan dan kejelasan jawaban responden dengan kuesioner. Kegiatan ini

memastikan bahwa data yang telah diperoleh telah terisi, konsisten, relevan, serta

dapat dibaca dengan baik.

2. Coding

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada kegiatan ini penilaian data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan

kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah

dengan perangkat software di komputer.

3. Entry

Data yang telah diolah telah dibersihkan kemudian masukkan kedalam program

komputer untuk diolah.

4. Cleaning Data Entry

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam komputer untuk

menghindari kesalahan pemasukan data.

5. Penyajian data/laporan

Data dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi sesuai

dengan referensi yang relevan.

Pengolahan data menggunakan perhitungan analisis risiko yaitu dengan

menghitung asupan (intake), untuk mengetahui tingkat risk agent (RQ) terhadap

konsumen. Perhitungan asupan diperoleh berdasarkan data konsentrasi NH3 sebagai

risk agent dalam udara, laju asupan paparan, frekuensi tahunan, durasi paparan dalam

tahun, berat badan, periode waktu rata-rata (Kolluru, 1996).

Dataasupan konsentrasi amonia dalam udara dengan menggunakan persamaan

sebagai berikut: (Kolluru, 1996)

C x R x t x f x Dt
I
Wb x tavg

dimana:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


I = asupan (intake), mg/kg x hari

C = konsentrasi risk agents, mg/M3 untuk medium udara, mg/L untuk airminum,

mg/kg untuk makanan/pangan

R = laju asupan atau konsumsi, 0,83 M3/jam untuk inhalasi orang dewasa, L/hari

untuk air minum, g/hari untuk makanan

T = waktu pajanan, jam/hari

f = frekuensi pajanan, hari/tahun

Dt = durasi pajanan, tahun (real time atau proyeksi, 30 tahun untuk nilai default

residensial)

Wb = berat badan, kg

tavg = periode waktu rata-rata (Dt x 365 hari/tahun untuk zat nonkarsinogen, 70

tahun x 365 hari/tahun untuk zat karsinogen).

Untuk mengetahui tingkat risiko kesehatan yang akan terjadi dari masing-masing

individu, maka dilakukan perhitungan RQ sesuai dengan persamaan berikut:

 mg 
kg 
Intake  
 hari 
 
Risk Quotients (RQ)   
RfC
Hasil perhitungan RQ dapat menunjukkan tingkat risiko kesehatan masyarakat

akibat menghirup udara yang mengandung amonia. Apabila RQ ≤ 1 menunjukkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


paparan masih berada di bawah batas normal dan penduduk yang menghirup udara

tersebut aman dari risiko kesehatan oleh NH3. Bila, RQ > 1 menunjukkan paparan

berada di atas atas normal dan penduduk yang menghirup udara tersebut memiliki

risiko kesehatan oleh NH3 sepanjang hidupnya.

Metode Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat ini dilakukan untuk memperoleh gambaran pada masing-masing

variabel. Dalam analisis ini digunakan convidence interval (CI) 95%. Variabelnya

dengan data numerik adalah: konsentrasi amonia, waktu paparan, durasi paparan,

berat badan, perilaku merokok.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel.

Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis variabel yaitu variabel independen

(konsentrasi amonia, waktu paparan, durasi paparan, berat badan, perilaku

merokok.) dan variabel dependen gangguan infeksi saluran pernafasan.

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk melihat pengaruh antara variabel indikator

asupan, pola aktivitas, antropometri, dan perilaku individu dengan variabel yang

dependen yaitu gangguan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) sehingga

diketahui mana yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian infeksi

saluran pernafasan akut (ISPA).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4

HASIL PENELITIAN

Deskripsi Wilayah Penelitian

Gambaran Umum Wilayah

Kecamatan Medan Marelan terletak di bagian utara Kota Medan dan

berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah Utara, Selatan dan

Barat. Berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara

Nomor : 138/402/K/SK/1991 tanggal 21 Maret 1991, Kecamatan Medan Marelan

dijadikan salah satu Kecamatan Perwakilan di Kota Medan yaitu Pemekaran dari

Kecamatan Medan Labuhan, kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor :

35 tahun 1992 tanggal 02 September 1992 didefenitifkan menjadi Kecamatan Medan

Marelan.

Pada awalnya Kecamatan Medan Marelan terdiri dari 4 ( empat ) kelurahan,

selanjutnya berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Utara Nomor : 146.1/1101/K/1994 tanggal 13 Juni 1994 tentang pembentukan 7

(tujuh) Kelurahan Persiapan di Kota Medan, salah satunya adalah Kelurahan Paya

Pasir yang merupakan pemekaran dari Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan

Marelan dan setelah didefenitif maka jumlah Kelurahan di Kecamatan Medan

Marelan menjadi 5 (lima) masing-masing adalah sebagai berikut :

1. Kelurahan Tanah 600

2. Kelurahan Rengas Pulau

3. Kelurahan Terjun

4. Kelurahan Labuhan Deli

5. Kelurahan Paya Pasir

Gambar Peta Administratif Kecamatan Medan Marelan

Kecamatan Medan Marelan berada pada Koordinat/elevasi 03033¹015” –

03º33¹059” LU dan 098º40¹870” – 098º40¹094” BT.

Gambar 3.1 Peta Administratif Kecamatan Medan Marelan


Sumber : Data Profil Kecamatan Medan MarelanUNIVERSITAS
Tahun 2017 SUMATERA UTARA
Kondisi Geografi

Kecamatan Medan Marelan merupakan salah satu kawasan pinggiran yang

berada di Bagian Utara Kota Medan dan memiliki batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Deli Kota Medan dan

Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Labuhan dan Kecamatan

Medan Deli Kota Medan.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli

Serdang.

4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Belawan Kota Medan dan

Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.

Adapun luas wilayahnya sekitar 4.447 Ha atau 44,47 Km2 dengan Jarak

tempuh ke Kantor Walikota Medan sejauh + 22 Km.

Dari 5 (lima) Kelurahan di Kecamatan Medan Marelan, Kelurahan Terjun

memiliki wilayah yang terluas yaitu sebesar 16,05 Km2 atau 1.605 Ha sedangkan

Kelurahan Tanah Enam Ratus mempunyai luas yang terkecil yakni 3,42 Km2 atau

342 Ha yang secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.1 Luas Wilayah Dirinci Per Kelurahan di
Kecamatan Medan Marelan

Jumlah
No Kelurahan Luas (Km2)
Lingkungan
1. Tanah Enam Ratus 3,42 11
2. Rengas Pulau 10,50 35
3. Terjun 16,05 22
4. Paya Pasir 10,00 9
5. Labuhan Deli 4,50 11
Kecamatan Medan Marelan 44,47 88
Sumber : Data Profil Kecamatan Medan Marelan Tahun 2017

4.1.3.1 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk kecamatan Medan Marelan berjumlah 148.693 jiwa dengan

penduduk laki-laki 75.803 jiwa dan penduduk perempuan 72.890 jiwa. Penelitian ini

dilakukan pada kelurahan di kecamatan Medan Marelan, yaitu Kelurahan Terjun.

Kelurahan Terjun terdiri dari 22 lingkungan.

Tata Guna Lahan

4.1.4.1 Kelurahan Terjun

Luas wilayah keluarahan Terjun adalah 16,05 km2 yang terdiri lahan

pemukiman dan perumahan, lahan bangunan, ladang, kolam ikan serta kebun. Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun terdapat di kelurahan Terjun dengan luas

areal 14 Ha.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun telah beroperasi sejak 7

Januari 1994 dengan menggunakan open dumping. Jumlah sampah dari kota Medan

yang dibuang ke TPA Terjun sekitar 1500 m2 sampah per hari. Dalam rangka

mengurangi timbunan sampah, memperpanjang umur pakai TPA dan meminimalkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dampak lingkungan di sekitar lokasi TPA, maka dilakukan upaya pengolahan

sampah. Upaya yang telah dilakukan adalah daur ulang dengan memanfaatkan

kembali benda-benda yang masih mempunyai nilai ekonomis, pemadatan (Balling)

dan pembakaran (Reinhard, 2008).

Data Jumlah Penyakit Terbesar

Data dari Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan menyatakan bahwa

penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan jumlah kasus sebanyak

2.884 berada di urutan pertama dari sepuluh penyakit terbesar di puskesmas selama

bulan Januari sampai dengan Desember 2017.

Analisis Risiko

Analisis Pemaparan (Exposure Assessment)

Analisis pemaparan dilakukan untuk menentukan dosis risk agent amonia

yang diterima individu sebagai asupan atau intake (I), yang dihitung dengan

persamaan :

C x R x t x f x Dt
I=
Wb x t 𝑎𝑣𝑔

Keterangan :

I = asupan (intake), jumlah risk agent yang masuk kedalam tubuh manusia

(mg/kg x hari)

R = laju asupan (l/hari)

C = Konsentrasi risk agent (mg/m3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


t = Waktu paparan (jam/hari)

Dt = durasi paparan, lama tinggal (tahun)

Wb = berat badan responden (kg)

t avg = periode waktu rata-rata (30 tahun x 365 hari/tahun untuk zat non

karsinogen, 70 tahun x 365 hari/tahun untuk zat karsinogen)

Nilai C dan Wb diperoleh dari pengukuran pada TPA Terjun sedangkan t, Dt

dari hasil kuesioner serta nilai R, f, t avg (periode waktu rata-rata) didapat dari

referensi. Nilai t avg untuk zat non karsinogen dengan frekuensi paparan (f) 365

hari/tahun adalah = 30 tahun x 365 hari/tahun = 10950 hari.

Contoh perhitugan besarnya intake untuk masing-masing individu adalah

sebagai berikut :

Hasil penelitian diketahui bahwa salah seorang responden bernama G. Tarigan

setiap hari bekerja di lokasi penelitian (TPA Terjun) mulai pukul 07.00 sampai 17.00

wib dengan istirahat 1 jam pada saat makan siang, responden memiliki berat badan

(Wb) = 50 kg. Responden tersebut telah tinggal (Dt) = 15 tahun dengan frekuensi

paparan setahun (f) = 365 hari/tahun, nilai t avg untuk zat non karsinogen adalah =

10.950 hari dan bila berada di lokasi maka, responden setiap hari menghirup udara

bau yang mengandung amonia dengan konsentrasi (C) = 1200 mg/m3 dan laju asupan

(R) = 0,83 m3/jam, sehingga besarnya intake (I) adalah :

1200 mg/m3 x 0,83 m3/jam x 10 jam/hari x 350 hari/tahun x 15 tahun


I
50 kg x 10950 hari
= 95,50 mg/kg/hari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jadi asupan (intake) amonia untuk responden tersebut adalah 95,50 mg/kg/hari.

Karakteristik Risiko (Risk Characterization)

Karakteristik risiko dilakukan untuk membandingkan hasil analisa

pemaparan(intake) dengan nilai dosis acuan (RfC) yang dikenal dengan bilangan

risiko atau Risk Quotient (RQ). RQ dihitung dengan persamaan :

95,50 mg/kg/hari
Risk Question (RQ)   191
0,5 mg/kg/hari

Jadi Besar Risiko (RQ) responden tersebut adalah 191.

Hasil Analisis Univariat

Berdasarkan hasil analisis univariat diperoleh bahwa variabel numerik : durasi

paparan (Dt), waktu paparan (t), berat badan (Wb), risk Quotient (RQ) tidak

memenuhi asumsi distribusi normal, karena uji Shapiro Wilk menunjukkan nilai p <

0,05. Oleh karena itu dalam penelitian ini seluruh variabel numerik diubah menjadi

kategorik.

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur,


Jenis Kelamin dan Pendidikan

Karakteristik Jumlah %
Umur
> 40 tahun 23 57,5
≤40 tahun 17 42,5
Jenis Kelamin
Laki-Laki 34 85,0
Perempuan 6 15,0
Pendidikan
Tidak Tamat SD 7 17,5
SD 10 25,0
SMP 19 47,5
SMA 4 10,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui dari 40 responden dalam penelitian ini

yang berumur > 40 tahun sebanyak 23 orang (57,5%) dan untuk responden yang

berumur ≤40 tahun sebanyak 17 orang (42,5%). Dalam penelitian ini responden yang

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 33 orang (82,5%) dan perempuan sebanyak 7

orang (17,5%). Responden yang berada pada penelitian ini dari 40 orang sebanyak 7

orang (17,5%) mengenyam pendidikan tidak tamat SD, tamat SD sebanyak 10 orang

(25,0 %), tamat SMP sebanyak 19 orang (47,5%) dan tamat SMA sebanyak 4 orang

(10,0%).

Hasil Pengukuran Konsentrasi NH3

Hasil Pengukuran Konsentrasi NH3 pada 4 (empat) titik

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Konsentrasi NH3 pada 4 (empat ) Titik Radius 0
Meter, 100 Meter, 200 Meter, 300 Meter

Lokasi Pengukuran Satuan Hasil TMS/MS


0 meter ppm 2,01 TMS
100 meter ppm 0,95 MS
200 meter ppm 0,80 MS
300 meter ppm 0,65 MS
*Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 tentang Baku
Tingkat Kebauan. Nilai Ambang Batas Amonia (NH3) di udara sebesar 2ppm

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat dari 4 (empat) titik pengukuran pada 0

meter sudah melebihi nilai ambang batas, sedangkan 100 meter, 200 meter, dan 300

meter belum memiliki nilai ambang batas sesuai Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan. Hal ini

dikarenakan pada saat sebelum pengukuran terjadi curah hujan sehingga

mempengaruhi kondisi konsentrasi amonia di udara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hasil Pengukuran Waktu Paparan (t), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan
(Wb), Perilaku Merokok

Berdasarkan hasil wawancara mengenai waktu paparan, durasi paparan, berat

badan dan perilaku merokok pada masyarakat yang berada di sekitar TPA Terjun

Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan disajikan pada tabel 4.3 dibawah ini :

Tabel 4.3 Distribusi Waktu Paparan per Hari (t)

Variabel Jumlah % Mean Median SD p-value


Waktu Paparan (t)
> 8 jam/hari 25 62,5 14,97 14 3,799 0,002
≤ 8 jam perhari 15 37,5
Tabel 4.3 (Lanjutan)

Variabel Jumlah % Mean Median SD p-value


Durasi Paparan (Dt)
> 9 tahun 28 70,0 9,73 8 4,224 0,002
≤ 9 tahun 12 30,0
Berat Badan (Wb)
> 55 kg 16 40,0 67,45 72 8,518 0,002
≤ 55 kg 24 60,0
Perilaku Merokok
Merokok 35 87,5 1,05 0,049 0,221 0,003
Tidak Merokok 5 12,5

Berdasarkan uji Shapiro-wilk (Tabel 4.3) menghasilkan nilai p sebesar 0,002.

Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data

untuk waktu paparan tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah median.

Nilai tengah (median) waktu paparan di lokasi penelitian adalah 14 hari dengan

simpangan baku 3,799.

Distribusi Durasi Paparan Responden per Tahun

Berdasarkan uji Shapiro-wilk (Tabel 4.3) menghasilkan nilai p sebesar 0,002.

Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


untuk durasi paparan tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah median.

Nilai tengah (median) durasi paparan di lokasi penelitian adalah 8 tahun dengan

simpangan baku 4,224. Durasi paparan terendah adalah 1 tahun dan tertinggi 17

tahun.

Distribusi Berat Badan (Wb) Responden

Berdasarkan uji Shapiro-wilk (Tabel 4.3) menghasilkan nilai p sebesar 0,002.

Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data

untuk berat badan tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah median.

Nilai tengah (median) berat badan di lokasi penelitian adalah 72 kg tahun dengan

simpangan baku 8,518. Berat badan terendah adalah 47 kg dan tertinggi 82 mencapai

kg.

Distribusi Perilaku Merokok pada Responden

Berdasarkan uji Shapiro-wilk (Tabel 4.3) menghasilkan nilai p sebesar 0,003.

Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data

untuk perilaku merokok tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah

median. Jumlah responden yang merokok dari 40 orang tedapat sebanyak 32 orang

(80,0%) dan tidak merokok 8 orang (20,0%).

Distribusi Besar Risiko (RQ) pada Responden

Tabel 4.4 Distribusi Besar Risiko (RQ) pada Responden

Besar Risiko (RQ) Jumlah % Mean Median SD p-value


>1 34 85,0 1,050 44,108 6,641 0,006
≤1 6 15,0
Total 40 100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan uji Shapiro-wilk (Tabel 4.4) menghasilkan nilai p sebesar 0,006.

Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data

untuk besar risiko tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah median.

Nilai tengah (median) besar risiko di lokasi penelitian adalah 44,108 dengan

simpangan baku 6,641.

Distribusi Kejadian Gangguan Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada


Responden

Tabel 4.5 Distribusi Kejadian Gangguan Infeksi Saluran Pernafasan


Akut pada Responden

Gangguan Jumlah % Mean Median SD p-value


ISPA
ISPA 32 80,0 1,05 1 0,221 0,003
TIDAK 8 20,0
ISPA
Total 40 100

Berdasarkan uji Shapiro-wilk (Tabel 4.5) menghasilkan nilai p sebesar 0,003.

Hal ini menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Oleh karena distribusi data

untuk gangguan ISPA tidak normal maka yang dijadikan nilai tengah adalah median.

Nilai tengah (median) gangguan ISPA di lokasi penelitian adalah 1 dengan

simpangan baku 0,221.

Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat antara variabel independen dengan variabel dependen

dilakukan dengan uji Chi Square, karema varabel-variabel yang diuji baik variabel

independen maupun variabel dependen merupakan data kategorik pengkategorian

variabel-variabel yang diteliti selengkapnya disajikan dalam Tabel 4.6.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.6 Hasil Analisa Chi Square Distribusi Konsentrasi NH3 dalam udara
(C), Waktu paparan (t), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Perilaku
Merokok dengan Gangguan ISPA di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah Terjun Kota Medan Tahun 2018
Gangguan ISPA
PR
Variabel ISPA TIDAK ISPA P
95% CI
n % n % Jumlah %
Konsentrasi
NH3
> 2 ppm 10 100 0 0 10 100 0,04 4,212
(1,099-11,692)
≤2 ppm 22 73,3 8 26,7 30 100
Waktu
Paparan (t)
> 8 jam/hari 24 96,0 1 4,0 25 100 0,01 21,011
(2,229-79.828)
≤8 jam/hari 8 53,3 7 46,7 15 100
Durasi
Paparan
(Dt)
> 9 tahun 25 89,3 3 10,7 28 100
≤9 tahun 7 80,0 5 20,0 12 100 5,952
0,025
(1,133-31,264)
Berat
Badan (Wb)
> 55 kg 15 93,8 1 6,3 16 100
≤55 kg 17 70,8 7 29,2 24 100 0,007 6,176
(1,679-56,153)
Perilaku
Merokok
Merokok 31 88,6 4 11,4 35 100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 10 responden yang

menghirup udara NH3 > 2 ppm sebanyak 10 orang (100%) yang mengalami ISPA.

Sedangkan dari 30 responden yang menghirup udara NH3 ≤ 2 ppm terdapat 22 orang

(73,3%) yang mengalami ISPA. Secara statistik dibuktikan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara konsentrasi NH3 dengan kejadian ISPA pada masyarakat di

TPA Terjun (p=0,04, PR=4,2) dengan CI 95% [(1,099),( 11,692)] menunjukkan

bahwa responden yang menghirup udara > 2 ppm memiliki peluang terjadinya

gangguan infeksi saluran pernafasan akut 4 kali lebih besar dibandingkan responden

responden yang menghirup udara NH3 ≤ 2 ppm.

Pada Tabel 4.6 juga menunjukkan bahwa dari 25 responden yang menghirup

udara NH3 dengan waktu paparan > 8 jam/hari sebanyak 24 orang (96,0%)

mengalami gangguan ISPA dan 1 orang (4,0%) tidak mengalam ISPA. Sedangkan

dari 15 responden yang menghirup udara NH3 dengan waktu paparan ≤ 8 jam/hari

terdapat 8 orang (53,3%) yang mengalami ISPA dan 7 orang (46,6%) yang tidak

mengalami ISPA. Secara statistik dibuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara waktu paparan (t) dengan kejadian ISPA pada masyarakat di TPA Terjun

(p=0,01, PR=21,0) dengan CI 95% [(2,229),( 79,828)] menunjukkan bahwa

responden yang menghirup udara dengan paparan > 8 jam/hari memiliki peluang

terjadinya gangguan infeksi saluran pernafasan akut 21 kali lebih besar dibandingkan

responden responden yang menghirup udara NH3 ≤ 8 jam/hari.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 28 responden yang

menghirup udara NH3 dengan durasi paparan > 9 tahun sebanyak 25 orang (89,3%)

mengalami gangguan ISPA dan 3 orang (10,7%) tidak mengalam ISPA. Sedangkan

dari 12 responden yang menghirup udara NH3 dengan durasi paparan ≤ 9 tahun

terdapat 7 orang (80,0%) yang mengalami ISPA dan 5 orang (20,0%) yang tidak

mengalami ISPA. Secara statistik dibuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara durasi paparan (Dt) dengan kejadian ISPA pada masyarakat di TPA Terjun

(p=0,025, PR=5,95) dengan CI 95% [(1,133), (31,264)] menunjukkan bahwa

responden yang menghirup udara dengan paparan > 9 tahun memiliki peluang

terjadinya gangguan infeksi saluran pernafasan akut 6 kali lebih besar dibandingkan

responden responden yang menghirup udara NH3 ≤ 9 tahun.

Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 16 responden yang

menghirup udara NH3 dengan berat badan (Wb) > 76 kg sebanyak 15 orang (93,8%)

mengalami gangguan ISPA dan 1 orang (6,3%) tidak mengalam ISPA. Sedangkan

dari 24 responden yang menghirup udara NH3 dengan dengan berat badan (Wb) ≤76

kg terdapat 17 orang (70,8%) yang mengalami ISPA dan 7 orang (29,2%) yang tidak

mengalami ISPA. Secara statistik dibuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara durasi paparan (Dt) dengan kejadian ISPA pada masyarakat di TPA Terjun

(p=0,007, PR=6,176) dengan CI 95% [(1,679),(56,153)] menunjukkan bahwa

responden yang menghirup udara dengan berat badan > 55 kg memiliki peluang

terjadinya gangguan infeksi saluran pernafasan akut 6 kali lebih besar dibandingkan

responden responden yang menghirup udara NH3 dengan berat badan (Wb) ≤ 55 kg.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 35 responden yang

menghirup udara NH3 dengan responden yang merokok sebanyak 31 orang (88,6%)

mengalami gangguan ISPA dan 4 orang (11,4%) tidak mengalam ISPA. Sedangkan

dari 5 responden yang menghirup udara NH3 dengan responden yang tidak merokok

terdapat 1 orang (20,0%) yang mengalami ISPA dan 4 orang (80,0%) yang tidak

mengalami ISPA. Secara statistik dibuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara perilaku merokok dengan kejadian ISPA pada masyarakat di TPA Terjun

(p=0,003, PR=31,0) dengan CI 95% [(2,740),(63,765)] menunjukkan bahwa

responden yang merokok memiliki peluang terjadinya gangguan infeksi saluran

pernafasan akut 31 kali lebih besar dibandingkan responden responden yang tidak

merokok.

Hasil Analisis Multivariat

Analisis multivariat menggunakan regresi logistik untuk mengetahui variabel

yang paling dominan mempengaruhi besar risiko masalah kesehatan yaitu dengan

melakukan pemilihan variabel yang potensial dimasukkan dalam model yaitu variabel

yang memiliki nilai p < 0,25.

Tabel 4.7 Pemilihan Kandidat Model untuk Tahap Prediksi Multivariat

Variabel P
Konsentrasi NH3 (C) 0,068
Waktu Paparan (t) 0,01
Durasi Paparan (Dt) 0,024
Berat Badan (Wb) 0,076
Perilaku Merokok 0,003

Dalam penelitian ini semua variabel yang memenuhi syarat untuk dimasukkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dalam regresi logistik adalah konsentrasi NH3, waktu paparan (t), durasi paparan (Dt),

berat badan (Wb), dan perilaku merokok.

Tabel 4.8 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik antara


Variabel Independen dengan Variabel Dependen

Variabel B p-value Exp (B)


Konsentrasi NH3 (C) -20,642 0,999* 0,0003
Waktu Paparan (t) -3,831 0,009 0,022
Durasi Paparan (Dt) -0,168 0,939 0,846
Berat Badan (Wb) 0,209 0,922 1,232
Perilaku Merokok 2,007 0,366 0,134
Constant 3,487 0,038 32,692
Ket :*Variabel yang akan dikeluarkan

Dari tabel diatas terlihat ada beberapa variabel yang tidak berhubungan

dengan besar resiko dengan nilai (p Value > 0,05). Dengan demikian perlu dilakukan

pengeluaran variabel dengan nilai p terbesar yaitu variabel konsentrasi NH3. Hasil

analisa kedua dapat dilihat dari Tabel 4.9

Tabel 4.9 Hasil Analisis Lanjutan Regresi Logistik

Variabel B p-value Exp (B)


Waktu Paparan (t) -3,557 0,037 0,029
Durasi Paparan (Dt) 0,730 0,700* 2,074
Berat Badan (Wb) -1,415 0,394 0,243
Perilaku Merokok -3,179 0,107 0,042
Constant 4,159 0,017 63,992
Ket :*Variabel yang akan dikeluarkan

Dari tabel diatas terlihat ada beberapa variabel yang tidak berhubungan

dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan nilai (p Value > 0,05).

Dengan demikian perlu dilakukan pengeluaran variabel dengan nilai p terbesar yaitu

variabel durasi paparan (Dt). Hasil analisa kedua dapat dilihat dari tabel 4.10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.10 Hasil Analisis Lanjutan Regresi Logistik

Variabel B p-value Exp (B)


Waktu Paparan (t) -3,519 0,036 0,030
Berat Badan (Wb) -1,167 0,444* 0,311
Perilaku Merokok -2,678 0,062 0,069
Ket :*Variabel yang akan dikeluarkan

Dari tabel diatas terlihat ada beberapa variabel yang tidak berhubungan

dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan nilai (p Value > 0,05).

Dengan demikian perlu dilakukan pengeluaran variabel dengan nilai p terbesar yaitu

variabel berat badan (Wb). Hasil analisa kedua dapat dilihat dari Tabel 4.11

Tabel 4.11 Hasil Analisis Lanjutan Regresi Logistik

Variabel B p-value Exp (B)


Waktu Paparan (t) 3,373 0,040 0,034
Perilaku Merokok 3,088 0,022 0,046
Constant 4,052 0,015 57,503
Ket :*Variabel yang akan dikeluarkan

Dari tabel diatas terlihat ada beberapa variabel yang tidak berhubungan

dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan nilai (p Value > 0,05).

Dengan demikian perlu dilakukan pengeluaran variabel dengan nilai p terbesar yaitu

variabel Risk Quotient (RQ). Hasil analisa kedua dapat dilihat dari Tabel 4.12

Tabel 4.12 Hasil Analisis Lanjutan Regresi Logistik

Variabel B p-value Exp (B)


Waktu Paparan (t) 2,801 0,027 15,061
Perilaku Merokok 3,094 0,035 3,045
Constant 2,277 0,109 9,750

Berdasarkan hasil uji regresi logistik diperoleh variabel yang berpengaruh

terhadap Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah waktu paparan (Wb),dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perilaku merokok. Variabel yang paling dominan mempengaruhi ISPA terhadap

masalah kesehatan adalah variabel waktu paparan (t) , dengan nilai Exp(B) 15,061

responden yang menghirup udara mengandung NH3 yang melebihi 15 jam per hari

15 kali akan mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup NH3 yang terkandung

dalam udara dibandingkan dengan responden yang menghirup udara tidak melebihi

15 jam per hari.

Persamaan regresi logistik yang terbentuk adalah :

Y = 2,277 + 2,801 X1 + 3,094 X2

Keterangan : Y = Besar Risiko

X1 = Waktu Paparan

X2 = Perilaku Merokok

Dengan demikian probabilitas untuk mengalami risiko masalah kesehatan p =

1 = 1
1+2,71828-y 1+2,71828-(2,277 + 2,801 X1 + 3,094 X2)

Jika responden menghirup kandungan udara NH3 > 8 jam/hari, serta merokok
maka probabilitas mengalami risiko > 1 adalah :

Y = 2,277 + 2,801 (1) + 3,094 (1)

P= 1 = 0,28
-(8,172)
1+2,71828

Berarti probabilitas untuk mengalami gangguan infeksi saluran pernafasan

akut dengan besar resiko > 1 adalah 28 %. Hal ini berarti probabilitas seseorang yang

terpapar > 8 jam/hari serta perilaku merokok adalah 28%. Maka ada 72% variabel

lainnya diluar waktu paparan dan perilaku merokok yang merupakan faktor penyebab

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


gangguan infeksi saluran pernafasan akut di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Terjun Kota Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5

PEMBAHASAN

Konsentrasi NH3 di Udara Ambien

TPA (Tempat Pembuangan akhir sampah) Terjun berada di Jalan Kapten

Rahmad Buddin Lingkungan 01 Kelurahan Paya pasir Kecamatan Medan Marelan

yang sudah di operasikan sejak tahun 1993 dan memiliki luas 137.563 m2 dan

sekarang menghasilkan sampah hingga 44.080.45 ton dan menggunakan system

controlled landfill and sanitary landfill yang mana sistem ini berupa penutupan tanah

harus secara harian (sanitary landfill) atau minimal secara berkala (controlled

landfill) dengan ketebalan 20-30 cm. Apabila penutupan sampah tidak dapat

dilakukan secara harian maka harus dilakukan penyemprotan insektisida. (Dinas

Kebersihan UPTD TPA Terjun, 2015).

Dengan adanya system controlled and sanitary landfill pun belum mampu

menyelesaikan penumpukan sampah yang ada di TPA tersebut. Sampah-sampah yang

masuk ke TPA berbagai ragam mulai dari sampah rumah tangga, sampah dari pasar

tradisional maupun sampah dari perkotaan. (Dinas Kebersihan UPTD TPA Terjun,

2015) Sehingga penumpukan sampah menghasilkan bau gas salah satunya adalah

NH3.

Hasil pengukuran kualitas udara dari 4 titik di lokasi penelitian didapatkan 1

titik yang telah melewati baku mutu tingkat kebauan. Rata-rata (mean) konsentrasi

NH3 diTempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Kota Medan dengan radius

0 meter 2001 mg/m3 (2,001 ppm). Konsentrasi NH3 pada radius 100 m adalah 950

mg/m3 (0,95 ppm), sedangkan lokasi yang berjarak 200 m diperoleh konsentrasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengukuran sebesar 800 mg/m3 (0,8 ppm). Sedangkan pada jarak 300 meter dari
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Kota Medan yaitu sebesar 650

mg/m3 (0,65 ppm).

Konsentrasi pada 0 meter jauh lebih tinggi karena pada saat pengukuran masih

terjadi penguapan oleh terik panas matahari, namun pada saat pengukuran pada titik

selanjutnya telah terjadi hujan sesaat sehingga mempengaruhi kualitas udara yang

mengandung NH3. Kecepatan angin juga mempengaruhi hasil NH3 pada udara

ambien.

Jika seseorang menghirup udara yang telah bercampur dengan NH3 maka

komposisi oksigen yang masuk kedalam tubuh akan berkurang sehingga kinerja otak

akan terganggu. Tingkat konsentrasi NH3 di otak yang semakin tinggi akan

mengakibatkan lumpuhya saraf penciuman dan hilangnya fungsi kontrol otak dan

paru-paru. Akibat fatalnya adalah paru-paru akan melemah dan berhenti bekerja

sehingga seseorang dapat hilang kesadaran dan meninggal dalam waktu tertentu

(Sianipar, 2009).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wahyu (2016) yang menyatakan

ada hubungan antara konsentrasi NH3 dengan adanya gangguan infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA) pada pemulung di TPA Jatibarang yang terpapar NH 3 dengan

konsentrasi diatas nilai ambang batas dibandingkan dengan konsentrasi yang berada

dibawah nilai ambang batas yang diperkenankan.

Waktu Paparan Responden Terpapar Udara yang Mengandung NH3

Hasil penelitian untuk waktu paparan responden di lokasi penelitian adalah

15 jam/hari. Data waktu paparan ini diperoleh dari hasil kuisioner dari responden.

Hasil uji beda diperoleh kesimpulan ada perbedaan proporsi antara waktu paparan

responden yang menghirup udara dengan waktu paparan ≥ 8 jam/hari dengan

responden yang memiliki waktu asupan kurang dari 8 jam/hari dengan gangguan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
Waktu paparan yang sangat lama akan menyebabkan efek didalam tubuh

manusia. Seseorang yang menghirup udara yang mengandung NH 3 dalam waktu

yang lama maka akan semakin besar pula peluang responden memiliki besar risiko

yang tidak aman.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wahyu (2016) yang menyatakan

ada perbedaan besar risiko gangguan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) terhadap

masyarakat yang memiliki waktu paparan lebih lama dibandingkan dengan

responden yang memiliki waktu paparan lebih sedikit.

Kaitannya dengan hasil penelitian ini, dapat dijelaskan bahwa dari hasil

analisa bivariat menunjukkan bahwa distribusi responden yang memiliki waktu

paparan > 15 jam/hari yang mengalami ISPA sebanyak 24 orang (96,0%) dan tidak

ISPA sebanyak (4,0%).Untuk responden yang memiliki waktu paparan ≤ 8 jam/hari

yang mengalami ISPA sebanyak 8 orang (53,3%) dan tidak ISPA 7 orang (46,7%).

Nilai PR adalah 21,0. Hal ini berarti bahwa responden yang menghirup udara

mengandung NH3 > 8 jam/hari mempunyai peluang 21 kali memiliki risiko akan

mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup NH3 yang terkandung dalam udara

dibandingkan dengan responden yang menghirup udara kurang dari 8 jam/hari.

Durasi Paparan Responden (Dt)

Hasil Penelitian menunjukkan rata-rata (Mean) durasi paparan di lokasi

penelitian adalah 9 tahun Hasil Penelitian ini diperoleh kesimpulan ada perbedaan

proporsi besar risiko gangguan kesehatan antara responden yang menghidup udara

dengan durasi > 9 tahun dengan responden yang memiliki waktu asupan ≤ 9 tahun.

Dari uji statistik diperoleh nilai OR adalah 5,95. Hal ini berarti bahwa responden

yang menghirup udara mengandung NH3 selama > 9 tahun mempunyai peluang 5,95

kali memiliki risiko akan mengalami gangguan infeksi saluran pernafasan


UNIVERSITAS akut
SUMATERA UTARA
(ISPA) akibat menghirup NH3 yang terkandung dalam udara dibandingkan dengan

responden yang menghirup udara kurang dari 9 tahun.

Paparan yang terus menerus dari NH3 dapat menakibatkan gangguan

kesehatan. Target organ yang sering terganggu adalah sistem saluran pernafasan.

Menurut penelitian Chandra (2015) bahwa ada hubungan durasi paparan dengan

gangguan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada masyarakat di sekitar kawasan

pemukiman PT. Pusri Palembang.Gas ammonia terpajan melalui pernapasan dan

dapat mengakibatkan iritasi yang kuat terhadap sistem pernapasan. Karena sifatnya

yang iritasi, polutan ini dapat merangsang proses peradangan pada saluran

pernapasan bagian atas yaitu saluran pemapasan mulai dari hidung hingga

tenggorokan. Terpajan gas ammonia pada tingkatan tertentu dapat menyebabkan

gangguan pada fungsi paru-paru dan sensitivitas indera penciuman.

Berat Badan Responden

Dalam analisa risiko, berat badan akan mempengaruhi besarnya nilai risiko

dan secara teoritis semakin berat badan seseorang maka semakin kecil

kemungkinannya untuk risiko mengalami gangguan kesehatan. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi besar risiko gangguan kesehatan antara

responden yang memiliki berat badan melebihi 55 kg dengan responden yang

memiliki berat badan kurang dari atau sama dengan 55 kg.

Hasil analisa hubungan berat badan responden dengan gangguan infeksi

saluran pernfasan akut terdapat perbedaan yang signifikan dengan nilai PR adalah

6,176, hal ini berarti bahwa responden yang memiliki berat badan lebih dari 55 kg

mempunyai peluang 6,176 kali memiliki risiko akan mengalami gangguan kesehatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


akibat mengirup NH3 yang terkandung dalam udara dibandingkan dengan responden

yang mempunyai berat badan tidak melebihi 55 kg.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sianipar (2009) yang menyatakan

ada perbedaan gangguan kesehatan bagi masyarakat yang memiliki berat badan lebih

besar dibandingkan dengan yang memiliki berat badan lebih kecil.

Perilaku Merokok Responden

Hasil Penelitian ini diperoleh kesimpulan ada perbedaan proporsi besar risiko

gangguan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) antara responden yang merokok

dengan responden yang tidak merokok. Dari uji statistik diperoleh nilai PR adalah

31,0. Hal ini berarti bahwa responden yang merokok mempunyai peluang 31,0 kali

memiliki risiko akan mengalami gangguan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)

dibandingkan dengan responden yang tidak merokok.

Asap rokok merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang

serius serta akan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik rokok tersebut.

Paparan yang terus-menerus akan menimbulkan gangguan pernapasan terutama

memperberat timbulnya infeksi saluran pernafasan akut dan gangguan paru-paru

pada saat dewasa. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh seseorang semakin besar

memberikan resiko terhadap kejadian ISPA (Kemenkes RI, 2015).

Implikasi Penelitian

Adapun implikasi penelitian ini meliputi implikasi kepada masyarakat, kepada

lintas sektor terkait sebagai pengambil kebijakan.

1. Implikasi Penelitian Kepada Masyarakat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada hubungan konsen terasi amonia,

waktu paparan, durasi paparan, berat badan dan merokok dengan gangguan

infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Oleh sebab itu, hasil penelitian ini

memberikan implikasi yang bermanfaat bagi masyarakat untuk meminimalisasi

efek paparan dari udara amonia. Mengurangi waktu dan durasi paparan serta

meminimalisasi kebiasaan merokok.

2. Implikasi Penelitian Kepada Lintas Sektor

Penanganan infeksi saluran pernafasan akut yang salahsatu faktor penyebabnya

adalah kandungan udara amonia (NH3) bukan hanya masalah yang harus

ditanggung oleh masyarakat itu sendiri. Lintas sektor terkait seperti Dinas

Kesehatan dan Dinas Lingkungan Hidup ikut berkewajiban bersama-sama

membina masyarakat di sekitar TPA mampu hidup sehat dengan mengurangi

waktu paparan. Hasil penelitian ini dapat menjadi implikasi bagi Dinas

Kesehatan dan Dinas Lingkungan Hidup. Penyuluhan penggunaan masker oleh

Dinas Kesehatan perlu dilakukan guna meminimalisasi waktu paparan

masyarakat terhadap kandungan gas yang ada di TPA. Penanaman pohon atau

penimbunan sampah dengan system controlled and sanitary landfill secara

berkala merupakan salah satu contoh upaya yang dapat dilakukan untuk

meminimalisasi timbulnya gas.

Keterbatasan Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional ,keterbatasan dari desain

ini adalah pengukuran hanya dilakukan sesaat. Keterbatasan lain dalam penelitian

adalah :

1. Data untuk penilaian paparan dalam penelitian ini hanya berdasarkan hasil satu

kali pengukuran risk agent (Amonia), dengan tidak memperhitungkan adanya

perbedaan konsentrasi sebelum ataupun sesudah penelitian ini dilakukan,

sehingga konsentrasi yang diukur untuk menghitung asupan (intake) NH3 yang

diterima kurang mewakili tingkat paparan. Oleh karena itu supaya bisa mewakili

tingkat paparan maka dilakukan pengukuran pada titik-titik terdekat dengan

rumah penduduk/masyarakat

2. Tidak dilakukan pemeriksaan organ saluran pernafasan dari masing-masing

responden untuk mengetahui efek toksisitas NH 3. Hanya berdasarkan laporan

dari kuesioner antara lain : keluhan batuk-batuk, sesak nafas, sakit kepala.

Namun penulis melakukan observasi bahwa keluhan tersebut dialami oleh

masyarakat.

Berdasarkan keterbatasan penelitian ini maka diharapkan dari hasil penelitian ini

akan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian yang lebih lanjut, sehingga

faktor-faktor keterbatasan penelitian ini dapat teratasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil pengukuran konsentrasi NH3 pada 4 (empat) titik dalam udara ambien

di TPA Terjun Tahun 2018 pada radius 0 meter (2001 mg/m3), radius 100

meter ( 900 mg/m3), radius 200 meter (800 mg/m3), dan radius 300 meter

(650 mg/m3). Rata-rata waktu paparan responden terhadap NH3 dalam udara

ambien pada masyarakat di TPA Terjun yaitu 14,97 atau 15 jam/hari. Rata-

rata durasi paparan terhadap NH3 dalam udara ambien pada masyarakat di

TPA Terjun yaitu 9,73 atau 10 tahun. Rata-rata berat badan responden yang

terpapar NH3 di TPA Terjun adalah 67,45 atau 67 kg. Masyarakat yang

memiliki gangguan ISPA sebanyak 32 orang (80,0%) dan tidk mengalami

ISPA sebanyak 8 orang (20,0%).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan antara konsentrasi NH 3

(PR=4,212), waktu paparan (t) (PR=21,011), durasi paparan (Dt) (PR=5,952),

berat badan (Wb) (PR= 6,176) dan perilaku merokok (PR=31,0) dengan

gangguan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di Tempat Pembuangan

Akhir (TPA) Sampah Terjun Kota Medan. Dari semua variabel yang

berhubungan waktu paparan (t) (Exp (B) = 15,061), merupakan variabel yang

paling berpengaruh terhadap gangguan infeksi saluran pernafasan akut

(ISPA).

Saran
6.2.1 Bagi Instansi Terkait
a. Pemerintah Kota Medan

Disarankan kepada Pemerintah Kota (Pemko) Medan dan intstansi terkait agar

mempertimbangkan perubahan sistem pengelolaan sampah sanitary landfill yang

dilaksanakan secara rutin setiap hari.

b. Dinas Kesehatan Kota Medan

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melaksanakan program

penyuluhan kesehatan masyarakat dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menggunakan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian ini sebagai data

awal untuk menginformasikan pada masyarakat yang tinggal di sekitar TPA

Terjun dan sekitarnya mengenai konsentrasi NH3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Memberikan informasi mengenai jumlah asupan (intake) NH3 yang masuk ke

dalam tubuh masyarakat yang bermukim di sekitar TPA Terjun Medan akibat

terpapar NH3 dalam udara ambien.

3. Memberikan informasi cara pengendalian terhadap paparan udara yang

mengandung NH3 yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat sekitar TPA

Terjun.

c. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan sebagai

informasi mengenai risiko paparan amonia pada masyarakat disekitar TPA Terjun

Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan dan sebagai data yang

dapat dikembangkan oleh peneliti selanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Arif, AA; Delclos, GL. (2012). Association Between Cleaning-Related Chemicals


and Work-Related Asthma and Asthma Symptoms Among Healthcare
Professionals. Occup Environ Med 69: 35-40.
http://dx.doi.org/10.1136/oem.2011.064865

ATSDR. 2004. Ammonia (NH3) CAS#7664-41-7; UN 2672; UN 2073; UN 1005.


Atlanta, GA: U.S. Department of Public Health and Human Services, Public
Health Service. Diakses dari www.atsdr.cdc.gov/MHMI/mmg126.pdf [9
februari 2018]

BPOM RI. 2011. Manajemen Risiko. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan
Berbahaya. Negara 23: Jakarta Pusat

Brigden, K. and Stringer, R. 2000.Ammonia and Urea Production : Incidents of


Ammonia Release From The Profertil Urea and Ammonia Facility. Bahia
Blanca,Argentina, Greenpeace Research Laboratories, Departement of
Biological Science University of Exeter, UK.

Chandra, B., 2004. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Chandra, B., 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Chandra., 2011. Gambaran Asupan Amonia (NH3) Pada Masyarakat Dewasa di


Kawasan Sekitar Pemukiman PT. Pusri Palembang Tahun 2015. Skripsi.
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta

Dinas Kebersihan Kota Medan, 2016. Profil Dinas Kebersihan Kota Medan. Medan:
Dinas Kebersihan Kota Medan. 2017

Depkes RI. 2011. Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok. Pusat Promkes.
Depkes RI. Jakarta

Dinas Kebersihan UPTD TPA Terjun. 2015. Profil TPA Terjun. Medan Marelan.
Medan

Ekawati, T. 2004. Kesehatan Kerja Pemulung Barang Bekas di Lokasi TPA


Jatibarang Semarang. Semarang :hal 13-17
EPA. 2016. Toxicological Profile For Hydrogen Sulfide And Carbonyl Sulfide.
Atlanta, GA : U.S. Department of Public Health and Human Services, Public
Health Service. Diakses dari https://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp114.pdf
[11 Februari 2018]

IPCS., 2004. Environmental Health Criteria XXX: Principles for Modelling, Dose
Response for The Risk Assessment of Chemicals, Geneva, IPCS, and World
Health Organization
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kementerian Kesehatan RI, 2015. Profil Kesehatan. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Pembuangan Sampah. Jakarta: Proyek


Pengembangan Tenaga Sanitasi Pusat

Kerstein MD, Schaffzin DM, and Hughes WB. 2001. Acute Management of
Exposure to Liquid Ammonia. Mil Med 166(10): 913-914

Koluru, RV., Bartel & Pitblado, R, 1996. Risk Assessment and Management
Handook: for environmental, Health and Safety Proffesional, McGraw Hill,
New York

Kusnoputranto H., Dewi Susana., 2000. Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan


Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta

Latenser BA and Lucktong TA. 2000. Anhydrous Ammonia Burns: Case Presentation
and Literature Review. J Burn Care Rehab 21 (1 PT 1): 40- 42.

Louvar FL., Louvar BD., 1998. Health and Environmental Risk Analysis:
Fundamental with Application. Volume 2, New Jersey, Prentice Hall PTR

Mansyur, M., 2007. Manajemen Risiko Kesehatan di Tempat Kerja. Majalah


Kedokteran Indonesia, 57

Nelson, K., Carolyn W., Neil G. 2005. Infeksius Disease Epidemiology Theory and
Practice. London: Jones and Barlett Publishers.

Puskesmas Terjun. 2016. Profil Puskesmas Terjun, Medan Marelan. Medan

Profil Kecamatan Medan Marelan. 2017, Medan Marelan. Medan

Rachmawati, S.2000. Upaya Pengelolaan Lingkungan Usaha Peternakan Ayam.


(online),(diunduh dari http://peternakan.litbang.pertanian.go.id. (diakses pada
26 Februari 2018)
Rahman, A., 2005. Prinsip-Prinsip Dasar, Metode, Teknik, dan Prosedur Analisis
Risiko Kesehatan Lingkungan. Pusat Kajian Kesehatan Lingkungan dan Industri.
FKM UI. Depok

Rahman, 2007. Bahan Ajar Pelatihan Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan


(Program Intensif Tingkat Dasar). Depok: Pusat Kajian Kesehatan
Lingkungan & Industri Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Roney, N. 2004. Toxicological Profile For Ammonia. Atlanta, GA : Agency for


Toxic Substances and Disease Registry

Reinhard. 2009. Analisis Risiko Paparan Hidrogen Sulfida Pada Masyarakat Sekitar
TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009. Tesis. Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sitepoe, M. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Gramedia: Jakarta.
Slamet J.S. 2009. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

SNI., 2005. Udara Ambien – Cara Uji Kadar Amonia (NH3) Dengan Metoda
Indofenol Menggunakan Spektrofotometer. Jakarta

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Soemirat. 2004. Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta : Gajah Mada Press

Sormin, K.R. 2011. Hubungan Karakteristik dan Perilaku Pekerja yang Terpajan
Debu Kapas dengan Kejadian ISPA di PT. Unitex. Skripsi. Universitas
Indonesia.

Suharto. 2011. Limbah Kimia dalam Pencemaran Air dan Udara. Yogyakarta: CV.
Andi Offset

Suriwaria U., 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa: Bandung

Suryo, J. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Bentang


Pustaka. Yogyakarta

Valupadas, P., 1999.Wastewater Management Review for Fertilizer Manufacturing


Sector. Environmental Science Division, Environmental Service.
WHO. 2000. Environmental Health Criteria. Jakarta
WHO. 2016. Pencemaran Akibat Sampah. Jakarta

Wahyu. 2016. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pajanan Gas Amonia (NH 3)
Pada Pemulung di TPA Jatibarang, Semarang. FKM UNDIP. Semarang. Vol 4,
No.3, Juli 2016

Withers J, Ten Berge W, and Gordon J. 1986. The Letal Toxicity of Ammonia: A
report to the MHAP. Northwestern Branch Papers 1986 1:6. 1-6. 27

Yassi, A., 2001. Basic Environmental Health. Oxford Universit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1 : Kuesioner

KUESIONER PENELITIAN

ANALISIS RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN PAPARAN GAS AMONIA (NH 3)


TERHADAP GANGGUAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
DISEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERJUN
KECAMATAN MEDAN MARELAN
KOTA MEDAN TAHUN 2018

A. IDENTITAS RESPONDEN
A1. Nama
A2. Jenis Kelamin
A3. Umur
A4. Pendidikan Terakhir
A5. Alamat Rumah
A6. Berat Badan

B. WAKTU PAJANAN
B1. Pada pukul berapa Bapak/Ibu mulai
bekerja?
B2. Pada pukul berapa Bapak/Ibu selesai

bekerja?

B3. Berapa lama Bapak/Ibu beristirahat


selama sehari bekerja?

C. FREKUENSI PAJANAN HARIAN


C1. Apakah Bapak/Ibu bekerja setiap a. Ya -> C3
hari? b. Tidak -> C2
C2. Jika tidak, dalam seminggu, bekerja .............. hari/minggu
selama berapa hari?
C3. Dalam satu bulan, berapa hari
ibu/bapak libur bekerja
C4. Dalam satu tahun, berapa hari
Bapak/Ibu libur bekerja?
D. DURASI PAJANAN
D1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu
bekerja sebagai pemulung di TPA
Terjun?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
D2. Apakah Bapak/Ibu memiliki a. Ya, sebutkan.....
pekerjaan lain selain sebagai b. Tidak
pemulung?
D3. Apakah pekerjaan Bapak/Ibu
sebelum menjadi pemulung?

E. KEBIASAAN MEROKOK
E1. Apakah anda merokok? a. Ya
b. Tidak
E2. Jika ya, berapa umur anda ketika ............ (tahun)
merokok?
E3. Berapa batang rokok yang dihisap a. (1-10 batang/hari)
rata-rata per hari? b. (11-20 batang/hari)
c. (>20 batang/hari)

F. DATA KESEHATAN
F1. Keluhan apa yang sering dialami a. Batuk
sejak 3 tahun terakhir? b. Sakit Kepala
c. Sesak Nafas
d. Tidak Ada
F2. Sejak pertama menetap, pada a. Tahun ke 1
tahun ke berapa mulai b. Tahun ke 2
mengalami keluhan c. Tahun ke 3
tersebut?
F3. Bagaimana sifat keluhan a. Terus menerus
tersebut? b. hilang-kambuh

F4. Bagaimana Bapak/Ibu mengatasi a. Pengobatan sendiri


keluhan tersebut? b. Berobat ke puskesmas
c. Berobat ke praktek Bidan/Mantri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Jenis
RfC RQ Keluhan Sifat Mengatasi Merokok Umur Kelamin Pendidikan ISPA
(mg/kg/hari)
Hilang
0.5 318.51534 Sesak Nafas Timbul Pengobatan sendiri 1 43 1 2 1
Hilang
0.5 269.584 Batuk Timbul Pengobatan sendiri 1 23 1 3 1
Hilang
0.5 421.7981 Sakit Kepala Timbul Berobat ke Puskesmas 1 56 1 3 1
Hilang
0.5 444.86518 Sesak Nafas Timbul Berobat ke Puskesmas 1 45 1 3 1
Hilang
0.5 287.8772 Batuk Timbul Pengobatan sendiri 1 17 1 3 1
Hilang Berobat Ke praktek
0.5 16.525672 Tidak Ada Timbul Bidan 2 56 2 1 2
Terus Berobat Ke praktek
0.5 296.82919 Sakit Kepala Menerus Bidan 1 52 1 1 1
Terus
0.5 403.34443 Batuk Menerus Berobat ke Puskesmas 1 41 1 2 1
Terus
0.5 313.94592 Sakit Kepala Menerus Berobat ke Puskesmas 1 35 1 2 1
Hilang
0.5 327.2083 Sakit Kepala Timbul Pengobatan sendiri 1 42 1 4 1
Terus
0.5 6.321308 Sakit Kepala Menerus Berobat ke Puskesmas 1 38 1 4 1
Terus
0.5 7.1798374 Batuk Menerus Berobat ke Puskesmas 1 35 1 3 1
Hilang
0.5 9.5898649 Batuk Timbul Pengobatan sendiri 1 36 1 3 1
Hilang
0.5 13.638919 Sakit Kepala Timbul Pengobatan sendiri 1 56 1 3 1
Hilang
0.5 1.0782906 Tidak Ada Timbul Pengobatan sendiri 2 51 1 2 2
Hilang
0.5 9.6833333 Batuk Timbul Pengobatan sendiri 1 34 1 1 1
Hilang
0.5 2.4483105 Sesak Nafas Timbul Pengobatan sendiri 1 52 1 1 1
Hilang
0.5 5.9886076 Sesak Nafas Timbul Pengobatan sendiri 1 50 1 1 1
Hilang
0.5 6.1462564 Sesak Nafas Timbul Pengobatan sendiri 1 34 1 2 1
Hilang
0.5 16.079216 Sakit Kepala Timbul Pengobatan sendiri 1 29 1 3 1
Hilang
0.5 16.6 Sakit Kepala Timbul Pengobatan sendiri 1 28 1 3 1
Hilang
0.5 12.735179 Sesak Nafas Timbul Pengobatan sendiri 1 49 1 3 1
Hilang
0.5 12.258462 Batuk Timbul Pengobatan sendiri 1 41 1 2 1
Hilang
0.5 7.7466667 Batuk Timbul Pengobatan sendiri 1 43 2 3 1
Hilang
0.5 4.6760563 Batuk Timbul Pengobatan sendiri 1 42 2 4 1
Hilang
0.5 4.9033846 Sakit Kepala Timbul Pengobatan sendiri 1 38 2 2 1
Hilang
0.5 12.355025 Sakit Kepala Timbul Pengobatan sendiri 1 35 1 3 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hilang
0.5 9.837037 Sakit Kepala Timbul Pengobatan sendiri 1 36 1 3 1
Hilang
0.5 11.066667 Sesak Nafas Timbul Pengobatan sendiri 1 56 1 1 1
Hilang
0.5 5.773913 Sesak Nafas Timbul Pengobatan sendiri 1 51 1 1 1
Hilang
0.5 5.2757818 Sakit Kepala Timbul Pengobatan sendiri 1 34 1 2 1
Hilang
0.5 13.692138 Sakit Kepala Timbul Pengobatan sendiri 1 52 1 3 1
Hilang
0.5 13.676418 Batuk Timbul Berobat ke Puskesmas 1 50 1 3 1
Terus
0.5 11.999429 Sesak Nafas Menerus Pengobatan sendiri 1 56 1 3 1
Terus Berobat Ke praktek
0.5 9.1825316 Sakit Kepala Menerus Bidan 1 52 1 2 1
Hilang Berobat Ke praktek
0.5 6.8724 Batuk Timbul Bidan 1 41 1 3 1
Hilang
0.5 0.7746667 Batuk Timbul Berobat ke Puskesmas 1 35 2 4 1
Terus
0.5 7.5185231 Sesak Nafas Menerus Berobat ke Puskesmas 1 42 2 2 1
Terus
0.5 4.6942623 Sakit Kepala Menerus Pengobatan sendiri 1 38 1 3 1
Hilang
0.5 7.7748364 Sakit Kepala Timbul Berobat ke Puskesmas 1 35 1 3 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3 Output SPSS

Gambar 1. Kurva Histogram Distribusi Konsentrasi NH3 di TPA Terjun Kota Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2. Kurva Histogram Distribusi Waktu Paparan di TPA Terjun Kota Medan

Lampiran 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 3. Kurva Histogram Distribusi Durasi Paparan di TPA Terjun Kota Medan

Gambar 4. Kurva Histogram Distribusi Berat Badan di TPA Terjun Kota Medan

Lampiran 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 5. Kurva Histogram Distribusi Perilaku Merokok di TPA Terjun Kota Medan

Gambar 6. Kurva Histogram Distribusi ISPA di TPA Terjun Kota Medan

Lampiran 3

Descriptive Statistics
Std.
N Range Minimum Maximum Mean Deviation Variance
Std.
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Error Statistic Statistic
Konsentrasi 40 1932 69 2001 561,25 133,1 841,881 708764,2
Amonia 13 95
Berat Badan 40 35 47 82 67,45 1,347 8,518 72,562
Umur 40 39 17 56 41,98 1,528 9,662 93,358
Responden
Waktu Paparan 40 18 1 19 14,97 ,601 3,799 14,435
Durasi Paparan 40 16 1 17 9,73 ,668 4,224 17,846
Pendidikan 40 3 1 4 2,50 ,143 ,906 ,821
Infeksi Saluran 40 1 1 2 1,20 ,064 ,405 ,164
Pernafasan
Akut
Jenis Kelamin 40 1 1 2 1,17 ,061 ,385 ,148
Perilaku 40 1 1 2 1,13 ,053 ,335 ,112
Merokok
Risk Question 40 1 1 2 1.02 .025 .158 ,025
Valid N 40
(listwise)

Crosstab

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Infeksi Saluran Pernafasan Akut
ISPA TIDAK ISPA Total
Konsentrasi > 2000 Count 10 0 10
Amonia Expected Count 8,0 2,0 10,0
% within Konsentrasi 100,0% ,0% 100,0%
Amonia
% within Infeksi Saluran 31,3% ,0% 25,0%
Pernafasan Akut
% of Total 25,0% ,0% 25,0%
≤ 2000 Count 22 8 30
Expected Count 24,0 6,0 30,0
% within Konsentrasi 73,3% 26,7% 100,0%
Amonia
% within Infeksi Saluran 68,8% 100,0% 75,0%
Pernafasan Akut
% of Total 55,0% 20,0% 75,0%
Total Count 32 8 40
Expected Count 32,0 8,0 40,0
% within Konsentrasi 80,0% 20,0% 100,0%
Amonia
% within Infeksi Saluran 100,0% 100,0% 100,0%
Pernafasan Akut
% of Total 80,0% 20,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig. Point
Value df sided) (2-sided) (1-sided) Probability

Pearson Chi-Square 3,333a 1 ,04 ,165 ,076


b
Continuity Correction 1,875 1 ,171
Likelihood Ratio 5,237 1 ,022 ,091 ,076
Fisher's Exact Test ,165 ,076
c
Linear-by-Linear 3,250 1 ,071 ,165 ,076 ,076
Association
N of Valid Cases 40

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 1,803.

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lower Upper

For cohort Infeksi Saluran 4,2 1,099 11,692


Pernafasan Akut = ISPA
N of Valid Cases 40

Crosstab

Infeksi Saluran Pernafasan


Akut
ISPA TIDAK ISPA Total

Waktu Paparan > 15 Count 24 1 25


Expected Count 20,0 5,0 25,0
% within Waktu Paparan 96,0% 4,0% 100,0%
% within Infeksi Saluran 75,0% 12,5% 62,5%
Pernafasan Akut
% of Total 60,0% 2,5% 62,5%

? 15 Count 8 7 15
Expected Count 12,0 3,0 15,0
% within Waktu Paparan 53,3% 46,7% 100,0%
% within Infeksi Saluran 25,0% 87,5% 37,5%
Pernafasan Akut
% of Total 20,0% 17,5% 37,5%
Total Count 32 8 40
Expected Count 32,0 8,0 40,0
% within Waktu Paparan 80,0% 20,0% 100,0%
% within Infeksi Saluran 100,0% 100,0% 100,0%
Pernafasan Akut
% of Total 80,0% 20,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
Pearson Chi-Square 10,667a 1 ,01 ,002 ,002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Continuity Correctionb 8,167 1 ,004
Likelihood Ratio 10,907 1 ,001 ,002 ,002
Fisher's Exact Test ,002 ,002
c
Linear-by-Linear 10,400 1 ,001 ,002 ,002 ,002
Association
N of Valid Cases 40

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 3,225.

Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Waktu Paparan (> 15 / ? 15) 21,000 2,229 79,828
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = ISPA 1,800 1,114 2,909
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = TIDAK ISPA ,086 ,012 ,630
N of Valid Cases 40

Crosstab

Infeksi Saluran Pernafasan


Akut
ISPA TIDAK ISPA Total

Durasi > 9 tahun Count 25 3 28


Paparan Expected Count 22,4 5,6 28,0
% within Durasi Paparan 89,3% 10,7% 100,0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


% within Infeksi Saluran 78,1% 37,5% 70,0%
Pernafasan Akut
% of Total 62,5% 7,5% 70,0%

? 9 tahun Count 7 5 12
Expected Count 9,6 2,4 12,0
% within Durasi Paparan 58,3% 41,7% 100,0%
% within Infeksi Saluran 21,9% 62,5% 30,0%
Pernafasan Akut
% of Total 17,5% 12,5% 30,0%
Total Count 32 8 40
Expected Count 32,0 8,0 40,0
% within Durasi Paparan 80,0% 20,0% 100,0%
% within Infeksi Saluran 100,0% 100,0% 100,0%
Pernafasan Akut
% of Total 80,0% 20,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
Pearson Chi-Square 5,030a 1 ,025 ,039 ,039
Continuity Correctionb 3,281 1 ,070
Likelihood Ratio 4,664 1 ,031 ,079 ,039
Fisher's Exact Test ,039 ,039
Linear-by-Linear 4,904c 1 ,027 ,039 ,039 ,034
Association
N of Valid Cases 40

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,40.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 2,215.

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lower Upper

Odds Ratio for Durasi Paparan (> 9 tahun / ? 9 tahun) 5,952 1,133 31,264
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = ISPA 1,531 ,933 2,511
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = TIDAK ISPA ,257 ,073 ,908
N of Valid Cases 40

Crosstab

Infeksi Saluran Pernafasan


Akut
ISPA TIDAK ISPA Total

Berat Badan > 76 kg Count 15 1 16


Expected Count 12,8 3,2 16,0
% within Berat Badan 93,8% 6,3% 100,0%
% within Infeksi Saluran 46,9% 12,5% 40,0%
Pernafasan Akut
% of Total 37,5% 2,5% 40,0%

? 76 kg Count 17 7 24
Expected Count 19,2 4,8 24,0
% within Berat Badan 70,8% 29,2% 100,0%
% within Infeksi Saluran 53,1% 87,5% 60,0%
Pernafasan Akut
% of Total 42,5% 17,5% 60,0%
Total Count 32 8 40
Expected Count 32,0 8,0 40,0
% within Berat Badan 80,0% 20,0% 100,0%
% within Infeksi Saluran 100,0% 100,0% 100,0%
Pernafasan Akut
% of Total 80,0% 20,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1- Point


Value df (2-sided) (2-sided) sided) Probability

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pearson Chi-Square 3,151a 1 ,0076 ,114 ,082
b
Continuity Correction 1,882 1 ,170
Likelihood Ratio 3,576 1 ,059 ,114 ,082
Fisher's Exact Test ,114 ,082
c
Linear-by-Linear 3,072 1 ,080 ,114 ,082 ,072
Association
N of Valid Cases 40

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,20.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 1,753.

Risk Estimate
95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Berat Badan (> 76 kg / ? 76 kg) 6,176 1,679 56,153
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = ISPA 1,324 ,994 1,762
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = TIDAK ISPA ,214 ,029 1,579
N of Valid Cases 40

Crosstab

Infeksi Saluran
Pernafasan Akut
ISPA TIDAK ISPA Total

Perilaku Merokok Count 31 4 35


Merokok Expected Count 28,0 7,0 35,0
% within Perilaku Merokok 88,6% 11,4% 100,0%
% within Infeksi Saluran 96,9% 50,0% 87,5%
Pernafasan Akut
% of Total 77,5% 10,0% 87,5%

Tidak Count 1 4 5
Merokok Expected Count 4,0 1,0 5,0
% within Perilaku Merokok 20,0% 80,0% 100,0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


% within Infeksi Saluran 3,1% 50,0% 12,5%
Pernafasan Akut
% of Total 2,5% 10,0% 12,5%
Total Count 32 8 40
Expected Count 32,0 8,0 40,0
% within Perilaku Merokok 80,0% 20,0% 100,0%
% within Infeksi Saluran 100,0% 100,0% 100,0%
Pernafasan Akut
% of Total 80,0% 20,0% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
Pearson Chi-Square 12,857a 1 ,003 ,003 ,003
b
Continuity Correction 8,929 1 ,003
Likelihood Ratio 10,151 1 ,001 ,003 ,003
Fisher's Exact Test ,003 ,003
c
Linear-by-Linear 12,536 1 ,000 ,003 ,003 ,003
Association
N of Valid Cases 40

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,00.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 3,541.
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lower Upper

Odds Ratio for Perilaku Merokok (Merokok / Tidak Merokok) 31,000 2,740 63,765
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = ISPA 4,429 ,764 25,666
For cohort Infeksi Saluran Pernafasan Akut = TIDAK ISPA ,143 ,051 ,397
N of Valid Cases 40

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. Point


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided) Probability
Pearson Chi-Square 4,103a 1 ,043 ,200 ,200
b
Continuity Correction ,577 1 ,448
Likelihood Ratio 3,324 1 ,068 ,200 ,200
Fisher's Exact Test ,200 ,200
c
Linear-by-Linear 4,000 1 ,046 ,200 ,200 ,200
Association
N of Valid Cases 40

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,20.
b. Computed only for a 2x2 table
c. The standardized statistic is 2,000.
Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b
Observed Predicted
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct
Step 0 Infeksi Saluran ISPA 32 0 100,0
Pernafasan Akut TIDAK ISPA 8 0 ,0
Overall Percentage 80,0

a. Constant is included in the model.


b. The cut value is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -1,386 ,395 12,300 1 ,000 ,250

Variables not in the Equation


Score df Sig.

Step 0 Variables KONK(1) 3,333 1 ,068


WakK(1) 10,667 1 ,001
DurK(1) 5,030 1 ,025
BBK(1) 3,151 1 ,076
Merokok(1) 12,857 1 ,000
RQK(1) 4,103 1 ,043
Overall Statistics 23,969 6 ,001

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.

Step 1 Step 25,595 6 ,000


Block 25,595 6 ,000
Model 25,595 6 ,000

Model Summary

Step Cox & Snell R Nagelkerke R


-2 Log likelihood Square Square

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1 14,437a ,473 ,747

a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum


iterations has been reached. Final solution cannot be found.

Hosmer and Lemeshow Test


Step Chi-square df Sig.

1 3,529 5 ,619

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

Infeksi Saluran Pernafasan Akut = Infeksi Saluran Pernafasan


ISPA Akut = TIDAK ISPA
Observed Expected Observed Expected Total

Step 1 1 5 5,000 0 ,000 5


2 5 5,000 0 ,000 5
3 5 5,000 0 ,000 5
4 7 7,672 1 ,328 8
5 7 6,625 0 ,375 7
6 3 2,031 1 1,969 4
7 0 ,672 6 5,328 6

Classification Tablea

Observed Predicted
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct
Step 1 Infeksi Saluran ISPA 30 2 93,8
Pernafasan TIDAK ISPA 1 7 87,5
Akut
Overall Percentage 92,5

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lower Upper

Step KONK(1) -20,770 11336,429 ,000 1 ,999 ,000 ,000 .


a
1 WakK(1) -3,383 1,443 5,500 1 ,019 ,034 ,002 ,574
DurK(1) 17,791 15788,932 ,000 1 ,999 5,327E7 ,000 .
BBK(1) ,281 1,685 ,028 1 ,868 1,324 ,049 35,963
Merokok(1) -20,083 15788,932 ,000 1 ,999 ,000 ,000 .
RQK(1) -38,763 43182,934 ,000 1 ,999 ,000 ,000 .
Constant 41,286 43182,934 ,000 1 ,999 8,515E1
7

a. Variable(s) entered on step 1: KONK, WakK, DurK, BBK, Merokok, RQK.

Block 0: Beginning Block


Classification Tablea,b

Observed Predicted
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct
Step 0 Infeksi Saluran ISPA 32 0 100,0
Pernafasan Akut TIDAK ISPA 8 0 ,0
Overall Percentage 80,0

a. Constant is included in the model.


b. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -1,386 ,395 12,300 1 ,000 ,250

Variables not in the Equation


Score df Sig.

Step 0 Variables WakK(1) 10,667 1 ,001


DurK(1) 5,030 1 ,025
BBK(1) 3,151 1 ,076
Merokok(1) 12,857 1 ,000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RQK(1) 4,103 1 ,043
Overall Statistics 21,402 5 ,001

Block 1: Method = Enter


Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.

Step 1 Step 21,123 5 ,001


Block 21,123 5 ,001
Model 21,123 5 ,001

Model Summary
Step Cox & Snell R Nagelkerke R
-2 Log likelihood Square Square
a
1 18,909 ,410 ,649

a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum


iterations has been reached. Final solution cannot be found.

Hosmer and Lemeshow Test


Step Chi-square df Sig.
1 1,480 5 ,915

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test


Infeksi Saluran Infeksi Saluran Pernafasan Akut =
Pernafasan Akut = ISPA TIDAK ISPA
Observed Expected Observed Expected Total
Step 1 1 5 5,000 0 ,000 5
2 1 1,000 0 ,000 1
3 11 10,825 0 ,175 11
4 7 7,590 1 ,410 8
5 4 4,175 1 ,825 5
6 3 2,410 1 1,590 4
7 1 1,000 5 5,000 6

Classification Tablea
Observed Predicted

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Infeksi Saluran Pernafasan
Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct
Step 1 Infeksi Saluran ISPA 32 0 100,0
Pernafasan Akut TIDAK ISPA 3 5 62,5
Overall Percentage 92,5

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

Step 1a WakK(1) -2,502 1,335 3,514 1 ,061 ,082 ,006 1,121


DurK(1) 19,195 15271,248 ,000 1 ,999 2,168E8 ,000 .
BBK(1) -1,206 1,385 ,758 1 ,384 ,299 ,020 4,520
Merokok(1) -21,768 15271,248 ,000 1 ,999 ,000 ,000 .
RQK(1) -40,814 42996,340 ,000 1 ,999 ,000 ,000 .
Constant 42,971 42996,340 ,000 1 ,999 4,592E1
8

a. Variable(s) entered on step 1: WakK, DurK, BBK, Merokok, RQK.

Block 0: Beginning Block


Classification Tablea,b

Observed Predicted

Infeksi Saluran Pernafasan


Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct
Step 0 Infeksi Saluran ISPA 32 0 100,0
Pernafasan TIDAK ISPA 8 0 ,0
Akut
Overall Percentage 80,0

a. Constant is included in the model.


b. The cut value is ,500

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -1,386 ,395 12,300 1 ,000 ,250

Variables not in the Equation


Score df Sig.

Step 0 Variables WakK(1) 10,667 1 ,001


BBK(1) 3,151 1 ,076
Merokok(1) 12,857 1 ,000
RQK(1) 4,103 1 ,043
Overall Statistics 21,002 4 ,000

Block 1: Method = Enter


Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.

Step 1 Step 19,835 4 ,001


Block 19,835 4 ,001
Model 19,835 4 ,001

Model Summary

Step Cox & Snell R Nagelkerke R


-2 Log likelihood Square Square
a
1 20,197 ,391 ,618

a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum


iterations has been reached. Final solution cannot be found.

Hosmer and Lemeshow Test


Step Chi-square df Sig.
1 1,272 3 ,736

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

Infeksi Saluran Pernafasan Akut Infeksi Saluran Pernafasan Akut


= ISPA = TIDAK ISPA
Observed Expected Observed Expected Total

Step 1 1 11 10,836 0 ,164 11


2 12 12,567 1 ,433 13
3 4 4,164 1 ,836 5
4 4 3,433 1 1,567 5
5 1 1,000 5 5,000 6

Classification Tablea

Observed Predicted
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct
Step 1 Infeksi Saluran ISPA 32 0 100,0
Pernafasan TIDAK ISPA 3 5 62,5
Akut
Overall Percentage 92,5

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

Step WakK(1) -2,584 1,316 3,853 1 ,050 ,075 ,006 ,996


a
1 BBK(1) -,822 1,360 ,365 1 ,546 ,440 ,031 6,321
Merokok(1) -2,974 1,534 3,759 1 ,053 ,051 ,003 1,033
RQK(1) -21,987 40192,977 ,000 1 1,000 ,000 ,000 .
Constant 24,177 40192,977 ,000 1 1,000 3,161E10

a. Variable(s) entered on step 1: WakK, BBK, Merokok, RQK.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed Predicted
Infeksi Saluran Pernafasan Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct
Step Infeksi Saluran ISPA 32 0 100,0
0 Pernafasan Akut TIDAK ISPA 8 0 ,0
Overall Percentage 80,0

a. Constant is included in the model.


b. The cut value is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -1,386 ,395 12,300 1 ,000 ,250

Variables not in the Equation


Score df Sig.

Step 0 Variables WakK(1) 10,667 1 ,001


Merokok(1) 12,857 1 ,000
RQK(1) 4,103 1 ,043
Overall Statistics 20,829 3 ,000

Block 1: Method = Enter


Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 19,451 3 ,000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Block 19,451 3 ,000
Model 19,451 3 ,000

Model Summary

Step Cox & Snell R Nagelkerke R


-2 Log likelihood Square Square
1 20,581a ,385 ,609

a. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum


iterations has been reached. Final solution cannot be found.

Hosmer and Lemeshow Test


Step Chi-square df Sig.
1 ,384 1 ,535

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

Infeksi Saluran Infeksi Saluran Pernafasan Akut =


Pernafasan Akut = ISPA TIDAK ISPA
Observed Expected Observed Expected Total

Step 1 1 23 23,410 1 ,590 24


2 8 7,590 2 2,410 10
3 1 1,000 5 5,000 6

Classification Tablea

Observed Predicted

Infeksi Saluran Pernafasan


Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct
Step 1 Infeksi Saluran ISPA 32 0 100,0
Pernafasan Akut TIDAK ISPA 3 5 62,5
Overall Percentage 92,5

a. The cut value is ,500

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Variables in the Equation

95% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

Step WakK(1) -2,534 1,309 3,747 1 ,053 ,079 ,006 1,032


1a Merokok(1 -3,317 1,448 5,244 1 ,022 ,036 ,002 ,620
)
RQK(1) -22,350 40192,977 ,000 1 1,000 ,000 ,000 .
Constant 24,520 40192,977 ,000 1 1,000 4,455E10

a. Variable(s) entered on step 1: WakK, Merokok, RQK.

Block 0: Beginning Block


Classification Tablea,b

Observed Predicted

Infeksi Saluran Pernafasan


Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct

Step 0 Infeksi Saluran ISPA 32 0 100,0


Pernafasan Akut TIDAK ISPA 8 0 ,0
Overall Percentage 80,0

a. Constant is included in the model.


b. The cut value is ,500

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -1,386 ,395 12,300 1 ,000 ,250

Variables not in the Equation


Score df Sig.

Step 0 Variables WakK(1) 10,667 1 ,001


Merokok(1) 12,857 1 ,000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Variables not in the Equation
Score df Sig.

Step 0 Variables WakK(1) 10,667 1 ,001


Merokok(1) 12,857 1 ,000
Overall Statistics 17,701 2 ,000
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.

Step 1 Step 16,863 2 ,000


Block 16,863 2 ,000
Model 16,863 2 ,000

Model Summary

Step Cox & Snell R Nagelkerke R


-2 Log likelihood Square Square
a
1 23,170 ,344 ,544

a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter


estimates changed by less than ,001.
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 ,286 1 ,593

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

Infeksi Saluran Pernafasan Infeksi Saluran Pernafasan Akut =


Akut = ISPA TIDAK ISPA
Observed Expected Observed Expected Total

Step 1 1 23 23,372 1 ,628 24


2 8 7,628 3 3,372 11
3 1 1,000 4 4,000 5

Classification Tablea
Observed Predicted

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Infeksi Saluran Pernafasan Akut Percentage
ISPA TIDAK ISPA Correct

Step 1 Infeksi Saluran ISPA 32 0 100,0


Pernafasan Akut TIDAK ISPA 4 4 50,0
Overall Percentage 90,0
a. The cut value is ,500

Variables in the Equation


95% C.I.for EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper

Step WakK(1) -2,801 1,267 4,885 1 ,027 ,061 ,005 ,728


a
1 Merokok(1) -3,094 1,468 4,440 1 ,035 ,045 ,003 ,806
Constant 2,277 1,421 2,568 1 ,109 9,750

a. Variable(s) entered on step 1: WakK, Merokok.

Lampiran 4

Peta Lokasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian

Lampiran Gambar 1. Pengambilan sampel udara pada titik 1 (o meter)

Lampiran Gambar 2. Kondisi TPA Terjun dari jarak 100 meter

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran Gambar 3. Alat pengukur suhu dan kelembaban

Lampiran Gambar 4. Alat pendeteteksi konsentrasi NH3 digital (aeroaqual)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran Gambar 5. Pengambilan sampel pada titik 2 (100 meter)

Lampiran Gambar 6. Cairan reaksi NH 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran Gambar 7. Pengambilan Sampel pada titik 3 (200 meter)

Lampiran Gambar 8. Pemasangan alat pada saat pengambilan sampel udara NH 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran Gambar 9. Pengukuran Berat Badan responden

Lampiran Gambar 10. Pencatatan hasil konsentrasi udara NH3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran Gambar 11. Wawancara pada responden

Lampiran Gambar 13. Penimbangan berat badan responden

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran Gambar 14. Pertemuan dengan perwakilan dari pihak TPA Terjun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai