Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Otonomi Daerah telah membawa perubahan dalam

sistem pemerintahan di Indonesia. Salah satu perubahan mendasar dalam

sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah di era otonomi adalah

seleksi pemimpin eksekutif lokal tidak lagi dipilih dan ditentukan oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tetapi langsung oleh rakyat. Dari sisi

substansi pilkada ini diharapkan dapat melakukan proses seleksi pemimpin

yang dinilai rakyatnya terbaik untuk melakukan perubahan, memberi

manfaat kepada masyarakat luas dan dapat memenuhi preferensi

mayoritas masyarakat lokal serta mempercepat terbentuknya pemerintahan

daerah yang lebih baik (good governonce).( Shah, 2008)

Mencermati hal tersebut, bahwa misi utama penyelenggaraan

otonomi daerah dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan

publik dan kesejahteraan masyarakat, menciptakan efisiensi dan efektivitas

pengelolaan sumber daya manusia, serta memberdayakan dan

menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam proses

pembangunan. Untuk mewujudkan misi tersebut, diperlukan daya dukung

aparatur pemerintahan yang handal, cakap dan memiliki kompetensi untuk

menyeselesaikan berbagai tugas pokok dan fungsi yang dipercayakan

kepada mereka. Daya dukung ini menjadi mungkin bilamana roda

pemerintahan dikelola dan dilaksanakan oleh pemimpin yang mampu


2

menjadi inspirator untuk mendorong motivasi, komitmen, loyalitas serta

perilaku kerja, sehingga mampu meningkatkan kinerja (Alisyahbana, 2008).

Penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan yang

berhasilguna dan berdayaguna, memerlukan Pegawai Negeri Sipil yang

profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang

dilaksanakan berdasarkan sistem kinerja dan sistem karier yang

dititikberatkan pada sistem kinerja. berarti pengangkatan Pegawai Negeri

Sipil dalam jabatan struktural atau jabatan fungsional harus dilakukan

secara obyektif dan selektif, sehingga menumbuhkan kegairahan untuk

berkompetisi bagi semua Pegawai Negeri Sipil dalam meningkatkan

kemampuan profesionalnya dalam rangka memberikan pelayanan yang

terbaik kepada masyarakat (Nawawi;1992)

Temuan Halim (2004) menyatakan bahwa tingkat komitmen dan

loyalitas pegawai Indonesia relatif masih rendah, bahkan 22% lebih rendah

dibanding 10 negara lain di kawasan Asia, dan hasil penelitian terhadap

8000 responden dari 46 organisasi sektor publik di Indonesia,

kepemimpinan juga masih rendah karena pegawai menilai tidak mendapat

arahan pengembangan karier yang memadai dari pemimpinnya, Sutikno

(2007).

Menilik pernyataan tersebut, perlu ada upaya untuk meningkatkan

kualitas kepemimpinan yang dapat membangkitkan motivasi, komitmen

para pegawai, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja pegawai,

sehingga tujuan organisasi yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dalam

organisasi manapun diperlukan seorang pemimpin yang berhasil memiliki


3

sebuah ciri utama yang membedakan dengan organisasi yang tidak

berhasil, yaitu kepemimpinan yang dinamis dan efektif. (Luthans, 1996).

Diantara teori-teori manajemen yang ada, salah satunya adalah

model Primal Leadership, dimana model kepemimpinan ini dibangun

berdasarkan kaitannya dengan neurologi, riset mengenai otak,

menunjukkan mengapa suasana hati dan tindakan berdampak besar pada

pegawai yang dipimpinnya. Penemuan ini memberi kerangka baru bahwa

seorang pemimpin yang cerdas dalam hal emosi mampu menginspirasi,

membangkitkan komitmen, motivasi dan optimisme bawahan dalam

melaksanakan pekerjaan dan menumbuhkan atmosfir kerjasama, gairah

serta dapat mempengaruhi perilaku bawahan berdasarkan nilai-nilai yang

dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi. (Goleman et al., 2004).

Yasin (2001) menyatakan kepemimpinan digambarkan sebagai

penyelesaian pekerjaan melalui orang atau kelompok dan kinerja manajer

akan tergantung pada kemampuannya sebagai manajer. Hal ini berarti

manajer mampu mempengaruhi orang atau kelompok untuk mencapai hasil

yang diinginkan dan ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi.

Pemimpin dari organisasi haruslah mempelajari dan memahami perilaku

bawahannya dan mendorongnya demi pencapaian tujuan organisasi

secara efektif (Nimran, 1999). Peran pemimpin sangat besar untuk

memotivasi anggota organisasi dan memberi semangat agar berperilaku

dengan baik, dalam upaya mencapai tujuan kelompok. (Grimes, 1978).

Kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas

tertentu (Wibowo,2007; Rivai, 2006) dan pengelolaan sumberdaya manusia

untuk mencapai tujuan organisasi (Gibson et al., 1994) serta hasil kerja
4

yang dicapai oleh orang sehubungan dengan posisinya dalam organisasi

(Kast & Rosenzweig, 2002). Faktor penentu kinerja karyawan dapat

dijelaskan dengan pendekatan teori atribusi yang menyatakan bahwa dua

kategori dasar atribusi yang melekat pada diri seseorang karyawan yang

akan menentukan kinerjanya, yaitu atribusi yang bersifat internal atau

disposisional ( dihubungkan dengan sifat-sifat orang), dan yang bersifat

eksternal atau situasional yang dapat dihubungkan dengan lingkungan

seseorang (Maurice, 1999). Faktor internal seperti bakat, kemampuan,

kemauan dan upaya. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas lingkungan

kerja, rekan kerja dan pimpinan. Oleh karena itu, agar individu yang ada

dalam organisasi berkinerja tinggi, maka organisasi harus memperhatikan

secara tepat dengan menghargai bakat-bakat mereka, kemampuan mereka

serta membimbingnya secara tepat (Simamora,1997).

Penelitian tentang pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja

karyawan. telah banyak dilakukan. Diketemukan bahwa kepemimpinan

berpengaruh positif, terhadap peningkatan kinerja karyawan (Carmeli,

2003; Goleman et al, 2004; Bierhoff dan Muller, 2005 ; Amran et al, 2007).

Hal ini terjadi karena seorang pemimpin yang dapat memberi support

kepada karyawan akan berdampak pada peningkatan kinerjanya. Berbeda

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shore et al.,(2006) yang

menyimpulkan bahwa kepemimpinan berpengaruh tidak signifikan terhadap

peningkatan kinerja karyawan. Dari beberapa penelitian tersebut

membuktikan secara empiris bahwa kepemimpinan pengaruhnya terhadap

kinerja karyawan menghasilkan temuan yang masih kontradiksi. Adanya

kontradiksi temuan tersebut disebabkan karena perbedaan pengukuran


5

indikator, unit analisis dan metode analisis yang digunakan, sehingga

memerlukan pengujian kembali hubungan model kepemimpinan dan

pengaruhnya terhadap kinerja karyawan dengan mengkaji variabel yang

dapat menjadi faktor intervensi penentu kinerja karyawan yang dapat

menjawab kontradiksi temuan tersebut.

Peran pemimpin dalam meningkatkan kinerja karyawan tidak

terlepas dari budaya organisasi. Grimes (1978), menyatakan bahwa

pemimpin berperan dalam meningkatkan kemampuan, komitmen,

keterampilan, pemahaman nilai-nilai pada organisasi serta kerjasama tim

untuk meraih prestasi dalam organisasi. Dari studi dihasilkan bahwa

semakin baik kepemimpinan akan memperkuat budaya organisasi yang

akhirnya berdampak pada peningkatan kinerja karyawan (Tsang, 2007;

Xenikou & Simosi, 2006; Lok & Crawford, 2003). Berbeda dengan hasil

penelitian (Kuchinke, 2004; Amran et al., 2007) yang mengkaji hubungan

kepemimpinan dengan budaya organisasi serta dampaknya terhadap

kinerja karyawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan dan

budaya organisasi berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja karyawan.

Adanya kontradiksi temuan tersebut disebabkan karena perbedaan

pengukuran indikator, dan konsep yang digunakan oleh karena itu

memerlukan studi lanjut untuk menjawab kontradiksi tersebut.

Seorang pemimpin harus memiliki keterampilan untuk

mempengaruhi atau menggerakkan perilaku orang lain mampu bekerja

secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang

pemimpin dituntut untuk memahami perilaku para pegawai yang menjadi

wewenang dan menggerakkan sesuai dengan visi dan misi organisasi


6

berarti seorang yang diangkat sebagai pemimpin harus mempunyai

kompetensi (Robbins, 1996). Selanjutnya Bass (1990) menyatakan para

pemimpin memerlukan energi ekstra dalam mempertahankan tehadnya

untuk meraih prestasi tinggi dan mampu mempengaruhi perilaku

bawahannya dengan baik sehingga mendapatkan kemajuan dalam

organisasinya. Dari perspektif tersebut diketemukan bahwa kemampuan

seorang pemimpin untuk menggerakkan kelompok kedalam suasana kerja

yang bergairah dan kooperatif akan menentukan keberhasilan perusahaan

(Bierhoff & Muller, 2005, Shore et al., 2006,). Namun temuan Gadot (2006),

menyimpulkan bahwa peran pemimpin tidak membawa pengaruh positif

terhadap perilaku kerja. dan kinerja karyawan. Adanya kontradiksi temuan

dari beberapa peneliti, sehingga masih memerlukan pengujian kembali

hubungan tersebut.

Goleman (2004) menyatakan bahwa seorang pemimpin mampu

membangkitkan komitmen, motivasi, dan optimisme dalam melaksanakan

pekerjaan dan menumbuhkan atmosfir kerjasama, gairah yang dapat

mempengaruhi perilaku bawahan berdasarkan nilai-nilai yang dimiliki

untuk mencapai tujuan organisasi. Pegawai yang diberdayakan oleh

pemimpin akan berkomitmen tinggi terhadap organisasi sehingga

berdampak pada peningkatan kinerjanya (Gibson,1982). Dari studi

dihasilkan bahwa kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap

komitmen kerja dan juga berdampak positif pada peningkatan kinerja

karyawan (Avolio et al.,Carmeli 2003; Gilder, 2003). Berbeda dengan

temuan Shore et al.,(2006), bahwa kepemimpinan dan komitmen kerja

tidak berdampak positif terhadap kinerja karyawan. Adanya kontradiksi


7

temuan tersebut, sehingga memerlukan kajian kembali hubungan

tersebut.

Untuk lebih jelasnya ikhtisar dari beberapa gap terkait dengan hasil

penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Research Gap Hasil Penelitian Terdahulu


Research Gap Peneliti Temuan
1 2 3
Gap 1: Terdapat perbedaan Amran et al., (2007) Kepemimpinan
temuan dan pengukuran, Goelman et al., (2004) berpengaruh signifikan
unit analisis dan metode Carmeli (2003) terhadap kinerja karyawan
analisis antara
kepemimpinan dan kinerja Shore et al.,(2006) Kepemimpinan
karyawan berpengaruh tidak signifikan
terhadap kinerja karyawan
Gap 2: Tsang (2007) Kepemimpinan dan budaya
Terdapat perbedaan Lok & Crawford (2003) berpengaruh signifikan
indikator pengukuran dan Xenikou & Simosi (2006) terhadap kinerja karyawan
konsep yang digunakan
Amran et al., (2004) Kepemimpinan dan budaya
Kuchinke (2004) organisasi berpengaruh
tidak signifikan terhadap
kinerja karyawan
Gap : 3 Bierhoff dan Muller (2005) Kepemimpinan dan perilaku
Terdapat perbedaan Shore et al., (2006) kerja berpengaruh
pengukuran dan metode signifikan terhadap kinerja
analisis hubungan antara karyawan
variabel kepemimpinan,
perilaku kerja dan kinerja Gadot, (2006) Kepemimpinan dan perilaku
karyawan berpengaruh tidak signifikan
terhadap kinerja karyawan
Gap: 4 Avolio et al.,(2004) Kepemimpinan dan
Terdapat perbedaan Carmeli (2003) komitmen kerja
pengukuran antara variabel Gilder (2003) berpengaruh signifikan
kepemimpinan, komitmen terhadap kinerja karyawan
kerja dan kinerja karyawan Shore et al, (2006) Kepemimpinan dan
komitmen kerja
berpengaruh tidak signifikan
terhadap kinerja karyawan
Sumber: Hasil Penelitian Terdahulu
8

Sejalan dengan adanya era reformasi dan otonomi daerah telah

membawa perubahan dalam hal pengelolaan administrasi kepegawaian, yang

sebelumnya pengelolaan administrasi kepegawaian dilaksanakan oleh

Pemerintah Pusat, akan tetapi setelah Otonomi Daerah sebagian kewenangan

telah didelegasikan kepada pemerintah propinsi dan kabupaten/kota. Untuk

melaksanakan kewenangan tersebut maka ditetapkan Gubernur dan

Bupati/Walikota sebagai pembina kepegawaian di daerah, dan memiliki peran

yang sangat strategis dalam rangka pembinaan dan pengembangan Pegawai

Negeri Sipil di daerahnya. Sejalan dengan fungsi tersebut, maka Gubernur

Sulawesi Tenggara dalam hal pembinaan Pegawai Negeri Sipil memiliki program

untuk Reformasi Birokrasi dengan tujuan untuk meningkatkan Produktivitas

Pegawai Negeri Sipil.

Adapun program yang dilaksanakan dalam rangka Reformasi Birokrasi

tersebut antara lain; (1) Kontrak Kinerja Tahunan SKPD dengan Gubernur; (2)

Standar Kinerja Individual; (3) Tunjangan Kinerja Individual; (4) Pola Umum

Pembinaan Karier Pegawai Negeri Sipil Lingkup Pemerintah Sulawesi Tenggara.

Dari program tersebut, diharapkan dapat meningkatkan Kinerja Pegawai Negeri

Sipil sekaligus peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil dan keluarganya.

Dalam implementasinya program tersebut belum sepenuhnya di dukung oleh

semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), hal ini terbukti dengan

pencapaian pelaksanaan pembangunan yang telah direncanakan setiap

tahunnya belum terealisasi sesuai target yang diharapkan.

Berdasarkan fenomena yang ada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah

dan hasil interview yang mendalam dari pegawai sebagai responden diperoleh

fakta bahwa pegawai negeri sipil yang ada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
9

Propinsi Sulawesi Tenggara di dalam melaksanakan pekerjaan masih ada yang

belum mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan tuntutan satuan kerja,

bekerja bukan berdasarkan kompetensi atau spesifikasi yang di miliki dan kurang

menguasai tehnologi dalam menyelesaikan pekerjaan. Fenomena lain yang ada

adalah adanya pembagian beban kerja yang belum merata, bekerja tidak

berdasarkan job description dan sering mendahulukan pekerjaan yang

mendesak, artinya pegawai dalam melaksanakan pekerjaan tidak berdasarkan

perencanaan kerja yang baik.

Belum optimalnya kinerja pegawai pada Satuan Kerja, sehingga kualitas

sumberdaya manusia menjadi urgent untuk dikaji, Hal ini berdampak pada

perlunya upaya mengembangkan sumberdaya manusia sebagai salah satu

kompetensi penting yang dimiliki organisasi untuk menghadapi era globalisasi.

Selayaknya organisasi melakukan perbaikan dan perubahan untuk

mempertahankan aspek kompetensi mereka. Perubahan yang cepat

mengharuskan suatu organisasi memiliki pegawai dan pemimpin yang mampu

beradaptasi secara efektif, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam

rangka peningkatan kinerja pegawai.

Amar (2004) menyatakan pemimpin organisasi perlu memperhatikan

kepemimpinan yang digunakannya dalam mendorong dan mengarahkan

bawahannya agar kinerja mereka meningkat. Esensi dari kepemimpinan adalah

usaha untuk mempengaruhi orang lain agar menyumbangkan keahliannya, baik

bertindak sesuai kapabilitas yang dimiliki maupun untuk tumbuh dan berkembang

secara terus menerus.

Seorang pemimpin yang sukses adalah orang yang mampu

mengantisipasi perubahan, memanfaatkan kesempatan untuk mencapai tingkat


10

produktivitas yang lebih tinggi, mengoreksi kinerja yang buruk, dan mendorong

organisasi kearah sasarannya. Yukl (1994) menyatakan bahwa efektivitas

kepemimpinan diukur berdasarkan sejauhmana organisasi dari pemimpin

tersebut melaksanakan tugasnya dengan baik dan berhasil mencapai tujuan.

Berbagai perspektif tersebut di atas dapat dipahami bahwa pemimpin memiliki

tugas dan tanggung jawab yang sangat menentukan terhadap keberhasilan

dalam mencapai sarannya. Keberhasilan atau kegagalan yang dialami sebagian

besar organisasi ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang melekat pada diri

orang-orang yang menduduki posisi sebagai pemimpin dalam organisasi

(Siagian, 1995).

Penjelasan di atas memaparkan keterkaitan antara prestasi individu

dengan prestasi organisasi secara keseluruhan, di mana organisasi tak bisa

dipisahkan dengan individu-individu yang ada di dalamnya. Pemimpin dari

organisasi haruslah mempelajari perilaku bawahannya dan mendorongnya demi

pencapaian tujuan organisasi secara efektif (Nimran, 1999). Perilaku pemimpin

berperan dalam meningkatkan kemampuan pengetahuan, komitmen,

keterampilan, perilaku individu, pemahaman nilai-nilai pada organisasi dan

kerjasama tim untuk meraih prestasi dalam organisasi.

Berangkat dari uraian teoritis dan empiris yang telah diuraikan diatas,

akan dikembangkan bentuk penelitian yang ditujukan untuk menganalisis model

hubungan kepemimpinan, budaya organisasi, komitmen kerja, perilaku kerja dan

kinerja pegawai. Penelitian ini akan mengintegrasikan variabel kepemimpinan

pengaruhnya terhadap kinerja pegawai melalui budaya organisasi, komitmen

kerja dan perilaku kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Propinsi

Sulawesi Tenggara.
11

Secara umum, ada beberapa perbedaan penelitian dengan peneliti

sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan hasil penelitian terdahulu terutama pada hubungan

variabel kepemimpinan dan kinerja pegawai, hubungan variabel

kepemimpinan dan budaya organisasi serta kinerja pegawai, hubungan

variabel kepemimpinan dan komitmen kerja serta kinerja pegawai, hubungan

variabel kepemimpinan dan perilaku kerja serta kinerja pegawai.

2. Penelitian ini juga menganalisis bagaimana pengaruh budaya organisasi,

komitmen kerja dan perilaku kerja jika digunakan sebagai variabel antara

yang memediasi kepemimpinan dan kinerja pegawai pada Satuan Kerja

Perangkat Daerah.

3. Mengitegrasikan variabel kepemimpinan, budaya organisasi, komitmen

kerja, perilaku kerja dan kinerja pegawai secara holistik, karena

digabungkannya variabel tersebut akan berpengaruh terhadap peningkatan

kinerja pegawai. Hal ini sejalan dengan teori Primal Leadership bahwa

seorang pemimpin mampu menginspirasi, membangkitkan komitmen,

motivasi dan antusiame di dalam melaksanakan pekerjaan serta membuat

orang tetap optimis dan bergairah serta dapat mempengaruhi perilaku

bawahan berdasarkan nilai-nilai yang dimiliki untuk mencapai tujuan

organisasi.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan perbedaan temuan dan kajian-kajian yang telah dilakukan

oleh beberapa peneliti terdahulu, fenomena dan realitas atau kondisi yang

sebenarnya pada satuan kerja, maka peneliti tertarik untuk melanjutkan,


12

mengembangkan model penelitian dengan memberi judul: Pengaruh

Kepemimpinan terhadap Budaya Organisasi, Komitmen Kerja, Perilaku Kerja dan

Kinerja Pegawai.

Untuk menyelesaikan permasalahan penelitian diatas, dapat disusun

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap budaya organisasi?

2. Apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja pegawai ?

3. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai?

4. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap perilaku kerja?

5. Apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap komitmen kerja?

6. Apakah komitmen kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai?

7. Apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap perilaku kerja ?

8. Apakah komitmen kerja berpengaruh terhadap perilaku kerja?

9. Apakah perilaku kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai?

1.3 Tujuan penelitiaan

Penelitian ini bertujuan untuk membangun model teoritik secara

terintegrasi tentang pengaruh kepemimpinan terhadap budaya organisasi,

komitmen kerja, perilaku kerja dan kinerja pegawai. Secara operasional

pengembangan model teoritik penelitian ini dapat dilakukan dengan mengkaji

secara empirik terhadap hal-hal berikut:

1. Pengaruh kepemimpinan terhadap budaya organisasi.

2. Pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai.

3. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai.

4. Pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku kerja.


13

5. Pengaruh kepemimpinan terhadap komitmen kerja

6. Pengaruh komitmen kerja terhadap kinerja pegawai.

7. Pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku kerja.

8. Pengaruh komitmen kerja terhadap perilaku kerja.

9. Pengaruh perilaku kerja terhadap kinerja pegawai.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada pengembangan

ilmu manajemen yang difokuskan pada manajemen sumberdaya manusia,

secara khusus pada pengaruh kepemimpinan terhadap budaya organisasi,

komitmen kerja, perilaku kerja dan kinerja pegawai. Penelitian ini juga diharapkan

memberi manfaat bagi pihak Pemerintah Daerah sebagai sumbangan pemikiran

dan bahan informasi yang berharga sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam

pengelolaan sumberdaya manusia, khususnya masalah peningkatan kinerja

pegawai pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara.

Beberapa manfaat khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Memberikan kontribusi bagi perkembangan Ilmu Manajemen Sumberdaya

Manusia khususnya mengenai konsep kepemimpinan bila dihubungkan

dengan budaya organisasi..

2. Menambah kajian pada teori Manajemen Sumberdaya Manusia tentang

kepemimpinan dan hubungannya dengan kinerja pegawai.

3. Menganalisis pengaruh antara budaya organisasi dan kaitannya dengan

kinerja pegawai.
14

4. Menambah kajian tentang konsep budaya organisasi dalam ilmu Manajemen

Sumberdaya Manusia dan hubungannya dengan perilaku kerja.

5. Memberikan kontribusi konsep Manajemen Sumberdaya Manusia dengan

melihat pengaruh antara kepemimpinan dengan komitmen kerja.

6. Menambah konsep Manajemen Sumberdaya Manusia dengan melihat

pengaruh antara komitmen kerja dengan kinerja pegawai.

7. Menganalisis kepemimpinan dalam hubungannya dengan perilaku kerja

berdasarkan kajian empirik yang dilakukan.

8. Menambah pengembangan konsep tentang komitmen kerja hubungannya

dengan perilaku kerja.

9. Memberikan kontribusi konsep teori Manajemen Sumberdaya Manusia

dengan melihat pengaruh antara perilaku kerja hubungannya dengan kinerja

pegawai.

Anda mungkin juga menyukai