Studi Hadist Elok 07 PDF
Studi Hadist Elok 07 PDF
Studi Hadits
Dosen Pengampu:
Oleh:
Elok Riska Wardani (2022390101583)
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY GENTENG
BANYUWANGI
2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum dalam Islam adalah al-Qur’an dan Hadits. Hadits adalah segala hal
yang berasal dari nabi Muhammad baik berupa perkataan, perbuatan dan
ketetapan. Kita termasuk penulis seringkali kurang memahami bahwa persoalan
kehidupan sehari-hari tidak bisa hanya berpedomankan kepada Al Qur'an saja,
karena banyak firman Allah yang tidak bisa langsung ditelan mentah-mentah
begitu saja, tetapi masih memerlukan penafsiran dimana yang mau tidak mau
memerlukan hadis atau sunnah untuk menafsirkannya atau menjelaskanya. Sebab
ayat-ayat al-Qur’an dalam hal itu hanya berbicara secara global dan umum, yang
menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasulullah.
Hadits merupakan pedoman hidup kaum muslimin yang kedua setelah al-
Quran. Bagi mereka yang telah beriman kepada al-Qur’an sebagai sumber hukum,
maka secara otomatis harus percaya bahwa hadits sebagai sumber hukum Islam
juga. Apabila hadis tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin
akan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal cara shalat, kadar dan ketentuan
zakat, cara haji dan lain sebagainya, itu kenapa kedudukan hadis dalam hukum
Islam sakral. Sebagaimana contoh perintah untuk sholat dalam QS Al Baqarah: 43
Dalam ayat ini Allah memerintahkan bahwa manusia yang beriman wajib
untuk menunaikan shalat tetapi allah tidak menjelaskan bagaimana tata cara
sholat. Maka di sinilah peran Hadis, Hadis memiliki banyak fungsi salah satunya
bayan tafsiri yaitu memberikan tafsiran dan rincian terhadap hal-hal yang sudah
dibicarakan oleh Al-Qur'an.
1
Maka hadis yang menjelaskan tentang ayat tersebut adalah hadis riwayat
Bukhari tentang tata cara salat yang berbunyi,
Pada masa Nabi, Umat Islam tidak mendapat kendala dalam memahami al-
Quran maupun Hadis. Tetapi setelah Nabi wafat, timbul permasalahan berkaitan
pemahaman terhadap al-Quran maupun Hadits. Begitu halnya keterangan-
keterangan dari Rasululah saw, yang selalu di imbangi oleh wahyu ilahi, baik
dalam ucapan maupun tindakannya. Hanya saja, disebabkan ucapan-ucapan
Rasulullah tersebut tidak di catat secara teliti di masa hidupnya seperti yang telah
dilakukan terhadap ayat-ayat al-Quran, maka timbulah beberapa persoalan
disekitar hadits-hadits beliau, baik yang bersangkutan dengan aqidah (ihwal
keimanan) atau Syariah (hukum-hukum yang mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhannya atau dengan sesamanya).
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi al-Qur’an
Turunnya al-Qur’an tidaklah sekali dalam bentuk mushaf yang terdapat pada
saat ini, melainkan al-Qur’an turun secara periodik atau bertahap. Tujuan dari
turunnya yang bertahap ini dimaksud agar memperbaiki umat manusia,
diantaranya sebagai penjelas, kabar gembira, seruan, sanggahan terhadap
musyrikin, teguran dan juga ancaman.
3
diantaranya untuk meneguhkan hati nabi karena setiap proses turun ayat disertai
dengan suatu peristiwa tertentu, dan agar mudah untuk dihafal. (Drajat, 2017: 35)
B. Definisi Hadis
Secara etimologi Hadis berasal dari kata (( حيدث – حدثartinya al-jadid “sesuatu
yang baru” atau khabar “kabar” (Al-Ghouri, 2007: 10). Maksudnya jadid adalah
lawan dari al-qadim (lama), seakan-akan dimaksudkan untuk membedakan al-
Qur’an yang bersifat qadim (Al-Azami, 2012: 1). Sedangkan khabar maksudnya
berita, atau ungkapan, pemberitahuan yang diungkapkan oleh perawi hadis dan
sanadnya bersambung selalu menggunakan kalimat haddatsana (memberitakan
kepada kami). (Majid Khon, 2015: 2)
Secara terminology, definisi hadis mengalami perbedaan redaksi dari para ahli
hadis, namun makna yang dimaksud adalah sama. Al-Ghouri memberi definisi
sebagai berikut;
“Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. dari perkataan, perbuatan,
taqrir” (Al-Ghouri: 10). Maksud dari fi’il (perbuatan) ialah perilaku nabi yang
bersifat praktis, dan taqrir (keputusan) sesuatu yang tidak dilakukan nabi tetapi
nabi tidak menginkarinya. Selain pengertian hadis di atas, istilah hadis juga sering
disamakan dengan istilah Sunnah, khabar, dan atsar, sebagaimana berikut;
a) Sunnah, yang berarti jalan yang terpuji. Sunnah ialah segala sesuatu yang
ditinggalkan oleh Rasulullah saw. berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat
fisik, atau akhlaq, serta perilaku kehidupan baik sebelum diangkat menjadi
Rasul (seperti mengasingkan diri yang beliau lakukan di Gua Hira’) atau
setelah kerasulan beliau. Adapun menurut “Ulama’ Fiqh”, Sunnah
merupakan segala sesuatu yang datang dari Nabi yang bukan fardlu dan
tidak wajib (Ash-Shiba’i: 65).
b) Khabar. Secara bahasa Khabar artinya al-Naba’ (berita). Selain itu khabar
juga berarti hadis, sebagai mana telah dijelaskan di atas. Khabar berbeda
4
dengan hadis, hadis adalah sesuatu yang datang dari Nabi, sedangkan
khabar ialah berita yang datang selain dari Nabi. Maka dapat disimpulakan
bahwa khabar lebih umum dari pada hadis. (Al-Thahan:16)
c) Atsar. Secara etimologi atsar berarti “sisa atau suatu peninggalan”
(baqiyat al-Syai). Sebagaimana dikatan di atas bahwa atsar adalah sinonim
dari hadis, artinya ia mempunyai arti dan makna yang sama. Selain itu
atsar adalah sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in, yang
terdiri dari perkataan atau perbuatan. Mayoritas Ulama’ lebih condong atas
pengertian khabar dan atsar untuk segala sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi saw dan demikian juga kepada Sahabat dan tabi’in. Jika ditinjau dari
segi makna hadis, maka hadis dapat di bagi menjadi tiga, yaitu Hadis
Qauli, Hadis Fi’li, dan Hadis Taqriri.
Adapun macam-macam hadis jika ditinjau dari segi penyandarannya maka ada
dua macam, yakni Hadis Nabawi (yang disandarkan kepada Nabi) dan Hadis
Qudsi (yang disandarkan kepada Tuhan/ Allah). Dalam penyebaran dan
pengajaran hadis, ada 8 prinsip yang dijadikan dasar oleh Rasulullah, yaitu:
a. Berangsur-angsur
b. Memperhatikan tempat
c. Ilmu yang layak dan tepat
d. Redaksi yang fleksibel
e. Praktis dan ilmiah
f. Menghormati perbedaan antar individu, bahasa, waktu, dan tempat
g. Mempermudah dan tidak mempersulit
h. Universal sehingga meliputi dewasa, anak-anak, laki-laki, dan
perempuan ( Majid Khon. 2014: 39).
Kedudukan hadis dalam Islam yaitu sebagai sumber hukum. Para ulama juga
telah sepakat dasar hukum Islam adalah al-Quran dan Hadis/sunnah. Kedudukan
5
Sunnah sebagai salah satu sumber ajaran Islam telah disepakati oleh hampir
seluruh ulama dan umat Islam. Akan tetapi, kenyataan yang ada menunjukkan
bahwa ada sebagian kecil dari kalangan ulama dan umat Islam yang justru
menolak Sunnah. Mereka inilah yang dikenal sebagai kalangan “inkar as-
sunnah”. Mereka berpendapat bahwa sumber ajaran Islam itu hanya satu, yaitu al-
Quran. Paham ini telah ada sejak tahun 204 H/820 M.
6
Sesuatu yang tidak memberikan kaedah ilmu qath’iy tidak dapat digunakan
sebagai hujjah untuk menetapkan aqidah dan tidak pula dapat digunakan
mewajibkan beramal (Rofiah, 2018: 50-51).
Sumber hukum pertama adalah al- Qur’an, yaitu wahyu atau kalamullah yang
sudah dijamin keontentikannya dan juga terhindar dari intervensi tangan manusia.
Sehingga dengan penyucian tersebut meneguhkan posisi al-Qur’an sebagai
sumber hukum yang utama. Oleh karena itu, sebagai sumber utama hendaklah ia
memiliki sifat dinamis, benar,dan mutlak. Sudah selayaknya jika al-Qur’an
bersifat dinamis, benar, dan mutlak. Dinamis dalam arti al-Qur’an dapat
diterapkan di manapun, dan kapanpun, serta kepada siapapun. Kebenaran al-
Qur’an dapat dibuktikan dengan realita atau fakta yang terjadi
sebenarnya.Terakhir, al-Qur’an tidak diragukan kebenarannya serta tidak akan
terbantahkan.
Hadis dalam Islam menempati posisi yang sacral, yakni sebagai sumber hukum
setelah al-Qur’an. Maka, untuk memahami ajaran dan hukum Islam, pengetahuan
terhadap hadis haruslah suatu hal yang pasti. Rasulullah saw. adalah orang yang
diberikan amanah oleh Allah swt untuk menyampaikan syariat yang
diturunkannya untuk umat manusia, danbeliau tidak menyampaikan sesuatu
terutama dalam bidang agama, kecuali bersumber dari wahyu. Oleh karenanya
kerasulan beliau dan kemaksumannya menghendaki wajibnya setiap umat Islam
untuk berpegang teguh kepada hadis Nabi saw.
7
tinggi. Maka eksistensi dan keberadaan hadis sebagai bayyan tergantung
kepada eksistensi al-Qur’an.
c) Sikap para sahabat yang selalu merujuk kepada al-Qur’an terlebih dahulu
jika bermaksud mencari jalan keluar atas suatu masalah. Jika di dalam al-
Qur’an tidak ditemukan maka merreka merujuk kepada Sunnah yang
mereka ketahui, atau bisa menanyakan kepada sahabat yang lain.
Pada dasarnya Hadis Nabi adalah sejalan dengan al-Qur’an karena keduanya
bersumber dari wakyu. Akan tetapi mayoritas hadis sifatnya adalah operasional,
karena fungsi utama hadis adalah sebagai penjelas atas al-Qur’an. Secara garis
besar, fungsi Hadis terhadap al-Qur’an ada tiga, diantaranya (Yuslem, 1998: 63-
65).
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
ix
DAFTAR PUSTAKA
Khon, Abdul Majid. 2014. Takhrij &Amp; Metode Memahami Hadis. Jakarta:
Amzah