Anda di halaman 1dari 7

Narator : Teman-teman hari ini kelompok kami akan membawa sebuah drama

yang ceritanya berasal dari Maluku. Judulnya adalah batu Badaong. Pemeran-
pemeran sebagai berikut :

sebagai mama Rosa

Najwa sebagai Neira

Cynthia sebagai Santia

Sebagai Marko

Sebagai Bapa Opy

Hana sebagai Narator

Dahulu kala disebuah desa dipulau tanimbar hiduplah suatu keluarga yang kaya
raya. Mama Rosa dan suaminya memiliki dua anak perempuan bernama Santia
dan Neira. Keduanya telah menjadi pemuda dan pemudi yang tumbuh dewasa
dalam segala kemewahan. Karena kedua orang tua mereka terlalu memanjakan
mereka. Mereka menjadi sangat angkuh dan kurang ajar. Mereka sangat tidak
menghormati pelayan- pelayan di rumah mereka. Mereka sering memperlakukan
para pelayan itu, dengan semena-mena.

Adegan 1

Suatu sore, Neira terlihat sangat kesal. Ia merasa kesal kepada pelayan yang tidak
mempersiapkan makan sore untuknya.

Neira :astaga… Marko eee, ose biking apa saja dalang rumah nii ? ini su amper
malam beta mandi seng ada aer panas,mau minong kopi jua seng ada kue. He
Marko ee.. coba ose kamari, su jam bagini balong ada aer panas par katong
mandi? kopi deng kue jua balong ada di atas meja. dong mau jadi apa? mau
makang gaji buta?
Marko : Nona ee jang se marah beta. Beta ni baru angka aer pulang bale. deng
ana kacil yang jual-jual kue tu dia seng langgar.

Neira: tutup ose pung mulu situ jang parlente (lalu mendorong MARKO dengan
keras sampai terjatuh) kalo jadi babu tu karja tu batul-batul. (lalu pergi
meninggalkan Marko yang menangis tersenduh-senduh)

Semetara itu, didalam kamarnya Santia sedang marah-marah, ia terus berbicara


dengan kesal.

Lisbet: huuu..beta pung hati saki paskali, beta pung bada-bada disini deng pinsil
kaning itu samua su dimana? ini seng laeng darri babu-babu tangang baloko tu,
mangkali dong pancuri akang. heee marko ee….beta pung barang-barang par
barias sini akang dimana ? (MARKO… MARKOO mari Kamari… capat jang lama.

Marko: (dengan tergesa-gesa datang menghampiri Santia) kanapa nona?

Santia: hee…. Babu tangang pancuri! Ose yang ambel beta pung barang-barang
barias to?

Marko: sio nona eee ..beta mau ambel akang par apa? barang yang bukang beta
pung beta seng barane loko.

Santia: sapa yang mau parcaya ose? tangan baloko mulu parlente tuu. Labe bae
ose pi dari beta pung muka dari pada beta dara tamba nai. (Marko pun keluar
sambil menangis)
Adegan 2

Setelah beberapa bulan kemudian, ayah mereka meninggal dunia. Oleh sebab itu,
kekayaan ayah mereka menjadi milik mereka, mereka bertambah angkuh dan
kurang ajar. Karena tidak tahan dengan kelakuan Neira dan Santia yang semakin
menjadi, Marko beserta pelayan lainnya memutuskan untuk tidak bekerja lagi di
rumah itu.

Suatu pagi Markopun mewakili pelayan lainnya, untuk mengatakan pengunduran


diri mereka.

Marko : Nona eee, katong samua ni seng mau karja disini lae. Katong samua mau
kaluar jua.

Santia: asal kamong tau saja ee, kamong mo pi ka? mo mati ka? Beta seng pastiu.
Beta malah sanang kamong pi. Kamong tu karja seng pernah batul-batul satu lae.
Jadi kalo kamong mau pi beta seng pastiu.

Neira : tapi kamong harus inga satu hal. Kamong kaluar dari rumah ni, seng bole
bawa satu barang dari rumah ni deng kamong seng akan dapat kamong pung gaji
bulan ini.

Para pelayan pun meninggalkan rumah itu. Dan mulai hari itu ibu merekalah yang
melakukan semua tanggung jawab didalam rumah, dari menyapu sampai mencuci
baju, ibu mereka yang mengerjakan semua itu.
Adegan 3

suatu sore Santia sedang duduk di ruang tamu sambil mengawasi Ibunya yang
sedang mengepel lantai.

Lisbet: hee Rosalina, kalo karja tu bae-bae, ini masih kotor. Ose jua bolom bacuci
piring, ose karja sa paleng bahela. Abis ini ose langsung biking beta pung makang
malam. Jang sampe seng. (lalu pergi, dengan terlebih dahulu menendang ember)

Mama Rosa: (hanya tertunduk sambil menyeka air matanya).

Pada malam hari, setelah kedua anaknya tidur sang ibu berdoa kepada tuhan.

Mama Rosa: sio tuhan ampong beta jua,beta seng mampu par didik ana dua
ni,beta seng bisa ajar dong par dengar-dengarang.sio tuhan buka dong pung mata
hati jua kase sadar dong dua supaya bisa jadi ana-ana yang dengar-dengarang
deng tau diri dong mau bajalang iko tuhan pung jalan.

Adegan 4

Keesokan harinya, Neira dan Santia bangun tidur mereka lalu menuju ruang
makan, dan menemukan meja makan dalam keadaan kosong dan yang ada hanya
panci kosong di atas kompor.

Santia: ini kanapa seng ada makanang satu ni la? Parampuang tua Bangka tu
kamana lai tu? Su seng biking makanang, lai baru pi bajalang.
Neira: ini seng laeng lai pasti meme tu ada pii bacuci di kali. mari katong dua pii
iko antua.

Santia: ioo … mari katong pi lia antua. kasanalah katong mau ancam antua.

Benar saja sewaktu Neira dan Santia sampai disungai, mereka melihat sang ibu
sedang mencuci banyak pakaian di sungai. Mereka pun segera menghampiri ibu
mereka itu. Tanpa bertanya dahulu, Neira langsung menedang ember berisi
pakaian sampai jatuh kesungai. Santia pun menarik ibunya untuk berdiri dengan
kasar.

Mama Rosa: ampong jua anana ee ini ada apalah? mangapa dong biking dong
pung mama nii macang bagini? (sambil menangis)

Santia: he parampuang tua eee …beta balong makang,beta lapar.kalo mau jadi
meme tu? meme yang bisa mamasa par anana

Mama Rosa: nona ee mama ni dari tadi pagi cuci pakiang-pakiang ni. Ampong jua
nona eee. (sambil menangis tersendu)

Tanpa memperdulikan ibunya, Lisbet terus memukul ibunya. Namun tiba-tiba ada
seorang warga yang lewat dan melihat kelakuan Neira dan Santia kepada ibu
mereka.

Bapa Opy: he ana-ana kamong paleng kurang ajar, masa kamong bisa biking
kamong pung mama tu macam bagitu?
Santia: he… bapak jang iko campor orang pung urusan, pi ator ose pung keluarga
sana, kira kata su batul

Bapa opy: io, sudah, yang penting beta su bilang par kamorang. nanti lia saja,
kamong akan dapat kamong pung balasan. kamong su talalu kurang ajar par
kamong pung mama lae.

Bapa opy yang telah diusir oleh Santia pun segera meninggalkan tempat itu.
Sementara itu santia kembali memukul ibunya. Sedangkan neira hanya berdiri
sambil melipat tangannya menyaksikan ibunya dipukuli adiknya. Sampai akhirnya
santia mendorong ibunya dengan keras ke tanah. Tiba-tiba ibunya yang sudah
lemah itu, berhenti menangis,

lalu dengan suara yang pelan ibu mereka berkata

Mama Rosa: dong pung bapa mati tu kas tinggal harta banyak par dong. tapi itu
akang seng kekal, biarpun beta yang barana dorang di dua ni. dong dua bukang
beta pung ana lai.anana ee… beta seng akan bale di dong pung rumah lai. dong
mau biking apa beta seng parlu lai.

setelah berkata seperti itu kepada Neira dan Santia, sang ibu dengan susah payah
pergi meninggalkan mereka berdua menuju sebuah batu yang berada di pinggiran
sungai. Lalu berkata kepada batu itu.

Mama Rosa: sio batu basar ee…tabuka jua ka supaya beta bisa masu ka dalang.
biking beta sama bunga yang bobou sadap sama bunga manor.

Tak lama kemudian batu tersebut terbuka, dan masuklah sang ibu kedalamnya.
Beberapa lama kemudian munculah bunga-bunga melati ptuih yang cantic dan
berbau harum di batu tersebut.
Adegan 5

Beberapa hari kemudian karena para warga yang tidak tahan karena tinkah kedua
anak itu, kesombongan dan keangkuhan mereka, membuat para warga
bertambah marah kepada mereka berdua. Para warga pun setuju untuk mengusir
mereka berdua dari desa itu dan mengambil semua harta mereka dan
membagikannya kepada orang miskin. Mereka pun di usir keluar desa. Mereka
menyesal telah memperlakukan ibu mereka dengan kurang ajarnya. Mereka lalu
pergi menuju batu yang dahulu ibunya masuki. Sesampai dibatu tersebut, mereka
berdua duduk di samping batu itu sambil menangis sambil mengelus-ngelus batu
tersebut. Mereka pun menyanyi agar batu tersebut mau terbuka dan membiarkan
mereka masuk dan menemui ibu mereka.

Batu badaong…Batulah batangke

Buka mulutmu telankan beta

Guna lah apa ?beta tinggal sandiri ?

Sedangkan mama sudah tiada.

Sio lah mama…Mama jantong hati

Mangapa tinggal beta sandiri ?

Batu badaong…. Batulah batangke

Buka mulutmu telanlah beta

mereka berdua terus menyanyi, tapi apa daya batu tersebut telah tertutup
selamanya, nasi telah menjadi bubur, nasib telah menjadi takdir. Ibu mereka telah
meninggalkan mereka selamanya yang tersisa hanyalah penyesalan bagi mereka
berdua.

Anda mungkin juga menyukai