Anda di halaman 1dari 135

1

“KESELAMATAN ORANG YANG MATI SEBELUM INKARNASI”

(Studi Hermeneutis terhadap I Petrus 3:18-20)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Akademis
Untuk Meraih Sarjana Theologia (S.Th)
di SekolahTinggi Theologia Huria Kristen Batak Protestan
(STT-HKBP) Pematangsiantar
Oleh:

Maruli Galingging

NIM: 12.2703

SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA

HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (STT HKBP)


2017
2

LEMBAR PENGESAHAN

Sekolah Tinggi Theologia HKBP Pematangsiantar, melalui dosen Pembimbing dan Tim

Pembaca/ Penguji telah menerima kajian Skripsi berjudul:

Keselamatan Orang yang Mati Sebelum Inkarnasi.

(Studi Hermeneutis terhadap IPetrus 3: 18-20).

Kajian ini disusun, diserahkan dan dipertahankan oleh Maruli Galingging dalam memenuhi

sebagian prasyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Theologi.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Pdt. Dr. Raulina Siagian Pdt. Eben Sihardo Simanjuntak, M.Th

Dewan Penguji:

1. Pdt. Dr. Raulina Siagian .......

2. Pdt. Baktiar Bakara, M.Th .......

3. Pdt. Julius Simaremare, M.Th .......

Ketua STT HKBP

Pdt. Dr. Victor Tinambunan, MST

Pernyataan Integritas
3

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi ini adalah benar hasil karya saya sendiri yang belum

pernah digunakan sebagai Skripsi atau Karya Ilmiah pada perguruan tinggi lain atau lembaga

mana pun, kecuali yang secara tertulis diacu dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Sekolah Tinggi Theologia HKBP

Pematangsiantar,

Maruli Galingging

NIM: 12.2703

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Pdt. Dr. Raulina Siagian Pdt. Eben Sihardo Simanjuntak, M.Th

Mengetahui:

Ketua Program Studi

Pdt. Dr. Riris Johanna Siagian


4

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan kemuliaan kepada Allah Bapa dan Anak-Nya Yesus Kristus dan

Roh Kudus! Penulis sangat bersyukur kepada Tuhan Allah yang memberikan berkat-Nya dan

kekuatan bagi penulis untuk menyelesaikan perkuliahan di Sekolah Tinggi Theologia-Huria

Kristen Batak Protestan (STT-HKBP) Pematangsiantar. Penulis juga bersyukur karena dapat

menyelesaikan skripsi ini sebagai tanda pertanggungjawaban penulis kepada Tuhan Allah yang

telah memanggil dan memilih penulis menjadi mahasiswa Theologia di STT-HKBP

Pematangsiantar.

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi prasyarat meraih gelar

Sarjana Theologia (S.Th) di STT-HKBP Pematangsiantar. Di dalam skripsi ini, penulis

membahas suatu studi hermeneutis dengan metode penafsiran historis kritis terhadap I Petrus

3:18-20, dengan judul:

“KESELAMATAN ORANG YANG MATI SEBELUM INKARNASI”

(Studi Hermeneutis terhadap I Petrus 3:18-20)

Penulis menyadari masih terdapat berbagai kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan berbagai kritikan dan saran yang membangun dari pembaca demi

kebaikan dan pengembangan pemikiran kelak, khususnya dalam pelayanan nantinya.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis juga menyadari akan keterbatasan

kemampuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itulah penulis dimampukan oleh Tuhan yang

selalu setia bekerja di dalam diri orang-orang yang mengasihi dan membantu penulis, dengan

memberikan berbagai dukungan dan rasa solidaritas dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam

kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih penulis dengan penuh kasih kepada:
5

1. Ibu Pdt. Dr. Raulina Siagian selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan

berbagai kontribusi pemikiran, waktu, tenaga dan dukungannya kepada penulis. Dengan

kesabaran dan suka rela beliau telah membimbing serta mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Pdt. Eben Sihardo Simanjuntak M.Th selaku Dosen Pembimbing II, yang juga

turut memberikan banyak sumbangan pemikiran, berbagai koreksi kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Pdt. Dr. Hulman Sinaga selaku Dosen Pembimbing Akademis penulis yang telah

banyak membimbing serta memberikan motivasi bagi penulis selama menyelesaikan

perkuliahan di STT-HKBP Pematangsiantar.

4. Ketua Sekolah Tinggi Theologia-Huria Kristen Batak Protestan (STT-HKBP)

Pematangsiantar, Bapak Pdt. Dr. Victor Tinambunan. Terima kasih atas pengajaran

bapak kepada penulis selama belajar di Sekolah Tinggi Theologia-Huria Kristen Batak

Protestan (STT-HKBP) Pematangsiantar. Semoga Bapak dikuatkan oleh Tuhan Allah

dalam memimpin STT-HKBP Pematangsiantar.

5. Keluarga yang sangat penulis cintai dan kasihi. Penulis persembahkan karya ini buat

Ayahanda Herijhon Galingging dan Ibunda Rosinta Br. Gultom, yang selalu berdoa

setiap saat untuk penulis; memperjuangkan segenap usaha untuk memenuhi segala

kebutuhan penulis dalam menjalani pendidikan hingga jenjang perkuliahan di persemaian

Sekolah Tinggi Theologia-Huria Kristen Batak Protestan (STT-HKBP) Pematangsiantar

ini; dan memberi kasih sayang, pengertian serta kesabaran dalam menantikan cita-cita

penulis dalam panggilan pelayanan kelak di jemaat, yang sebagian telah penulis jalani

melalui proses pendidikan teologi di STT-HKBP Pematangsiantar. Di samping itu,


6

penulis juga mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan yang diberikan adik-adik

penulis yaitu: Ulina Galingging, Noven Galingging, Susanti Galingging, Elisabet

Galingging, Ayub Galingging dan Eva Galingging beserta amangboru dan keluarga,

paktua dan keluarga, beserta tulang Frengky Gultom dan keluarga serta Ompung Boru

(Op. Karmel Br. Harianja) yang senantiasa memberikan berbagai dukungan, baik

dukungan doa, moral, spiritual, terlebih materi kepada penulis dalam menjalani proses

pendidikan mulai dari Sekolah Dasar hingga ke Sekolah Tinggi Theologia Huria Kristen

Batak Protestan (STT-HKBP) Pematangsiantar. Terima kasih untuk cinta kasihnya.

6. Bapak Pdt. Untung Manurung S.Th dan keluarga, Gr. Gilbert Situmeang dan seluruh

parhalado serta seluruh jemaat di HKBP Base Camp Ressort Duri, Distrik XXX Riau

Pesisir yang memberikan doa dan semangat kepada penulis selama berada di Sekolah

Tinggi Theologia Huria Kristen Batak Protestan (STT-HKBP) Pematangsiantar.

7. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staff Pegawai, serta Bapak/Ibu Asrama Sekolah

Tinggi Theologia Huria Kristen Batak Protestan (STT-HKBP) Pematangsiantar yang

telah membantu penulis dalam segala bimbingan, perkembangan pemikiran dan atas

segala kelancaran proses administrasi perkuliahan penulis selama melakukan studi dan

hidup berasrama di Sekolah Tinggi Theologia Huria Kristen Batak Protestan (STT-

HKBP) Pematangsiantar.

8. Stambuk 2012 “Solafide Team” yang selalu memberikan dukungan doa dan bimbingan

dalam bentuk kebersamaan kepada penulis dalam menjalani perkuliahan dan masa-masa

sulit yang penulis alami selama menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan selamat

berjuang bagi teman-teman yang masih menjalani perkuliahannya di Sekolah Tinggi

Theologia Huria Kristen Batak Protestan (STT-HKBP) Pematangsiantar. Dan segenap


7

mahasiswa Sekolah Tinggi Theologia Huria Kristen Batak Protestan (STT-HKBP)

Pematangsiantar tanpa terkecuali yang masih dapat dikenali dengan tatap muka di dalam

asrama, yakni Stambuk 2011 Servant of Lord Team, Stambuk 2013 Psalmen Team,

Stambuk 2014 The Winner’s Team, Stambuk 2015 Ozel Team dan Stambuk 2016

Sangdiwa Team. Secara khusus buat Ira Silalahi, Hanna Devika Damanik dan Tania

Saragih. Terima kasih buat persahabatan dan persaudaraan yang telah kita lalui bersama

di persemaian ini, baik di ruang kuliah, menza, aula dan asrama. Segala pengalaman yang

begitu indah, baik suka maupun duka yang akan menjadi sebuah jalinan cerita yang

terkenang dalam hidup penulis.

9. Sahabat-sahabat penulis yang terkasih, yaitu Tri Joel Putra Simanullang, Rantoeria

Simaremare, Dennis Janti Situmorang, Alef Natanael Hutasoit, Eukharistia

Taileleu, Ricky Boy Simamora, Titus Gultom, Sintong Frandika Lumbantobing,

Harry Brilianto Gultom, Ebenezer Pardede, Novri Doni Asido Silitonga, Eko

Yudhistira Marbun dan Calvin Yosep Ompusunggu, Tommy Jakobus Lubis, Toba

Tua Manindo Sinaga, Derismauli Sormin, Debora Larti Sirait, Desy Simanjuntak,

Veronica Brilliant Manurung dan juga kepada adik-adik yang tinggal di Barak K,

yaitu Andri Firera Siahaan, Zoel Sianipar, Esra Gutom, Rexy Situmorang, Brisco

Nababan, Dwi Jonathan Sihombing, Eberiel Hutasoit, Nicolaras Sihombing, Paian

Purba dan Immanuel Purba.

10. Notulis Seminar Proposal Skripsi penulis yaitu Tri Joel Putra Simanullang dan Esra

Gultom. Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan kesediaannya untuk

merekam masukan-masukan dan pertanyaan selama seminar Proposal Skripsi

berlangsung. Penulis juga mengucapkan terimakasih secara khusus pada partner penulis
8

selama pengerjaan skripsi ini, yaitu Lusi Meliati Panggabean. Terimakasih untuk

dukungan doa dan semangat yang diberikan, pengalaman suka-duka dalam pengerjaan

skripsi ini menjadikan skripsi ini memiliki nilai dan kesan tersendiri.

11. Pendeta HKBP Sintanauli Resort Immanuel yaitu Pdt. Darzon Siregar S.TH, MM

(sebagai Pendeta Praklap I) dan Pendeta HKBP Sibandang Resort Pulau Sibandang yaitu

Pdt. Ermon Siahaan S.Th (sebagai Pendeta Praklap II) yang senantiasa memberikan

dukungan dan motivasi terhadap penulisan skripsi ini.

12. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang juga terlibat dalam

mendukung penulisan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Terima kasih dan salam sejahtera.

Pematangsiantar, Juni 2017

Penulis

Maruli Galingging
9

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. vi

DAFTAR SINGKATAN........................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang Masalah dan Alasan Memilih Judul.................................................1

1.2. Rumusan Masalah......................................................................................................... 6

1.3. Tujuan.............................................................................................................................6

1.4. Manfaat Penulisan......................................................................................................... 7

1.5. Metode Penulisan........................................................................................................... 7

1.6. Ruang Lingkup atau Skopus Tulisan...........................................................................7

1.7. Hipotesa.......................................................................................................................... 8

1.8. Sistematika Penulisan....................................................................................................8

BAB II KERANGKA TEORI........................................................................................ 10

1.

2.

2.1. Etimologi dan Terminologi........................................................................................... 10

1.

2.

2.1.

2.1.1. Pengertian Umum Keselamatan................................................................ 10


10

2.1.1.1. Keselamatan Menurut Perjanjian Lama................................................ 11

2.1.1.2. Keselamatan Menurut Perjanjian Baru...................................................15

2.1.2. Pengertian Umum Kematian..................................................................... 18

2.1.2.1. Kematian dalam Perjanjian Lama........................................................... 18

2.1.2.2. Kematian dalam Perjanjian Baru.............................................................19

2.1.3. Dunia Orang Mati..............................................................................................22

2.1.3.1. Dunia Orang Mati dalam Perjanjian Lama............................................ 22

2.1.3.2. Dunia Orang Mati dalam Perjanjian Baru.............................................25

2.1.4. Inkarnasi.............................................................................................................30

2.2. Pengantar kepada Kitab I Petrus.................................................................................32

1.

2.

2.1.

2.2.

2.2.1. Penulis Kitab I Petrus........................................................................................32

2.2.2. Tempat dan Waktu Penulisan ......................................................................... 35

2.2.3. Maksud dan Tujuan Penulisan ........................................................................38

2.2.4. Latar Belakang Teks......................................................................................... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................................... 45

1.

2.
11

3.

3.1. Alasan Memilih Metode Penafsiran Historis Kritis................................................... 45

3.1.1. Sejarah dan Perkembangan Metode Penafsiran Historis Kritis...................45

3.1.2. Pengertian Historis Kritis................................................................................. 47

3.1.3. Alasan Memilih Metode Penafsiran Historis Kritis....................................... 53

3.2. Prinsip-Prinsip Penting Dalam Penafsiran Metode Historis Kritis........................ 54

BAB IV TAFSIRAN I PETRUS 3:18-20........................................................................ 61

1.

2.

3.

4.

4.1. Nats dan Kritik Nats......................................................................................................61

4.2. Kritik Bentuk................................................................................................................. 74

4.3. Kritik Sumber (Kritik Sastra)...................................................................................... 75

4.4. Tafsiran IPetrus 3:18-20............................................................................................... 80

4.5. Skopus............................................................................................................................. 97

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS DAN RELEVANSI................................................. 98

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................................... 109


12

DAFTAR SINGKATAN

I. Singkatan Alkitab

- Perjanjian Lama

Kej. = Kejadian

Kel. = Keluaran

Im. = Imamat
13

Bil. = Bilangan

Ul. = Ulangan

Yos. = Yosua

Hak. = Hakim-hakim

Rut. = Rut

1Sam. = 1Samuel

2Sam. = 2Samuel

1Raj. = 1Raja-raja

2Raj. = 2Raja-raja

1Taw. = 1Tawarikh

2Taw. = 2Tawarikh

Ezr. = Ezra

Neh. = Nehemia

Est. = Ester

Ayb. = Ayub

Mzm. = Mazmur

Ams. = Amsal

Pkh. = Pengkhotbah

Kid. = Kidung Agung

Yes. = Yesaya

Yer. = Yeremia

Rat. = Ratapan

Yeh. = Yehezkiel
14

Dan. = Daniel

Hosea = Hosea

Yl. = Yoel

Am. = Amos

Ob. = Obaja

Yun. = Yunus

Mi. = Mikha

Nah. = Nahum

Hab. = Habakuk

Zef. = Zefanya

Hag. = Hagai

Za. = Zakharia

Mal. = Maleakhi

- Perjanjian Baru

Mat. = Matius

Mrk. = Markus

Luk. = Lukas

Yoh. = Yohanes

Kis. = Lisah Para Rasul

Rm. = Roma

1Kor. = 1Korintus

2Kor. = 2Korintus
15

Gal. = Galatia

Ef. = Efesus

Fil. = Filipi

Kol. = Kolose

1Tes = 1Tesalonika

2 Tes. = 2 Tesalonika

1Tim. = 1Timotius

2Tim. = 2Timotius

Tit. = Titus

Fil. = Filemon

Ibr. = Ibrani

Yak. = Yakobus

1Ptr. = IPetrus

2Ptr. = 2Petrus

1Yoh = 1Yohanes

2Yoh = 2Yohanes

3Yoh. = 3Yohanes

Yud. = Yudas

Why. = Wahyu

II. Singkatan Umum

bnd. = Bandingkan

BPK = Badan Penerbit Kristen


16

dkk. = Dan kawan-kawan

ed. = Editor

hlm. = Halaman

HKBP = Huria Kristen Batak Protestan

lih. = Lihat

PL = Perjanjian Lama

PB = Perjanjian Baru

Peny. = Penyunting

PL = Perjanjian Baru

S. Th = Sarjana teologi

STT = Sekolah tinggi teologi

Vol. = Volume

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Alasan Memilih Judul


17

Keselamatan adalah anugerah Allah (Sola Gratia). Anugerah itu adalah bentuk

manifestasi kasih Allah kepada manusia, yang tidak didasarkan pada kelayakan atau usaha

manusia. Anugerah keselamatan Allah berlangsung di dalam diri Yesus, yaitu di dalam peristiwa

kematian-Nya. Ia menjadi sama dengan manusia dan mati untuk dosa-dosa manusia. Kematian

Kristus adalah keselamatan bagi manusia dari dosa-dosanya dan dari kuasa Iblis.1 Keselamatan

itu kita sambut melalui iman kita (Sola Fide) kepada Allah di dalam Kristus. Allah tidak

meminta “balasan” apa-apa dari kita atas anugerah keselamatan tersebut sekalipun sebenarnya

kita tidak layak untuk menerimanya (Ef. 2:8). Keselamatan tersebut merupakan satu-satunya,

jalan keselamatan yang berlaku bagi semua orang.2

Keselamatan Allah di dalam diri Yesus tidak hanya berlangsung dalam kematian Kristus

tetapi juga dalam kebangkitan. Kebangkitan Kristus sebagai bukti bahwa kematian tidak

berkuasa atas-Nya dan bahkan Ia mengalahkan kematian tersebut. Manusia tidak perlu lagi takut

menghadapi kematian, karena Kristus telah menaklukannya. Di dalam Yesus kita diselamatkan

dari dosa, dibebaskan dari kematian sehingga kita beroleh hidup kekal. Semua orang yang

percaya akan bertemu dan dipersatukan dalam kehidupan kekal. 3 Sebaliknya bagi mereka yang

tidak percaya akan binasa, baginya tidak berlaku pengampunan dan maut (kematian) tetap ada

padanya (Yoh. 3:36).

Yesus ber-inkarnasi (lahir) abad pertama Masehi, yaitu sekitar tahun 6 sM-4 M. Ia

memulai pelayanannya ketika Ia telah berumur tiga puluh tahun (Luk. 3:23), kemungkinan Ia

meninggal saat berumur tiga puluh tiga tahun. Pekerjaan-Nya kemudian dilanjutkan oleh para

1
Lih. Konfessi HKBP 1951 dan 1996, (Pearaja: Kantor Pusat HKBP 2013),132-133.
2
Millard J. Erickson, Christian Theology, (Michigan: Baker Books: A Division of Baker Book
House Company, 2001), 294.
3
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”: Turunnya Kristus ke dalam Kerajaan Maut
dalam Pengakuan Iman Rasuli, dalam Dari Disabilitas ke Penebusan: Potret Pemikiran Teolog-
Teolog Muda Indonesia, Peny. Ronal Arulangi, dkk, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 366.
18

Rasul setelah hari Pentakosta (turunnya Roh Kudus). Para Rasul memberitakan keselamatan

yang dikerjakan Allah di dalam diri Yesus (Injil).4

Tema pemberitaan Injil yang disampaikan oleh para Rasul ialah keselamatan di dalam

Kristus. Keselamatan itu mencakup keselamatan dari dosa, kematian dan hidup yang kekal.

Namun, jika inkarnasi Kristus terjadi pada abad pertama Masehi, lalu bagaimanakah nasib orang-

orang yang telah meninggal sebelum inkarnasi itu terjadi? Apakah mungkin tersedia bagi mereka

kesempatan? Mungkinkah bagi orang-orang yang telah menerima Injil untuk kemudian bertemu

dengan nenek moyang mereka yang meninggal sebelum inkarnasi di dalam kehidupan kekal?

Jejak para Rasul diikuti oleh Paulus setelah pertobatannya. Paulus memulai suatu

terobosan baru dalam penginjilan ketika itu, yaitu ia menginjili bagi bangsa-bangsa di luar

Yahudi. Jejak Paulus pun kemudian diikuti oleh para misionaris hingga Injil diterima oleh semua

bangsa termasuk tanah Batak pada tahun 1861.5 Berita keselamatan pun telah sampai ke tanah

Batak, namun bagaimanakah nasib mereka yang telah meninggal sebelum Injil sempat

diberitakan bagi mereka? Apakah mereka akan binasa?

Jika setiap orang yang percaya akan diselamatkan sedangkan yang tidak percaya akan

binasa tentulah ini terdengar kurang fair bagi mereka yang telah meninggal sebelum Inkarnasi

atau meninggal sebelum sempat mendengar Injil. Ini menjadi pergumulan bagi orang-orang yang

telah menerima Injil yang memiliki kerinduan untuk dapat bertemu kembali dengan orang tua,

atau moyangnya di kehidupan sesudah kematian. Mereka bergumul dan bertanya tentang

keselamatan nenek moyang mereka. Mereka pun memiliki keinginan untuk dapat bertemu

kembali dengan generasi mereka sebelumnya, yaitu generasi yang meninggal sebelum sempat

4
Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), 17.
5
Van den End dan Weitjens, Ragi Carita 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 181.
19

mendengar berita Injil. Maka timbullah keprihatinan akan masa depan mereka dalam kehidupan

sesudah kematian.

Alkitab menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara orang mati dan yang hidup (Pkh.

9:5-6). Alkitab juga menjelaskan bahwa setiap orang diselamatkan oleh imannya bukan iman

orang lain. Sehingga segala bentuk keprihatinan kepada orang yang telah mati adalah dosa dan

kesia-siaan. Dengan demikian terdapat kesulitan untuk menjelaskan bagaimana keselamatan

mereka yang telah meninggal sebelum inkarnasi Yesus dan meninggal sebelum sempat

mendengar Injil.

Sikap atau penjelasan tersebut sangat perlu bagi gereja, secara khusus HKBP sebagai

gereja Batak. Karena masyarakat Batak sangat menghormati dan menjunjung tinggi leluhurnya

sehingga setelah leluhurnya mati pun, mereka tetap menunjukkan rasa hormat dan

keprihatinannya pada roh leluhurnya. Masyarakat Batak berdoa, memberi makanan, dan

membuat kuburan yang bagus dan tinggi bagi leluhurnya. Sikap atau penjelasan terhadap hal ini

sangat perlu dan penting bagi mereka (HKBP), agar mereka tidak terkontaminasi oleh

kepercayaan mereka yang lama dan ajaran-ajaran kepercayaan lain yang melakukan bentuk-

bentuk keprihatinan akan keadaan dan keselamatan orang yang telah mati.6

Rasa keprihatinan terhadap orang mati dilakukan dengan tindakan-tindakan yang tidak

masuk akal. Mereka mencoba menunjukkan keprihatinannya kepada orang-orang yang telah mati

dengan memberi perhatian, seperti mendoakan, memberi makanan di kuburan, membuat kuburan

yang bagus, membuat kuburannya di tempat tinggi atau dibawah pohon “hariara”, atau

meletakkan pakaian, uang, sepatu atau peralatan mereka rasa dibutuhkannya di dunia orang mati.

Bahkan, gereja Mormon mempraktekan baptisan atas nama orang yang telah mati sebagai bentuk

6
Anicetus Sinaga, Allah Tinggi Batak Toba: Transendensi dan Imanensi (Yogyakarta: Kanisius,
2014), 152.
20

keprihatinan akan keselamatan orang mati tersebut. Tindakan ini dilakukan dengan harapan agar

orang yang telah mati tersebut dapat bertemu dan berkumpul dalam kehidupan sesudah

kematian.7

Untuk menemukan sikap dan penjelasan yang tepat atas masalah tersebut maka penulis

mencoba mencari landasan biblis yang tepat, yang dapat menjadi landasan dalam merespon

pertanyaan di atas. Dari penelusuran terhadap beberapa teks Alkitab maka penulis memberi

perhatian khusus pada teks IPetrus 3:18-20, karena teks ini menunjukkan adanya keprihatinan

dalam jemaat mula-mula akan keselamatan sanak mereka yang telah meninggal sebelum Injil

tiba.8

Situasi penerima dari surat IPetrus tidaklah jauh berbeda dengan keadaan umat yang

sekarang ini. Umat penerima surat IPetrus juga diam di tengah-tengah orang-orang yang berbeda

berkepercayaan dengan mereka. Jemaat penerima surat IPetrus ini juga menghadapi tantangan

iman yaitu penderitaan karena penganiayaan dari pemerintah dan dari orang-orang yang berbeda

kepercayaan dengan mereka. Jemaat penerima surat IPetrus dihibur dan dikuatkan melalui isi

surat tersebut, mereka diingatkan untuk setia sekalipun dalam penderitaan.9

Dalam surat ini penulisnya meminta pembaca suratnya untuk bersabar dalam penderitaan

karena Kristus, mereka diingatkan bahwa ada bagian atau hadiah yang akan mereka terima kelak

jika mereka kuat dan tetap setia di dalam imannya. Hadiah itu suatu bagian yang tidak dapat

binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu

(IPtr.1:4).

7
Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di luar Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2015), 366-368.
8
Manfred T. Brauch, Ucapan Paulus Yang Sulit, (Malang: Literatur SAAT, 2009), 184.
9
Wili Marxsen, Penghantar Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 288.
21

Penulis surat ini bersama dengan jemaat Kristen lainnya mengalami masa penderitaan

karena penganiayaan. Penganiayaan tersebut datang dari sekelompok orang bukan Kristen, juga

pemerintah dikarenakan mereka telah meninggalkan kepercayaan mereka yang lama dan

mengikut Yesus. Mereka diburu dan dianiaya agar mereka meninggalkan imannya kepada

Yesus. Oleh karena itu mereka diingatkan untuk tidak membalas dan bertahan dalam penderitaan

tersebut (IPtr. 3:16-17).

Surat IPetrus ini menyebutkan bahwa jemaat pembaca suratnya ialah orang-orang

pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia, yaitu orang-

orang yang dipilih, ekklesia (Gereja).10 Sehingga, surat ini mengandung maksud dan tujuan yang

lebih luas dan bersifat terbuka bagi semua orang-orang Kristen dimana pun berada.

Dalam surat IPetrus terdapat nats yang mengatakan bahwa Yesus menginjili roh-roh di

dalam penjara (IPtr. 3:18). Yesus menginjili ke dunia orang yang mati untuk memberikan

kesempatan bagi mereka, yang meninggal sebelum Inkarnasi Yesus dan bagi mereka yang

meninggal sebelum mengenal Injil karena Injil belum sempat dikhotbahkan baginya sehingga

mereka pun mendapat keselamatan. Teks ini dimungkinkan sebagai jawaban atas pertanyaan

bagaimana keselamatan mereka yang telah meninggal sebelum inkarnasi Yesus dan meninggal

sebelum sempat mendengar Injil.

Dengan demikian tidak ada lagi keraguan bagi orang percaya akan keselamatan yang

dianugerahkan Tuhan kepada mereka dan kepada semua orang secara universal. Oleh karena itu

tulisan ini akan diberi judul:

“Keselamatan Orang Yang Mati Sebelum Inkarnasi”

(Studi Hermeneutis terhadap IPetrus 3:18-20)

10
Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru,180.
22

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang melatarbelakangi penulisan skripsi ini ialah:

1. Bagaimana keselamatan orang-orang yang telah meninggal sebelum inkarnasi?

2. Bagaimana latar belakang konteks I Petrus 3:18-20 diperhadapkan dengan keselamatan

orang mati sebelum inkarnasi?

3. Bagaimanakah pandangan Gereja dalam menanggapi adanya keprihatinan jemaat akan

keselamatan nenek moyang mereka?

1.3. Tujuan

Tujuan tulisan ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan teks I Petrus 3:18-20.

2. Untuk menjelaskan tentang keselamatan orang yang mati sebelum Inkarnasi

3. Untuk memenuhi persyaratan lulus menjadi Sarjana Teologi.

1.4. Manfaat Penulisan

1. Relevansi tulisan ini akan menjawab pergumulan mengenai keselamatan nenek-nenek

moyang yang telah meninggal sebelum Injil sampai kepada mereka.

2. Tulisan ini akan meyakinkan kepercayaan orang Kristen bahwa ada peluang untuk

bertemu dan berkumpul bersama dengan nenek moyang kita di kehidupan selanjutnya.

3. Untuk membangun kesadaran jemaat bahwa Allah memperhatikan dan mempedulikan

orang yang mati. Kita tidak perlu menjadi prihatin dengan mendoakannya, meletakkan

makanan, membuat kuburan yang indah-indah.


23

1.5. Metode Penulisan

Metode yang akan digunakan penulis adalah metode dengan penelitian literatur yakni

penelitian buku-buku. Untuk mengulas teks I Petrus 3:18-20, penulis akan menggunakan metode

penafsiran historis kritis untuk mendapatkan pengertian yang asli dan mendasar dari maksud teks

tersebut.

1.6. Ruang Lingkup atau Skopus Tulisan

Tulisan ini memberi perhatian khusus pada teks I Petrus 3:18-20. Penulis akan meneliti

latar belakang konteks historis penulisan teks. Penafsiran teks akan diperhadapkan dengan

pertanyaan tentang keselamatan orang yang meninggal sebelum inkarnasi. Implikasinya akan

menjawab pertanyaan tentang keselamatan nenek moyang orang Batak yang telah meninggal

sebelum sempat mendengar Injil.

1.7. Hipotesa

Penelitian turunnya Yesus ke dunia orang mati memberi jaminan keselamatan kepada

semua orang, termasuk kepada orang-orang yang mati sebelum inkarnasi Yesus.

1.8. Sistematika Penulisan

Dalam rangka menyelesaikan tulisan ini maka penulis menggunakan sistematika sebagai

berikut:
24

BAB I PENDAHULUAN

1.9. Latar Belakang dan Alasan Memilih Judul

1.10. Rumusan Masalah

1.11. Tujuan

1.12. Manfaat Penulisan

1.13. Metode Penulisan

1.14. Ruang Lingkup atau Skopus Tulisan

1.15. Hipotesa

1.16. Sistematika Penulisan

BAB II KERANGKA TEORI

3.

4.

4.1. Etimologi dan Terminologi

3.

4.

4.1.

4.1.1. Keselamatan

4.1.2. Kematian

4.1.3. Dunia Orang Mati

4.1.4. Inkarnasi

4.2. Pengantar kepada Kitab I Petrus


25

3.

4.

4.1.

4.2.

4.2.1. Penulis Kitab I Petrus

4.2.2. Tempat dan Waktu Penulisan

4.2.3. Maksud dan Tujuan Penulisan

4.2.4. Latar Belakang Teks

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

4.

5.

6.

6.1. Alasan Memilih Metode Penafsiran Historis Kritis

6.2. Prisnsip-Prinsip Penting Dalam Penafsiran Metode Historis Kritis

BAB IV TAFSIRAN I PETRUS 3:18-20

5.

6.

7.

8.

8.1. Nats dan Kritik Nats

8.2. Kritik Bentuk


26

8.3. Kritik Sumber (Sastra)

8.4. Tafsiran IPetrus 3:18-20

8.5. Skopus

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS DAN RELEVANSI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II

KERANGKA TEORI

1.

2.

2.1. Etimologi dan Terminologi

5.

6.

6.1.

2.1.1. Pengertian Umum Keselamatan

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia11 kata keselamatan berasal dari kata selamat

yang berarti terpelihara dari bencana, terhindar dari bahaya, aman sentosa, sejahtera, sehat,

beruntung atau berhasil. Kata selamat juga diartikan sebagai doa yang mengandung harapan

Kata “selamat” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga, peny. W.J.S.
11

Poerwadarminta, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 1058.


27

supaya sejahtera, ucapan yang mengandung harapan yang biasa digunakan untuk persalaman.

Kata selamat adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan hal atau situasi yang

bahagia, aman, selamat dan sejahtera.12

1.

2.

2.1.

2.1.1.

2.1.1.1. Keselamatan Menurut Perjanjian Lama

Perjanjian Lama menggunakan kata yhiÞ['Wvy> (yesyua) untuk menjelaskan

istilah selamat atau keselamatan. Yesyua diterjemahkan dengan pertolongan, keselamatan (Kel.

14:13) yang mengacu pada keselamatan yang dari Allah (Kej. 49:18, 1Sam. 2:1). 13 Kata Yesyua

sendiri memiliki akar kata yang sama dengan nama Yesus, yang menjelaskan Yesus sebagai

penyelamat manusia dari dosa (Mat. 1:21, Luk. 19:10, Yoh. 4:42).14

Pada masa sebelum pembuangan kata selamat ditransliterasikan dengan kata

y['vWhy> (Yehosyua) yang menunjuk pada Yosua dalam Perjanjian Lama yang

menyelamatkan orang Israel menggantikan Musa. Pada masa sesudah pembuangan kata

12
Kata “selamat”, dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II (M-Z), peny. D. J. Douglas,
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2000), 375.
13
Fohrer, “σωτήρ” dalam Theological Dictionary of the New Testament Vol. VII, Gerhard
Friedrich, (ed.), (Michigan: WM.B. Eerdmans Publishing Company), 1013.
14
Kata “selamat” dalam Kamus Alkitab: A Dictionary of The Bible, peny. W.R.F. Browning,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011) 199.
28

“selamat” ditransliterasikan dengan kata yhiÞ['Wvy> (Yesyua) yang mengarah pada

keselamatan yang dari Allah di dalam diri Mesias yang akan datang.15

Perjanjian Lama juga menggambarkan keadaan yang selamat menggunakan kata

~Alåv. (Shalom). Shalom diterjemahkan menjadi selamat, keutuhan, damai, perdamaian dan

damai sejahtera (Yer. 12:5, Mzm. 122:6, 1Sam. 1:17). 16 Kata Shalom menjelaskan keadaan yang

selamat, tenang, damai, tidak ada perang atau bahaya kelaparan. Septuaginta menerjemahkan

kata Shalom dengan kata soter (Kej. 26:31, 41:16). Shalom juga diterjemahkan dengan kata

eirene dalam bahasa Yunani yang berarti kedamaian atau keselamatan yang dianugerahkan

Allah.17 Kata Shalom menjelaskan istilah keselamatan dalam bentuk situasi atau keadaan yang

selamat atau baik (good condition, safe) sedangkan kata Yesyua menjelaskan selamat dalam

bentuk kata kerja.18

Perjanjian Lama cenderung menjelaskan konsep mengenai keselamatan yang bersifat

fisik atau jasmani, misalnya hidup sejahtera, damai, makmur, keselamatan dari bahaya atau

musuh. Keselamatan dipahami sebagai anugerah yang disediakan Allah baik secara langsung

maupun tidak langsung. 19


Keselamatan yang disediakan secara langsung oleh Allah adalah

dimana Allah yang secara langsung memberikan keselamatan tanpa perantara sedangkan

15
Foester, “ihsouj” dalam Teological Dictionary of New Testament Vol. III, Gerrard Kittel,
(Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing, 1967), 284-285.
16
Kata “~Alåv” dalam Kamus Ibrani-Indonesia: Perjanjian Lama, (Peny.) Reinhard Achenbach,
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2012), 143, 343.
17
Stendebach, “sWlV” dalam Teological Dictionary of Old Testament Vol. XV, G. Johannes
Botterweck, dkk, (Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing), 20.
18
Stendebach, “sWlV” dalam TDOT Vol. XV, 26.
19
Wismoady Wahono, Disini kutemukan: petunjuk mempelajari dan mengajarkan Alkitab
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 110. Dan Gustave Friedrich Oehler, Theology of the Old
Testament (Michigan: grand Rapids, 1883), 75.
29

keselamatan yang disediakan Allah secara tidak langsung ialah dimana keselamatan itu

dikerjakan Allah melalui perantara, seperti Bapa-bapa leluhur, Hakim, Raja, dan Nabi.

Sejarah keselamatan Allah pada bangsa Israel dimulai dengan pemanggilan bapa leluhur

Abraham. Pada peristiwa pemanggilan Abraham, Allah hendak menyatakan kasih dan

penyertaan-Nya. Penyataan kasih dan penyertaan-Nya kepada Abraham berlangsung secara terus

menerus hingga kepada keturunannya. Ia memilih Abraham dan keturunannya untuk menjadi

berkat bagi segenap kaum di bumi.20

Pada peristiwa keluaran tampak wujud nyata penyertaan Allah kepada umat Israel

sebagai keturunan Abraham (bnd. Kej. 12:1-3). Janji Allah kepada Abraham bahwa Allah akan

membuat dirinya menjadi bangsa yang besar, juga berlangsung melalui peristiwa keluaran.

Sejarah keselamatan Allah berlanjut dalam peristiwa keluarnya bangsa Israel dari Mesir.21 Istilah

selamat pada peristiwa keluaran menggunakan sejumlah kata kerja yang digunakan untuk

menyatakan perbuatan Allah yang meluputkan, menyelamatkan, melepaskan, membebaskan,

bahkan menebus mereka dari perbudakan di tanah Mesir, yakni dari negeri yang disamakan

dengan suatu rumah di mana umat Israel menderita. 22

Credo orang Israel mengakui Allah sebagai penyelamat. Hal ini tampak dalam credo

sejarah keselamatan mereka, sebagai berikut:

“Bapaku dahulu seorang Aram, seorang pengembara. Ia pergi ke Mesir dengan

sedikit orang saja dan tinggal di sana sebagai orang asing, tetapi di sana ia

menjadi suatu bangsa yang besar, kuat dan banyak jumlahnya. Ketika orang

Mesir menganiaya dan menindas kami dan menyuruh kami melakukan pekerjaan

20
C. Barth dan Marie C. B. Frommel, Teologi Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2013), 134.
21
C. Barth, Teologi Perjanjian Lama 1, 135.
22
C. Barth, Teologi Perjanjian Lama 1, 134.
30

yang berat, maka kami berseru kepada TUHAN, Allah nenek moyang kami, lalu

TUHAN mendengar suara kami dan melihat kesengsaraan dan kesukaran kami

dan penindasan terhadap kami. Lalu TUHAN membawa kami keluar dari Mesir

dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung, dengan kedahsyatan yang

besar dan dengan tanda-tanda serta mujizat-mujizat. Ia membawa kami ke tempat

ini, dan memberikan kepada kami negeri ini, suatu negeri yang berlimpah-limpah

susu dan madunya.” (Lih. Ul. 26:5-9)

Karena kasih setia-Nya Allah memilih Israel sebagai umat perjanjian. Dalam kesetiaan Ia

memelihara perjanjian tersebut bahkan ketika Israel tidak setia, dan semua itu dimungkinkan

karena anugerah-Nya. Anugerah itu tidak dapat dibatasi dalam keadaan apapun dan dalam

persfektif apapun.23 Umat Israel menyadari bahwa mereka memerlukan anugerah itu karena

semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak

(Mzm. 14:3). Maka umat diminta untuk merespon anugerah tersebut dengan percaya atau

beriman. Iman umat tersebut adalah sebagai respons atas anugerah yang mereka telah terima.24

Melalui keselamatan yang dilakukan Allah itu menjadikan umat Israel menjadi milik

Allah. Tindakan Allah itu membebaskan Israel dari takut. Rasa takut terhadap manusia diganti

dengan percaya dan takut kepada Tuhan. Sejarah Keselamatan Allah atas umat Israel terus

berlanjut hingga ke Perjanjian Baru. Janji Allah kepada Abraham, yaitu melalui keturunannya

semua bangsa akan mendapat berkat, terealisasi dalam diri Yesus. Yesus menjadi berkat

keselamatan bagi bangsa Israel dan bagi seluruh bangsa-bangsa. 25

23
C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 43.
24
Yongky Karman, Bunga rampai teologi perjanjian lama: dari kanon sampai dosa (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2007), 137.
25
C. Barth, Teologia Perjanjian Lama 1, 142.
31

Menurut C. Barth, keselamatan itu berasal dan dilakukan oleh Allah, sehingga Allah

menjadi pahlawan26. Sedangkan kata shalom berarti tindakan Allah untuk keselamatan manusia

menuju damai sejahtera. Keselamatan yang dikerjakan oleh Allah itu membawa keadilan dan

kegembiraan serta menjadikan manusia mendapat hidup sejahtera dan tidak perlu merasa takut.

Shalom adalah pemberian Allah sebagai damai sejahtera yang sempurna (Maz. 85), berhubungan

dengan perjanjian Allah (Yos. 9:15; 1 Raja 5:26), dan bersifat pengharapan damai sejahtera

Allah (eskatologis).27

Keselamatan adalah wujud nyata dari kasih Allah kepada manusia melalui bapa leluhur,

yang berkesinambungan hingga kepada keturunannya. Keselamatan itu tidak hanya mencakup

masalah-masalah kesejahteraan secara jasmani tetapi juga masalah rohani. Allah membebaskan

manusia dari apa saja yang membuatnya menderita sengsara lahir batin: maut, perbudakan,

penindasan, pembuangan.28 Wujud nyata dari keadaan manusia yang selamat (yesyua) disebut

dengan keadaan damai sejahtera (Shalom). Dalam arti absolut, Shalom mencakup segala sesuatu

yang berupa kebahagiaan manusia seluruhnya dan seutuhnya, baik yang rohani maupun jasmani,

baik sebagai orang perorangan maupun sebagai persekutuan (Kel. 18:23; Hak. 8:9; 11:31),

bahkan seluruh alam di sekitarnya ikut dan termasuk dalam keadaan bahagia itu (Hos. 2:20; Yes.

11:6-9).29

2.1.1.2. Keselamatan menurut Perjanjian Baru

26
C. Barth, Teologia Perjanjian Lama 1, 121.
27
Stendebach, “sWlV” dalam TDOT Vol. XV, 402-406.
28
Th.C.Vriezen, Agama Israel Kuno (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003),130.
29
C. Barth, Theologia Perjanjian Lama 1, 145.
32

Perjanjian Baru menggunakan kata soter untuk menjelaskan istilah keselamatan.

Foerster30 menjelaskan bahwa kata soter mengacu pada keselamatan yang dikerjakan Mesias.

Soter diartikan sebagai perlindungan dan tindakan atau hasil dari pembebasan atau pemeliharaan

dari bahaya atau penyakit, mencakup keselamatan, kesehatan dan kemakmuran. Istilah soter

dalam Perjanjian Baru digunakan untuk menyebut perbuatan Allah (Luk. 1:47, 1Tim. 1:1, Tit.

1:3) dan untuk menyebut Yesus sebagai soter atau yesyua (penyelamat).

Dalam Perjanjian Baru selain kata soter atau soteria, ada kata yang lain yang juga

digunakan untuk menjelaskan istilah keselamatan, seperti:

 kata kerja: yang berarti mengembalikan atau

memulihkan kepada keadaan semula dan memulihkan keadaan secara keseluruhan.

Dalam pengertian non-religius kata ini dapat berarti mengembalikan apa yang sudah

dipinjam, pemulihan seseorang yang baru sakit.31

 Katalassw artinya memperdamaikan (Rm. 5:8-11, 2Kor. 5:18-20).32 Dalam Perjanjian

Lama kata yang digunakan adalah Syuv yang artinya berbalik, mengembalikan,

merubah atau memulihkan.33 Dalam kata ini, keselamatan dipahami sebagai

pendamaian manusia dengan Allah oleh Yesus.

 sebagai istilah bagi penebusan (Rm. 3:23-24;8:23). Dalam

Pendamaian yang dilakukan Allah ini tidak terlepas dari penebusan dengan harga

penebusan yaitu darah Yesus. diterjemahkan sebagai pembebasan

30
Foerster, “σωτήρ” dalam Theological Dictionary of the New Testament Vol. VII, 1015-1016.
31
Colin Brown, The New International Dictionary Of New Testament Jilid III, (Exeter, Davon
U.K: The Paternoster Press, 1978), 146-147.
32
Donald Guthtrie, Teologi Perjanjian Baru 2, (Jakarta: BPK, Gunung Mulia, 1996), 109-111.
33
Colin Brown, The New International Dictionary Of New Testament Jilid III, 146.
33

tubuh kita. Kristus yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan

kita dari segala kejahatan. Pemberian diri Kristus adalah sebagai harga tebusan.34

 Agorazw berkaitan dengan istilah dalam perdagangan yaitu membeli suatu barang

dengan uang pembayaran tebusan (pengganti) atau pembebasan setelah uang tebusan

diterima. Seorang hamba juga sering diperjualbelikan di pasar dengan harga yang

harus lunas dibayar dan seorang hamba harus menjadi pelayan bagi orang yang telah

membelinya dengan harga yang lunas. Cakupan dari pemahaman ini jugalah yang

diterapkan dalam pekerjaan penyelamatan Kristus yaitu menebus umat yang sedang

diperhamba oleh dosa dan kuasa duniawi (IKor. 6:19-20; 7:22-23).35

Konsep keselamatan yang dipahami secara umum di dalam Perjanjian Baru adalah

keselamatan yang bersifat moral dan spiritual. Perjanjian Baru menggambarkan Allah yang

mengerjakan keselamatan secara langsung di dalam kematian dan kebangkitan Yesus (Rom.

6:10). Melalui kematian dan kebangkitan Yesus, manusia diperdamaikan dengan Allah (Rom.

5:10), dan yang percaya akan bebas dari kuasa dosa dan beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16).

Konsep keselamatan dalam Perjanjian Baru ialah keselamatan yang bersifat spiritual

yaitu kebebasan dari dosa, bukan keselamatan atau kebebasan dari jajahan Roma sebagaimana

pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama yang dipahami sebagai keselamatan yang bersifat

jasmani atau fisik, dimana Mesias digambarkan sebagai penyelamat yang membebaskan bangsa

Yahudi dari jajahan atau perbudakan Roma (mesias rajani atau politis).36

Perjanjian Baru menjelaskan bahwa pengharapan bangsa Yahudi akan kedatangan Mesias

dalam Perjanjian Lama telah tergenapi di dalam diri Yesus. Yesus menjadi pembebas manusia

34
Donald Guthtrie, Teologi Perjanjian Baru 2, 98-99.
35
Donald Guthtrie, Teologi Perjanjian Baru 2, 100-101.
36
S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia),
160.
34

dari dosa, pendamai manusia dengan Allah, dan memberikan hidup kekal bagi mereka yang

percaya. Yesus menyandang jabatan ke-Mesias-an yaitu sebagai raja (pembebas), imam

(pendamaian dengan Allah), dan nabi (tawaran hidup kekal).37

Dari uraian di atas terlihat bahwa konsep keselamatan di Perjanjian Baru berpusat pada

diri Yesus sebagai sang soter. Allah mengerjakan keselamatan di dalam diri Yesus atas

inisiatifnya sendiri. Keselamatan itu Ia berikan sebagai anugerah cuma-cuma (Sola Gratia). Di

dalam iman kepercayaan akan keselamatan yang Yesus lakukan, semua orang percaya benar-

benar menerima keselamatan itu dan sedang menikmatinya, sebab iman merupakan sebagai

sarana untuk merasakan anugerah keselamatan Allah.

1.

2.

2.1.

2.1.1.

2.1.2. Pengertian Umum Kematian

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kematian berasal dari kata

mati yang berarti sudah hilang nyawanya, tidak hidup lagi. 38 Kematian hanya terjadi pada

mahkluk yang hidup. Ketika mahkluk hidup tersebut mati maka ia tidak hidup atau kehilangan

kesadaran, tidak lagi memiliki kemampuan dan tidak bisa berinteraksi dengan orang hidup.

37
S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, 162.
38
Kata “selamat” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 753-754.
35

Kematian adalah akhir dari kehidupan, yaitu matinya nyawa dalam organisme biologis.

Semua makhluk hidup pada akhirnya mati secara permanen, baik dari penyebab alami seperti

mati karena sudah tua dan penyebab tidak alami seperti penyakit dan kecelakaan. Setiap orang

tidak tahu bagaimana rasa kematian hingga orang itu mengalami sendiri kematian itu.

Kemungkinan kematian itu adalah hal yang menyenangkan, atau bisa saja itu hal yang paling

mengerikan.

1.

2.

2.1.

2.1.1.

2.1.2.

2.1.2.1. Kematian dalam Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian Lama ada dua kata yang digunakan untuk menjelaskan tentang

kematian:

a. kata mawet (‫ )תומ‬artinya kematian. Kematian dipandang sebagai akhir kekuasaan

alami manusia, putusnya hubungan kasih Yahweh. Kematian berarti akhir atau

kesudahan dari keberadaan seseorang (2Sam. 12:15; 14:14). Manusia diciptakan dari

tanah dan mereka akan kembali menjadi debu (Kej. 3:19).

b. Kata gawa ([+w"g)) artinya menghembuskan nafas terakhir (Mzm. 104:29b,

Ayub 34:14-15).39 Dalam Perjanjian Lama kematian berarti akhir kesudahan dari

Walter A. Elwell (ed.), Theological Dictionary Of the Bible, (Michigan: Baker Books-Grand
39

Rapids,1984), 142-144.
36

keberadaan seseorang (2 Sam. 12:15; 14:14). Manusia diciptakan dari tanah dan

mereka akan kembali menjadi debu (Kej. 3:19).

Dalam Perjanjian Lama kematian berarti akhir kesudahan dari keberadaan seseorang

(2Sam. 12:15; 14:14). Perjanjian Lama memandang kematian adalah hal yang wajar yang harus

dilalui dalam hidup sebagai manusia yang berdosa (bnd. Mzm. 14:2). Kematian dalam konsep

pemahaman Perjanjian Lama ialah kematian jasmani atau badani yang kembali menjadi debu

tanah karena tubuh jasmani manusia berasal dari debu tanah (Kej. 3:19) sedangkan roh atau

jiwanya akan pergi ke tempat perhentian sementara (Sheol).40

2.1.2.2. Kematian dalam Perjanjian Baru

Perjanjian Baru menggunakan kata thanatos untuk menjelaskan istilah kematian. Konsep

thanatos dalam pemahaman Yunani bukanlah akhir dari eksistensi manusia, melainkan hanya

akhir dari tubuh jasmaninya saja. Eksistensi atau roh manusia yang mati akan menuju Hades.

Tubuh dianggap sebagai kurungan penjara bagi jiwa. Kematian menjadi proses bebasnya jiwa

dari penjara tubuh.41

Di dalam PB, kematian disebut thanatos (θάνατος). Banyak orang memahami bahwa

kematian adalah berakhirnya keberadaan manusia sebagai fenomena alami

ketidakkonsistenannya terhadap hidup (zoe).42 Menurut pemahaman orang Yunani modern,

θάνατος43 bukanlah akhir dari keberadaan manusia melainkan perpindahan pada tingkat yang

40
James Denney, The Death of the Christ, (London: The Tyndale Press, 1973), 548.
41
Bultmann, qa.na,toj, dalam Teological Dictionary of the New Testament, (Michigan: Wm. B.
Eerdmans Publishing Company, 1967), 8.
42
Rudolf Bultmann, dkk., Life and Death, (London: Adam & Charles Black, 1965), 31.
43
Dalam legenda Yunani, thanatos (θάνατος) adalah seorang pribadi sebagai penjelmaan dari
kematian. Thanatos adalah anak dewa Nyx (night, malam) dan Erebus (dark, kegelapan) yang
merupakan saudara kembar dari Hypnos (sleep, tidur). Pada awal legenda ini, thanatos dirasa
37

berbeda dimana orang yang meninggal mengalami sebuah keberadaan yang berupa bayang-

bayang di hades (άδης).44 Teori umum dari proses kematian adalah kelepasan jiwa dari badan, 45

sehingga tubuhnya kembali ke tanah dan jiwanya pindah ke hades. Hades merupakan tempat

orang meninggal yang merupakan suatu tempat yang tidak kelihatan.46

Konsep Thanatos dalam Perjanjian Baru47:

- Thanatos diartikan sebagai kematian yang akan dialami oleh semua manusia,

dianggap sebagai hal yang menakutkan.

- Kematian sebagai konsekuensi dan hukuman dari dosa (Rom. 6:23).

- Kematian manusia secara fisik bukanlah akhir. Setelah mengalami kematian manusia

akan melalui penghakiman oleh Kristus (Ibr. 9:27), apakah ia akan dibangkitkan atau

mengalami penyiksaan di neraka akan ditentukan oleh penghakiman tersebut.

Sehingga kematian yang dialami manusia di bumi akan dianggap sebagai tidur

sementara.

- Kematian sebagai penghancur kekuatan manusia, tetapi Tuhan melalui Kristus lah

yang menghancurkan kematian. Kristus yang mengalahkan kematian (II Tim. 1:10),

kematian dan kebangkitan merupakan bentuk komplit dari keselamatan yang

dilakukan Yesus.

sebagai figur tentara yang menyandang pedang dengan berjanggut dan berwajah garang.
Kedatangannya ditandai dengan bencana dan kedukaan. Pada masa selanjutnya, pemahaman
terhadap thanatos berubah yaitu thanatos dilihat sebagai perpindahan dari hidup ke kematian
yaitu suatu tempat yang lebih menyenangkan. Thanatos menjadi dipandang sebagai seorang
anak muda sehingga banyak peti mati masyarakat Roma berukirkan thanatos yang adalah
seorang anak kecil yang bersayap seperti malaikat. Lih. http://en.wikipedia.org/wiki/Thanatos
(dikunjungi 05 Mei 2017).
44
Bultmann, qa.na,toj, dalam Teological Dictionary of the New Testament, 8.
45
Louis H. Gray, Death and Disposal, dalam James Hastings, (ed.) Encyclopaedia of Religion
and Ethics, (New York: Charles Scribner’s Sons, 1955), 415.
46
Alexander Souter, A Poket Lexicon to The Greek New Testament, (London: Oxford University
Press, 1916), 6.
47
Bultmann, qa.na,toj, dalam Teological Dictionary of the New Testament, hal. 15-19.
38

Manusia sudah pada kodratnya menjalani hidup di dunia mulai dari lahir sampai mati. Ia

harus menerima kodrat ini sebagai suatu kenyataan dalam hidupnya. Suatu waktu ia lahir, suatu

waktu lain ia pasti akan mati (lih. Pengk. 3:1-2). Kematian merupakan suatu ajal yang tidak

dapat dielakkan. Kematian merupakan suatu realitas yang harus dihadapi oleh setiap manusia.

Sebagaimana ia menerima kelahiran, maka ia juga harus menerima kematian. Kematian adalah

misteri, sesuatu yang belum dimengerti manusia, suatu pengalaman yang tidak dapat terjajaki. 48

Bagaimana manusia bisa mati dan bagaimana (kemana) manusia setelah mati adalah misteri

utama dari kematian.

Konsep dan pemahaman tentang kematian di beberapa kebudayaan dan kepercayaan

cukup beragam, misalnya ada kelompok The Scientic Revolution yang meyakini adanya

kekekalan (immortaliy) dan kematian adalah musuh. Melalui pengetahuan dan teknologi medis

kematian dapat ditunda dan dilawan.49 Kepercayaan Asyur-Babilonia menyakini bahwa manusia

diciptakan untuk melayani dewa, dan memberikan pengharapan bagi manusia tentang adanya

hidup bahagia setelah kematian.50Juga banyak pemahaman dan konsep kematian berdasarkan

budaya dan kepercayaan lainnya.

Kekristenan sendiri memahami konsep kematian berdasarkan apa yang tertulis di dalam

Alkitab. Melalui Alkitab kita mengetahui bahwa:51

 Manusia dicipta oleh Allah dari debu tanah dan manusia diberi nafas hidup (dalam

bahasa Ibrani disebut nefesy yang memiliki arti sama dengan ruakh, yaitu napas atau

roh). (Kej. 2:7)

48
Gladys Hunt, Pandangan Kristen Tentang Kematian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 1,
7.
49
Lloyd R. Bailey, Biblical Perspectives on Death, (Philadelpia: Fortress Press, 1979), 3.
50
Lloyd R. Bailey, Biblical Perspectives on Death, 17.
51
Kata “Kematian” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Peny. L.L. Moris, (Jakarta: Inter-
Varsity Press, 1995), 35.
39

 Pada saat mati, tubuh jasmani manusia menjadi debu tanah dan rohnya kembali pada

Allah. (Kej. 3:19, Pkh. 12:7).

 Sesudah itu akan ada penghakiman yang adil dari Allah. (Ibr. 9:27,  Pkh. 11:9, Pkh.

12:14).

 Penghakiman itu terjadi pada akhir zaman. Mereka yang percaya kepada Yesus akan

dibangkitkan dan beroleh hidup yang kekal, bagi yang tidak percaya akan beroleh

penghukuman yang kekal. (Dan. 12:2, Yoh. 6:40, Yoh.11:25, Why. 20:11-16).

1.

2.

2.1.

2.1.1.

2.1.2.

2.1.3. Dunia Orang Mati

1.

2.

2.1.

2.1.1.

2.1.2.

2.1.3.

2.1.3.1. Dunia Orang Mati dalam Perjanjian Lama

Konsep Sheol (lAa)v.) dalam Perjanjian Lama diartikan sebagai bagian kematian itu

sendiri (Kej. 42:38, Mzm. 18:5, 86:13). Kematian tidak menghilangkan keberadaan seseorang,
40

tetapi masih tetap ada dalam tempat lain yang disebut dengan Sheol.52 Sheol dalam Perjanjian

lama dipahami sebagai dunia atau tempat bagi orang yang telah mati. Septuaginta menggunakan

kata Hades dan thanatos untuk menerjemahkan kata Sheol. 53

Sheol dianggap sebagi tempat yang dalam (place in the depths). Dalam konsep Perjanjian

Lama, Sheol dianggap sebagai dunia orang yang telah mati, yang berada di tempat yang dalam

sebagai dunia bawah atau neraka (underworld). Roh-roh orang yang mati masuk dalam dunia

kegelapan yang sunyi (Ayb. 10:21). Tempat tersebut tertutup dengan pintu gerbang dan terkunci

(Ayb. 38:17) dan siapa yang berada di tempat tersebut tidak dapat kembali atau keluar (Ayb. 7:9,

16:22). Di dunia orang mati tersebut tidak ada yang bekerja dan mereka tidak sadar (Pkh. 9:10).

Sheol digambarkan sebagai tempat terbawah dan sering dibandingkan dengan surga (samayim)

sebagai tempat tertinggi (Ayb. 11:8; Mzm. 139:8).54

Konsep Pemahaman Sheol dalam Perjanjian Lama ada empat (4), yaitu:55

1. Jauh dari Yahweh.

Konsep Sheol awalnya dipahami orang Israel adalah sebagai kematian itu sendiri atau

tempat abadi bagi orang yang telah mati. Tubuh menjadi tanah dan roh kembali kepada Allah

(Kej. 3:19, Pkh. 12:7). Perjanjian Lama awalnya belum mengenal konsep dunia orang mati dan

konsep kebangkitan belum dikenal. Bangsa Israel berbeda dengan bangsa-bangsa di sekitar

mereka yang lebih dulu mengenal konsep dunia orang mati dan memiliki keyakinan bahwa

dalam dunia orang mati yang mereka pahami terdapat penguasanya atau dewanya. Misalnya

bangsa Ugarit, nama dewa nerakanya ialah Mot.

52
Don Fleming, Bible Knowledge Dictionary, (England: England Scripture Press,1990), 403.
53
Wachter “‫ ”שאול‬dalam G. J. Botterwick, dkk, Teological Dictionary of the Old Testament,
(Michigan: Wm.B. Eerdmans Publishing, 1976), 241.
54
Wachter “‫ ”שאול‬dalam TDOT, hal. 242.
55
Wachter “‫ ”שאול‬dalam TDOT, hal. 246-248.
41

Setelah zaman pembuangan dan Helenistik, barulah kemudian bangsa Israel mengenal

adanya konsep kebangkitan (anastasis) yang dipengaruhi oleh pemahaman bangsa sekitarnya,

juga terutama pengaruh nubuatan para nabi tentang kedatangan Mesias yang menyelamatkan,

Mesias yang rajani dan imami. Apokaliptik Yahudi memahami bahwa Mesias akan datang

menyelamatkan manusia, di mana dosa telah dihapuskan dan kematian tidak lagi mempunyai

kekuatan. Ada harapan tentang kebangkitan (Yes. 26:19, Dan. 12:2).56 Setelah mengenal konsep

kebangkitan, maka kematian dapat diatasi. Perjanjian Lama kemudian memahami adanya dunia

sementara bagi orang yang telah mati sebagai ruang tunggu pada masa penghakiman. Perjanjian

Lama juga menjelaskan bahwa Yahweh berkuasa atas dunia orang mati (1Sam. 2:6; Ayub 26:6;

Maz. 139:8; Am. 9:2).

2. Pembuangan ke dunia orang mati sebagai hukuman.

Hukuman bagi orang yang menentang Allah ialah akan dibuang ke dunia orang mati.

Pembuangan ke dunia orang mati bukanlah sebagai puncak akhir dari hukuman tetapi menjadi

tempat sementara menunggu hari penghakiman. Semua orang akan masuk ke dalam Sheol baik

yang benar atau berdosa menunggu hari penghakiman. (Dan. 12:2).

3. Ketakutan dari Sheol dan Pembebasan dari Sheol.

Dunia orang mati digambarkan sebagai tempat orang mengalami derita dan memohon

kelepasan. Mereka terkunci di dunia tersebut (Maz. 88:4). Hanya Yahweh yang dapat

menyelamatkan mereka dari dunia orang mati tersebut (Maz. 30:4).

56
S.M. Siahaan, Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, 145.
42

4. Kekuatan Yahweh melebihi kuasa Dunia orang mati.

Yahweh berkuasa menurunkan orang ke dunia orang mati dan ia berkuasa untuk

mengangkat orang dari dunia tersebut (I Sam. 2:6). Sheol atau dunia orang mati ada dalam kuasa

atau genggaman Yahweh.

2.1.3.2. Dunia Orang Mati dalam Perjanjian Baru

1.

2.

2.1.

2.1.1.

2.1.2.

2.1.3.

2.1.3.1.

2.1.3.2.

2.1.3.2.1. Hades

Perjanjian Baru menggunakan kata Hades untuk menjelaskan dunia orang mati. Hades

memiliki pemahaman yang sama dengan Sheol yang menggambarkan dunia orang mati yang

terletak di bawah laut.57 Istilah lain yang digunakan ialah, Abussos yang digambarkan sebagai

dunia orang mati dan tempat hukuman penjara bagi roh-roh yang tidak taat.58

57
Joachim Jeremias “άbussoj” dalam Teological Dictionary of the New Testament Vol.I,
(Michigan: WM.B. Eerdmans Publishing, 1976), 146.
58
Joachim Jeremias “άbussoj” dalam TDOT, 9.
43

Dalam mitologi Yunani, Hades dikenal sebagai penguasa dunia bawah. Dunia bawah atau

dunia Hades adalah tempat tinggal roh orang mati yang suram dan berkabut. Dunia ini terbagi

menjadi beberapa bagian, yaitu:59

 Elisium: sebagai tempat untuk roh pahlawan dan orang suci.

 Padang Asphodel: sebagai tempat bagi roh orang-orang yang jumlah kebaikan dan

kejahatan semasa hidupnya hampir setara. Penghuni padang Asphodel mendapat

kebahagian abadi. Tempat ini dipenuhi oleh bunga Asphodel, makanan favorit roh.

 Tartaros: sebagai tempat yang digunakan untuk mengurung beberapa mahkluk yang

membahayakan para dewa. Tartaros juga menjadi tempat untuk mengurung para

manusia yang telah melakukan kejahatan besar bagi kepada dewa maupun kepada

sesama manusia. Tartaros juga dikenal sebagai tempat yang suram dan mengerikan

yang juga sebagai tempat penyiksaan dan penderitaan.

Konsep Hades dalam mitologi Yunani kemudian diadopsi dalam konsep dunia orang mati

dalam Perjanjian Baru. Kemudian konsep pemikiran tentang dunia orang mati mengalami

perkembangan yang disebabkan pengaruh:60

a) Nubuatan mesianik oleh para nabi.

Melalui nubuatan ini konsep kebangkitan menjadi dikenal. Sheol dipercaya sebagai

tempat persinggahan untuk orang yang akan dibangkitkan (Yes. 26:19).

b) Pengaruh Babilonia, Persia dan Yunani.

Di bawah pengaruh Babilonia, Persia dan mitologi Yunani konsep dunia orang mati

dipahami sebagai akibat dari hidup sebelumnya. Orang benar akan dibangkitkan sedangkan

59
Lih. http:id//.m.wikipedia.org/wiki/Hades (dikunjungi 10 Mei 2017).
60
Joachim Jeremias “άbussoj” dalam TDOT, 47.
44

orang yang tidak benar atau berdosa akan mati selamanya. Dalam dunia orang mati dipahami

adanya pemisahan tempat untuk orang benar dan orang yang tidak benar (Luk. 16:23,26).

Tempat orang benar disebut Firdaus (Luk. 23:43). Sheol atau Hades sebagai tempat orang

berdosa.61

c) Pertemuan dengan Yahudi Diaspora.

Pada masa awal memasuki Palestina setelah pembuangan, orang Yahudi yang tinggal di

Palestina bertemu dan berinteraksi dengan Yahudi Diaspora dari pembuangan. Interaksi ini

memberikan beberapa perubahan pemahaman, termasuk tentang pemahaman dunia orang mati.

Dunia orang mati dalam konsep Yahudi dipercayai sebagai tempat kebahagian abadi setelah

kematian bagi jiwa yang saleh, yang menantikan kebangkitan mereka. Dunia orang mati juga

menjadi tempat penghukuman bagi jiwa yang berdosa semasa hidupnya (2Mak. 2:7, 14:46).

Pendapat ini terdapat pada kitab-kitab Apokaliptik Yahudi yang non-Kanonis seperti kitab

Henokh dari Etiopia, Ezra 4, Wahyu Baruch.62

Dengan munculnya kepercayaan akan adanya kebangkitan, maka Perjanjian Baru

menggambarkan kematian sebagai sebuah keadaan tidur sementara. Ketika seseorang mati maka

tubuh jasmaninya berpisah dengan roh atau jiwanya. Tubuh jasmaninya akan hancur menjadi

tanah sedangkan tubuhnya (rohnya) akan beristirahat hingga hari kebangkitan. Perjanjian Baru

juga memberikan makna hades sebagai tempat berkumpulnya semua roh orang yang telah mati

sambil menunggu kebangkitan kembali (Kis. 2:27-31) serta tempat orang yang tidak beriman.

Oleh sebab itulah Yesus Kristus turun ke hades untuk membawa Injil kepada mereka (IPtr. 3:9,

4:6), Ia mempunyai kunci kerajaan maut, dan menjadi Tuhan atas hades.63

61
Volkhard Scheunemann, Apa Kata Alkitab tentang Dunia Orang Mati: Arti Kematian Bagi
Orang Percaya, (Malang: YPPII), 14.
62
Volkhard Scheunemann, Apa Kata Alkitab tentang Dunia Orang Mati, 14.
63
Joachim Jeremias “άbussoj” dalam TDOT, 146-147.
45

2.1.3.2.2. Firdaus

Firdaus dalam bahasa Yunani dikenal dengan kata para,deiso (paradeiso). Kata ini

berasal dari zaman Persia tua yang menunjuk pada sebuah taman yang dikelilingi tembok.

Taman ini hanya dikhususkan bagi raja dan para bangsawan kerajaan. Dalam perkembangannya,

istilah ini kemudian digunakan oleh Septuaginta untuk menunjuk taman Allah dalam kisah

penciptaan (Kej. 2:8-10). Septuaginta mengubah istilah para,deiso yang semula bersifat profan

menjadi bernilai religius. Septuaginta menjelaskan para,deiso sebagai taman Tuhan yang

memiliki perbedaan dari taman- taman sekuler.64

Pada abad pertama istilah para,deiso dalam pemahaman Yahudi ialah mengacu pada

taman Eden dalam kisah penciptaan (Kej. 2). para,deiso digambarkan sebagai sebuah taman

yang penuh keindahan. Kepercayaan Yahudi akan keberadaan para,deiso menimbulkan

pengharapan yang kuat akan adanya hari terakhir (eskatalogi). Mereka mempercayai bahwa

setelah Adam dan Hawa terusir dari taman Eden (para,deiso) akan ada lagi kesempatan untuk

kembali ke taman Eden bagi mereka yang percaya kepada Allah. Pada masa pembuangan,

pengharapan akan para,deiso menjadi penghiburan bagi mereka yang berada dalam derita

pembuangan (Yes. 51:3). 65

Para,deiso diidentifikasi keberadaannya sebagai sesuatu yang telah ada sekarang namun

tersembunyi tempatnya. Para,deiso selalu disandingkan dengan Sheol, dimana Sheol sebagai

tempat roh-roh orang yang tak mengenal Allah sedangkan Para,deiso dihuni oleh roh-roh para

bapa Leluhur, orang-orang terpilih dan orang benar.66

64
Joachim Jeremias “para,deisoj” dalam Teological Dictionary of the New Testament Vol. V,
Gerhard Friedrich, (Michigan: WM. B. Eerdmans Publishing, 1977), 765-766.
65
Joachim Jeremias “para,deisoj” dalam TDNT, 766-767.
66
Joachim Jeremias “para,deisoj” dalam TDNT, 770.
46

Apokaliptik Kristen melukiskan para,deiso sebagai gambaran tempat masa depan, yaitu

bumi baru dan Jerusalem baru. Setiap orang yang masuk dalam tempat ini akan diberikan makan

buah pohon kehidupan (Why. 2:7), roti hidup dan air hidup, ikut dalam perjamuan Kristus, dan

berkumpul dengan Allah. Kepercayaan akan keberadaan para,deiso memperkuat keyakinan akan

adanya kehidupan setelah kematian, yaitu hidup di dalam para,deiso tersebut. Ini pun

memberikan kepastian bahwa setiap orang yang mati akan dibangkitkan. Adanya kebangkitan

memberikan penjelasan bahwa setiap dibangkitkan untuk kehidupan lain, yaitu hidup setelah

kematian. 67

Perjanjian Baru juga menjelaskan bahwa semua orang yang benar atau yang berdosa akan

mati dan masuk ke dalam dunia orang mati menunggu hari penghakiman (Dan. 12:2, Mzm.

89:49, Mat. 13:38-40). Hades bukanlah neraka tempat penghukuman terakhir, tetapi tempat

menunggu hari penghakiman. Dunia orang mati dalam konsep Perjanjian Baru terbagi dua, yaitu

Hades sebagai tempat orang berdosa dan Firdaus sebagai tempat orang yang benar dan kudus

(Luk. 16:19-31, Mat. 8:11-12). Paulus menyebut Firdaus sebagai tingkat yang ketiga dari sorga

(2Kor. 12:2-4). Firdaus dikenal juga sebagai taman Allah, sebagai tempat pohon kehidupan

(Why. 2:7).68 Pada hari penghakiman, semua orang akan dibangkitkan dan dihakimi, orang yang

bersalah atau berdosa akan dihukum dan dibuang dalam lautan api. Maut dan Kerajaan Maut

(Hades) akan dilemparkan ke dalam lautan api ( Why. 20:13-15). 69 Istilah lautan api adalah

menunjuk neraka (geena dalam Why. 20:11-15 atau tartaros dalam 2Pet. 2:4) sebagai tempat

penghukuman terakhir dan penghukuman kekal (Why. 14:11).70

67
Joachim Jeremias “para,deisoj” dalam TDNT Vol. V, 766-767.
68
Lih. Kata Firdaus dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I (A-L), D. J. Douglas (peny.),
(Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2000), 315. Volkhard Scheunemann, Apa Kata
Alkitab tentang Dunia Orang Mati, 14.
69
Joachim Jeremias “άδης” dalam TDNT Vol. I, 148.
70
Kata “Neraka” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II (M-Z), 150-151.
47

Konsep dunia orang mati dalam Perjanjian Baru sebenarnya berpusat pada tindakan Allah

di dalam diri Yesus yang mengalahkan maut, hades dan setan (Why. 20:10,14).71 Yesus adalah

Tuhan atas Hades (Why. 1:18). Dalam kematian-Nya Yesus menanggung dosa manusia, dalam

kebangkitan dan kenaikan-Nya, Ia menawarkan hidup kekal (2Tim. 1:10). Bagi mereka yang

percaya akan terlindung dari neraka (geena) dan akan memiliki akses masuk ke dalam Sorga.72

2.1.4. Inkarnasi

Kamus Umum Bahasa Indonesia73 mengartikan inkarnasi sebagai penjelmaan atau

penitisan atau pengambilan wujud manusia. Inkarnasi adalah penjelmaan sesuatu yang ilahi

menjadi sesuatu yang manusiawi untuk melakukan misi atau pekerjaan tertentu yang berkaitan

dengan spiritual atau agama. Misalnya, Krisna sebagai titisan dewa Wisnu dan Yesus sebagai

inkarnasi Allah. Allah menjadi manusia yaitu Yesus dengan misi menyelamatkan manusia dari

dosa (Fil. 2:7-8).

Dalam bahasa Yunani arti kata inkarnasi berakar dari kata en dan sarx: evn arti di, di

dalam, di antara, pada sedangkan sarx berarti daging, badan fisik, sifat manusiawi yang

berdosa.74 Inkarnasi diartikan di dalam daging atau tubuh. Allah di dalam atau menjadi daging

(Yoh. 1:14; I Tim. 3:16).

Kata sarx diterjemahkan dengan kata daging atau tubuh. Namun sarx bukanlah satu-

satunya kata yang diterjemahkan dengan kata daging atau tubuh. Ada istilah yang disebut dengan

soma. Kedua istilah ini memiliki arti sama tetapi memiliki karakteristik pemahaman berbeda.

71
Lloyd R. Bailey, Biblical Perspectives on Death, 96.
72
Joachim Jeremias “άδης” dalam TDNT Vol. I, 149.
73
Kata “Inkarnasi” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 477 dan Henk ten
Napel, Kamus Teologi: Inggris- Indonesia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), 84.
74
Barclay M. Newman, Kamus Yunani-Indonesia: Untuk Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2002), 55, 152.
48

Sarx menunjukkan personalitas manusia dari aspek perbedaan dan keberjarakannya dari Allah.

Jarak dan perbedaan itu sekaligus menunjukkan kelemahan dan kefanaan manusia (IIKor.4:11;

Gal.4:13; Rom.6:19; 8:3). Dalam aspek sarx manusia tidak dapat berbuat apa-apa, selain

menerima perbedaan dan keberjarakan dirinya dari Allah.75

Sarx menunjukkan jarak antara manusia dari Allah, sedangkan soma menunjukkan

kemungkinan mendekatnya manusia kepada Allah (bnd. IKor.6:13-20). Soma menunjuk pada

manusia sebagai manusia yang memiliki kecenderungan terarah kepada Allah, sekalipun pada

hakekatnya manusia memiliki kemungkinan dikuasai oleh dosa, yang membawa pada kematian.76

Sarx tidak dibangkitkan, tidak seperti halnya soma. Dalam karakteristik soma manusia

mempunyai kemungkinan untuk mengalami kebangkitan, hidup yang baik dan mewarisi

Kerajaan Allah (bnd.IKor.15:50). Kemungkinan itu memberi kesempatan bagi manusia terarah

kepada Allah. Soma alamiah dirubah menjadi soma rohaniah (IKor.15:44). Perbedaan antara

sarx dan soma jelas. Sarx akan berakhir bersamaan dengan berakhirnya kehidupan alamiah

manusia, tetapi soma, sekalipun mengalami kematian, akan mengalami kebangkitan setelah itu.77

Sehingga dalam peristiwa Inkarnasi, Yesus mengambil atau menjadi rupa sarx, ia masuk

dalam kefanaan manusia dan ia mengambil hukuman yang seharusnya di tanggung manusia

dalam tubuh sarx tersebut. Oleh anugerah Kristus, manusia diubahkan dari bentuk sarx yang

memiliki keberjarakan dengan Allah menjadi soma, yang sekali pun akan mengalami kematian

tetapi kelak akan dibangkitkan. Paulus mengemukakan bahwa Allah membuat karya

pendamaianNya di dalam tubuh manusiaNya (Kol. 1:22). Allah menjadikan dirinya di dalam

sarx, sebagaimana manusia itu adalah sarx maka ia menanggung hukuman yang akan diterima

manusia dengan menjadi sama dengan manusia yaitu sarx tersebut (Rom. 8:3). Hal ini dipertegas
75
Schweizer, “sarx” dalam TDNT Vol. VII, 130.
76
Schweizer, “sarx” dalam TDNT Vol. VII, 132.
77
Kata “Tubuh” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid. II (M-Z), 493-494.
49

oleh Petrus yang mengatakan bahwa Kristus yang mati untuk kita dalam keadaanNya sebagai

manusia (sarx I Pet. 3:18; 4:1).78

2.2. Pengantar kepada Kitab I Petrus

5.

6.

6.1.

6.2.

2.2.1. Penulis Kitab I Petrus

Beberapa ahli mengemukakan pendapat yang beragam terkait penulis kitab ini. Satu

pihak setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa penulis surat IPetrus adalah Petrus, murid

Yesus. Hal ini didasarkan dengan apa yang terdapat dalam Surat IPetrus itu sendiri yang

menuliskan bahwa surat ini berasal dari “Petrus, rasul Yesus Kristus” (1:1). Ia juga mengatakan

bahwa ia (penulis) merupakan “teman penatua dan saksi penderitaan Yesus Kristus” (5:1).

Drane79 mengatakan bahwa penulis surat ini ialah rasul Petrus. Hal ini ia katakan karena

terdapat pengajaran-pengajaran Yesus dalam surat ini. Hal ini sangat mungkin karena Petrus

sangat dekat dengan Yesus dan ia banyak tahu tentang pengajaran-pengajaran Yesus. Drane

menguraikan beberapa persamaan pengajaran Yesus dengan pengajaran dalam surat IPetrus ini,

yaitu:

- Orang Kristen harus mempunyai sikap waspada dan berjaga-jaga (Luk 12:35 = I Pet.

1:13).

Kata “Inkarnasi” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I (A-L), 440.
78

79
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru: Penghantar Teologis-Historis, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2012), 491.
50

- Orang Kristen diberi hak memanggil Allah “Bapa” (Luk. 11:2 = I Pet. 1:17).

- Sikap orang Kristen harus membuat orang memuji Allah (Mat. 5:16 = I Pet 2:12).

- Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (Luk. 6:28 = I Pet. 3:9).

- Ada sukacita jika dianiaya oleh karena kebenaran (Mat. 5:10 = I Pet. 3:14).

- Semua orang akan memberi mempertanggung jawabkan kepada Allah pada hari

penghakiman (Mat. 12:36 = I Pet. 4:5).

- Orang Kristen harus berbahagia jika mereka dihina karena mengikut Yesus (Mat.

5:11 = I Pet. 4:14).

- Orang Kristen harus rendah hati dan akan ditinggikan Allah (Luk. 14:11 = I Pet. 5:6).

- Orang Kristen tidak boleh khawatir atau takut karena Allah memelihara mereka (Mat.

6: 25-27 = I Pet. 5:7).

Dari uraian diatas terlihat bahwa ditemukan adanya persamaan pengajaran dalam surat

Petrus dengan pengajaran-pengajaran Yesus. Pengajaran ini merupakan pengajaran yang telah

diterima secara umum oleh gereja mela-mula. Tetapi ada ahli di pihak lain yang mengatakan

bahwa penulisnya bukanlah Petrus, dikarenakan:80

- Bahasa yang digunakan dalam surat ini adalah bahasa Yunani yang sangat baik

sedangkan Petrus adalah seorang nelayan yang tidak terpelajar (Kis. 4:13),

- Situasi surat yang menggambarkan keadaan setelah Petrus meninggal,

- Teologi surat sama dengan teologi Paulus,

- Penerima surat adalah orang-orang non-Yahudi yang hidup di daerah penginjilan

yang dikaitkan dengan Paulus.

80
Willi Marxsen, Penghantar Perjanjian Baru, 291-293.
51

Sehingga ia berpendapat memang sangat tidak mungkin jika Petrus, murid Yesus,

sebagai penulis langsung surat ini. Surat ini ditulis oleh orang lain dengan nama samaran “Petrus,

rasul Kristus”. Menurutnya surat ini ditulis oleh salah seorang murid Paulus karena alur

pemikiran dan peristilahannya mirip dengan surat-surat Paulus. Menurutnya sifatnya mirip

dengan 2 Tesalonika, Efesus, Kolose, dan surat-surat Pastoral. Surat ini disebutnya sebagai

“pseudo-Paulus”.81

Pernyataan berikutnya yang menyatakan keraguan bahwa Petrus sebagai penulis surat ini

ialah mengacu pada pernyataan yang mengatakan bahwa teologi surat ini sama dengan teologi

Paulus. Persamaan itu terlihat dari adanya kesamaan topik teologi yang dibahas dalam surat ini

dengan surat-surat yang ditulis Paulus. Persamaan atau kemiripannya terlihat sebagai berikut:82

- Penekanan kasih karunia/anugerah: IPet. 1:10, 12, 18; 3:7; 4:10; 5:10, 12. Topik ini

merupakan topik yang sangat penting yang ditekankan Paulus dalam setiap surat-

suratnya (Rom. 6:23).

- Rumusan “di dalam Kristus” (en Kristo): Rom. 6:11; 2Kor. 5:17; Gal. 6:15, yang

terdapat juga dalam IPtr. 3:16; 5:10, 14.

- Nasehat tentang kewajiban kepada pemerintah dalam IPtr. 2:13-17 mirip dengan

Rom. 13: 1-7.

- Istilah “Umat Allah” dalam surat IPetrus 2:6-8, 10 paralel dengan istilah ekklesia

yang digunakan Paulus dalam Roma 9:25-33.

Drane83 juga mengatakan bahwa teologi dalam surat Petrus dan Paulus memiliki

kesamaan. Persamaan ini dikarenakan karena baik Paulus maupun penulis kitab IPetrus sama-

81
Willi Marxsen, Penghantar Perjanjian Baru, 291.
82
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1979), 16.
83
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru, 493.
52

sama meneruskan pengajaran dan nasihat moral yang telah diterima secara luas diseluruh jemaat

mula-mula.

Adapun tradisi lisan/oral dalam Gereja mula-mula yang dikutip oleh penulis surat IPetrus

ialah:84

- Ajaran tentang pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama yang tergenapi di dalam

diri Yesus. Yesus sebagai Mesias yang menderita (IPtr. 1:10-12).

- Pengajaran moral dan katekisasi baptisan. (IPtr. 3:20-22)

- Pernyataan atau proklamasi tentang penderitaan, kematian, kebangkitan dan

pengharapan akan kedatangan Yesus kedua kali. (IPtr. 3:18-22)

- Cara hidup komunitas Kristen. (IPtr. 4:7-11)

- Nasihat-nasihat moral. (IPtr. 3:1-17)

Tradisi oral/lisan dalam gereja mula-mula yang dikutip oleh penulis surat IPetrus dalam

suratnya. Tradisi lisan ini berbentuk paraklese (khotbah) dan paranese (nasihat). Tradisi ini tidak

hanya dikutip oleh penulis surat IPetrus tetapi juga oleh Paulus. Inilah yang menyebabkan

timbulnya kesamaan antara surat IPetrus ini dengan surat-surat Paulus. 85 Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa surat ini bukan ditulis oleh rasul Petrus. Penulis surat ini adalah salah seorang

murid Paulus.

1.

2.

2.1.

84
Jhon H. Elliot dan R. A. Martin, Augsburg Commentary on the New Testament: James, I-II
Peter/Jude, (Minneasota: Augsburg Publishing House, 1982), 57.
85
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 17.
53

2.2.

2.2.1.

2.2.2. Tempat dan Waktu Penulisan

Tempat dan waktu penulisan surat sangatlah ditentukan tentang siapa yang menulis surat

ini. Jika ia berpendapat bahwa surat ini ditulis oleh rasul Petrus, maka tahun penulisannya ialah

sekitar tahun 60-an ketika rasul Petrus masih hidup. Jika ia berpendapat bahwa bukan Petrus

yang menulis maka tahun penulisan yang ialah sekitar tahun 90-an.

Berikut ini adalah berapa pendapat tokoh terkait tahun penulisan dan tempat penulisan

surat ini:

- Hadiwiyata,86 berpendapat bahwa surat ini ditulis di Roma dengan nama samaran

Babel. Petruslah yang menulisnya sekitar tahun 64 M. Tahun penulisan ini

memungkinkan adanya referensi-referensi surat Paulus dalam surat Petrus yang

merupakan pengajaran dan nasihat moral yang diterima umum dalam jemaat mula-

mula.

- Barclay,87 setelah merekontruksi banyak pendapat ahli kemudian sampai pada sampai

kesimpulan bahwa Petruslah yang menulis surat ini, yaitu setelah kebakaran melanda

kota Roma serta penganiayaan pertama terhadap orang-orang Kristen sedang

berlangsung. Dengan demikian surat ini ditulis sekitar tahun 67 M di Roma.

- Duyverman,88 berpendapat bahwa surat ini ditulis adalah sekitar tahun 60-62 M di

Mesir. Istilah Babilon yang digunakan dalam salam adalah menunjuk salah satu kota

86
Lembaga Biblika Indonesia, Surat-surat Ibrani dan Umum, Peny. Hadiwiyata, (Yogyakarta:
Kanisius, 1985), 139.
87
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Yakobus, 1& 2 Petrus, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2014), 222, 262.
88
Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, 181.
54

di Mesir bukan menunjuk kota Roma. Menurutnya istilah Babel sebagai sindiran

untuk kota Roma baru timbul setelah pemusnahan kota Yerusalem sesudah tahun 70

M. Padahal pada tahun tersebut Petrus telah meninggal, sehingga ia berpendapat

istilah Babilon pada salam penutup surat bukanlah istilah sindiran tetapi menunjuk

sebuah kota di Mesir dimana Markus pernah menjadi episkopos di sana (Iskandaria).

- Drane,89 mengatakan bahwa surat IPetrus telah dibaca dan dikenal secara luas pada

jemaat mula-mula. Surat I Clemens (96 M) dan tulisan Polykarpus (70-155 M), uskup

Smirna mengacu pada surat ini. Ia mengatakan juga bahwa surat ini ditulis oleh rasul

Petrus yaitu tahun 60-65 M.

- Marxsen,90 berpendapat bahwa surat ini ditulis oleh salah seorang murid Paulus di

Roma pada tahun 90-an. Acuannya ialah penganiayaan di bawah Domitianus (80-96

M) yang menimpa Roma dan wilayah Timur, atau penganiayaan dibawah Trayanus

(98-117 M).

- Neyrey,91 berpendapat bahwa surat ini ditulis akhir abad I, sekitar tahun 90-an. Ia

mengatakan bahwa surat ini tidak ditulis oleh rasul Petrus atau ketika rasul Petrus

masih hidup. Menurutnya surat ini tidak berbicara mengenai penganiayaan Nero

sehingga tidak mungkin ditulis sekitar tahun 60-an. Surat ini menurutnya ditulis di

Roma dengan memakai kiasan Babilon. Hal ini ditunjukkan melalui salam resmi pada

akhir surat kepada jemaat yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil

dan Bitinia IPtr. 1:1 dari jemaat Roma (Babilon).

89
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru: Penghantar Teologis-Historis, 494.
90
Willi Marxsen, Penghantar Perjanjian Baru, 292-293.
91
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, peny. Dianne Bergant dan Robert
Karris, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 445, 453.
55

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas maka penulis sepakat bahwa waktu penulisan

surat IPetrus sangat mungkin adalah tahun 90-an M. Waktu penulisan ini merupakan salah satu

dasar yang mendukung keberadaan referensi-referensi surat Paulus dalam surat Petrus ini. Surat

ditulis di Roma dengan menggunakan nama samaran Babilon (5:13 Bnd.Wahy. 14:8, 16:19,

18:2). Istilah Babilon atau Babel sering digunakan oleh Kristen mula-mula semacam kata sandi

untuk menyebut kota Roma.92

2.2.3. Maksud dan Tujuan Penulisan

Duyverman93 mengatakan bahwa surat ini ditulis dalam maksud untuk menguatkan

jemaat yang berada dalam penderitaan, agar mereka tidak tawar hati (1:3-4) mereka diajak untuk

mengikut Yesus dalam penderitaan (2:21) dan bersukacita di dalam penderitaan:

“…….bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus,

supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya.

Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh

Allah ada padamu” (4:13-14).

Neyrey94 lebih sepakat bahwa surat ini ditulis dengan maksud menyemangati jemaat-

jemaat lain supaya bersiap-siap menghadapi penganiayaan besar Roma, karena menurutnya tidak

ada penganiayaan resmi terhadap orang-orang Kristen hingga akhir abad ke I. Karena

penganiayaan Nero hanya berpusat di Roma sedangkan surat ini ditulis di Roma kepada kepada

orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia

(1:1). Menurut Neyrey pula, surat ini lebih menyerupai nasihat-nasihat khas Kristen menekankan

92
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru, 494.
93
Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, 181.
94
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 445.
56

moralitas tradisional, daftar peraturan rumah tangga, perhatian terhadap penampilan jemaat

dalam hubungan dengan masyarakat kafir, seruan untuk menghormati tradisi, dan penekanannya

ialah bagaimana seorang Kristen menjadi seorang warga negara yang baik.

Penulis surat IPetrus yang mengalami masa-masa penganiayaan oleh kaisar Domitianus,

kemudian menuliskan suratnya untuk mengingatkan jemaat pendatang, yang tersebar di Pontus,

Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia untuk bersiap menghadapi penganiayaan Roma

berikutnya. Penguatan tersebut disertai dengan nasihat-nasihat moralitas kekristenan. Karena

tentulah penganiayaan orang-orang Kristen di Roma memberikan “rasa takut” bagi jemaat di luar

Roma. Apalagi jika jemaat tersebut berada di tengah-tengah non-Kristen, yang karena

penganiayaan di Roma membuat mereka memandang hina orang-orang Kristen di sekitar

mereka.95 Sehingga tentulah mereka jemaat-jemaat Kristen tersebut perlu diberi penguatan dan

semangat berikut nasihat-nasihat moral.

Murid Paulus sebagai penulis surat IPetrus yang mengalami masa-masa penganiayaan

merasa bahwa penganiayaan-penganiayaan juga akan merambah ke wilayah-wilayah lain.

Melalui suratnya ia ingin agar saudara-saudara seimannya tidak merasa sendirian jika

penganiayaan tiba. Orang lain juga menderita, dan yang terpenting adalah Kristus juga

menderita, maka ikutlah menderita (2:21). Allah memelihara mereka semua dan menyediakan

mahkota kehidupan bagi yang percaya (5:4). Juga karena jemaat yang dikirimi surat oleh Petrus

ini berada di antara orang yang tidak percaya Kristus maka ia perlu pula memberikan nasihat-

nasihat tentang moralitas Kristen, nasihat tentang bagaimana hubungan dengan non-Kristen,

nasihat rumah tangga dan kaitan dengan pemerintah.96

95
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru: Penghantar Teologis-Historis, 494.
96
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru: Penghantar Teologis-Historis, 495.
57

2.2.4. Latar Belakang Teks

Latar belakang surat ini ialah penganiayaan dan penderitaan. Mengenai latar belakang

penderitaan ini ada pendapat yang beragam, misalnya ada yang mengatakan bahwa penderitaan

mereka ini adalah karena penganiayaan oleh kaisar Nero terhadap orang-orang Kristen sekitar

tahun 64-67 M.97 Tetapi pendapat lain mengatakan bahwa penganiayaan yang mungkin ialah

penganiayaan oleh Domitianus tahun 81-89 M yang menimpa Roma dan dunia Timur atau

penganiayaan dibawah Trayanus (98 -117).98

Surat ini dilatar belakangi oleh situasi yang dialami penulis pada masa penganiayaan

Domitianus. Penulis merasa perlu menguatkan mereka, karena ia merasa bahwa penganiayaan

juga akan merambah ke wilayah mereka. Dia kemudian menguatkan dan menasihati jemaat-

jemaat di perantauan (2:11) agar tetap setia dan taat dalam Kristus. Latar belakang jemaat-jemaat

perantauan yang dikirimi surat oleh penulis adalah jemaat Kristen (Yahudi) pendatang, yang

tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia yang mana mereka tinggal

diantara non-Kristen atau non Yahudi (2:12).99

1.
2.
2.1.
2.2.
2.2.1.
2.2.2.
2.2.3.
2.2.4.
2.2.4.1. Latar Belakang Agama

Mengenai situasi keagamaan, Cranfield menuliskan:100

97
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 222.
98
Willi Marxsen, Penghantar Perjanjian Baru, 293.
99
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru: Penghantar Teologis-Historis, 494.
100
C.E.B. Cranfield, The First Epistle of Peter, (London: SCM Press, 1958), 15.
58

“The religious situation of Asia Minor was as varied as its racial make-up.

There were the official rites and ceremonies of traditional Greek religion but the

Stoic and Epicurean philosophies on the one hand and the mistery-cult on the other

taken more seriously. There were also the various native cults, mostly of an orgiastic

type and often immoral……In addition there was the official worship of the Emperor,

and there temples of Augustus and high priest of his cult in various district who

exercised civic as well as religious function” (Situasi keagamaan di Asia Kecil sangat

bervariasi namun sifatnya rasial. Mereka melakukan ritus dan upacara agama Yunani

namun mereka juga memegang filsafat Stoa dan Epikuros di samping penyembahan-

penyembahan mistik yang mereka lakukan. Pemujaan mereka sangat beragam, ada

pesta gila-gilaan dan perbuatan-perbuatan yang tidak bermoral……Di samping itu

mereka juga menyembah Kaisar. Juga terdapat kuil untuk kaisar Augustus dengan

imam besar di masing-masing daerah yang menjalankan tugas keagamaan).

Keadaan jemaat di Pontus, Galatia, Kapadokia dan Bitinia juga hampir sama dengan

jemaat di Asia. Mereka hidup sebagai kelompok agama minoritas di antara kelompok agama

besar. Inilah yang kemudian membuat penulis surat ini menekankan betapa lebih tinggi

kehidupan di dalam Kristus dibanding agama kafir yang dulu mereka sembah.101

Mereka dulunya adalah kelompok-kelompok jemaat yang berbeda yang memiliki latar

belakang agama yang berbeda. Mereka adalah “the elect (orang-orang yang dipilih)” sesuai

rencana Allah. Ini membuat mereka menjadi perantau (orang Kristen selalu menjadi perantau di

muka bumi ini Lih. IPtr. 2:7) di negeri sendiri. Mereka menjadi berbeda dari masyarakat di

sekitar mereka. Mereka meninggalkan agama, budaya dan cara hidupnya yang lama.102

101
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 445.
102
C.E.B. Cranfield, The First Epistle of Peter, 13.
59

Keadaan jemaat penerima surat ini adalah di mana organisasi gereja masih sangat

sederhana. Tidak disebutkan mengenai adanya para diaken dan episkopos. Satu-satunya jabatan

gerejawi yang disebut ialah para penatua (IPtr. 5:1). Agama Kristen pada masa itu adalah

religiones illiciate (agama yang dilarang oleh negara), belum sebagai religiones licita (agama

yang diizinkan). Religiones illiciate ialah agama yang dilarang oleh negara. Orang tidak

diizinkan menjalankannya agamanya, mereka diancam akan dianiaya. Sedangkan religiones

licita ialah agama yang diakui dan terbuka untuk diikuti oleh setiap orang.103

2.2.4.2. Latar Belakang Politik

Barclay104 berpendapat bahwa keadaan politik dari jemaat yang menerima surat IPetrus

ini berawal dari kejadian yang terjadi di Roma, di mana kaisar Nero berniat mencari kemuliaan

dengan membangun kota Roma. Ia mengambil langkah-langkah untuk menghancurkan kota

Roma untuk kemudian membangun kembali kota tersebut. Ia membakar kota Roma kemudian ia

menuduh orang Kristen sebagai pelaku pembakaran kota Roma.

Untuk menutupi perbuatannya ia memberikan bantuan kemanusian secara cuma-cuma

kepada warga dan melakukan penyembahan untuk menenangkan para dewa. Fitnah yang

dituduhkan oleh Kaisar Nero kemudian membuat orang Kristen berada dalam ancaman bahaya

penganiayaan. Bagi orang Kristen diterapkan ipso facto, setiap orang Kristen menjadi orang yang

tak dilindungi oleh hukum negara.105

Peritiwa ini menjadi awal mulanya penganiayaan yang besar bagi orang-orang Kristen.

Surat ini ditulis di Roma dan peristiwa yang terjadi di Roma menjadi acuan penulis dalam

menulis suratnya. Pengalaman yang ia lihat dan rasakan di Roma menjadi landasan isi suratnya.

Ia merasa bahwa penganiayaan terhadap orang Kristen di Roma juga akan merambah ke daerah-

103
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 223, 250.
104
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 235.
105
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 251.
60

daerah lain. Ia mengingatkan jemaat agar tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (IPtr. 3:9).

Orang Kristen harus menjadi warga negara yang baik sekalipun mendapat penganiayaan. Mereka

harus menunjukkan bahwa fitnah yang dituduhkan kepada mereka tidaklah benar dengan cara

menjadi warga negara yang bertingkah laku baik (IPtr. 2:13-14). Dengan memperlihatkan sikap

yang setia dan taat menunjukkan bahwa ia sebagai warga negara yang baik tidak pantas

mendapat penganiayaan.106

2.2.4.3. Latar Belakang Budaya

Jemaat penerima surat ini merupakan non-Yahudi Kristen yang tersebar di beberapa

daerah. Mereka awalnya hidup dalam budaya daerah asal mereka. Mereka hidup bercampur baur

bersama dengan bangsa lain seperti Prigia, Yunani, Celtic dan Yahudi di tempat mereka

tinggal.107 Keadaan budaya jemaat penerima surat ini dapat dikatakan buruk karena dalam

pemujaan-pemujaan mereka terdapat pesta gila-gilaan dan perbuatan-perbuatan yang tidak

bermoral.108 Setelah menerima Kekristenan, budaya dan cara hidup lama mereka tinggalkan dan

mereka hidup dalam tata cara moralitas Kristen (IPtr. 4:7-11).

2.2.4.4. Latar Belakang Sosial-Ekonomi

Jemaat penerima surat ini tinggal di antara bangsa-bangsa lain yang memiliki cara hidup

dan sosial yang berbeda-beda. Kemungkinan terdapat sistem sosial yang tidak sehat di dalam

masyarakat, keluarga di tempat jemaat Kristen tinggal. Penulis surat ini merasa harus

mengingatkan mereka agar tidak terkontaminasi oleh pengaruh lingkungan sekitarnya yang

buruk. Melalui suratnya, ia merasa perlu menekankan bagaimana seorang Kristen harus hidup

106
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 255-256.
107
C.E.B. Cranfield, The First Epistle of Peter, 14.
108
C.E.B. Cranfield, The First Epistle of Peter,15.
61

sebagai masyarakat atau warga negara yang baik (IPtr. 2:13), bagaimana hidup sebagai penatua

(IPtr. 5:1-4), hidup sebagai jemaat atau orang muda (IPtr. 5:57), hidup sebagai hamba (IPtr.

2:18), hidup sebagai suami-istri (IPtr. 3:1-7).109

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

7.

8.

9.

1.

2.

3.

3.1. Alasan Memilih Metode Penafsiran Historis Kritis

1.

2.

3.

3.1.

3.1.1. Sejarah dan Perkembangan Metode Penafsiran Historis Kritis


109
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 445.
62

Alkitab adalah kitab suci bagi umat Kristen yang diimani sebagai perkataan atau wahyu

Allah. Alkitab merupakan pengakuan iman (credo) yang menguraikan tentang karya Allah dalam

sejarah keselamatan manusia.110 Bapa-bapa Gereja abad ke-2 M memandang Alkitab sebagai

wahyu Allah. Mereka memahami Alkitab secara harafiah dan mempergunakan Alkitab sebagai

titik tolak pemikiran mereka. Dalam perkembangannya, kemudian muncul dan berkembanglah

mazhab-mazhab teologi karena adanya pengaruh kebudayaan Helenis dan Filsafat. Mazhab

teologi yang cukup besar pengaruhnya ialah: 111

- Mazhab Aleksandria, mereka membaca Alkitab dengan memakai metode tafsiran

filsuf Philo. Mereka menekankan makna harafiah Alkitab sebagai makna rohani.

- Mazhab Anthiokia, mazhab ini lebih menekankan makna historis Alkitab dan

memakai tafsiran alegoris.

Perkembangan politik, sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan filsafat memberikan dampak

besar terhadap cara mempelajari dan memahami Alkitab. Perkembangan tersebut kadang

memunculkan pemahaman yang meragukan kebenaran Alkitab. Namun, sampai pada Abad

Pertengahan, Alkitab masih diterima sebagai firman Allah yang benar.112

Pada abad 17 hingga abad 19 yaitu di masa Pencerahan (Renaissance) penelitian terhadap

teks Kitab Suci mengalami perkembangan yang signifikan. Pengaruh abad Pencerahan ditandai

dengan dikukuhkannya ilmu biblika menjadi ilmu yang mandiri. Ilmu biblika menjadi lepas dari

pengaruh teologi sistematika yang sebelumnya menopang ilmu biblika. 113

110
C. Groenen, Hermeneuse Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 10.
111
B. F. Drewes & Julianus Mojau, Apa Itu Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 36-37.
112
Robert, M Grant & David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1993), 89.
113
Robert, M Grant & David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, 92.
63

Kemandirian ilmu biblika memungkinkan inovasi-inovasi baru dalam pendekatan

terhadap teks Kitab Suci. Penelitian-penelitian biblika turut berkembang dengan berkembangnya

berbagai ilmu di luar biblika, misalnya ilmu sosial. Karena interpretasi terhadap teks kitab suci

dalam era Postmodern ini sangat dipengaruhi oleh ilmu sosial. Ilmu sosial menjadi basis bagi

kebanyakan penelitian yang muncul sesudah abad Pencerahan.114

Robert M. Grant115 menjelaskan bahwa lahirnya kritik historis Alkitab pada abad ke-19

dan abad ke-20 merupakan bukti terhadap perubahan yang paling besar dalam penafsiran

Alkitab. Metode penafsiran historis kritis telah menjadi bagian sentral bagi hampir semua teolog.

Adanya metode penafsiran historis kritis, membuat pemahaman tentang Alkitab mengalami

perkembangan. Alkitab yang awalnya dipahami sebagai wahyu Allah ditinggalkan. Isi obyektif

dan historis Alkitab dipandang sebagai hal yang relatif semata. Alkitab juga ditafsirkan sebagai

dokumen historis. Makna dan arti Alkitab dipahami relatif, tergantung bagaimana pembacanya

memaknai isi Alkitab tersebut.

Hal tersebut dilakukan agar mendapatkan pengertian yang asli dan mendasar dari maksud

teks tersebut. Dalam metode penafsiran historis kritis kita harus menggali apa yang dimaksudkan

teks dalam konteks historisnya. Hasil penelitian historis kritis terhadap isi teks ditarik (eksegese)

keluar dengan “bersih” tanpa ada muatan dogma Kristen atau pemikiran-pemikiran dari orang

lain termasuk pemikiran penafsir sendiri yang dimasukkan ke dalam tafsiran. 116

3.1.2. Pengertian Historis Kritis

114
Forum Biblika, Jurnal Ilmiah Populer, (LAI, 2004), 9.
115
Robert, M Grant & David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, 93.
116
C. Groenen, Hermeneuse Alkitab, 17
64

Yudaisme dan Kekristenan telah sejak semula berusaha untuk memahami Alkitab.

Mereka, menjelaskan isinya, menarik maknanya, menerapkannya serta mengajarkannya. Proses

mempelajari dan memahami Alkitab disebut dengan interpretasi atau penafsiran117 (eksegesis).

Penafsiran atau eksegesis artinya membawa keluar atau mengeluarkan (ek118=keluar, egeirw119=

menarik atau mengangkat).

Istilah eksegese jika digunakan pada tulisan-tulisan, artinya membaca atau mengali arti

tulisan-tulisan tersebut. Jika dikenakan pada Alkitab, artinya menjadi membaca atau mengali

arti/makna Alkitab.120 Eksegese atau penafsiran Alkitab bertujuan untuk memperoleh

pemahaman yang tepat dan memadai atas maksud sebuah teks. Ketika melakukan eksegese

Alkitab kita harus memiliki metode khusus serta langkah-langkah tersendiri.

Metode atau langkah-langkah dalam proses eksegese akan dapat ditentukan dengan

terlebih dahulu memahami dan memperhatikan beberapa faktor masalah yang akan menyulitkan

kita dalam proses eksegese. Faktor-faktor masalah tersebut ialah sebagai berikut:121

 Alkitab ditulis bukan untuk pembaca dan penafsir masa kini. Tujuan atau alamat dari

masing-masing bagian dari Alkitab adalah orang-orang tertentu pada zaman dulu.

Kita pada zaman sekarang adalah pihak ketiga.

117
Istilah Hermeneutika juga digunakan untuk menjelaskan ilmu tentang metode menafsir. Tetapi
kata Hermeneutika kelihatanya telah hilang dalam penggunaan bahasa Inggris umum. Sehingga
kata yang digunakan ialah penafsiran atau interpretasi. Lih. Robert M. Grant dan David Tracy,
Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 4. Istilah Hermeneutik
sendiri berasal dari tradisi Yunani. Merupakan nama seorang dewa yaitu Hermes yang bertugas
untuk menterjemahkan pesan yang disampaikan dewa kepada manusia. Tradisi itu juga yang
dipakai dalam Hermeneuse untuk menjelaskan tugas seorang penafsir akan menterjemahkan apa
yang disampaikan oleh Allah melalui Firmannya yang ada dalam Alkitab kepada para
pendengar. Lih. C. Groenen, Hermeneuse Alkitab, 1.
118
J.W. Wenham, Bahasa Yunani Koine, Lynne Newel (penerjemah), (Malang: SAAT, 1987), 24.
119
kata egeirw dalam Barclay Newman, Kamus Yunani-Indonsesia, 46.
120
Jhon H. Hayes. Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, (Jakarta : BPK Gunung Mulia,
1990), 1.
121
Jhon H. Hayes. Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, 14.
65

 Alkitab tidak ditulis dalam bahasa kita (modern). Perjanjian Lama ditulis dalam

bahasa Ibrani dan Aram sedangkan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Kita

di zaman kini memerlukan penerjemah untuk membacanya atau kita harus menguasai

langsung bahasa asli dari Alkitab tersebut.

 Terdapat perbedaan budaya pada konteks pembaca masa kini dan konteks budaya

pembaca masa lampau. Hal ini akan menyulitkan kita untuk menemukan makna yang

relevan dari teks Alkitab dalam kebudayaan kita sekarang ini.

 Rentang sejarah antara masa kini dan dunia Alkitab terlalu jauh. Untuk itu banyak hal

harus diperhatikan, seperti tardisi-tradisi masa lampau dan faktor-faktor lain, seperti

politik, ekonomi, sosial, dan keagamaan masa masa lampau.

 Alkitab dianggap sangat sakral sehingga Alkitab tidak boleh dikomentari berlebih.

 Alkitab dibentengi tradisi dan dogma-dogma gereja yang terkesan dipaksakan. Hal ini

dapat terjadi karena penafsir memasukkan ide atau pemikirannya dalam menjelaskan

makna dari teks agar relevan bagi jemaat. Ini disebut dengan eisegese “memasukkan

ide/pikiran ke dalam teks”.

Faktor-faktor ini mengharuskan proses eksegese Alkitab harus dilakukan dengan metode

khusus dan langkah-langkah tersendiri. Sebagai pihak ketiga, penafsir harus memahami posisi

penulis dan pembaca masa lampau. Penafsir harus menemukan pesan yang hendak disampaikan

penulis pada pembacanya di masa lampau untuk kemudian menemukan pesan yang relevan bagi

pembaca masa kini, bukan memasukkan ide atau pendapat pribadi ke dalam teks.122

Bahasa, budaya, dan sejarah pada Alkitab tidaklah satu dan sama secara keseluruhan di

dalam Alkitab. Tiap kitab dan teks dalam Alkitab memiliki sejarah berbeda, sastra berbeda,

122
John Barton, Umat Berkitab? (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2000), 3.
66

bahasa berbeda dan memiliki latar belakang tersendiri (Sitz im Leben). Sehingga seorang

penafsir harus menggunakan metode dan langkah-langkah khusus dalam menafsir tiap-tiap teks,

tidak bisa hanya dengan menggunakan satu metode dan metode yang sama untuk tiap teks dan

kitab.123 Kita harus menafsir dengan metode-metode yang benar-benar tepat dan sesuai dengan

teks karena tidak semua metode yang sama dapat digunakan kepada seluruh teks Alkitab.

Setiap teks Alkitab itu begitu kaya dan beragam jenisnya sehingga dibutuhkan metode-

metode khusus serta langkah-langkah tersendiri yang dapat membantu penafsiran untuk

memperoleh pemahaman yang tepat dan memadai. Ada cukup banyak metode dan langkah-

langkah penafsiran. Misalnya, metode penafsiran harafiah, Midrash, Pesher, Alegoris, Tipologis,

Narasi dan Historis kritis.124 Tetapi dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan penafsiran

dengan metode historis kritis.

Metode historis kritis sering juga disebut sebagai kritik Alkitab. Istilah kritik berasal dari

bahasa Yunani, krinein yang berarti menilai atau membedakan. Istilah ini hendak menyatakan

adanya proses berpikir dan menimbang sebelum sebuah keputusan diambil. 125Kritik Alkitab

adalah upaya membedakan apa yang sesungguhnya yang difirmankan oleh Alkitab dan apa yang

tidak difirmankan. Sehingga dengan upaya ini, Alkitab benar-benar dipahami secara benar dan

tepat.

Penafsiran historis kritis ialah sebuah metode penelitian Alkitab dengan melakukan

metode analisa sumber, kritik teks, kritik literatur, analisa tata bahasa, dan penguraian sejarah

atau tradisi.126 Metode-metode ini digunakan dengan harapan agar penafsir memahami dan

123
Jhon H. Hayes. Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, 1-4.
124
Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, (Malang: SAAT, 2007),
111.
125
Jhon H. Hayes. Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, 14. Dan lih. Barclay
Newman, Kamus Yunani-Indonesia, 96.
126
Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, (Philadelphia, Fortress Press, 1985), 2.
67

mengetahui apa yang pesan hendak disampaikan oleh penulis teks (Alkitab) dalam konteks

historis penulis teks.127 Kemudian me-relevansikan pesan tersebut dalam konteks penafsir.

Di dalam melakukan penelitian historis kritis, kita memerlukan beberapa literatur

pendukung yang berhubungan dengan teks yang akan diteliti. Misalnya, Biblia Hebraica (PL

Ibrani), Septuaginta (PL Yunani), Novum Testamentum (PB), Kamus-kamus bahasa, Tata

Bahasa, Konkordansi, Kamus Teologi (TDOT/TDNT), Buku Tafsir.128

Langkah-langkah metode penafsiran historis kritis tersebut adalah:129

 Mendeteksi dan menganalisis teks

 Menguraikan bentuk literatur atau sastra teks.

 Menjelaskan situasi atau konteks historis, Sitz im Leben.

 Menjelaskan arti teks bagi penulis teks dan pembaca atau pendengar.

 Memahami keseluruhan latar belakang dan konteks teks.

Menurut Krentz, dalam langkah-langkah penafsiran historis kritis adalah penelitian

terhadap:130

1) Kritik Teks.

2) Studi Ilmu Bahasa (Filosofi).

3) Kritik Literatur atau Sastra.

4) Kritik Bentuk.

5) Kritik Redaksi.

127
C. Groenen, Hermeneuse Alkitab, 51.
128
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2008), 1.
129
Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, 2.
130
Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, 49-51.
68

Menurut Hayes dan Holladay, langkah-langkah penafsiran Historis Kritis adalah sebagai

berikut:131

1) Kritik Teks

2) Kritik Historis

3) Kritik Tata Bahasa

4) Kritik Sastra

5) Kritik Bentuk

6) Kritik Tradisi

7) Kritik Redaksi

8) Kritik Struktur

9) Kritik Kanonik

Sedangkan, langkah-langkah metode penafsiran historis kritis Perjanjian Baru, menurut

Sitompul dan Beyer, ialah sebagai berikut:132

1) Nats dan Kritik Nats

2) Kritik Sastra

3) Kritik Bentuk dan Bidang Kehidupan (Sitz im Leben)

4) Kritik Sumber

5) Kritik Redaksi

6) Pengaruh Agama

7) Kritik Kanonis (PL dan PB)

8) Kritik Sosiologi

9) Kritik Psikologi

131
John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, v-vi.
132
A. A. Sitompul dan Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, xi – xiv.
69

10) Kritik Struktur

11) Post Struktural (PL dan PB)

12) Kritik Naratif (PL dan PB)

13) Studi Metode/ Studi Kasus dan Gerakan

14) Tempat dan Waktu

15) Firman (Tafsiran ayat demi ayat dalam PB)

16) Pemergunaan Penafsiran Alkitab

3.1.3. Alasan Memilih Metode Penafsiran Historis Kritis

Metode historis kritis menjadi metode penafsiran yang ampuh, untuk mencegah penafsir

untuk menafsir secara bebas (ber-esegese atau memasukkan ide/pikiran ke dalam teks). Metode

ini bertujuan membawa keluar makna teks yang sesungguhnya sehingga penafsir dan pembaca

dapat memperoleh makna teks yang sesungguhnya sesuai dengan konteks pada masa teks itu

ditulis.133

Metode historis kritis menjadi sebuah jendela untuk melihat sebuah periode sejarah

tentang: bagaimana teks itu muncul, mengapa, di mana, kapan dan dalam keadaan yang

bagaimana; siapa penulisnya dan untuk siapa ditulis, disusun, disunting, lalu hal apa saja yang

mempengaruhi kemunculan, pembentukan, perkembangan, pemeliharaan dan penyebarannya.

133
John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, 24.
70

Metode historis kritis juga mengkritisi kondisi-kondisi keagamaan, sosial, ekonomi, budaya dan

politik pada suatu periode sejarah menurut teks.134

Dalam penelitian tulisan ini, penulis menggunakan penafsiran dengan metode Historis

Kritis untuk menafsir teks IPetrus 3:18-19. Hal ini karena:

 Dalam penafsiran Historis Kritis ini bertujuan untuk menarik keluar (eksegese)

pesan dari dalam teks dan mencegah penafsir untuk ber-esegese (memasukkan

ide/pikiran ke dalam teks). Sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh penulis surat

IPetrus benar-benar dapat dipahami secara benar dan tepat.

 Dengan metode Historis Kritis ini akan dapat menjelaskan siapa penulis, tahun

penulisan, tempat penulisan, penyusun, penerima surat IPetrus ini dan hal apa saja yang

mempengaruhi kemunculan, pembentukan, perkembangan, pemeliharaan dan

penyebarannya.

 Selain itu melalui metode ini juga akan jelas konteks keagamaan, sosial, ekonomi,

budaya dan politik pada penulis dan pembaca surat IPetrus.

Dalam menafsir surat IPetrus 3:18-19, penulis menggunakan penafsiran metode Historis

Kritis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Nats dan Kritik Nats

2. Kritik Bentuk

3. Kritik Sumber (Sastra)

4. Tafsiran

5. Skopus

134
John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, 52.
71

1.

2.

3.

3.1.

3.2. Prinsip-Prinsip Penting Dalam Penafsiran Metode Historis Kritis

Metode penafsiran historis kritis memiliki beberapa prinsip-prinsip penting. Prinsip-

prinsip tersebut merupakan bagian dari metode atau langkah-langkah di dalam penafsiran historis

kritis. Penafsiran historis kritis harus memperhatikan dan harus tetap berada dalam prinsip-

prinsip tersebut. Melalui prinsip-prinsip tersebut, maka pesan dari teks akan dapat dikeluarkan

dengan baik dan benar sesuai dengan konteks histori teks.135

Penafsiran historis kritis digunakan untuk menentukan atau menemukan adanya

kekeliruan atau kesalahan pada teks. Prinsip metode penafsiran historis kritis mencakup beberapa

analisis penafsiran.136 Penulis memilih lima (5) di antaranya. Analisis-analisis ini menjadi prinsip

yang dipakai oleh penulis di dalam meneliti teks IPetrus 3:18-20. Berikut ini beberapa prinsip-

prinsip penulis gunakan dalam penelitian historis kritis terhadap teks IPetrus 3:18-20:

a. Nats dan Kritik Nats

Kritik Nats biasanya disebut juga dengan Kritik Teks. Kritik Nats atau Kritik Teks ini

merupakan langkah penting untuk mendeteksi keakuratan atau keaslian teks yang akan ditafsir.137

Hal ini begitu penting karena naskah Alkitab asli tidak kita punyai. Analisis nats dan kritik nats

ini bertujuan agar kita sedapat mungkin dapat mendekati bentuk naskah asli dari Alkitab.

135
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 379.
136
C. Groenen, Hermeneuse Alkitab, 51 dan Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode
Penafsiran Alkitab, 215.
137
Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, 49.
72

Tiga tugas besar kritik nats PB antara lain:138

1. Meneliti penggabungan atau kumpulan bukti-bukti, khususnya penyatuan (perbandingan)

dari manuskrip-manuskrip satu sama lain untuk mengetahui dimana terdapat kesalahan-

kesalahan serta perubahan-perubahan pada nats yang telah ada dan studi tentang bagaimana

dan mengapa variasi-variasi tersebut terjadi.

2. Mengevaluasi dan menaksir atau menilai kekhususan yang signifikan dan implikasi-

implikasi dari fakta-fakta untuk menentukan bacaan-bacaan yang berlainan serta mencari

nats yang lebih dekat dengan naskah asli.

3. Merekontruksi sejarah dari transmisi teks, terhadap kemungkinan yang lebih luas yang

didukung oleh fakta.

Pendekatan yang dilakukan ialah dengan mempergunakan salinan-salinan tua,

terjemahan-terjemahan lama, dan kutipan-kutipan PB dalam karangan bapa-bapa gereja. 139 Kritik

teks bertujuan (a) menentukan arti nats PB dengan setepat mungkin ; (b) mencari kesalahan yang

telah terjadi dari yang asli, agar mengembalikannya pada bentuk yang lebih orisinal agar kita

sampai sedekat mungkin pada bentuk naskah Yunani yang asli.140

Langkah-langkah untuk menentukan kritik nats antara lain:141

 Mengumpulkan teks atau nats: Dalam hal ini si penafasir akan mengumpulkan nats-

nats yang telah ada dan menyusunnya sesuai dengan usia nats tersebut.

 Menguji nats yang telah diganti dalam hubungannya dengan yang utuh dalam nats

keseluruhannya. Ada dua hal yang diperhatikan yaitu:

138
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 215-216.
139
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 215.
140
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 36-37
141
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 45-49.
73

a. Menguji nats menurut bentuk bahasanya yakni dapat dengan menggunakan leksikon atau

kamus, memperhatikan tata bahasa dan gaya bahasa.

b. Menguji nats menurut unsur isinya; dalam pengertian ini si penafsir akan meneliti

pengertian isi, sejarah dan teologinya.

 Mengambil keputusan: Setelah nats dalam naskah dikumpulkan dan diuji, karena

adanya penyimpangan dari naskah asli maka tugas penafsir selanjutnya adalah

menentukan kata-kata mana yang diterima berdasarkan syarat-syarat yang

menyakinkan.

b. Kritik Bentuk

Setelah proses kritik nats selesai, maka akan ditentukanlah pembagian nats berdasarkan

konteks teks. Dalam menentukan bentuk teks, maka kita harus lebih dahulu menentukan tempat

nats dalam konteks. Tempat nats dalam konteks terbagi dua yaitu:142

a. Konteks Umum: Dalam rangka menemukan makna teks yang kita kerjakan,

maka kita harus menentukan konteks perikop kita dalam keseluruhan kitab

atau surat. Kita harus menentukan tempat dan peranan teks kita dalam seluruh

surat atau kita tersebut.

b. Konteks umum: Kita harus menentukan hubungan teks kita dengan teks

sebelum dan sesudahnya dan menentukan fungsi teks tersebut dalam

hubungannya dengan teks sebelum dan sesudahnya. Pula kita harus

menentukan kemunculan teks yang serupa atau paralel dengan teks pada kitab

atau surat lainnya.

142
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 240.
74

Langkah-langkah yang diperlukan secara konkret dalam kritik bentuk:143

- Menyadari ragam literer yang memuat nats yang hendak dikerjakan. Ada 4

ragam literer dalam PB: Injil-injil, Kisah Para Rasul, Surat-surat kiriman dan

Kitab Wahyu. Masing-masing literer tersebut mempunyai sifat-sifat sastra yang

khas.

- Menyusun dengan logis. Membagi nats menurut tradisi liturgis atau paranetis 144

(Surat Kiriman) dan tradisi perkataan atau tradisi berita sejarah (Injil).

- Langkah ketiga hanya diperlukan dalam tafsir sinopsis. Sebuah pertanyaan

tentang, apakah tradisi perkataan atau tradisi berita sejarah itu berasal dari

sejarah Yesus. Apakah teks merupakan bahan asli?

c. Kritik Sumber (Sastra)

Kritik sumber ialah usaha untuk mengindentifikasi sumber teks yang sedekat mungkin

dengan teks asli. Penelitian ini dilakukan dengan melihat kemungkinan penulis teks yang

menggunakan sumber-sumber dari teks yang lain. Sehingga perlu dipertanyakan bagaimana

suatu teks tersusun dan apa tujuan teks tersebut ditulis. Teks harus dianalisa, apakah teks tersebut

telah ada secara lisan, diajarkan, dituliskan, disimpan turun temurun.145

Dalam kritik sumber juga merupakan langkah untuk mengenal sastra dalam Perjanjian

Baru. Kritik sumber mencakup semua persoalan yang timbul sehubungan dengan teks sendiri,

termasuk pengarang, konteks sejarah, dan berbagai aspek bahasa dan isi teks. Sebuah teks, atau

143
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 246.
144
Teks PB ada yang berupa “paraklese” yang menghiburkan jemaat dan “paranese” yang
berupa nasihat tentang ketaatan hidup (moral hidup Kristen). Lih. A. A. Sitompul & Ulrich
Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 343.
145
C. Groenen, Hermeneuse Alkitab, 60.
75

suatu bagian Kitab Suci, atau alinea adalah bagian dari seluruh tulisan yang lebih besar yakni

dokumen itu sendiri. Sebagai bagian dari tulisan yang lebih besar, setiap bagian memberikan

andilnya pada tujuan dari keseluruhan dokumen dan tujuan teks juga dapat ditemukan dari tujuan

teks secara keseluruhan.146

Jenis sastra dalam PB dapat dibagi menjadi dua147:


1. Tiga jenis sastra besar (genre), yaitu:
a. Naratif (narrative)
b. Tulisan (epistle)
c. Wahyu (apocalypse)
2. Jenis sastra kecil (sub-genre)
a. Ucapan-ucapan dan cerita ucapan
b. Perumpamaan
c. Puisi
d. Nyanyian pujian

Dalam kritik sumber (sastra) dilakukan penelitian terhadap kemungkinan adanya

pemakaian sumber yang sama. Untuk melihat adanya pemakaian dan pemasukan dari sumber-

sumber lain, perlu diperhatikan faktor-faktor berikut ini:148

- Perubahan gaya bahasa sastra,

- Penggantian kosa kata,

- Putusnya kesinambungan alur berpikir dari penulis,

- Munculnya pernyataan sekunder yang tampak menghubungkan atau menyatukan

kalimat,

- Berubahnya teologi dan pemahaman-pemahaman pada teks,

- Terdapat duplikasi atau pengulangan bahan,

146
John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, 89.
147
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 227
148
John H. Hayes & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, 91.
76

- Ada bagian-bagian yang dibatasi atau dipisahkan,

- Ditemukan ketidak konsistenan dalam kronologi dan fakta.

Kritik sastra mengharuskan penafsir untuk membaca sebuah kitab atau sebagian kitab

sebagai unit yang utuh, dan menyelidiki struktur, gaya, modus, tema, konteks, jalan pikiran,

retorik, dan fungsi kitab tersebut.149 Dalam kritik sastra mencakup retorika, puisi dan bahan-

bahan yang dipergunakan oleh penulis teks dalam menyusun dan merangkai bahasa teks.

Langkah dalam melakukan kritik sastra ialah mengindetifikasi tata bahasa, identifikasi teologi

teks atau pemikiran dalam teks, ada tidaknya ruang kosong atau penyimpangan pada teks.150

d. Tafsiran

Dalam tafsiran kita memusatkan perhatian pada garis-garis besar teologis. Kita harus

menentukan apakah pemberitaan teks berupa paraklese (penghiburan bagi jemaat) atau berupa

paranese (nasihat tentang ketaatan hidup). 151 Dalam tafsiran kita tidak berkhotbah. Kita hanya

menguraikan apa yang hendak disampaikan penulis di dalam tulisannya kepada pembacanya

dulu dengan menggunakan bahasa atau kata-kata kita sendiri.

e. Skopus

Skopus berarti meneliti maksud dan tujuan puncak suatu nats. Untuk menghasilkan

skopus nats maka si penafsir harus memperhatikan agar skopus atau tujuan teks atau nats cukup
149
Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, 210.
150
Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, 51.
151
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 343-344.
77

jelas. Dalam hal ini yang harus ditekankan adalah bahwa penafsir hendaklah mampu melihat hal-

hal apa yang paling utama di dalam teks atau nats, sehingga pada akhirnya si penafsir pun dapat

menyatakan apa maksud dan inti yang mendasari sebuah teks untuk dapat dimengerti jemaat.152

BAB IV

TAFSIRAN I PETRUS 3:18-20

9.

10.

11.

12.

3.

4.

4.1. Nats dan Kritik Nats

1.
152
A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, 192.
78

2.

3.

4.

4.1.

4.1.1. Analisis Nats

- Ayat 18 : o[ti kai. Cristo.j a[pax peri. a`martiw/n e;paqen( di,kaioj u`pe.r

avdi,kwn( i[na u`ma/j prosaga,gh| tw/| qew/| qanatwqei.j me.n sarki. zw|

opoihqei.j de. pneu,mati\

o[ti = kata penghubung (karena, sebab, bahwa).

kai. = kata pengubung (dan, tetapi, juga).

Cristo.j = kata benda, nominatif, maskulin, tunggal (Kristus).

a[pax = kata Keterangan (satu kali, sekali).

peri. = kata depan + genitif (tentang, mengenai, untuk), + akusatif (sekeliling, dekat).

a`martiw/n = kata benda, genitif, feminim, jamak (dosa-dosa).

e;paqen( = kata kerja indikatif aorist aktif dari kata pascw, orang ke-3 tunggal (dia dulu

pernah menderita).

di,kaioj = kata sifat, nominatif, maskulin, tunggal (benar, adil, tidak bersalah).

u`pe.r = kata depan genitif (untuk, bagi, demi).

avdi,kwn( = kata sifat, kata dasar avdi,koj, nominatif, maskulin, jamak (tidak adil, tidak

benar, tidak percaya).

i[na = kata penghubung (agar, supaya, sehingga).

u`ma/j = kata ganti, kata dasar suv, akusatif, orang ke-2 jamak (kamu sekalian).
79

prosaga,gh| = Aorist aktif, orang ke-3 tunggal dari kata dasar prosa,gw (dia menghadap,

membawa menghadap, mendekat).

tw/| qew/| = kata sandang + kata benda, datif, maskulin, tunggal (pada/bagi Allah).

qanatwqei.j = kata kerja partisip, aorist pasif, nominatif, maskulin, tunggal dari kata dasar

qanato,w (Dibunuh).

me.n = partikel (pada satu pihak).

sarki. = kata benda, datif, feminim, tunggal (pada/bagi daging).

zw|opoihqei.j = kata kerja, partisip aorist pasif, nominatif, maskulin, tunggal kata dasar zw|

opoie,w (dihidupkan, dibangkitkan).

de. = kata penghubung (akan, tetapi, maka, lalu, pada pihak lain).

pneu,mati\ = kata benda, datif, neuter, tunggal (pada/bagi Roh).

Terjemahan ayat 18: Sebab juga Kristus dulu pernah menderita satu kali untuk dosa-dosa, benar

bagi yang tidak benar, supaya kamu sekalian dibawa menghadap pada Allah. Pada satu pihak Ia

dibunuh bagi daging, pada pihak lain Ia dibangkitkan bagi Roh,

- Ayat 19 : evn w-| kai. toi/j evn fulakh/| pneu,masin poreuqei.j evkh,ruxen(

evn = kata depan, datif (di, di dalam, di antara, di atas, pada, dekat).

w-| = kata ganti, datif, neuter, tunggal (-Nya).

kai. = kata pengubung (dan, tetapi, juga).

toi/j = artikel, datif, neuter, jamak (pada/bagi yang)

evn = kata depan, datif (dalam).

fulakh/| = kata benda, datif, feminim, tunggal (penjara, sarang).

pneu,masin = kata benda, datif, neuter, jamak (pada/bagi roh-roh)


80

poreuqei.j = kata kerja, partisip, aorist pasif, nominatif, maskulin, tunggal (pergi, berjalan,

mengurus kehidupan).

evkh,ruxen( = kata kerja, indikatif aorist aktif, orang ke-3 tunggal (Dia dulu pernah

memberitakan, mengumumkan, berkhotbah).

Terjemahan ayat 19 : di dalam-Nya juga, Dia dulu pernah pergi berkhotbah pada roh-roh yang

di dalam penjara,

- Ayat 20 : avpeiqh,sasi,n pote o[te avpexede,ceto h` tou/ qeou/ makroqumi,a

evn h`me,raij Nw/e kataskeuazome,nhj kibwtou/ eivj h]n ovli,goi( tou/tV e;stin

ovktw. yucai,( diesw,qhsan diV u[datojÅ

avpeiqh,sasi,n = kata kerja, partisif, aorist aktif, datif, maskulin, jamak ( mereka yang tidak

percaya/taat).

potev = partikel enklitik (pernah, dulu).

o[te = kata penghubung (bahwa, karena).

avpexede,ceto = kata kerja, indikatif, imperfek, orang ke-3 tunggal (Dia dulu sedang

menantikan/menunggu).

h` = artikel, nominatif, feminism,tunggal (ini, itu, yang, ia, -nya).

tou/ = artikel, genitive, maskulin, tunggal (ini, itu, yang, ia, -nya).

qeou/ = kata benda, genitif, maskulin, tunggal (Allah).

makroqumi,a = kata benda, nominatif, feminim, tunggal (kesabaran, ketekunan, ketahanan).

evn = kata depan, datif (dalam).

h`me,raij = kata benda, datif, feminism, jamak (hari, siang, waktu, zaman).

Nw/e = kata benda, genitif, maskulin, tunggal (Noah/Nuh).


81

kataskeuazome,nhj = kata kerja, partisip present aktif, genitif, feminim (sedang menyiapkan,

membangun).

kibwtou/ = kata benda, genitive, feminim, tunggal (bahtera).

eivj = kata ganti, akusatif (ke dalam, kepada, pada, sampai, untuk, menjadi).

h]n = kata ganti, akusatif, feminim, tunggal (yang).

ovli,goi( = kata sifat, nominatif, maskulin, jamak (sedikit, beberapa, sejumlah kecil).

tou/tV = kata ganti, nominatif, neuter, tunggal (ini, inilah, dia).

e;stin = kata kerja, indikatif present aktif, orang ke-3 tunggal (dia adalah, yaitu).

ovktw. = kata sifat (delapan).

yucai,( = kata benda, nominatif, feminim, jamak (jiwa, nyawa, manusia,

kehidupan).

diesw,qhsan = kata kerja, indikatif, aorist pasif, orang ke-3 jamak (mereka diselamatkan)

diV = kata depan, genitive (melalui, pada, selama).

u[datojÅ = kata benda, genitive, neuter, tunggal (air).

Terjemahan ayat 20: mereka yang pernah tidak taat, ketika Allah dulu sedang menantikan

mereka dalam kesabaran, waktu Nuh sedang membangun bahteranya, yang sejumlah kecil itu,

yaitu delapan manusia diselamatkan dari air.

4.1.2. Perbandingan Terjemahan

- Terjemahan penulis153

IPetrus 3:18-20 : Sebab juga Kristus dulu pernah menderita satu kali untuk dosa-dosa, benar

bagi yang tidak benar, supaya kamu sekalian dibawa menghadap pada Allah. Pada satu pihak Ia

153
Barclay Newman, Kamus Yunani-Indonesia,
82

dibunuh bagi daging, pada pihak lain Ia dibangkitkan bagi Roh, di dalam-Nya juga, Dia dulu

pernah pergi berkhotbah pada roh-roh yang di dalam penjara, mereka yang pernah tidak taat,

ketika Allah dulu sedang menantikan mereka dalam kesabaran, waktu Nuh sedang membangun

bahteranya, yang sejumlah kecil itu, yaitu delapan manusia diselamatkan dari air.

- Terjemahan LAI154

IPetrus 3:18-20: Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang

benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang

telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut

Roh, dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam

penjara, yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah,

ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di

mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu.

- Terjemahan Bibel Bahasa Batak Toba155

IPetrus 3:18-20 : Ai dohot do Kristus mate sahali ala ni angka dosa, na tigor i

humongkop angka pargeduk, asa ditogihon hita tu Debata; na tarbunu do ia dagingNa, alai

dipangolu do ianggo tondiNa. Di bagasan tondi i do Ibana lao marjamita tu angka tondi na di

bagasan hurungan i, angka na so mangoloi na jolo, di na maimaima lambas ni roha ni Debata

uju di angka ari ni si Noak, di na pinaulina parau na gabe haluaan ni na otik i, i ma na ualu

halak, marhitehite aek i.

Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Deuterokanonika , (Jakarta: LAI, 1974), 378.


154

155
Huria Kristen Batak Protestan, Bibel dohot Ende HKBP, (Pearaja: Huria Kristen Batak
Indonesia, 2015), 323.
83

- Terjemahan NIV156

1Peter 3:18-20 : For Christ died for sins once for all, the righteous for the unrighteous, to

bring you to God. He was put to death in the body but alive by the Spirit, through whom also he

went and preached to the spirits in prison who disobeyed long ago when God waited paitenly in

the days of Noah while the ark was being bulit. In it only a few people, eight in all, were saved

through water.

- Terjemahan CEV157

1Peter 3:18-20 : Christ died once for our sins. An innocent person died for those who are

guilty. Christ did this to bring you to God, when his body was put to death and his spirit was

made alive. Christ then preached to the spirits that were being kept in prison. They had

disobeyed God while Noah was building the boat, but God had been patient with them. Eight

people went into that boat and were brought safely through the flood.

Pada beberapa terjemahan di atas terlihat adanya beberapa perbedaan. Pada ayat 18,

perbedaan mencolok ialah pada kata sarki yang masing-masing teks menerjemahkannya berbeda.

LAI158 menerjemahkannya sebagai manusia, Bibel Bahasa Batak Toba 159 menerjemahkan dengan

kata daging (daging). NIV160 dan CEV161 menerjemahkannya dengan kata body (tubuh). Penulis

sendiri menerjemahkannya sebagai daging. Tetapi perbedaan ini, tidak terlalu menganggu arti

156
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab- Holy Bible: Terjemahan Baru-NIV, (Jakarta: Lembaga
Alkitab Indonesia, 2010), 555-556.
157
Lembaga Alkitab Indonesia, Holy Bible – Contemporary English Version, (JakartaL Lembaga
Alkitab Indonesia, 2001), 1584.
158
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Deuterokanonika, 378.
159
Huria Kristen Batak Protestan, Bibel dohot Ende HKBP, 323.
160
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab- Holy Bible: Terjemahan Baru-NIV, 555-556.
161
Lembaga Alkitab Indonesia, Holy Bible – Contemporary English Version, 1584.
84

atau maksud dari teks ini, karena kata sarki. dari kata dasar sarx. berarti daging, badan fisik,

sifat manusiawi yang berdosa.162 Sehingga tidaklah salah atau menjadi merubah arti teks, ketika

kita menerjemahkan kata sarki. dengan kata manusia, tubuh, daging. Karena memang kata

tersebut menunjuk pada tubuh jasmani manusia.

Teks menjelaskan bahwa Yesus mati atau dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai sarx. Ini

menunjukkan bahwa Yesus benar-benar mati sebagi manusia. Ini benar-benar memperkuat fakta

dan kenyataan dari inkarnasi Allah di dalam Yesus. Bahwa Ia sebagai Allah telah mati dalam

keadaan-Nya sebagai manusia. Paulus mengatakan bahwa Allah mengerjakan karya pendamaian-

Nya di dalam (sarx) tubuh manusia-Nya (Kol. 1:22). Allah menjadikan diri-Nya sama dengan

manusia, yaitu sebagai sarx. Dalam keadaan sebagai sarx tersebut, Ia menggantikan atau

menanggung hukuman yang seharusnya diterima manusia, Ia menanggung hukuman manusia

dengan menjadi sama dengan manusia (Rm. 8:3). Kristus telah mati untuk manusia dalam

keadaan-Nya sebagai manusia (sarx).163

Perbedaan terjemahan berikutnya terlihat berbeda, yaitu di ayat 19 pada kata evkh,ruxen.

(Dia dulu pernah memberitakan, mengumumkan, berkhotbah) dari akar kata kh,russw

(memberitakan).164 Tetapi perbedaan itu hanya tampak pada terjemahan milik LAI, yang

menerjemahkannya dengan ”memberitakan Injil”. Sedangkan terjemahan penulis ialah

”berkhotbah”, senada dengan Bible Bahasa Batak Toba yang menerjemahkan evkh,ruxen dengan

”marjamita” (berkhotbah). Begitu pun NIV dan CEV menerjemahkannya dengan kata

”preached” (berkhotbah). Dan memang, pada teks kita tidak menemukan adanya kata

euvaggeli,zw sebagai terjemahan dari kata Injil. Sehingga, kita dapat katakan bahwa LAI dengan

maksud tertentu telah memberikan penambahan kata pada teks, kemungkinan penambahan ini
162
Barclay Newman, Kamus Yunani-Indonesia, 55.
163
Kata “Inkarnasi” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I, 440.
164
Barclay Newman, Kamus Yunani-Indonesia, 92.
85

merujuk pada teks IPtr. 4:6, yang menjelaskan tentang Injil yang diberitakan pada orang mati.

Tetapi pada teks asli kita tidak menemukan kata euvaggeli,zw sebagai terjemahan untuk kata

Injil. Sehingga penulis, tidak perlu menambahkan kata tersebut pada terjemahan penulis, untuk

menemukan ke-originalitas terjemahan.

Perbedaan terjemahan mencolok hanya terdapat pada kedua kata tersebut, sedangkan

untuk kata atau kalimat yang lainnya, tidak terlihat perbedaan yang mencolok yang memberikan

perubahan atau perbedaan maksud dan arti dari teks tersebut. Terlihat dari beberapa terjemahan

di atas lebih banyak persamaan arti daripada perbedaannya.

4.1.3. Kritik Apparatus

 Ayat 18

- Bodmer mengusulkan untuk mengganti kata kai (kata penghubung: dan, tetapi, juga) dengan

kata o] (kata sandang: ini, itu, -nya). Kodeks Alexandria mengusulkan mengantinya dengan

kai o]. Menurut penulis karena kata kai adalah sebuah kata penghubung dan kata o, adalah

sebuah artikel. Sehingga jika diganti atau pun ditambah tidak memberikan perubahan arti

terjemahan dan makna teks, maka usulan ini ditolak.

- Bapa Gereja Cyprian of Chartago dan Vulgata Augabe Von mengusulkan mengubah kata

peri. a`martiw/n e;paqen165 (dia menderita untuk dosa-dosa) menjadi peri. a`martiw/n

apeqanen166 (dia mati untuk dosa-dosa). Pendapat lain mengatakan ingin mengantikan kata

165
peri. = kata depan + genitif (tentang, mengenai, untuk), + akusatif (sekeliling, dekat).
a`martiw/n = kata benda, genitif, feminim, jamak (dosa-dosa).
e;paqen( = kata kerja indikatif aorist aktif dari kata pascw, orang ke-3 tunggal (dia dulu
pernah menderita).
166
peri. = kata depan + genitif (tentang, mengenai, untuk), + akusatif (sekeliling, dekat).
a`martiw/n = kata benda, genitif, feminim, jamak (dosa-dosa).
apeqanen( = kata kerja indikatif aorist aktif dari kata apoqnhskw, (dia dulu pernah mati).
86

tersebut menjadi peri. h,mwn u,per a`martiw/n apeqanen167 (mati untuk dosa-dosamu).

Pendapat dalam kritik ini sangat baik dan bagus. Usulan yang diberikan memberikan

penjelasan yang lebih tepat akan makna teks yang menjelaskan pengorbanan Yesus yang

mati, yaitu mati untuk dosa-dosa kita.

Usulan ini ditolak karena konteks surat IPetrus ialah konteks penganiayaan. Penulis surat

dengan sengaja menggunakan kata e;paqen (menderita) untuk menghimbau pembacanya agar

mau turut menderita. Penulis lebih memilih kata e;paqen (menderita) karena sesuai dengan

konteks keseluruhan isi surat yang berisi penguatan dan penghiburan untuk bertahan dan setia

dalam penderitaan. Ini pun diperkuat dari ayat sebelumnya (17) yang menekankan untuk mau

menderita karena berbuat baik, dari pada menderita karena berbuat jahat karena Kristus pun turut

e;paqen (menderita).

Pengajaran mengenai pengorbanan Yesus yang mati untuk dosa-dosa manusia adalah

pengajaran yang umum yang telah diterima oleh jemaat mula-mula. Penulis surat IPetrus merasa

tidak perlu menjelaskannya lebih mendetail, karena hal itu telah mereka ketahui. Penulis melalui

suratnya hanya mengingatkan kembali, sehingga ia hanya menulis bahwa Kristus menderita satu

kali atas dosa-dosa (Cristo.j a[pax peri. a`martiw/n e;paqen168). Istilah menderita dalam teks telah

mengacu pada kematian Yesus yang telah diketahui oleh jemaat mula. Istilah dosa-dosa dalam

167
peri. = kata depan + genitif (tentang, mengenai, untuk), + akusatif (sekeliling, dekat).
h,mwn = kata ganti, dari kata dasar su, akusatif, orang ke-2 jamak (kamu sekalian).
u,per = kata depan genitif (untuk, bagi, demi).
a`martiw/n = kata benda, genitif, feminim, jamak (dosa-dosa).
apeqanen( = kata kerja indikatif aorist aktif dari kata apoqnhskw, (dia dulu pernah mati).
168
Cristo.j = kata benda, nominatif, maskulin, tunggal (Kristus).
a[pax = kata Keterangan (satu kali, sekali).
peri. = kata depan + genitif (tentang, mengenai, untuk), + akusatif (sekeliling, dekat).
a`martiw/n = kata benda, genitif, feminim, jamak (dosa-dosa).
e;paqen( = kata kerja indikatif aorist aktif dari kata pascw, orang ke-3 tunggal (dia dulu
pernah menderita).
87

teks juga mengacu pada dosa-dosa kita. Sehingga penulis surat IPetrus tidak merasa perlu

menjelaskannya.

- Kodeks Ψ mengusulkan untuk menghilangkan kalimat di,kaioj u`pe.r avdi,kwn169 (yang

benar bagi yang tidak benar). Padahal, kalimat ini sangat penting, karena kalimat tersebut

menunjuk pada Yesus yang benar (tidak berdosa), mengorbankan dirinya untuk

mati/menderita bagi orang-orang berdosa. Sehingga penulis menolak usulan untuk

menghilangkan kalimat tersebut.

- Kodeks a2, A, C, K, L mengusulkan mengganti kata u`ma/j (kamu sekalian, akusatif)

menjadi kata h`ma/j (kamu sekalian, genitif). Penggantian ini malah mengubah makna teks,

karna kata u`ma/j pada teks lebih tepat jika sebagai objek (akusatif), bukan kepemilikan

(genitif). Objek (u`ma/j) yang dibawa kepada Allah (prosaga gh| tw/| qew/|).

- Kodeks C dan kodeks Ψ mengusulkan menghilangkan kata tw/| qew,170 (kepada Allah).

Sedangkan beberapa pendapat lain, mengusulkan menggantinya dengan kata tw/| patri171

(kepada Bapa). Penghilangan kata justrus merubah makna teks, sedangkan penggantiannya

tidak ada masalah, justru memperjelas ke-Trintatis-an Allah. Usulan ini pun harus ditolak,

karena pengajaran tentang ke-Trinitatis-an belum diterima secara umum oleh jemaat mula-

mula sebelum tahun-tahun konsili.

- Bodmer, Kodeks A serta kodeks Ψ mengusulkan untuk menghilangkan kata me.n dari teks.

Usulan ini ditolak karena, penghilangan kata me.n harus disertai penghilangan de,, karena

kedua kata tersebut adalah pasangan kata untuk menjelaskan adanya dua pihak yang

169
di,kaioj = kata sifat, nominatif, maskulin, tunggal (benar, adil, tidak bersalah).
u`pe.r = kata depan genitif (untuk, bagi, demi).
avdi,kwn( = kata sifat, kata dasar avdi,koj, nominatif, maskulin, jamak (tidak adil, tidak
benar, tidak percaya).
170
tw/| qew/| = kata sandang + kata benda, datif, maskulin, tunggal (pada/bagi Allah).
171
tw/ patri = kata sandang + kata benda, datif, maskulin, tunggal (pada/bagi Bapa).
88

menjelaskan makna kata yang berada diantara kata me.n (pada satu pihak) dan de (pada

pihak lainnya) tersebut. Jika kedua kata tersebut dihilangkan, maka makna teks tersebut

akan berubah pula.

- Bodmer, juga mengusulkan untuk menyisipkan kata en172 (didalam) sebelum kata

pneumati.173 Penyisipan kata tersebut memperjelas arti teks, bahwa Kristus di satu pihak

dibunuh dalam daging (qanatwqei.j me.n sarki.), dipihak lain dibangkitkan dalam Roh (zw|

opoihqei.j de. en pneu,mati). Usulan ini patut untuk diterima, karena penyisipan kata ini

akan memperjelas dan memperkuat keterangan teks, yang menjelaskan bahwa Yesus bangkit

dalam Roh (en pneumati).

 Ayat 19

- Bowyer mengusulkan untuk mengganti kata evn w-| kai.174 menjadi nama Enwc.175 Harris

juga mengusulkan untuk menggantinya dengan kata evn w-| kai. Enwc. Kedua tokoh ini

sepakat untuk memasukkan nama Henokh (Enwc) di dalam teks karena menurut mereka

bahwa kata Enwc telah hilang dari teks sehingga harus dimasukkan kembali. Menurut

mereka, bahwa hilangnya nama Henokh dari dalam teks dikarenakan adanya kekeliruan di

dalam melakukan penyalinan naskah surat IPetrus ini.

Harris mengatakan bahwa sebagian naskah Perjanjian Baru ditulis dengan cara didikte,

sehingga para penulis naskah memiliki kerentanan dengan tidak sengaja menghilangkan kata-

kata yang berurutan dan bunyi yang sangat mirip dari kata-kata tersebut. Kata evn w-| kai sangat

172
evn = Kata depan, datif (di, di dalam, di antara, di atas, pada, dekat).
173
pneu,mati\ = Kata benda, datif, neuter, tunggal (pada/bagi Roh).
174
evn = Kata depan, datif (di, di dalam, di antara, di atas, pada, dekat).
w-| = Kata ganti, datif, neuter, tunggal (yang, dia).
kai. = Kata pengubung (dan, tetapi, juga).
175
Enwc = Kata benda, maskulin, tunggal (Henokh).
89

miripnya dengan kata Enwc, Harris menduga bahwa penulis kuno telah keliru dalam menulis

teks dengan menghilangkan kata Enwc. Pendapat ini harus ditolak, karena terkesan dipaksakan

tanpa didasari data yang jelas. Teks ini berbicara tentang karya keselamatan yang dikerjakan oleh

Yesus, tidak mengaitkan dengan rasul atau pun nabi. Sehingga terkesan aneh jika tiba-tiba tanpa

alasan jelas memunculkan nama Enwc pada teks.

- Pendapat Bapa Gereja di tahun 614 M mengusulkan untuk mengganti kata fulakh/| menjadi

kata tw adh (Hades). Kodeks C juga mengusulkan untuk mengganti kata tersebut menjadi

fulakh katakekleismenoij (terkunci dalam penjara). Usulan ini ditolak, karena istilah fulakh

telah cukup untuk menerangkan sebuah tempat yang menggambarkan situasi keterpenjaraan

dan tempat roh-roh orang berdosa.

Istilah fulakh pada teks ialah mengacu pada Hades. Justru istilah fulakh ini

menggambarkan keadaan Hades. Hades sebagai dunia orang mati dipahami sebagai penjara bagi

roh-roh orang yang telah mati. Istilah ini memberikan gambaran bahwa Hades bukanlah tempat

yang kekal. Jika dalam fulakh (penjara) orang dapat bebas sewaktu-waktu, baik itu karena

tebusan, selesainya masa tahanan maka Hades pun demikian, manusia dapat bebas dari Hades

melalui turunnya Yesus ke dalam Hades.

Istilah fulakh ini pun dengan sengaja digunakan oleh penulis surat IPetrus. Istilah ini

merupakan istilah yang terkesan ”dekat” bagi penulis yang berada dalam penganiayaan dan

pengejaran. Penulis surat ini menggunakan nama rasul Petrus sebagai penulis surat ini dan dalam

surat ini ia mengacu pada pengalaman rasul Petrus yang pernah dipenjara oleh Herodes Agripa I

dan kemudian dibebaskan oleh Malaikat (Kis. 12:1-19).

- Bodmer juga mengusulkan untuk mengganti kata pneu,masin (jamak) menjadi kata

pneu,mati(tunggal). Penulis menolak usulan ini, karena teks membahas mengenai roh-roh
90

yang dalam penjara, roh-roh yang tidak taat. Sehingga roh-roh yang dimaksud oleh teks,

bentuknya adalah jamak bukan tunggal. Kata pneu,mati sendiri lebih sering dipakai untuk

menunjuk pada Roh Allah/Kudus, karena bentuknya adalah tunggal.

 Ayat 20

- Kodeks K mengusulkan untuk mengganti kata avpexede,ceto176 menjadi kata

avpaxede,ceto.177 Usulan ini ditolak, karena teks menjelaskan situasi lampau yang telah

berlalu, bukan situasi sekarang.

- Kodeks C, P, Ψ mengusulkan perubahan pada kata ovli,goi178 menjadi kata ovli,gai.179

Perubahan ini ditolak karena perubahan kata tersebut tidak mempengaruhi makna teks.

Bodmer juga mengemukakan pendapat untuk menghilangkan kata ovktw.180 dari dalam teks.

Penghilangan ini ditolak, karena kata ovktw. (delapan) untuk menjelaskan jumlah sedikit

yang ditulis pada teks, dan kata tersebut penting untuk menunjuk jumlah keluarga Nuh yang

selamat dari air bah.

4.2. Kritik Bentuk

Disposisi atau susunan surat IPetrus kurang begitu jelas, dikarenakan bentuk dan

sifatnya sebagai nasehat, sehingga kurang begitu jelas dalam menetapkan batas-batas pembagian

teksnya. Surat ini diawali dengan ucapan salam pembuka (1:1-2), pujian kepada Allah yang

176
avpexede,ceto = Kata kerja, indikatif, imperfek, orang ke-3 tunggal (Dia dulu sedang
menantikan/menunggu).
177
avpaxede,ceto = Kata kerja, indikatif, perfek, orang ke-3 tunggal (Dia dulu sedang
menantikan/menunggu).
178
ovli,goi( = Kata sifat, nominatif, maskulin, jamak (sedikit, beberapa, sejumlah kecil).
179
ovli,gai( = Kata sifat, nominatif, neuter, jamak (sedikit, beberapa, sejumlah kecil).
180
ovktw. = Kata sifat (delapan).
91

memberikan keselamatan (1:3-12), lalu nasihat-nasihat moral dan peneguhan (1:13-2:10), cara

hidup di tengah lingkungan kafir (2:11-4:11), keteguhan dalam penderitaan (4:12-19), nasihat-

nasihat kepada penatua, pemuda, dan anggota jemaat (5:1-11) dan salam penutup (5:12-14).181

Secara garis besar, pembagian surat IPetrus terbagi atas lima (5) bagian besar, yaitu

sebagai berikut:182

I. Pembukaan (1:1-12)

- Salam Pembuka (1:1-2)

- Pujian dan Syukur kepada Allah (1:3-5)

- Hidup dalam Iman dan Pengharapan (1:6-12)

II. Hidup Kudus (1:13-2:10)

- Nasihat untuk hidup kudus dan penuh kewaspadaan (1:13-16)

- Takut akan Allah (1:17-21)

- Mengasihi sesama (1:22-25)

- Menjadi Umat Allah (2:1-10)

III. Sikap-sikap sebagai seorang Kristen (2:11-4:11)

- Motivasi dan sikap ditengah lingkungan kafir (2:11-12)

- Sikap kepada pemerintah sebagai warga negara yang baik (2:13-17)

- Sikap sebagai Hamba/Budak Kristen (2:18-25)

- Sikap sebagai Suami-Istri (3:1-7)

- Sikap Umat (3:8-12)

- Ketabahan dalam penderitaan (3:13-17)

Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, , 15.
181

182
Lih. C.E.B. Cranfield, I & II Peter and Jude, 5 dan Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus
dan Surat Yudas, 7-8, Lembaga Biblika Indonesia, Surat-surat Ibrani dan Umum, 142.
92

- Karya Kristus dalam penyelamatan manusia (3:18-22)

- Kelepasan dari dosa (4:1-6)

- Cara hidup umat (4:7-11)

IV. Hidup dalam pencobaan (4:12-5:11)

- Bertekun dalam penderitaan (4:12-19)

- Naihat kepada penatua dan pemuda (5:1-4)

- Nasihat penutup kepada jemaaat (5:5-11)

V. Salam Penutup (5:12-14).

4.3. Kritik Sumber ( Kritik Sastra)

Khotbah Petrus pada bagian awal kitab Kisah Para Rasul merupakan kerangka khotbah-

khotbah yang terdapat pada Gereja mula-mula. Khotbah tersebut kemudian menjadi pengajaran

yang diterima secara umum oleh jemaat-jemaat Kristen. Khotbah tersebut merupakan fondasi

pemikiran seluruh penulisan kitab Perjanjian Baru. Khotbah ini kemudian menjadi bahan bagi

pengkhotbah pada gereja mula-mula. Gagasan-gagasan teologi dalam surat IPetrus memiliki

kemiripan dengan khotbah Petrus pada kitab Kisah Para Rasul (Kis. 2:14-40). Isi surat IPetrus

merupakan laporan kata demi kata dari khotbah Petrus dalam kitab Kisah Para Rasul tersebut.183

Hal ini tampak dalam pemikiran yang dikutip oleh Barclay berikut ini184:

- Waktu pengenapan telah tiba. Zaman Messianik telah dimulai. Orang-orang

terpilih terpanggil untuk bergabung dalam komunitas baru. (Kis. 2:14-16; 3:12-

26; 4:8-12; 10:34-43 paralel dengan IPtr. 1:3, 10-12; 4:7).

183
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 224.
184
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 225-226.
93

- Zaman baru ini dimulai dari kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus

Kristus. Ini merupakan rencana Allah. Ini merupakan penggenapan dari nubuat-

nubuat yang ada dalam Perjanjian Lama (Kis. 2:20-31; 3:13-14; 10:43 sama

dengan IPtr. 1:20-21).

- Melalui kebangkitan-Nya, Yesus yang dimuliakan mendapat tempat di sisi kanan

Allah. Menjadi Mesias bagi manusia (Kis. 2:22-26; 3:13; 4:11; 5:30-31; 10:39-

42 paralel dengan IPtr. 1:21; 2:7; 2:24; 3:22).

- Peristiwa Messianik akan tergenapi sempurna saat kedatangan Yesus kedua kali

dalam kemuliaan dan penghakiman atas orang hidup maupun mati (Kis. 3:19-22;

10:42 paralel dengan IPtr. 1:5, 7, 13; 4:5, 13, 17, 18; 5:1,4).

- Fakta-fakta di atas menjadi landasan untuk pertobatan, pengampunan oleh Roh

Kudus dan janji akan hidup kekal (Kis. 2:38-39; 3:19; 5:31; 10:43; IPtr. 1:13-25;

2:1-3; 4:1-5).

Ini menunjukkan bahwa sumber bahan penulisan surat IPetrus ini ialah dari pengajaran

yang umum dalam Gereja mula-mula yang didasarkan pada khotbah Petrus dalam kitab Kisah

Para Rasul. Inilah yang menyebabkan, mengapa kita menemukan adanya kemiripan surat IPetrus

dengan surat-surat milik Paulus, yaitu karena dalam surat tersebut berisi pengajaran-pengajaran

umum dalam Gereja mula-mula dan karena penulisnya ialah murid Paulus sendiri.185

Kita juga bisa membuktikan bahwa sumber bahan untuk penulisan surat IPetrus berasal

dari tradisi Gereja mula-mula, yaitu terlihatnya kesamaan topik surat ini dengan hampir seluruh

tulisan dalam Perjanjian Baru. Beberapa topik yang dibahas dalam surat ini juga dibahas dalam

beberapa surat Perjanjian Baru. Sebagaimana terlihat sebagai berikut:186

185
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 225.
186
Jhon H. Elliot dan R. A. Martin, Augsburg Commentary on the New Testament, 57.
94

- Injil : Surat IPetrus dan Injil sama-sama menyinggung tentang kematian dan

kebangkitan Yesus. Surat IPetrus dan Injil berbicara tentang hidup sebagai

komunitas Kristen dan tentang kebahagian dalam penderitaan.

- Kisah Para Rasul: Penulis surat Petrus mengutip khotbah Petrus dalam kitab

Kisah Para Rasul.

- Surat-Surat Paulus, seperti Roma, Efesus, 1Tesalonika, 1Timotius dan Titus juga

menyinggung tentang hidup sebagai jemaat, penderitaan dan moral Kristen yang

terdapat juga dalam surat IPetrus.

- Surat Ibrani dan IPetrus sama-sama menyinggung tentang hidup yang ”asing” di

dunia.

- Surat Yakobus dan IPetrus sama-sama menyinggung tentang Perjanjian Lama

dan iman kepada Allah.

- 1Yohanes dan IPetrus sama-sama berbicara tentang hidup persaudaraan Kristen.

- Wahyu dan IPetrus berbicara tentang ketabahan dalam penderitaan.

Hadiwiyata187 mengatakan bahwa sumber untuk penulisan surat IPetrus ini berasal dari

katekese baptis kuno jemaat mula-mula. Hal ini terlihat dalam teologi keselamatan dalam surat

tersebut memiliki kesesuaian dengan bentuk liturgi baptis kuno jemaat mula-mula (1:3, 23; 2:2;

3:21) dan surat IPetrus banyak membicarakan tentang unsur-unsur baptisan (IPtr. 1:3, 23; 2:2, 10,

25; 3:21). Bahkan surat ini hampir secara keseluruhan (IPtr. 1:3-4:11) dianggap sebagai khotbah

pada upacara pembaptisan yang juga digunakan sebagai nasihat peneguhan untuk bertahan dalam

penderitaan.188

187
Lembaga Biblika Indonesia, Surat-surat Ibrani dan Umum, 140.
188
J.N.D. Kelly, The Epistle of Peter and Jude, (London: Adam and Charles Black, 1976), 15-16.
95

Istilah ”paschein” (menderita) dalam surat ini juga mengacu pada istilah ”pascha”

(paskah). Umat menderita (paschein) karena Kristus lebih dulu menderita (pascha) untuk umat.

Ini kemudian menimbulkan anggapan bahwa surat ini adalah sebuah khotbah pada upacara

pembaptisan di pesta Paskah yang dipimpin oleh episkopos.189

Maka kita melihat, bahwa penulis surat IPetrus mempergunakan bahan-bahan pengajaran

dari tradisi Gereja mula-mula, dari katekese baptisan lalu kemudian penulis surat ini

menambahkan unsur-unsur khotbah dalam tradisi pembaptisan Gereja mula-mula yang diperluas

dalam bentuk kata-kata nasihat (paranetis), liturgis, dan bentuk khotbah (paraklese).

Hadiwiyata190 mengatakan, bahwa pada dasarnya surat IPetrus merupakan nasihat moral

yang dipaparkan dengan sangat logis dan sederhana. Surat IPetrus lebih berbentuk sebuah surat,

dengan diawali sebuah salam yang panjang (1:1-2), kemudian diikuti sebuah doa syukur (1:3-5),

serta diakhiri dengan salam penutup, termasuk salam dari orang-orang lain juga (5:12-14).

Sebuah salam penutup yang disertai salam dari orang lain dalam sebuah surat merupakan tradisi

sastra dalam penulisan surat pada zaman itu.

Nasihat moral dalam surat ini dibungkus dalam bentuk surat pastoral, yang

menyemangati jemaat Kristen dalam menghadapi masalah yang nyata dan krisis dalam hidup

mereka sehari-hari. Surat ini menunjukkan bahwa Yesus adalah pola hidup pastoral sejati, bahwa

Yesus terlibat dalam kehidupan sehari-hari jemaat Kristen, Yesus menyelamatkan kita dari dosa

dan pengalaman jemaat adalah pengalaman yang pernah juga dialami Yesus (2:21).191

Pokok-pokok nasihat moral dalam surat ini menekankan tentang teologi keselamatan. Ini

menunjukkan bahwa pada masa itu, teologi keselamatan telah berkembang pesat. Yesus sebagai

pusat keselamatan dan figur dalam kehidupan. Teologi keselamatan dalam surat ini dituliskan
189
Jhon H. Elliot dan R. A. Martin, Augsburg Commentary on the New Testament, 57.
190
Lembaga Biblika Indonesia, Surat-surat Ibrani dan Umum, 140.
191
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 446.
96

dalam bentuk yang sesuai untuk liturgi baptis (1:3, 23; 2:2; 3:21). Hal ini, kemungkinan

dikarenakan isi surat ini diambil dari katekese baptis kuno dalam gereja mula-mula.192

Pada teks IPetrus 3:18-20 terlihat jelas bahwa teks tersebut merupakan sebuah bentuk

khotbah pada upacara pembaptisan. Terlihat bagaimana teks ini menceritakan kisah Nuh yang

diselamatkan dari air bah sebagai kiasan keselamatan orang Kristen melalui pembaptisan. Air dari

air bah diparalelkan dengan air baptisan.193

Neyrey194mengatakan, bahwa pada saat pembaptisan terlebih dahulu sang katekumen

untuk menyaksikan imannya di hadapan jemaat sebelum ia melaksanakan ritual baptis. Kesaksian

(pengakuan) iman yang dinyatakan oleh sang katekumen telah dikuasai oleh jemaat mula-mula

secara lisan. Penulis surat kemudian menuliskan bagian pengakuan iman tersebut dan

membuatnya menjadi kata-kata penghiburan dan penguatan bagi pembaca suratnya.

4.4. Tafsiran IPetrus 3:18-20

Teks ini merupakan bagian dari ”early Christian Himn or Creed” (Pengakuan Iman

jemaat mula-mula). Pengakuan iman ini dikutip dari tradisi gereja yang diperluas dengan

pemberitaan khusus. Pengakuan iman ini aslinya sebagai berikut:195

- Kristus telah pernah menderita untuk dosa-dosa kita,

- Ia yang benar untuk orang yang tidak benar,

- Supaya Ia membawa kita kepada Allah,

- Ia telah dibunuh menurut daging,

- Tetapi yang telah dihidupkan menurut Roh,

192
Lembaga Biblika Indonesia, Surat-surat Ibrani dan Umum, 139.
193
Lembaga Biblika Indonesia, Surat-surat Ibrani dan Umum, 158.
194
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 451.
195
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 102.
97

- Dan di dalam Roh itu juga ia pergi memberitakan (Injil) kepada roh-roh (yang di

dalam penjara),

- Yang duduk di sebelah kanan Allah,

- Setelah Ia naik ke sorga,

- Semua malaikat, kuasa, diberikan dalam kuasa-Nya.

Komposisi pengakuan iman ini terdapat pada ayat 18,19,22 yang memiliki kesamaan

dengan 1Tim. 3:16 seperti terlihat berikut ini:

IPetrus 3:18-19, 22 : Ia yang telah dibunuh dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tetapi

yang telah dibangkitkan menurut Roh, dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil

kepada roh-roh yang di dalam penjara, yang duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke

sorga sesudah segala malaikat, kuasa dan kekuatan ditaklukkan kepada-Nya.

1Timotius 3:16: Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan

dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara

bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam

kemuliaan.

Beberapa di dalamnya telah diperluas oleh penulis IPetrus, sehingga kita menemukan

keterangan-keterangan tambahan tentang roh-roh dalam penjara, tentang pembaptisan. Penulis

surat dengan sengaja mengaitkan pengakuan iman tersebut dengan baptisan. Hal ini

dimaksudkan agar ketika upacara pembaptisan, jemaat yang berkumpul dan calon baptis

mengakui dan menyatakan iman percayanya kepada Yesus sebagai penyelamat.

1.

2.

3.
98

4.

4.1.

4.2.

4.3.

4.4.

4.4.1. Tafsiran Ayat 18

1 Pet. 3:18 o[ti kai. Cristo.j a[pax peri. a`martiw/n epaqen( di,kaioj u`pe.r avdi,kwn( i[na

u`ma/j prosaga,gh| tw/| qew/| qanatwqei.j me.n sarki. zw|opoihqei.j de. pneu,mati,” (Sebab juga

Kristus dulu pernah menderita satu kali untuk dosa-dosa, benar bagi yang tidak benar, supaya

kamu sekalian dibawa menghadap pada Allah. Pada satu pihak Ia dibunuh bagi daging, pada

pihak lain Ia dibangkitkan bagi Roh,)

o[ti kai. Cristo.j epaqen (sebab Kristus telah menderita), kalimat ini merupakan salah

satu bagian dari pengakuan iman gereja mula-mula. Ini dikutip, sebagai kalimat penguatan bagi

jemaat untuk mau menderita. Kata o[ti (sebab) pada kalimat ini sebagai penjelasan pengantar

dari ayat sebelumnya (ayat 17). Pada ayat sebelumnya dikatakan: ”Sebab lebih baik menderita

karena berbuat baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat”

sebab Kristus pun telah menderita (o[ti kai. Cristo.j epaqen).196 Kata kai. (juga) menjadi

penguatan bahwa Kristus pun juga (kai) menderita. Sedangkan kata Cristo.j dalam hal ini sebagai

subjek untuk kata e;paqen (menderita). Penulis ingin memotivasi jemaat untuk mau turut

menderita karena Kristus juga telah menderita.197

196
A. T. Robinson, Word Pictures of New Testament Vol. VI, (New York: Harper & Brothers
Publishing, 1997), 117.
197
Mark Dubis, 1Peter: A Handbook on the Greek Text, (Texas, Baylor University Press, 2010),
115.
99

Beyer198menyetujui dan mengikuti pendapat Bapa Gereja Cyprian of Chartago dan

Vulgata Augabe Von yang mengusulkan untuk mengganti e;paqen (dia menderita) menjadi

apeqanen (dia mati). Hal ini diusulkan karena kata apeqanen (dia mati) memperjelas gambaran

pengorbanan Yesus yang mati. Yesus benar-benar mengalami kematian sebagai hukuman atas

dosa-dosa, yaitu dosa-dosa manusia.

Pendapat ini menarik dan bagus, namun kita harus menelaah konteks penulisan surat ini.

Konteks penulisan surat IPetrus ialah konteks penganiayaan. Sehingga penulis surat IPetrus lebih

memilih untuk menggunakan kata e;paqen (menderita). Kata tersebut digunakan sebagai kata

penguatan dan penghiburan untuk tetap bertahan dan setia dalam penderitaan. Kata e;paqen

(menderita) digunakan untuk mempertegas makna dari ayat sebelumnya (17) yang menekankan

untuk mau menderita. Yesus dijadikan figur atau teladan untuk menderita, yaitu menderita

karena berbuat baik, bukan menderita karena berbuat jahat. Kristus turut e;paqen (menderita)

untuk dosa-dosa manusia. Ia yang baik menderita bagi orang yang tidak baik. Sehingga kita

harus meneladaninya dan mau turut menderita dalam kehidupan keseharian.

a[pax peri. a`martiw/n (satu kali untuk dosa-dosa) kalimat ini memberi penjelasan

bahwa penderitaan Kristus adalah untuk dosa-dosa manusia. Ini mengacu pada korban

penghapus dosa di Perjanjian Lama, dimana untuk setiap dosa-dosa manusia haruslah ada

tebusan atau kurban berupa kambing domba atau burung tekukur (Im. 5:7). Perjanjian Baru

menjelaskan bahwa Yesus lah kurban atau tebusan untuk dosa-dosa manusia. Jika dalam

Perjanjian Lama, tebusan atau kurban penghapus dosa dilakukan berulang untuk setiap kesalahan

atau dosa, tetapi dalam Perjanjian Baru tebusan atau penghapusan dosa hanya dilakukan a[pax

(satu kali). a[pax tidak berarti hanya satu kali, tetapi diartikan sekali untuk selamanya dan sekali

198
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 105.
100

untuk semuanya (NIV: once for all).199 Kematian Yesus ialah sekali untuk selamanya, tidak dapat

diulangi atau diganti oleh apapun (Ibr. 9:26-28 dan Rm. 6:10) dan kematian-Nya menjadi

penebusan atas dosa manusia.

Kalimat di atas kemudian diikuti oleh kalimat di,kaioj u`pe.r avdi,kwn (benar bagi yang

tidak benar). Kata di,kaioj200 (tunggal) mengacu pada Kristus yang benar untuk avdi,kwn201

(jamak) yang menunjuk pada manusia yang tidak benar atau berdosa. u`pe.r di sini memiliki arti

sebagai perwakilan (representative) dari avdi,kwn (orang-orang tidak benar, berdosa). Kristus

yang benar mewakili atau menggantikan hukuman manusia yang berdosa (Bnd. Rm. 5:6-10).202

Kristus yang menderita untuk dosa-dosa manusia sekali untuk selamanya, Ia benar bagi

yang tidak benar. Rangkaian kalimat ini dijadikan sebagai penguatan bagi pembaca surat ini

untuk mau menderita, menderita karena berbuat baik. Yesus menjadi figur untuk diteladani,

Yesus mau menderita karena berbuat baik untuk orang-orang yang tidak baik. Maka turutlah

menderita seperti Kristus yang telah menderita yaitu menderita karena berbuat baik.

i[na u`ma/j prosaga,gh| tw/| qew (supaya kamu sekalian dibawa kepada Allah), kalimat

ini merupakan penjelasan tambahan dari kalimat sebelumnya. Kristus menderita karena dosa

manusia, agar manusia dapat dibawa (prosaga,gh|) kepada Allah. Kata prosaga,gh (membawa)

memiliki latar belakang dan arti yang dalam, sebagaimana dijelaskan berikut:203

- Kata prosaga,gh berakar dari kata prosagw yang dalam Septuaginta mengacu pada

imam-imam yang dibawa kepada Allah (Kel. 29:4). Perjanjian Lama menjelaskan, di

dalam Bait Suci hanya Imam yang boleh masuk ke tempat yang maha kudus, umat

199
A. T. Robinson, Word Pictures of New Testament Vol. VI, 117.
200
di,kaioj = Kata sifat, nominatif, maskulin, tunggal (benar, adil, tidak bersalah).
201
avdi,kwn( = Kata sifat, kata dasar avdi,koj, nominatif, maskulin, jamak (tidak adil, tidak
benar, tidak percaya).
202
Mark Dubis, 1 Peter: A Handbook on the Greek Text, 116.
203
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 374-375.
101

awam hanya sampai pada batas serambi. Imam sebagai perantara manusia dengan

Allah. Ia yang membawa kurban penghapus dosa manusia kepada Allah. Perjanjian

Baru, menggambarkan Yesus sebagai imam (prosagw). Ia sebagai kurban tebusan dosa

kita dan Ia membawa kita kepada Allah.

- Dalam tradisi Yunani, ada pejabat yang disebut prosagogues yang bertugas sebagai

penunjuk, yang memberikan jalan masuk. Prosagogues menentukan siapa yang

diizinkan dan yang tidak diizinkan untuk menghadap hadirat raja. Dialah yang

memegang kunci-kunci pintu masuk. Yesus adalah prosagogues bagi semua orang.

Yesus adalah jalan menuju hidup kekal. Melalui Yesus kita mendapat jalan pada

karunia hidup kekal (Rm. 5:2).

Penderitaan dan kesengsaraan Yesus adalah akibat dari dosa kita. Kitalah yang patutnya

menderita dan mati, tetapi Yesus menanggung penderitaan kita. Ia yang benar, menderita bagi

kita yang tidak benar (Rm. 5:6-10). Tujuan-Nya ialah membawa kita kepada Allah. Dimana

melalui kematian-Nya, dosa kita diampuni dan kita diperdamaikan dengan Allah. Melalui Yesus

lah kita dapat datang kepada Allah, Yesus membuka jalan kita kepada Allah.204

qanatwqei.j me.n sarki. zw|opoihqei.j de. pneu,mati (Pada satu pihak Ia dibunuh bagi

daging, pada pihak lain Ia dibangkitkan bagi Roh,) kalimat ini menunjukkan adanya dua

tabiat/eksistensi dalam diri Kristus, yaitu sark dan pneu,ma. Sark sebagai tubuh jasmani yang

fana sedangkan pneu,ma sebagai rohani yang kekal. Ini menjelaskan Yesus mati sebagai manusia

tetapi Ia bangkit sebagai Roh (1Tim. 3:16).205

Kristus telah pernah mati sekali untuk dosa-dosa semua manusia. Kematian-Nya tidak

dapat diulangi dan diganti atau disamakan dengan apapun. Kematian-Nya sekali untuk selama-

204
C.E.B. Cranfield, I & II Peter and Jude, 102.
205
Mark Dubis, 1 Peter: A Handbook on the Greek Text, 117-118.
102

lamanya dan sekali mati untuk semua dosa-dosa manusia (Ibr. 9:28, Rm. 6:10). 206 Yesus mati

dalam tubuh jasmani yang fana, kemudian dibangkitkan dalam Roh. Ia sebagai yang benar, mati

bagi orang yang tidak benar untuk membawa manusia kepada Allah. Sehingga manusia yang

tidak lagi hidup dalam kedagingan, tetapi manusia yang dibenarkan, yang hidup dalam Roh.

Manusia baru sebagai pernyataan Roh Allah di bumi.207

4.4.2. Tafsiran Ayat 19-20

Teks IPetrus 3:19-20 ini mengandung sebuah pemberitaan unik, yaitu tentang

pemberitaan kepada roh-roh dalam penjara. Cukup sulit untuk menemukan pengertian yang tepat

untuk nats ini. Selain karena banyaknya pertanyaan, Bapa Gereja dan ahli teologi pun memiliki

beragam pandangan dan pendapat untuk nats ini.

Beberapa ahli memiliki pandangan berbeda terhadap teks ini. Beberapa pendapat tersebut

misalnya:208

- Gereja Lama (Clemens, Athanasius dan Origenes) mengatakan bahwa roh-roh

yang dimaksud teks ialah roh-roh orang saleh dalam Perjanjian Lama. Roh-roh

mereka yang hidup saleh dalam Perjanjian Lama menantikan keselamatan dari

Mesias di dalam Hades. Pendapat ini timbul karena Gereja Lama berpandangan

bahwa mereka yang hidup saleh sebelum inkarnasi Kristus harus diberi

kesempatan untuk selamat. Karena tidaklah adil jika kemudian mereka yang

206
Charless Bigg, The International Critical Commentary a Critical and Exegetical Commentary
on the Epistle of St. Peter and St. Jude, (Edinburg, T&T Clark, 1946), 159-160.
207
Edward A. Maycock, World Christian Books No. 15- A Letter of Wise Counsel: Studies in the
First Epistle of Peter, (London: United Society For Christian Literature Lutterworth Press,
1957), 72-73.
208
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 109.
103

telah hidup saleh namun tidak sempat mendengar tentang berita keselmatan

Yesus menjadi binasa.

Pemahaman ini kemudian diikuti oleh Gereja Katolik dalam Catechism of the Council of

Trent (1852) dan Chatechism of Chatolic Church (1994) yang menjelaskan bahwa after His

death, Christ went into the Limbus Patrum, where the Old Testament saints were awaiting the

revelation and application of His redemption, preached the gospel to them, and brought them out

of Heaven. Yesus setelah kematian-Nya, tubuh jasmani Yesus berada dalam kubur sedangkan

jiwa (Roh) Yesus turun ke dunia orang mati. Ia memberitakan Injil kepada roh-roh yang

terpenjara di sana, yaitu kepada jiwa-jiwa orang kudus yang mati sebelum Dia. Ia juga

mengalahkan kuasa kematian dan membawa orang-orang kudus-Nya ke dalam surga. Limbus

Patrum berarti A portal of Hell, detention place of the souls of the just lived prior to (Jesus)

coming into this world. Sementara bagi jiwa-jiwa yang tidak percaya di dunia orang mati, Yesus

berkhotbah to put them to shame for their unbelief. Sehingga khotbah Yesus di dunia orang mati

memiliki dua makna, pertama, khotbah Yesus bagi jiwa-jiwa yang percaya adalah sebagai

keselamatan dan kebebasan bagi jiwa-jiwa tersebut dari dunia orang mati. Kedua, khotbah Yesus

bagi mereka yang tidak percaya adalah sebagai ejekan dan pemberitahuan hukuman bagi mereka.
209

- Bapa Gereja, Augustinus berpendapat bahwa yang dimaksud pada teks ialah Roh

Kristus (Allah) sebelum inkarnasi-Nya berkhotbah bagi orang-orang pada zaman

Nuh agar mereka mau bertobat. Pendapat ini tidak mengkaitkannya teks ini

dengan turunnya Yesus ke dunia orang mati tetapi tentang tindakan Allah dalam

zaman Nuh.

209
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 366.
104

Hal ini menjelaskan bahwa Kristus ialah Allah yang sejak dulu kala, yang sekarang dan

yang akan datang. Roh Kristus yaitu Roh Allah pada zaman dahulu kala (zaman Nuh) menunggu

orang-orang sezaman Nuh untuk mau bertobat dan percaya agar mereka turut diselamatkan.

Namun pendapat ini harus ditolak karena teks berbicara tentang roh Kristus yang berkhotbah

bagi roh-roh yang ada dalam penjara bukan Roh Allah kepada jasmani manusia tetapi kepada

roh-roh manusia.

- Harris mengatakan bahwa teks ini berbicara tentang Henokh (Enwc) yang turun

ke dunia orang mati. Menurut Harris, bahwa nama Henokh telah hilang dari

dalam teks dan telah melebur menjadi kata evn w-| kai. Menurutnya, hilangnya

nama Henokh dari dalam teks dikarenakan kekeliriuan dalam menyalin naskah

Perjanjian Baru, dimana bunyi nama Henokh (Enwc) mirip dengan kata evn w-|

kai.

Ia mengacu pada cerita yang terdapat dalam kitab Henokh yang mengisahkan tentang

Henokh yang diutus dari sorga untuk mengumumkan kepada para malaikat yang jatuh mengenai

hukuman mereka (Henokh 12:1). Henokh pergi ke Hades mengingatkan malaikat yang jahat

bahwa tidak akan ad pengampunan atas dosa-dosa mereka.

- Calvin berpendapat bahwa turunnya Yesus ke dunia orang mati ialah

menggambarkan bahwa Yesus benar-benar mati dan Ia benar-benar mengalami

hukuman dosa yaitu maut. Ini memberikan penjelasan bahwa Yesus benar-benar

mengalami kematian sebagaimana manusia biasa dan Ia turun ke dunia orang

mati menjelaskan bahwa Ia mengalami hukuman maut. Ini memperkuat

pengajaran bahwa Yesus benar-benar mati dan mengalami maut karena dosa-

dosa manusia.
105

Namun, kita akan menganalisa teks ini, untuk menemukan pandangan atau tafsiran yang

lebih tepat tehadap teks ini:

IPetrus 3:19-20 evn w-| kai. toi/j evn fulakh/| pneu,masin poreuqei.j evkh,ruxen( 20

avpeiqh,sasi,n pote o[te avpexede,ceto h` tou/ qeou/ makroqumi,a evn h`me,raij Nw/e

kataskeuazome,nhj kibwtou/ eivj h]n ovli,goi( tou/tV e;stin ovktw. yucai,( diesw,qhsan diV

u[datojÅ (yang di dalam-Nya juga, Dia dulu pernah pergi berkhotbah pada roh-roh yang di

dalam penjara, bagi mereka yang pernah tidak taat, bahwa Allah dulu sedang menantikan

mereka dalam kesabaran, waktu Nuh sedang membangun bahteranya, yang sejumlah kecil ini,

yaitu delapan manusia diselamatkan dari air).

evn w (yang di dalam-Nya) kata ini dipahami sebagai kata ganti yang menghadirkan

pvneumati (Roh). Teks ini masih merupakan korelasi dari kalimat terakhir pada ayat 18:

qanatwqei.j me.n sarki. zw|opoihqei.j de. pneu,mati (Pada satu pihak Ia dibunuh bagi daging,

pada pihak lain Ia dibangkitkan bagi Roh,) evn w-| (di dalam-Nya). Kata evn w-| ialah mengacu

pada pvneumati (Roh). Ini diperkuat dengan adanya kata kai. (juga), sebagai keterangan yang

menjelaskan adanya korelasi pada kalimat sebelumnya.210

Beberapa ahli memiliki pendapat berbeda terkait dengan kata evn w-| kai ini. Menurut

Robinson211 kata evn w-| kai mengacu pada nama Nwh (Nuh) dan Enwc (Henokh). Menurutnya,

penulis teks Perjanjian Baru melakukan kekeliruan dalam menuliskan teks. Kata evn w-| kai

seharusnya adalah Nwh kai (juga Nuh) atau Enwc. Sedangkan menurut Harris, kata evn w kai

ini sebenarnya hanya mengacu pada nama Henokh. Mereka mengatakan bahwa teks yang kita

miliki sekarang terdapat kesalahan dikarenakan para penulis kuno telah keliru dalam melakukan

penyalinan. Para penulis kuno menyalin naskah dengan cara didikte, sehingga sangat rentan

210
Mark Dubis, 1Peter: A Handbook on the Greek Text, 117-118.
211
A. T. Robinson, Word Pictures of New Testament Vol. VI, 119.
106

untuk keliru dan salah dalam menuliskan kata-kata yang berurutan dan bunyinya sama. Ini terjadi

pada kata Henokh yang memiliki urutan huruf dan bunyi yang hampir sama dengan kata evn w

kai. Menurutnya, kata Henokh telah hilang, karena itu perlu dimasukkan kembali.212

Nama Henokh (Enwc) diusulkan muncul dalam teks ini, dikarenakan Henokh adalah

tokoh yang mengagumkan dan misterius, Ia hidup bergaul dengan Allah dan diangkat Allah

(Kej. 5:24). Dalam Interstastement (selang antara zaman PL dan PB) cukup banyak bermunculan

cerita legenda mengenai Henokh. Banyak kitab yang ditulis dengan menggunakan namanya.

Dalam kitab Henokh diceritakan bahwa Henokh diutus dari sorga untuk mengumumkan kepada

para malaikat yang jahat mengenai hukuman mereka (Henokh 12:1). Pemberitaannya

mengatakan bahwa tidak akan pernah ada damai dan pengampunan atas dosa-dosa malaikat yang

jahat tersebut (Henokh 12 dan 13). Kitab ini dipakai dan diimani oleh orang Yahudi.

Kepercayaan Yahudi mengatakan Henokh pergi ke Hades dan memberitahukan hukuman bagi

malaikat-malaikat yang jatuh.213 Inilah yang membuat Harris berpendapat, bahwa teks ini

mengacu pada Henokh bukan Yesus.

Pendapat ini sangat menarik dan baik, tetapi kita tolak, karena:

o Pendapat ini kurang valid, karena tidak ada bukti yang mendukung

pendapat ini. Nama Henokh tidak ditemukan dalam manuskrip, manapun.

“There is no manuscript for the conjecture, though it would relieve the

difficulty greatly”214 (Tidak ada manuskrip yang mendukung dugaan ini,

sekalipun itu akan mengurangi kesukaran dalam memahami teks ini).

o Teks ini tidak menceritakan karya nabi atau orang lain. Tetapi membahas

tentang karya pengorbanan Yesus. Sama sekali tidak cocok dengan


212
William Barclay, Letters of James and Peter, (Edinburg: The Saint Andrew Press, 1975), 282.
213
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 382.
214
A. T. Robinson, Word Pictures of New Testament Vol. VI, 117.
107

konteksnya yang membicarakan pekerjaan penderitaan Kristus. Sehingga

keliru jika kemudian, kita tiba-tiba memunculkan nama Henokh pada

teks.215

evn w (yang di dalam-Nya) ini menunjuk waktu Yesus berkhotbah bagi roh-roh dalam

penjara. Waktu tersebut ditetapkan di antara hari wafat Yesus dan kebangkitan-Nya. Yesus yang

memiliki dua eksistensi secara bersamaan mengalami dua peristiwa, yaitu ia mati dalam tubuh

jasmani-Nya, tetapi roh-Nya tetap hidup. Dalam keadaannya sebagai Roh, Yesus menyampaikan

pemberitaan pada roh-roh dalam penjara.216

Christ was put to death in the flesh. That is to say. His death was a truly physical one. He

was genuinely human. That means He had a human body in which He dies. But He was “made

alive by the Spirit” (not in the spirit). That the Holy Spirit (not Christ’s human spirit) in view is

clear from the next verse. It was “by this Spirit” (rather than in the flesh) that long ago in

Noah’s time. He went and preached to those who are now disembodied spirits (Heb. 12:23)

locked up in prison (not merely kept in detention) as punishment. ... It was by the same Holy

Spirit that He went and preached (IPtr. 4:6). Just as Paul can say in Ephesians 2:17 that Christ

preached (after His resurrection and ascension) through the apostles, so too can Peter say that

He preached to the antediluvian world by the Spirit through Noah. Kristus dibunuh dalam

daging. Maksudnya, kematian-Nya betul-betul merupakan suatu kematian fisik. Ia adalah

manusia yang sejati. Itu berarti Ia mempunyai tubuh manusia ketika Ia mati. Ia dihidupkan oleh

Roh. Bahwa yang dimaksud adalah Roh Kudus (bukan roh manusia Yesus). Ia pergi dan

berkhotbah atau memberitakan kepada mereka yang sekarang adalah roh-roh yang tidak

mempunyai tubuh (Ibr 12:23) ditahan atau dikunci dalam penjara (bukan semata-mata ditawan)

215
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 382.
216
C.E.B. Cranfield, I & II Peter and Jude, 103.
108

sebagai hukuman. Dengan Roh yang sama Ia pergi dan berkhotbah atau memberitakan (IPtr.

4:6).217

Beberapa pendapat mengatakan ingin menggantikan kata fulakh (penjara) dengan kata

a,dhj Hades). Penggantian ini diusulkan karena teks membahas tentang roh-roh orang mati.

Hades diangap sebagai istilah yang peling tepat, karena Hades dipahami sebagai dunia orang

mati. Akan tetapi menurut Neyrey,218 istilah Hades tidak digunakan pada teks karena konsep

Hades kemungkinan belum diterima dan dipahami secara meluas dalam jemaat mula-mula.

Konsep Hades muncul dari mitologi Yunani, sedangkan penerima atau pembaca surat IPetrus ini

tidak hanya satu kelompok, tetapi terdiri dari banyak golongan dan latar belakang agama dan

budaya yang berbeda. Sehingga penulisnya merasa, jika ia menggunakan istilah Hades, maka

istilah tersebut akan kurang dipahami dalam konteks mereka masing-masing.

Kemungkinan lainnya ialah bahwa konsep Hades telah dipahami dengan baik oleh

seluruh pembaca surat IPetrus ini. Penulis surat IPetrus menggunakan istilah fulakh untuk

menggambarkan keadaan Hades tersebut. Bahwa fulakh (penjara) adalah tempat tinggal

(penghukuman) bagi mereka yang melakukan kejahatan dan fulakh (penjara) bukan tempat yang

kekal, karena sewaktu-waktu orang dapat ditebus atau ia akan dikeluarkan setelah masa

tahanannya berakhir. Hal ini paralel dengan Hades yang digambarkan sebagai tempat tinggal

(penghukuman) bagi mereka yang berdosa dan Hades bukanlah tempat yang kekal, karena Yesus

telah menaklukan Hades dan menebus orang-orang berdosa yang seharusnya masuk dalam

Hades.219

217
Jay E. Adams, Trust and Obey: A Practical Commentary on First Peter, (London: Prebyterian
and Reformed Publishing, 1978), 114.
218
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 446.
219
Joachim Jeremias “άδης” dalam TDNT Vol. I, 148.
109

Penulis surat juga dengan sengaja menggunakan istilah fulakh untuk menjelaskan Hades.

Karena surat ini menggunakan nama Petrus sabagai otoritasnya maka penulis surat ini

menggunakan istilah fulakh berangkat dari pengalaman Petrus ketika dipenjara(fulakh)kan oleh

Herodes Agripa I (Kis. 12:1-19) dan ia kemudian ia dibebaskan oleh malaikat. Ia ingin

menjelaskan bahwa penjara adalah tempat sementara layaknya Hades, dan ketika ia bebas dari

penjara ketika malaikat juga ”masuk” dalam penjara tersebut maka ia hendak menggambarkan

bahwa manusia bisa bebas dari Hades karena Yesus telah ”masuk” dalam Hades. Istilah fulakh

juga digunakan oleh penulis juga merujuk pada situasi pada zaman itu. Konteks penganiyaan dan

pengejaran, membuat jemaat Kristen banyak yang dibunuh dan dipenjara. Sehingga penulis

menggunakan istilah fulakh untuk menunjuk Hades, karena istilah tersebut sangat ”akrab” bagi

mereka kala itu yang mengalami penganiayaan.

Pemahaman fulakh umumnya ialah tempat bagi orang yang ditangkap atau dituduh

melakukan kesalahan dengan terlebih dahulu diadili, lalu jika ia terbukti bersalah maka ia akan

dimasukkan ke dalam fulakh dan ia akan menjalani hukuman di sana. Namun, konteks masa itu

fulakh merupakan momok menakutkan bagi jemaat Kristen mula-mula. Karena mereka bisa saja

dimasukkan ke dalam fulakh tanpa alasan yang jelas dan tanpa menjalani proses peradilan.

Mereka berada dalam pengejaran dan penganiayaan, sehingga fulakh adalah hal yang

menakutkan bagi mereka.220

Karena rasul Petrus pernah mengalami pengalaman di fulakh, ia dimasukkan ke sana

tanpa mengalami proses peradilan. Sehingga penulis surat IPetrus ini menggunakan istilah fulakh

dengan sengaja untuk mengacu pada pengalaman rasul Petrus ketika ia di fulakh kan oleh

Herodes. Dalam fulakh itu, ia ditahan, terbelenggu di antara dua rantai dan dijaga oleh dua

prajurit sedangkan prajurit-prajurit lain berjaga di depan pintu. Kemudian malaikat hadir di
220
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 373.
110

dalam fulakh tersebut, membuat rantai belenggu Petrus terbuka dan Petrus dibawa oleh malaikat

keluar dari fulakh tersebut (Kis. 12:6-10).

Melalui pengalaman tersebut, penulis surat ini memakai istilah yang menakutkan bagi

jemaat mula-mula. Melalui pengalaman tersebut penulis surat hendak:

- Menguatkan pembacanya untuk tidak takut lagi pada fulakh.

- Jika mereka nantinya masuk di dalam fulakh, mereka tetap setia dan

berpengharapan kepada Allah. Allah telah datang dan menaklukan fulakh

(Hades) dan membebaskan roh-roh orang mati dari sana sebagaimana Petrus

dikunjungi dan dibebaskan oleh malaikat Allah. Dengan kata lain, penulis surat

hendak menguatkan pembacanya untuk tidak takut menghadapi dunia kematian

jika mereka mati nanti. Karena Kristus telah mengalahkan kuasa maut tersebut.

- Ia juga menggunakan istilah fulakh tersebut untuk menghibur agar kuat dan

tabah menghadapi segala penganiayaan yang terjadi.

Penulis surat ini juga hendak mengatakan bahwa kuasa fulakh (Hades) sebagai penjara

dosa telah ditaklukan oleh Kristus, sehingga tidak perlu lagi takut terhadap fulakh yang ada di

dunia ini maupun fulakh yang ada di dunia bawah. Allah telah menaklukan fulakh (Hades) dan

membebaskan orang-orang yang tertawan di dalamya.221

Teks menjelaskan bahwa Kristus pergi ke fulakh sebagai tempat keterpenjaraan roh-roh

orang mati. Istilah fulakh ini mengacu pada Hades sebagai roh-roh orang mati. Dalam Perjanjian

Baru Hades memiliki dua pengertian:222

221
A. T. Robinson, Word Pictures of New Testament Vol. VI, 117.
222
Joachim Jeremias “άδης” dalam TDNT Vol. I, 148.
111

- Tempat dimana semua orang mati akan masuk dan tinggal. Turun ke dalam

Hades dimaknai sebagai waktu dimana manusia yang mati akan terpisah dari

tubuhnya.

- Tempat bagi orang-orang fasik tinggal dan dihukum sedangkan orang benar yang

meninggal akan bertemu dengan Allah dan tinggal di dalam Firdaus (Luk. 16:19-

31).

Istilah fulakh yang mengacu pada Hades memberikan pemahaman bahwa Yesus turun ke

Hades sebagai tempat keterpenjaraan roh-roh orang mati. Ini menunjukkan bahwa Yesus benar-

benar mati dan ia juga terpenjara dalam fulakh (Hades). Ini menunjukkan bahwa Yesus telah

mengalami hukuman dosa, yaitu dosa manusia. Namun, Yesus berhasil mengalahkan kuasa

fulakh tersebut. Sehingga kita tidak perlu lagi takut kepada keberadaan fulakh tersebut.

poreuqei.j evkh,ruxen (Dia dulu pernah pergi berkhotbah) kepada toi/j pneu,masin (pada

roh-roh), sebenarnya tidak ada kata euaggelion( (Injil) di dalam teks. Sehingga ada pendapat

yang mengatakan bahwa Yesus turun ke dunia orang dalam rangka memproklamirkan

kemenangan-Nya kepada malaikat-malaikat yang jatuh. Kata kerja evkh,ruxen (khru,ssw),

“mengumumkan” atau “memproklamirkan” yang di sini diterjemahkan “berkhotbah atau

memberitakan”. evkh,ruxen (khru,ssw) merupakan istilah yang paralel dengan kata euaggelion

(memberitakan kabar baik). Kristus pergi memberitakan, mengumumkan kemenangan-Nya atas

kejahatan dan dosa bagi roh-roh manusia yang tertawan di dalam fulakh.

Istilah khru,ssw ini paralel artinya dengan euaggelion (Mat. 11:1, Mrk. 1:38-39, 3:14),

khru,ssw dapat dipahami sebagai pemberitaan kabar keselamatan atau kabar sukacita. Bahwa

dengan ini, penulis teks ini hendak menyampaikan kasih Allah yang luas, yang menjangkau roh-

roh orang mati. Yesus memproklamirkan kemenaangan-Nya pada orang-orang mati yang
112

sebelum inkarnasi Yesus Kristus. Mereka ini dikiaskan sebagai orang-orang sezaman Nuh, yang

sebenarnya mengarah pada mereka yang meninggal sebelum inkarnasi Yesus. mereka tidak

mengenal dan tidak pernah mendengar tentang Yesus.223

Pada teks juga menggunakan analogi tentang kisah Nuh dan orang-orang pada zamannya.

Yesus pergi memberkhotbah (memberitakan) kepada roh-roh yang dalam penjara, yaitu roh-roh

orang yang tidak mau percaya pada zaman Nuh. Sewaktu Nuh sedang mempersiapkan

bahteranya, Allah menanti mereka dengan sabar. Allah memberikan mereka kesempatan untuk

bertobat dan percaya. Allah bahkan telah “meng-ultimatum” dengan hukuman air bah. Mereka

tidak mau percaya, hukuman akhirnya dilaksanakan dan hanya sedikit saja yang diselamatkan

yaitu Nuh dan keluarganya, kesemuanya berjumlah delapan orang. Nuh dan keluarganya

diselamatkan dari bahaya air bah, mereka “ter-cover” di dalam bahtera. Air bah itu menjadi

pemisah, memisahkan antara mereka yang selamat karena mereka percaya dengan mereka yang

binasa karena mereka menolak percaya dan menolak bertobat. Air bah itu “membersihkan” bumi

dari orang-orang berdosa.224

Dalam Perjanjian Baru oleh baptisan digambarkan sebagi kiasan air bah itu. 225

- Pada peristiwa air bah terjadi pemisahan antara mereka yang percaya dan yang tidak

percaya maka dalam peristiwa baptisan juga terjadi pemisahan antara umat yang

percaya pada Kristus dengan orang-orang kafir.

- Peristiwa air bah sebagai proses “pembersihan” bumi dari orang-orang berdosa maka

baptisan adalah sebagi ritual pembersihan dari dosa. Kita diselamatkan dari dosa

oleh kematian Yesus dan dimenangkan oleh kebangkitan-Nya. Dalam peristiwa

223
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 109.
224
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 108-109.
225
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 111.
113

baptisan kita masuk secara ritual dalam kematian dan kebangkitan Yesus. Sehingga

peristiwa baptisan sebagai symbol pembersihan dosa-dosa manusia.

Penulis surat ini menggunakan metode tipologi, membandingkan antara baptisan dalam

Perjanjian Baru dengan air bah di Perjanjian Lama. Mereka yang percaya akan diselamatkan

tetapi yang tidak akan binasa, baik percaya akan baptisan maupun percaya akan air bah. Ia

menggunakan tipologi ini untuk meneguhkan iman jemaat, meneguhkan iman yang di nyatakan

saat akan melakukan pembaptisan. Peneguhan ini juga sebagai penghiburan dan penguatan bagi

mereka untuk tetap setia dengan iman mereka sekalipun ada penganiayaan dan pengaruh dari

orang-orang sekitarnya.

Secara keseluruhan teks ini berbicara tentang karya keselamatan yang dikerjakan oleh

Allah di dalam Yesus. Yesus benar-benar mati dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Ia

mengalami kematian yang sama seperti manusia. Ia turun ke dunia orang mati menunjukkan

bahwa Ia telah mengalami hukuman dosa manusia, yaitu maut sekaligus Ia telah mengalahkan

maut tersebut. Ia turun ke dunia orang mati untuk menjalani hukuman dosa manusia, Ia

menaklukan maut atau kematian itu, dan Ia memprokamirkan kemenangan-Nya atas dosa dan

kematian sehingga Ia menjadi Tuhan bagi yang hidup dan yang mati..226

4.5. Skopus

Kristus adalah Tuhan bagi yang hidup dan yang mati.

226
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 397-398.
114

BAB V

REFLEKSI TEOLOGIS DAN RELEVANSI

1.

2.

3.

4.

5.

5.1. Tema-Tema Teologi

- Teologi Keselamatan

Teks IPetrus 3:18-20 ini menampilkan tema pengharapan dari keselamatan yang

dikerjakan oleh Allah. Keselamatan itu ialah kematian Yesus untuk dosa-dosa manusia, sekali

untuk semua dosa dan sekali untuk selamanya.227 Yesus mati dalam keadaan-Nya sebagai

227
A. T. Robinson, Word Pictures of New Testament Vol. VI, 117.
115

manusia. Ia mengalami kematian yang sama seperti yang dialami oleh semua orang dan roh-Nya

menuju fulakh (Hades) sebagai penjara bagi roh-roh orang mati. Ini menunjukkan bahwa Yesus

benar-benar mati dan mengalami hukuman dosa, yaitu kematian (maut). Ia yang tidak mengenal

dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah (2Kor.

5:21).228 Namun, Ia tidak dikuasai oleh maut tersebut. Ia mengalahkan kematian dan Ia bangkit dari

kematian.

Kebangkitan-Nya menunjukkan adanya pengharapan akan kebangkitan pula bagi mereka

yang telah mati. Karena Yesus telah mengalahkan maut dan bangkit. Peristiwa kebangkitan

menunjukkan kemenangan Yesus atas maut. Maut tidak berkuasa atas diri Yesus. Sehingga umat

percaya tidak perlu lagi takut menghadapi kematian dan dunia orang mati. Di dalam Yesus kita

diselamatkan dari dosa dan dibebaskan dari maut. 229

Melalui kematian dan kebangkitan Kristus, semua orang diselamatkan dan akan mendapat

kebangkitan dan hidup yang kekal. Sehingga penulis surat IPetrus mendorong pembaca suratnya

agar tetap teguh dalam pengharapan dan berani menghadapi kematian dan tetap dalam

pengharapannya.230 Ia juga hendak menghibur dan menguatkan jemaat kala itu yang sedang dalam

masa penganiayaan, agar mereka kuat dan berani menghadapi penderitaan dan kematian.

Keselamatan oleh Kristus adalah anugerah Allah bukan usaha manusia. Kasih keselamatan tersebut

begitu luas jangkauannya yang sampai ke dunia orang mati. 231

- Teologi Pengharapan

228
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 373.
229
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 373.
230
W. R. F. Browning, Kamus Alkitab, 331-332
231
Ulrich Beyer, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, 108-109.
116

Harapan menjadi satu-satunya alasan orang untuk dapat semangat menjalani hidup.

Hidup tidak selalu bahagia, ada suka dan duka. Harapan menjadi penghiburan bagi mereka yang

berada dalam kedukaan atau penderitaan. Seorang yang menderita dalam menjalani hidupnya

dan tidak menemukan tempat bersandar, perlu dikuatkan dan dihibur agar ia berbahagia dalam

menjalani hidupnya. Ia harus diarahkan untuk berpengharapan, menggantungkan harapannya

kepada Tuhan. Pengharapan tersebut akan menimbulkan kesabaran baginya dalam menjalani

hidup dan bertahan dalam menghadapi penderitaannya. Sehingga ia tidak lagi melihat kehidupan

sebagai penderitaan semata, tetapi ia menemukan pengharapan dibalik semua kedukaan dan

penderitaanya.

Penulis surat IPetrus banyak melihat dan mengalami penganiayaan. Maka Ia menguatkan

dan menghibur jemaat di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia agar mereka

memiliki pengharapan sekalipun dalam penderitaan. Ia mengutip credo jemaat mula-mula

sebagai kata-kata pengharapan dan penghiburan. Pengharapan yang dinyatakan atau

dimunculkan ialah kepastian keselamatan dan kebangkitan setelah kematian, karena Kristus telah

mati dan Ia mengalahkan maut. Kita tidak harus takut menghadapi penderitaan atau pun

kematian karena bagi kita tersedia keselamatan dan kebangkitan. Kristus adalah pusat

pengharapan Kristen (1Tim 1:1), yaitu melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Tema ini

merupakan tema pokok pemberitaan di seluruh kitab Perjanjian Baru, yang juga muncul dalam

teks ini. 232

Keselamatan yang disediakan Kristus menjadi harapan bagi umat percaya. Dengan

adanya harapan membuat orang Kristen tidak melekat pada kebahagian dunia yang fana (Ibr

13:14), harapan itu juga memacunya umat untuk menuju kesucian hidup (1 Yoh 3:2, 3), dan

Everett.F. Harrison (ed. chief), Geoffrey. W.B (associate. ed), Calrl.F.H. Henry (consulting.
232

ed), (terj. Denis . H. Tongue), Baker’s Dictionary of the Theology, (Grand Rapid, Michigan:
Baker Book House, 1960 ), 157
117

menyanggupkan dia untuk bersukacita dalam penderitaan. Penderitaan tersebut dapat mereka

lewati dengan sukacita karena mereka memilki harapan akan kebahagian dibalik penderitaan

tersebut. Pengharapan kemudian mengarahkan manusia untuk hidup dalam kasih. Inilah yang

mencirikan pola hidup orang Kristen.233

- Teologi Penderitaan

Teologi penderitaan yang muncul dalam teks ialah penderitaan karena penganiayaan oleh

penguasa. Penulis surat ini telah mengalami penganiayaan, mengingatkan pembacanya untuk

mau turut menderita. Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah

menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung (2:19). Mereka diingatkan untuk mau

turut menderita karena Kristus telah menderita dan menderita. Ia yang baik menderita bagi yang

jahat. Begitu pula jemaat diingatkan untuk mau mati, sebab lebih baik menderita karena berbuat

baik, jika hal itu dikehendaki Allah, dari pada menderita karena berbuat jahat (3:17).

Teks IPetrus 18-20 merupakan credo yang juga sebagai penguatan dan penghiburan atas

penderitaan. Mengingatkan mereka bahwa mereka tidak perlu takut menghadapi penderitaan dan

kematian karena Kristus menyediakan keselamatan di dalam kematian dan kebangkitannya. Ia

benar-benar mati, turun ke dunia orang mati, dan bangkit. Ini menjadi penghiburan dan

penguatan bagi mereka. Penguatan dan penghiburan menjadi alasan seseorang untuk mau

bangkit dari keterpurukan dan berani menghadapi realitas masalah yang ada dalam hidupnya.

Penghiburan terhadap penderitaan dalam teks ini bernuansa keselamatan eskatologis. Bahwa

orang-orang percaya telah terjamin keselamatan dan masa depannya di dalam Yesus. ini menjadi

penghiburan akan penderitaan mereka dan dalam menghadapi ketakutan akan penderitaan

233
Everett.F. Harrison (ed. chief) dkk, Baker’s Dictionary of the Theology, 364-365.
118

kematian.234 Penderitaan boleh saja dialami, namun harus menjalaninya dengan berbahagia sebab

ada suatu jaminan bagi orang yang menderita atau berdukacita yaitu penghiburan kelak.

Teks IPetrus 18-20 adalah penghiburan tentang keselamatan yang akan akan datang.

Keselamatan yang bukan tindakan manusia tetapi tindakan Allah. Penderitaan adalah prospek

untuk uji kesetian atau untuk bertahan. Dalam keadaan menderita mereka dikuatkan dengan

penghiburan. Bahwa tersedia keselamatan bagi mereka yang setia dan bertahan dalam

penderitaan.

5.2. Refleksi Teologi dan Relevansi

Teks IPetrus 3:18-20 menonjolkan tema soteriologi (keselamatan) yang mendorong

pembacanya untuk hidup dalam pengharapan. Pengharapan akan memotivasi dan mendorong

kehidupan orang percaya untuk tetap setia dan hidup kudus. Pengharapan ini berpusat pada diri

Yesus. Teks menampilkan Yesus sebagai figur teladan yang mau turut menderita secara saleh

(ayat 17-18).

Figur Yesus telah dikenal oleh jemaat mula-mula melalui pengakuan iman mereka.

Umumnya pengakuan iman ini disaksikan pada saat ritual katekese baptis jemaat mula-mula.

Penulis surat ini menggunakan pengakuan iman tersebut sebagai penghiburan atau pastoral bagi

pembaca suratnya. Penggunaan teks credo (pengakuan iman) jemaat mula-mula sebagai bahan

pastoral (penghiburan dan penguatan) memberikan arti:235

- Kematian Kristus menghasilkan kehidupan (ayat 18), demikian juga kesengsaraan

orang Kristen akan menghasilkan hidup baru (Rm. 5:3-4).

234
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 382.
235
Jerome H. Neyrey dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, 451.
119

- Credo ini diucapkan pada saat ritual baptisan, ini memberi penguatan akan arti dari

credo tersebut, yaitu baptisan sebagai cara kita secara ritual mengambil bagian dalam

kematian dan kebangkitan Yesus. Ketika ritual pembaptisan berlangsung, terlebih

dahulu kita menyatakan iman kita (credo), lalu kita kemudian dibaptis, yaitu kita

masuk dalam apa yang kita imani. Kita mengambil bagian secara ritual dalam iman

yang kita nyatakan. Iman tersebut tidak sekadar diucapkan tetapi kita masuki, kita

hidupi.

- Seperti Kristus yang mati secara daging dan dihidupkan dalam Roh. Demikianlah

kiranya orang yang bertobat, agar ia benar-benar meninggalkan semua dosa

kedagingannya dan hidup menurut Roh yaitu dalam kebenaran dan damai sejahtera

(Rm. 8:5-6).

Pada ayat 18 dijelaskan bahwa Yesus mengumumkan kemenangan-Nya bagi roh-roh

yang berada di dalam penjara. Ini sebagai pembuktian bagi roh-roh yang telah meninggal

sebelum inkarnasi Yesus bahwa Ia adalah Tuhan, tidak hanya bagi orang hidup tetapi juga

mereka yang telah mati tersebut. Mereka dianalogikan dengan roh-roh yang tidak taat pada

zaman Nuh. Ini menunjukkan jangkauan kasih Allah yang luas, yang bahkan menjangkau dunia

orang mati. Kebangkitan Yesus adalah bukti bahwa Ia telah mengalahkan dosa dan kematian

sehingga Yesus adalah Tuhan orang hidup dan orang yang mati dan hal itu Ia beritakan pada roh-

roh di dunia orang mati tersebut.236

Yesus yang mati secara daging kemudian turun dalam dunia orang mati. Turunnya Yesus

kedunia orang mati adalah sebagai jalan yang harus Yesus tanggung atas dosa manusia sekaligus

sebagai kemenangan atas dosa-dosa tersebut. Turunnya Yesus ke dunia orang mati dipandang

Martin H. Scarlemann, He Descended into Hell: An Interpretation of 1 Peter 3:18-20, dalam


236

Concordia Teological Monthly Vol. XXVII February 1965 (Concordia Journal: 1989), 81-94.
120

sebagai penderitaan sekaligus kemenangan. Ia kemudian bangkit dan memberitakan

kemenangan-Nya pada roh-roh yang ada di dalam hades tersebut.237

Kristus harus mati dan menderita sebagai akibat dosa manusia. Ia turun ke dunia orang

mati, mengalahkan kematian atau maut melalui kebangkitan-Nya.238Ia mengalahkan maut dan

berkuasa atas maut tersebut, ia memegang kunci kerajaan maut (Why. 1:18). Ia menjadi Tuhan,

baik atas orang yang hidup maupun yang mati (Rm. 14:9). Sehingga kita telah bebas dari dosa

dan maut (Rm. 6:7). Karena itu kita tidaklah perlu takut pada kematian. Keselamatan tersedia

bagi kita. Kristus telah mati bagi dosa-dosa kita dan kita beroleh kebangkitan dan kehidupan

kekal.

Kasih Kristus begitu besar dan telah menjangkau mereka yang telah berada dalam dunia

orang mati. Ini semakin memperkuat iman kita bahwa keselamatan itu benar-benar anugerah

Allah semata, bukan usaha manusia (Ef. 2:8). Kita tidak perlu mengusahan keselamatan kita,

apalagi mengusahakan keselamatan orang-orang yang telah mati.

Melalui tulisan, penulis menemukan implikasi dengan beberapa yang ada sekarang, yaitu

sebuah “impact” penelitian yang memunculkan sebuah pemahaman baru yang akan menguatkan

pemahaman yang telah ada. Tulisan ini memiliki hubungan dengan:

- Frasa turunnya Yesus ke dunia orang mati dalam Pengakuan Iman Rasuli

Dalam bagian pengakuan iman rasuli, terdapat pernyataan tentang Yesus “turun ke dalam

kerajaan maut” yang dalam bahasa Batak “tuat tu banua toru” atau “descendit ad inferna” dalam

bahasa Latin. Frasa tentang turunnya Yesus ke dunia orang mati muncul dalam Fourth Formula

of Smirmium di konsili Arimium, konsili pendukung Arinianisme, tahun 359 Masehi. Kemudian,

237
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982) 336.
238
William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari, 397-398.
121

frasa ini menjadi rumusan pengakuan iman dalam konsili Nicea di Thrace di tahun yang sama,

lalu menjadi rumusan pengakuan iman konsili Konstatinopel, tahun 360 Masehi.239

Pengakuan iman dari ketiga konsili di atas menggunakan bahasa Yunani. Frasa pada

pengakuan-pengakuan iman tersebut menyatakan bahwa Yesus turun ke dunia bawah

(katacqo.nia) tidak menyebutkan turun ke dalam neraka (katwtata; inferna dalam bahasa Latin).

Hal ini bersesuaian dengan ide atau kepercayaan para Bapa gereja abad kedua yang menyatakan

bahwa setelah kematian-Nya Yesus turun ke dunia bawah (inferos). Hal ini menimbulkan dua

pemahaman kala itu, sebagian mempercayai bahwa Yesus descendit ad inferna (turun ke dalam

neraka) sedangkan yang lainnya descendit ad inferos (turun ke dunia bawah). Tetapi pengakuan

iman yang terdapat dalam katekismus gereja Katolik240, Buku Konkord241, Institute of Religion242,

hingga Katekismus Heidelberg243 dan Katekismus Westminster244 menggunakan frasa descendit

in inferna.245

Dalam sebuah penelitian terhadap tulisan-tulisan bapa-bapa gereja tahun 180-300

Masehi, ditemukan tiga kesimpulan pemahaman bapa-bapa gereja mengenai descendit in

inferna.246

239
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 372.
240
Buku pengajaran dasar iman gereja Katolik yang dikeluarkan secara resmi oleh Kepausan
Vatikan. Lih. www.ekaristi.org/kat/
241
Buku standar ajaran Lutheran yang merupakan gabungan sepuluh dokumen pengakuan iman
yang berotoritas gereja Lutheran. Beberapa diantaranya merupakan tulisan Martin Luther. Lih.
Theodore G. Tappert, Buku Konkord Konfesi Gereja Lutheran, Peny. Mangisi Simorangkir,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 23.
242
Risalah iman Kristen yang awalnya ditulis sebagai bahan ajar katekisasi oleh Calvin, yang
kemudian menjadi acuan dasar perkembangan teologi Reformed.
243
Buku katekisasi teolog Reformed Jerman dan menjadi acuan gereja-gereja Reformed
Kontinental.
244
Buku katekisasi yang dirumuskan dalam persidangan sinode di Inggris dan merupakan acuan
gereja-gereja presbiterian.
245
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 364.
246
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 365-366.
122

- Descendit in inferna berarti Kristus pergi memberitakan Injil kepada jiwa-jiwa

dalam dunia orang mati, sebagaimana dalam IPetrus 3:19 dan 4:6.

- Dalam peristiwa descendit in inferna Kristus berperang dengan penguasa Hades

(dunia orang mati), menang dan menghancurkan Hades.

- Melalui descendit in inferna Kristus membebaskan orang-orang benar yang

terpenjara di sana dan membawanya ke surga.

Dari ketiga kesimpulan diatas, terlihat bahwa yang dituliskan dalam frasa ialah descendit

in inferna (turun ke neraka), tetapi apa yang dipahamai bapa-bapa Gereja malah sebaliknya

yaitu, descendit in inferos (turun ke dunia bawah atau dunia orang mati). Pemahaman bapa-bapa

Gereja ini senada dengan pemahaman gereja Katolik maupun Lutheran bahwa descendit in

inferna sebagai turunnya Yesus ke alam maut, mengalahkan Iblis dan membinasakan kuasa

maut.

Uraian diatas, terlihat bahwa kata inferna yang digunakan adalah menunjuk, menjelaskan

atau dipahami sebagai kata inferos. Kemungkinan kata ini dahulunya memiliki arti yang sama,

sehingga gereja terkadang menggunakan istilah inferna juga terkadang menggunakan istilah

inferos. Atau kata inferna belum dipahami sebagai neraka seperti sekarang ini. Apapun

istilahnya, baik inferna dan inferos tetapi arti dan pemahamannya ialah menunjuk sebuah tempat

bagi roh-roh orang yang telah mati (Hades). Tempat yang dipahami sebagai place of departed

spirit sesuai dengan konsep sheol dan Hades dalam Alkitab.247 Hal ini senada dengan istilah

fulakh dalam teks IPetrus 3:18-20 yang mengacu pada istilah Hades.

Yesus turun ke dunia orang mati membuktikan bahwa Yesus benar-benar mati secara

ragawi sebagaimana kematian manusia. Ia benar-benar mati dan mengalami hukuman dosa, yaitu

247
David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 372.
123

maut yang seharusnya kita tanggung. Di dalam dunia kematian tersebut Ia memberitakan

kemenangan-Nya bagi roh-roh orang yang mati sebelum kedatangan (Inkarnasi)-Nya, untuk

menunjukkan bahwa Ia adalah Tuhan mereka.

Maut pun tidak berkuasa atas-Nya karena kemudian Ia bangkit. Ini menunjukkan

kemenangannya atas maut, maut tidak berkuasa menahan-Nya di dalam dunia orang mati

tersebut.248 Semua orang mati sebelum kedatangan Kristus, takluk kepada kuasa Hades, akan

tetapi Kristus sebagai yang pertama sekali bangkit dari kematian, telah menaklukkan kuasa maut

(Kol. 1:18; Why. 1:5; 1Kor 15:20).

Hal ini dirangkum dalam frasa descendit in inferna dalam pengakuan iman. Pemahaman

tentang Yesus yang turun ke dunia orang mati (descendit in inferna) dalam teks IPetrus 3:18-20

kiranya dapat membuat gereja lebih berani dan bertanggung jawab dalam menyatakan imannya.

HKBP sendiri dalam rumusan Hata Haporsean-nya telah memiliki pandangan terhadap

keselamatan orang yang mati sebelum Inkarnasi yaitu pada frasa: “Turun ke dalam kerajaan

maut” atau “tuat tu banua toru249 dung ditanom”. Tulisan ini akan mempertegas makna “tuat tu

banua toru” tersebut karena bagi HKBP dan orang Batak hal ini begitu penting. Ini menjawab

pertanyaan akan keselamatan nenek moyang orang Batak yang telah meninggal sebelum Injil

tiba di tanah Batak.

Kristus “tuat tu banua toru” untuk menunjukkan bahwa Kristus adalah Tuhan bagi yang

hidup dan yang mati dan anugerahnya sampai menjangkau dunia orang mati. Ini akan membuat

kita semakin berani untuk melarang setiap perbuatan-perbuatan yang menunjukkan perhatian dan

David D.C. Damping, “Descendit in Inferna”, 370-371.


248

Banua Toru dalam mitologi Batak Toba paralel dengan istilah Hades sebagai dunia bagi roh-
249

roh orang yang telah mati. Karena konsep dunia dalam mitologi Batak Toba mirip dengan
konsep dunia dalam mitologi Yunani yaitu terbagi tiga dunia, Banua Ginjang (Dunia Atas,
tempat para Dewa), Banua Tongah (Dunia Tengah, tempat manusia), Banua Toru (Dunia Bawah,
tempat roh-roh orang yang telah mati). Lih. Anicetus Sinaga, Allah Tinggi Batak Toba:
Transendensi dan Imanensi, 152.
124

keprihatinan kepada orang mati yang sangat sering dilakukan oleh masyarakat Batak oleh karena

pengaruh kepercayaan lamanya. Kita dapat menyatakan bahwa keselamatan itu anugerah Allah

bukan karena usaha manusia sehingga kita dapat melarang setiap tindakan yang mengusahakan

keselamatan orang mati.

Kasih Kristus yang menjangkau dunia orang mati itu menegaskan bahwa keselamatan itu

anugerah semata. Kita tidak perlu mengusahakan keselamatan bagi diri kita apalagi bagi sanak

kita yang telah mati. Kita tidak perlu menunjukkan perhatian dan keprihatinan kita akan mereka

yang telah mati dengan mendoakannya, memberi makanan di kuburannya, membuat kuburannya

tinggi-tinggi, meletakkan uang, pakaian atau peralatan yang ia dirasa dibutuhkannya di dunia

orang mati karena Kristus adalah Tuhan bagi kita dan mereka juga. Kristus memperhatikan dan

mempedulikan mereka.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.

7.

8.

9.

10.

11.

1.
125

2.

3.

4.

5.

6.

6.1. Kesimpulan

Pembahasan teks IPetrus 3:18-20 dalam tulisan ini adalah sebagai landasan untuk

menemukan jawaban mengenai keselamatan orang yang mati sebelum inkarnasi. Keselamatan

yang dimaksud ialah keselamatan manusia dari dosa dan kelepasan dari kematian atau maut.

Kematian adalah sebagai akibat dari dosa, sehingga roh manusia yang mati akan terpenjara di

dalam Hades (dunia orang mati).

Dalam penelitian dengan metode penafsiran historis kritis terhadap teks IPetrus 3:18-20,

penulis menemukan bahwa teks ini ditulis pada masa penganiayaan kaisar Domitianus (80-96

M). Surat ini ditulis oleh salah seorang murid Paulus pada tahun 90-an di Roma. Surat ini ditulis

dengan maksud menguatkan jemaat yang berada dalam penderitaan oleh penganiayaan kaisar

tersebut.

Teks IPetrus 3:18-20 merupakan bagian dari pengakuan iman jemaat mula-mula, yang

dikutip oleh penulis surat ini sebagai kata-kata penghiburan, penguatan dan pengharapan bagi

pembacanya. Teks ini menjelaskan keselamatan yang disediakan Allah di dalam Yesus.

Keselamatan tersebut berlangsung dalam kematian Yesus. Yesus mengalami kematian jasmani

sebagaimana manusia mati dan Ia masuk dalam dunia orang mati sebagai hukuman yang harus

ditanggung-Nya atas dosa-dosa manusia.


126

Pada peristiwa turunnya Yesus ke dunia orang mati (descended ad inferna) mengandung

tiga makna yang penting, yaitu:

- Penderitaan dan hukuman yang harus ditanggung Yesus akibat dosa-dosa manusia.

- Pada peristiwa tersebut Yesus memberitakan kemenangan-Nya bagi roh-roh orang

mati yang terpenjara disana. Mereka adalah orang-orang yang meninggal sebelum

inkarnasi Yesus. Dalam teks, mereka dikiaskan sebagai orang-orang yang tidak taat

pada zaman Nuh. Hal ini sebagai jawaban atas keselamatan orang-orang yang mati

sebelum inkarnasi dan keselamatan orang-orang yang meninggal sebelum sempat

mendengar Injil, bahwa bagi Kristus adalah Tuhan bagi mereka.

- Sebagai kemenangan atas maut karena Yesus kemudian bangkit.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan.

Keselamatan yang dikerjakan Allah di dalam Yesus Kristus ialah anugerah yang berlaku bagi

manusia hidup dan orang-orang yang telah mati. Kasih Allah begitu besar dan luas, yang berlaku

orang hidup dan mati. Kristus adalah Tuhan bagi manusia yang hidup dan yang telah mati.

6.2. Saran

HKBP sendiri dalam rumusan Hata Haporsean-nya telah memiliki pandangan terhadap

keselamatan orang yang mati sebelum Inkarnasi yaitu pada frasa: turun ke dalam kerajaan maut

atau tuat tu banua toru dung ditanom tetapi tentang tindakan apa yang dilakukan Yesus ketika

tuat tu banua toru kurang dipahami dan dimaknai. Melalui teks ini kiranya dapat memperkuat

pemahaman akan frasa tuat tu banua toru sebagai tindakan kasih Allah karena Ia benar-benar

mati dan menjalani hukuman dosa. Makna tuat tu banua toru juga menunjukkan kasih Allah

yang juga berlaku bagi mereka yang telah meninggal sebelum Injil tiba.
127

Penulis menyarankan agar gereja dapat menggunakan frasa “tuat tu banua toru” dan teks

IPetrus 3:18-20 ini dapat dibahas dan menjadi bagian dari dogma gereja HKBP yang dapat

digunakan untuk meng-“edukasi” jemaat mengenai keselamatan nenek moyang mereka yang

telah meninggal sebelum Injil tiba.


128

DAFTAR PUSTAKA

Achenbach, Reinhard, Kamus Ibrani-Indonesia: Perjanjian Lama, Jakarta: Yayasan Komunikasi

Bina Kasih, 2012.

Adams, Jay E., Trust and Obey: A Practical Commentary on First Peter, London: Prebyterian

and Reformed Publishing, 1978.

Aritonang, Jan S., Berbagai Aliran di dalam dan di luar Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2015.

Bailey, Lloyd R., Biblical Perspectives on Death, Philadelpia: Fortress Press, 1979.

Baker, D.L. & John J. Bimson, Mari Mengenal Arkeologi Alkitab: Sebuah Pengantar, Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2004.

Barclay, William, Letters of James and Peter, Edinburg: The Saint Andrew Press, 1975.

Barclay, William, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Surat Yakobus, 1& 2 Petrus, Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2014.

Barth, C., dan Marie C. B. Frommel, Teologi Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2013.

Barth, C., Teologi Perjanjian Lama 1, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2013

Barton, John, Umat Berkitab?, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.


129

Bergant, Dianne dan Robert Karris Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius, 2002.

Beyer, Ulrich, Tafsiran Surat 1&2 Petrus dan Surat Yudas, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979.

Bigg, Charles, The International Critical Commentary a Critical and Exegetical Commentary on

the Epistle of St. Peter and St. Jude, Edinburg: T&T Clark, 1946.

Botterweck, Johannes, dkk, Teological Dictionary of Old Testament Vol. XV, G. Michigan: Wm.

B. Eerdmans Publishing.

Botterwick, G. J. dkk, Teological Dictionary of the Old Testament, Michigan: Wm.B. Eerdmans

Publishing, 1976.

Brauch, Manfred T., Ucapan Paulus Yang Sulit, Malang: Literatur SAAT, 2009.

Brown, Colin, The New International Dictionary Of New Testament Jilid III, Exeter, Davon U.K:

The Paternoster Press, 1978.

Browning, W.R.F., Kamus Alkitab: A Dictionary of The Bible, Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2011.

Bultmann, qa.na,toj, dalam Teological Dictionary of the New Testament, Michigan: Wm. B.

Eerdmans Publishing Company, 1967.

Bultmann, Rudolfdkk, Life and Death, London: Adam & Charles Black, 1965.

Cranfield, C.E.B., I & II Peter and Jude, London: SCM Press, 1960.

Cranfield, C.E.B., The First Epistle of Peter, London: SCM Press, 1958.
130

Damping, David D.C., Dari Disabilitas ke Penebusan, Potret Pemikiran Teolog-Teolog Muda

Indonesia, (Peny.) Ronal Arulangi, dkk, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016.

Denney, James, The Death Of The Christ, London: The Tyndale Press, 1973.

Douglas, D.J., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I (A-L), Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina

Kasih, 2000.

Drane, Jhon, Memahami Perjanjian Baru: Penghantar Teologis-Historis, Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2012.

Drewes, B.F. & Julianus Mojau, Apa Itu Teologi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.

Dubis, Mark, 1 Peter: A Handbook on the Greek Text, Texas: Baylor University Press, 2010.

Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992.

Elliot Jhon H.dan, R. A. Martin, Augsburg Commentary on the New Testament: James, I-II

Peter/Jude, Minneasota: Augsburg Publishing House, 1982.

Elwell, Walter A., Theological Dictionary Of the Bible, Michigan: Baker Books-Grand

Rapids,1984.

End, Van den dan Weitjens, Ragi Carita 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.

Erickson, Millard J., Christian Theology, Michigan: Baker Books: A Division of Baker Book

House Company, 2001.

Fleming, Don, Bible Knowledge Dictionary, England: England Scripture Press, 1990.

Forum Biblika, Jurnal Ilmiah Populer, LAI, 2004.


131

Gerhard, Friedrich, Teological Dictionary of the New Testament Vol. V, Michigan: WM. B.

Eerdmans Publishing, 1977.

Gerhard, Friedrich, Theological Dictionary of the New Testament Vol. VII, (ed.), Michigan:

WM.B. Eerdmans Publishing Company, 1976.

Grant, Robert M. dan David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2011.

Gray, Louis H., Death and Disposal, dalam James Hastings (ed.), Encyclopaedia of Religion and

Ethics, New York: Charles Scribner’s Sons, 1955.

Groenen, C., Hermeneuse Alkitab, dan Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode

Penafsiran Alkitab, 2005

Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.

Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982.

Hadiwiyata, A. S., Surat-surat Ibrani dan Umum, Lembaga Biblika Indonesia, Yogyakarta:

Kanisius, 1985.

Hadiwiyata,A. S.(peny.), Surat-surat Ibrani dan Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1985.

Harrison, Everett F., Geoffrey. W.B., Calrl F.H. Henry, Baker’s Dictionary of the Theology,

Grand Rapid, Michigan: Baker Book House, 1960.

Hayes, Jhon H. & Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, Jakarta : BPK Gunung Mulia,

1990.
132

Hinson, David F., Sejarah Israel pada Zaman Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.

Hunt, Gladys, Pandangan Kristen Tentang Kematian, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.

Huria Kristen Batak Protestan, Bibel dohot Ende HKBP, Pearaja: Huria Kristen Batak Indonesia,

2015.

Karman, Yongky, Bunga rampai Teologi Perjanjian Lama: dari kanon sampai dosa, Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2007.

Kelly, J.N.D., The Epistle of Peter and Jude, London: Adam and Charles Black, 1976.

Kittel, Gerrard, Teological Dictionary of New Testament Vol. III, Michigan: WM. B. Eerdmans

Publishing, 1967.

Konfessi HKBP 1951 dan 1996, Pearaja: Kantor Pusat HKBP 2013.

Krentz, Edgar., The Historical-Critical Method, Philadelphia: Fortress Press, 1985.

Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Deuterokanonika, Jakarta: LAI, 1974.

Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab- Holy Bible: Terjemahan Baru-NIV, Jakarta: Lembaga

Alkitab Indonesia, 2010.

Lembaga Alkitab Indonesia, Holy Bible – Contemporary English Version, Jakarta: Lembaga

Alkitab Indonesia, 2001.

Lembaga Biblika Indonesia, Surat-surat Ibrani dan Umum.

M., Grant Robert & David Tracy, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1993.
133

Marxsen, Willi, Pengantar Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

Maycock, Edward A., World Christian Books No. 15- A Letter of Wise Counsel: Studies in the

First Epistle of Peter, London: United Society For Christian Literature Lutterworth Press, 1957.

Moris, L.L., Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta: Inter-Varsity Press, 1995.

Newman, Barclay M., Kamus Yunani-Indonesia: Untuk Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2002.

Oehler, Gustave Friedrich., Theology of the Old Testament, Michigan: Grand Rapids, 1883.

Poerwadarminta, W.J.S. (peny.), Kamus Umum Bahasa Indonesia-Edisi Ketiga, Jakarta: Balai

Pustaka, 2007.

Napel, Henk., Kamus Teologi: Inggris- Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990.

Von Rad, Gerhard., Old Testament Theology Vol.1, New York & Evanston: Harper & Row

Publishers, 1962

Robinson, A.T., Word Pictures of New Testament Vol. VI, New York: Harper & Brothers

Publishing, 1997.

Scarlemann, Martin H., He Descended into Hell: An Interpretation of 1 Peter 3:18-20, dalam

Concordia Teological Monthly Vol. XXVII February 1965. Concordia Journal: 1989.

Scheunemann, Volkhard, Apa Kata Alkitab tentang Dunia Orang Mati: Arti Kematian Bagi

Orang Percaya, Malang: YPPII.

Siahaan, S.M., Pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
134

Sinaga, Anicetus, Allah Tinggi Batak Toba: Transendensi dan Imanensi, Yogyakarta: Kanisius,

2014.

Sitompul, A.A & Beyer, Ulrich, Metode Penafsiran Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.

Souter, Alexander, A Poket Lexicon to The Greek New Testament, London: Oxford University

Press, 1916.

Sutanto, Hasan., Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, Malang: SAAT, 2007.

Tappert, Theodore G. Buku Konkord Konfesi Gereja Lutheran, Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2016.

Vriezen, Th.C., Agama Israel Kuno, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003.

Wahono,Wismoady, Disini Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.

Wenham, J.W., Bahasa Yunani Koine, Malang: SAAT, 1987.

Wright, Christopher, Hidup sebagai umat Allah: Etika Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2007.
135

CURRICULUM VITAE

Nama : Maruli Galingging


Tempat/Tanggal Lahir : Duri, 31 Desember 1993
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Orangtua
Ayah : St. Herijhon Galingging
Ibu : Rosinta br. Gultom
Alamat : Jln. Jend. Sudirman, No. 79 Balai
Raja
Anak ke- : 1 (satu) dari 7 (tujuh) bersaudara
Asal Gereja : HKBP Basecamp Ressort Duri
Distrik XXX Riau Pesisir

Riwayat Pendidikan :
1. 2000 – 2006 : SDN 06 Balai Raja
2. 2006 – 2009 : SMPN 02 Pinggir
3. 2009 – 2012 : SMAN 01 Mandau
4. 2012 – 2017 : STT HKBP Pematangsiantar

Ayat Emas :
Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, menyukai pengenalan
akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.
(Hosea 6:6)

Anda mungkin juga menyukai