Anda di halaman 1dari 71

INTRANASAL DDS Kelompok 2

NASAL DRUG DELIVERY - DEFINISI

 Sistem pelepasan obat dimana obat akan


diberikan dan dilepaskan di rongga nasal.
 Bentuk sediaan biasanya berupa obat tetes
atau spray.
 Beberapa obat dilepaskan di rongga nasal
1. efek lokal obat tetes hidung atau spray
seperti dekongestan, antibiotik dan mukolitik.
2. sirkulasi sistemik contohnya obat migrain atau
senyawa aktif obat tersebut tidak dapat
diberikan secara oral karena akan
terdegradasi pada saluran pencernaan
Struktur
Fisiologis
 Nasal Vestibule atau ruang depan hidung adalah
bagian paling anterior dari rongga hidung yang
tertutup oleh tulang rawan hidung dan dilapisi oleh
sama epitel dari kulit (skuamosa bertingkat, keratin).
Di dalam ruang depan adalah rambut-rambut kecil
yang disebut vibrissae untuk flter debu dan materi
lain yang napas masuk.
 Olfactory Region atau wilayah penciuman terletak di
puncak rongga hidung. Hal ini dilapisi oleh sel
penciuman dengan reseptor penciuman.
 Repiratory Region atau wilayah pernapasan adalah
yang terbesar, dan dilapisi oleh epitel bersilia
psudeostratifed. Dalam epitel yang diselingi sel
goblet mukus
 Fungsi konka adalah untuk meningkatkan luas
permukaan rongga hidung dan meningkatkan jumlah
udara inspirasi.
RUTE TRANSPOR DAN Oleh
Marina Ika
MEKANISME Irianti

PENGANTARAN OBAT 1106065716


 Pada sistem pengantaran obat melalui intranasal,
absorbsi obat menjadi faktor penting dalam
menentukan efektivitas obat.
 Ada 2 rute utama terjadinya absorbsi obat yang
diberikan secara intranasal, yaitu :

Rute Paraselular

Rute Transelular
Rute Paraselular
• Rute paraselular merupakan rute yang
melalui celah diantara sel epitelial
dengan mekanisme difusi pasif atau
penarikan oleh pelarut.
• Permeabilitas paraselular dari epitel
nasal hampir sama dengan usus 
sehingga molekul kecil yang hidroflik
dapat berdifusi secara pasif melalui sel.
• Difusi pasif di antara sel dapat terjadi
karena adanya gradient atau
perbedaan konsentrasi, dengan laju
absorpsi sesuai dengan hukum Fick’s
pertama.
RUTE TRANSELULAR

 Rute transelular merupakan rute yang melewati sel


epithelial
 Terjadi melalui beberapa mekanisme seperti difusi
pasif, transport melalui pembawa , atau dengan
membuka tight junction.
 Rute transelular berperan dalam transport obat yang
bersifat lipoflik. Difusi pasif di antara sel dapat
terjadi karena adanya gradient atau perbedaan
konsentrasi, dengan laju absorpsi sesuai dengan
hukum Fick’s pertama.
 Derajat ionisasi obat, pKa obat, dan pH lingkungan
merupakan factor yang penting dalam absorbsi
transelular secara difusi pasif.
SISTEM
PENGANTARAN
OBAT DAN
APLIKASI
INTRANASAL DDS
APLIKASI LOKAL
Zat aktif Merk dagang Indikasi

Azelastin Astelin Antihistamin H1-bloker

Beklometason Beconase Rinitis alergi, asma kronis, bronkitis


non-asmatikus
Budenosid Rhinocort Asma, rinitis, alergi, crohn’s disease

Levocabastin Livostin rhino-sinusitis

Mometason Nasonex rhino-sinusitis

Olapatadin Patanase rhino-sinusitis

Natrium kromoglikat Nasalcrom Rhinitis alergetika sepanjang tahun dan


musiman

Triamsinolon asetonida Nasacort Rhinitis alergi intermiten sedang-berat

Mupirocin Bactroban Membunuh staphylococcus


SISTEMIK
 Pemberian obat melalu i
intranasal m enun jukkan
availabil itas sist emik
yang leb ih b aik
dibandi ng rute oral atau
intraven a
 Con toh:
an algesik(morfn), obat-
obat kardiovaskuler
seperti propranolol d an
carvedilol, h ormone
seperti levon org estrel ,
progest erone, d an
insuli n, ob at - ob at
an tii nfamasi seperti
indometasin d an
ketorol ac , sert a obat-
obat an tiviral sep ert i
asiklovir
APLIKASI SISTEMIK

Zat aktif Merk dagang Indikasi


Estradiol Aerodiol Terapi pengganti hormone
Nikotin Nicotrol NS Candu rokok
Sianokobalamin Nascobal Defisiensi vit B12
Desmopresin Desmospray Mengontol dehidrasi dari pasien diabetes
insipidus
Oksitosin Syntocinon Stimulan laktasi
Kalsitonin salmon Miacalcin Pengobatan meno-pausal, osteoporosis
Buserelin Suprefact Pengobatan kanker prostat
Nafarelin Synarel Endometriosis
Zolmitriptan Zomig nasal
Sumatriptan Imigran Pengobatan migraine dan sakit kepala
Fentanil Instany
Butorfanol Stadol NS Mengurangi nyeri
Vaksin influenza FluMist Mencegah flu
SSP

 Pengantaran obat ke SSP terjadi melalui olfactori


neuroepithelium.
 Meskipun melalui olfaktori berpotensial untuk
menembus sawar darah otak, namun P-gp juga
terdapat di area ini.
 Graf et.al mengkonfrmasi bahwa P-gp terdapat di
olfactory ephitelium dan endothelial sel yang
megelilingi olfactory bulb. Selain itu juga tedapat
transport obat melalui system saraf trigeminal dari
rongga hidunng menuju system saraf pusat.
 Terdapat beberapa barrier pada system penghantaran
obat ini yaitu
 Tight junction  pertahanan elektrik transendotelial (1500-
2000 Ω.cm 2 ) yang lebih besar dari organ lain seperti kulit,
kandung kemih, kolon dan paru-paru (3-33 Ω.cm 2 ).
 multidrug efux protein transporters  dapat mengurangi
G A M B A R. P- G L I KO P R O T E I N , P O M PA E F F LU X B E R G A N T U N G
AT P , U N T U K M E N C E G A H I N F LU X O B AT D A R I M E M B RA N
HIDUNG MENUJU SSP
METABOLISME

 Tidak melalui FPM pada hepar  FPM pada


mukosa nasal.
 Enzim : monooksigenase, reduktase,
transferase, esterase, dan enzim proteolitik
pada mukosa nasal, sekret nasal, sel
epithelial nasal (pada sitosol) dan lamina
propria
 Fase I oksidatif (sit-P450 dependen
monooksigenase)merupakan FPM untuk
xenobiotik, dan juga dekongestan nasal,
anestesi, alkolhol, nikotin dan kokain.
 Aktivitas katalilitik daerah olfaktori > daerah
pernapasan
 Enzim fase II (glutation transferase) banyak
ditemukan pada mukosa nasal.

 Pada penghantaran protein dan peptide.


aktivitas peptidase (eksopeptidase dan
endopeptidase) dan protease terjadi pada epithelium
nasal dan sekret nasal.
Aminopeptidase : enzim proteolitik utama pada
mukosa nasal.
Inhibisi aminopeptidase oleh natrium glikolat
digunakan sebagai peningkat penetrasi
KLIRENS

Klirens dari formulasi obat dari mukosa nasal akan


berkurang pada pasien dengan kondisi patologis, yang
cenderung merusak fungsi silia :
- Fungsi silia optimal pada pH 7-10 untuk trakea dan
jaringan bronkhial
- Bakteri seperti Haemophilus infuenza dan
Staphylococcus mengganggu gerak silia
- Peningkatan klirens mukosa : merokok
- Penurunan klirens mukosa : penderita rhinitis alergi,
rhinitis atropic, dan sinusitis kronik
- Penurunan klirens mukosiliari : pasien dengan
diskinesia silia primer, pasien fbrosis sistik (akibat
jumlah mucus yang tidak normal walaupun fungsi dari
silia normal), pasien diabetes mellitus
FORMULASI OBAT, CONTOH
SEDIAAN, DAN PEMBAWA Fibya
SEDIAAN INTRANASAL Indah
1006775041
Molekul dengan BM kurang dari 1000 lebih
banyak terabsorpsi daripada molekul dengan BM
lebih besar dari 1000.

Bentuk molekul siklik memiliki absorpsi lebih baik


daripada bentuk yang liniear.

Ukuran partikel juga berpengaruh karena partikel


sebesar 10 μm dapat melewati rongga hidung dan
terdeposit di paru-paru (sediaan spray). Untuk
formulasi serbuk, ukuran partikel yang lebih
besar dari 50 μm telah terbukti memiliki
distribusi yang baik.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam
formulasi intranasal adalah konsentrasi
larutan dan volume

Volume yang dapat dihantarkan dibatasi


oleh ukuran rongga hidung, dengan
batasan tertinggi sebesar 25 mg/dose dan
volume sebesar 25–150 μ L/nostril (Behl et
al.).
Sifat eksipien pada fomulasi nasal digunakan sesuai
dengan bentuk sediaan dan sistem penghantarannya.

Komponen bufer, antioksidan, pengawet, humektan,


geliing agent, solubilizer, dan perisa adalah ekspien
yang biasa digunakan.
 Solubilizer yang biasa digunakan dapat
berupa solvent konventional atau kosolven
seperti glikol, alcohol. Bahan tersebut dapat
meningkatkan kelarutan obat. Dapat juga
digunakan surfaktan atau siklodestrin.

 Pengawet pada formulasi intranasal


digunakan untuk mencegah tumbuhnya
mikroba. Paraben, benzalkonium klorida,
phenyl ethyl alcohol, EDTA dan benzyl
alcohol adalah pengawet yang biasa
digunakan pada sediaan intranasal.
 Antioksidan digunakan untuk mencegah
degradasi obat, berdasarkan profl kelarutan.
Antioksidan yang biasa digunakan diantaranya
sodium metabisulfte, sodium bisulfte, butylated
hydroxy toluene dan tokoferol.

 Humektan dapat ditambahkan pada sediaan


intranasal terutama pada produk nasal bentuk gel
untuk mencegah iritasi hidung. Kelembapan
intranasal yang cukup berguna untuk mencegah
dehidrasi. Humektan juga tidak mempengaruhi
absorbsi obat. Jenis humektan yang biasa dipakai
contohnya gliserin, sorbitol dan manitol.
CONTOH SEDIAAN

Nasal drops (tetes hidung)


NASAL POWDERS
Nasal gel

Nasal sprays (solution/suspensi)


Nasal mucoadhesive particulate
delivery (mikro/nanopartikel,
liposom)
Nasal ointments
Nasal microemulsion
HAL-HAL YANG PERLU
DIPERHATIKAN PADA SEDIAAN
INTRANASAL
PEMBAWA SEDIAAN INTRANASAL

Absorption enhancer

 mikrosfer, hidrogel, dan liposom dapat


digunakan dalam rute nasal dan dapat
meningkatkan absorpsi, menurunkan
klirens mukosiliari, dan memperlama
waktu tinggal obat dalam rongga
hidung.
1. SIKLODEKSTRIN

 Siklik oligosakarida yang memiliki permukaan luar


hidroflik dan rongga lipoflik sehingga obat nonpolar
bisa masuk.
 Agen pengompleks untuk meningkatkan absorpsi
sediaan nasal dengan meningkatkan kelarutan dan
stabilitas obat.
2. LIPOSOM

 Vesikel fosfolipid yang terdiri dari lipid


bilayer
 Enkapsulasi yang efektif pada molekul
besar dan kecil dengan rentang
hidroflisitas dan nilai pKa yang luas
(Alsarra et al, 2008).
 Meningkatkan absorpsi sediaan nasal
seperti pada insulin dan kalsitonin
dengan meningkatkan penetrasi
membran.
3. MIKROSFER

Mikrosfer biasanya berasal dari polimer mukoadesif


seperti kitosan dan alginate, yang memberi
keuntungan untuk penghantaran sediaan nasal.
Melindungi sediaan dari metabolisme enzimatik.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ABSORPSI OBAT DALAM
INTRANASAL DDS

Faktor Fisikokimia
Obat dan Faktor
Formulasi
Nur Azizah, 1006683772
Lipoflisitas FAKTOR
• Obat-obat lipofl diabsorpsi FISIKOKIMIA OBAT
secara baik dengan laju
absorpsi cepat melalui rute
transeluler. Bobot molekul
• Jika terlalu lipofl  obat tidak • Pada senyawa lipofl : BM
larut dalam lingkungan berair > 1 kDa  absorpsinya
di rongga hidung  mulai berkurang secara
mempercepat klirens mukosilia signifkan
(MCC)  waktu kontak dengan • obat hidroflik : absorpsi
membran hidung berkurang  lebih bervariasi, misalnya
permeasi berkurang. Na cromoglycate
(absorpsi cepat), absorpsi
Conto peptida dan protein
h: bervariasi dari 100%
absor (penta peptida),
psi metkephamid (BM 660
fenta Da), sampai 1%
nil
(gonadorelin /GnRH, BM
1.300 Da).
FAKTOR pKa
 Bentuk molekul akan lebih
FISIKOKIMIA OBAT mudah diabsorpsi daripada
bentuk ion (bermuatan)
Stabilitas oleh membran mukosa
hidung  dipengaruhi nilai
• Lingkungan rongga hidung pKa obat dan pH mukosa
memiliki kemampuan untuk hidung (5,0-6,5).
memetabolisme obat  Terutama berpengaruh
secara enzimatik  untuk senyawa-senyawa
mengurangi stabilitas polar (hidroflik).
biologis dari obat 
dibentuk pro-drug maupun
menggunakan inhibitor Kelarutan
enzim. • Agar dapat diabsorpsi obat
• Disisi lain, beberapa obat harus terdisolusi di dalam
juga mungkin tidak stabil cairan mukosa hidung
akibat mengalami hidrolisis, sehingga dapat terdispersi
oksidasi, isomerisasi, reaksi secara molekuler dan
dekomposisi atau menembus membran atau
polimerisasi. rongga antar sel.
FAKTOR
FORMULASI
Konsentrasi (Kadar)
 Absorpsi pada intranasal DDS : difusi
pasif (transeluler dan paraseluler)  juga
dipengaruhi oleh konsentrasi obat dalam
larutan pada membran.
 Semakin tinggi konsentrasi  perbedaan
gradien konsentrasi yang mendorong
terjadinya difusi juga semakin besar.
 Oleh karena itu, jika obat diformulasikan
sebagai larutan, dipilih konsentrasi
tertinggi yang kompatibel dengan volume
dan dosis yang akurat.
pH Viskositas
 pH formulasi : sesuai pH
• Peningkatan
stabilitas obat dan dapat
viskositas larutan 
meyakinkan jumlah
terbesar dari spesies memperlama waktu
obat yang tidak kontak antara obat
terionisasi (bentuk dan mukosa hidung
molekul) dilepaskan dari sehingga dapat
sediaan. meningkatkan potensi
 pH juga sedapat mungkin penyerapan obat.
sesuai atau mendekati • Viskositas tinggi
pH mukosa hidung ( 5,0-
6,5 ) sehingga tidak
dapat mengganggu
menyebabkan iritasi. klirens mukosilia
(MCC) sehingga
meningkatkan
FAKTOR FORMULASI permeabilitas obat.
Bentuk Sediaan
 Tetes hidung : sediaan intranasal paling sederhana,
namun tidak dapat menghantarkan obat dalam jumlah
yang terukur secara tepat dan dapat mengakibatkan
overdosis.
 Untuk dapat diabsorpsi, aerosol harus terdeposisi lalu
diikuti dengan disolusi partikel padat saat digunakan.
 Bentuk semprotan larutan lebih disukai daripada
semprotan bubuk karena dapat menyebabkan iritasi
mukosa hidung.
 Saat ini dikembangkan sistem khusus seperti emulsi
lipid, mikrosfer, liposom dan flm meningkatkan
absorpsi.

Eksipien
 Eksipien dalam formulasi mungkin dapat menyebabkan
iritasi pada hidung. Selain itu, eksipien yang digunakan
diharapkan tidak mengubah absorpsi
FAKTOR zat aktif di hidung.
FORMULASI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENGHANTARAN SECARA INTRANASAL

Idam Titis
Permana
1006659483
FAKTOR FISIOLOGIS

Absorbsi dan bioavailibilitas obat secara garis besar


dipengaruhi oleh luas area absorbs yang tersedia,
lama waktu kontak antara obat dan are absorpsi,
adanya proses metabolism sebelum dan saat
absorpsi, keadaan keabnormalan atau patologi
jaringan absorpsi.
AREA ABSORBSI

 Eptelium respiratori terdiri dari 4 tipe sel yang


berbeda: basal, mukosa yang mengandung goblet,
bagian bersilia, dan daerah yang tidak bersilia.
 Luas permukaan rongga nasal 160 cm2.
 Sel pada daerah respirasi terdiri dari 300 mikrovilli 
menigkatkan luas area permukaan rongga hidung.
 Meskipun demikian efektivitas area permukaan untuk
absorbsi dipengaruhi oleh tipe sediaan pada
penghantaran obat.
 Diantaranya adalah diameter partikel.
 Partikel > 10µm tersaring oleh vibrissae pada rongga
hidung.
 Partikel 5-10 µm  terdeposit pada jalur nasal, kemudiann
akan dibersihkan melalui proses pembersihan mukosiliari.
 Partikel <2 µm pada umumnya tidak difltrasi keluar
sehingga memungkinkan masuk kedalam saluran
pernafasan atau paru-paru.
ALIRAN DARAH

 Pada vascular nasal terdapat venous sinusoid,


arteriovenus anastosome, dan vascular  rongga
nasal memiliki banyak pembuluh darah.
 Suplai darah yang besar dalam rongga nasal  obat
yang diabsorpsi mempunyai onset aksi yang cepat.
 Aliran darah nasal juga mengatur ukuran lumen nasal.
Adanya factor lain seperti perubahan mood atau
emosi, hiperventilasi, dan olahraga dapat
mempengaruhi aliran darah nasal.
 Arteriol nasal mengandung membrane elastic dalam
jumlah yang sangat sedikit membran dasar
endothelial bersambungan dengan membrane dasar
sel-sel otot polos.
 Hal tersebut menybabkan aliran darah yang cepat
melalui dinding vaskuler, sehingga air dapat keluar ke
lumen aliran udara  dapat mempengaruhi suhu dan
kelembaban udara pada rongga hidung.
WAKTU KONTAK

 Lamanya waktu kontak obat dengan jaringan absorpsi


 banyaknya obat yang akan menembus mukosa.
 Dipengaruhi oleh kecepatan klirens obat dari area
absorpsi oleh klirens mukosiliari dan metabolism.
 Klirens mukus dari hidung berlangsung setiap10-20
menit
 Partikel yg terdeposit pada daerah bersilia (turbinat)
 klirens berlangsung cepat.
 Partikel terdeposit pada daerah tidak bersilia
(anterior rongga hidung)  klirens berlangsung
lambat.
 Partikel terdeposit pda nasofaring  akan terbawa ke
saluran y ang lebih dalam secara cepat  tdk cocok
untuk absorbsi di ronggga hidung.
PENGHALANG MUKUS

 Mukus mengandung polymorphonuclear leucosytes dan


eosynophyls. Terdiri dari 2,5-3% garam, 1-2% musin
(sulphurated scyderoprotein) dan 95% air. Juga mengandung
Lyzozym, enzim dan immunoglobulins, dan protein lain.

 Berperan sebagai physical barrier difusi obat


 Memperlambat difusi air

 Berikatan dengan obat


 Ikatan obat dengan mucin  difusi menurun
 Molekul obat bermuatan (+) berikatan dengan mukus glikoprotein
melalui interaksi elektrostatik dengan komponen bermuatan (-)
residu asam silalik dan sulfate ester.
 Interaksi hidroflik antara obat dan protein globluar dari molekul
glikoprotein
KEADAAN PATOFISOLOGIS

 Kecepatan klirens mukosiliari dan kapasitan absorbsi


nasal dipengaruhi oleh kondisi patofsiolgi rongga
nasal dan hal ini akan mempengaruhi kecepatan
klirens dari obat.
 Contoh penyakit : rhinitis, fu ringan, alergi, sinusitis,
asma, polip pada hidung, sindrom Sjogren dan
Kartagener. Selain itu faktor lingkungan seperti
kelembaban, suhu dan polusi juga mempengaruhi
kecepatan klirens nasal.
 Demam dan fu  hipersekresi mukus, hidung
tersumbat.
 Obat tidak dapat memberikan dosis yang optimal/
poten untuk memberikan efek terapi.
AKTIVITAS ENZIMATIK

 Mukasa hidung memiliki enzim eksopeptidase (seperti


aminopeptida, metilloproteinase, dll) dan
endopeptidase (cerynproteinase, cysteinproteinase,
metalloproteinase, dll).
 Enzim-enzim tersebut menyebabkan degradasi
peptida dan protein (A. Yekta Ozer. 2007)
 Enzim- enzim pada epitel nasal berfungsi dalam
mekanisme pertahanan terhadap xenobiotik.
 Aktivitas enzimatik pada rongga hidung < GIT
 Namun aktivitas CYP P450 di olfaktori jaringan epitel
nasal lebih besar daripada di hati.
 Nasal dekongestan, anestesi, nikotin dan kokain
merupakan salah satu contoh obat yang
dimetabolisme oleh CYP P450-dependent
monooxygenase.
IMMUNOLOGICAL CLEARANCE

 Sistem imun berfungsi untuk mengenali dan


mengeliminasi materi asing.
 Antibodi disekresi pada rongga hidung dan terdapat
pada lapisan mukus
 Dapat menetralkan antigen pada mukosa hidung.
 Dapat menyebabkan munculnya gejala alergi seperti
demam.
Yekta Ozer. 2007. Alternative Applications for Drug
Delivery: Nasal and Pulmonary Routes. Turkey:
Hacettepe University, Faculty of Pharmacy,
Department of Radiopharmacy, Ankara 06531.
Swatantra K.S. Kushwaha; Ravi Kumar Keshari; and A.K.
Rani. 2011. Advances in Nasal Trans-Mucosal Drug
Delivery. India: Pranveer Singh Institute of
Technology. Journal of Applide Phamceutical Science
01 (07);2011:21-28. Publised by www.jasposline.com
.
Anya M. Hillery; Andrew W. Llloyd; James Swarbrick.
2001. Drug Delivery and Targeting. USA: Taylor and
Francis.
KEUNTUNGAN

1. Luas permukaan besar Rongga nasal memiliki luas


permukaan kira-kira 360 cm 2 untuk absorpsi obat
2. Suplai darah yang besar absorpsi dan onset aksi yang
cepat.
3. Aktivitas metabolik yang rendah
4. Kemudahan akses
5. Kemudahan dalam pemberian Alat nasal seperti dosis
terukur nasal spray, lebih sederhana untuk pasien dan
dapat lebih mudah diterima dibanding suppositoria untuk
rute intravaginal dan rektal.
6. Alternative intestinal, dilakukan ketika rute gastrointestinal
tidak dapat dilakukan seperti pasien dengan mual dan
muntah, pasien dengan kesulitan menelan atau anak-anak,
obat yang tidak stabil dalam cairan gastrointestinal, obat
yang mengalami frst pass efect dalam jumlah besar
KERUGIAN

1. K l ire n s m u ko s ilia r i m e n g u r a n g i w a k t u re t e n s i o b a t d a l a m ro n g g a
n a s a l d a n ke s em p a t a n u n t u k a b s o r p s i .
2. Pe n g h a la n g m u c u s . D i f u s i o b a t m u n g k i n t e r b a t a s i d e n g a n
p e n g h a la n g fs ik d a r i l a p i s a n m u c u s d a n t e r i ka t n y a o b a t d e n g a n
m u s in .
3. Te r b a t a s u n tu k m o leku l p o t e n . O b a t d e n g a n b e r a t m o l e ku l t i n g g i
(s u l i t d ia b s o r p s i) , r u te i n i t e r b a t a s h a n ya u n t u k m o l e ku l o b a t ya n g
p o t e n d en g a n ka d a r p l a s m a e f e k t i f d a l a m n g m L - 1 a t a u ku r a n g
4. Ku r a n g n y a rep ro d u s ib i li t a s . Pe rm a s a l a h a n u t a m a d a la m p e m b e r i a n
in t r a n a s a l a d a la h a p a ka h h a l t e r s e b u t d a p a t m e m b e r i ka n a b s o r p s i
ya n g d a p a t d ia n d a lka n . Pe r u b a h a n p e rm e a b i l i t a s a b s o r p s i d a p a t
m e m p en g a r u h i a p a ka h a b s o r p s i o b a t le b i h t i n g g i a t a u re n d a h d a r i
s e h a r u s n ya
5. Ef e k s a m p in g . I r it a s i l o c a l d a n s e n s i t i f t a s t e rh a d a p o b a t h a r u s
d i p e rh a t ika n . E p ite l n a s a l d a n d a l a m p a r t i c u l a r s ili a s a n g a t s e n s i t i ve
d a n r a p u h . Ker u s a ka n p a d a e p i t h e l i u m d a p a t m e n g a k i b a t ka n
m u ko s ilia r i y a n g t id a k n o rm a l y a n g b e rh u b u n g a n d e n g a n p e n ya k i t
p e rn a p a s a n
PENGEMBANGAN Dinda
Rahma
TEKNOLOGI TERBARU Sesha
DALAM PENGHANTARAN 100670502
OBAT MELALUI NASAL 2
LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN
TEKNOLOGI TERBARU INTRANASAL
DDS
 Berikut ini beberapa cara yg digunakan untuk
meningkatkan kemampuan absorbsi sediaan yg
dihantarkan melalui rongga nasal:
1. MENINGKATKAN PERMEABILITAS
EPITEL NASAL
2. MENINGKATKAN WAKTU
KONTAK PADA DAERAH ABSORBSI
 Lamanya waktu kontak antara obat dan daerah
absorpsinya dapat meningkatkan bioavailabilitas
dari obat. Karena obat dapat dibersihkan dari rongga
nasal melalui mekanisme mucociliary clearance,
menelan dan atau melalui metabolisme, maka
penghambatan mekanisme clearance ini akan
menghasilkan peningkatan absorbsi.
 Langkah- langkah yang di lakukan adalah:
c. Penggunaan bahan
bioadhesive
• Menggunakan prinsip perlekatan substrat bilologis (spt
mukus atau jaringan). Mekanisme bioadhesiv diharapkan
dapat mempengaruhi bioavailabilitas dengan cara:
• Menurunkan laju clearance pada daerah absorpsi,
sehingga mampu meningkatkan waktu absorpsi
• Meningkatkan konsentrasi obat lokal pada daerah adhesi/
absorpsi
• Menjaga obat dari pelarutan dan degradasi dari sekresi
nasal.
• Beberapa macam formulasi bioadhesiv yang digunakan
adalah:
• Larutan bioadhesiv/ suspensi  digunakan peningkat
viskositas spt metilselulosa, CMC Na, kitosan, karbopol.
• Dry powder bioaadhesiv  digunakan microcrystalline
cellulose, pati hidroksietil, microcrystalline chitosan,
karbomer dan asam alginat. Mekanismenya: Polimer
yang berkontak dgn mukosa nasal akan terhidrasi oleh
adanya air dari yang dihasilkan pada epitel nasal terjadi.
Polimer yang terhidrasi tersebut menyebabkan
3. PENGHAMBATAN DEGRADASI
ENZIM
 Salah satu mekanisme clearance pada rongga nasal
adalah degradasi enzimatik dari zat aktif melalui
sekresi nasal dan mukosa.
 Degradasi peptida dan protein oleh protease
inhibitor seperti bestatin, diprotinin A dan
aprotinin, akan menginhibisi leucin
aminopeptidase, dipeptidyl peptidase dan
trypsin.
 Penggunaan peningkat penetrasi  menurunkan
metabolisme beberapa peptida  mempengaruhi
absorbsi obat. Penghambatan ini terjadi akibat
denaturasi leucine aminopeptidase dengan
mencegah pembentukan kompleks antara substrat-
enzim.
4. METODE MICELLANEOUS
 Metode ini meliputi:

Perubahan tekanan osmotik (tonisitas)


• Penurunan pH menyebabkan peningkatan kemampuan
absorbsi
• Perubahan pH dan tekanan osmotik melebihi konsetrasi
 dapat menyebakan kerusakan pada epitel  terjadi
Penghantaran obat dalam
peningkatan permeabilitas bentuk dry
xenobiotiknya
powder
• Penghantaran obat dalam bentuk dry powder (tanpa
pembawa bioadhesive). Contohnya pada insulin feeze-
dried akan lebih baik kemampuan absorbsinya jika
sediaan dalam bentuk serbuk dibandingkan larutan,
namun pada glukagon dan ergotamin, baik dalam
bentuk serbuk maupun bentuk larutannya memiliki
kemampuan absorbsi yang sama.
DAFTAR PUSTAKA

Taylor, Francis. 2001. Drug Delivery and Targetting for


Pharmacist and Pharmaceutical Scientists . Taylor and
Francis e-Library: London and New York.
Yang, Liu. 2008. New Development of Reverse Micelles and
Applications in Protein Separation and Refolding. Chinese
Journal of Chemical Engineering: China.
Gordon, G.S. 1985. Nasal absorption of insulin: Enhancement
by hydrophobic bile salts. Medical Sciences: USA.
Hillery, Anya M, etc. 2001. Drug Delivery and Targeting, for
Pharmacists and Pharmaceutical Scientists . New York :
Taylor & Francis
Pires, Anaisa, etc. 2009. Intranasal Drug Delivery: How, Why
and What for?. Journal Pharmacist Pharmaceutical Science
(www.cspsCanada.org) 12(3) 288 - 311, 2009

Anda mungkin juga menyukai