Anda di halaman 1dari 14

Trikonomika

Volume 10, No. 2, Desember 2011, Hal. 148–161


ISSN 1411-514X

Analisis Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Pertumbuhan


Ekonomi Provinsi-provinsi di Indonesia

Tete Saepudin
Fakultas Ekonomi, Universitas Pasundan, Bandung
Jl. Tamansari No. 6–8 Bandung, 40116
E-Mail: tetesaepudin@yahoo.co.id

ABSTRACT
The objective of the present study is to analyze the influence of the investment growth (capital), the
average growth of the  skilled-labor and unskilled-labor, the average educational attainment, as well as the
government expenditure growth for education on the economic growth of the provinces in IndonesThe present
study is descriptive as well as verificative by using pool least squares method. The data used is secondary
such as panel data that consist of combination between time-series and cross-section from 26 provinces in
Indonesia  during period 1994–2008. The research findings indicate that (1) capital growth (investment-
investment) is positively and significantly influence on the economic growth, (2) the growth of the skilled-labor
is negatively and not significantly influence on the economic growth. (3) the growth of the unskilled-labor is
positively and significantly influence on the economic growth (4) educational attainment average is positively
and significantly influence on the economical growth and (5) the growth of the government expenditure for
education is positively and significantly influence on the economic growth of the provinces in Indonesia.

Keywords: investment, skilled-labor, unskilled-labor, educational attainment average, government expenditure


for education.

ABSTRAK
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pertumbuhan investasi
(modal), pertumbuhan tenaga kerja yang memiliki keahlian, pertumbuhan tenaga kerja yang tidak memiliki
keahlian, rata-rata lama sekolah, dan pertumbuhan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan terhadap
pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia. Penelitian ini bersifat deskriptif dan verifikatif, dengan
menggunakan metode pool least squares. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa panel data yang
merupakan gabungan antara runtut waktu (time series) dan silang tempat (cross section) dari 26 provinsi di
Indonesia pada periode 1994–2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pertumbuhan modal (investasi)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, (2) pertumbuhan tenaga kerja yang
memiliki keahlian berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, (3) pertumbuhan
tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,
(4) rata-rata lama sekolah (RLS) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan
(5) pertumbuhan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia.

Kata Kunci: investasi, tenaga kerja ahli, tenaga kerja tidak ahli, rata-rata lama sekolah, pengeluaran pemerintah
untuk pendidikan.

148
PENDAHULUAN Semakin terdidik tenaga kerja, akan semakin
tinggi produksi yang tercipta, dan sekaligus akan
Suatu negara atau wilayah dapat tumbuh lebih semakin tinggi pula tingkat pendapatannya. Penelitian
cepat dibandingkan dengan negara lainnya apabila Acemoglu (1998) di Amerika Serikat menunjukkan
negara tersebut memiliki faktor-faktor produksi bahwa pada tahun 1970 seorang sarjana (S1) menerima
relatif lebih banyak dibandingkan dengan negara yang penghasilan rata-rata 55 persen lebih tinggi dari
lainnya. Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat lulusan SMA. Sementara tahun 1995 seorang sarjana
ditentukan oleh kuantitas maupun kualitas faktor menerima penghasilan 62 persen lebih tinggi dari
faktor produksi yang dimiliki, baik faktor produksi SMA. Dengan demikian peranan pendidikan (baik
alam (resource endowment) maupun faktor produksi formal maupun non formal) adalah penting untuk
sumber daya manusia (human resource). meningkatkan penghasilan. Penemuan teknologi baru
Perbedaan pertumbuhan ekonomi antara negara (invention) dan pengembangan dari teknologi baru
industri dengan negara berkembang bukanlah di­ (inovation) tersebut, akan tercipta/lahir dari tenaga
sebabkan ketiadaan upaya negara berkembang dalam kerja yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.
akses teknologi dibanding dengan negara maju, tetapi Kondisi umum sektor pendidikan di Indonesia
semata-mata disebabkan oleh kualitas yang rendah ditandai oleh masih rendahnya kualitas sumber daya
dari human capital di negara-negara berkembang manusia (SDM). Dari jumlah keseluruhan tenaga
tersebut. Mankiw et. al. (1992) menemukan bahwa kerja, sekitar 58% dari tenaga kerja Indonesia hanya
80% perbedaan pertumbuhan perekonomian antar berpendidikan sekolah dasar (SD) atau kurang, dan
negara adalah disebabkan oleh faktor modal fisik dan hanya 8% saja yang pendidikan tinggi. Disamping itu
modal manusia, sedangkan 20% lagi sisanya karena juga masih rendahnya tingkat angka partisipasi rata-
faktor-faktor lain. rata pendidikan murni (APM). Di mana pada tahun
Pembentuk modal manusia (human capital) telah 2008, tingkat partisipasi rata-rata pendidikan murni
menarik perhatian banyak ahli ekonomi yang kemudian 93,99% untuk SD/MI, 66,98% untuk SMP/MTS,
memunculkan berbagai model pertumbuhan ekonomi 44,75% untuk SMA/MA, dan 10,07 untuk PT (BPS,
yang memasukkan pendidikan sebagai pengganti Indikator Pendidikan, 1994–2008).
pengetahuan yang merupakan sumber pertumbuhan Rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk
ekonomi, meskipun hubungan pendidikan dengan Indonesia pada tahun 2000 masih 4,99 tahun, sedang­
per­tumbuhan ekonomi tidak bersifat langsung, tetapi kan negara Malaysia 6,80 tahun, Thailand 6,50
melalui proses, di mana pendidikan yang baik akan tahun, Singapura 7,05 tahun, dan Filipina 8,21 tahun
memberi peluang pada anggota masyarakat untuk (World Bank, 2008). Kalau dilihat dari penduduk usia
dapat terlibat di dalam pertumbuhan ekonomi. 15 tahun ke atas, rata rata lamanya sekolah (RLS)
Investasi dalam bidang pendidikan akan mampu penduduk Indonesia tidak serendah itu, di mana pada
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang tahun 1999 saja sudah 6,7 tahun, pada tahun 2002
diperlihatkan oleh meningkatnya pengetahuan dan adalah 7,1 tahun, pada tahun 2005 adalah 7,3 tahun,
keterampilan tenaga kerja. Peningkatan pengetahuan dan pada tahun 2008 adalah sudah 7,5 tahun (BPS,
dan keahlian akan mendorong peningkatan produk­ Indikator Kesra Tahun 2007 dan 2008).
tivitas kerja tenaga kerja, sehingga perusahaan akan Berdasarkan distribusi wilayah per provinsi rata-
bersedia memberikan upah/gaji yang lebih tinggi, rata lama sekolah (RLS) dari tahun 1994 sampai tahun
kepada pekerja tersebut. Pada akhirnya seseorang 2008, dengan mengambil beberapa tahun (tahun 1994,
yang memiliki produktivitas yang tinggi akan 1999, 2004, dan tahun 2008), di mana pada tahun
memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang 1994, provinsi yang paling tinggi tingkat pencapaian
dapat diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan rata-rata lama sekolah adalah Provinsi DKI Jakarta
maupun konsumsinya. Rendahnya produktivitas dengan angka 9,3 tahun, dan pencapaian terendah
tenaga kerja dari kelompok kaum miskin dapat adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dengan
disebabkan oleh karena rendahnya akses mereka nilai rata-rata sebesar 4,8 tahun. Pada tahun 1999
untuk memperoleh pendidikan. pencapaian tertinggi dicapai oleh Provinsi DKI Jakarta

Analisis Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Pertumbuhan 149


Ekonomi Provinsi-provinsi di Indonesia
dengan rata-rata 9,7 tahun, dan pencapaian terendah Model teori pertumbuhan baru (the new growth
adalah Provinsi NTB dengan rata-rata 5,2 tahun. theory), atau lebih dikenal dengan model pertumbuhan
Pada tahun 2004 sama dengan tahun 1999 pencapaian endogen (endogenous growth model) ada dua tipe
tertinggi masih Provinsi DKI Jakarta dengan rata-rata teori, yaitu (1) model modal manusia (Human Capital
10,1 tahun, dan pencapaian terendah adalah Provinsi Model), dan (2) model penelitian dan pengembangan
NTB dengan rata-rata 5,8 tahun. Untuk tahun 2008 (Research and Development Model). Human Capital
pencapaian tertinggi masih tetap juga Provinsi DKI Model menitikberatkan pada akumulasi modal
Jakarta dengan rata-rata 10,2 tahun, dan pencapaian dalam berbagai bentuknya seperti modal fisik, modal
terendah adalah Provinsi Papua dengan rata-rata 6,3 manusia, modal kesehatan dan lain sebagainya, yang
tahun (BPS, Indikator Kesra, Beberapa Terbitan, akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Human
Tahun 1996–2008) Capital Model ini diperkenalkan oleh Romer (1983,
Dewasa ini negara-negara berkembang makin 1986, 1996), Lucas (1988), dan Robelo (1991).
meningkatkan perhatiannya pada bidang pendidikan Research and Development Model dipelopori oleh
dibanding pada tahun 1980. Hal ini cukup beralasan Romer (1990), Grossmen dan Helpman (1991), dan
karena masyarakat dengan tingkat pendidikan Aghion dan Howitt (1992) lebih menekankan pada
yang baik maka akan memberikan kontribusi yang kemajuan teknologi yang akan menghasilkan inovasi
besar terhadap proses pembangunan. Peningkatan untuk meningkatkan produktivitas dan menghasikan
persentase pengeluaran publik untuk bidang pen­ pertumbuhan ekonomi.
didikan juga dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Bila dihubungkan dengan tujuan penelitian, maka
Sejak tahun 2001, Indonesia telah mengalami diantara kedua tipe model pertumbuhan endogen
peningkatan persentase pengeluaran publik untuk tersebut, pendekatan yang lebih tepat digunakan
bidang pendidikan. adalah Human Capital Model, karena pendidikan
Persentase pengeluaran publik untuk pendidikan merupakan unsur utama dari modal manusia, yakni
dari empat negara ASEAN, Indonesia yang paling salah satu bentuk modal selain modal fisik dan
kecil, yaitu hanya 9%, sedangkan yang terbesar modal kesehatan, sehingga sangat beralasan apabila
adalah Negara Malaysia, begitu juga kalau dilihat di­gunakan sebagai pedoman untuk menganalisis
dari tingkat pendapatan Indonesia yang paling kecil pengaruh pertumbuhan modal, pertumbuhan tenaga
pendapatan perkapitanya, hanya 906 US$, sedangkan kerja yang memiliki keahlian (skills) dan tenaga kerja
Malaysia sudah 4.290 US$. Dilihat dari jumlah yang tidak memiliki keahlian (unskills), serta rata-rata
penduduk Indonesia yang paling besar, sedangkan lama sekolah (RLS) serta pertumbuhan pengeluaran
Malaysia yang paling kecil, dilihat dari persentase pemerintah untuk pendidikan terhadap pertumbuhan
penduduk usia 0–14 tahun 4 negara ASEAN itu tidak ekonomi.
terlalu jauh berbeda, yaitu kisaran 2,8 Filipina dan Faktor lain yang mempengaruhi tingkat per­
4,1 Thailand, ini kalau dihubungkan dengan kualitas tumbuh­an ekonomi selain tingkat pendidikan
dari sumber daya manusia dengan menggunakan adalah pengeluaran anggaran pemerintah untuk
pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, dan pendidikan. Penelitian Barro dan Sala-i-Martin
penduduk usia kerja, dan pendapatan per kapita, maka (1995) menunjukkan adanya korelasi yang positif
Malaysia merupakan negara yang kualitasnya paling antara pertumbuhan GDP dengan initial GDP per
tinggi, dan Indonesia sebaliknya paling rendah. capita, educational attainment, life expectancy,
Teori pertumbuhan Solow (1956) mengkaji public spending in education, changes in the terms of
tentang mengapa negara-negara yang memiliki faktor the investment ratio and the rule of law. Rostow dan
produksi yang tersedia melimpah ternyata tidak ada Musgrave (2003) mengembangkan teori yang meng
korelasi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. hubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah
Solow mencoba memasukkan faktor pertumbuhan dan tahap-tahap pembangunan ekonomi. Pada
teknologi sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi, awal perkembangan ekonomi persentase investasi
walaupun baru diidentifikasikan sebagai variabel pemerintah terhadap total investasi besar, sebab
yang eksogen. pemerintah harus menyediakan prasarana seperti

150 Trikonomika Tete Saepudin


Vol. 10, No. 2, Desember 2011
pendidikan, kesehatan, prasara transportasi dan lain yaitu: (1) tenaga kerja yang memiliki keahlian (skill),
sebagainya. merupakan tenaga kerja lulusan sarjana muda/diploma
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan III dan lulusan sarjana, sedangkan (2) tenaga kerja
penelitian dapat diidentifikasikan sebagai berikut yang tidak memiliki keahlian (unskill) merupakan
(1) bagaimana pengaruh pertumbuhan investasi tenaga kerja yang tidak sekolah, tidak tamat sekolah
(modal), pertumbuhan tenaga kerja yang memiliki dasar, sampai tamat sekolah menengah tingkat atas
keahlian (skill) dan tenaga kerja yang tidak (SMTA), diploma I dan diploma II. Berdasarkan
memiliki keahlian (unskill), rata-rata lama sekolah pengelompokkan tenaga kerja ini, maka persamaan
(RLS), dan pertumbuhan pengeluaran pemerintah (1) berubah menjadi:
untuk pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi
Yjct = Agjct H ajctH LajctL � bjct ........................................... (2)
provinsi-provinsi di Indonesia (2) bagaimana
pengaruh pertumbuhan investasi (modal), per­ Y adalah output, A merupakan proporsi jumlah
tumbuhan tenaga kerja yang memiliki keahlian pekerja minimal lulusan sarjana muda, H adalah
(skill) dan tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian tenaga kerja dengan tingkat modal manusia tinggi
(unskill) dan rata-rata lama sekolah (RLS) terhadap (skill), L merupakan tenaga kerja dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia modal manusia rendah (unskill), K input selain tenaga
(3) bagaimana pengaruh pertumbuhan investasi kerja, jct menunjukkan industri, kota, dan tahun
(modal), pertumbuhan tenaga kerja yang memiliki γ, αH, αL, β adalah parameter yang akan diuji.
keahlian (skill) dan tenaga kerja yang tidak memiliki Jika digabungkan dan dimodifikasi persamaan
keahlian (unskill) dan pertumbuhan pengeluaran (1) dan persamaan (2) dan untuk variabel modal
pemerintah untuk pendidikan terhadap pertumbuhan manusia (HC) dari pesamaan (1) diproksi dengan
ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia. rata-rata lama sekolah (E), maka formulasi modelnya
menjadi:
METODE Y = Aα LβL HβH Kδ Eγ Gθ .......................................... (3)

Model Penelitian di mana:


Model yang dikembangkan diturunkan dari Y = output
teori, konsep dan penelitian empiris yang didasarkan A = tingkat teknologi
kepada hasil peneltian Baro dan Sala-i-Martin (1990) L = tenaga kerja yang tidak memiliki
dan Moretti (1999), dengan mengacu pada fungsi keahlian (unskills)
produksi dari Cobb-Douglas: H = tenaga kerja yang memiliki
keahlian (skills)
Y = A · Lβ �
Kδ ��
HCγ �
Gθ ............................................. (1)
K = modal
di mana: E = rata-rata lama sekolah (RLS)
Y = produk domestik bruto G = belanja pemerintah untuk
A = tingkat teknologi pendidikan
L = tenaga kerja α, βL, βH, δ, γ, θ = merupakan parameter yang akan
K = modal swasta diuji
HC = modal manusia Persamaan (3) tersebut, jika dijadikan dalam
G = pengeluaran pemerintah fungsi produksi adalah sebagai berikut:
β, δ, γ, θ = parameter yang akan diuji
PDRBit = f(PMTBit, skilit, unskillit, RLSit, GEXPit) ... (4)
Modal manusia (HC) di samping dapat diturunkan
dari tingkat pendidikan, juga dapat diturunkan dari Periode waktu penelitian tahun 1994–2008,
tenaga kerja (L) yang memiliki keahlian. Keahlian pada tahun 1997 di Indonesia terjadi krisis ekonomi,
tenaga kerja dalam hal ini didapat dari pendidikan agar tidak mengganggu validitas data, penulis akan
tenaga kerja, dan dari pelatihan. Moretti (1999) memasukkan variabel dummy (dcrisis), sehingga
membagi tenaga kerja itu menjadi dua kelompok, persamaan fungsionalnya menjadi:

Analisis Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Pertumbuhan 151


Ekonomi Provinsi-provinsi di Indonesia
PDRBit = f(PMTBit, skillit, unskillit, RLSit, GEXPit, RLS = rata-rata lama sekolah (RLS) provinsi-
dummyit) ...................................................... ���
(5) provinsi di Indonesia (%)
GEXP = pertumbuhan pengeluaran pemerintah
dummy menunjukkan krisis ekonomi tahun 1997. untuk pendidikan provinsi-provinsi
Dari fungsi persamaan (5) dijadikan dalam di Indonesia (%)
persamaan regresi linier berganda, dalam bentuk dummy = variabel dummy krisis yang menunjukkan
persamaan logaritma natural, dengan memasukkan setelah krisis ekonomi (1998, …, 2008 = 1,
error term (ε) maka model akhir selengkapnya dapat dan lainnya = 0)
dirumuskan sebagai berikut. ln = logaritma natural
lnPDRBit = β0 + β1PMTBit + β2lnskillit + β3lnunskillit βn = parameter (n = 1, 2, 3, 4, 5, 6)
i = provinsi i (i = 1, 2, 3, …, 26)
+ β4RLSit + β5lnGEXPit + β6dummyit
t = tahun ke-t (t = 1994–2008)
+ εit ..................................................... (6)
ε = error term
di mana:
Operasionalisasi Variabel
PDRB = pertumbuhan PDRB provinsi-provinsi Batasan operasionalisasi variabel-variabel dalam
di Indonesia (%) penelitian mengenai analisis pertumbuhan modal,
PMTB = pertumbuhan modal (investasi) pertumbuhan tenaga kerja yag memiliki keahlian
provinsi-provinsi di Indonesia (%) (skill), dan tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian
skill = pertumbuhan tenaga kerja yang memiliki unskill), rata-rata lama sekolah (RLS) dan pengeluaran
keahlian provinsi-provinsi di Indonesia (%) pemerintah untuk pendidikan terhadap pertumbuhan
unskill = pertumbuhan tenaga kerja tidak memiliki ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia ditetapkan
keahlian provinsi-provinsi di Indonesia (%) dalam Tabel 1.

Tabel 1. Operasionalisasi Variabel Penelitian

No Variabel Konsep Ukuran Skala


1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Persen Rasio
(PDRB) riil dengan harga konstan 2000 di provinsi yang
bersangkutan, periode 1994–2008.

2. Pertumbuhan Investasi Pertumbuhan jumlah pembentukan modal tetap bruto Persen Rasio
(PMTB) (PMTB) yang dilakukan di daerah yang bersangkutan,
periode 1994–2008.

3. Pertumbuhan tenaga kerja Pertumbuhan jumlah penduduk yang berusia 15 ke atas Persen Rasio
yang memiliki keahlian (penduduk usia kerja) yang bekerja dari lulusan sarjana
(skill) muda/Diploma III dan tamat sarjana, periode 1994–2008.

4. Pertumbuhan tenaga kerja Pertumbuhan jumlah penduduk yang berusia 15 ke Persen Rasio
yang tidak memiliki keahlian atas (penduduk usia kerja) yang bekerja dari yang tidak
(unskill) sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat
SMTA, tamat Diploma I, dan II periode 1994–2008.
5. Rata-rata lama sekolah Pertumbuhan penduduk usia 15 tahun ke atas yang Persen Rasio
(RLS) pernah sekolah mulai dari sekolah dasar sampai
perguruan tinggi periode 1994–2008.

6. Pertumbuhan Pengeluaran Pengeluaran yang dikeluarkan pemerintah daerah dari Persen Rasio
Pemerintah untuk pendidikan APBD untuk pos pengeluaran pendidikan, periode
(GEXP) 1994-2008.

152 Trikonomika Tete Saepudin


Vol. 10, No. 2, Desember 2011
HASIL pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi. Nilai thit untuk variabel dummy krisis sebesar
���������������
Pertumbuhan investasi (PMTB), pertumbuhan 28.29176, 6.997858, dan 18.31922), Oleh karena
tenaga kerja yang memiliki keahlian (skill) dan yang thit > ttab maka H0 diterima, dan H1 ditolak artinya
tidak memiliki keahlian (unskill), rata-rata lama semua variabel dummy krisis berpengaruh positif
sekolah (RLS), dan dummy krisis (dummy) ber­pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
provinsi-provinsi di Indonesia. Perbandingan nilai Uji Kecocokan Model (Koefisien Determinasi/R2)
koefisien estimasi model pertumbuhan masing-masing Uji R2 merupakan salah satu uji untuk melihat
provinsi selengkapnya disajikan dalam Tabel 2. seberapa besar variasi variabel bebas secara
keseluruhan dapat menjelaskan variasi variabel
Uji Variabel Bebas Secara Parsial (Uji-t) tidak bebas. Hasil estimasi model menunjukkan
Berdasarkan hasil perhitungan, dapat dilakukan bahwa adjusted R-square untuk ketiga persamaan
pengujian terhadap masing-masing variabel bebas adalah sebesar 0.995077 untuk persamaan pertama,
dengan menggunakan uji-t. Dengan mengambil 0.971118 untuk persamaan kedua, dan 0.97073 untuk
df (derajat kepekaan) n – k – 1 = 390 – 31 –1 = persamaan ketiga. Dengan demikian 99%, 97%, dan
368, dengan kriteria uji (α = 5%), maka diperoleh 97% variasi variabel bebas pada model satu, dua dan
t-tabel = t0,05 = 1,973. Hasil perhitungan pada tiga dapat menjelaskan masing-masing persamaan
Tabel 1. mem­perlihatkan untuk variabel investasi variasi variabel tidak bebasnya.
pada model satu, dua, dan tiga, diperoleh t-hitung
berturut-turut sebesar 7.163303, 5.546249, dan Uji Variabel Bebas Secara Bersama-sama
2.935865. Oleh karena thit > ttab, maka H0 ditolak, dan (Uji-F)
H1 di terima artinya variabel investasi berpengaruh Untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap
positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel variabel tidak bebas secara bersama-sama (serempak)
tenaga kerja yang memiliki keahlian memiliki nilai thit digunakan uji-F, yaitu dengan cara membandingkan
untuk ketiga model berturut-turut sebesar –1.736911, antara F-tabel dengan F-hitung. Jika F-hitung lebih
–0.609750, –0.795400. Oleh karena thit < ttab, maka H0 besar dari F-tabel, maka H1 diterima dan H0 di tolak,
diterima, dan H1 ditolak artinya variabel tenaga kerja artinya semua variabel bebas secara bersama-sama
yang memiliki keahlian tidak berpengaruh terhadap (serempak) berpengaruh terhadap variabel tidak
pertumbuhan ekonomi. Variabel tenaga kerja yang bebas. Sebaliknya jika F-hitung lebih kecil dari
tidak memiliki keahlian memiliki nilai thit �����������
pada model F-tabel, maka H1 ditolak dan H0 diterima, artinya
satu, dua, dan tiga, berturut-turut sebesar 5.015023, semua variabel bebas secara bersama-sama (serempak)
4.137710, 1.719685. Oleh karena thit > ttab maka H0 tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebas.
ditolak, dan H1 diterima artinya variabel tenaga kerja Dengan (df1) sebesar k – 1, 30 – 1 = 29, sedangkan
yang tidak memiliki keahlian berpengaruh positif utuk (df2) adalah n – k, 390 – 30 = 360, dan kriteria
terhadap pertumbuhan ekonomi. Variabel rata-rata uji (α = 5%), maka diperoleh F-tabel sebesar 1,46.
lama sekolah memiliki nilai thit untuk
������������������
model satu, Nilai F-hitung untuk masing masing model satu, dua
dua, tiga berturut-turut sebesar 7.164997, 3.188400. dan tiga berturut-turut sebesar 2537.218, 402.3691,
Oleh karena thit > ttab maka H0 ditolak, dan H1 diterima dan 431.0635. Dengan demikian dari ketiga model
artinya variabel rata-rata lama sekolah berpengaruh tersebut F-hitungnya lebih besar dari F-tabel, artinya
positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai thit ������
untuk H1 diterima, dan H0 ditolak, berarti pada semua
variabel pengeluaran pemerintah sebesar 11.10137 persamaan atau model, semua variabel bebas secara
dan 8.186329. Oleh karena thit > ttab maka H0 ditolak, bersama-sama (serempak) berpengaruh terhadap
dan H1 diterima artinya semua variabel pengeluaran variabel tidak bebasnya.

Analisis Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Pertumbuhan 153


Ekonomi Provinsi-provinsi di Indonesia
Tabel 2. Hasil Estimasi Model

Variabel Koefisien Estimasi (1) Koefisien Estimasi(II) Koefisien Estimasi (III)

C 9.361946 8.744150 11.87177

(11.49106) (7.440936) (8.197414)

PMTB 0.099589 0.142239 0.093825

(7.163303) (5.546249) (2.935865)

Skills –0.037951 –0.035702 –0.032364

(–1.736911) (–0.609750) (–0.795400)

Unskills 5.015023 0.285135 0.157364

(5.015023) (4.137710) (1.719685)

RLS 0.154182 0.265205 –

(7.164997) (3.188400)

GEXP 0.047216 – 0.069069

(11.10137) (8.186329)

Dummy 0.047216 0.505651 0.650742

(28.29176) (6.997858) (18.31922)

Uji-F 2537.218 402.3691 431.0635

R-Square 0.995469 0.971118 0.972989

Adj. R-Square 0.995077 0.968705 0.97073

Durbin-Watson stat 1.713375 1.636512 1.772342

Keterangan: Angka dalam kurung adalah t-hitung


Sumber: Hasil Perhitungan

PEMBAHASAN kembangan berbagai aktivitas ekonomi sehingga


akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu
Pertumbuhan Investasi negara/wilayah.
Investasi merupakan salah satu bagian yang Hasil estimasi menunjukkan bahwa pada periode
penting dalam pembangunan ekonomi karena investasi tahun 1994–2008, variabel pertumbuhan investasi
mempunyai keterkaitan dengan keber­langsungan dari ketiga persamaan (model) adalah berpengaruh
kegiatan ekonomi di masa yang akan datang. Dengan positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
investasi kapasitas produksi dapat ditingkatkan, pada provinsi-provinsi di Indonesia (Tabel 1.). Dari
yang berarti peningkatan output. Peningkatan output ketiga model tersebut ternyata pada model kedua nilai
akan meningkatkan pendapatan. Dalam jangka yang koefisien variabel pertumbuhan investasi paling besar,
panjang akumulasi investasi dapat mendorong per­ jika dibandingkan dengan model satu dan model tiga.

154 Trikonomika Tete Saepudin


Vol. 10, No. 2, Desember 2011
Pada model dua variabel yang dikeluarkan adalah Dalam analisis pembagian tenaga kerja ber­
variabel pertumbuhan pengeluaran pemerintah, dasarkan jenjang pendidikan yang dibagi menjadi
sedang­­kan pada model ketiga yang dikeluarkan dua kelompok: a) tenaga kerja yang memiliki
adalah variabel rata-rata lama sekolah (RLS). Jika keahlian, adalah tenaga kerja lulusan sarjana muda/
di­­banding­kan model dua dan tiga, yaitu peran diploma III dan sarjana, disebut juga labor skills, dan
pertumbuhan investasi lebih besar pengaruhnya b) tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian, adalah
terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di tenaga kerja mulai dari lulusan diploma II ke bawah
Indonesia, jika dihilangkan pertumbuhan pengeluaran sampai tenaga kerja yang tidak sekolah, disebut labor
pemerintah untuk pendidikan, daripada rata-rata lama unskill.
sekolah (RLS).
Nilai parameter pertumbuhan investasi pada Tenaga Kerja yang Memiliki Keahlian (skill)
model pertama memberi arti jika pertumbuhan Modal manusia terbentuk dari ilmu pengetahuan,
investasi provinsi-provinsi di Indonesia meningkat dikatakan oleh Romer, J. M. Clark (2000) bahwa
1%, maka pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi ilmu pengetahuan adalah salah satu faktor produksi
di Indonesia akan meningkat sebesar 9,95%, ceteris yang tidak pernah berkurang (diminishing). Ilmu
paribus. Nilai parameter pada model kedua memberi pengetahuan biasanya didapat dari hasil pengalaman,
arti jika pertumbuhan investasi provinsi-provinsi pendidikan, ilmu pengetahuan yang didapat dari hasil
di Indonesia meningkat 1%, maka pertumbuhan pengalaman akan menghasilkan tenaga kerja yang
ekonomi provinsi-provisi di Indonesia akan meningkat terlatih/terampil, sedangkan ilmu pengetahuan yang
sebesar 14,22%, ceteris paribus. Nilai parameter didapat dari hasil pendidikan dan pelatihan (on the
pada model ketiga memberi arti jika pertumbuhan job training) akan menghasilkan tenaga kerja yang
investasi provinsi-provinsi diIndonesia meningkat terdidik dan terlatih yang memiliki keahlian.
1%, maka pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi Tapscott (1997) mengemukakan bahwa orang
di Indonesia akan meningkat sebesar 14,22%, ceteris akan lebih banyak bekerja dengan mengunakan
paribus. Dengan demikian selama lebih kurang otaknya daripada menggunakan tangan. Di Amerika
15 tahun pembangunan, pertumbuhan investasi Serikat saat ini hampir 60 persen pekerjaannya
mem­­­­perlihatkan pengaruh yang positif terhadap berkecimpung dalam pekerjaan yang menggunakan
per­­tumbuhan ekonomi pada provinsi-provinsi di knowledge (ilmu pengetahuan).
Indonesia. Hasil estimasi darinilai parameter pertumbuhan
tenaga kerja yang memiliki keahlian (skills) pada
Pertumbuhan Tenaga Kerja periode tahun 1994–2008 pada ketiga model
Produktivitas tenaga kerja menunjukkan ke­ mempunyai hubungan yang negatif dan tidak
mampuan seorang tenaga kerja atau pekerja untuk signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada
menghasilkan sejumlah output dalam satuan waktu provinsi-provinsi di Indonesia. Dari ketiga model
tertentu. Produktivitas tenaga kerja tersebut dapat tenaga kerja yang memiliki keahlian nilai parameter
merupakan ukuran efisiensi pemanfaatan tenaga kerja. yang paling besar adalah pada model yang pertama
Hal ini mengingat secara nyata, seorang pekerja dalam dengan variabel bebas yang lainnya adalah per­
melakukan pekerjaannya, belum tentu memanfaatkan tumbuhan investasi, pertumbuhan tenaga kerja yang
seluruh kemampuannya yang dimilikinya. Anwar tidak memiliki keahlian (unskill), rata-rata lama
(dalam Wiyono, 1996) mengemukakan bahwa sekolah (RLS), pertumbuhan pengeluaran pemerintah
produktivitas tenaga kerja dapat dipengaruhi untuk pendidikan dan dummy krisis.
oleh: a) perkembangan barang modal per pekerja, Nilai parameter model pertama memberi arti jika
b) perbaikan tingkat keterampilan, pendidikan, dan pertumbuhan tenaga kerja yang memiliki keahlian
kesehatan pekerja, c) meningkatkan skala usaha, (skill) pada provinsi-provinsi di Indonesia meningkat
d) perpindahan pekerja antar jenis kegiatan, 1%, maka pertumbuhan ekonomi provinsi-provisi di
e) perubahan komposisi output dari tiap sektor atau Indonesia akan turun sebesar –0.037951%, ceteris
sub sektor, dan f) perubahan teknik produksi. paribus. Nilai parameter pada model kedua memberi

Analisis Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Pertumbuhan 155


Ekonomi Provinsi-provinsi di Indonesia
arti jika pertumbuhan tenaga kerja yang memiliki Tenaga kerja yang Tidak Memiliki Keahlian
keahlian (skill) pada provinsi-provinsi di Indonesia (unskill)
meningkat 1%, maka pertumbuhan ekonomi provinsi- Tenaga kerja dari lulusan pendidikan menengah
provinsi di Indonesia akan turun sebesar –0.035702%, merupakan tenaga kerja yang mempunyai ke­
ceteris paribus. Nilai parameter pada model yang terampilan yang handal dan paling banyak di­butuh­
ketiga nilainya memberi arti jika pertumbuhan tenaga kan bagi pembangunan ekonomi, manajer tingkat
kerja yang memiliki keahlian (skill) provinsi-provinsi menengah pada perusahaan, merupakan tulang
di Indonesia meningkat 1%, maka pertumbuhan punggung administrasi negara, hal ini sejalan
ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia akan turun dengan pendapat A. Lewis (1962) bahwa pendidikan
sebesar –0.032364%, ceteris paribus. menengah sebagai ”perwira dan perwira cadangan”
Meskipun dari ketiga model pertumbuhan tenaga dari suatu sistem ekonomi dan sosial.
kerja yang memiliki keahlian (skill), mempunyai Collins (1979) mengemukakan bahwa tingkat
hubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi pendidikan tidak selalu sesuai dengan kualitas
provinsi-provinsi di Indonesia, tetapi dari ketiga model pekerjaan, sehingga orang yang berpendidikan tinggi
tersebut tidak ada yang signifikan. Temuan ini sesuai ataupun rendah tidak berbeda produktivitasnya dalam
dengan jumlah pekerja yang memiliki keahlian/skill menangani pekerjaan yang sama. Tetapi jika sumber
(pekerja lulusan sarjana muda/diploma tiga dan sarjana) daya manusia yang berpendidikan rendah mendapat
dari jumlah pekerja hanya 2,94 persen pada tahun 1996 pelatihan, diharapkan akan memiliki produktivitas
dan 4,39 persen pada tahun 2005 (BPS, Supas Tahun relatif sama dengan sumber daya manusia yang
2005) dari rata-rata tenaga kerja yang bekerja. berpendidikan tinggi dan formal.
Hal tersebut juga didukung dengan rata-rata Hasil estimasi dari nilai parameter pertumbuhan
lama sekolah penduduk Indonesia yang berusia dari tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian (unskill)
15 tahun ke atas dari tahun 1994 sampai tahun 2008 pada periode tahun 1994–2008 pada ketiga model
masih relatif rendah, di mana rata-rata lama sekolah mempunyai hubungan yang positif dan signifikan
yang dicapai sampai tahun 2008 itu, masih dikisaran terhadap pertumbuhan ekonomi pada provinsi-
7,5 tahun (BPS, Indikator Kesra, dan IPM, 2008). provinsi di Indonesia. Dari ketiga model tenaga
Pada tahun 1994 rata-rata lama sekolah (RLS) adalah kerja yang tidak memiliki keahlian (unskill), nilai
6,09 tahun, dengan provinsi yang terendah adalah parameter yang paling besar adalah pada model yang
NTB yaitu 4,5 tahun dan yang tertinggi DKI Jakarta kedua. Model yang kedua adalah model pertumbuhan
9,3 tahun. Untuk tahun 1999 rata-rata lama sekolah ekonomi tanpa variabel bebas pertumbuhan
(RLS) 6,7 tahun, provinsi yang terendah masih pengeluaran pemerintah untuk pendidikan. Hal ini
NTB yaitu 5,2 tahun, dan yang tertinggi sama masih berbeda dengan model pertumbuhan ekonomi yang
Provinsi DKI Jakarta, yaitu 9,7 tahun. Pada tahun lainnya, yaitu dengan pertumbuhan investasi, yang
2004 rata-rata lama sekolah (RLS) 7,2 tahun, provinsi paling besar nilai parameternya adalah pada model
yang terendah tetap masih NTB, dan yang tertinggi yang ketiga yaitu pada model yang tidak memasukkan
masih DKI Jakarta dengan 10,1 tahun, dan untuk variabel rata-rata lama sekolah (RLS).
tahun 2008 adalah 7,5 tahun, provinsi yang terendah Nilai parameter pertumbuhan tenaga kerja yang
sekarang adalah Papua yaitu 6,3 tahun, sedangkan yang tidak memiliki keahlian (unskill) pada model pertama
tertinggi masih tetap, yaitu DKI Jakarta 10,2 tahun. memberi arti jika pertumbuhan tenaga kerja yang
Jika dilihat dari lamanya rata-rata sekolah se­ tidak memiliki keahlian (unskill) provinsi-provinsi di
besar 7,5 tenaga kerja masih tergolong tenaga kerja Indonesia meningkat 1%, maka pertumbuhan ekonomi
yang tidak memiliki keahlian (unskill), karena hanya provinsi-provinsi di Indonesia akan meningkat
mencapai sekolah SMP kelas dua. Maka dalam hal ini sebesar 0.284651%, ceteris paribus. Nilai parameter
hubungan tenaga kerja yang memiliki keahlian (skill) pada model kedua memberi arti jika pertumbuhan
hubungannya negatif terhadap pertumbuhan ekonomi tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian (unskill)
provinsi-provinsi di Indonesia. provinsi-provinsi di Indonesia meningkat 1%, maka

156 Trikonomika Tete Saepudin


Vol. 10, No. 2, Desember 2011
pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah untuk
akan meningkat sebesar 0.285135%, ceteris paribus. Pendidikan
Nilai parameter pada model ketiga memberi arti jika Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan
pertumbuhan tenaga kerja yang tidak memiliki keahlian merupakan bagian dari pengeluaran pembangunan,
(unskill) provinsi-provinsi di Indonesia meningkat yang bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan
1%, maka pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di masyarakat melalui peningkatan mutu dan perluasan
Indonesia akan meningkat sebesar 0.157364%, ceteris kesempatan belajar disemua jenjang pendidikan
paribus. Dengan demikian selama lebih kurang 15 mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
tahun pembangunan, pertumbuhan tenaga kerja yang Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan mulai
tidak memiliki keahlian (unskill) memperlihatkan tahun 2003, mengalami perubahan format (UU No
pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi 17 Tahun 2003, tentang Keuangan Negara), pada
pada provinsi-provinsi di Indonesia. APBN sebelum tahun 2003 pengeluaran pemerintah
untuk pendidikan itu merupakan bagian dari pos
Rata-rata Lama Sekolah pengeluaran pembangunan untuk sektor pendidikan,
Ukuran rata-rata lama sekolah (RLS) merupakan kebudayaan nasional, kepercayaan kepada Tuhan
salah satu alat yang digunakan untuk mengukur Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga. Pada APBN
human capital, (Barro dan Lee, 1993; Canning, 1999). mulai tahun 2003, pengeluaran pemerintah untuk
Rata-rata lama sekolah (RLS) dari tahun 1994 sampai pendidikan, adalah dari pengeluaran pembangunan
tahun 2008 menunjukkan angka yang bertambah, pos biaya barang dan modal.
yaitu pada tahun 1994 adalah 6,4 tahun dan pada Pengeluaran biaya pendidikan mulai pada tahun
tahun 2008 adalah 7,5 tahun. Besarnya parameter 2003 ditetapkan sebesar 20% dari APBN/APBD,
rata-rata lama sekolah (RLS) adalah 0.154182 pada yang ditetapkan oleh MPR, dan Lembaga Konstitusi
model yang pertama, dan 0.265205 pada model yang Nomor 13/PUU-V11/2008, yang merupakan pe­
kedua. Jika dibandingkan nilai parameter model ngenjawantahan dari pasal 31 amandemen UUD
pertama dengan model kedua, pengaruh rata-rata 1945. Namun alokasi 20% itu sampai sekarang
lama sekolah (RLS) terhadap pertumbuhan ekonomi pelaksanaannya masih banyak diragukan, termasuk
provinsi-provinsi di Indonesia lebih besar pada model Lembaga Mahkamah Konstitusi itu sendiri. Dengan
yang kedua yang tidak ada variabel pertumbuhan demikian untuk melihat berapa besar alokasi besarnya
pengeluaran pemerintah untuk pendidikan. biaya pengeluaran pemerintah untuk pendidikan
Hasil estimasi dari parameter rata-rata lama mengacu kepada hasil penelitian UNESCO, Institute
sekolah pada model pertama sebesar 0.154182 ini for Statistics (UIS), Word Bank, UNAIDS, ILO,
memberi arti jika rata-rata lama sekolah provinsi- Household Surveys, IMF, Country, Data are for the
provinsi di Indonesia meningkat dalam 1 tahun, maka most recent year available in 2000–2005 bahwa
pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia besarnya biaya pendidikan adalah 3,5% dari GDP, atau
akan meningkat sebesar 0.154182%, ceteris paribus. 17,5% dari biaya pengeluaran pemerintah. Jadi yang
Nilai parameter pada model kedua memberi arti jika dijadikan acuan untuk pengambilan biaya pendidikan
rata-rata lama sekolah provinsi-provinsi di Indonesia dari tahun 2003–2008 adalah mengacu kepada 3,5%
meningkat 1 tahun maka pertumbuhan ekonomi dari GDP/PDRB.
provinsi-provinsi di Indonesia akan meningkat se­ Selama periode penelitian 1994–2008, pe­
besar 0.265205%, ceteris paribus. Dengan demikian ngeluaran pemerintah untuk pendidikan di provinsi-
selama lebih kurang 15 tahun pembangunan, rata-rata provinsi di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat
lama sekolah memperlihatkan pengaruh yang positif terus. Hasil estimasi dari parameter pertumbuhan
terhadap pertumbuhan ekonomi pada provinsi- pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dari model
provinsi di Indonesia, meskipun dalam pertumbuhan pertama dengan model ketiga, bahwa pengeluaran
tiap tahunnya relatif kecil, namun meningkat terus. pemerintah untuk biaya pendidikan adalah signifikan

Analisis Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Pertumbuhan 157


Ekonomi Provinsi-provinsi di Indonesia
dan berpengaruh positif. Pada model pertama besarnya krisis ekonomi yang terjadi pada bulan Juli 1997 di
parameter pengeluaran pemerintah untuk pendidikan Indonesia berbanding lurus dengan pertumbuhan
memberi arti jika pertumbuhan pengeluaran ekonomi pada provinsi-provinsi di Indonesia.
pemerintah untuk pendidikan provinsi-provinsi Hasil ini cukup beralasan mengingat bahwa
di Indonesia meningkat 1%, maka pertumbuhan dalam penelitian ini perhatian ditunjukkan pada
ekonomi provinsi-provisi di Indonesia akan meningkat pertumbuhan bukan level, sehingga pada saat terjadi
sebesar 0.047216%, ceteris paribus. Nilai parameter krisis perekonomian sangat terpuruk yang ditandai
pada model ketiga memberi arti jika pertumbuhan dengan pendapatan nasional dan pendapatan per
pengeluaran pemerintah untuk pendidikan provinsi- kapita yang rendah serta pertumbuhan ekonomi yang
provinsi di Indonesia meningkat 1%, maka per­ negatif, tetapi setelah puncak krisis yang terjadi pada
tumbuhan ekonomi provinsi-provisi di Indonesia akhir tahun 1997, maka mulailah terjadi recovery yang
akan meningkat sebesar 0.069069%, ceteris paribus. meskipun sangat lambat, telah terjadi pertumbuhan
Dengan demikian selama lebih kurang 15 tahun ekonomi yang positif.
pembangunan, pertumbuhan pengeluaran pemerintah
untuk pendidikan memperlihatkan pengaruh yang KESIMPULAN
positif terhadap pertumbuhan ekonomi pada provinsi-
provinsi di Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi dan pengujian
hipotesis dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
Dummy Krisis Ekonomi Tahun 1997 investasi (modal) pada model modal manusia dan
Hasil estimasi menunjukkan bahwa pada periode pertumbuhan ekonomi adalah berpengaruh positif
1994–2008 variabel dummy krisis tahun 1997 dari dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada
ketiga model berpengaruh positif dan signifikan provinsi-provinsi di Indonesia. Dilihat dari nilai
terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di parameter pertumbuhan investasi (modal) yang ter­
Indonesia. Nilai dummy krisis tahun 1997 dari ketiga besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi
model tersebut yang paling besar nilainya adalah pada provinsi-provinsi di Indonesia adalah model
pada model yang ketiga (tanpa variabel rata-rata lama kedua dengan tidak memasukkan variabel per­
sekolah). Jika dibandingkan dengan model kedua tumbuhan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan.
(tanpa variabel pertumbuhan pengeluaran pemerintah Dalam keadaan seperti ini, investasi yang dibutuhkan
untuk pendidikan) variabel dummy krisis tahun 1997 lebih banyak dalam bentuk investasi fisik, yang
yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan langsung dirasakan oleh penerima program investasi
ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia adalah apabila keadaan ini.
dikeluarkannya variabel rata-rata lama sekolah. Pertumbuhan tenaga kerja yang tidak memiliki
Nilai parameter dummy krisis tahun 1997 untuk keahlian (unskill) pada model modal manusia dan
model pertama memberi arti bahwa setiap terjadi pertumbuhan ekonomi adalah berpengaruh positif
perubahan krisis sebesar 1% akan berdampak pada dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
perubahan pertumbuhan ekonomi pada provinsi- pada provinsi-provinsi di Indonesia. Dilihat dari
provinsi di Indonesia sebesar 0.550338%, ceteris nilai parameter pertumbuhan tenaga kerja yang
paribus. Parameter pada model kedua mempunyai tidak memiliki keahlian (unskill) yang terbesar
arti jika terjadi perubahan krisis sebesar 1% akan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi pada
berdampak pada perubahan pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia adalah model kedua
pada provinsi-provinsi di Indonesia sebesar dengan tidak memasukkan variabel rata-rata lama
0.505651% ceteris paribus. Pada model ketiga nilai sekolah. Rata-rata lama sekolah provinsi-provinsi di
parameter­nya mempunyai arti jika terjadi perubahan Indonesia dari tahun ke tahun semakin mengalami
krisis sebesar 1% akan berdampak pada perubahan peningkatan, meskipun belum masuk ke dalam rata-
pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di Indonesia rata lama sekolah yang masuk ke dalam kelompok
sebesar 0.650742% ceteris paribus. Dengan demikian tenaga kerja yang memiliki keahlian.

158 Trikonomika Tete Saepudin


Vol. 10, No. 2, Desember 2011
Pertumbuhan tenaga kerja yang memiliki ke­ terhadap pertumbuhan ekonomi pada provinsi-
ahlian (skill) pada model modal manusia dan per­ provinsi di Indonesia adalah model ketiga dengan tidak
tumbuhan ekonomi adalah berpengaruh negatif dan memasukkan variabel rata-rata lama sekolah. Krisis
tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada ekonomi pada umumnya tidak berpengaruh terhadap
provinsi-provinsi di Indonesia. Meskipun hubungan kinerja pelaku ekonomi UMKM. UMKM inilah yang
tenaga kerja yang memiliki keahlian bersifat negatif/ berhasil menyelamatkan kondisi ketenagakerjaan pada
terbalik hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi masa krisis ekonomi. Banyak pengangguran yang
pada provinsi-provinsi di Indonesia, tapi tidak berasal dari pelaku usaha menengah dan besar yang
signifikan, artinya tetap bahwa pertumbuhan tenaga gulung tikar beralih ke UMKM. Keadaan inilah yang
kerja yang memiliki keahlian adalah berpengaruh mendorong pertumbuhan ekonomi cepat mengalami
terhadap pertumbuhan ekonomi pada provinsi- recovery dan perekonomian tumbuh terus.
provinsi di Indonesia. Jika dimasukkan ke dalam rata-
rata lama sekolah untuk tenaga kerja provinsi-provinsi DAFTAR PUSTAKA
di Indonesia termasuk dalam kelompok tenaga kerja
yang belum memiliki keahlian, sehingga tenaga kerja Acemoglu, D. 1998. Why Do New Technologies
yang memiliki keahlian masih berpengaruh negatif. Complement Skills? Directed Technical Change
Rata-rata lama sekolah pada model modal manusia and Wage Inequality. The Quarterly Journal of
dan pertumbuhan ekonomi adalah berpengaruh Economics, 113(4): 1055-1089.
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Aghion, P. and P. Howitt. 1992. A Model of Growth
pada provinsi-provinsi di Indonesia. Dilihat dari Through Creative Destruction. Econometrica,
nilai parameter rata-rata lama sekolah yang terbesar 60(2): 323-352.
pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi pada Arrow, K. J. 1969. The Economic Implications of
provinsi-provinsi di Indonesia adalah model kedua Learning by Doing. Review of Economic Studies,
dengan tidak memasukkan variabel pertumbuhan pe­ 29(June): 155-73.
ngeluaran pemerintah untuk pendidikan. Pengeluaran Badan Pusat Statistik. Beberapa Terbitan. Keuangan
pemerintah untuk pendidikan, dan rata-rata lama Pemerintah Daerah, PDRB Provinsi, Tenaga
sekolah merupakan proksi dari modal manusia, dalam Kerja. Jakarta.
hal ini pembentuk modal manusia pengaruhnya lebih Barro, R. S. and Sala-I-Martin. 1995. Economic
besar dari rata-rata lama sekolah daripada pengeluaran Growth. New York: McGraw Hill.
pemerintah untuk pendidikan, temuan ini sesuai Barro, Robert J., and Jong-Wha Lee. 1993. International
dengan teori human capital. Comparisons of Educational Attainment. Journal
Pertumbuhan pengeluaran pemerintah untuk of Monetary Economics, 32(3): 363-394.
pendidikan pada model modal manusia dan per­ Barro, Robert. 1990. Government Spending in
tumbuhan ekonomi adalah berpengaruh positif dan Simple Model of Endogenous Growth. Journal
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada of Political Economy.
provinsi-provinsi di Indonesia. Dilihat dari nilai -----------------��������������������������������
1997. Determinants of Economic
parameter pertumbuhan pengeluaran pemerintah Growth: Across-country Empirical Study. Journal
untuk pendidikan yang terbesar pengaruhnya ter­ of Political Economy.
hadap pertumbuhan ekonomi pada provinsi-provinsi Becker, G. S., and Barry, R. Chiswick. 1994.
di Indonesia adalah model ketiga dengan tidak Education and the Distribution of Earning.
memasukkan variabel rata-rata lama sekolah. American Economic Review, 56(3): 58-69.
Dummy krisis pada model modal manusia dan Beddies, Christian H. 1999. Investment, Capital
pertumbuhan ekonomi adalah berpengaruh positif Accumulation and Growth: Some Evidences from
dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada the Gambia 1964–1998. IMF Working Papers,
provinsi-provinsi di Indonesia. Dilihat dari nilai WP/99/117.
parameter dummy krisis yang terbesar pengaruhnya

Analisis Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Pertumbuhan 159


Ekonomi Provinsi-provinsi di Indonesia
Bigsten, A. and Levin, J. 2001. Growth, Income Kangqing, Zhang. 2001. Human Capital Investement
Distribution and Poverrty. Working Paper in and Flows; A Multipriod Model China. Prepared
Economics. Melalui http://rru.Woridbankorg/ for the 6th International Metropolis Conference;
Paper Link/htm (05/09/2006). Workshop on Triangular Human Capital Flows.
Canning, D. 1999. Infrastructure’s Contribution to Rotterdam: The Netherlands.
Aggregate Output. World Bank Policy Working Landau, Daniel. 1986. Government and Economic
Paper, 2246, Washington DC. Growth in the Less Developed Countries: An
David, N. Hyman. 1999. Public Finance, A. Empirical Study for 1960–1980. Economic
Contenporary Application of Theory to Policy Development and Culture Change Journal, 35(1).
(6thedition). Orlando: The Dryden Press, Harcourt Lewis, Arthur, W. 1960. The Theory Of Economic
Brace College Publishers. Growth. London.
Domar, E. 1946. Capital Expansion, Rate of growth Lucas, R. E., Jr. 1988. On the Mechanics of Economic
and Employment. Econometrica, 14: 137-147. Development. Journal of Monetary Economics,
-----------. 1947. Expansion and Employment. 22(1): 3-42.
American Economic Review, 37(1): 343-355. Mangkusubroto, Guritno. 1998. Ekonomi Publik.
Frantzen. D. 2000. R&D, Human capital and Yogyakarta: BPFE-UGM.
International Technology Spillovers: A cross- Mankiw, N. Gregory. 2005. Macroeconomics
country Analysis. The Scandinavian Journal of (5th edition). Worth Publisher.
Economics, 102(1). Otani, I. and Villanueva, D. B. 1989. Long Term
Greene, H, William. 2000. Econometric Analysis Growth in Developing Countries and Its
(4thedition). New Jersey: Prentice Hall, Upper Determinants: an Empirical Analysis. World
Saddle River. Development, 18(6): 769-783.
Grossman, G. M. and E. Helpman. 1991. Trade, ­­­­_________________________. 1989. Theoretical
Knowledge, Spillovers, and Growth. European Aspect of Growth in Developing Countries:
Economic Review, 80(April): 517-526. External Debt Dynamics and the Role of Human
Gujarati, D. N. 1995. Basic Econometrics (3rdedition). Capital. IMF Working Papers, 36(June).
New York: McGraw-Hill. Psacharopoulos, G. 1994. Returns to Investement in
Harmadi, Sonny H. B. dan Ardhi Santoso. 2007. Education: A Global Update. World Development,
Analisis Efek Limpahan Modal Manusia Terhadap 22.
Produktivitas Industri Manufaktur. Jurnal _______________. 1997. Vocational Education and
Ekonomi Indonesia, 2: 27- 43. Training Today: Challenges and Responses. Journal
Harrod, R. F. 1939. An Essay in Dynamic Theory. of Vocational Education and Training, 49.
Economic Journal, 49(March): 14-33. Randal, Collins. 1979. The Credential Socienty: An
----------. 1948. Toward a Dynamic Economics. Historical Sosiology of Education and Stratification.
London: Macmillan. Journal of Education Economic, 44.
Jhingan, M. L. 1993. Ekonomi Pembangunan Ranis G., Stewart F., and Ramirez A. 2000.
dan Perencanaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo, Economics Growth and Human Development.
Persada. World Development, 28(2): 197-219.
Jose, R. Joesoef. 2007. Peran SMK dalam Mendukung Robelo, Sergio. 1991. Long Run Policy Analysis and
Pertumbuhan Ekonomi Daerah: Sebuah Analisis Long Run Growth. Journal of Political Economy,
Makroekonomi. Jakarta: Direktorat Jenderal 94 (October): 1002-37.
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Romer, D. 2006. Advanced Macroeconomics (3rd
Pendidikan Nasional. edition). McGraw-Hill Irwin.
Judson, Ruth. 1998. Economic Growth and Investment Romer, P. M. 1986. Increasing Returns and Long
in Education: How Allocation Matters. Journal of Run Growth. Journal of Long Political Economy,
Economic Growth, 3(4). 94:12-37.

160 Trikonomika Tete Saepudin


Vol. 10, No. 2, Desember 2011
_________�����������������������������������������
. 1990. Endogenous Technological Change. Schultz, T. P. 1993. Investments in Schooling and
Journal of Political Economy, 98:S71-S102. Health of Women and Men. Journal of Human
_________. 1994. The Origins of Endogenous Growth. Ressources, (4): 694-734.
Journal of Economic Perspective, 8(1): 3-22. Solow, R. M. 1956. A Contribution to the Theory
Ruttan, V. W. 1998. Growth Economics and of Economic Growth. Quarterly Journal of
Development Economics: What Should Economics,70: 65-94.
Development Economists Learn (if anything) From Tapscott, D. 1997. Strategy in The New Economy.
the New Growth Theory. University of Minnesota Strategy and Leadership, November/Desember.
Economic Development Centre Bulletin, (4). Todaro, Michael P., and Stephen C. Smith. 2006.
Sacerdoti, Emilio, et al., 1998. The impact of human Economic Development (9thedition). United
capital on growth: evidence from West Africa. Kingdom: Pearson Education Limited.
IMF Working Paper WP/98/162. -------------------. 2003. Undang-Undang.No.20 Tahun
Sanjoyo. 2008. Peran Sektor Publik dalam Akumulasi 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Human Capital dan kapasitas Research & Jakarta.
Development (In Contect of Understanding The -------------------. 2003. Undang-Undang. No. 17
Source of Growth). Paper, Mahasiswa, Doktoral Tahun 2003, Tentang Keuangan Negara. Jakarta.
Pascasarjana Fakultas Ekonomi UI, Jakarta.

Analisis Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Pertumbuhan 161


Ekonomi Provinsi-provinsi di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai