Anda di halaman 1dari 8

3.2.

PEMBAHASAN Problematika umum usaha peternakan di negara-negara tropis seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan dan kelembaban udara yang cukup tinggi. Kondisi ini berdampak langsung pada sistem metabolisme dan termoregulasi pada tubuh ternak. Lingkungan yang relatif panas menyebabkan sebagian ternak akan enggan makan sehingga secara kuantitas asupan zat makanan (nutrient) yang masuk dalam tubuh juga kurang. Padahal, asupan nutrient ini berperan penting untuk mencukupi kebutuhan pokok (maintenance), perkembangan tubuh dan untuk kebutuhan bereproduksi. Implikasi dari kondisi asupan gizi ternak yang kurang, tak jarang dijumpai ternak dengan pertambahan berat hidup (average daily gain/ADG) yang masih sangat jauh dari hasil yang diharapkan baik di tingkat peternakan rakyat maupun industri. Faktor kuantitas dan kualitas pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan karena hampir 2/3 biaya produksi berasal dari pakan. Oleh karena itu, perhatian terhadap asupan zat makanan ke ternak akan sangat menentukan keberhasilan budidaya peternakan. Ada 2 masalah utama yang menyebabkan pakan ternak khususnya pakan ternak ruminansia yang diberikan tidak memenuhi kecukupan jumlah dan asupan nutrient. Diantaranya adalah: 1. Bahan pakan pada umumnya berasal dari limbah pertanian yang rendah kadar protein kasarnya dan tinggi serat kasarnya. Tingginya kadar serat ini yang 2. umumnya didominasi komponen lignoselulosa (karbohidrat komplek) yang sulit dicerna. Ketersedian pakan yang tidak kontinyu. Ini dikarenakan langkanya bahan pakan terutama di musim kemarau. Untuk mengatasi masalah tersebut berbagai terobosan telah dilakukan. Untuk meningkatkan nilai gizi dari pakan ternak yang umum dilakukan adalah dengan memebuat menjadi hijauan kering (hay), penambahan urea (amoniasi) dan awetan hijauan (silase). Pengolahan bahan pakan dengan pengeringan sangat tergantung dengan musim/panas matahari sedangkan pengolahan dengan

amoniasi (penambahan urea) acapkali terjadi kausus toksikasi karena tingginya amonia. Teknologi yang sekarang berkembang adalah pembuatan pakan tidak hanya sekedar awet (silase) tapi juga kadar nutrient sesuai dengan kebutuhan gizi ternak. 3.2.1.Pengawetan Hijauan dengan Pembuatan Silase Pengawetan hijauan merupakan bagian dari sistem produksi ternak. Pengawetan hijauan dengan pembuatan silase bertujuan agar pemberian hijauan sebagai pakan ternak dapat berlangsung secara merata sepanjang tahun, untuk mengatasi kekurangan pakan di musim paceklik harus dilaksanakan pengawetan. Tanaman mempunyai kecepatan tumbuh yang besar di musim penghujan, jadi ketersediaan hijauan ataupun limbah hasil pertanian pada musim tersebut akan berlimpah (jerami padi,sisa tanaman jagung,kacang-kacangan). Fungsi pengawetan akan tercapai bila setelah hijauan ataupun limbah pertanian dipanen segera dilakukan pencacahan baik dengan golok atau chopper rumput. Hal ini merupakan upaya agar proses respirasi yang terjadi pada sel tanaman segera terputus dan berhenti. Tujuannya adalah agar kandungan air hijauan dapat mencapai titik dimana aktivitas air dalam sel tanaman dapat mencegah perkembangan mikroba. Pengawetan tersebut akan berdampak pada keadaan fisik serta komposisi kimia hijauan tersebut antara lain dengan kehilangan sebagian dari zat makanan (gizi tanaman/nutrien) yang nantinya akan berdampak pada nilai nutrisi hijauan tersebut. Pembuatan Silase : Silase adalah hijauan makanan ternak ataupun limbah pertanian yang diawetkan dalam keadaan segar (dengan kandungan air 60-70 %) melalui proses fermentasi dalam silo. Silo dapat dibuat diatas tanah yang bahannya berasal dari: tanah, beton, baja, anyaman bambu, tong plastik, drum bekas dan lain sebagainya. Prinsip Pembuatan Silase :

Prinsip pembuatan Silase yaitu usaha untuk mencapai dan mempercepat : Keadaan hampa udara (anaerob). Terbentuk suasana asam dalam penyimpanan (terbentuk asam laktat). Untuk mendapatkan suasana anaerob dikerjakan dengan cara : Pemadatan Bahan Silase (hijauan) yang telah dicacah dengan cara ditekan, baik dengan menggunakan alat atau diinjak-injak sehingga udara sekecil mungkin (minimal). Tempat penyimpanan (silo) jangan ada kebocoran dan harus tertutup rapat yang diberi pemberat. Pembentukan suasana asam dengan cara penambahan Bahan pengawet atau Bahan imbuhan (additif) secara langsung dan tidak langsung. Pemberian bahan pengawet secara langsung dengan menggunakan: - Natrium bisulfat - Sulfur oxida - Asam chlorida - Asam sulfat - Asam propionat. -dll. Pemberian bahan pengawet / Bahan imbuhan (additif) secara tidak langsung ialah dengan memberikan tambahan bahan-bahan yang mengandung hidrat arang (carbohydrate) yang siap diabsorpsi oleh mikroba, antara lain : Molase (melas) : 2,5 kg / 100 kg hijauan. Onggok (tepung) : 2,5 kg/ 100 kg hijauan. Tepung jagung : 3,5 kg/ 100 kg hijauan. Dedak halus : 5,0 kg/ 100 kg hijauan. Ampas sagu : 7,0 kg/ 100 kg hijauan. Pembuatan silase pada temperatur 27-35 derajat C., menghasilkan kualitas yang sangat baik. Hal tersebut dapat diketahui secara organoleptik, yakni: a) mempunyai tekstur segar

b) berwarna kehijau-hijauan c) tidak berbau d) disukai ternak e) tidak berjamur f) tidak menggumpal Panjang pemotongan rumput: Rumput yang dipotongnya terlalu panjang, akan menyulitkan saat pengepakan ke dalam silo, dan kemungkinan masih banyak oksigen yang tersisa. Jadi ini akan menyulitkan tercapainya suasana anaerob. Sedangakan pemotongan/pencincangan rumput yang terlalu lama akan berakibat menurunnya kandungan lemak susu, ruminasi, proses memamah biak, pengeluaran air liur (salivasi) dan menyebabkan rendahnya pH rumen (acidosis). Jenis hijauan yang dapat dibuat silase : - Rumput - Sorghum. - Jagung. - Biji-bijian Kecil Metode Pencampuran Hijauan dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan untuk mempercepat fermentasi, mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk, meningkatkan tekanan osmosis sel-sel hijauan. Bahan campuran dapat berupa: asam-asam organik (asam formiat, asam sulfat, asam klorida, asam propionat), molases/tetes, garam, dedak padi, menir /onggok dengan dosis per ton hijauan sebagai berikut: - asam organik: 4-6kg - molases/tetes: 40kg

- garam : 30kg - dedak padi: 40kg - menir: 35kg - onggok: 30kg Pemberian bahan tambahan tersebut harus dilakukan secara merata ke seluruh hijauan yang akan diproses. Apabila menggunakan molases/tetes lakukan secara bertahap dengan perbandingan 2 bagian pada tumpukan hijauan di lapisan bawah, 3 bagian pada lapisan tengah dan 5 bagian pada lapisan atas agar terjadi pencampuran yang merata. Kualitas Silase yang baik : pH sekitar 4 Kandungan air 60-70%. Bau segar dan bukan berbau busuk. Warna hijau masih jelas. Tidak berlendir. Tidak berbau mentega tengik. Menghambat pertumbuhan jamur. Memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami. 3.2.2. Kecernaan Bahan Kering Silase Rumput Gajah Teknologi Pemanfaatan Mikroorgatisme datam Pakan untuk me

ningkatkan Produktivitas Ternak Ruminansia di Indonesia tersebut dalam mencerna bahan kering rumput gajah. tidak berbeda dengan kemampuan cairan rumen segar. Pengaruh jenis kantong penyimpan dan lama penyimpanai terhadap nilai gizi produk fermentasi lumpur sawit dengan Aspergillus niger juga telah dievaluasi (PASAR .IBU et al., 2001).

Aktivitas enzim mananase dan selulase dalam produk fermentasi turun selama penyimpanan dan daya cerna bahan kering produk fermentasi juga turun secara signifikan setelah 12 minggu disimpan. Kadar nitrogen terlarut turun setelah 6 minggu disimpan dan kadar protein sejati turun secara signifikan setelah 8 minggu disimpan. Dengan kondisi di Indonesia yang tropis, panas dan lembab, maka teknik perbanyakan, proses pengeringan dan lama penyimpanan mikroorganisme atau produk fermentasi harus sangat diperhatikan. Perlunya mencantumkan tanggal kadaluarsa untuk produk mikroorganisme karena populasi dan efektivitas mikroorganisme menurun dengan semakin lamanya waktu penyimpanan. Begitu pula, dengan tanggal kadaluarsa untuk produk fermentasi karena produk fermentasi mengalami penurunan kualitas selama penyimpanan. 3.2.3. Kecernaan Bahan Organik Silase Rumput Gajah Bahan pakan terdiri dari Bahan Organik dan anorganik. Bahan Organik yang terkandung dalam Bahan pakan antara lain, protein, lemak, serat kasar, Bahan ekstrak tanpa nitrogen, sedang Bahan anorganik yang dimaksud seperti calsium, phospor, magnesium, kalium, natrium dan lain sebagainya. Kandungan Bahan Organik ini dapat diketahui denganmelakukan analisis Proximate dan analisis terhadap vitamin dan mineral untuk masing-masing komponen vitamin dan mineral yang terkandung di dalam bahan yang dilakukan di laboratorium dengan alat dan teknik yang spesifik. Sellulosa dan hemisellulosa adalah bagian dari serat kasar hijauan. Keduanya secara kimia merupakan rantai yang panjang dari glukosa. Ikatan rantai ini cukup kuat. Disamping itu mereka berikatan pula dengan lignin, ikatan inipun lebih kuat dari ikatan diantara sellulosa tadi. Semuanya itu secara bersama-sama cukup tahan terhadap serangan enzim yang

dikeluarkan oleh mikroba rumen (pencernaan). Jika rangkaian ini dapat lepas maka sellulosa dan hemisellulosa tadi dimanfaatkan oleh tubuh ternak sebagai energi. Dengan demikian maksud dari pengolahan amoniasi adalah memotong ikatan rantai tadi dan membebaskan sellulosa dan hemisellulosa agar dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Amoniak (NH3) yang berasal dari urea akan bereaksi dengan jerami padi. Dalam hal ini ikatan tadi lepas diganti mengikat NH3, dan sellulosa serta hemisellulosa lepas. Ini semua berakibat pada protein. Dengan demikian keuntungan amoniasi adalah : Kecernaan meningkat Protein jerami meningkat. Menghambat pertumbuhan jamur. Memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami. Kecernaan meningkat, juga kadar protein jerami padi meningkat; NH3 yang terikat berubah menjadi senyawa sumber

Anda mungkin juga menyukai