Skripsi Perbaikan
Skripsi Perbaikan
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Akademis
Untuk Meraih Sarjana Theologia (S.Th)
di SekolahTinggi Theologia Huria Kristen Batak Protestan
(STT-HKBP) Pematangsiantar
Oleh:
Maruli Galingging
NIM: 12.2703
LEMBAR PENGESAHAN
Sekolah Tinggi Theologia HKBP Pematangsiantar, melalui dosen Pembimbing dan Tim
Kajian ini disusun, diserahkan dan dipertahankan oleh Maruli Galingging dalam memenuhi
Dewan Penguji:
Pernyataan Integritas
3
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi ini adalah benar hasil karya saya sendiri yang belum
pernah digunakan sebagai Skripsi atau Karya Ilmiah pada perguruan tinggi lain atau lembaga
mana pun, kecuali yang secara tertulis diacu dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Pematangsiantar,
Maruli Galingging
NIM: 12.2703
Menyetujui,
Mengetahui:
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan kemuliaan kepada Allah Bapa dan Anak-Nya Yesus Kristus dan
Roh Kudus! Penulis sangat bersyukur kepada Tuhan Allah yang memberikan berkat-Nya dan
Kristen Batak Protestan (STT-HKBP) Pematangsiantar. Penulis juga bersyukur karena dapat
menyelesaikan skripsi ini sebagai tanda pertanggungjawaban penulis kepada Tuhan Allah yang
Pematangsiantar.
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi prasyarat meraih gelar
membahas suatu studi hermeneutis dengan metode penafsiran historis kritis terhadap I Petrus
Penulis menyadari masih terdapat berbagai kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan berbagai kritikan dan saran yang membangun dari pembaca demi
Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis juga menyadari akan keterbatasan
kemampuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itulah penulis dimampukan oleh Tuhan yang
selalu setia bekerja di dalam diri orang-orang yang mengasihi dan membantu penulis, dengan
memberikan berbagai dukungan dan rasa solidaritas dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam
kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih penulis dengan penuh kasih kepada:
5
1. Ibu Pdt. Dr. Raulina Siagian selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
berbagai kontribusi pemikiran, waktu, tenaga dan dukungannya kepada penulis. Dengan
kesabaran dan suka rela beliau telah membimbing serta mengarahkan penulis dalam
2. Bapak Pdt. Eben Sihardo Simanjuntak M.Th selaku Dosen Pembimbing II, yang juga
turut memberikan banyak sumbangan pemikiran, berbagai koreksi kepada penulis dalam
3. Bapak Pdt. Dr. Hulman Sinaga selaku Dosen Pembimbing Akademis penulis yang telah
Pematangsiantar, Bapak Pdt. Dr. Victor Tinambunan. Terima kasih atas pengajaran
bapak kepada penulis selama belajar di Sekolah Tinggi Theologia-Huria Kristen Batak
5. Keluarga yang sangat penulis cintai dan kasihi. Penulis persembahkan karya ini buat
Ayahanda Herijhon Galingging dan Ibunda Rosinta Br. Gultom, yang selalu berdoa
setiap saat untuk penulis; memperjuangkan segenap usaha untuk memenuhi segala
ini; dan memberi kasih sayang, pengertian serta kesabaran dalam menantikan cita-cita
penulis dalam panggilan pelayanan kelak di jemaat, yang sebagian telah penulis jalani
penulis juga mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan yang diberikan adik-adik
Galingging, Ayub Galingging dan Eva Galingging beserta amangboru dan keluarga,
paktua dan keluarga, beserta tulang Frengky Gultom dan keluarga serta Ompung Boru
(Op. Karmel Br. Harianja) yang senantiasa memberikan berbagai dukungan, baik
dukungan doa, moral, spiritual, terlebih materi kepada penulis dalam menjalani proses
pendidikan mulai dari Sekolah Dasar hingga ke Sekolah Tinggi Theologia Huria Kristen
6. Bapak Pdt. Untung Manurung S.Th dan keluarga, Gr. Gilbert Situmeang dan seluruh
parhalado serta seluruh jemaat di HKBP Base Camp Ressort Duri, Distrik XXX Riau
Pesisir yang memberikan doa dan semangat kepada penulis selama berada di Sekolah
7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staff Pegawai, serta Bapak/Ibu Asrama Sekolah
telah membantu penulis dalam segala bimbingan, perkembangan pemikiran dan atas
segala kelancaran proses administrasi perkuliahan penulis selama melakukan studi dan
hidup berasrama di Sekolah Tinggi Theologia Huria Kristen Batak Protestan (STT-
HKBP) Pematangsiantar.
8. Stambuk 2012 “Solafide Team” yang selalu memberikan dukungan doa dan bimbingan
dalam bentuk kebersamaan kepada penulis dalam menjalani perkuliahan dan masa-masa
sulit yang penulis alami selama menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan selamat
Pematangsiantar tanpa terkecuali yang masih dapat dikenali dengan tatap muka di dalam
asrama, yakni Stambuk 2011 Servant of Lord Team, Stambuk 2013 Psalmen Team,
Stambuk 2014 The Winner’s Team, Stambuk 2015 Ozel Team dan Stambuk 2016
Sangdiwa Team. Secara khusus buat Ira Silalahi, Hanna Devika Damanik dan Tania
Saragih. Terima kasih buat persahabatan dan persaudaraan yang telah kita lalui bersama
di persemaian ini, baik di ruang kuliah, menza, aula dan asrama. Segala pengalaman yang
begitu indah, baik suka maupun duka yang akan menjadi sebuah jalinan cerita yang
9. Sahabat-sahabat penulis yang terkasih, yaitu Tri Joel Putra Simanullang, Rantoeria
Harry Brilianto Gultom, Ebenezer Pardede, Novri Doni Asido Silitonga, Eko
Yudhistira Marbun dan Calvin Yosep Ompusunggu, Tommy Jakobus Lubis, Toba
Tua Manindo Sinaga, Derismauli Sormin, Debora Larti Sirait, Desy Simanjuntak,
Veronica Brilliant Manurung dan juga kepada adik-adik yang tinggal di Barak K,
yaitu Andri Firera Siahaan, Zoel Sianipar, Esra Gutom, Rexy Situmorang, Brisco
10. Notulis Seminar Proposal Skripsi penulis yaitu Tri Joel Putra Simanullang dan Esra
Gultom. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan kesediaannya untuk
berlangsung. Penulis juga mengucapkan terimakasih secara khusus pada partner penulis
8
selama pengerjaan skripsi ini, yaitu Lusi Meliati Panggabean. Terimakasih untuk
dukungan doa dan semangat yang diberikan, pengalaman suka-duka dalam pengerjaan
skripsi ini menjadikan skripsi ini memiliki nilai dan kesan tersendiri.
11. Pendeta HKBP Sintanauli Resort Immanuel yaitu Pdt. Darzon Siregar S.TH, MM
(sebagai Pendeta Praklap I) dan Pendeta HKBP Sibandang Resort Pulau Sibandang yaitu
Pdt. Ermon Siahaan S.Th (sebagai Pendeta Praklap II) yang senantiasa memberikan
12. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang juga terlibat dalam
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Penulis
Maruli Galingging
9
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. vi
DAFTAR SINGKATAN........................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.3. Tujuan.............................................................................................................................6
1.7. Hipotesa.......................................................................................................................... 8
1.
2.
1.
2.
2.1.
2.1.4. Inkarnasi.............................................................................................................30
1.
2.
2.1.
2.2.
1.
2.
11
3.
1.
2.
3.
4.
4.5. Skopus............................................................................................................................. 97
DAFTAR SINGKATAN
I. Singkatan Alkitab
- Perjanjian Lama
Kej. = Kejadian
Kel. = Keluaran
Im. = Imamat
13
Bil. = Bilangan
Ul. = Ulangan
Yos. = Yosua
Hak. = Hakim-hakim
Rut. = Rut
1Sam. = 1Samuel
2Sam. = 2Samuel
1Raj. = 1Raja-raja
2Raj. = 2Raja-raja
1Taw. = 1Tawarikh
2Taw. = 2Tawarikh
Ezr. = Ezra
Neh. = Nehemia
Est. = Ester
Ayb. = Ayub
Mzm. = Mazmur
Ams. = Amsal
Pkh. = Pengkhotbah
Yes. = Yesaya
Yer. = Yeremia
Rat. = Ratapan
Yeh. = Yehezkiel
14
Dan. = Daniel
Hosea = Hosea
Yl. = Yoel
Am. = Amos
Ob. = Obaja
Yun. = Yunus
Mi. = Mikha
Nah. = Nahum
Hab. = Habakuk
Zef. = Zefanya
Hag. = Hagai
Za. = Zakharia
Mal. = Maleakhi
- Perjanjian Baru
Mat. = Matius
Mrk. = Markus
Luk. = Lukas
Yoh. = Yohanes
Rm. = Roma
1Kor. = 1Korintus
2Kor. = 2Korintus
15
Gal. = Galatia
Ef. = Efesus
Fil. = Filipi
Kol. = Kolose
1Tes = 1Tesalonika
2 Tes. = 2 Tesalonika
1Tim. = 1Timotius
2Tim. = 2Timotius
Tit. = Titus
Fil. = Filemon
Ibr. = Ibrani
Yak. = Yakobus
1Ptr. = IPetrus
2Ptr. = 2Petrus
1Yoh = 1Yohanes
2Yoh = 2Yohanes
3Yoh. = 3Yohanes
Yud. = Yudas
Why. = Wahyu
bnd. = Bandingkan
ed. = Editor
hlm. = Halaman
lih. = Lihat
PL = Perjanjian Lama
PB = Perjanjian Baru
Peny. = Penyunting
PL = Perjanjian Baru
S. Th = Sarjana teologi
Vol. = Volume
BAB I
PENDAHULUAN
Keselamatan adalah anugerah Allah (Sola Gratia). Anugerah itu adalah bentuk
manifestasi kasih Allah kepada manusia, yang tidak didasarkan pada kelayakan atau usaha
manusia. Anugerah keselamatan Allah berlangsung di dalam diri Yesus, yaitu di dalam peristiwa
kematian-Nya. Ia menjadi sama dengan manusia dan mati untuk dosa-dosa manusia. Kematian
Kristus adalah keselamatan bagi manusia dari dosa-dosanya dan dari kuasa Iblis.1 Keselamatan
itu kita sambut melalui iman kita (Sola Fide) kepada Allah di dalam Kristus. Allah tidak
meminta “balasan” apa-apa dari kita atas anugerah keselamatan tersebut sekalipun sebenarnya
kita tidak layak untuk menerimanya (Ef. 2:8). Keselamatan tersebut merupakan satu-satunya,
Keselamatan Allah di dalam diri Yesus tidak hanya berlangsung dalam kematian Kristus
tetapi juga dalam kebangkitan. Kebangkitan Kristus sebagai bukti bahwa kematian tidak
berkuasa atas-Nya dan bahkan Ia mengalahkan kematian tersebut. Manusia tidak perlu lagi takut
menghadapi kematian, karena Kristus telah menaklukannya. Di dalam Yesus kita diselamatkan
dari dosa, dibebaskan dari kematian sehingga kita beroleh hidup kekal. Semua orang yang
percaya akan bertemu dan dipersatukan dalam kehidupan kekal. 3 Sebaliknya bagi mereka yang
tidak percaya akan binasa, baginya tidak berlaku pengampunan dan maut (kematian) tetap ada
Yesus ber-inkarnasi (lahir) abad pertama Masehi, yaitu sekitar tahun 6 sM-4 M. Ia
memulai pelayanannya ketika Ia telah berumur tiga puluh tahun (Luk. 3:23), kemungkinan Ia
meninggal saat berumur tiga puluh tiga tahun. Pekerjaan-Nya kemudian dilanjutkan oleh para
1
Lih. Konfessi HKBP 1951 dan 1996, (Pearaja: Kantor Pusat HKBP 2013),132-133.
2
Millard J. Erickson, Christian Theology, (Michigan: Baker Books: A Division of Baker Book
House Company, 2001), 294.
3
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”: Turunnya Kristus ke dalam Kerajaan Maut
dalam Pengakuan Iman Rasuli, dalam Dari Disabilitas ke Penebusan: Potret Pemikiran Teolog-
Teolog Muda Indonesia, Peny. Ronal Arulangi, dkk, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 366.
18
Rasul setelah hari Pentakosta (turunnya Roh Kudus). Para Rasul memberitakan keselamatan
Tema pemberitaan Injil yang disampaikan oleh para Rasul ialah keselamatan di dalam
Kristus. Keselamatan itu mencakup keselamatan dari dosa, kematian dan hidup yang kekal.
Namun, jika inkarnasi Kristus terjadi pada abad pertama Masehi, lalu bagaimanakah nasib orang-
orang yang telah meninggal sebelum inkarnasi itu terjadi? Apakah mungkin tersedia bagi mereka
kesempatan? Mungkinkah bagi orang-orang yang telah menerima Injil untuk kemudian bertemu
dengan nenek moyang mereka yang meninggal sebelum inkarnasi di dalam kehidupan kekal?
Jejak para Rasul diikuti oleh Paulus setelah pertobatannya. Paulus memulai suatu
terobosan baru dalam penginjilan ketika itu, yaitu ia menginjili bagi bangsa-bangsa di luar
Yahudi. Jejak Paulus pun kemudian diikuti oleh para misionaris hingga Injil diterima oleh semua
bangsa termasuk tanah Batak pada tahun 1861.5 Berita keselamatan pun telah sampai ke tanah
Batak, namun bagaimanakah nasib mereka yang telah meninggal sebelum Injil sempat
Jika setiap orang yang percaya akan diselamatkan sedangkan yang tidak percaya akan
binasa tentulah ini terdengar kurang fair bagi mereka yang telah meninggal sebelum Inkarnasi
atau meninggal sebelum sempat mendengar Injil. Ini menjadi pergumulan bagi orang-orang yang
telah menerima Injil yang memiliki kerinduan untuk dapat bertemu kembali dengan orang tua,
atau moyangnya di kehidupan sesudah kematian. Mereka bergumul dan bertanya tentang
keselamatan nenek moyang mereka. Mereka pun memiliki keinginan untuk dapat bertemu
kembali dengan generasi mereka sebelumnya, yaitu generasi yang meninggal sebelum sempat
4
Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), 17.
5
Van den End dan Weitjens, Ragi Carita 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 181.
19
mendengar berita Injil. Maka timbullah keprihatinan akan masa depan mereka dalam kehidupan
sesudah kematian.
Alkitab menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara orang mati dan yang hidup (Pkh.
9:5-6). Alkitab juga menjelaskan bahwa setiap orang diselamatkan oleh imannya bukan iman
orang lain. Sehingga segala bentuk keprihatinan kepada orang yang telah mati adalah dosa dan
mereka yang telah meninggal sebelum inkarnasi Yesus dan meninggal sebelum sempat
mendengar Injil.
Sikap atau penjelasan tersebut sangat perlu bagi gereja, secara khusus HKBP sebagai
gereja Batak. Karena masyarakat Batak sangat menghormati dan menjunjung tinggi leluhurnya
sehingga setelah leluhurnya mati pun, mereka tetap menunjukkan rasa hormat dan
keprihatinannya pada roh leluhurnya. Masyarakat Batak berdoa, memberi makanan, dan
membuat kuburan yang bagus dan tinggi bagi leluhurnya. Sikap atau penjelasan terhadap hal ini
sangat perlu dan penting bagi mereka (HKBP), agar mereka tidak terkontaminasi oleh
kepercayaan mereka yang lama dan ajaran-ajaran kepercayaan lain yang melakukan bentuk-
bentuk keprihatinan akan keadaan dan keselamatan orang yang telah mati.6
Rasa keprihatinan terhadap orang mati dilakukan dengan tindakan-tindakan yang tidak
masuk akal. Mereka mencoba menunjukkan keprihatinannya kepada orang-orang yang telah mati
dengan memberi perhatian, seperti mendoakan, memberi makanan di kuburan, membuat kuburan
yang bagus, membuat kuburannya di tempat tinggi atau dibawah pohon “hariara”, atau
meletakkan pakaian, uang, sepatu atau peralatan mereka rasa dibutuhkannya di dunia orang mati.
Bahkan, gereja Mormon mempraktekan baptisan atas nama orang yang telah mati sebagai bentuk
6
Anicetus Sinaga, Allah Tinggi Batak Toba: Transendensi dan Imanensi (Yogyakarta: Kanisius,
2014), 152.
20
keprihatinan akan keselamatan orang mati tersebut. Tindakan ini dilakukan dengan harapan agar
orang yang telah mati tersebut dapat bertemu dan berkumpul dalam kehidupan sesudah
kematian.7
Untuk menemukan sikap dan penjelasan yang tepat atas masalah tersebut maka penulis
mencoba mencari landasan biblis yang tepat, yang dapat menjadi landasan dalam merespon
pertanyaan di atas. Dari penelusuran terhadap beberapa teks Alkitab maka penulis memberi
perhatian khusus pada teks IPetrus 3:18-20, karena teks ini menunjukkan adanya keprihatinan
dalam jemaat mula-mula akan keselamatan sanak mereka yang telah meninggal sebelum Injil
tiba.8
Situasi penerima dari surat IPetrus tidaklah jauh berbeda dengan keadaan umat yang
sekarang ini. Umat penerima surat IPetrus juga diam di tengah-tengah orang-orang yang berbeda
berkepercayaan dengan mereka. Jemaat penerima surat IPetrus ini juga menghadapi tantangan
iman yaitu penderitaan karena penganiayaan dari pemerintah dan dari orang-orang yang berbeda
kepercayaan dengan mereka. Jemaat penerima surat IPetrus dihibur dan dikuatkan melalui isi
Dalam surat ini penulisnya meminta pembaca suratnya untuk bersabar dalam penderitaan
karena Kristus, mereka diingatkan bahwa ada bagian atau hadiah yang akan mereka terima kelak
jika mereka kuat dan tetap setia di dalam imannya. Hadiah itu suatu bagian yang tidak dapat
binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu
(IPtr.1:4).
7
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di luar Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2015), 366-368.
8
Manfred T. Brauch, Ucapan Paulus Yang Sulit, (Malang: Literatur SAAT, 2009), 184.
9
Wili Marxsen, Penghantar Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 288.
21
Penulis surat ini bersama dengan jemaat Kristen lainnya mengalami masa penderitaan
karena penganiayaan. Penganiayaan tersebut datang dari sekelompok orang bukan Kristen, juga
pemerintah dikarenakan mereka telah meninggalkan kepercayaan mereka yang lama dan
mengikut Yesus. Mereka diburu dan dianiaya agar mereka meninggalkan imannya kepada
Yesus. Oleh karena itu mereka diingatkan untuk tidak membalas dan bertahan dalam penderitaan
Surat IPetrus ini menyebutkan bahwa jemaat pembaca suratnya ialah orang-orang
pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia, yaitu orang-
orang yang dipilih, ekklesia (Gereja).10 Sehingga, surat ini mengandung maksud dan tujuan yang
lebih luas dan bersifat terbuka bagi semua orang-orang Kristen dimana pun berada.
Dalam surat IPetrus terdapat nats yang mengatakan bahwa Yesus menginjili roh-roh di
dalam penjara (IPtr. 3:18). Yesus menginjili ke dunia orang yang mati untuk memberikan
kesempatan bagi mereka, yang meninggal sebelum Inkarnasi Yesus dan bagi mereka yang
meninggal sebelum mengenal Injil karena Injil belum sempat dikhotbahkan baginya sehingga
mereka pun mendapat keselamatan. Teks ini dimungkinkan sebagai jawaban atas pertanyaan
bagaimana keselamatan mereka yang telah meninggal sebelum inkarnasi Yesus dan meninggal
Dengan demikian tidak ada lagi keraguan bagi orang percaya akan keselamatan yang
dianugerahkan Tuhan kepada mereka dan kepada semua orang secara universal. Oleh karena itu
10
Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru,180.
22
1.3. Tujuan
2. Tulisan ini akan meyakinkan kepercayaan orang Kristen bahwa ada peluang untuk
bertemu dan berkumpul bersama dengan nenek moyang kita di kehidupan selanjutnya.
orang yang mati. Kita tidak perlu menjadi prihatin dengan mendoakannya, meletakkan
Metode yang akan digunakan penulis adalah metode dengan penelitian literatur yakni
penelitian buku-buku. Untuk mengulas teks I Petrus 3:18-20, penulis akan menggunakan metode
penafsiran historis kritis untuk mendapatkan pengertian yang asli dan mendasar dari maksud teks
tersebut.
Tulisan ini memberi perhatian khusus pada teks I Petrus 3:18-20. Penulis akan meneliti
latar belakang konteks historis penulisan teks. Penafsiran teks akan diperhadapkan dengan
pertanyaan tentang keselamatan orang yang meninggal sebelum inkarnasi. Implikasinya akan
menjawab pertanyaan tentang keselamatan nenek moyang orang Batak yang telah meninggal
1.7. Hipotesa
Penelitian turunnya Yesus ke dunia orang mati memberi jaminan keselamatan kepada
semua orang, termasuk kepada orang-orang yang mati sebelum inkarnasi Yesus.
Dalam rangka menyelesaikan tulisan ini maka penulis menggunakan sistematika sebagai
berikut:
24
BAB I PENDAHULUAN
1.11. Tujuan
1.15. Hipotesa
3.
4.
3.
4.
4.1.
4.1.1. Keselamatan
4.1.2. Kematian
4.1.4. Inkarnasi
3.
4.
4.1.
4.2.
4.
5.
6.
5.
6.
7.
8.
8.5. Skopus
BAB II
KERANGKA TEORI
1.
2.
5.
6.
6.1.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia11 kata keselamatan berasal dari kata selamat
yang berarti terpelihara dari bencana, terhindar dari bahaya, aman sentosa, sejahtera, sehat,
beruntung atau berhasil. Kata selamat juga diartikan sebagai doa yang mengandung harapan
Kata “selamat” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga, peny. W.J.S.
11
supaya sejahtera, ucapan yang mengandung harapan yang biasa digunakan untuk persalaman.
Kata selamat adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan hal atau situasi yang
1.
2.
2.1.
2.1.1.
istilah selamat atau keselamatan. Yesyua diterjemahkan dengan pertolongan, keselamatan (Kel.
14:13) yang mengacu pada keselamatan yang dari Allah (Kej. 49:18, 1Sam. 2:1). 13 Kata Yesyua
sendiri memiliki akar kata yang sama dengan nama Yesus, yang menjelaskan Yesus sebagai
penyelamat manusia dari dosa (Mat. 1:21, Luk. 19:10, Yoh. 4:42).14
y['vWhy> (Yehosyua) yang menunjuk pada Yosua dalam Perjanjian Lama yang
menyelamatkan orang Israel menggantikan Musa. Pada masa sesudah pembuangan kata
12
Kata “selamat”, dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II (M-Z), peny. D. J. Douglas,
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2000), 375.
13
Fohrer, “σωτήρ” dalam Theological Dictionary of the New Testament Vol. VII, Gerhard
Friedrich, (ed.), (Michigan: WM.B. Eerdmans Publishing Company), 1013.
14
Kata “selamat” dalam Kamus Alkitab: A Dictionary of The Bible, peny. W.R.F. Browning,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011) 199.
28
keselamatan yang dari Allah di dalam diri Mesias yang akan datang.15
~Alåv. (Shalom). Shalom diterjemahkan menjadi selamat, keutuhan, damai, perdamaian dan
damai sejahtera (Yer. 12:5, Mzm. 122:6, 1Sam. 1:17). 16 Kata Shalom menjelaskan keadaan yang
selamat, tenang, damai, tidak ada perang atau bahaya kelaparan. Septuaginta menerjemahkan
kata Shalom dengan kata soter (Kej. 26:31, 41:16). Shalom juga diterjemahkan dengan kata
eirene dalam bahasa Yunani yang berarti kedamaian atau keselamatan yang dianugerahkan
Allah.17 Kata Shalom menjelaskan istilah keselamatan dalam bentuk situasi atau keadaan yang
selamat atau baik (good condition, safe) sedangkan kata Yesyua menjelaskan selamat dalam
fisik atau jasmani, misalnya hidup sejahtera, damai, makmur, keselamatan dari bahaya atau
musuh. Keselamatan dipahami sebagai anugerah yang disediakan Allah baik secara langsung
dimana Allah yang secara langsung memberikan keselamatan tanpa perantara sedangkan
15
Foester, “ihsouj” dalam Teological Dictionary of New Testament Vol. III, Gerrard Kittel,
(Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing, 1967), 284-285.
16
Kata “~Alåv” dalam Kamus Ibrani-Indonesia: Perjanjian Lama, (Peny.) Reinhard Achenbach,
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012), 143, 343.
17
Stendebach, “sWlV” dalam Teological Dictionary of Old Testament Vol. XV, G. Johannes
Botterweck, dkk, (Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing), 20.
18
Stendebach, “sWlV” dalam TDOT Vol. XV, 26.
19
Wismoady Wahono, Disini kutemukan: petunjuk mempelajari dan mengajarkan Alkitab
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 110. Dan Gustave Friedrich Oehler, Theology of the Old
Testament (Michigan: grand Rapids, 1883), 75.
29
keselamatan yang disediakan Allah secara tidak langsung ialah dimana keselamatan itu
dikerjakan Allah melalui perantara, seperti Bapa-bapa leluhur, Hakim, Raja, dan Nabi.
Sejarah keselamatan Allah pada bangsa Israel dimulai dengan pemanggilan bapa leluhur
Abraham. Pada peristiwa pemanggilan Abraham, Allah hendak menyatakan kasih dan
penyertaan-Nya. Penyataan kasih dan penyertaan-Nya kepada Abraham berlangsung secara terus
menerus hingga kepada keturunannya. Ia memilih Abraham dan keturunannya untuk menjadi
Pada peristiwa keluaran tampak wujud nyata penyertaan Allah kepada umat Israel
sebagai keturunan Abraham (bnd. Kej. 12:1-3). Janji Allah kepada Abraham bahwa Allah akan
membuat dirinya menjadi bangsa yang besar, juga berlangsung melalui peristiwa keluaran.
Sejarah keselamatan Allah berlanjut dalam peristiwa keluarnya bangsa Israel dari Mesir.21 Istilah
selamat pada peristiwa keluaran menggunakan sejumlah kata kerja yang digunakan untuk
bahkan menebus mereka dari perbudakan di tanah Mesir, yakni dari negeri yang disamakan
Credo orang Israel mengakui Allah sebagai penyelamat. Hal ini tampak dalam credo
sedikit orang saja dan tinggal di sana sebagai orang asing, tetapi di sana ia
menjadi suatu bangsa yang besar, kuat dan banyak jumlahnya. Ketika orang
Mesir menganiaya dan menindas kami dan menyuruh kami melakukan pekerjaan
20
C. Barth dan Marie C. B. Frommel, Teologi Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2013), 134.
21
C. Barth, Teologi Perjanjian Lama 1, 135.
22
C. Barth, Teologi Perjanjian Lama 1, 134.
30
yang berat, maka kami berseru kepada TUHAN, Allah nenek moyang kami, lalu
TUHAN mendengar suara kami dan melihat kesengsaraan dan kesukaran kami
dan penindasan terhadap kami. Lalu TUHAN membawa kami keluar dari Mesir
dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung, dengan kedahsyatan yang
ini, dan memberikan kepada kami negeri ini, suatu negeri yang berlimpah-limpah
Karena kasih setia-Nya Allah memilih Israel sebagai umat perjanjian. Dalam kesetiaan Ia
memelihara perjanjian tersebut bahkan ketika Israel tidak setia, dan semua itu dimungkinkan
karena anugerah-Nya. Anugerah itu tidak dapat dibatasi dalam keadaan apapun dan dalam
persfektif apapun.23 Umat Israel menyadari bahwa mereka memerlukan anugerah itu karena
semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak
(Mzm. 14:3). Maka umat diminta untuk merespon anugerah tersebut dengan percaya atau
beriman. Iman umat tersebut adalah sebagai respons atas anugerah yang mereka telah terima.24
Melalui keselamatan yang dilakukan Allah itu menjadikan umat Israel menjadi milik
Allah. Tindakan Allah itu membebaskan Israel dari takut. Rasa takut terhadap manusia diganti
dengan percaya dan takut kepada Tuhan. Sejarah Keselamatan Allah atas umat Israel terus
berlanjut hingga ke Perjanjian Baru. Janji Allah kepada Abraham, yaitu melalui keturunannya
semua bangsa akan mendapat berkat, terealisasi dalam diri Yesus. Yesus menjadi berkat
23
C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 43.
24
Yongky Karman, Bunga rampai teologi perjanjian lama: dari kanon sampai dosa (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2007), 137.
25
C. Barth, Teologia Perjanjian Lama 1, 142.
31
Menurut C. Barth, keselamatan itu berasal dan dilakukan oleh Allah, sehingga Allah
menjadi pahlawan26. Sedangkan kata shalom berarti tindakan Allah untuk keselamatan manusia
menuju damai sejahtera. Keselamatan yang dikerjakan oleh Allah itu membawa keadilan dan
kegembiraan serta menjadikan manusia mendapat hidup sejahtera dan tidak perlu merasa takut.
Shalom adalah pemberian Allah sebagai damai sejahtera yang sempurna (Maz. 85), berhubungan
dengan perjanjian Allah (Yos. 9:15; 1 Raja 5:26), dan bersifat pengharapan damai sejahtera
Allah (eskatologis).27
Keselamatan adalah wujud nyata dari kasih Allah kepada manusia melalui bapa leluhur,
yang berkesinambungan hingga kepada keturunannya. Keselamatan itu tidak hanya mencakup
masalah-masalah kesejahteraan secara jasmani tetapi juga masalah rohani. Allah membebaskan
manusia dari apa saja yang membuatnya menderita sengsara lahir batin: maut, perbudakan,
penindasan, pembuangan.28 Wujud nyata dari keadaan manusia yang selamat (yesyua) disebut
dengan keadaan damai sejahtera (Shalom). Dalam arti absolut, Shalom mencakup segala sesuatu
yang berupa kebahagiaan manusia seluruhnya dan seutuhnya, baik yang rohani maupun jasmani,
baik sebagai orang perorangan maupun sebagai persekutuan (Kel. 18:23; Hak. 8:9; 11:31),
bahkan seluruh alam di sekitarnya ikut dan termasuk dalam keadaan bahagia itu (Hos. 2:20; Yes.
11:6-9).29
26
C. Barth, Teologia Perjanjian Lama 1, 121.
27
Stendebach, “sWlV” dalam TDOT Vol. XV, 402-406.
28
Th.C.Vriezen, Agama Israel Kuno (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003),130.
29
C. Barth, Theologia Perjanjian Lama 1, 145.
32
Foerster30 menjelaskan bahwa kata soter mengacu pada keselamatan yang dikerjakan Mesias.
Soter diartikan sebagai perlindungan dan tindakan atau hasil dari pembebasan atau pemeliharaan
dari bahaya atau penyakit, mencakup keselamatan, kesehatan dan kemakmuran. Istilah soter
dalam Perjanjian Baru digunakan untuk menyebut perbuatan Allah (Luk. 1:47, 1Tim. 1:1, Tit.
1:3) dan untuk menyebut Yesus sebagai soter atau yesyua (penyelamat).
Dalam Perjanjian Baru selain kata soter atau soteria, ada kata yang lain yang juga
Dalam pengertian non-religius kata ini dapat berarti mengembalikan apa yang sudah
Lama kata yang digunakan adalah Syuv yang artinya berbalik, mengembalikan,
Pendamaian yang dilakukan Allah ini tidak terlepas dari penebusan dengan harga
30
Foerster, “σωτήρ” dalam Theological Dictionary of the New Testament Vol. VII, 1015-1016.
31
Colin Brown, The New International Dictionary Of New Testament Jilid III, (Exeter, Davon
U.K: The Paternoster Press, 1978), 146-147.
32
Donald Guthtrie, Teologi Perjanjian Baru 2, (Jakarta: BPK, Gunung Mulia, 1996), 109-111.
33
Colin Brown, The New International Dictionary Of New Testament Jilid III, 146.
33
tubuh kita. Kristus yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan
kita dari segala kejahatan. Pemberian diri Kristus adalah sebagai harga tebusan.34
Agorazw berkaitan dengan istilah dalam perdagangan yaitu membeli suatu barang
dengan uang pembayaran tebusan (pengganti) atau pembebasan setelah uang tebusan
diterima. Seorang hamba juga sering diperjualbelikan di pasar dengan harga yang
harus lunas dibayar dan seorang hamba harus menjadi pelayan bagi orang yang telah
membelinya dengan harga yang lunas. Cakupan dari pemahaman ini jugalah yang
diterapkan dalam pekerjaan penyelamatan Kristus yaitu menebus umat yang sedang
Konsep keselamatan yang dipahami secara umum di dalam Perjanjian Baru adalah
keselamatan yang bersifat moral dan spiritual. Perjanjian Baru menggambarkan Allah yang
mengerjakan keselamatan secara langsung di dalam kematian dan kebangkitan Yesus (Rom.
6:10). Melalui kematian dan kebangkitan Yesus, manusia diperdamaikan dengan Allah (Rom.
5:10), dan yang percaya akan bebas dari kuasa dosa dan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16).
Konsep keselamatan dalam Perjanjian Baru ialah keselamatan yang bersifat spiritual
yaitu kebebasan dari dosa, bukan keselamatan atau kebebasan dari jajahan Roma sebagaimana
pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama yang dipahami sebagai keselamatan yang bersifat
jasmani atau fisik, dimana Mesias digambarkan sebagai penyelamat yang membebaskan bangsa
Yahudi dari jajahan atau perbudakan Roma (mesias rajani atau politis).36
Perjanjian Baru menjelaskan bahwa pengharapan bangsa Yahudi akan kedatangan Mesias
dalam Perjanjian Lama telah tergenapi di dalam diri Yesus. Yesus menjadi pembebas manusia
34
Donald Guthtrie, Teologi Perjanjian Baru 2, 98-99.
35
Donald Guthtrie, Teologi Perjanjian Baru 2, 100-101.
36
S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia),
160.
34
dari dosa, pendamai manusia dengan Allah, dan memberikan hidup kekal bagi mereka yang
percaya. Yesus menyandang jabatan ke-Mesias-an yaitu sebagai raja (pembebas), imam
Dari uraian di atas terlihat bahwa konsep keselamatan di Perjanjian Baru berpusat pada
diri Yesus sebagai sang soter. Allah mengerjakan keselamatan di dalam diri Yesus atas
inisiatifnya sendiri. Keselamatan itu Ia berikan sebagai anugerah cuma-cuma (Sola Gratia). Di
dalam iman kepercayaan akan keselamatan yang Yesus lakukan, semua orang percaya benar-
benar menerima keselamatan itu dan sedang menikmatinya, sebab iman merupakan sebagai
1.
2.
2.1.
2.1.1.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kematian berasal dari kata
mati yang berarti sudah hilang nyawanya, tidak hidup lagi. 38 Kematian hanya terjadi pada
mahkluk yang hidup. Ketika mahkluk hidup tersebut mati maka ia tidak hidup atau kehilangan
kesadaran, tidak lagi memiliki kemampuan dan tidak bisa berinteraksi dengan orang hidup.
37
S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, 162.
38
Kata “selamat” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 753-754.
35
Kematian adalah akhir dari kehidupan, yaitu matinya nyawa dalam organisme biologis.
Semua makhluk hidup pada akhirnya mati secara permanen, baik dari penyebab alami seperti
mati karena sudah tua dan penyebab tidak alami seperti penyakit dan kecelakaan. Setiap orang
tidak tahu bagaimana rasa kematian hingga orang itu mengalami sendiri kematian itu.
Kemungkinan kematian itu adalah hal yang menyenangkan, atau bisa saja itu hal yang paling
mengerikan.
1.
2.
2.1.
2.1.1.
2.1.2.
Dalam Perjanjian Lama ada dua kata yang digunakan untuk menjelaskan tentang
kematian:
alami manusia, putusnya hubungan kasih Yahweh. Kematian berarti akhir atau
kesudahan dari keberadaan seseorang (2Sam. 12:15; 14:14). Manusia diciptakan dari
Ayub 34:14-15).39 Dalam Perjanjian Lama kematian berarti akhir kesudahan dari
Walter A. Elwell (ed.), Theological Dictionary Of the Bible, (Michigan: Baker Books-Grand
39
Rapids,1984), 142-144.
36
keberadaan seseorang (2 Sam. 12:15; 14:14). Manusia diciptakan dari tanah dan
Dalam Perjanjian Lama kematian berarti akhir kesudahan dari keberadaan seseorang
(2Sam. 12:15; 14:14). Perjanjian Lama memandang kematian adalah hal yang wajar yang harus
dilalui dalam hidup sebagai manusia yang berdosa (bnd. Mzm. 14:2). Kematian dalam konsep
pemahaman Perjanjian Lama ialah kematian jasmani atau badani yang kembali menjadi debu
tanah karena tubuh jasmani manusia berasal dari debu tanah (Kej. 3:19) sedangkan roh atau
Perjanjian Baru menggunakan kata thanatos untuk menjelaskan istilah kematian. Konsep
thanatos dalam pemahaman Yunani bukanlah akhir dari eksistensi manusia, melainkan hanya
akhir dari tubuh jasmaninya saja. Eksistensi atau roh manusia yang mati akan menuju Hades.
Tubuh dianggap sebagai kurungan penjara bagi jiwa. Kematian menjadi proses bebasnya jiwa
Di dalam PB, kematian disebut thanatos (θάνατος). Banyak orang memahami bahwa
θάνατος43 bukanlah akhir dari keberadaan manusia melainkan perpindahan pada tingkat yang
40
James Denney, The Death of the Christ, (London: The Tyndale Press, 1973), 548.
41
Bultmann, qa.na,toj, dalam Teological Dictionary of the New Testament, (Michigan: Wm. B.
Eerdmans Publishing Company, 1967), 8.
42
Rudolf Bultmann, dkk., Life and Death, (London: Adam & Charles Black, 1965), 31.
43
Dalam legenda Yunani, thanatos (θάνατος) adalah seorang pribadi sebagai penjelmaan dari
kematian. Thanatos adalah anak dewa Nyx (night, malam) dan Erebus (dark, kegelapan) yang
merupakan saudara kembar dari Hypnos (sleep, tidur). Pada awal legenda ini, thanatos dirasa
37
berbeda dimana orang yang meninggal mengalami sebuah keberadaan yang berupa bayang-
bayang di hades (άδης).44 Teori umum dari proses kematian adalah kelepasan jiwa dari badan, 45
sehingga tubuhnya kembali ke tanah dan jiwanya pindah ke hades. Hades merupakan tempat
- Thanatos diartikan sebagai kematian yang akan dialami oleh semua manusia,
- Kematian manusia secara fisik bukanlah akhir. Setelah mengalami kematian manusia
akan melalui penghakiman oleh Kristus (Ibr. 9:27), apakah ia akan dibangkitkan atau
Sehingga kematian yang dialami manusia di bumi akan dianggap sebagai tidur
sementara.
- Kematian sebagai penghancur kekuatan manusia, tetapi Tuhan melalui Kristus lah
yang menghancurkan kematian. Kristus yang mengalahkan kematian (II Tim. 1:10),
dilakukan Yesus.
sebagai figur tentara yang menyandang pedang dengan berjanggut dan berwajah garang.
Kedatangannya ditandai dengan bencana dan kedukaan. Pada masa selanjutnya, pemahaman
terhadap thanatos berubah yaitu thanatos dilihat sebagai perpindahan dari hidup ke kematian
yaitu suatu tempat yang lebih menyenangkan. Thanatos menjadi dipandang sebagai seorang
anak muda sehingga banyak peti mati masyarakat Roma berukirkan thanatos yang adalah
seorang anak kecil yang bersayap seperti malaikat. Lih. http://en.wikipedia.org/wiki/Thanatos
(dikunjungi 05 Mei 2017).
44
Bultmann, qa.na,toj, dalam Teological Dictionary of the New Testament, 8.
45
Louis H. Gray, Death and Disposal, dalam James Hastings, (ed.) Encyclopaedia of Religion
and Ethics, (New York: Charles Scribner’s Sons, 1955), 415.
46
Alexander Souter, A Poket Lexicon to The Greek New Testament, (London: Oxford University
Press, 1916), 6.
47
Bultmann, qa.na,toj, dalam Teological Dictionary of the New Testament, hal. 15-19.
38
Manusia sudah pada kodratnya menjalani hidup di dunia mulai dari lahir sampai mati. Ia
harus menerima kodrat ini sebagai suatu kenyataan dalam hidupnya. Suatu waktu ia lahir, suatu
waktu lain ia pasti akan mati (lih. Pengk. 3:1-2). Kematian merupakan suatu ajal yang tidak
dapat dielakkan. Kematian merupakan suatu realitas yang harus dihadapi oleh setiap manusia.
Sebagaimana ia menerima kelahiran, maka ia juga harus menerima kematian. Kematian adalah
misteri, sesuatu yang belum dimengerti manusia, suatu pengalaman yang tidak dapat terjajaki. 48
Bagaimana manusia bisa mati dan bagaimana (kemana) manusia setelah mati adalah misteri
cukup beragam, misalnya ada kelompok The Scientic Revolution yang meyakini adanya
kekekalan (immortaliy) dan kematian adalah musuh. Melalui pengetahuan dan teknologi medis
kematian dapat ditunda dan dilawan.49 Kepercayaan Asyur-Babilonia menyakini bahwa manusia
diciptakan untuk melayani dewa, dan memberikan pengharapan bagi manusia tentang adanya
hidup bahagia setelah kematian.50Juga banyak pemahaman dan konsep kematian berdasarkan
Kekristenan sendiri memahami konsep kematian berdasarkan apa yang tertulis di dalam
Manusia dicipta oleh Allah dari debu tanah dan manusia diberi nafas hidup (dalam
bahasa Ibrani disebut nefesy yang memiliki arti sama dengan ruakh, yaitu napas atau
48
Gladys Hunt, Pandangan Kristen Tentang Kematian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 1,
7.
49
Lloyd R. Bailey, Biblical Perspectives on Death, (Philadelpia: Fortress Press, 1979), 3.
50
Lloyd R. Bailey, Biblical Perspectives on Death, 17.
51
Kata “Kematian” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Peny. L.L. Moris, (Jakarta: Inter-
Varsity Press, 1995), 35.
39
Pada saat mati, tubuh jasmani manusia menjadi debu tanah dan rohnya kembali pada
Sesudah itu akan ada penghakiman yang adil dari Allah. (Ibr. 9:27, Pkh. 11:9, Pkh.
12:14).
Penghakiman itu terjadi pada akhir zaman. Mereka yang percaya kepada Yesus akan
dibangkitkan dan beroleh hidup yang kekal, bagi yang tidak percaya akan beroleh
1.
2.
2.1.
2.1.1.
2.1.2.
1.
2.
2.1.
2.1.1.
2.1.2.
2.1.3.
Konsep Sheol (lAa)v.) dalam Perjanjian Lama diartikan sebagai bagian kematian itu
sendiri (Kej. 42:38, Mzm. 18:5, 86:13). Kematian tidak menghilangkan keberadaan seseorang,
40
tetapi masih tetap ada dalam tempat lain yang disebut dengan Sheol.52 Sheol dalam Perjanjian
lama dipahami sebagai dunia atau tempat bagi orang yang telah mati. Septuaginta menggunakan
Sheol dianggap sebagi tempat yang dalam (place in the depths). Dalam konsep Perjanjian
Lama, Sheol dianggap sebagai dunia orang yang telah mati, yang berada di tempat yang dalam
sebagai dunia bawah atau neraka (underworld). Roh-roh orang yang mati masuk dalam dunia
kegelapan yang sunyi (Ayb. 10:21). Tempat tersebut tertutup dengan pintu gerbang dan terkunci
(Ayb. 38:17) dan siapa yang berada di tempat tersebut tidak dapat kembali atau keluar (Ayb. 7:9,
16:22). Di dunia orang mati tersebut tidak ada yang bekerja dan mereka tidak sadar (Pkh. 9:10).
Sheol digambarkan sebagai tempat terbawah dan sering dibandingkan dengan surga (samayim)
Konsep Pemahaman Sheol dalam Perjanjian Lama ada empat (4), yaitu:55
Konsep Sheol awalnya dipahami orang Israel adalah sebagai kematian itu sendiri atau
tempat abadi bagi orang yang telah mati. Tubuh menjadi tanah dan roh kembali kepada Allah
(Kej. 3:19, Pkh. 12:7). Perjanjian Lama awalnya belum mengenal konsep dunia orang mati dan
konsep kebangkitan belum dikenal. Bangsa Israel berbeda dengan bangsa-bangsa di sekitar
mereka yang lebih dulu mengenal konsep dunia orang mati dan memiliki keyakinan bahwa
dalam dunia orang mati yang mereka pahami terdapat penguasanya atau dewanya. Misalnya
52
Don Fleming, Bible Knowledge Dictionary, (England: England Scripture Press,1990), 403.
53
Wachter “ ”שאולdalam G. J. Botterwick, dkk, Teological Dictionary of the Old Testament,
(Michigan: Wm.B. Eerdmans Publishing, 1976), 241.
54
Wachter “ ”שאולdalam TDOT, hal. 242.
55
Wachter “ ”שאולdalam TDOT, hal. 246-248.
41
Setelah zaman pembuangan dan Helenistik, barulah kemudian bangsa Israel mengenal
adanya konsep kebangkitan (anastasis) yang dipengaruhi oleh pemahaman bangsa sekitarnya,
juga terutama pengaruh nubuatan para nabi tentang kedatangan Mesias yang menyelamatkan,
Mesias yang rajani dan imami. Apokaliptik Yahudi memahami bahwa Mesias akan datang
menyelamatkan manusia, di mana dosa telah dihapuskan dan kematian tidak lagi mempunyai
kekuatan. Ada harapan tentang kebangkitan (Yes. 26:19, Dan. 12:2).56 Setelah mengenal konsep
kebangkitan, maka kematian dapat diatasi. Perjanjian Lama kemudian memahami adanya dunia
sementara bagi orang yang telah mati sebagai ruang tunggu pada masa penghakiman. Perjanjian
Lama juga menjelaskan bahwa Yahweh berkuasa atas dunia orang mati (1Sam. 2:6; Ayub 26:6;
Hukuman bagi orang yang menentang Allah ialah akan dibuang ke dunia orang mati.
Pembuangan ke dunia orang mati bukanlah sebagai puncak akhir dari hukuman tetapi menjadi
tempat sementara menunggu hari penghakiman. Semua orang akan masuk ke dalam Sheol baik
Dunia orang mati digambarkan sebagai tempat orang mengalami derita dan memohon
kelepasan. Mereka terkunci di dunia tersebut (Maz. 88:4). Hanya Yahweh yang dapat
56
S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, 145.
42
Yahweh berkuasa menurunkan orang ke dunia orang mati dan ia berkuasa untuk
mengangkat orang dari dunia tersebut (I Sam. 2:6). Sheol atau dunia orang mati ada dalam kuasa
1.
2.
2.1.
2.1.1.
2.1.2.
2.1.3.
2.1.3.1.
2.1.3.2.
2.1.3.2.1. Hades
Perjanjian Baru menggunakan kata Hades untuk menjelaskan dunia orang mati. Hades
memiliki pemahaman yang sama dengan Sheol yang menggambarkan dunia orang mati yang
terletak di bawah laut.57 Istilah lain yang digunakan ialah, Abussos yang digambarkan sebagai
dunia orang mati dan tempat hukuman penjara bagi roh-roh yang tidak taat.58
57
Joachim Jeremias “άbussoj” dalam Teological Dictionary of the New Testament Vol.I,
(Michigan: WM.B. Eerdmans Publishing, 1976), 146.
58
Joachim Jeremias “άbussoj” dalam TDOT, 9.
43
Dalam mitologi Yunani, Hades dikenal sebagai penguasa dunia bawah. Dunia bawah atau
dunia Hades adalah tempat tinggal roh orang mati yang suram dan berkabut. Dunia ini terbagi
Padang Asphodel: sebagai tempat bagi roh orang-orang yang jumlah kebaikan dan
kebahagian abadi. Tempat ini dipenuhi oleh bunga Asphodel, makanan favorit roh.
Tartaros: sebagai tempat yang digunakan untuk mengurung beberapa mahkluk yang
membahayakan para dewa. Tartaros juga menjadi tempat untuk mengurung para
manusia yang telah melakukan kejahatan besar bagi kepada dewa maupun kepada
sesama manusia. Tartaros juga dikenal sebagai tempat yang suram dan mengerikan
Konsep Hades dalam mitologi Yunani kemudian diadopsi dalam konsep dunia orang mati
dalam Perjanjian Baru. Kemudian konsep pemikiran tentang dunia orang mati mengalami
Melalui nubuatan ini konsep kebangkitan menjadi dikenal. Sheol dipercaya sebagai
Di bawah pengaruh Babilonia, Persia dan mitologi Yunani konsep dunia orang mati
dipahami sebagai akibat dari hidup sebelumnya. Orang benar akan dibangkitkan sedangkan
59
Lih. http:id//.m.wikipedia.org/wiki/Hades (dikunjungi 10 Mei 2017).
60
Joachim Jeremias “άbussoj” dalam TDOT, 47.
44
orang yang tidak benar atau berdosa akan mati selamanya. Dalam dunia orang mati dipahami
adanya pemisahan tempat untuk orang benar dan orang yang tidak benar (Luk. 16:23,26).
Tempat orang benar disebut Firdaus (Luk. 23:43). Sheol atau Hades sebagai tempat orang
berdosa.61
Pada masa awal memasuki Palestina setelah pembuangan, orang Yahudi yang tinggal di
Palestina bertemu dan berinteraksi dengan Yahudi Diaspora dari pembuangan. Interaksi ini
memberikan beberapa perubahan pemahaman, termasuk tentang pemahaman dunia orang mati.
Dunia orang mati dalam konsep Yahudi dipercayai sebagai tempat kebahagian abadi setelah
kematian bagi jiwa yang saleh, yang menantikan kebangkitan mereka. Dunia orang mati juga
menjadi tempat penghukuman bagi jiwa yang berdosa semasa hidupnya (2Mak. 2:7, 14:46).
Pendapat ini terdapat pada kitab-kitab Apokaliptik Yahudi yang non-Kanonis seperti kitab
menggambarkan kematian sebagai sebuah keadaan tidur sementara. Ketika seseorang mati maka
tubuh jasmaninya berpisah dengan roh atau jiwanya. Tubuh jasmaninya akan hancur menjadi
tanah sedangkan tubuhnya (rohnya) akan beristirahat hingga hari kebangkitan. Perjanjian Baru
juga memberikan makna hades sebagai tempat berkumpulnya semua roh orang yang telah mati
sambil menunggu kebangkitan kembali (Kis. 2:27-31) serta tempat orang yang tidak beriman.
Oleh sebab itulah Yesus Kristus turun ke hades untuk membawa Injil kepada mereka (IPtr. 3:9,
4:6), Ia mempunyai kunci kerajaan maut, dan menjadi Tuhan atas hades.63
61
Volkhard Scheunemann, Apa Kata Alkitab tentang Dunia Orang Mati: Arti Kematian Bagi
Orang Percaya, (Malang: YPPII), 14.
62
Volkhard Scheunemann, Apa Kata Alkitab tentang Dunia Orang Mati, 14.
63
Joachim Jeremias “άbussoj” dalam TDOT, 146-147.
45
2.1.3.2.2. Firdaus
Firdaus dalam bahasa Yunani dikenal dengan kata para,deiso (paradeiso). Kata ini
berasal dari zaman Persia tua yang menunjuk pada sebuah taman yang dikelilingi tembok.
Taman ini hanya dikhususkan bagi raja dan para bangsawan kerajaan. Dalam perkembangannya,
istilah ini kemudian digunakan oleh Septuaginta untuk menunjuk taman Allah dalam kisah
penciptaan (Kej. 2:8-10). Septuaginta mengubah istilah para,deiso yang semula bersifat profan
menjadi bernilai religius. Septuaginta menjelaskan para,deiso sebagai taman Tuhan yang
Pada abad pertama istilah para,deiso dalam pemahaman Yahudi ialah mengacu pada
taman Eden dalam kisah penciptaan (Kej. 2). para,deiso digambarkan sebagai sebuah taman
pengharapan yang kuat akan adanya hari terakhir (eskatalogi). Mereka mempercayai bahwa
setelah Adam dan Hawa terusir dari taman Eden (para,deiso) akan ada lagi kesempatan untuk
kembali ke taman Eden bagi mereka yang percaya kepada Allah. Pada masa pembuangan,
pengharapan akan para,deiso menjadi penghiburan bagi mereka yang berada dalam derita
Para,deiso diidentifikasi keberadaannya sebagai sesuatu yang telah ada sekarang namun
tersembunyi tempatnya. Para,deiso selalu disandingkan dengan Sheol, dimana Sheol sebagai
tempat roh-roh orang yang tak mengenal Allah sedangkan Para,deiso dihuni oleh roh-roh para
64
Joachim Jeremias “para,deisoj” dalam Teological Dictionary of the New Testament Vol. V,
Gerhard Friedrich, (Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing, 1977), 765-766.
65
Joachim Jeremias “para,deisoj” dalam TDNT, 766-767.
66
Joachim Jeremias “para,deisoj” dalam TDNT, 770.
46
Apokaliptik Kristen melukiskan para,deiso sebagai gambaran tempat masa depan, yaitu
bumi baru dan Jerusalem baru. Setiap orang yang masuk dalam tempat ini akan diberikan makan
buah pohon kehidupan (Why. 2:7), roti hidup dan air hidup, ikut dalam perjamuan Kristus, dan
berkumpul dengan Allah. Kepercayaan akan keberadaan para,deiso memperkuat keyakinan akan
adanya kehidupan setelah kematian, yaitu hidup di dalam para,deiso tersebut. Ini pun
memberikan kepastian bahwa setiap orang yang mati akan dibangkitkan. Adanya kebangkitan
memberikan penjelasan bahwa setiap dibangkitkan untuk kehidupan lain, yaitu hidup setelah
kematian. 67
Perjanjian Baru juga menjelaskan bahwa semua orang yang benar atau yang berdosa akan
mati dan masuk ke dalam dunia orang mati menunggu hari penghakiman (Dan. 12:2, Mzm.
89:49, Mat. 13:38-40). Hades bukanlah neraka tempat penghukuman terakhir, tetapi tempat
menunggu hari penghakiman. Dunia orang mati dalam konsep Perjanjian Baru terbagi dua, yaitu
Hades sebagai tempat orang berdosa dan Firdaus sebagai tempat orang yang benar dan kudus
(Luk. 16:19-31, Mat. 8:11-12). Paulus menyebut Firdaus sebagai tingkat yang ketiga dari sorga
(2Kor. 12:2-4). Firdaus dikenal juga sebagai taman Allah, sebagai tempat pohon kehidupan
(Why. 2:7).68 Pada hari penghakiman, semua orang akan dibangkitkan dan dihakimi, orang yang
bersalah atau berdosa akan dihukum dan dibuang dalam lautan api. Maut dan Kerajaan Maut
(Hades) akan dilemparkan ke dalam lautan api ( Why. 20:13-15). 69 Istilah lautan api adalah
menunjuk neraka (geena dalam Why. 20:11-15 atau tartaros dalam 2Pet. 2:4) sebagai tempat
67
Joachim Jeremias “para,deisoj” dalam TDNT Vol. V, 766-767.
68
Lih. Kata Firdaus dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I (A-L), D. J. Douglas (peny.),
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2000), 315. Volkhard Scheunemann, Apa Kata
Alkitab tentang Dunia Orang Mati, 14.
69
Joachim Jeremias “άδης” dalam TDNT Vol. I, 148.
70
Kata “Neraka” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II (M-Z), 150-151.
47
Konsep dunia orang mati dalam Perjanjian Baru sebenarnya berpusat pada tindakan Allah
di dalam diri Yesus yang mengalahkan maut, hades dan setan (Why. 20:10,14).71 Yesus adalah
Tuhan atas Hades (Why. 1:18). Dalam kematian-Nya Yesus menanggung dosa manusia, dalam
kebangkitan dan kenaikan-Nya, Ia menawarkan hidup kekal (2Tim. 1:10). Bagi mereka yang
percaya akan terlindung dari neraka (geena) dan akan memiliki akses masuk ke dalam Sorga.72
2.1.4. Inkarnasi
penitisan atau pengambilan wujud manusia. Inkarnasi adalah penjelmaan sesuatu yang ilahi
menjadi sesuatu yang manusiawi untuk melakukan misi atau pekerjaan tertentu yang berkaitan
dengan spiritual atau agama. Misalnya, Krisna sebagai titisan dewa Wisnu dan Yesus sebagai
inkarnasi Allah. Allah menjadi manusia yaitu Yesus dengan misi menyelamatkan manusia dari
Dalam bahasa Yunani arti kata inkarnasi berakar dari kata en dan sarx: evn arti di, di
dalam, di antara, pada sedangkan sarx berarti daging, badan fisik, sifat manusiawi yang
berdosa.74 Inkarnasi diartikan di dalam daging atau tubuh. Allah di dalam atau menjadi daging
Kata sarx diterjemahkan dengan kata daging atau tubuh. Namun sarx bukanlah satu-
satunya kata yang diterjemahkan dengan kata daging atau tubuh. Ada istilah yang disebut dengan
soma. Kedua istilah ini memiliki arti sama tetapi memiliki karakteristik pemahaman berbeda.
71
Lloyd R. Bailey, Biblical Perspectives on Death, 96.
72
Joachim Jeremias “άδης” dalam TDNT Vol. I, 149.
73
Kata “Inkarnasi” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 477 dan Henk ten
Napel, Kamus Teologi: Inggris- Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 84.
74
Barclay M. Newman, Kamus Yunani-Indonesia: Untuk Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2002), 55, 152.
48
Sarx menunjukkan personalitas manusia dari aspek perbedaan dan keberjarakannya dari Allah.
Jarak dan perbedaan itu sekaligus menunjukkan kelemahan dan kefanaan manusia (IIKor.4:11;
Gal.4:13; Rom.6:19; 8:3). Dalam aspek sarx manusia tidak dapat berbuat apa-apa, selain
Sarx menunjukkan jarak antara manusia dari Allah, sedangkan soma menunjukkan
kemungkinan mendekatnya manusia kepada Allah (bnd. IKor.6:13-20). Soma menunjuk pada
manusia sebagai manusia yang memiliki kecenderungan terarah kepada Allah, sekalipun pada
hakekatnya manusia memiliki kemungkinan dikuasai oleh dosa, yang membawa pada kematian.76
Sarx tidak dibangkitkan, tidak seperti halnya soma. Dalam karakteristik soma manusia
mempunyai kemungkinan untuk mengalami kebangkitan, hidup yang baik dan mewarisi
Kerajaan Allah (bnd.IKor.15:50). Kemungkinan itu memberi kesempatan bagi manusia terarah
kepada Allah. Soma alamiah dirubah menjadi soma rohaniah (IKor.15:44). Perbedaan antara
sarx dan soma jelas. Sarx akan berakhir bersamaan dengan berakhirnya kehidupan alamiah
manusia, tetapi soma, sekalipun mengalami kematian, akan mengalami kebangkitan setelah itu.77
Sehingga dalam peristiwa Inkarnasi, Yesus mengambil atau menjadi rupa sarx, ia masuk
dalam kefanaan manusia dan ia mengambil hukuman yang seharusnya di tanggung manusia
dalam tubuh sarx tersebut. Oleh anugerah Kristus, manusia diubahkan dari bentuk sarx yang
memiliki keberjarakan dengan Allah menjadi soma, yang sekali pun akan mengalami kematian
tetapi kelak akan dibangkitkan. Paulus mengemukakan bahwa Allah membuat karya
pendamaianNya di dalam tubuh manusiaNya (Kol. 1:22). Allah menjadikan dirinya di dalam
sarx, sebagaimana manusia itu adalah sarx maka ia menanggung hukuman yang akan diterima
manusia dengan menjadi sama dengan manusia yaitu sarx tersebut (Rom. 8:3). Hal ini dipertegas
75
Schweizer, “sarx” dalam TDNT Vol. VII, 130.
76
Schweizer, “sarx” dalam TDNT Vol. VII, 132.
77
Kata “Tubuh” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid. II (M-Z), 493-494.
49
oleh Petrus yang mengatakan bahwa Kristus yang mati untuk kita dalam keadaanNya sebagai
5.
6.
6.1.
6.2.
Beberapa ahli mengemukakan pendapat yang beragam terkait penulis kitab ini. Satu
pihak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa penulis surat IPetrus adalah Petrus, murid
Yesus. Hal ini didasarkan dengan apa yang terdapat dalam Surat IPetrus itu sendiri yang
menuliskan bahwa surat ini berasal dari “Petrus, rasul Yesus Kristus” (1:1). Ia juga mengatakan
bahwa ia (penulis) merupakan “teman penatua dan saksi penderitaan Yesus Kristus” (5:1).
Drane79 mengatakan bahwa penulis surat ini ialah rasul Petrus. Hal ini ia katakan karena
terdapat pengajaran-pengajaran Yesus dalam surat ini. Hal ini sangat mungkin karena Petrus
sangat dekat dengan Yesus dan ia banyak tahu tentang pengajaran-pengajaran Yesus. Drane
menguraikan beberapa persamaan pengajaran Yesus dengan pengajaran dalam surat IPetrus ini,
yaitu:
- Orang Kristen harus mempunyai sikap waspada dan berjaga-jaga (Luk 12:35 = I Pet.
1:13).
Kata “Inkarnasi” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I (A-L), 440.
78
79
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru: Penghantar Teologis-Historis, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2012), 491.
50
- Orang Kristen diberi hak memanggil Allah “Bapa” (Luk. 11:2 = I Pet. 1:17).
- Sikap orang Kristen harus membuat orang memuji Allah (Mat. 5:16 = I Pet 2:12).
- Ada sukacita jika dianiaya oleh karena kebenaran (Mat. 5:10 = I Pet. 3:14).
- Semua orang akan memberi mempertanggung jawabkan kepada Allah pada hari
- Orang Kristen harus berbahagia jika mereka dihina karena mengikut Yesus (Mat.
- Orang Kristen harus rendah hati dan akan ditinggikan Allah (Luk. 14:11 = I Pet. 5:6).
- Orang Kristen tidak boleh khawatir atau takut karena Allah memelihara mereka (Mat.
Dari uraian diatas terlihat bahwa ditemukan adanya persamaan pengajaran dalam surat
Petrus dengan pengajaran-pengajaran Yesus. Pengajaran ini merupakan pengajaran yang telah
diterima secara umum oleh gereja mela-mula. Tetapi ada ahli di pihak lain yang mengatakan
- Bahasa yang digunakan dalam surat ini adalah bahasa Yunani yang sangat baik
sedangkan Petrus adalah seorang nelayan yang tidak terpelajar (Kis. 4:13),
80
Willi Marxsen, Penghantar Perjanjian Baru, 291-293.
51
Sehingga ia berpendapat memang sangat tidak mungkin jika Petrus, murid Yesus,
sebagai penulis langsung surat ini. Surat ini ditulis oleh orang lain dengan nama samaran “Petrus,
rasul Kristus”. Menurutnya surat ini ditulis oleh salah seorang murid Paulus karena alur
pemikiran dan peristilahannya mirip dengan surat-surat Paulus. Menurutnya sifatnya mirip
dengan 2 Tesalonika, Efesus, Kolose, dan surat-surat Pastoral. Surat ini disebutnya sebagai
“pseudo-Paulus”.81
Pernyataan berikutnya yang menyatakan keraguan bahwa Petrus sebagai penulis surat ini
ialah mengacu pada pernyataan yang mengatakan bahwa teologi surat ini sama dengan teologi
Paulus. Persamaan itu terlihat dari adanya kesamaan topik teologi yang dibahas dalam surat ini
dengan surat-surat yang ditulis Paulus. Persamaan atau kemiripannya terlihat sebagai berikut:82
- Penekanan kasih karunia/anugerah: IPet. 1:10, 12, 18; 3:7; 4:10; 5:10, 12. Topik ini
merupakan topik yang sangat penting yang ditekankan Paulus dalam setiap surat-
- Rumusan “di dalam Kristus” (en Kristo): Rom. 6:11; 2Kor. 5:17; Gal. 6:15, yang
- Nasehat tentang kewajiban kepada pemerintah dalam IPtr. 2:13-17 mirip dengan
- Istilah “Umat Allah” dalam surat IPetrus 2:6-8, 10 paralel dengan istilah ekklesia
Drane83 juga mengatakan bahwa teologi dalam surat Petrus dan Paulus memiliki
kesamaan. Persamaan ini dikarenakan karena baik Paulus maupun penulis kitab IPetrus sama-
81
Willi Marxsen, Penghantar Perjanjian Baru, 291.
82
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1979), 16.
83
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru, 493.
52
sama meneruskan pengajaran dan nasihat moral yang telah diterima secara luas diseluruh jemaat
mula-mula.
Adapun tradisi lisan/oral dalam Gereja mula-mula yang dikutip oleh penulis surat IPetrus
ialah:84
- Ajaran tentang pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama yang tergenapi di dalam
Tradisi oral/lisan dalam gereja mula-mula yang dikutip oleh penulis surat IPetrus dalam
suratnya. Tradisi lisan ini berbentuk paraklese (khotbah) dan paranese (nasihat). Tradisi ini tidak
hanya dikutip oleh penulis surat IPetrus tetapi juga oleh Paulus. Inilah yang menyebabkan
timbulnya kesamaan antara surat IPetrus ini dengan surat-surat Paulus. 85 Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa surat ini bukan ditulis oleh rasul Petrus. Penulis surat ini adalah salah seorang
murid Paulus.
1.
2.
2.1.
84
Jhon H. Elliot dan R. A. Martin, Augsburg Commentary on the New Testament: James, I-II
Peter/Jude, (Minneasota: Augsburg Publishing House, 1982), 57.
85
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 17.
53
2.2.
2.2.1.
Tempat dan waktu penulisan surat sangatlah ditentukan tentang siapa yang menulis surat
ini. Jika ia berpendapat bahwa surat ini ditulis oleh rasul Petrus, maka tahun penulisannya ialah
sekitar tahun 60-an ketika rasul Petrus masih hidup. Jika ia berpendapat bahwa bukan Petrus
yang menulis maka tahun penulisan yang ialah sekitar tahun 90-an.
Berikut ini adalah berapa pendapat tokoh terkait tahun penulisan dan tempat penulisan
surat ini:
- Hadiwiyata,86 berpendapat bahwa surat ini ditulis di Roma dengan nama samaran
merupakan pengajaran dan nasihat moral yang diterima umum dalam jemaat mula-
mula.
- Barclay,87 setelah merekontruksi banyak pendapat ahli kemudian sampai pada sampai
kesimpulan bahwa Petruslah yang menulis surat ini, yaitu setelah kebakaran melanda
- Duyverman,88 berpendapat bahwa surat ini ditulis adalah sekitar tahun 60-62 M di
Mesir. Istilah Babilon yang digunakan dalam salam adalah menunjuk salah satu kota
86
Lembaga Biblika Indonesia, Surat-surat Ibrani dan Umum, Peny. Hadiwiyata, (Yogyakarta:
Kanisius, 1985), 139.
87
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Yakobus, 1& 2 Petrus, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2014), 222, 262.
88
Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, 181.
54
di Mesir bukan menunjuk kota Roma. Menurutnya istilah Babel sebagai sindiran
untuk kota Roma baru timbul setelah pemusnahan kota Yerusalem sesudah tahun 70
istilah Babilon pada salam penutup surat bukanlah istilah sindiran tetapi menunjuk
sebuah kota di Mesir dimana Markus pernah menjadi episkopos di sana (Iskandaria).
- Drane,89 mengatakan bahwa surat IPetrus telah dibaca dan dikenal secara luas pada
jemaat mula-mula. Surat I Clemens (96 M) dan tulisan Polykarpus (70-155 M), uskup
Smirna mengacu pada surat ini. Ia mengatakan juga bahwa surat ini ditulis oleh rasul
- Marxsen,90 berpendapat bahwa surat ini ditulis oleh salah seorang murid Paulus di
Roma pada tahun 90-an. Acuannya ialah penganiayaan di bawah Domitianus (80-96
M) yang menimpa Roma dan wilayah Timur, atau penganiayaan dibawah Trayanus
(98-117 M).
- Neyrey,91 berpendapat bahwa surat ini ditulis akhir abad I, sekitar tahun 90-an. Ia
mengatakan bahwa surat ini tidak ditulis oleh rasul Petrus atau ketika rasul Petrus
masih hidup. Menurutnya surat ini tidak berbicara mengenai penganiayaan Nero
sehingga tidak mungkin ditulis sekitar tahun 60-an. Surat ini menurutnya ditulis di
Roma dengan memakai kiasan Babilon. Hal ini ditunjukkan melalui salam resmi pada
akhir surat kepada jemaat yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil
89
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru: Penghantar Teologis-Historis, 494.
90
Willi Marxsen, Penghantar Perjanjian Baru, 292-293.
91
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, peny. Dianne Bergant dan Robert
Karris, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 445, 453.
55
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas maka penulis sepakat bahwa waktu penulisan
surat IPetrus sangat mungkin adalah tahun 90-an M. Waktu penulisan ini merupakan salah satu
dasar yang mendukung keberadaan referensi-referensi surat Paulus dalam surat Petrus ini. Surat
ditulis di Roma dengan menggunakan nama samaran Babilon (5:13 Bnd.Wahy. 14:8, 16:19,
18:2). Istilah Babilon atau Babel sering digunakan oleh Kristen mula-mula semacam kata sandi
Duyverman93 mengatakan bahwa surat ini ditulis dalam maksud untuk menguatkan
jemaat yang berada dalam penderitaan, agar mereka tidak tawar hati (1:3-4) mereka diajak untuk
“…….bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus,
supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya.
Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh
Neyrey94 lebih sepakat bahwa surat ini ditulis dengan maksud menyemangati jemaat-
jemaat lain supaya bersiap-siap menghadapi penganiayaan besar Roma, karena menurutnya tidak
ada penganiayaan resmi terhadap orang-orang Kristen hingga akhir abad ke I. Karena
penganiayaan Nero hanya berpusat di Roma sedangkan surat ini ditulis di Roma kepada kepada
orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia
(1:1). Menurut Neyrey pula, surat ini lebih menyerupai nasihat-nasihat khas Kristen menekankan
92
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru, 494.
93
Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, 181.
94
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 445.
56
moralitas tradisional, daftar peraturan rumah tangga, perhatian terhadap penampilan jemaat
dalam hubungan dengan masyarakat kafir, seruan untuk menghormati tradisi, dan penekanannya
ialah bagaimana seorang Kristen menjadi seorang warga negara yang baik.
Penulis surat IPetrus yang mengalami masa-masa penganiayaan oleh kaisar Domitianus,
kemudian menuliskan suratnya untuk mengingatkan jemaat pendatang, yang tersebar di Pontus,
Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia untuk bersiap menghadapi penganiayaan Roma
tentulah penganiayaan orang-orang Kristen di Roma memberikan “rasa takut” bagi jemaat di luar
Roma. Apalagi jika jemaat tersebut berada di tengah-tengah non-Kristen, yang karena
mereka.95 Sehingga tentulah mereka jemaat-jemaat Kristen tersebut perlu diberi penguatan dan
Murid Paulus sebagai penulis surat IPetrus yang mengalami masa-masa penganiayaan
Melalui suratnya ia ingin agar saudara-saudara seimannya tidak merasa sendirian jika
penganiayaan tiba. Orang lain juga menderita, dan yang terpenting adalah Kristus juga
menderita, maka ikutlah menderita (2:21). Allah memelihara mereka semua dan menyediakan
mahkota kehidupan bagi yang percaya (5:4). Juga karena jemaat yang dikirimi surat oleh Petrus
ini berada di antara orang yang tidak percaya Kristus maka ia perlu pula memberikan nasihat-
nasihat tentang moralitas Kristen, nasihat tentang bagaimana hubungan dengan non-Kristen,
95
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru: Penghantar Teologis-Historis, 494.
96
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru: Penghantar Teologis-Historis, 495.
57
Latar belakang surat ini ialah penganiayaan dan penderitaan. Mengenai latar belakang
penderitaan ini ada pendapat yang beragam, misalnya ada yang mengatakan bahwa penderitaan
mereka ini adalah karena penganiayaan oleh kaisar Nero terhadap orang-orang Kristen sekitar
tahun 64-67 M.97 Tetapi pendapat lain mengatakan bahwa penganiayaan yang mungkin ialah
penganiayaan oleh Domitianus tahun 81-89 M yang menimpa Roma dan dunia Timur atau
Surat ini dilatar belakangi oleh situasi yang dialami penulis pada masa penganiayaan
Domitianus. Penulis merasa perlu menguatkan mereka, karena ia merasa bahwa penganiayaan
juga akan merambah ke wilayah mereka. Dia kemudian menguatkan dan menasihati jemaat-
jemaat di perantauan (2:11) agar tetap setia dan taat dalam Kristus. Latar belakang jemaat-jemaat
perantauan yang dikirimi surat oleh penulis adalah jemaat Kristen (Yahudi) pendatang, yang
tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia yang mana mereka tinggal
1.
2.
2.1.
2.2.
2.2.1.
2.2.2.
2.2.3.
2.2.4.
2.2.4.1. Latar Belakang Agama
97
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 222.
98
Willi Marxsen, Penghantar Perjanjian Baru, 293.
99
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru: Penghantar Teologis-Historis, 494.
100
C.E.B. Cranfield, The First Epistle of Peter, (London: SCM Press, 1958), 15.
58
“The religious situation of Asia Minor was as varied as its racial make-up.
There were the official rites and ceremonies of traditional Greek religion but the
Stoic and Epicurean philosophies on the one hand and the mistery-cult on the other
taken more seriously. There were also the various native cults, mostly of an orgiastic
type and often immoral……In addition there was the official worship of the Emperor,
and there temples of Augustus and high priest of his cult in various district who
exercised civic as well as religious function” (Situasi keagamaan di Asia Kecil sangat
bervariasi namun sifatnya rasial. Mereka melakukan ritus dan upacara agama Yunani
namun mereka juga memegang filsafat Stoa dan Epikuros di samping penyembahan-
penyembahan mistik yang mereka lakukan. Pemujaan mereka sangat beragam, ada
mereka juga menyembah Kaisar. Juga terdapat kuil untuk kaisar Augustus dengan
Keadaan jemaat di Pontus, Galatia, Kapadokia dan Bitinia juga hampir sama dengan
jemaat di Asia. Mereka hidup sebagai kelompok agama minoritas di antara kelompok agama
besar. Inilah yang kemudian membuat penulis surat ini menekankan betapa lebih tinggi
kehidupan di dalam Kristus dibanding agama kafir yang dulu mereka sembah.101
Mereka dulunya adalah kelompok-kelompok jemaat yang berbeda yang memiliki latar
belakang agama yang berbeda. Mereka adalah “the elect (orang-orang yang dipilih)” sesuai
rencana Allah. Ini membuat mereka menjadi perantau (orang Kristen selalu menjadi perantau di
muka bumi ini Lih. IPtr. 2:7) di negeri sendiri. Mereka menjadi berbeda dari masyarakat di
sekitar mereka. Mereka meninggalkan agama, budaya dan cara hidupnya yang lama.102
101
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 445.
102
C.E.B. Cranfield, The First Epistle of Peter, 13.
59
Keadaan jemaat penerima surat ini adalah di mana organisasi gereja masih sangat
sederhana. Tidak disebutkan mengenai adanya para diaken dan episkopos. Satu-satunya jabatan
gerejawi yang disebut ialah para penatua (IPtr. 5:1). Agama Kristen pada masa itu adalah
religiones illiciate (agama yang dilarang oleh negara), belum sebagai religiones licita (agama
yang diizinkan). Religiones illiciate ialah agama yang dilarang oleh negara. Orang tidak
licita ialah agama yang diakui dan terbuka untuk diikuti oleh setiap orang.103
Barclay104 berpendapat bahwa keadaan politik dari jemaat yang menerima surat IPetrus
ini berawal dari kejadian yang terjadi di Roma, di mana kaisar Nero berniat mencari kemuliaan
Roma untuk kemudian membangun kembali kota tersebut. Ia membakar kota Roma kemudian ia
kepada warga dan melakukan penyembahan untuk menenangkan para dewa. Fitnah yang
dituduhkan oleh Kaisar Nero kemudian membuat orang Kristen berada dalam ancaman bahaya
penganiayaan. Bagi orang Kristen diterapkan ipso facto, setiap orang Kristen menjadi orang yang
Peritiwa ini menjadi awal mulanya penganiayaan yang besar bagi orang-orang Kristen.
Surat ini ditulis di Roma dan peristiwa yang terjadi di Roma menjadi acuan penulis dalam
menulis suratnya. Pengalaman yang ia lihat dan rasakan di Roma menjadi landasan isi suratnya.
Ia merasa bahwa penganiayaan terhadap orang Kristen di Roma juga akan merambah ke daerah-
103
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 223, 250.
104
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 235.
105
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 251.
60
daerah lain. Ia mengingatkan jemaat agar tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (IPtr. 3:9).
Orang Kristen harus menjadi warga negara yang baik sekalipun mendapat penganiayaan. Mereka
harus menunjukkan bahwa fitnah yang dituduhkan kepada mereka tidaklah benar dengan cara
menjadi warga negara yang bertingkah laku baik (IPtr. 2:13-14). Dengan memperlihatkan sikap
yang setia dan taat menunjukkan bahwa ia sebagai warga negara yang baik tidak pantas
mendapat penganiayaan.106
Jemaat penerima surat ini merupakan non-Yahudi Kristen yang tersebar di beberapa
daerah. Mereka awalnya hidup dalam budaya daerah asal mereka. Mereka hidup bercampur baur
bersama dengan bangsa lain seperti Prigia, Yunani, Celtic dan Yahudi di tempat mereka
tinggal.107 Keadaan budaya jemaat penerima surat ini dapat dikatakan buruk karena dalam
bermoral.108 Setelah menerima Kekristenan, budaya dan cara hidup lama mereka tinggalkan dan
Jemaat penerima surat ini tinggal di antara bangsa-bangsa lain yang memiliki cara hidup
dan sosial yang berbeda-beda. Kemungkinan terdapat sistem sosial yang tidak sehat di dalam
masyarakat, keluarga di tempat jemaat Kristen tinggal. Penulis surat ini merasa harus
mengingatkan mereka agar tidak terkontaminasi oleh pengaruh lingkungan sekitarnya yang
buruk. Melalui suratnya, ia merasa perlu menekankan bagaimana seorang Kristen harus hidup
106
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 255-256.
107
C.E.B. Cranfield, The First Epistle of Peter, 14.
108
C.E.B. Cranfield, The First Epistle of Peter,15.
61
sebagai masyarakat atau warga negara yang baik (IPtr. 2:13), bagaimana hidup sebagai penatua
(IPtr. 5:1-4), hidup sebagai jemaat atau orang muda (IPtr. 5:57), hidup sebagai hamba (IPtr.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
7.
8.
9.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
3.1.
Alkitab adalah kitab suci bagi umat Kristen yang diimani sebagai perkataan atau wahyu
Allah. Alkitab merupakan pengakuan iman (credo) yang menguraikan tentang karya Allah dalam
sejarah keselamatan manusia.110 Bapa-bapa Gereja abad ke-2 M memandang Alkitab sebagai
wahyu Allah. Mereka memahami Alkitab secara harafiah dan mempergunakan Alkitab sebagai
titik tolak pemikiran mereka. Dalam perkembangannya, kemudian muncul dan berkembanglah
mazhab-mazhab teologi karena adanya pengaruh kebudayaan Helenis dan Filsafat. Mazhab
filsuf Philo. Mereka menekankan makna harafiah Alkitab sebagai makna rohani.
- Mazhab Anthiokia, mazhab ini lebih menekankan makna historis Alkitab dan
Perkembangan politik, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan filsafat memberikan dampak
besar terhadap cara mempelajari dan memahami Alkitab. Perkembangan tersebut kadang
memunculkan pemahaman yang meragukan kebenaran Alkitab. Namun, sampai pada Abad
Pada abad 17 hingga abad 19 yaitu di masa Pencerahan (Renaissance) penelitian terhadap
teks Kitab Suci mengalami perkembangan yang signifikan. Pengaruh abad Pencerahan ditandai
dengan dikukuhkannya ilmu biblika menjadi ilmu yang mandiri. Ilmu biblika menjadi lepas dari
110
C. Groenen, Hermeneuse Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 10.
111
B. F. Drewes & Julianus Mojau, Apa Itu Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 36-37.
112
Robert, M Grant & David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1993), 89.
113
Robert, M Grant & David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, 92.
63
terhadap teks Kitab Suci. Penelitian-penelitian biblika turut berkembang dengan berkembangnya
berbagai ilmu di luar biblika, misalnya ilmu sosial. Karena interpretasi terhadap teks kitab suci
dalam era Postmodern ini sangat dipengaruhi oleh ilmu sosial. Ilmu sosial menjadi basis bagi
Robert M. Grant115 menjelaskan bahwa lahirnya kritik historis Alkitab pada abad ke-19
dan abad ke-20 merupakan bukti terhadap perubahan yang paling besar dalam penafsiran
Alkitab. Metode penafsiran historis kritis telah menjadi bagian sentral bagi hampir semua teolog.
Adanya metode penafsiran historis kritis, membuat pemahaman tentang Alkitab mengalami
perkembangan. Alkitab yang awalnya dipahami sebagai wahyu Allah ditinggalkan. Isi obyektif
dan historis Alkitab dipandang sebagai hal yang relatif semata. Alkitab juga ditafsirkan sebagai
dokumen historis. Makna dan arti Alkitab dipahami relatif, tergantung bagaimana pembacanya
Hal tersebut dilakukan agar mendapatkan pengertian yang asli dan mendasar dari maksud
teks tersebut. Dalam metode penafsiran historis kritis kita harus menggali apa yang dimaksudkan
teks dalam konteks historisnya. Hasil penelitian historis kritis terhadap isi teks ditarik (eksegese)
keluar dengan “bersih” tanpa ada muatan dogma Kristen atau pemikiran-pemikiran dari orang
lain termasuk pemikiran penafsir sendiri yang dimasukkan ke dalam tafsiran. 116
114
Forum Biblika, Jurnal Ilmiah Populer, (LAI, 2004), 9.
115
Robert, M Grant & David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, 93.
116
C. Groenen, Hermeneuse Alkitab, 17
64
Yudaisme dan Kekristenan telah sejak semula berusaha untuk memahami Alkitab.
mempelajari dan memahami Alkitab disebut dengan interpretasi atau penafsiran117 (eksegesis).
Penafsiran atau eksegesis artinya membawa keluar atau mengeluarkan (ek118=keluar, egeirw119=
Istilah eksegese jika digunakan pada tulisan-tulisan, artinya membaca atau mengali arti
tulisan-tulisan tersebut. Jika dikenakan pada Alkitab, artinya menjadi membaca atau mengali
pemahaman yang tepat dan memadai atas maksud sebuah teks. Ketika melakukan eksegese
Metode atau langkah-langkah dalam proses eksegese akan dapat ditentukan dengan
terlebih dahulu memahami dan memperhatikan beberapa faktor masalah yang akan menyulitkan
kita dalam proses eksegese. Faktor-faktor masalah tersebut ialah sebagai berikut:121
Alkitab ditulis bukan untuk pembaca dan penafsir masa kini. Tujuan atau alamat dari
masing-masing bagian dari Alkitab adalah orang-orang tertentu pada zaman dulu.
117
Istilah Hermeneutika juga digunakan untuk menjelaskan ilmu tentang metode menafsir. Tetapi
kata Hermeneutika kelihatanya telah hilang dalam penggunaan bahasa Inggris umum. Sehingga
kata yang digunakan ialah penafsiran atau interpretasi. Lih. Robert M. Grant dan David Tracy,
Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 4. Istilah Hermeneutik
sendiri berasal dari tradisi Yunani. Merupakan nama seorang dewa yaitu Hermes yang bertugas
untuk menterjemahkan pesan yang disampaikan dewa kepada manusia. Tradisi itu juga yang
dipakai dalam Hermeneuse untuk menjelaskan tugas seorang penafsir akan menterjemahkan apa
yang disampaikan oleh Allah melalui Firmannya yang ada dalam Alkitab kepada para
pendengar. Lih. C. Groenen, Hermeneuse Alkitab, 1.
118
J.W. Wenham, Bahasa Yunani Koine, Lynne Newel (penerjemah), (Malang: SAAT, 1987), 24.
119
kata egeirw dalam Barclay Newman, Kamus Yunani-Indonsesia, 46.
120
Jhon H. Hayes. Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, (Jakarta : BPK Gunung Mulia,
1990), 1.
121
Jhon H. Hayes. Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, 14.
65
Alkitab tidak ditulis dalam bahasa kita (modern). Perjanjian Lama ditulis dalam
bahasa Ibrani dan Aram sedangkan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Kita
di zaman kini memerlukan penerjemah untuk membacanya atau kita harus menguasai
Terdapat perbedaan budaya pada konteks pembaca masa kini dan konteks budaya
pembaca masa lampau. Hal ini akan menyulitkan kita untuk menemukan makna yang
Rentang sejarah antara masa kini dan dunia Alkitab terlalu jauh. Untuk itu banyak hal
harus diperhatikan, seperti tardisi-tradisi masa lampau dan faktor-faktor lain, seperti
Alkitab dianggap sangat sakral sehingga Alkitab tidak boleh dikomentari berlebih.
Alkitab dibentengi tradisi dan dogma-dogma gereja yang terkesan dipaksakan. Hal ini
dapat terjadi karena penafsir memasukkan ide atau pemikirannya dalam menjelaskan
makna dari teks agar relevan bagi jemaat. Ini disebut dengan eisegese “memasukkan
Faktor-faktor ini mengharuskan proses eksegese Alkitab harus dilakukan dengan metode
khusus dan langkah-langkah tersendiri. Sebagai pihak ketiga, penafsir harus memahami posisi
penulis dan pembaca masa lampau. Penafsir harus menemukan pesan yang hendak disampaikan
penulis pada pembacanya di masa lampau untuk kemudian menemukan pesan yang relevan bagi
pembaca masa kini, bukan memasukkan ide atau pendapat pribadi ke dalam teks.122
Bahasa, budaya, dan sejarah pada Alkitab tidaklah satu dan sama secara keseluruhan di
dalam Alkitab. Tiap kitab dan teks dalam Alkitab memiliki sejarah berbeda, sastra berbeda,
122
John Barton, Umat Berkitab? (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2000), 3.
66
bahasa berbeda dan memiliki latar belakang tersendiri (Sitz im Leben). Sehingga seorang
penafsir harus menggunakan metode dan langkah-langkah khusus dalam menafsir tiap-tiap teks,
tidak bisa hanya dengan menggunakan satu metode dan metode yang sama untuk tiap teks dan
kitab.123 Kita harus menafsir dengan metode-metode yang benar-benar tepat dan sesuai dengan
teks karena tidak semua metode yang sama dapat digunakan kepada seluruh teks Alkitab.
Setiap teks Alkitab itu begitu kaya dan beragam jenisnya sehingga dibutuhkan metode-
metode khusus serta langkah-langkah tersendiri yang dapat membantu penafsiran untuk
memperoleh pemahaman yang tepat dan memadai. Ada cukup banyak metode dan langkah-
langkah penafsiran. Misalnya, metode penafsiran harafiah, Midrash, Pesher, Alegoris, Tipologis,
Narasi dan Historis kritis.124 Tetapi dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan penafsiran
Metode historis kritis sering juga disebut sebagai kritik Alkitab. Istilah kritik berasal dari
bahasa Yunani, krinein yang berarti menilai atau membedakan. Istilah ini hendak menyatakan
adanya proses berpikir dan menimbang sebelum sebuah keputusan diambil. 125Kritik Alkitab
adalah upaya membedakan apa yang sesungguhnya yang difirmankan oleh Alkitab dan apa yang
tidak difirmankan. Sehingga dengan upaya ini, Alkitab benar-benar dipahami secara benar dan
tepat.
Penafsiran historis kritis ialah sebuah metode penelitian Alkitab dengan melakukan
metode analisa sumber, kritik teks, kritik literatur, analisa tata bahasa, dan penguraian sejarah
atau tradisi.126 Metode-metode ini digunakan dengan harapan agar penafsir memahami dan
123
Jhon H. Hayes. Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, 1-4.
124
Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, (Malang: SAAT, 2007),
111.
125
Jhon H. Hayes. Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, 14. Dan lih. Barclay
Newman, Kamus Yunani-Indonesia, 96.
126
Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, (Philadelphia, Fortress Press, 1985), 2.
67
mengetahui apa yang pesan hendak disampaikan oleh penulis teks (Alkitab) dalam konteks
historis penulis teks.127 Kemudian me-relevansikan pesan tersebut dalam konteks penafsir.
pendukung yang berhubungan dengan teks yang akan diteliti. Misalnya, Biblia Hebraica (PL
Ibrani), Septuaginta (PL Yunani), Novum Testamentum (PB), Kamus-kamus bahasa, Tata
Menjelaskan arti teks bagi penulis teks dan pembaca atau pendengar.
terhadap:130
1) Kritik Teks.
4) Kritik Bentuk.
5) Kritik Redaksi.
127
C. Groenen, Hermeneuse Alkitab, 51.
128
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2008), 1.
129
Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, 2.
130
Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, 49-51.
68
Menurut Hayes dan Holladay, langkah-langkah penafsiran Historis Kritis adalah sebagai
berikut:131
1) Kritik Teks
2) Kritik Historis
4) Kritik Sastra
5) Kritik Bentuk
6) Kritik Tradisi
7) Kritik Redaksi
8) Kritik Struktur
9) Kritik Kanonik
2) Kritik Sastra
4) Kritik Sumber
5) Kritik Redaksi
6) Pengaruh Agama
8) Kritik Sosiologi
9) Kritik Psikologi
131
John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, v-vi.
132
A. A. Sitompul dan Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, xi – xiv.
69
Metode historis kritis menjadi metode penafsiran yang ampuh, untuk mencegah penafsir
untuk menafsir secara bebas (ber-esegese atau memasukkan ide/pikiran ke dalam teks). Metode
ini bertujuan membawa keluar makna teks yang sesungguhnya sehingga penafsir dan pembaca
dapat memperoleh makna teks yang sesungguhnya sesuai dengan konteks pada masa teks itu
ditulis.133
Metode historis kritis menjadi sebuah jendela untuk melihat sebuah periode sejarah
tentang: bagaimana teks itu muncul, mengapa, di mana, kapan dan dalam keadaan yang
bagaimana; siapa penulisnya dan untuk siapa ditulis, disusun, disunting, lalu hal apa saja yang
133
John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, 24.
70
Metode historis kritis juga mengkritisi kondisi-kondisi keagamaan, sosial, ekonomi, budaya dan
Dalam penelitian tulisan ini, penulis menggunakan penafsiran dengan metode Historis
Dalam penafsiran Historis Kritis ini bertujuan untuk menarik keluar (eksegese)
pesan dari dalam teks dan mencegah penafsir untuk ber-esegese (memasukkan
ide/pikiran ke dalam teks). Sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh penulis surat
Dengan metode Historis Kritis ini akan dapat menjelaskan siapa penulis, tahun
penulisan, tempat penulisan, penyusun, penerima surat IPetrus ini dan hal apa saja yang
penyebarannya.
Selain itu melalui metode ini juga akan jelas konteks keagamaan, sosial, ekonomi,
Dalam menafsir surat IPetrus 3:18-19, penulis menggunakan penafsiran metode Historis
2. Kritik Bentuk
4. Tafsiran
5. Skopus
134
John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, 52.
71
1.
2.
3.
3.1.
prinsip tersebut merupakan bagian dari metode atau langkah-langkah di dalam penafsiran historis
kritis. Penafsiran historis kritis harus memperhatikan dan harus tetap berada dalam prinsip-
prinsip tersebut. Melalui prinsip-prinsip tersebut, maka pesan dari teks akan dapat dikeluarkan
kekeliruan atau kesalahan pada teks. Prinsip metode penafsiran historis kritis mencakup beberapa
analisis penafsiran.136 Penulis memilih lima (5) di antaranya. Analisis-analisis ini menjadi prinsip
yang dipakai oleh penulis di dalam meneliti teks IPetrus 3:18-20. Berikut ini beberapa prinsip-
prinsip penulis gunakan dalam penelitian historis kritis terhadap teks IPetrus 3:18-20:
Kritik Nats biasanya disebut juga dengan Kritik Teks. Kritik Nats atau Kritik Teks ini
merupakan langkah penting untuk mendeteksi keakuratan atau keaslian teks yang akan ditafsir.137
Hal ini begitu penting karena naskah Alkitab asli tidak kita punyai. Analisis nats dan kritik nats
ini bertujuan agar kita sedapat mungkin dapat mendekati bentuk naskah asli dari Alkitab.
135
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 379.
136
C. Groenen, Hermeneuse Alkitab, 51 dan Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode
Penafsiran Alkitab, 215.
137
Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, 49.
72
dari manuskrip-manuskrip satu sama lain untuk mengetahui dimana terdapat kesalahan-
kesalahan serta perubahan-perubahan pada nats yang telah ada dan studi tentang bagaimana
2. Mengevaluasi dan menaksir atau menilai kekhususan yang signifikan dan implikasi-
implikasi dari fakta-fakta untuk menentukan bacaan-bacaan yang berlainan serta mencari
3. Merekontruksi sejarah dari transmisi teks, terhadap kemungkinan yang lebih luas yang
terjemahan-terjemahan lama, dan kutipan-kutipan PB dalam karangan bapa-bapa gereja. 139 Kritik
teks bertujuan (a) menentukan arti nats PB dengan setepat mungkin ; (b) mencari kesalahan yang
telah terjadi dari yang asli, agar mengembalikannya pada bentuk yang lebih orisinal agar kita
Mengumpulkan teks atau nats: Dalam hal ini si penafasir akan mengumpulkan nats-
nats yang telah ada dan menyusunnya sesuai dengan usia nats tersebut.
Menguji nats yang telah diganti dalam hubungannya dengan yang utuh dalam nats
138
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 215-216.
139
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 215.
140
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 36-37
141
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 45-49.
73
a. Menguji nats menurut bentuk bahasanya yakni dapat dengan menggunakan leksikon atau
b. Menguji nats menurut unsur isinya; dalam pengertian ini si penafsir akan meneliti
Mengambil keputusan: Setelah nats dalam naskah dikumpulkan dan diuji, karena
adanya penyimpangan dari naskah asli maka tugas penafsir selanjutnya adalah
menyakinkan.
b. Kritik Bentuk
Setelah proses kritik nats selesai, maka akan ditentukanlah pembagian nats berdasarkan
konteks teks. Dalam menentukan bentuk teks, maka kita harus lebih dahulu menentukan tempat
nats dalam konteks. Tempat nats dalam konteks terbagi dua yaitu:142
a. Konteks Umum: Dalam rangka menemukan makna teks yang kita kerjakan,
maka kita harus menentukan konteks perikop kita dalam keseluruhan kitab
atau surat. Kita harus menentukan tempat dan peranan teks kita dalam seluruh
b. Konteks umum: Kita harus menentukan hubungan teks kita dengan teks
menentukan kemunculan teks yang serupa atau paralel dengan teks pada kitab
142
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 240.
74
- Menyadari ragam literer yang memuat nats yang hendak dikerjakan. Ada 4
ragam literer dalam PB: Injil-injil, Kisah Para Rasul, Surat-surat kiriman dan
khas.
- Menyusun dengan logis. Membagi nats menurut tradisi liturgis atau paranetis 144
(Surat Kiriman) dan tradisi perkataan atau tradisi berita sejarah (Injil).
tentang, apakah tradisi perkataan atau tradisi berita sejarah itu berasal dari
Kritik sumber ialah usaha untuk mengindentifikasi sumber teks yang sedekat mungkin
dengan teks asli. Penelitian ini dilakukan dengan melihat kemungkinan penulis teks yang
menggunakan sumber-sumber dari teks yang lain. Sehingga perlu dipertanyakan bagaimana
suatu teks tersusun dan apa tujuan teks tersebut ditulis. Teks harus dianalisa, apakah teks tersebut
Dalam kritik sumber juga merupakan langkah untuk mengenal sastra dalam Perjanjian
Baru. Kritik sumber mencakup semua persoalan yang timbul sehubungan dengan teks sendiri,
termasuk pengarang, konteks sejarah, dan berbagai aspek bahasa dan isi teks. Sebuah teks, atau
143
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 246.
144
Teks PB ada yang berupa “paraklese” yang menghiburkan jemaat dan “paranese” yang
berupa nasihat tentang ketaatan hidup (moral hidup Kristen). Lih. A. A. Sitompul & Ulrich
Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 343.
145
C. Groenen, Hermeneuse Alkitab, 60.
75
suatu bagian Kitab Suci, atau alinea adalah bagian dari seluruh tulisan yang lebih besar yakni
dokumen itu sendiri. Sebagai bagian dari tulisan yang lebih besar, setiap bagian memberikan
andilnya pada tujuan dari keseluruhan dokumen dan tujuan teks juga dapat ditemukan dari tujuan
pemakaian sumber yang sama. Untuk melihat adanya pemakaian dan pemasukan dari sumber-
kalimat,
146
John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, 89.
147
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 227
148
John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, 91.
76
Kritik sastra mengharuskan penafsir untuk membaca sebuah kitab atau sebagian kitab
sebagai unit yang utuh, dan menyelidiki struktur, gaya, modus, tema, konteks, jalan pikiran,
retorik, dan fungsi kitab tersebut.149 Dalam kritik sastra mencakup retorika, puisi dan bahan-
bahan yang dipergunakan oleh penulis teks dalam menyusun dan merangkai bahasa teks.
Langkah dalam melakukan kritik sastra ialah mengindetifikasi tata bahasa, identifikasi teologi
teks atau pemikiran dalam teks, ada tidaknya ruang kosong atau penyimpangan pada teks.150
d. Tafsiran
Dalam tafsiran kita memusatkan perhatian pada garis-garis besar teologis. Kita harus
menentukan apakah pemberitaan teks berupa paraklese (penghiburan bagi jemaat) atau berupa
paranese (nasihat tentang ketaatan hidup). 151 Dalam tafsiran kita tidak berkhotbah. Kita hanya
menguraikan apa yang hendak disampaikan penulis di dalam tulisannya kepada pembacanya
e. Skopus
Skopus berarti meneliti maksud dan tujuan puncak suatu nats. Untuk menghasilkan
skopus nats maka si penafsir harus memperhatikan agar skopus atau tujuan teks atau nats cukup
149
Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, 210.
150
Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, 51.
151
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 343-344.
77
jelas. Dalam hal ini yang harus ditekankan adalah bahwa penafsir hendaklah mampu melihat hal-
hal apa yang paling utama di dalam teks atau nats, sehingga pada akhirnya si penafsir pun dapat
menyatakan apa maksud dan inti yang mendasari sebuah teks untuk dapat dimengerti jemaat.152
BAB IV
9.
10.
11.
12.
3.
4.
1.
152
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 192.
78
2.
3.
4.
4.1.
- Ayat 18 : o[ti kai. Cristo.j a[pax peri. a`martiw/n e;paqen( di,kaioj u`pe.r
avdi,kwn( i[na u`ma/j prosaga,gh| tw/| qew/| qanatwqei.j me.n sarki. zw|
peri. = kata depan + genitif (tentang, mengenai, untuk), + akusatif (sekeliling, dekat).
e;paqen( = kata kerja indikatif aorist aktif dari kata pascw, orang ke-3 tunggal (dia dulu
pernah menderita).
di,kaioj = kata sifat, nominatif, maskulin, tunggal (benar, adil, tidak bersalah).
avdi,kwn( = kata sifat, kata dasar avdi,koj, nominatif, maskulin, jamak (tidak adil, tidak
u`ma/j = kata ganti, kata dasar suv, akusatif, orang ke-2 jamak (kamu sekalian).
79
prosaga,gh| = Aorist aktif, orang ke-3 tunggal dari kata dasar prosa,gw (dia menghadap,
tw/| qew/| = kata sandang + kata benda, datif, maskulin, tunggal (pada/bagi Allah).
qanatwqei.j = kata kerja partisip, aorist pasif, nominatif, maskulin, tunggal dari kata dasar
qanato,w (Dibunuh).
zw|opoihqei.j = kata kerja, partisip aorist pasif, nominatif, maskulin, tunggal kata dasar zw|
de. = kata penghubung (akan, tetapi, maka, lalu, pada pihak lain).
Terjemahan ayat 18: Sebab juga Kristus dulu pernah menderita satu kali untuk dosa-dosa, benar
bagi yang tidak benar, supaya kamu sekalian dibawa menghadap pada Allah. Pada satu pihak Ia
- Ayat 19 : evn w-| kai. toi/j evn fulakh/| pneu,masin poreuqei.j evkh,ruxen(
evn = kata depan, datif (di, di dalam, di antara, di atas, pada, dekat).
poreuqei.j = kata kerja, partisip, aorist pasif, nominatif, maskulin, tunggal (pergi, berjalan,
mengurus kehidupan).
evkh,ruxen( = kata kerja, indikatif aorist aktif, orang ke-3 tunggal (Dia dulu pernah
Terjemahan ayat 19 : di dalam-Nya juga, Dia dulu pernah pergi berkhotbah pada roh-roh yang
di dalam penjara,
evn h`me,raij Nw/e kataskeuazome,nhj kibwtou/ eivj h]n ovli,goi( tou/tV e;stin
avpeiqh,sasi,n = kata kerja, partisif, aorist aktif, datif, maskulin, jamak ( mereka yang tidak
percaya/taat).
avpexede,ceto = kata kerja, indikatif, imperfek, orang ke-3 tunggal (Dia dulu sedang
menantikan/menunggu).
tou/ = artikel, genitive, maskulin, tunggal (ini, itu, yang, ia, -nya).
h`me,raij = kata benda, datif, feminism, jamak (hari, siang, waktu, zaman).
kataskeuazome,nhj = kata kerja, partisip present aktif, genitif, feminim (sedang menyiapkan,
membangun).
eivj = kata ganti, akusatif (ke dalam, kepada, pada, sampai, untuk, menjadi).
ovli,goi( = kata sifat, nominatif, maskulin, jamak (sedikit, beberapa, sejumlah kecil).
e;stin = kata kerja, indikatif present aktif, orang ke-3 tunggal (dia adalah, yaitu).
kehidupan).
diesw,qhsan = kata kerja, indikatif, aorist pasif, orang ke-3 jamak (mereka diselamatkan)
Terjemahan ayat 20: mereka yang pernah tidak taat, ketika Allah dulu sedang menantikan
mereka dalam kesabaran, waktu Nuh sedang membangun bahteranya, yang sejumlah kecil itu,
- Terjemahan penulis153
IPetrus 3:18-20 : Sebab juga Kristus dulu pernah menderita satu kali untuk dosa-dosa, benar
bagi yang tidak benar, supaya kamu sekalian dibawa menghadap pada Allah. Pada satu pihak Ia
153
Barclay Newman, Kamus Yunani-Indonesia,
82
dibunuh bagi daging, pada pihak lain Ia dibangkitkan bagi Roh, di dalam-Nya juga, Dia dulu
pernah pergi berkhotbah pada roh-roh yang di dalam penjara, mereka yang pernah tidak taat,
ketika Allah dulu sedang menantikan mereka dalam kesabaran, waktu Nuh sedang membangun
bahteranya, yang sejumlah kecil itu, yaitu delapan manusia diselamatkan dari air.
- Terjemahan LAI154
IPetrus 3:18-20: Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang
benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang
telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut
Roh, dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam
penjara, yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah,
ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di
mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu.
IPetrus 3:18-20 : Ai dohot do Kristus mate sahali ala ni angka dosa, na tigor i
humongkop angka pargeduk, asa ditogihon hita tu Debata; na tarbunu do ia dagingNa, alai
dipangolu do ianggo tondiNa. Di bagasan tondi i do Ibana lao marjamita tu angka tondi na di
uju di angka ari ni si Noak, di na pinaulina parau na gabe haluaan ni na otik i, i ma na ualu
155
Huria Kristen Batak Protestan, Bibel dohot Ende HKBP, (Pearaja: Huria Kristen Batak
Indonesia, 2015), 323.
83
- Terjemahan NIV156
1Peter 3:18-20 : For Christ died for sins once for all, the righteous for the unrighteous, to
bring you to God. He was put to death in the body but alive by the Spirit, through whom also he
went and preached to the spirits in prison who disobeyed long ago when God waited paitenly in
the days of Noah while the ark was being bulit. In it only a few people, eight in all, were saved
through water.
- Terjemahan CEV157
1Peter 3:18-20 : Christ died once for our sins. An innocent person died for those who are
guilty. Christ did this to bring you to God, when his body was put to death and his spirit was
made alive. Christ then preached to the spirits that were being kept in prison. They had
disobeyed God while Noah was building the boat, but God had been patient with them. Eight
people went into that boat and were brought safely through the flood.
Pada beberapa terjemahan di atas terlihat adanya beberapa perbedaan. Pada ayat 18,
perbedaan mencolok ialah pada kata sarki yang masing-masing teks menerjemahkannya berbeda.
LAI158 menerjemahkannya sebagai manusia, Bibel Bahasa Batak Toba 159 menerjemahkan dengan
kata daging (daging). NIV160 dan CEV161 menerjemahkannya dengan kata body (tubuh). Penulis
sendiri menerjemahkannya sebagai daging. Tetapi perbedaan ini, tidak terlalu menganggu arti
156
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab- Holy Bible: Terjemahan Baru-NIV, (Jakarta: Lembaga
Alkitab Indonesia, 2010), 555-556.
157
Lembaga Alkitab Indonesia, Holy Bible – Contemporary English Version, (JakartaL Lembaga
Alkitab Indonesia, 2001), 1584.
158
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Deuterokanonika, 378.
159
Huria Kristen Batak Protestan, Bibel dohot Ende HKBP, 323.
160
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab- Holy Bible: Terjemahan Baru-NIV, 555-556.
161
Lembaga Alkitab Indonesia, Holy Bible – Contemporary English Version, 1584.
84
atau maksud dari teks ini, karena kata sarki. dari kata dasar sarx. berarti daging, badan fisik,
sifat manusiawi yang berdosa.162 Sehingga tidaklah salah atau menjadi merubah arti teks, ketika
kita menerjemahkan kata sarki. dengan kata manusia, tubuh, daging. Karena memang kata
Teks menjelaskan bahwa Yesus mati atau dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai sarx. Ini
menunjukkan bahwa Yesus benar-benar mati sebagi manusia. Ini benar-benar memperkuat fakta
dan kenyataan dari inkarnasi Allah di dalam Yesus. Bahwa Ia sebagai Allah telah mati dalam
keadaan-Nya sebagai manusia. Paulus mengatakan bahwa Allah mengerjakan karya pendamaian-
Nya di dalam (sarx) tubuh manusia-Nya (Kol. 1:22). Allah menjadikan diri-Nya sama dengan
manusia, yaitu sebagai sarx. Dalam keadaan sebagai sarx tersebut, Ia menggantikan atau
dengan menjadi sama dengan manusia (Rm. 8:3). Kristus telah mati untuk manusia dalam
Perbedaan terjemahan berikutnya terlihat berbeda, yaitu di ayat 19 pada kata evkh,ruxen.
(Dia dulu pernah memberitakan, mengumumkan, berkhotbah) dari akar kata kh,russw
(memberitakan).164 Tetapi perbedaan itu hanya tampak pada terjemahan milik LAI, yang
”berkhotbah”, senada dengan Bible Bahasa Batak Toba yang menerjemahkan evkh,ruxen dengan
”marjamita” (berkhotbah). Begitu pun NIV dan CEV menerjemahkannya dengan kata
”preached” (berkhotbah). Dan memang, pada teks kita tidak menemukan adanya kata
euvaggeli,zw sebagai terjemahan dari kata Injil. Sehingga, kita dapat katakan bahwa LAI dengan
maksud tertentu telah memberikan penambahan kata pada teks, kemungkinan penambahan ini
162
Barclay Newman, Kamus Yunani-Indonesia, 55.
163
Kata “Inkarnasi” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I, 440.
164
Barclay Newman, Kamus Yunani-Indonesia, 92.
85
merujuk pada teks IPtr. 4:6, yang menjelaskan tentang Injil yang diberitakan pada orang mati.
Tetapi pada teks asli kita tidak menemukan kata euvaggeli,zw sebagai terjemahan untuk kata
Injil. Sehingga penulis, tidak perlu menambahkan kata tersebut pada terjemahan penulis, untuk
Perbedaan terjemahan mencolok hanya terdapat pada kedua kata tersebut, sedangkan
untuk kata atau kalimat yang lainnya, tidak terlihat perbedaan yang mencolok yang memberikan
perubahan atau perbedaan maksud dan arti dari teks tersebut. Terlihat dari beberapa terjemahan
Ayat 18
- Bodmer mengusulkan untuk mengganti kata kai (kata penghubung: dan, tetapi, juga) dengan
kata o] (kata sandang: ini, itu, -nya). Kodeks Alexandria mengusulkan mengantinya dengan
kai o]. Menurut penulis karena kata kai adalah sebuah kata penghubung dan kata o, adalah
sebuah artikel. Sehingga jika diganti atau pun ditambah tidak memberikan perubahan arti
- Bapa Gereja Cyprian of Chartago dan Vulgata Augabe Von mengusulkan mengubah kata
peri. a`martiw/n e;paqen165 (dia menderita untuk dosa-dosa) menjadi peri. a`martiw/n
apeqanen166 (dia mati untuk dosa-dosa). Pendapat lain mengatakan ingin mengantikan kata
165
peri. = kata depan + genitif (tentang, mengenai, untuk), + akusatif (sekeliling, dekat).
a`martiw/n = kata benda, genitif, feminim, jamak (dosa-dosa).
e;paqen( = kata kerja indikatif aorist aktif dari kata pascw, orang ke-3 tunggal (dia dulu
pernah menderita).
166
peri. = kata depan + genitif (tentang, mengenai, untuk), + akusatif (sekeliling, dekat).
a`martiw/n = kata benda, genitif, feminim, jamak (dosa-dosa).
apeqanen( = kata kerja indikatif aorist aktif dari kata apoqnhskw, (dia dulu pernah mati).
86
tersebut menjadi peri. h,mwn u,per a`martiw/n apeqanen167 (mati untuk dosa-dosamu).
Pendapat dalam kritik ini sangat baik dan bagus. Usulan yang diberikan memberikan
penjelasan yang lebih tepat akan makna teks yang menjelaskan pengorbanan Yesus yang
Usulan ini ditolak karena konteks surat IPetrus ialah konteks penganiayaan. Penulis surat
dengan sengaja menggunakan kata e;paqen (menderita) untuk menghimbau pembacanya agar
mau turut menderita. Penulis lebih memilih kata e;paqen (menderita) karena sesuai dengan
konteks keseluruhan isi surat yang berisi penguatan dan penghiburan untuk bertahan dan setia
dalam penderitaan. Ini pun diperkuat dari ayat sebelumnya (17) yang menekankan untuk mau
menderita karena berbuat baik, dari pada menderita karena berbuat jahat karena Kristus pun turut
e;paqen (menderita).
Pengajaran mengenai pengorbanan Yesus yang mati untuk dosa-dosa manusia adalah
pengajaran yang umum yang telah diterima oleh jemaat mula-mula. Penulis surat IPetrus merasa
tidak perlu menjelaskannya lebih mendetail, karena hal itu telah mereka ketahui. Penulis melalui
suratnya hanya mengingatkan kembali, sehingga ia hanya menulis bahwa Kristus menderita satu
kali atas dosa-dosa (Cristo.j a[pax peri. a`martiw/n e;paqen168). Istilah menderita dalam teks telah
mengacu pada kematian Yesus yang telah diketahui oleh jemaat mula. Istilah dosa-dosa dalam
167
peri. = kata depan + genitif (tentang, mengenai, untuk), + akusatif (sekeliling, dekat).
h,mwn = kata ganti, dari kata dasar su, akusatif, orang ke-2 jamak (kamu sekalian).
u,per = kata depan genitif (untuk, bagi, demi).
a`martiw/n = kata benda, genitif, feminim, jamak (dosa-dosa).
apeqanen( = kata kerja indikatif aorist aktif dari kata apoqnhskw, (dia dulu pernah mati).
168
Cristo.j = kata benda, nominatif, maskulin, tunggal (Kristus).
a[pax = kata Keterangan (satu kali, sekali).
peri. = kata depan + genitif (tentang, mengenai, untuk), + akusatif (sekeliling, dekat).
a`martiw/n = kata benda, genitif, feminim, jamak (dosa-dosa).
e;paqen( = kata kerja indikatif aorist aktif dari kata pascw, orang ke-3 tunggal (dia dulu
pernah menderita).
87
teks juga mengacu pada dosa-dosa kita. Sehingga penulis surat IPetrus tidak merasa perlu
menjelaskannya.
benar bagi yang tidak benar). Padahal, kalimat ini sangat penting, karena kalimat tersebut
menunjuk pada Yesus yang benar (tidak berdosa), mengorbankan dirinya untuk
menjadi kata h`ma/j (kamu sekalian, genitif). Penggantian ini malah mengubah makna teks,
karna kata u`ma/j pada teks lebih tepat jika sebagai objek (akusatif), bukan kepemilikan
(genitif). Objek (u`ma/j) yang dibawa kepada Allah (prosaga gh| tw/| qew/|).
- Kodeks C dan kodeks Ψ mengusulkan menghilangkan kata tw/| qew,170 (kepada Allah).
Sedangkan beberapa pendapat lain, mengusulkan menggantinya dengan kata tw/| patri171
(kepada Bapa). Penghilangan kata justrus merubah makna teks, sedangkan penggantiannya
tidak ada masalah, justru memperjelas ke-Trintatis-an Allah. Usulan ini pun harus ditolak,
karena pengajaran tentang ke-Trinitatis-an belum diterima secara umum oleh jemaat mula-
- Bodmer, Kodeks A serta kodeks Ψ mengusulkan untuk menghilangkan kata me.n dari teks.
Usulan ini ditolak karena, penghilangan kata me.n harus disertai penghilangan de,, karena
kedua kata tersebut adalah pasangan kata untuk menjelaskan adanya dua pihak yang
169
di,kaioj = kata sifat, nominatif, maskulin, tunggal (benar, adil, tidak bersalah).
u`pe.r = kata depan genitif (untuk, bagi, demi).
avdi,kwn( = kata sifat, kata dasar avdi,koj, nominatif, maskulin, jamak (tidak adil, tidak
benar, tidak percaya).
170
tw/| qew/| = kata sandang + kata benda, datif, maskulin, tunggal (pada/bagi Allah).
171
tw/ patri = kata sandang + kata benda, datif, maskulin, tunggal (pada/bagi Bapa).
88
menjelaskan makna kata yang berada diantara kata me.n (pada satu pihak) dan de (pada
pihak lainnya) tersebut. Jika kedua kata tersebut dihilangkan, maka makna teks tersebut
- Bodmer, juga mengusulkan untuk menyisipkan kata en172 (didalam) sebelum kata
pneumati.173 Penyisipan kata tersebut memperjelas arti teks, bahwa Kristus di satu pihak
dibunuh dalam daging (qanatwqei.j me.n sarki.), dipihak lain dibangkitkan dalam Roh (zw|
opoihqei.j de. en pneu,mati). Usulan ini patut untuk diterima, karena penyisipan kata ini
akan memperjelas dan memperkuat keterangan teks, yang menjelaskan bahwa Yesus bangkit
Ayat 19
- Bowyer mengusulkan untuk mengganti kata evn w-| kai.174 menjadi nama Enwc.175 Harris
juga mengusulkan untuk menggantinya dengan kata evn w-| kai. Enwc. Kedua tokoh ini
sepakat untuk memasukkan nama Henokh (Enwc) di dalam teks karena menurut mereka
bahwa kata Enwc telah hilang dari teks sehingga harus dimasukkan kembali. Menurut
mereka, bahwa hilangnya nama Henokh dari dalam teks dikarenakan adanya kekeliruan di
Harris mengatakan bahwa sebagian naskah Perjanjian Baru ditulis dengan cara didikte,
sehingga para penulis naskah memiliki kerentanan dengan tidak sengaja menghilangkan kata-
kata yang berurutan dan bunyi yang sangat mirip dari kata-kata tersebut. Kata evn w-| kai sangat
172
evn = Kata depan, datif (di, di dalam, di antara, di atas, pada, dekat).
173
pneu,mati\ = Kata benda, datif, neuter, tunggal (pada/bagi Roh).
174
evn = Kata depan, datif (di, di dalam, di antara, di atas, pada, dekat).
w-| = Kata ganti, datif, neuter, tunggal (yang, dia).
kai. = Kata pengubung (dan, tetapi, juga).
175
Enwc = Kata benda, maskulin, tunggal (Henokh).
89
miripnya dengan kata Enwc, Harris menduga bahwa penulis kuno telah keliru dalam menulis
teks dengan menghilangkan kata Enwc. Pendapat ini harus ditolak, karena terkesan dipaksakan
tanpa didasari data yang jelas. Teks ini berbicara tentang karya keselamatan yang dikerjakan oleh
Yesus, tidak mengaitkan dengan rasul atau pun nabi. Sehingga terkesan aneh jika tiba-tiba tanpa
- Pendapat Bapa Gereja di tahun 614 M mengusulkan untuk mengganti kata fulakh/| menjadi
kata tw adh (Hades). Kodeks C juga mengusulkan untuk mengganti kata tersebut menjadi
fulakh katakekleismenoij (terkunci dalam penjara). Usulan ini ditolak, karena istilah fulakh
telah cukup untuk menerangkan sebuah tempat yang menggambarkan situasi keterpenjaraan
Istilah fulakh pada teks ialah mengacu pada Hades. Justru istilah fulakh ini
menggambarkan keadaan Hades. Hades sebagai dunia orang mati dipahami sebagai penjara bagi
roh-roh orang yang telah mati. Istilah ini memberikan gambaran bahwa Hades bukanlah tempat
yang kekal. Jika dalam fulakh (penjara) orang dapat bebas sewaktu-waktu, baik itu karena
tebusan, selesainya masa tahanan maka Hades pun demikian, manusia dapat bebas dari Hades
Istilah fulakh ini pun dengan sengaja digunakan oleh penulis surat IPetrus. Istilah ini
merupakan istilah yang terkesan ”dekat” bagi penulis yang berada dalam penganiayaan dan
pengejaran. Penulis surat ini menggunakan nama rasul Petrus sebagai penulis surat ini dan dalam
surat ini ia mengacu pada pengalaman rasul Petrus yang pernah dipenjara oleh Herodes Agripa I
- Bodmer juga mengusulkan untuk mengganti kata pneu,masin (jamak) menjadi kata
pneu,mati(tunggal). Penulis menolak usulan ini, karena teks membahas mengenai roh-roh
90
yang dalam penjara, roh-roh yang tidak taat. Sehingga roh-roh yang dimaksud oleh teks,
bentuknya adalah jamak bukan tunggal. Kata pneu,mati sendiri lebih sering dipakai untuk
Ayat 20
avpaxede,ceto.177 Usulan ini ditolak, karena teks menjelaskan situasi lampau yang telah
Perubahan ini ditolak karena perubahan kata tersebut tidak mempengaruhi makna teks.
Bodmer juga mengemukakan pendapat untuk menghilangkan kata ovktw.180 dari dalam teks.
Penghilangan ini ditolak, karena kata ovktw. (delapan) untuk menjelaskan jumlah sedikit
yang ditulis pada teks, dan kata tersebut penting untuk menunjuk jumlah keluarga Nuh yang
Disposisi atau susunan surat IPetrus kurang begitu jelas, dikarenakan bentuk dan
sifatnya sebagai nasehat, sehingga kurang begitu jelas dalam menetapkan batas-batas pembagian
teksnya. Surat ini diawali dengan ucapan salam pembuka (1:1-2), pujian kepada Allah yang
176
avpexede,ceto = Kata kerja, indikatif, imperfek, orang ke-3 tunggal (Dia dulu sedang
menantikan/menunggu).
177
avpaxede,ceto = Kata kerja, indikatif, perfek, orang ke-3 tunggal (Dia dulu sedang
menantikan/menunggu).
178
ovli,goi( = Kata sifat, nominatif, maskulin, jamak (sedikit, beberapa, sejumlah kecil).
179
ovli,gai( = Kata sifat, nominatif, neuter, jamak (sedikit, beberapa, sejumlah kecil).
180
ovktw. = Kata sifat (delapan).
91
memberikan keselamatan (1:3-12), lalu nasihat-nasihat moral dan peneguhan (1:13-2:10), cara
hidup di tengah lingkungan kafir (2:11-4:11), keteguhan dalam penderitaan (4:12-19), nasihat-
nasihat kepada penatua, pemuda, dan anggota jemaat (5:1-11) dan salam penutup (5:12-14).181
Secara garis besar, pembagian surat IPetrus terbagi atas lima (5) bagian besar, yaitu
sebagai berikut:182
I. Pembukaan (1:1-12)
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, , 15.
181
182
Lih. C.E.B. Cranfield, I & II Peter and Jude, 5 dan Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus
dan Surat Yudas, 7-8, Lembaga Biblika Indonesia, Surat-surat Ibrani dan Umum, 142.
92
Khotbah Petrus pada bagian awal kitab Kisah Para Rasul merupakan kerangka khotbah-
khotbah yang terdapat pada Gereja mula-mula. Khotbah tersebut kemudian menjadi pengajaran
yang diterima secara umum oleh jemaat-jemaat Kristen. Khotbah tersebut merupakan fondasi
pemikiran seluruh penulisan kitab Perjanjian Baru. Khotbah ini kemudian menjadi bahan bagi
pengkhotbah pada gereja mula-mula. Gagasan-gagasan teologi dalam surat IPetrus memiliki
kemiripan dengan khotbah Petrus pada kitab Kisah Para Rasul (Kis. 2:14-40). Isi surat IPetrus
merupakan laporan kata demi kata dari khotbah Petrus dalam kitab Kisah Para Rasul tersebut.183
Hal ini tampak dalam pemikiran yang dikutip oleh Barclay berikut ini184:
terpilih terpanggil untuk bergabung dalam komunitas baru. (Kis. 2:14-16; 3:12-
183
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 224.
184
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 225-226.
93
- Zaman baru ini dimulai dari kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus
Kristus. Ini merupakan rencana Allah. Ini merupakan penggenapan dari nubuat-
nubuat yang ada dalam Perjanjian Lama (Kis. 2:20-31; 3:13-14; 10:43 sama
Allah. Menjadi Mesias bagi manusia (Kis. 2:22-26; 3:13; 4:11; 5:30-31; 10:39-
- Peristiwa Messianik akan tergenapi sempurna saat kedatangan Yesus kedua kali
dalam kemuliaan dan penghakiman atas orang hidup maupun mati (Kis. 3:19-22;
10:42 paralel dengan IPtr. 1:5, 7, 13; 4:5, 13, 17, 18; 5:1,4).
Kudus dan janji akan hidup kekal (Kis. 2:38-39; 3:19; 5:31; 10:43; IPtr. 1:13-25;
2:1-3; 4:1-5).
Ini menunjukkan bahwa sumber bahan penulisan surat IPetrus ini ialah dari pengajaran
yang umum dalam Gereja mula-mula yang didasarkan pada khotbah Petrus dalam kitab Kisah
Para Rasul. Inilah yang menyebabkan, mengapa kita menemukan adanya kemiripan surat IPetrus
dengan surat-surat milik Paulus, yaitu karena dalam surat tersebut berisi pengajaran-pengajaran
umum dalam Gereja mula-mula dan karena penulisnya ialah murid Paulus sendiri.185
Kita juga bisa membuktikan bahwa sumber bahan untuk penulisan surat IPetrus berasal
dari tradisi Gereja mula-mula, yaitu terlihatnya kesamaan topik surat ini dengan hampir seluruh
tulisan dalam Perjanjian Baru. Beberapa topik yang dibahas dalam surat ini juga dibahas dalam
185
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 225.
186
Jhon H. Elliot dan R. A. Martin, Augsburg Commentary on the New Testament, 57.
94
- Injil : Surat IPetrus dan Injil sama-sama menyinggung tentang kematian dan
kebangkitan Yesus. Surat IPetrus dan Injil berbicara tentang hidup sebagai
- Kisah Para Rasul: Penulis surat Petrus mengutip khotbah Petrus dalam kitab
- Surat-Surat Paulus, seperti Roma, Efesus, 1Tesalonika, 1Timotius dan Titus juga
menyinggung tentang hidup sebagai jemaat, penderitaan dan moral Kristen yang
- Surat Ibrani dan IPetrus sama-sama menyinggung tentang hidup yang ”asing” di
dunia.
Hadiwiyata187 mengatakan bahwa sumber untuk penulisan surat IPetrus ini berasal dari
katekese baptis kuno jemaat mula-mula. Hal ini terlihat dalam teologi keselamatan dalam surat
tersebut memiliki kesesuaian dengan bentuk liturgi baptis kuno jemaat mula-mula (1:3, 23; 2:2;
3:21) dan surat IPetrus banyak membicarakan tentang unsur-unsur baptisan (IPtr. 1:3, 23; 2:2, 10,
25; 3:21). Bahkan surat ini hampir secara keseluruhan (IPtr. 1:3-4:11) dianggap sebagai khotbah
pada upacara pembaptisan yang juga digunakan sebagai nasihat peneguhan untuk bertahan dalam
penderitaan.188
187
Lembaga Biblika Indonesia, Surat-surat Ibrani dan Umum, 140.
188
J.N.D. Kelly, The Epistle of Peter and Jude, (London: Adam and Charles Black, 1976), 15-16.
95
Istilah ”paschein” (menderita) dalam surat ini juga mengacu pada istilah ”pascha”
(paskah). Umat menderita (paschein) karena Kristus lebih dulu menderita (pascha) untuk umat.
Ini kemudian menimbulkan anggapan bahwa surat ini adalah sebuah khotbah pada upacara
Maka kita melihat, bahwa penulis surat IPetrus mempergunakan bahan-bahan pengajaran
dari tradisi Gereja mula-mula, dari katekese baptisan lalu kemudian penulis surat ini
menambahkan unsur-unsur khotbah dalam tradisi pembaptisan Gereja mula-mula yang diperluas
dalam bentuk kata-kata nasihat (paranetis), liturgis, dan bentuk khotbah (paraklese).
Hadiwiyata190 mengatakan, bahwa pada dasarnya surat IPetrus merupakan nasihat moral
yang dipaparkan dengan sangat logis dan sederhana. Surat IPetrus lebih berbentuk sebuah surat,
dengan diawali sebuah salam yang panjang (1:1-2), kemudian diikuti sebuah doa syukur (1:3-5),
serta diakhiri dengan salam penutup, termasuk salam dari orang-orang lain juga (5:12-14).
Sebuah salam penutup yang disertai salam dari orang lain dalam sebuah surat merupakan tradisi
Nasihat moral dalam surat ini dibungkus dalam bentuk surat pastoral, yang
menyemangati jemaat Kristen dalam menghadapi masalah yang nyata dan krisis dalam hidup
mereka sehari-hari. Surat ini menunjukkan bahwa Yesus adalah pola hidup pastoral sejati, bahwa
Yesus terlibat dalam kehidupan sehari-hari jemaat Kristen, Yesus menyelamatkan kita dari dosa
dan pengalaman jemaat adalah pengalaman yang pernah juga dialami Yesus (2:21).191
Pokok-pokok nasihat moral dalam surat ini menekankan tentang teologi keselamatan. Ini
menunjukkan bahwa pada masa itu, teologi keselamatan telah berkembang pesat. Yesus sebagai
pusat keselamatan dan figur dalam kehidupan. Teologi keselamatan dalam surat ini dituliskan
189
Jhon H. Elliot dan R. A. Martin, Augsburg Commentary on the New Testament, 57.
190
Lembaga Biblika Indonesia, Surat-surat Ibrani dan Umum, 140.
191
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 446.
96
dalam bentuk yang sesuai untuk liturgi baptis (1:3, 23; 2:2; 3:21). Hal ini, kemungkinan
dikarenakan isi surat ini diambil dari katekese baptis kuno dalam gereja mula-mula.192
Pada teks IPetrus 3:18-20 terlihat jelas bahwa teks tersebut merupakan sebuah bentuk
khotbah pada upacara pembaptisan. Terlihat bagaimana teks ini menceritakan kisah Nuh yang
diselamatkan dari air bah sebagai kiasan keselamatan orang Kristen melalui pembaptisan. Air dari
untuk menyaksikan imannya di hadapan jemaat sebelum ia melaksanakan ritual baptis. Kesaksian
(pengakuan) iman yang dinyatakan oleh sang katekumen telah dikuasai oleh jemaat mula-mula
secara lisan. Penulis surat kemudian menuliskan bagian pengakuan iman tersebut dan
Teks ini merupakan bagian dari ”early Christian Himn or Creed” (Pengakuan Iman
jemaat mula-mula). Pengakuan iman ini dikutip dari tradisi gereja yang diperluas dengan
192
Lembaga Biblika Indonesia, Surat-surat Ibrani dan Umum, 139.
193
Lembaga Biblika Indonesia, Surat-surat Ibrani dan Umum, 158.
194
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 451.
195
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 102.
97
- Dan di dalam Roh itu juga ia pergi memberitakan (Injil) kepada roh-roh (yang di
dalam penjara),
Komposisi pengakuan iman ini terdapat pada ayat 18,19,22 yang memiliki kesamaan
IPetrus 3:18-19, 22 : Ia yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi
yang telah dibangkitkan menurut Roh, dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil
kepada roh-roh yang di dalam penjara, yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke
1Timotius 3:16: Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan
bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam
kemuliaan.
Beberapa di dalamnya telah diperluas oleh penulis IPetrus, sehingga kita menemukan
surat dengan sengaja mengaitkan pengakuan iman tersebut dengan baptisan. Hal ini
dimaksudkan agar ketika upacara pembaptisan, jemaat yang berkumpul dan calon baptis
1.
2.
3.
98
4.
4.1.
4.2.
4.3.
4.4.
1 Pet. 3:18 o[ti kai. Cristo.j a[pax peri. a`martiw/n epaqen( di,kaioj u`pe.r avdi,kwn( i[na
u`ma/j prosaga,gh| tw/| qew/| qanatwqei.j me.n sarki. zw|opoihqei.j de. pneu,mati,” (Sebab juga
Kristus dulu pernah menderita satu kali untuk dosa-dosa, benar bagi yang tidak benar, supaya
kamu sekalian dibawa menghadap pada Allah. Pada satu pihak Ia dibunuh bagi daging, pada
o[ti kai. Cristo.j epaqen (sebab Kristus telah menderita), kalimat ini merupakan salah
satu bagian dari pengakuan iman gereja mula-mula. Ini dikutip, sebagai kalimat penguatan bagi
jemaat untuk mau menderita. Kata o[ti (sebab) pada kalimat ini sebagai penjelasan pengantar
dari ayat sebelumnya (ayat 17). Pada ayat sebelumnya dikatakan: ”Sebab lebih baik menderita
karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat”
sebab Kristus pun telah menderita (o[ti kai. Cristo.j epaqen).196 Kata kai. (juga) menjadi
penguatan bahwa Kristus pun juga (kai) menderita. Sedangkan kata Cristo.j dalam hal ini sebagai
subjek untuk kata e;paqen (menderita). Penulis ingin memotivasi jemaat untuk mau turut
196
A. T. Robinson, Word Pictures of New Testament Vol. VI, (New York: Harper & Brothers
Publishing, 1997), 117.
197
Mark Dubis, 1Peter: A Handbook on the Greek Text, (Texas, Baylor University Press, 2010),
115.
99
Vulgata Augabe Von yang mengusulkan untuk mengganti e;paqen (dia menderita) menjadi
apeqanen (dia mati). Hal ini diusulkan karena kata apeqanen (dia mati) memperjelas gambaran
pengorbanan Yesus yang mati. Yesus benar-benar mengalami kematian sebagai hukuman atas
Pendapat ini menarik dan bagus, namun kita harus menelaah konteks penulisan surat ini.
Konteks penulisan surat IPetrus ialah konteks penganiayaan. Sehingga penulis surat IPetrus lebih
memilih untuk menggunakan kata e;paqen (menderita). Kata tersebut digunakan sebagai kata
penguatan dan penghiburan untuk tetap bertahan dan setia dalam penderitaan. Kata e;paqen
(menderita) digunakan untuk mempertegas makna dari ayat sebelumnya (17) yang menekankan
untuk mau menderita. Yesus dijadikan figur atau teladan untuk menderita, yaitu menderita
karena berbuat baik, bukan menderita karena berbuat jahat. Kristus turut e;paqen (menderita)
untuk dosa-dosa manusia. Ia yang baik menderita bagi orang yang tidak baik. Sehingga kita
a[pax peri. a`martiw/n (satu kali untuk dosa-dosa) kalimat ini memberi penjelasan
bahwa penderitaan Kristus adalah untuk dosa-dosa manusia. Ini mengacu pada korban
penghapus dosa di Perjanjian Lama, dimana untuk setiap dosa-dosa manusia haruslah ada
tebusan atau kurban berupa kambing domba atau burung tekukur (Im. 5:7). Perjanjian Baru
menjelaskan bahwa Yesus lah kurban atau tebusan untuk dosa-dosa manusia. Jika dalam
Perjanjian Lama, tebusan atau kurban penghapus dosa dilakukan berulang untuk setiap kesalahan
atau dosa, tetapi dalam Perjanjian Baru tebusan atau penghapusan dosa hanya dilakukan a[pax
(satu kali). a[pax tidak berarti hanya satu kali, tetapi diartikan sekali untuk selamanya dan sekali
198
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 105.
100
untuk semuanya (NIV: once for all).199 Kematian Yesus ialah sekali untuk selamanya, tidak dapat
diulangi atau diganti oleh apapun (Ibr. 9:26-28 dan Rm. 6:10) dan kematian-Nya menjadi
Kalimat di atas kemudian diikuti oleh kalimat di,kaioj u`pe.r avdi,kwn (benar bagi yang
tidak benar). Kata di,kaioj200 (tunggal) mengacu pada Kristus yang benar untuk avdi,kwn201
(jamak) yang menunjuk pada manusia yang tidak benar atau berdosa. u`pe.r di sini memiliki arti
sebagai perwakilan (representative) dari avdi,kwn (orang-orang tidak benar, berdosa). Kristus
yang benar mewakili atau menggantikan hukuman manusia yang berdosa (Bnd. Rm. 5:6-10).202
Kristus yang menderita untuk dosa-dosa manusia sekali untuk selamanya, Ia benar bagi
yang tidak benar. Rangkaian kalimat ini dijadikan sebagai penguatan bagi pembaca surat ini
untuk mau menderita, menderita karena berbuat baik. Yesus menjadi figur untuk diteladani,
Yesus mau menderita karena berbuat baik untuk orang-orang yang tidak baik. Maka turutlah
menderita seperti Kristus yang telah menderita yaitu menderita karena berbuat baik.
i[na u`ma/j prosaga,gh| tw/| qew (supaya kamu sekalian dibawa kepada Allah), kalimat
ini merupakan penjelasan tambahan dari kalimat sebelumnya. Kristus menderita karena dosa
manusia, agar manusia dapat dibawa (prosaga,gh|) kepada Allah. Kata prosaga,gh (membawa)
memiliki latar belakang dan arti yang dalam, sebagaimana dijelaskan berikut:203
- Kata prosaga,gh berakar dari kata prosagw yang dalam Septuaginta mengacu pada
imam-imam yang dibawa kepada Allah (Kel. 29:4). Perjanjian Lama menjelaskan, di
dalam Bait Suci hanya Imam yang boleh masuk ke tempat yang maha kudus, umat
199
A. T. Robinson, Word Pictures of New Testament Vol. VI, 117.
200
di,kaioj = Kata sifat, nominatif, maskulin, tunggal (benar, adil, tidak bersalah).
201
avdi,kwn( = Kata sifat, kata dasar avdi,koj, nominatif, maskulin, jamak (tidak adil, tidak
benar, tidak percaya).
202
Mark Dubis, 1 Peter: A Handbook on the Greek Text, 116.
203
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 374-375.
101
awam hanya sampai pada batas serambi. Imam sebagai perantara manusia dengan
Allah. Ia yang membawa kurban penghapus dosa manusia kepada Allah. Perjanjian
Baru, menggambarkan Yesus sebagai imam (prosagw). Ia sebagai kurban tebusan dosa
- Dalam tradisi Yunani, ada pejabat yang disebut prosagogues yang bertugas sebagai
diizinkan dan yang tidak diizinkan untuk menghadap hadirat raja. Dialah yang
memegang kunci-kunci pintu masuk. Yesus adalah prosagogues bagi semua orang.
Yesus adalah jalan menuju hidup kekal. Melalui Yesus kita mendapat jalan pada
Penderitaan dan kesengsaraan Yesus adalah akibat dari dosa kita. Kitalah yang patutnya
menderita dan mati, tetapi Yesus menanggung penderitaan kita. Ia yang benar, menderita bagi
kita yang tidak benar (Rm. 5:6-10). Tujuan-Nya ialah membawa kita kepada Allah. Dimana
melalui kematian-Nya, dosa kita diampuni dan kita diperdamaikan dengan Allah. Melalui Yesus
lah kita dapat datang kepada Allah, Yesus membuka jalan kita kepada Allah.204
qanatwqei.j me.n sarki. zw|opoihqei.j de. pneu,mati (Pada satu pihak Ia dibunuh bagi
daging, pada pihak lain Ia dibangkitkan bagi Roh,) kalimat ini menunjukkan adanya dua
tabiat/eksistensi dalam diri Kristus, yaitu sark dan pneu,ma. Sark sebagai tubuh jasmani yang
fana sedangkan pneu,ma sebagai rohani yang kekal. Ini menjelaskan Yesus mati sebagai manusia
Kristus telah pernah mati sekali untuk dosa-dosa semua manusia. Kematian-Nya tidak
dapat diulangi dan diganti atau disamakan dengan apapun. Kematian-Nya sekali untuk selama-
204
C.E.B. Cranfield, I & II Peter and Jude, 102.
205
Mark Dubis, 1 Peter: A Handbook on the Greek Text, 117-118.
102
lamanya dan sekali mati untuk semua dosa-dosa manusia (Ibr. 9:28, Rm. 6:10). 206 Yesus mati
dalam tubuh jasmani yang fana, kemudian dibangkitkan dalam Roh. Ia sebagai yang benar, mati
bagi orang yang tidak benar untuk membawa manusia kepada Allah. Sehingga manusia yang
tidak lagi hidup dalam kedagingan, tetapi manusia yang dibenarkan, yang hidup dalam Roh.
Teks IPetrus 3:19-20 ini mengandung sebuah pemberitaan unik, yaitu tentang
pemberitaan kepada roh-roh dalam penjara. Cukup sulit untuk menemukan pengertian yang tepat
untuk nats ini. Selain karena banyaknya pertanyaan, Bapa Gereja dan ahli teologi pun memiliki
Beberapa ahli memiliki pandangan berbeda terhadap teks ini. Beberapa pendapat tersebut
misalnya:208
yang dimaksud teks ialah roh-roh orang saleh dalam Perjanjian Lama. Roh-roh
mereka yang hidup saleh dalam Perjanjian Lama menantikan keselamatan dari
Mesias di dalam Hades. Pendapat ini timbul karena Gereja Lama berpandangan
bahwa mereka yang hidup saleh sebelum inkarnasi Kristus harus diberi
kesempatan untuk selamat. Karena tidaklah adil jika kemudian mereka yang
206
Charless Bigg, The International Critical Commentary a Critical and Exegetical Commentary
on the Epistle of St. Peter and St. Jude, (Edinburg, T&T Clark, 1946), 159-160.
207
Edward A. Maycock, World Christian Books No. 15- A Letter of Wise Counsel: Studies in the
First Epistle of Peter, (London: United Society For Christian Literature Lutterworth Press,
1957), 72-73.
208
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 109.
103
telah hidup saleh namun tidak sempat mendengar tentang berita keselmatan
Pemahaman ini kemudian diikuti oleh Gereja Katolik dalam Catechism of the Council of
Trent (1852) dan Chatechism of Chatolic Church (1994) yang menjelaskan bahwa after His
death, Christ went into the Limbus Patrum, where the Old Testament saints were awaiting the
revelation and application of His redemption, preached the gospel to them, and brought them out
of Heaven. Yesus setelah kematian-Nya, tubuh jasmani Yesus berada dalam kubur sedangkan
jiwa (Roh) Yesus turun ke dunia orang mati. Ia memberitakan Injil kepada roh-roh yang
terpenjara di sana, yaitu kepada jiwa-jiwa orang kudus yang mati sebelum Dia. Ia juga
mengalahkan kuasa kematian dan membawa orang-orang kudus-Nya ke dalam surga. Limbus
Patrum berarti A portal of Hell, detention place of the souls of the just lived prior to (Jesus)
coming into this world. Sementara bagi jiwa-jiwa yang tidak percaya di dunia orang mati, Yesus
berkhotbah to put them to shame for their unbelief. Sehingga khotbah Yesus di dunia orang mati
memiliki dua makna, pertama, khotbah Yesus bagi jiwa-jiwa yang percaya adalah sebagai
keselamatan dan kebebasan bagi jiwa-jiwa tersebut dari dunia orang mati. Kedua, khotbah Yesus
bagi mereka yang tidak percaya adalah sebagai ejekan dan pemberitahuan hukuman bagi mereka.
209
- Bapa Gereja, Augustinus berpendapat bahwa yang dimaksud pada teks ialah Roh
Nuh agar mereka mau bertobat. Pendapat ini tidak mengkaitkannya teks ini
dengan turunnya Yesus ke dunia orang mati tetapi tentang tindakan Allah dalam
zaman Nuh.
209
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 366.
104
Hal ini menjelaskan bahwa Kristus ialah Allah yang sejak dulu kala, yang sekarang dan
yang akan datang. Roh Kristus yaitu Roh Allah pada zaman dahulu kala (zaman Nuh) menunggu
orang-orang sezaman Nuh untuk mau bertobat dan percaya agar mereka turut diselamatkan.
Namun pendapat ini harus ditolak karena teks berbicara tentang roh Kristus yang berkhotbah
bagi roh-roh yang ada dalam penjara bukan Roh Allah kepada jasmani manusia tetapi kepada
roh-roh manusia.
- Harris mengatakan bahwa teks ini berbicara tentang Henokh (Enwc) yang turun
ke dunia orang mati. Menurut Harris, bahwa nama Henokh telah hilang dari
dalam teks dan telah melebur menjadi kata evn w-| kai. Menurutnya, hilangnya
nama Henokh dari dalam teks dikarenakan kekeliriuan dalam menyalin naskah
Perjanjian Baru, dimana bunyi nama Henokh (Enwc) mirip dengan kata evn w-|
kai.
Ia mengacu pada cerita yang terdapat dalam kitab Henokh yang mengisahkan tentang
Henokh yang diutus dari sorga untuk mengumumkan kepada para malaikat yang jatuh mengenai
hukuman mereka (Henokh 12:1). Henokh pergi ke Hades mengingatkan malaikat yang jahat
hukuman dosa yaitu maut. Ini memberikan penjelasan bahwa Yesus benar-benar
pengajaran bahwa Yesus benar-benar mati dan mengalami maut karena dosa-
dosa manusia.
105
Namun, kita akan menganalisa teks ini, untuk menemukan pandangan atau tafsiran yang
IPetrus 3:19-20 evn w-| kai. toi/j evn fulakh/| pneu,masin poreuqei.j evkh,ruxen( 20
avpeiqh,sasi,n pote o[te avpexede,ceto h` tou/ qeou/ makroqumi,a evn h`me,raij Nw/e
kataskeuazome,nhj kibwtou/ eivj h]n ovli,goi( tou/tV e;stin ovktw. yucai,( diesw,qhsan diV
u[datojÅ (yang di dalam-Nya juga, Dia dulu pernah pergi berkhotbah pada roh-roh yang di
dalam penjara, bagi mereka yang pernah tidak taat, bahwa Allah dulu sedang menantikan
mereka dalam kesabaran, waktu Nuh sedang membangun bahteranya, yang sejumlah kecil ini,
evn w (yang di dalam-Nya) kata ini dipahami sebagai kata ganti yang menghadirkan
pvneumati (Roh). Teks ini masih merupakan korelasi dari kalimat terakhir pada ayat 18:
qanatwqei.j me.n sarki. zw|opoihqei.j de. pneu,mati (Pada satu pihak Ia dibunuh bagi daging,
pada pihak lain Ia dibangkitkan bagi Roh,) evn w-| (di dalam-Nya). Kata evn w-| ialah mengacu
pada pvneumati (Roh). Ini diperkuat dengan adanya kata kai. (juga), sebagai keterangan yang
Beberapa ahli memiliki pendapat berbeda terkait dengan kata evn w-| kai ini. Menurut
Robinson211 kata evn w-| kai mengacu pada nama Nwh (Nuh) dan Enwc (Henokh). Menurutnya,
penulis teks Perjanjian Baru melakukan kekeliruan dalam menuliskan teks. Kata evn w-| kai
seharusnya adalah Nwh kai (juga Nuh) atau Enwc. Sedangkan menurut Harris, kata evn w kai
ini sebenarnya hanya mengacu pada nama Henokh. Mereka mengatakan bahwa teks yang kita
miliki sekarang terdapat kesalahan dikarenakan para penulis kuno telah keliru dalam melakukan
penyalinan. Para penulis kuno menyalin naskah dengan cara didikte, sehingga sangat rentan
210
Mark Dubis, 1Peter: A Handbook on the Greek Text, 117-118.
211
A. T. Robinson, Word Pictures of New Testament Vol. VI, 119.
106
untuk keliru dan salah dalam menuliskan kata-kata yang berurutan dan bunyinya sama. Ini terjadi
pada kata Henokh yang memiliki urutan huruf dan bunyi yang hampir sama dengan kata evn w
kai. Menurutnya, kata Henokh telah hilang, karena itu perlu dimasukkan kembali.212
Nama Henokh (Enwc) diusulkan muncul dalam teks ini, dikarenakan Henokh adalah
tokoh yang mengagumkan dan misterius, Ia hidup bergaul dengan Allah dan diangkat Allah
(Kej. 5:24). Dalam Interstastement (selang antara zaman PL dan PB) cukup banyak bermunculan
cerita legenda mengenai Henokh. Banyak kitab yang ditulis dengan menggunakan namanya.
Dalam kitab Henokh diceritakan bahwa Henokh diutus dari sorga untuk mengumumkan kepada
para malaikat yang jahat mengenai hukuman mereka (Henokh 12:1). Pemberitaannya
mengatakan bahwa tidak akan pernah ada damai dan pengampunan atas dosa-dosa malaikat yang
jahat tersebut (Henokh 12 dan 13). Kitab ini dipakai dan diimani oleh orang Yahudi.
Kepercayaan Yahudi mengatakan Henokh pergi ke Hades dan memberitahukan hukuman bagi
malaikat-malaikat yang jatuh.213 Inilah yang membuat Harris berpendapat, bahwa teks ini
Pendapat ini sangat menarik dan baik, tetapi kita tolak, karena:
o Pendapat ini kurang valid, karena tidak ada bukti yang mendukung
o Teks ini tidak menceritakan karya nabi atau orang lain. Tetapi membahas
teks.215
evn w (yang di dalam-Nya) ini menunjuk waktu Yesus berkhotbah bagi roh-roh dalam
penjara. Waktu tersebut ditetapkan di antara hari wafat Yesus dan kebangkitan-Nya. Yesus yang
memiliki dua eksistensi secara bersamaan mengalami dua peristiwa, yaitu ia mati dalam tubuh
jasmani-Nya, tetapi roh-Nya tetap hidup. Dalam keadaannya sebagai Roh, Yesus menyampaikan
Christ was put to death in the flesh. That is to say. His death was a truly physical one. He
was genuinely human. That means He had a human body in which He dies. But He was “made
alive by the Spirit” (not in the spirit). That the Holy Spirit (not Christ’s human spirit) in view is
clear from the next verse. It was “by this Spirit” (rather than in the flesh) that long ago in
Noah’s time. He went and preached to those who are now disembodied spirits (Heb. 12:23)
locked up in prison (not merely kept in detention) as punishment. ... It was by the same Holy
Spirit that He went and preached (IPtr. 4:6). Just as Paul can say in Ephesians 2:17 that Christ
preached (after His resurrection and ascension) through the apostles, so too can Peter say that
He preached to the antediluvian world by the Spirit through Noah. Kristus dibunuh dalam
manusia yang sejati. Itu berarti Ia mempunyai tubuh manusia ketika Ia mati. Ia dihidupkan oleh
Roh. Bahwa yang dimaksud adalah Roh Kudus (bukan roh manusia Yesus). Ia pergi dan
berkhotbah atau memberitakan kepada mereka yang sekarang adalah roh-roh yang tidak
mempunyai tubuh (Ibr 12:23) ditahan atau dikunci dalam penjara (bukan semata-mata ditawan)
215
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 382.
216
C.E.B. Cranfield, I & II Peter and Jude, 103.
108
sebagai hukuman. Dengan Roh yang sama Ia pergi dan berkhotbah atau memberitakan (IPtr.
4:6).217
Beberapa pendapat mengatakan ingin menggantikan kata fulakh (penjara) dengan kata
a,dhj Hades). Penggantian ini diusulkan karena teks membahas tentang roh-roh orang mati.
Hades diangap sebagai istilah yang peling tepat, karena Hades dipahami sebagai dunia orang
mati. Akan tetapi menurut Neyrey,218 istilah Hades tidak digunakan pada teks karena konsep
Hades kemungkinan belum diterima dan dipahami secara meluas dalam jemaat mula-mula.
Konsep Hades muncul dari mitologi Yunani, sedangkan penerima atau pembaca surat IPetrus ini
tidak hanya satu kelompok, tetapi terdiri dari banyak golongan dan latar belakang agama dan
budaya yang berbeda. Sehingga penulisnya merasa, jika ia menggunakan istilah Hades, maka
Kemungkinan lainnya ialah bahwa konsep Hades telah dipahami dengan baik oleh
seluruh pembaca surat IPetrus ini. Penulis surat IPetrus menggunakan istilah fulakh untuk
menggambarkan keadaan Hades tersebut. Bahwa fulakh (penjara) adalah tempat tinggal
(penghukuman) bagi mereka yang melakukan kejahatan dan fulakh (penjara) bukan tempat yang
kekal, karena sewaktu-waktu orang dapat ditebus atau ia akan dikeluarkan setelah masa
tahanannya berakhir. Hal ini paralel dengan Hades yang digambarkan sebagai tempat tinggal
(penghukuman) bagi mereka yang berdosa dan Hades bukanlah tempat yang kekal, karena Yesus
telah menaklukan Hades dan menebus orang-orang berdosa yang seharusnya masuk dalam
Hades.219
217
Jay E. Adams, Trust and Obey: A Practical Commentary on First Peter, (London: Prebyterian
and Reformed Publishing, 1978), 114.
218
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 446.
219
Joachim Jeremias “άδης” dalam TDNT Vol. I, 148.
109
Penulis surat juga dengan sengaja menggunakan istilah fulakh untuk menjelaskan Hades.
Karena surat ini menggunakan nama Petrus sabagai otoritasnya maka penulis surat ini
menggunakan istilah fulakh berangkat dari pengalaman Petrus ketika dipenjara(fulakh)kan oleh
Herodes Agripa I (Kis. 12:1-19) dan ia kemudian ia dibebaskan oleh malaikat. Ia ingin
menjelaskan bahwa penjara adalah tempat sementara layaknya Hades, dan ketika ia bebas dari
penjara ketika malaikat juga ”masuk” dalam penjara tersebut maka ia hendak menggambarkan
bahwa manusia bisa bebas dari Hades karena Yesus telah ”masuk” dalam Hades. Istilah fulakh
juga digunakan oleh penulis juga merujuk pada situasi pada zaman itu. Konteks penganiyaan dan
pengejaran, membuat jemaat Kristen banyak yang dibunuh dan dipenjara. Sehingga penulis
menggunakan istilah fulakh untuk menunjuk Hades, karena istilah tersebut sangat ”akrab” bagi
Pemahaman fulakh umumnya ialah tempat bagi orang yang ditangkap atau dituduh
melakukan kesalahan dengan terlebih dahulu diadili, lalu jika ia terbukti bersalah maka ia akan
dimasukkan ke dalam fulakh dan ia akan menjalani hukuman di sana. Namun, konteks masa itu
fulakh merupakan momok menakutkan bagi jemaat Kristen mula-mula. Karena mereka bisa saja
dimasukkan ke dalam fulakh tanpa alasan yang jelas dan tanpa menjalani proses peradilan.
Mereka berada dalam pengejaran dan penganiayaan, sehingga fulakh adalah hal yang
tanpa mengalami proses peradilan. Sehingga penulis surat IPetrus ini menggunakan istilah fulakh
dengan sengaja untuk mengacu pada pengalaman rasul Petrus ketika ia di fulakh kan oleh
Herodes. Dalam fulakh itu, ia ditahan, terbelenggu di antara dua rantai dan dijaga oleh dua
prajurit sedangkan prajurit-prajurit lain berjaga di depan pintu. Kemudian malaikat hadir di
220
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 373.
110
dalam fulakh tersebut, membuat rantai belenggu Petrus terbuka dan Petrus dibawa oleh malaikat
Melalui pengalaman tersebut, penulis surat ini memakai istilah yang menakutkan bagi
- Jika mereka nantinya masuk di dalam fulakh, mereka tetap setia dan
(Hades) dan membebaskan roh-roh orang mati dari sana sebagaimana Petrus
dikunjungi dan dibebaskan oleh malaikat Allah. Dengan kata lain, penulis surat
jika mereka mati nanti. Karena Kristus telah mengalahkan kuasa maut tersebut.
- Ia juga menggunakan istilah fulakh tersebut untuk menghibur agar kuat dan
Penulis surat ini juga hendak mengatakan bahwa kuasa fulakh (Hades) sebagai penjara
dosa telah ditaklukan oleh Kristus, sehingga tidak perlu lagi takut terhadap fulakh yang ada di
dunia ini maupun fulakh yang ada di dunia bawah. Allah telah menaklukan fulakh (Hades) dan
Teks menjelaskan bahwa Kristus pergi ke fulakh sebagai tempat keterpenjaraan roh-roh
orang mati. Istilah fulakh ini mengacu pada Hades sebagai roh-roh orang mati. Dalam Perjanjian
221
A. T. Robinson, Word Pictures of New Testament Vol. VI, 117.
222
Joachim Jeremias “άδης” dalam TDNT Vol. I, 148.
111
- Tempat dimana semua orang mati akan masuk dan tinggal. Turun ke dalam
Hades dimaknai sebagai waktu dimana manusia yang mati akan terpisah dari
tubuhnya.
- Tempat bagi orang-orang fasik tinggal dan dihukum sedangkan orang benar yang
meninggal akan bertemu dengan Allah dan tinggal di dalam Firdaus (Luk. 16:19-
31).
Istilah fulakh yang mengacu pada Hades memberikan pemahaman bahwa Yesus turun ke
Hades sebagai tempat keterpenjaraan roh-roh orang mati. Ini menunjukkan bahwa Yesus benar-
benar mati dan ia juga terpenjara dalam fulakh (Hades). Ini menunjukkan bahwa Yesus telah
mengalami hukuman dosa, yaitu dosa manusia. Namun, Yesus berhasil mengalahkan kuasa
fulakh tersebut. Sehingga kita tidak perlu lagi takut kepada keberadaan fulakh tersebut.
poreuqei.j evkh,ruxen (Dia dulu pernah pergi berkhotbah) kepada toi/j pneu,masin (pada
roh-roh), sebenarnya tidak ada kata euaggelion( (Injil) di dalam teks. Sehingga ada pendapat
yang mengatakan bahwa Yesus turun ke dunia orang dalam rangka memproklamirkan
memberitakan”. evkh,ruxen (khru,ssw) merupakan istilah yang paralel dengan kata euaggelion
kejahatan dan dosa bagi roh-roh manusia yang tertawan di dalam fulakh.
Istilah khru,ssw ini paralel artinya dengan euaggelion (Mat. 11:1, Mrk. 1:38-39, 3:14),
khru,ssw dapat dipahami sebagai pemberitaan kabar keselamatan atau kabar sukacita. Bahwa
dengan ini, penulis teks ini hendak menyampaikan kasih Allah yang luas, yang menjangkau roh-
roh orang mati. Yesus memproklamirkan kemenaangan-Nya pada orang-orang mati yang
112
sebelum inkarnasi Yesus Kristus. Mereka ini dikiaskan sebagai orang-orang sezaman Nuh, yang
sebenarnya mengarah pada mereka yang meninggal sebelum inkarnasi Yesus. mereka tidak
Pada teks juga menggunakan analogi tentang kisah Nuh dan orang-orang pada zamannya.
Yesus pergi memberkhotbah (memberitakan) kepada roh-roh yang dalam penjara, yaitu roh-roh
orang yang tidak mau percaya pada zaman Nuh. Sewaktu Nuh sedang mempersiapkan
bahteranya, Allah menanti mereka dengan sabar. Allah memberikan mereka kesempatan untuk
bertobat dan percaya. Allah bahkan telah “meng-ultimatum” dengan hukuman air bah. Mereka
tidak mau percaya, hukuman akhirnya dilaksanakan dan hanya sedikit saja yang diselamatkan
yaitu Nuh dan keluarganya, kesemuanya berjumlah delapan orang. Nuh dan keluarganya
diselamatkan dari bahaya air bah, mereka “ter-cover” di dalam bahtera. Air bah itu menjadi
pemisah, memisahkan antara mereka yang selamat karena mereka percaya dengan mereka yang
binasa karena mereka menolak percaya dan menolak bertobat. Air bah itu “membersihkan” bumi
Dalam Perjanjian Baru oleh baptisan digambarkan sebagi kiasan air bah itu. 225
- Pada peristiwa air bah terjadi pemisahan antara mereka yang percaya dan yang tidak
percaya maka dalam peristiwa baptisan juga terjadi pemisahan antara umat yang
- Peristiwa air bah sebagai proses “pembersihan” bumi dari orang-orang berdosa maka
baptisan adalah sebagi ritual pembersihan dari dosa. Kita diselamatkan dari dosa
223
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 109.
224
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 108-109.
225
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 111.
113
baptisan kita masuk secara ritual dalam kematian dan kebangkitan Yesus. Sehingga
Penulis surat ini menggunakan metode tipologi, membandingkan antara baptisan dalam
Perjanjian Baru dengan air bah di Perjanjian Lama. Mereka yang percaya akan diselamatkan
tetapi yang tidak akan binasa, baik percaya akan baptisan maupun percaya akan air bah. Ia
menggunakan tipologi ini untuk meneguhkan iman jemaat, meneguhkan iman yang di nyatakan
saat akan melakukan pembaptisan. Peneguhan ini juga sebagai penghiburan dan penguatan bagi
mereka untuk tetap setia dengan iman mereka sekalipun ada penganiayaan dan pengaruh dari
orang-orang sekitarnya.
Secara keseluruhan teks ini berbicara tentang karya keselamatan yang dikerjakan oleh
Allah di dalam Yesus. Yesus benar-benar mati dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Ia
mengalami kematian yang sama seperti manusia. Ia turun ke dunia orang mati menunjukkan
bahwa Ia telah mengalami hukuman dosa manusia, yaitu maut sekaligus Ia telah mengalahkan
maut tersebut. Ia turun ke dunia orang mati untuk menjalani hukuman dosa manusia, Ia
menaklukan maut atau kematian itu, dan Ia memprokamirkan kemenangan-Nya atas dosa dan
kematian sehingga Ia menjadi Tuhan bagi yang hidup dan yang mati..226
4.5. Skopus
226
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 397-398.
114
BAB V
1.
2.
3.
4.
5.
- Teologi Keselamatan
Teks IPetrus 3:18-20 ini menampilkan tema pengharapan dari keselamatan yang
dikerjakan oleh Allah. Keselamatan itu ialah kematian Yesus untuk dosa-dosa manusia, sekali
untuk semua dosa dan sekali untuk selamanya.227 Yesus mati dalam keadaan-Nya sebagai
227
A. T. Robinson, Word Pictures of New Testament Vol. VI, 117.
115
manusia. Ia mengalami kematian yang sama seperti yang dialami oleh semua orang dan roh-Nya
menuju fulakh (Hades) sebagai penjara bagi roh-roh orang mati. Ini menunjukkan bahwa Yesus
benar-benar mati dan mengalami hukuman dosa, yaitu kematian (maut). Ia yang tidak mengenal
dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah (2Kor.
5:21).228 Namun, Ia tidak dikuasai oleh maut tersebut. Ia mengalahkan kematian dan Ia bangkit dari
kematian.
yang telah mati. Karena Yesus telah mengalahkan maut dan bangkit. Peristiwa kebangkitan
menunjukkan kemenangan Yesus atas maut. Maut tidak berkuasa atas diri Yesus. Sehingga umat
percaya tidak perlu lagi takut menghadapi kematian dan dunia orang mati. Di dalam Yesus kita
Melalui kematian dan kebangkitan Kristus, semua orang diselamatkan dan akan mendapat
kebangkitan dan hidup yang kekal. Sehingga penulis surat IPetrus mendorong pembaca suratnya
agar tetap teguh dalam pengharapan dan berani menghadapi kematian dan tetap dalam
pengharapannya.230 Ia juga hendak menghibur dan menguatkan jemaat kala itu yang sedang dalam
masa penganiayaan, agar mereka kuat dan berani menghadapi penderitaan dan kematian.
Keselamatan oleh Kristus adalah anugerah Allah bukan usaha manusia. Kasih keselamatan tersebut
- Teologi Pengharapan
228
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 373.
229
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 373.
230
W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, 331-332
231
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 108-109.
116
Harapan menjadi satu-satunya alasan orang untuk dapat semangat menjalani hidup.
Hidup tidak selalu bahagia, ada suka dan duka. Harapan menjadi penghiburan bagi mereka yang
berada dalam kedukaan atau penderitaan. Seorang yang menderita dalam menjalani hidupnya
dan tidak menemukan tempat bersandar, perlu dikuatkan dan dihibur agar ia berbahagia dalam
kepada Tuhan. Pengharapan tersebut akan menimbulkan kesabaran baginya dalam menjalani
hidup dan bertahan dalam menghadapi penderitaannya. Sehingga ia tidak lagi melihat kehidupan
sebagai penderitaan semata, tetapi ia menemukan pengharapan dibalik semua kedukaan dan
penderitaanya.
Penulis surat IPetrus banyak melihat dan mengalami penganiayaan. Maka Ia menguatkan
dan menghibur jemaat di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia agar mereka
dimunculkan ialah kepastian keselamatan dan kebangkitan setelah kematian, karena Kristus telah
mati dan Ia mengalahkan maut. Kita tidak harus takut menghadapi penderitaan atau pun
kematian karena bagi kita tersedia keselamatan dan kebangkitan. Kristus adalah pusat
pengharapan Kristen (1Tim 1:1), yaitu melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Tema ini
merupakan tema pokok pemberitaan di seluruh kitab Perjanjian Baru, yang juga muncul dalam
Keselamatan yang disediakan Kristus menjadi harapan bagi umat percaya. Dengan
adanya harapan membuat orang Kristen tidak melekat pada kebahagian dunia yang fana (Ibr
13:14), harapan itu juga memacunya umat untuk menuju kesucian hidup (1 Yoh 3:2, 3), dan
Everett.F. Harrison (ed. chief), Geoffrey. W.B (associate. ed), Calrl.F.H. Henry (consulting.
232
ed), (terj. Denis . H. Tongue), Baker’s Dictionary of the Theology, (Grand Rapid, Michigan:
Baker Book House, 1960 ), 157
117
menyanggupkan dia untuk bersukacita dalam penderitaan. Penderitaan tersebut dapat mereka
lewati dengan sukacita karena mereka memilki harapan akan kebahagian dibalik penderitaan
tersebut. Pengharapan kemudian mengarahkan manusia untuk hidup dalam kasih. Inilah yang
- Teologi Penderitaan
Teologi penderitaan yang muncul dalam teks ialah penderitaan karena penganiayaan oleh
penguasa. Penulis surat ini telah mengalami penganiayaan, mengingatkan pembacanya untuk
mau turut menderita. Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah
menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung (2:19). Mereka diingatkan untuk mau
turut menderita karena Kristus telah menderita dan menderita. Ia yang baik menderita bagi yang
jahat. Begitu pula jemaat diingatkan untuk mau mati, sebab lebih baik menderita karena berbuat
baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat (3:17).
Teks IPetrus 18-20 merupakan credo yang juga sebagai penguatan dan penghiburan atas
penderitaan. Mengingatkan mereka bahwa mereka tidak perlu takut menghadapi penderitaan dan
benar-benar mati, turun ke dunia orang mati, dan bangkit. Ini menjadi penghiburan dan
penguatan bagi mereka. Penguatan dan penghiburan menjadi alasan seseorang untuk mau
bangkit dari keterpurukan dan berani menghadapi realitas masalah yang ada dalam hidupnya.
Penghiburan terhadap penderitaan dalam teks ini bernuansa keselamatan eskatologis. Bahwa
orang-orang percaya telah terjamin keselamatan dan masa depannya di dalam Yesus. ini menjadi
penghiburan akan penderitaan mereka dan dalam menghadapi ketakutan akan penderitaan
233
Everett.F. Harrison (ed. chief) dkk, Baker’s Dictionary of the Theology, 364-365.
118
kematian.234 Penderitaan boleh saja dialami, namun harus menjalaninya dengan berbahagia sebab
ada suatu jaminan bagi orang yang menderita atau berdukacita yaitu penghiburan kelak.
Teks IPetrus 18-20 adalah penghiburan tentang keselamatan yang akan akan datang.
Keselamatan yang bukan tindakan manusia tetapi tindakan Allah. Penderitaan adalah prospek
untuk uji kesetian atau untuk bertahan. Dalam keadaan menderita mereka dikuatkan dengan
penghiburan. Bahwa tersedia keselamatan bagi mereka yang setia dan bertahan dalam
penderitaan.
pembacanya untuk hidup dalam pengharapan. Pengharapan akan memotivasi dan mendorong
kehidupan orang percaya untuk tetap setia dan hidup kudus. Pengharapan ini berpusat pada diri
Yesus. Teks menampilkan Yesus sebagai figur teladan yang mau turut menderita secara saleh
(ayat 17-18).
Figur Yesus telah dikenal oleh jemaat mula-mula melalui pengakuan iman mereka.
Umumnya pengakuan iman ini disaksikan pada saat ritual katekese baptis jemaat mula-mula.
Penulis surat ini menggunakan pengakuan iman tersebut sebagai penghiburan atau pastoral bagi
pembaca suratnya. Penggunaan teks credo (pengakuan iman) jemaat mula-mula sebagai bahan
234
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 382.
235
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 451.
119
- Credo ini diucapkan pada saat ritual baptisan, ini memberi penguatan akan arti dari
credo tersebut, yaitu baptisan sebagai cara kita secara ritual mengambil bagian dalam
dahulu kita menyatakan iman kita (credo), lalu kita kemudian dibaptis, yaitu kita
masuk dalam apa yang kita imani. Kita mengambil bagian secara ritual dalam iman
yang kita nyatakan. Iman tersebut tidak sekadar diucapkan tetapi kita masuki, kita
hidupi.
- Seperti Kristus yang mati secara daging dan dihidupkan dalam Roh. Demikianlah
kedagingannya dan hidup menurut Roh yaitu dalam kebenaran dan damai sejahtera
(Rm. 8:5-6).
yang berada di dalam penjara. Ini sebagai pembuktian bagi roh-roh yang telah meninggal
sebelum inkarnasi Yesus bahwa Ia adalah Tuhan, tidak hanya bagi orang hidup tetapi juga
mereka yang telah mati tersebut. Mereka dianalogikan dengan roh-roh yang tidak taat pada
zaman Nuh. Ini menunjukkan jangkauan kasih Allah yang luas, yang bahkan menjangkau dunia
orang mati. Kebangkitan Yesus adalah bukti bahwa Ia telah mengalahkan dosa dan kematian
sehingga Yesus adalah Tuhan orang hidup dan orang yang mati dan hal itu Ia beritakan pada roh-
Yesus yang mati secara daging kemudian turun dalam dunia orang mati. Turunnya Yesus
kedunia orang mati adalah sebagai jalan yang harus Yesus tanggung atas dosa manusia sekaligus
sebagai kemenangan atas dosa-dosa tersebut. Turunnya Yesus ke dunia orang mati dipandang
Concordia Teological Monthly Vol. XXVII February 1965 (Concordia Journal: 1989), 81-94.
120
Kristus harus mati dan menderita sebagai akibat dosa manusia. Ia turun ke dunia orang
mati, mengalahkan kematian atau maut melalui kebangkitan-Nya.238Ia mengalahkan maut dan
berkuasa atas maut tersebut, ia memegang kunci kerajaan maut (Why. 1:18). Ia menjadi Tuhan,
baik atas orang yang hidup maupun yang mati (Rm. 14:9). Sehingga kita telah bebas dari dosa
dan maut (Rm. 6:7). Karena itu kita tidaklah perlu takut pada kematian. Keselamatan tersedia
bagi kita. Kristus telah mati bagi dosa-dosa kita dan kita beroleh kebangkitan dan kehidupan
kekal.
Kasih Kristus begitu besar dan telah menjangkau mereka yang telah berada dalam dunia
orang mati. Ini semakin memperkuat iman kita bahwa keselamatan itu benar-benar anugerah
Allah semata, bukan usaha manusia (Ef. 2:8). Kita tidak perlu mengusahan keselamatan kita,
Melalui tulisan, penulis menemukan implikasi dengan beberapa yang ada sekarang, yaitu
sebuah “impact” penelitian yang memunculkan sebuah pemahaman baru yang akan menguatkan
- Frasa turunnya Yesus ke dunia orang mati dalam Pengakuan Iman Rasuli
Dalam bagian pengakuan iman rasuli, terdapat pernyataan tentang Yesus “turun ke dalam
kerajaan maut” yang dalam bahasa Batak “tuat tu banua toru” atau “descendit ad inferna” dalam
bahasa Latin. Frasa tentang turunnya Yesus ke dunia orang mati muncul dalam Fourth Formula
of Smirmium di konsili Arimium, konsili pendukung Arinianisme, tahun 359 Masehi. Kemudian,
237
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982) 336.
238
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 397-398.
121
frasa ini menjadi rumusan pengakuan iman dalam konsili Nicea di Thrace di tahun yang sama,
lalu menjadi rumusan pengakuan iman konsili Konstatinopel, tahun 360 Masehi.239
Pengakuan iman dari ketiga konsili di atas menggunakan bahasa Yunani. Frasa pada
(katacqo.nia) tidak menyebutkan turun ke dalam neraka (katwtata; inferna dalam bahasa Latin).
Hal ini bersesuaian dengan ide atau kepercayaan para Bapa gereja abad kedua yang menyatakan
bahwa setelah kematian-Nya Yesus turun ke dunia bawah (inferos). Hal ini menimbulkan dua
pemahaman kala itu, sebagian mempercayai bahwa Yesus descendit ad inferna (turun ke dalam
neraka) sedangkan yang lainnya descendit ad inferos (turun ke dunia bawah). Tetapi pengakuan
iman yang terdapat dalam katekismus gereja Katolik240, Buku Konkord241, Institute of Religion242,
in inferna.245
inferna.246
239
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 372.
240
Buku pengajaran dasar iman gereja Katolik yang dikeluarkan secara resmi oleh Kepausan
Vatikan. Lih. www.ekaristi.org/kat/
241
Buku standar ajaran Lutheran yang merupakan gabungan sepuluh dokumen pengakuan iman
yang berotoritas gereja Lutheran. Beberapa diantaranya merupakan tulisan Martin Luther. Lih.
Theodore G. Tappert, Buku Konkord Konfesi Gereja Lutheran, Peny. Mangisi Simorangkir,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 23.
242
Risalah iman Kristen yang awalnya ditulis sebagai bahan ajar katekisasi oleh Calvin, yang
kemudian menjadi acuan dasar perkembangan teologi Reformed.
243
Buku katekisasi teolog Reformed Jerman dan menjadi acuan gereja-gereja Reformed
Kontinental.
244
Buku katekisasi yang dirumuskan dalam persidangan sinode di Inggris dan merupakan acuan
gereja-gereja presbiterian.
245
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 364.
246
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 365-366.
122
dalam dunia orang mati, sebagaimana dalam IPetrus 3:19 dan 4:6.
Dari ketiga kesimpulan diatas, terlihat bahwa yang dituliskan dalam frasa ialah descendit
in inferna (turun ke neraka), tetapi apa yang dipahamai bapa-bapa Gereja malah sebaliknya
yaitu, descendit in inferos (turun ke dunia bawah atau dunia orang mati). Pemahaman bapa-bapa
Gereja ini senada dengan pemahaman gereja Katolik maupun Lutheran bahwa descendit in
inferna sebagai turunnya Yesus ke alam maut, mengalahkan Iblis dan membinasakan kuasa
maut.
Uraian diatas, terlihat bahwa kata inferna yang digunakan adalah menunjuk, menjelaskan
atau dipahami sebagai kata inferos. Kemungkinan kata ini dahulunya memiliki arti yang sama,
sehingga gereja terkadang menggunakan istilah inferna juga terkadang menggunakan istilah
inferos. Atau kata inferna belum dipahami sebagai neraka seperti sekarang ini. Apapun
istilahnya, baik inferna dan inferos tetapi arti dan pemahamannya ialah menunjuk sebuah tempat
bagi roh-roh orang yang telah mati (Hades). Tempat yang dipahami sebagai place of departed
spirit sesuai dengan konsep sheol dan Hades dalam Alkitab.247 Hal ini senada dengan istilah
fulakh dalam teks IPetrus 3:18-20 yang mengacu pada istilah Hades.
Yesus turun ke dunia orang mati membuktikan bahwa Yesus benar-benar mati secara
ragawi sebagaimana kematian manusia. Ia benar-benar mati dan mengalami hukuman dosa, yaitu
247
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 372.
123
maut yang seharusnya kita tanggung. Di dalam dunia kematian tersebut Ia memberitakan
kemenangan-Nya bagi roh-roh orang yang mati sebelum kedatangan (Inkarnasi)-Nya, untuk
Maut pun tidak berkuasa atas-Nya karena kemudian Ia bangkit. Ini menunjukkan
kemenangannya atas maut, maut tidak berkuasa menahan-Nya di dalam dunia orang mati
tersebut.248 Semua orang mati sebelum kedatangan Kristus, takluk kepada kuasa Hades, akan
tetapi Kristus sebagai yang pertama sekali bangkit dari kematian, telah menaklukkan kuasa maut
Hal ini dirangkum dalam frasa descendit in inferna dalam pengakuan iman. Pemahaman
tentang Yesus yang turun ke dunia orang mati (descendit in inferna) dalam teks IPetrus 3:18-20
kiranya dapat membuat gereja lebih berani dan bertanggung jawab dalam menyatakan imannya.
HKBP sendiri dalam rumusan Hata Haporsean-nya telah memiliki pandangan terhadap
keselamatan orang yang mati sebelum Inkarnasi yaitu pada frasa: “Turun ke dalam kerajaan
maut” atau “tuat tu banua toru249 dung ditanom”. Tulisan ini akan mempertegas makna “tuat tu
banua toru” tersebut karena bagi HKBP dan orang Batak hal ini begitu penting. Ini menjawab
pertanyaan akan keselamatan nenek moyang orang Batak yang telah meninggal sebelum Injil
Kristus “tuat tu banua toru” untuk menunjukkan bahwa Kristus adalah Tuhan bagi yang
hidup dan yang mati dan anugerahnya sampai menjangkau dunia orang mati. Ini akan membuat
kita semakin berani untuk melarang setiap perbuatan-perbuatan yang menunjukkan perhatian dan
Banua Toru dalam mitologi Batak Toba paralel dengan istilah Hades sebagai dunia bagi roh-
249
roh orang yang telah mati. Karena konsep dunia dalam mitologi Batak Toba mirip dengan
konsep dunia dalam mitologi Yunani yaitu terbagi tiga dunia, Banua Ginjang (Dunia Atas,
tempat para Dewa), Banua Tongah (Dunia Tengah, tempat manusia), Banua Toru (Dunia Bawah,
tempat roh-roh orang yang telah mati). Lih. Anicetus Sinaga, Allah Tinggi Batak Toba:
Transendensi dan Imanensi, 152.
124
keprihatinan kepada orang mati yang sangat sering dilakukan oleh masyarakat Batak oleh karena
pengaruh kepercayaan lamanya. Kita dapat menyatakan bahwa keselamatan itu anugerah Allah
bukan karena usaha manusia sehingga kita dapat melarang setiap tindakan yang mengusahakan
Kasih Kristus yang menjangkau dunia orang mati itu menegaskan bahwa keselamatan itu
anugerah semata. Kita tidak perlu mengusahakan keselamatan bagi diri kita apalagi bagi sanak
kita yang telah mati. Kita tidak perlu menunjukkan perhatian dan keprihatinan kita akan mereka
yang telah mati dengan mendoakannya, memberi makanan di kuburannya, membuat kuburannya
tinggi-tinggi, meletakkan uang, pakaian atau peralatan yang ia dirasa dibutuhkannya di dunia
orang mati karena Kristus adalah Tuhan bagi kita dan mereka juga. Kristus memperhatikan dan
mempedulikan mereka.
BAB VI
6.
7.
8.
9.
10.
11.
1.
125
2.
3.
4.
5.
6.
6.1. Kesimpulan
Pembahasan teks IPetrus 3:18-20 dalam tulisan ini adalah sebagai landasan untuk
menemukan jawaban mengenai keselamatan orang yang mati sebelum inkarnasi. Keselamatan
yang dimaksud ialah keselamatan manusia dari dosa dan kelepasan dari kematian atau maut.
Kematian adalah sebagai akibat dari dosa, sehingga roh manusia yang mati akan terpenjara di
Dalam penelitian dengan metode penafsiran historis kritis terhadap teks IPetrus 3:18-20,
penulis menemukan bahwa teks ini ditulis pada masa penganiayaan kaisar Domitianus (80-96
M). Surat ini ditulis oleh salah seorang murid Paulus pada tahun 90-an di Roma. Surat ini ditulis
dengan maksud menguatkan jemaat yang berada dalam penderitaan oleh penganiayaan kaisar
tersebut.
Teks IPetrus 3:18-20 merupakan bagian dari pengakuan iman jemaat mula-mula, yang
dikutip oleh penulis surat ini sebagai kata-kata penghiburan, penguatan dan pengharapan bagi
pembacanya. Teks ini menjelaskan keselamatan yang disediakan Allah di dalam Yesus.
Keselamatan tersebut berlangsung dalam kematian Yesus. Yesus mengalami kematian jasmani
sebagaimana manusia mati dan Ia masuk dalam dunia orang mati sebagai hukuman yang harus
Pada peristiwa turunnya Yesus ke dunia orang mati (descended ad inferna) mengandung
- Penderitaan dan hukuman yang harus ditanggung Yesus akibat dosa-dosa manusia.
mati yang terpenjara disana. Mereka adalah orang-orang yang meninggal sebelum
inkarnasi Yesus. Dalam teks, mereka dikiaskan sebagai orang-orang yang tidak taat
pada zaman Nuh. Hal ini sebagai jawaban atas keselamatan orang-orang yang mati
Keselamatan yang dikerjakan Allah di dalam Yesus Kristus ialah anugerah yang berlaku bagi
manusia hidup dan orang-orang yang telah mati. Kasih Allah begitu besar dan luas, yang berlaku
orang hidup dan mati. Kristus adalah Tuhan bagi manusia yang hidup dan yang telah mati.
6.2. Saran
HKBP sendiri dalam rumusan Hata Haporsean-nya telah memiliki pandangan terhadap
keselamatan orang yang mati sebelum Inkarnasi yaitu pada frasa: turun ke dalam kerajaan maut
atau tuat tu banua toru dung ditanom tetapi tentang tindakan apa yang dilakukan Yesus ketika
tuat tu banua toru kurang dipahami dan dimaknai. Melalui teks ini kiranya dapat memperkuat
pemahaman akan frasa tuat tu banua toru sebagai tindakan kasih Allah karena Ia benar-benar
mati dan menjalani hukuman dosa. Makna tuat tu banua toru juga menunjukkan kasih Allah
yang juga berlaku bagi mereka yang telah meninggal sebelum Injil tiba.
127
Penulis menyarankan agar gereja dapat menggunakan frasa “tuat tu banua toru” dan teks
IPetrus 3:18-20 ini dapat dibahas dan menjadi bagian dari dogma gereja HKBP yang dapat
digunakan untuk meng-“edukasi” jemaat mengenai keselamatan nenek moyang mereka yang
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Jay E., Trust and Obey: A Practical Commentary on First Peter, London: Prebyterian
Aritonang, Jan S., Berbagai Aliran di dalam dan di luar Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2015.
Bailey, Lloyd R., Biblical Perspectives on Death, Philadelpia: Fortress Press, 1979.
Baker, D.L. & John J. Bimson, Mari Mengenal Arkeologi Alkitab: Sebuah Pengantar, Jakarta:
Barclay, William, Letters of James and Peter, Edinburg: The Saint Andrew Press, 1975.
Barclay, William, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Yakobus, 1& 2 Petrus, Jakarta: BPK
Barth, C., dan Marie C. B. Frommel, Teologi Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2013.
Barth, C., Teologi Perjanjian Lama 1, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2013
Bergant, Dianne dan Robert Karris Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Beyer, Ulrich, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979.
Bigg, Charles, The International Critical Commentary a Critical and Exegetical Commentary on
the Epistle of St. Peter and St. Jude, Edinburg: T&T Clark, 1946.
Botterweck, Johannes, dkk, Teological Dictionary of Old Testament Vol. XV, G. Michigan: Wm.
B. Eerdmans Publishing.
Botterwick, G. J. dkk, Teological Dictionary of the Old Testament, Michigan: Wm.B. Eerdmans
Publishing, 1976.
Brauch, Manfred T., Ucapan Paulus Yang Sulit, Malang: Literatur SAAT, 2009.
Brown, Colin, The New International Dictionary Of New Testament Jilid III, Exeter, Davon U.K:
Browning, W.R.F., Kamus Alkitab: A Dictionary of The Bible, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2011.
Bultmann, qa.na,toj, dalam Teological Dictionary of the New Testament, Michigan: Wm. B.
Bultmann, Rudolfdkk, Life and Death, London: Adam & Charles Black, 1965.
Cranfield, C.E.B., I & II Peter and Jude, London: SCM Press, 1960.
Cranfield, C.E.B., The First Epistle of Peter, London: SCM Press, 1958.
130
Damping, David D.C., Dari Disabilitas ke Penebusan, Potret Pemikiran Teolog-Teolog Muda
Indonesia, (Peny.) Ronal Arulangi, dkk, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.
Denney, James, The Death Of The Christ, London: The Tyndale Press, 1973.
Douglas, D.J., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I (A-L), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 2000.
Drane, Jhon, Memahami Perjanjian Baru: Penghantar Teologis-Historis, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2012.
Drewes, B.F. & Julianus Mojau, Apa Itu Teologi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
Dubis, Mark, 1 Peter: A Handbook on the Greek Text, Texas: Baylor University Press, 2010.
Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992.
Elliot Jhon H.dan, R. A. Martin, Augsburg Commentary on the New Testament: James, I-II
Elwell, Walter A., Theological Dictionary Of the Bible, Michigan: Baker Books-Grand
Rapids,1984.
End, Van den dan Weitjens, Ragi Carita 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Erickson, Millard J., Christian Theology, Michigan: Baker Books: A Division of Baker Book
Fleming, Don, Bible Knowledge Dictionary, England: England Scripture Press, 1990.
Gerhard, Friedrich, Teological Dictionary of the New Testament Vol. V, Michigan: WM. B.
Gerhard, Friedrich, Theological Dictionary of the New Testament Vol. VII, (ed.), Michigan:
Grant, Robert M. dan David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2011.
Gray, Louis H., Death and Disposal, dalam James Hastings (ed.), Encyclopaedia of Religion and
Groenen, C., Hermeneuse Alkitab, dan Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode
Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.
Hadiwiyata, A. S., Surat-surat Ibrani dan Umum, Lembaga Biblika Indonesia, Yogyakarta:
Kanisius, 1985.
Harrison, Everett F., Geoffrey. W.B., Calrl F.H. Henry, Baker’s Dictionary of the Theology,
Hayes, Jhon H. & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, Jakarta : BPK Gunung Mulia,
1990.
132
Hinson, David F., Sejarah Israel pada Zaman Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Hunt, Gladys, Pandangan Kristen Tentang Kematian, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Huria Kristen Batak Protestan, Bibel dohot Ende HKBP, Pearaja: Huria Kristen Batak Indonesia,
2015.
Karman, Yongky, Bunga rampai Teologi Perjanjian Lama: dari kanon sampai dosa, Jakarta:
Kelly, J.N.D., The Epistle of Peter and Jude, London: Adam and Charles Black, 1976.
Kittel, Gerrard, Teological Dictionary of New Testament Vol. III, Michigan: WM. B. Eerdmans
Publishing, 1967.
Konfessi HKBP 1951 dan 1996, Pearaja: Kantor Pusat HKBP 2013.
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab- Holy Bible: Terjemahan Baru-NIV, Jakarta: Lembaga
Lembaga Alkitab Indonesia, Holy Bible – Contemporary English Version, Jakarta: Lembaga
M., Grant Robert & David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1993.
133
Marxsen, Willi, Pengantar Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Maycock, Edward A., World Christian Books No. 15- A Letter of Wise Counsel: Studies in the
First Epistle of Peter, London: United Society For Christian Literature Lutterworth Press, 1957.
Moris, L.L., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta: Inter-Varsity Press, 1995.
Newman, Barclay M., Kamus Yunani-Indonesia: Untuk Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2002.
Oehler, Gustave Friedrich., Theology of the Old Testament, Michigan: Grand Rapids, 1883.
Poerwadarminta, W.J.S. (peny.), Kamus Umum Bahasa Indonesia-Edisi Ketiga, Jakarta: Balai
Pustaka, 2007.
Napel, Henk., Kamus Teologi: Inggris- Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990.
Von Rad, Gerhard., Old Testament Theology Vol.1, New York & Evanston: Harper & Row
Publishers, 1962
Robinson, A.T., Word Pictures of New Testament Vol. VI, New York: Harper & Brothers
Publishing, 1997.
Scarlemann, Martin H., He Descended into Hell: An Interpretation of 1 Peter 3:18-20, dalam
Concordia Teological Monthly Vol. XXVII February 1965. Concordia Journal: 1989.
Scheunemann, Volkhard, Apa Kata Alkitab tentang Dunia Orang Mati: Arti Kematian Bagi
Siahaan, S.M., Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
134
Sinaga, Anicetus, Allah Tinggi Batak Toba: Transendensi dan Imanensi, Yogyakarta: Kanisius,
2014.
Sitompul, A.A & Beyer, Ulrich, Metode Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Souter, Alexander, A Poket Lexicon to The Greek New Testament, London: Oxford University
Press, 1916.
Sutanto, Hasan., Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, Malang: SAAT, 2007.
Tappert, Theodore G. Buku Konkord Konfesi Gereja Lutheran, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2016.
Vriezen, Th.C., Agama Israel Kuno, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.
Wright, Christopher, Hidup sebagai umat Allah: Etika Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007.
135
CURRICULUM VITAE
Riwayat Pendidikan :
1. 2000 – 2006 : SDN 06 Balai Raja
2. 2006 – 2009 : SMPN 02 Pinggir
3. 2009 – 2012 : SMAN 01 Mandau
4. 2012 – 2017 : STT HKBP Pematangsiantar
Ayat Emas :
Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, menyukai pengenalan
akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.
(Hosea 6:6)