Plant Microbial Fuel Cell
Plant Microbial Fuel Cell
ABSTRAK
Plant Microbial Fuel Cell merupakan teknologi yang dikembangkan untuk memproduksi
energi listrik dari tanaman hidup. PMFC bersifat berkelanjutan karena dapat diperbaharui, konversi
energi bersih tanpa menimbulkan emisi dan tidak memiliki persaingan terhadap ketahanan pangan.
Prinsipnya, energi matahari ditangkap oleh tanaman atau mikroorganisme fotoautropik yang
digunakan untuk menghasilkan donor elektron melalui elektroda, kemudian dikonversi oleh
mikroorganisme heterotropik menjadi energi listrik. Lahan padi merupakan lahan yang sengaja
digenangi air untuk budidaya tanaman yang mengakibatkan hidupnya bakteri anaerob. Kondisi lahan
tersebut sangat mendukung dalam produksi energi listrik pada aplikasi PMFC. Metode penelitian
berupa Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor perlakuan dan 3 pengulangan. Hasil
data kuantitas berupa nilai tegangan listrik maksimal 215.1 mV dengan nilai kuat arus 2.581
mA/cm2 dan daya 558.2 mW/cm2 yang berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan
diameter batang serta pH tanah dan nilai konduktivitas listrik tanah. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan ANOVA pada taraf 5% dan 1% kemudian dilakukan uji lanjut pada Uji DMRT
dengan taraf nyata 5% untuk pengambilan perlakuan terbaik.
Plant Microbial Fuel Cell is a technology developed to produce electrical energy from
metabolism plants. PMFC be sustainable for renewable, clean energy conversion without creating
emissions and not competition to food sovereignty. In principle, solar energy captured by plants or
microorganisms fotoautropic used to produce a donor of electrons through the electrode, and then
converted by microorganisms heterotropic into electrical energy. Rice land was deliberately flooded
land for the cultivation of anaerobic bacteria that lead to life. The condition of the land is support in
the production of electrical energy in application of PMFC. The research method in the form of a
randomized block design (RBD) with two factors treatments and 3 repetitions. Results of the quantity
of data in the form of electric voltage maximum value 215.1 mV with a strong value of the current
2.581 mA/cm2 and power 558.2 mW/cm2 that affect plant height, leaf number and diameter of
clumps rod as well as soil pH and electrical conductivity value of land This data were analyzed
using ANOVA at 5 % and 1 % then conducted further tests on Duncan Multiple Range Test with 5%
was taken the best treatment.
PENDAHULUAN
Pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan serta dapat diperbaharui terus
dilakukan untuk mengatasi keterbatasan energi fosil dan efek penggunaannya terhadap
pencemaran lingkungan. Penggunaan biomassa sebagai bahan baku bioetanol dan biodiesel
masih memiliki beberapa permasalahan terkait dengan produksi pangan serta dibutuhkannya
energi input yang cukup besar dalam penyediaan biomassa dan proses produksi bioenergi (Lu,
et al., 2015). Plant Microbial Fuel Cell dikembangkan untuk memproduksi energi listrik yang
memanfaatkan donor elektron oleh tanaman (tingkat tinggi) dan mikroorganisme fotoautropik.
PMFC bersifat berkelanjutan karena dapat diperbaharui, konversi energi bersih tanpa
menimbulkan emisi, tidak memiliki persaingan terhadap ketahanan pangan serta tidak
dibutuhkannya energi input yang cukup besar. Penelitian sebelumnya menunjukkan potensi
produksi energi listrik yang berkelanjutan pada tanaman padi (Oryza sativa. L) mencapai hingga
6 mW/m2 (Kaku, et al., 2008).
Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi dalam pengembangan teknologi PMFC
pada budidaya tanaman padi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2015), luas panen sawah
padi di Indonesia mencapai 26.458 ha pada tahun 2014. Sawah padi merupakan lahan yang
sengaja digenangi air untuk kesuburan budidaya tanaman padi. Lahan sawah yang tergenang
akan menyebabkan kondisi anaerob pada tanah yang mengakibatkan hidupnya bakteri anaerob.
Kondisi lahan tersebut sangat mendukung dalam pengembangan produksi energi listrik pada
aplikasi PMFC. Selain itu pemupukan juga diperlukan dalam budidaya tanaman. Kandungan
bahan organik tanah diperlukan oleh organisme pengurai seperti bakteri tanah dalam
melangsungkan proses metabolisme. Ketersediaan bahan organik yang cukup pada tanah
diperlukan untuk tetap menjaga sifat tanah, mendukung pertumbuhan tanaman serta
menyediakan pasokan energi untuk organisme tanah. Keadaan tanah dengan bahan organik yang
tinggi juga mendukung dalam efektivitas PMFC pada tanaman padi dalam menghasilkan energi
listrik.
Penelitian ini berupa penerapan teknologi PMFC pada tanaman padi dengan variasi
pemberian jenis pupuk terhadap massa media tanah (initial dry weight) dan air yang
ditambahkan terhadap kadar air tanah tersedia (KATT) pada produksi energi listrik. Penerapan
teknologi PMFC dengan faktor perlakuan tersebut dapat menjaga kandungan bahan organik
tanah sawah, sehingga dihasilkan teknologi pembangkit listrik yang tidak hanya sekedar
menghasilkan energi alternatif yang ramah lingkungan namun juga bisa bersahabat dengan
produksi gabah padi yang berkualitas tanpa merusak kualitas tanah pada lahan pertanian.
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Perancangan sistem
Sistem Plant Microbial Fuel Cell tanaman padi terdiri dari 3 rumpun tanaman padi
varietas cibogo yang masing-masing terdiri 28 batang tanaman dengan jumlah daun sebanyak
2/batang. Tanaman padi yang digunakan berumur 3 minggu dari persemaian. Setiap sistem
terdiri dari 2 elektroda, yaitu sebagai anoda (-) dan katoda (+). Pada anoda, ditambahkan resistor
dengan nilai hambatan sebesar 10 ohm yang nantinya digunakan untuk menghitung besarnya
kuat arus yang dihasilkan dari sistem PMFC tersebut. Sebelum dimasukkan ke dalam pot, media
tanah digemburkan dahulu untuk mempermudah proses pencampuran (homogenisasi) yang
bertujuan untuk menghilangkan faktor pengaruh selain dari faktor perlakuan. Kemudian tanah
dicampur dengan pupuk sesuai faktor perlakuan. Pemasangan anoda (-) dilakukan dengan cara
menambahkan tanah pada media pot hingga setinggi 4 cm kemudian anoda dipasang dan
ditambahkan sedikit tanah hingga elektroda tertutup. Penanaman tanaman padi dilakukan
setelah pemasangan anoda yang terdiri dari 3 rumpun pada masing-masing pot. Kemudian
katoda diletakkan diatas permukaan tanah bagian tengah. Tinggi tanah total pada pot mencapai
12 cm, sehingga jarak anoda dan katoda sejauh 8 cm sebagaimana yang dijelaskan pada
penelitian pendahuluaan. Pada sistem ini, tidak menggunakan proton exchange membrane
(PEM) yang merupakan membran atau lapisan yang berfungsi sebagai jalur proton, termasuk
H+ agar jalur proton termobilisasi dengan baik menuju oksigen, karena diruang anoda (-) tidak
terdapat oksigen (anaerob). Penyiraman awal dilakukan untuk menciptakan kondisi tanah yang
sesuai bagi tanaman padi sehingga bisa tumbuh sehat. Penyiraman ini dilakukan dengan cara
menambahkan sebanyak 1 liter air pada masing—masing sistem selama 2 hari setiap paginya.
Kemudian masing-masing sistem diberikan perlakuan sesuai metode penelitian. Perekaman data
dilakukan 2 hari setelah penanaman padi selama 6 hari.
Perekaman data
Perekaman data tegangan listrik dilakukan pada semua sampel selama 6 hari pada masing-
masing pengulangan. Perekaman data hasil tegangan listrik dilakukan setiap hari sejak pukul
08.00-10:00 WIB dan dilanjutkan pukul 13:00-15:30 WIB dengan menggunakan data logger.
Data logger memiliki 10 pasang chanel yaitu CH1, CH2, CH3, CH4, CH5. CH6. CH7, CH8,
CH9, dan CH10. Perekaman data diatur setiap menitnya. Kemudian dari hasil tegangan dan kuat
arus listrik yang didapat akan dikonversi menjadi data daya listrik dari setiap sampel PMFC.
dihasilkan. Nilai tegangan ini akan dikoneversi menjadi nilai kuat arus dan daya listrik
berdasarkan persamaan :
I = V/α.R ........ (1)
P = V x I ......... (2)
Dimana :
I = kuat arus listrik (mA/cm2)
V = tegangan listrik (mV)
R = hambatan listrik (Ω)
P = daya listrik (mWcm2)
(Mosqud et al., 2015)
Reaksi tanah ( pH )
Reaksi tanah (pH) merupakan sifat kimia yang penting dari tanah sebagai media
pertumbuhan tanaman dan ketersediaan beberapa nsur hara essensial untuk pertumbuhan.
Pengukuran pH tanah dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat keasaman tanah terhadap
tegangan dan daya listrik serta tingkat pertumbuhan tanaman akibat pengaruh faktor perlakuan.
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter Schott instrument Lab 850.
Tegangan Listrik
Pada Gambar 2 menunjukkan grafik voltage density yang dihasilkan pada setiap sampel
perlakuan selama 6 hari. Pada perlakuan pupuk kompos, kuantitas air yang ditambahkan (25%)
belum mencukupi kebutuhan dalam perombakan bahan organik oleh mikroba. Dalam
perombakan bahan organik, mikroba membutuhkan air dengan oksigen udara dan hara dari
bahan organik sebagai sumber energi (Dalzel, 1987). Akibatnya perombakan bahan organik
belum optimal. Hal tersebut sangat mempengaruhi besarnya kecilnya elektron yang dilepaskan
dari hasil metabolisme oleh mikroba. Pada perlakuan pupuk urea, perombakan bahan organik
masih bisa berlangsung optimal. Pupuk urea termasuk pupuk yang higrokopis (menarik uap air)
pada kelembapan 73% sehingga urea mudah larut dalam air dan mudah diserap oleh tanaman
meskipun dalam kondisi penambahan air 25% KATT (Lingga dan Marsono, 2008). Begitu pula
pada perlakuan tanpa pupuk, dimana bahan organik yang disediakan tanah lebih mudah terurai
oleh mikroba.
Gambar 2 Nilai Voltage Density Pada Pemberian Air (a) 25% (b) 50% (c) 75% dari Kadar Air
Tanah Tersedia
Pada perlakuan pemberian air 50% dari KATT, sampel tanpa pupuk, pupuk urea dan
pupuk kompos menghasilkan grafik tegangan listrik maksimal yang berfluktuatif namun
cenderung meningkat. Pemberian 50% air tersebut dapat dikatakanmenggenangi lahan. Seperti
yang dikatakan Mosqud et al (2015) lahan sawah yang tergenang akan menyebabkan kondisi
anaerob pada tanah yang mengakibatkan hidupnya bakteri anaerlob (seperti bakteri pengurai
sulfat, bakteri pengurai besi, bakteri fermentasi dan bakteri metana). Dalam metabolisme bakteri
tersebut, sejumlah elektron dihasilkan dan dikonversi menjadi energi listrik.
Sedangkan pada perlakuan pemberian air 75 % dari KATT, ketiga sampel memiliki pola
grafik tegangan listrik yang berfluktuatif tak beraturan. Pemberian air 75% dapat dikatakan
sangat menggenangi lahan dalam waktu yang lebih lama. Ketersediaan P lebih tinggi akibat
penggenangan, keracunan sulfide terjadi bila penggenangan cukup lama (Musa et al, 2006).
Akibatnya, produktifitas mikroba pada perlakuan pemberian air 75% menurun yang ditandai
dengan berfluktuatifnya nilai tegangan listrik yang dihasilkan karena donor elektron yang
kurang optimal.
Pada ANOVA, jenis pupuk yang ditambahkan memiliki pengaruh yang nyata terhadap
nilai tegangan listrik yang dihasilkan. Bahkan pada penambahan air memiliki pengaruh sangat
nyata terhadap nilai tegangan listrik yang dihasilkan. Akan tetapi, pada interaksi antar
pemberian jenis pupuk dengan pemberian air tidak memiliki pengaruh nyata. Adanya pengaruh
pada faktor penambahan jenis pupuk dan air sangat erat dengan jumlah bahan organik dan
perombakannya oleh mikroba.
Dari analisis Uji Lanjut Duncan nilai tegangan sampel pupuk kompos pada faktor
penambahan jenis pupuk memiliki pengaruh nyata terhadap nilai tegangan listrik sampel pupuk
urea dan sampel tanpa pupuk. Sedangkan pada faktor penambahan air, nilai tegangan pada
penambahan air 50% memiliki pengaruh sangat nyata dari nilai tegangan pada penambahan air
25% dan 75%.
Daya Listrik
Nilai daya listrik yang dihasilkan dari produksi bio-listrik sistem PMFC dihitung berdasarkan
Persamaan (2).
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan tolak ukur berlangsungnya perombakan bahan organik oleh
mikroorganisme yang nantinya akan diserap oleh akar dan bentuk peningkatan pembelahan sel-
sel akibat adanya asimilat yang meningkat. Pada umumnya sifat tanaman yang diinginkan
adalah tanaman yang tidak terlalu tinggi dengan batang yang kuat dan pertumbuhan yang sehat
dengan tujuan memudahkan pemeliharaan dan mengurangi resiko kerebahan sehingga dapat
meningkatkan hasil tanaman.
parameter ini. Tunas terus tumbuh, dua daun lagi terbentuk. Daun dan batang terus berkembang
pada kecepatan 1 daun setiap 2- 4 hari selama tahap awal pertumbuhan (Makarim, 2009).
Pemberian pupuk anorganik (urea) yang secara intensifikasi menyebabkan penurunan
produktivitas tanaman padi karena kuantitas dan kualitas bahan organik tanah menurun yang
berdampak terhadap lambatnya penyediaan unsur hara N, P, dan K ke dalam bentuk tersedia,
terjadi penimbunan senyawa toksin bagi tanaman, dan ketersediaan hara di tanah menurun
(Makarim dan Suhartatik, 2006). Sedangkan bahan organik dapat meningkatkan N-total tanah,
daya pegang air, sumber mineral, akar lebih mudah menembus tanah serta tanah tidak merekah
dan tidak keras sewaktu kering, berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroba perombak
(Supriyo dan Sutanto, 1999).
Berdasarkan hasil analisis keragaman peningkatan nilai tinggi tanaman padi sistem PMFC
tanaman padi menunjukkan bahwajenis pupuk yang ditambahkan memiliki pengaruh yang
sangat nyata terhadap nilai peningkatan tinggi tanaman. Hal yang sama terjadi pada
penambahan air yang memiliki pengaruh sangat nyata terhadap nilai peningkatan tinggi
tanaman. Pada interaksi antar pemberian jenis pupuk dengan pemberian air memiliki pengaruh
nyata.
Dari analisis Uji Jarak Duncan (DMRT), nilai peningkatan tinggi tanaman pada faktor
penambahan air memiliki pengaruh sangat nyata dari tinggi tanaman pada masing-masing
perlakuan. Begitu pula pada faktor penambahan jenis pupuk yang memiliki pengaruh sangat
beda nyata antar perlakuan. Hal tersebut terjadi karena Putra (2012) menyatakan bahwa
pemberian pupuk baik itu jenis atau takaran pemupukan sangat mempengaruhi respon tanaman
padi sehingga berdampak terhadap pertumbuhan padi khususnya pada tinggi tanaman.
Sedangkan air sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk proses metabolisme.
Pada uji lanjut interaksi antar pemberian jenis pupuk dan air, nilai pupuk kompos dengan
air 50%memiliki pengaruh yang sangat nyata dibandingkan pada sampel lain. Pemberian bahan
organik seperti kompos dapat merangsang pertumbuhan bakteri tanah dan adanya pertumbuhan
hifa serta fungi dari actimomicetes didalam tanah yang dapat menghasilkan gum polisakarida
yang dapatmemperbaiki kemantapan agregat tanah. Bahan organik juga dapat meningkatkan
porositas tanah, dan mempermudah penyerapan air ke dalam tanah, sehingga meningkatkan
daya simpan air tanah.
Jumlah Daun
Daun secara umum merupakan organ penghasil fotosintat utama. Pengamatan jumlah
daun sangat diperlukan sebagai salah satu indikator pertumbuhan yang dapat menjelaskan
proses pertumbuhan tanaman. Pengamatan daun dapat didasarkan atas fungsi daun sebagai
penerima cahaya dan alat fotosintesis. Dimana besar kecilnya cahaya yang ditangkap oleh daun
akan mempengaruhi poses perombakan bahan organik mikroorganisme.
urea ketika larut dalam air mengingat sifat dari urea yang mudah larut dan menguap di udara
karena tercuci oleh air (Lingga dan Marsono, 2008). Sedangkan pada pupuk kompos mengalami
peningkatan. Hal ini karena ketersediaan unsur hara yang cukup dan dapat diserap dengan cepat
bagi tanaman tetapi tidak terlepas dari pengaruh bahan organik yang memiliki unsur hara mikro
dalam membantu proses pertumbuhan dan penyerapan unsur hara secara optimal dan efektif.
Berdasarkan hasil analisis keragaman peningkatan nilai peningkatan jumlah daun tanaman
padi sistem PMFC menunjukkan bahwa jenis pupuk yang ditambahkan memiliki pengaruh yang
sangat nyata terhadap nilai peningkatan jumlah daun tanaman. Hal yang sama terjadi pada
penambahan air yang memiliki pengaruh sangat nyata terhadap nilai peningkatan jumlah daun
tanaman dengan . Pada interaksi antar pemberian jenis pupuk dengan pemberian air memiliki
pengaruh nyata dengan nilai. Air merupakan salah satu faktor utama pembentuk klorofil
(Lakitan, 2010). Peran air dalam pembentukan klorofil adalah membawa unsur-unsur hara
penting untuk pembentukan klorofil misalnya nitrogen (Salisbury dan Ross, 1995). Nitrogen
sangat erat hubungannya dengan sintesis asam amino dalam pembentukan klorofil. Oleh karena
itu, jumlah kandungan nitrogen dapat mempengaruhi hasil fotosintesis (Robinson, 1995).
Dari analisis Uji Lanjut Duncan jumlah daun tanaman pada faktor penambahan jenis
pupuk memiliki pengaruh sangat nyata pada masingmasing perlakuan baik pupuk kompos,
pupuk urea bahkan tanpa pupuk. Sedangkan pada faktor penambahan air memiliki pengaruh
nyata antar pemberian air 25% dengan 50% dan 75%. Namun pemberian air 50% dan 75%
memiliki notasi yang sama. Pada uji lanjut interaksi antar penambahan jenis pupuk dan air.
Pupuk kompos dengan penambahan air 50% dan 75%memiliki pengaruh yang sangat nyata
dibandingkan pada sampel lain.
Diameter Batang
Batang adalah komponen bagian tanaman yang berfungsi sebagai penopang tanaman,
penyalur senyawa senyawa kimia dan air dalam tanaman serta sebagai cadangan makanan.
Tanaman yang tinggi tentunya harus didukung dengan batang padi yang kokoh. Bila tidak,
tanaman akan rebah terutama pada daerah yang sering dilanda angin. Kokohnya batang sangat
erat dengan besarnya diameter pada batang tersebut. Besar kecilnya diameter batang sangat
dipengaruhi oleh bertambahny tinggi tanaman, jumlah daun dan anakan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Kurni et al., (2002) bahwa bila jumlah air yang
diberikan semakin banyak, kelebihan air menjadi tidak bermanfaat dan tidak efisien bagi
pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman akan semakin baik dengan pertambahan jumlah
air, namun terdapat batas minimal dan maksimal dalam jumlah penyerapan air oleh tanaman
(Gould, 1974).
Pertumbuhan tanaman juga tergantung pada interaksi antara sel
dengan lingkungannya (Salisbury dan Ross, 1995). Jumlah serapan dan
ketersediaan hara dalam tanah juga mempengaruhi besar kecilnya
pertumbuhan tanaman. Penambahan pupuk kompos dan urea memberikan
perbedan hasil pertumbuhan tanaman dari segi perubahan diameter
batanag tanaman.
Dari analisis Uji Lanjut Duncan nilai diameter batang sampel pupuk kompos pada faktor
penambahan jenis pupuk memiliki pengaruh sangat nyata terhadap nilai sampel tanpa pupuk dan
pupuk urea. Besarnya serapan unsur hara seperti N, P dan K oleh tanaman ditandai dengan
besarnya batang tanaman, tanaman padi dikatakan sehat jika memiliki batang berwarna hijau tua,
besar dan tidak terlalu tinggi (Makarim, 2009).
Gambar 7 Nilai Reaksi Tanah (pH) Pada Media Tanam Sistem PMFC
Pada awalnya pH tanah sebelum diberikan perlakuan sebesar 6.547. Setelah diberikan
perlakuan, nilai pH pada masing-masing sampel mengalami perubahan. Pada sampel tanpa
pupuk memiliki nilai pH yang tidak jauh berbeda dari nilai pH sampel tanah awal. Pada sampel
pupuk urea, nilai pH tanah mengalami penurunan. Hal tersebut terjadi karena nilai pH pupuk
urea berkisar pada nilai yang mendekati asam. Sedangkan pada sampel pupuk kompos, nilai pH
tanah mengalami peningkatan. dengan nilai pH kompos awal berkisar pada nilai yang
mendekati netral yaitu sebesar 5.0.
Peningkatan nilai pH disebabkan adanya kontribusi bahan organik yang melepaskan ion
OH- karena terjadi proses reduksi. Adanya pelepasan ion OH- dapat meningkatkan pH tanah
karena terjadi keseimbangan antara ion H+ dengan ion OH- baik dari perubahan feri menjadi
fero maupun dari nitrat menjadi nitrit, yang keduanya memberi kontribusi gugus hidroksil ke
dalam larutan tanah. Dalam kondisi demikian, pH pada tanah masam dapat meningkat hingga
6,5 bila tergenang beberapa minggu yang disertai dengan pemberian bahan organik (kompos)
(Hartatik, 1997). Sedangkan pH yang tergolong rendah disebabkan adanya aktivitas ion H+
pada permukaan koloida tanah, baik pada permukaan partikel liat maupun bahan organik
walaupun ion Al bukan satu-satunya yang menstimulasi tingkat kemasaman tanah.
Dari analisis ragam nilai pH tanah pada sistem PMFC tanaman padi bahwa penambahan
jenis pupuk memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai reaksi tanah (pH) sistem PMFC.
Namun pada faktor penambahn air dan interaksi antar keduanya tidak berpengaruh nyata. Pada
Uji Jarak Duncan, pupuk kompos memiliki pengaruh sangat nyata terhadap nilai pH sampel
tanpa pupuk dan sampel pupuk urea. Hal tersebut terjadi karena pelepasan elektron terbesar saat
oksidasi aerobik yang menyebabkan proses denitrifikasi dapat berlangsung pada kondisi pH >6.
Pemberian pupuk kimia seperti urea secara terus menerus membuat kondisi tanah semakin
masam. Jika pH masam maka aktivitas mikroorganisme akan menurun. Aktivitas
mikroorganisme yang menurun diakibatkan semakin sedikitnya mikroba yang mampu bertahan
hidup pada pH tanah yang masam (Syahputra, 2007). Sedangkan kompos bersifat multifungsi
yaitu mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah dengan menjaga kondisi
keasaman mendekati netral (Amiruddin, 2007). Air tidak terlalu mempengaruhi parameter ini.
Bahan organik yang mudah terdekomposisi akan mempercepat proses denitrifikasi. Pemberian
pupuk kandang mempercepat penurunan kondisi redoks tanah dan meningkatkan kelarutan besi
dan kadar P dalam tanah meningkat. Semakin tinggi kadar air tanah, maka akan semakin cepat
proses denitrifikasi (Hanum, 2004).
KESIMPULAN
Pemberian jenis pupuk kompos sebanyak 145 gram yang disertai penambahan air sebanyak
50% dari kadar air tanah tersedia menghasilkan nilai tegangan listrik yang optimal yaitu sebesar
215.1 mV dengan daya listrik maksimal sebesar 186.06 mW/cm2. Berdasarkan hasil analisa Uji
Jarak Duncan, perlakuan terbaik terjadi pada penambahan pupuk kompos sebesar 3% dari massa
tanah yang disertai dengab penambahan 50% air dari kadar air tanah tersedia dengan nilai
tegangan listrik sebesar 215.1 mV, arus listrik sebesar 0.860 mA/cm2 dan daya listrik sebesar
186.061 mW/cm2. Peningkatan tinggi tanaman sebesar 2.83 cm, jumlah daun sejumlah 5.67
helai daun dan diameter batang meningkat sebesar 5.78 mm dengan nilai pH sebesar 6.75
mendekati netral serta nilai daya hantar listrik sebesar 0.31 ms/cm.
DAFTAR PUSTAKA
Aprian R H, Tohari, S Nurhayani Hidyah U. 2014. Pengaruh Takaran Pupuk Nitrogen dan
Sillika Terhadap Pertumbuhan Awal Pada Inceptisol. Jurnal Vegetalika 3 (2), 2014 :
Yogykarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Tabel Luas Panen Produktivitas Produksi Tanaman Padi
Seluruh Provinsi. Diakses tanggal 22 Oktober 2015.
http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/5 3#subjekView.
Dalzell, H.W. 1987. Soil Management: Compost Production and Use in Tropical and
Subtropical Environtments, Soil Bulletin 56; Food and Agriculture Organization of
the United Nations.
Gould W. A. 1974. Tomato Production, Processing and Quality Evaluation. The Avi Publ.
Co., Inc. Amerika. 445p.
Hanum, H. 2004. Peningkatan Produktivitas Tanah Mineral Masam yang Baru
Disawahkan Berkaitan dengan P Tersedia melalui Pemberian Bahan Organik,
Fosfat Alam dan Pencucian Besi. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Hartatik, W., L. Retno Widowati, dan Sulaeman. 1997. Pengaruh Potensial Redoks Terhadap
Ketersediaan Hara Pada Tanaman Padi Sawah. hlm. 19-32 dalam Prosiding
Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan Agroklimat:
Bidang Kimia dan Biologi Tanah. Cisarua, Bogor, 4-6 Maret 1997. Puslitbangtanak,
Bogor.
Hasanah, I. 2007. Bercocok Tanam Padi. Azka Mulia Media.Jakarta.
Kaku N, Yonezawa N, Kodama Y, Kazuya W. 2008. Plant/Microbe Cooperation for
Electricity Generation in a Rice Paddy Field. Appl Microbiol Biotechnol. 2008 May;
79(1):43-9.
Kurnia, U. 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering. Jurnal
Balai Penelitian Tanah 3 : 25-26.
Kurnia U., M.S. Junaedi dan G. Irianto. 2002. Irigasi hemat air pada lahan kering di daerah
perbukitan iritis Imogiri, DI. Yogyakarta. Makalah disampaikan dalam seminar
Nasional Sumberdaya Lahan, Cisarua- Bogor 6-7 Agustus 2002. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Lakitan, B. 2010. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta : Rajawali pers.
Latifah, D. 2014. Analisis Daya Hantar Listrik (DHL) Air Tanah Asin Dan Dampak Pada
Peralatan Rumah Tangga Di Kecamatan Grogol. Publiksi Ilmiah. Fakults Geografi.
Universitas Surkarta.
Lingga, P dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.
Lu, L., Xing, D., Ren, Z.J. 2015. Microbial Community Structure Accompanied with
Electricity Production in a Constructed Wetland Plant Microbial Fuel Cell.
Bioresource Technology195(11): 115-121.
Makarim, A.K. 2009. Morfologi dn Fisiologi Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi. Iptek Tanaman Pangan (11) : 295-330.
Mosqud, M.A., Yoshitake, J., Buhra, Q., Hyodo, M., Omine, K., Strik, D. 2015 . Compost in
Plant Microbial Fuel Cell for Bioelectricity Generation. Waste Management 36(2):
63-69.
Musa, L., Mukhlis dan A. Rauf. 2006. Dasar Ilmu Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Putra, S. 2012. Pengaruh Pupuk NPK Tunggal, Majemuk, dan Pupuk Daun Terhadap
Peningkatan Produksi Padi Gogo Varietas Situ Patenggang . Agrotrop. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. 2(1) : 55-61.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi keenam. Terjemahan
Kokasih Padmawinata. Bandung : FMIPA ITB.
Salisbury, F.B and C.W. Ross. 1995. Plant Physiology. Jilid 2. Fourth Edition. Wadsworth
Publishing Company. California.
Strik, D., Timmers, R., Helder, M., Steinbusch, J.J.K., Hameters, H., Buisman, J.N., 2011.
Microbial Solar Cells: Applying Photosynthetic and Electrochemically Active
Organisms. Trends Biotechnol. 29 (1), 41–49.
Syahputra, M. D. 2007. Kajian Aktivitas Mikroorganisme Tanah di Hutan Mangrove.
Skripsi. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian. Medan.