A1011211197 - BAYU JAKKOBUS SIMORANGKIR - UAS Hukum Pidana Dalam Kodifikasi
A1011211197 - BAYU JAKKOBUS SIMORANGKIR - UAS Hukum Pidana Dalam Kodifikasi
DOSEN PENGAMPU
Dr. HERMANSYAH, S.H., M.Hum.
DISUSUN OLEH :
BAYU JAKKOBUS SIMORANGKIR
A1011211197
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TANJUNG PURA
2022
DELIK KESUSILAAN DALAM KUHP
1.Pendahuluan
Demonstrasi yang tidak tahu malu adalah cara-cara berperilaku yang tidak sesuai
dengan standar atau keputusan-keputusan kebaikan yang berlaku di mata publik.
Dalam KUHP buku II, penjelasan tentang perbuatan asusila. Pemerkosaan, pelecehan
seksual, dan bentuk pelecehan seksual lainnya adalah contoh kejahatan seksual.
Adanya ketentuan yang mengatur tentang delik atau tindak pidana pada dasarnya
terdapat baik dalam KUHP maupun undang-undang lain di luarnya menjadi dasar
penyebutan delik khusus dalam KUHP. Di luar KUHP, ada sejumlah undang-undang
dengan ketentuan pidana. Beberapa undang-undang tersebut bersifat pidana dan
menambah, memperluas, atau bahkan mengubah berbagai ketentuan dalam KUHP.
Undang-undang lain mengatur berbagai tindak pidana yang tidak tercakup dalam
KUHP.1
Kejahatan kesusilaan, diatur dalam KUHP Bab ke XIV Buku ke II dalam Pasal
281 sampai dengan Pasal 303. Perempuan dan anak biasanya yang menjadi korban
kekerasan asusila yakni terhadap kejahatan kesusilaan dan berbagai pelanggaran
kesusilaan.
Dalam KUHP Pasal 285 dinyatakan barang siapa dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan,
1
Natangsa Surbakti, BPK Delik Khusus. Fakultas Hukum UMS. 2009
diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
Dan Pasal 290 KUHP dinyatakan diiancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun:
1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahui bahwa
orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduga, bahwa umumya belum lima belas tahun atau kalau umurya
tidak ternyata, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin;
3. barang siapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya
bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umumya tidak ternyata, bahwa
belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.
Sesuai dengan yang terdapat dalam Pasal 21 sampai dengan 25 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang mengatur tentang
anak yang mendapat perlakuan tidak layak, negara dan pemerintah mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab mengenai perlindungan anak. Penegakan hukum, dokter
dan psikiater anak, lembaga swadaya masyarakat, dan orang-orang yang peduli dengan
masalah anak semuanya diperlukan untuk mengatasi kejahatan remaja. Peraturan
Perundang-undangan saja tidak cukup untuk mengatasi kejahatan remaja.
Pelaku kejahatan biasanya menimbulkan berbagai kerugian pada korbannya,
termasuk pemerkosaan pada wanita. Seorang perempuan yang telah diperkosa tidak
hanya menderita secara fisik, tetapi juga akan mengalami banyak tekanan mental akibat
pemerkosaan tersebut, merasa kotor, berdosa, dan tanpa masa depan. Mereka juga
terkadang diperlakukan tidak adil oleh masyarakat karena budaya tabu terhadap seks di
luar nikah.2
Dalam kehidupan sekarang ini juga banyak faktor yang mempengaruhi tindak pidana
kesusilaan antara lain adalah kemajuan teknologi yang banyak disalahgunakan oleh
2
Didik M. Arief Mansur & Elisatris Gultom. 2007. Ugrensi Perlindungan Korban Kejahatan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
orang dewasa maupun anak dibawah umur yang sepatutunya tidak mereka ketahui
ketika masih dibawah umur.
Untuk penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kesusilaan oleh aparat
penegak hukum, harus ada pengaduan dari pihak pengadu, dan pengadu pada umumnya
adalah korban dari tindak pidana kesusilaan. Praktik penegakan hukum terhadap pelaku
tindak pidana kesusilaan dihadapkan pada permasalahan yang rumit, termasuk tindak
pidana di bidang kesusilaan. Meskipun dia adalah korban, pengaduannya kepada
penyidik tentang tindakan kesusilaan sama dengan mempromosikan dirinya sebagai
orang yang cacat moral.
Biasanya karena pelaku dan korban tindak pidana kesusilaan memiliki hubungan
atau kesamaan kenalan sehingga membuat korban enggan untuk melaporkan tindak
pidana kesusilaan tersebut. Ini bukanlah tindakan kesopanan; berbeda dengan kejahatan
lainnya. Selain keengganan korban untuk melaporkan kejahatan kesusilaan, proses
pembuktiannya terkadang sulit, mengakibatkan lebih sedikit kasus yang dilaporkan ke
penegak hukum dan hanya sedikit yang diadili dan dihukum.
2. Pembahasan
Menurut Prof. Mr. Roeslan Saleh pengertian kesusilaan hendaknya tidak dibatasi
pada pengertian kesusilaan dalam bidang seksual, tetapi juga meliputi halhal lain yang
termasuk dalam penguasaan norma-norma kepatutan bertingkah laku dalam pergaulan
masyarakat.
Kita tahu bahwa Indonesia adalah bangsa yang bermoral dan beradab, artinya
hal-hal yang berbau pornografi atau yang tidak senonoh merupakan hal yang tidak tidak
layak di mata masyarakat Indonesia.
Pada pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008, yaitu ” Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnyaInformasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan yangmelanggar kesusilaan”. Jadi unsur yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomer 11 tahun 2008 adalah :
1. Mendistribusikan.
a. Beberapa perbuatan yang melanggar kesusilaan yang diancam hukum dalam KUHP
dilakukan secara terselubung sehingga sulit untuk diketahui oleh para penegak hukum,
untuk menemukan adanya pelanggaran tersebut.
b. Kurangnya ahli didalam penegak hukum terhadap beberapa bentuk perbuatan yang
melanggar delik kesusilaan, terutama terhadap delik kesusilaan yang menyangkut
adegan-adegan porno yang melanggar ketentuan Undang-undang.
Salah satu faktor yang mengakibatkan terjadinya tindakan asusila terhadap anak
seperti yang terjadi di Jawa Tengah diatas adalah perkembangan teknologi yang melesat
sehingga banyak orang yang tidak terkontrol dalam mengakses hal-hal yang berkaitan
dengan asusila sehingga orang yang mengakses banyak ingin melakukan hal yang
melanggar hukum tersebut.
Hukum yang berlaku di suatu negara mempunyai maksud dan tujuan tertentu
guna mencapai keadaan aman dan damai. Hukum pidana di Indonesia sebenarnya telah
memberikan suatu bentuk perlindungan hukum, namun dalam prakteknya masih banyak
kekurangan. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hukum yang berlaku adalah
aturan.
Terlepas dari kenyataan bahwa jenis kejahatan dan metode yang digunakan
untuk melakukannya terus meningkat dengan kecepatan yang terus meningkat, undang-
undang yang ada untuk melindungi korban kejahatan hanya ditegakkan sebagian dan
tersebar di sejumlah undang-undang yang berbeda. peraturan. Akibatnya, itu hanya
berlaku untuk beberapa kejahatan.
Salah satu satu faktor kurangnya perlindungan terhadap koraban asusila adalah,
banyak ditemukan korban atau keluarganya yang menolak melaporkan kekerasan yang
menimpanya dengan berbagai alasan, antara lain takut akan ancaman dari pelaku atau
takut menjadi korban. masalah dilaporkan akan menyebabkan korban dan keluarganya
3
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
malu. Di masyarakat, kita sering menemukan pelanggaran. Sekalipun sikap pembiaran
ini dapat merugikan korban berupa penderitaan yang berkepanjangan, namun para
pelaku kejahatan tidak akan patah semangat untuk mengulanginya. akibat tidak adanya
laporan atau pengaduan dari korban atau keluarganya, maka sistem peradilan pidana
terhadap pelaku kekerasan tidak dapat berjalan.
Posisi korban di Pengadilan Pidana Indonesia masih belum ditangani secara adil
atau setara, padahal pemerintah sering bertindak tidak adil (dilupakan). Kondisi ini
berimplikasi pada dua hal mendasar: korban tidak mendapatkan perlindungan hukum
dan hakim tidak mengambil keputusan yang adil bagi korban, pelaku, dan masyarakat
lainnya, khususnya di bidang kesusilaan.
Dalam proses seperti ini, hukum pidana digunakan sebagai landasan beracara, dengan
tujuan untuk menemukan kebenaran materil yaitu kebenaran yang selengkap-
lengkapnya dan melindungi hak asasi manusia yang tidak selalu dilakukan dengan baik
dan benar. tidak sesuai dengan tujuan dari proses peradilan itu sendiri yaitu untuk
menemukan kebenaran yang hakiki agar masyarakat atau korban kesusilaan merasa
dilindungi oleh negara atau pemerintah.
1. Untuk Mendorong korban kekerasan untuk berperan serta dalam proses investigasi
dan penuntutan hukum melalui peraturan/prosedur yang menciptakan rasa aman
secara fisik dan psikologis.
3.Penutup
a.Kesimpulan
Dengan penjelasan yang diatas, bisa disimpulkan bahwa perlindungan hukum yang
diberikan pada pelaku kejahatan tindak pidana selama proses pemeriksaan sampai
dengan divonisnya tersangka, memunculkan kesan bahwa perlindungan terhadap
pelaku kejahatan memperoleh porsi lebih besar dibandingkan dengan korban kejahatan.
Sehingga muncul kesan bahwa korban kejahatan itu belum sepenuhnya memperoleh
perlindungan hukum.
b.Saran
Lingkungan dan budaya masyarakat yang relatif legal menentukan lokalitas nilai
disabilitas. Dengan kata lain, setiap lingkungan budaya memiliki caranya masing-
masing dalam mendefinisikan tindakan yang bertentangan dengan hukum pidana
kejahatan/pornografi. Di satu sisi, hukum menghormati budaya hukum setempat. Di sisi
lain, hukum—termasuk hukum pidana—berfungsi untuk mengarahkan individu
4
perlindungan saksi dan korban,yang terdapat dalam : http.www.google.co.id
menuju masyarakat ideal di masa depan. Hukum akan selalu mengikuti dinamika
masyarakat, namun dalam kaitannya dengan dinamika masyarakat, fungsi hukum
adalah untuk memperkuat norma-norma yang dianggap baik, melarang atau
mengarahkan tatanan masyarakat untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang
dianggap baik. menjadi tidak baik atau buruk, dan memilih untuk melakukan perbuatan
baik. Oleh karena itu, Tim Penyusun RUU KUHP berupaya mengembangkan kebijakan
hukum pidana nasional yang terkait dengan hukum yang hidup dan masyarakat.
Kebijakan tersebut penting untuk menegakkan hukum yang hidup dan berkembang di
masyarakat. Hukum-hukum tersebut hanya diberlakukan secara terbatas, sepanjang
sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan/atau asas-asas hukum umum yang dianut oleh
masyarakat bangsa-bangsa. Pasal 1 ayat (4) RUU KUHP memuat ketentuan tersebut.