Anda di halaman 1dari 12

OTITIS MEDIA PENDAHULUAN

Otitis Media adalah peradangan dari telinga tengah. Secara embriologi perkembangan telinga dimulai pada minggu ke 3 intra-uterine. 7 Dalam klasifikasnya, Otitis media dikelompokan berdasarkan durasi penyakit yaitu Otitis media akut dan otitis media kronis, bila berdasarkan keadaan sekret maka otitis media dibedakan atas Otitis media supuratif dan otitis media non-supuratif, atau dapat juga dibedakan berdasarkan keadaan gendang telinga. Selain itu, otitis media dengan etiologi spesifik seperti Otitis media akibat tuberkulosis atau luwes di klasifikasikan sebagai otitis media spesifik.5, 7 Pada pertengahan 1930-an angka mortalitas dan penyulit serius dari otitis media telah sangat menurun, dikarenakan penggunaan antibiotik yang sudah meluas. Morbiditas seringkali berarti gangguan pendengaran yang mengganggu fungsi sosial, pendidikan, dan profesional. Pada usia sekolah, gangguan-gangguan telinga tengah yang lazim terjadi seperti ; anak tersebut memperlihatkan hasil yang buruk disekolah hingga gangguan ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan penyaring untuk selanjutnya didiagnosis dan diobati.3 Beragam hasil riset menunjukan presentasi morbiditas Otitis Media, 75%-90% penderita mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum umur tiga tahun. Insiden tertinggi otitis media terjadi pada umur 6 bulan 18 bulan dan terjadi penurunan insiden pada anak diatas umur 7 tahun. Pada daerah negara miskin dan berkembang dengan hygene buruk, prevalensi otitis media mencapai 11%.1,2,4

TINJAUAN PUSTAKA

Secara anatomis telinga tengah dibentuk oleh cavum timpani, ossicles, additus ad antrum-recess yang menghubungkan dengan cavum mastoid, attic-superior dari cavum dengan tegmen timpani sebagai atap, terdapat tuba eustachii di dinding depan kavum timpani yang berfungsi sebagai penyeimbang tekanan udara yang terhubung dengan nasofaring.1 Fungsi telinga tengah pada dasarnya untuk transformasi, transmisi dan amplifikasi suara yang akan memburuk pada penderita otitis media. Transmisi sensorineural (koklearis dan saraf kranial VII) dan keseimbangan (apparatus vestibular) dapat terjadi pada sekuel otitis media.1,7 Gejala umum otitis media berupa nyeri telinga, iritabilita, demam, discharge dari telinga bahkan vertigo. Pada otitis media dapat ditemukan penurunan pendengaran dan pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis, namun kultur dari cairan discharge pada otitis media tidak sepenuhnya dibutuhkan.2,8 Karena dipengaruhi variasi anatomis individu, otitis media dapat memberikan gambaran klinis berbeda pada tiap orang tergantung durasi sakit, keparahan dan progresi penyakit. Komplikasi dapat bersifat extra dan intrakranial diakibatkan oleh otitis media yang tidak diterapi atau diterapi dengan tidak adekuat.2 Otitis media mengalami resistensi terapi dapat ditemukan apabila terjadi demam persisten, otalgia dan membrane timpani tampak merah dan bulging, atau otorea persisten selama lebih dari tiga hari dengan terapi antibiotic.5

KLASIFIKASI OTITIS MEDIA Morris dan Leach menyatakan tanda untuk otitis media akut tanpa perforasi adalah bulging membrane timpani, sedangkan otitis media akut dengan perforasi adalah discharge yang tiba tiba keluar melalui membrane yang perforasi dengan atau tanpa rasa nyeri.5 Otitis media akut disebut kambuh apabila terjadi 3 kali episode OMA dalam 6 bulan. Otitis media dengan effusion ditandai dengan effuse cairan ditelinga tengah yang asimptomatis, konfirmasi keadaan ini adalah dengan otoskopi atau timpanometri. OMSK ditandai dengan discharge yang keluar melalui membrane timpani lebih dari 6 minggu.2,5,7 Penjelasan singkat pada otitis media dengan tipe tipe tertentu dapat diberikan namun umumnya otitis media dibedakan atas OMA, OMK dan OME. Otitis media barotraumas disebabkan karena ketidak seimbangan antara tekanan atmosfir dan telinga tengah yang semestinya dapat difasilitasi oleh tuba eustachii. Kenaikan atau perubahan ketinggian secara cepat atau penyelaman bawah air adalah penyebab utama.1,7

OTITIS MEDIA AKUT Secara genetis, Otitis Media Akut (OMA) dapat dipengaruhi oleh bentuk tengkorak atau defek imunologis. Insiden OMA pada anak umur 7 tahun adalah 93% pernah terjadi OMA sekali atau lebih, 39% menderita OMA 6 kali atau lebih dan terdapat 20% anak umur 10 tahun yang juga mendapat OME 3 bulan setelah menderita OMA. Umur predominan antara 6-18 bulan, dan menurun pada umur 7 tahun; jarang terjadi pada orang dewasa dan selain itu OMA lebih sering di derita oleh pria ketimbang wanita.1,3,4 Otitis Media Akut (OMA) biasanya diakibatkan oleh infeksi bakteri dengan ko-infeksi virus dari saluran pernapasan atas; Ditandai dengan awitan mendadak. OMA

disebut kambuhan atau recurrent adalah ketika 3 atau lebih episode OMA dalam 6 bulan atau 4 atau lebih episode OMA dalam 1 tahun.2,5 Keluhan utama penderita OMA adalah otalgia atau telinga sakit. Keluhan utama didahului riwayat URTI (upper respiratory tract infection). Selain itu dapat ditemukan keluhan tambahan berupa demam, demam bisa sangat tinggi mencapai 4041C. Selain itu terdapat penurunan pendengaran, mobilitas gendang telinga menurun(pada pemeriksaan otoskop pneumatik), membran timpani bulging, opaque, kadang tampak kekuningan atau hiperemis.2,5 Pada bayi berumur kurang dari tiga tahun, keluhan yang tampak dapat berupa iritabilita, demam, bangun tengah malam, hidung berair, nafsu makan turun dan konjungtivitis. Bayi yang sudah bisa berjalan atau duduk tegak dapat kehilangan keseimbanga. Pada pemeriksaan otoskop akan ditemukan bahwa membrane timpani mengalami bulging, lebih opaque dan dapat tampak kekuningan atau hiperemis.2,5,8 OMA dapat kambuh sewaktu waktu dipengaruhi berbagai faktor seperti kebersihan perawatan, pengaruh asap rokok, saudara seasuh yang menderita OMA, menetek atau minum susu dengan posisi terlentang. Selain itu juga deformitas kogenital dari orofasial merupakan faktor lain selain gangguan kekebalan tubuh termasuk dalam hal ini kandungan immunoglobulin yang diberikan air susu ibu.4 Wilson et al menulis bahwa kuman yang paling sering mengakibatkan Otitis Media adalah Streptococcus pneumoniae yang menginfeksi 30-40% seluruh kasus. Namun pada pemeriksaan kultur dapat ditemukan S pneumoniae, strains H influenzae (21%), M catarrhalis (12%), S aureus, GAS (2-6%), dan gram-negatif lainnya termasuk Pseudomonas aeruginosa. Infeksi Penicillin-resistant S pneumoniae (PRSP) mengalami peningkatan pada masyarakat dapat juga menjadi penyebab OMA. PRSP sering terjadi ada anak < 6 tahun, yaitu pada anak anak yang telah mendapat terapi antibiotik, yang pernah menderita OMA dan anak anak yang dititipkan di tempat penitipan.1,2,3

H. Influenza dan Moraxella (Branhamella) catarrhalis adalah patogen yang mampu memproduksi beta lactamases sehingga dapat menghidrolisis amoxicillin dan beberapa cephalosporins. Namun, berdasarkan dambro, kami mendapati bahwa 20 30% OMA dapat juga bersifat steril atau non-patogen pada pemeriksaan mikrobiologi.2 Organisme gram-negatif seringkali menginfeksi neonatus. Jarang sekali infeksi M. Pneumonia, yaitu infeksi dengan lesi bulosa pada membrane timpani. Infeksi Chlamidia trachomatis dapat terjadi pada bayi. Infeksi lainnya dapat disebabkan mikobaterium atau diphtheria. Ruohola et al menyatakan bahwa OMA disebabkan infeksi campuran dari infeksi bakteri dan virus, 60% dari virus tersebut berasal dari spesies Piconavirus.2,4 Komplikasi dari OMA dapat terjadi apabila terapi yang diberikan tidak cukup adekuat atau keadaan pasien tidak mendukung tercapainya kesembuhan seperti imundefisien atau telah terjadi perforasi dan infeksi sekunder kuman lain. Adapun komplikasi dapat bersifat intracranial atau ekstrakranial seperti Acute mastoiditis, subperiosteal abscess, facial nerve paralysis, labyrinthitis and petrositis adalah contoh komplikasi ekstrakranial. Dimana yang intracranial meliputi komplikasi ektradural dan subdural abses, meningitis, otitik brain abscesses, hydrocephalus dan lateral sinus thrombosis.2,5,6

OTITIS MEDIA EFUSI Otitis Media Efusi (OME) adalah peradangan persisten yang mengakibatkan penumpukan cairan di telinga tengah yang asimptomatis dapat diawali atau tidak dapat diawali dengan OMA. Patogenesisnya di awali dengan gangguan tuba eustachi yaitu terjadinya aerasi yang buruk pada telinga tengah dan buruknya drainase dari sekret.1,8 Kemudian, keadaan ini menghasilkan hiperaktifitas telinga tengah yang mengakibatkan akumulasi dari secret mucus. Seperti halnya OMA, OME juga merupakan masalah

predominan pada anak anak. Sekitar 85% kasus OME terjadi pada anak anak dan 2040% merupakan infeksi bakteri yang terselubung.1 Terdapat beragam sebab terjadinya OME pada orang dewasa dan anak anak. Pembesaran adenoid, infesi saluran nafas atas, defek kongenital merupakan penyebab utama pada anak anak. Apabila OME terjadi pada dewasa, kerap kali disebabkan alergi, barotraumas, tumor nasofaring atau rinosinusitis. Penyebab lain yang mempengaruhi adalah intubasi nasotrakeal yang berkepanjangan, operasi kepala-leher seperti maksilektomi, radioterapi pada daerah kepala dan leher juga gangguan imunodefisien seperti multiple myeloma, sistik fibrosis dan HIV/AIDS.1,5 Gejala klinis otitis media dengan efusi biasanya adalah tuli konduktif ringan hingga sedang (40dB). Biasanya sering terjadi pada umur dibawah lima tahun. Biasanya pada pemeriksaan timpanometri dapat kita perkirakan keadan ini. Efek tekanan dari efusi dapat mengakibatkan otalgia. Lebih jauh lagi, awitan dini dari OME dapat mengakibatkan gangguan wicara. Pada pemeriksaan otoskop dapat ditemukan membrane intak namun cembung ditandai menyempitnya reflek cahaya, warnanya bisa cokelat atau kemuning. Membran timpani dapat menunjukan garis cairan dan/atau gelembung udara bila efusi berupa cairan serosa dan membrane tersebut transparan.1 OME akut dapat terjadi karena infeksi saluran nafas atas dan alergi biasanya sembuh spontan tanpa komplikasi. Bagaimanapun juga bila OME tidak kunjung membaik dalam 6 minggu, maka akan menjadi kronis dengan komplikasi serius seperti membrane timpani yang mengalami atrofi sebagai akibat dari penipisan dan degenerasi lapisan fibrosa dari membran.1 Karena itu dapat terjadi atelektaksis dari telinga tengah dan retraksi membrane.8 Keterlibatan pars tensa dari membrane akan menghasilkan retraksi bentuk kantung dekat attic yang dapat memicu kolesteatoma.1 Komplikasi lain yang dapat terjadi pada OME kronis termasuk nekrosis tulang pendengaran terutama pada crus longus incus. Timpanoskelosis adalah deposit kalsium pada membrane timpani dan sendi tulang pendengaran dapat menghambat pergerakan dan penyaluran

gelombang suara. Sekret yang statis pada telinga tengah dan mastoid juga dapat mengakibatkan terbentuknya granuloma dari kolesterol.1,8,9 Terapi yang diberikan kepada pasien OME diawali dengan audiometric spesifik untuk menginvestigasi kemampuan telinga. Roentgen mastoid (posisi Towne dan Owen) dan sinus paranasal (occipitomental, occipitofrontal dan lateral) untuk menentukan focus infeksi dari mastoid atau dari sinus. CT dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis yang lebih baik namun tidak dapat dilakukan di negara berkembang karena ketidak mampuan.1,2 Prinsip terapi diutamakan dari evakuasi dari cairan, menghilangkan penyebab dan menghindari kekambuhan yang dapat tercapai melalui terapi medis atau operasi atau keduanya.6 Terapi medikamentosa dapat menggunakan vasokonstriksor//nasal

dekongestan untuk menurunkan edem dari tuba eustachii, hidung dan mukosa telinga tengah juga memicu aerasi telinga tengah. Selain itu, berikan terapi antibiotic untuk menangani infeksi terselubung. Penggunaan anti alergi untuk kasus yang teridentifikasi sebagai kasus atopi/alergi dan latihan fisik yang relevant seperti latihan gerak rahang (melalui mengunyah permen karet) dan valsava maneuver untuk memprebaiki aerasi telinga tengah akan sangat membantu. Bagaimanapun, berdasarkan bukti epidemiologi yang terbaik adalah vasokonstriktor dan dekongestan nasal sebagai terapi OME.2,6 Terapi operasi dilakukan bila menejemen konservatif tidak memadai untuk menyelesaikan masalah. Seperti untuk mengatasi penyebabnya berupa perbaikan bentuk palatum, antrostomi dan pembilasan, adenoidektomi atau tonsilektomi. Kemudian apabila keadaan efusi sangat banyak dan kental, miringotomi dapat di indikasikan dengan melakukan insisi vertical pada segmen antero-inferior atau antero superior dari membrane timpani dengan disertai micro-suction. 2,5,8

OTITIS MEDIA KRONIS Otitis Media Kronis (OMK) adalah abnormalitas permanent dari membrane timpani dikarenakan infeksi telinga tengah yang lama dan berkelanjutan dari fase OMA, OME atau tekanan negative dalam telinga tengah. Dalam sejumlah buku OMK merujuk kepada otitis media kronik supuratif yaitu ketika ditemukan secret supuratif. Berdasarkan klinis, OMK dibedakan atas OMK aktif, OMK inaktif atau OMK tertangani. Secara patologi dapat dibedakan sebagai OMK mucosal dan skuamosa. Lebih jauh lagi OMK dapat dibedakan berdasarkan perforasinya sebagai tubotimpani safe atau unsafe. Apabila perforasi terjadi pada pars flaksida maka keadaan tersebut disebut unsafe karena potensinya untuk membentuk kolesteatoma.4,7,8 Otitis media kronis dapat menjadi kelanjutan dari OMA dan OME yang tidak di management dengan baik. Orang orang dengan abnormalitas kraniofasial, gangguan imun dan penyakit gastroesofangeal memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita OMK. Biakan OMK menunjukan infeksi Pseudomonas aeruginosa, proteusspp, E. coli and Staphylococcus areus. Dan infeksi anaerob Peptostreptococcusspp, Prevotella melaninogenica and B.fragilis.1 Gejala klinis dari OMK tanpa komplikasi tidak sering dikeluhkan seperti pada kasus OMA. Pasien umumnya afebris dengan riwayat secret telinga yang keluar menerus dan berkepanjangan. Bila secret itu mukopurulen, biasanya menunjukan aktifnya kelenjar mukosa. Bila secret berbau dan kadang bercampur darah biasanya menunjukan OMK aktif skuamosa atau biasa disebut kolesteatoma. Keadaan ini bisa terjadi unilateral atau bilateral. Nyeri telinga bukan keluhan utama kecuali bila OMK dengan komplikasi. Tuli konduktif atau tuli campuran merupakan keluhan yang umum.1,2

PEMERIKSAAN PENUNJANG: Pemeriksaan yang diperlukan untuk Otitis Media meliputi timpanomimetri untuk mencari tahu keberadaan cairan dalam telinga tengah, akustik reflektometri, Tes Pendengaran, Nasofaringoskopi, Timpanosintesis untuk mikrobiologi apabila terapi tida mengalami kemajuan, dapat diikuti dengan miringotomi kemudian .2

PENATALAKSANAAN Pasien rawat jalan kecuali bila memerlukan terapi operatif. Pada orok < 2 bulan maka di indikasikan rawat inap. Terapi watchful-waiting dapat dilakukan dan juga berikan terapi simptomatis tanpa antibiotic untuk 2-3 hari. Bila keluhan berlanjut berikan amoxicillin sebagai terapi first-line.2 Terapi otitis media dengan membrane bulging adalah amoxicillin dosis tinggi (80-100 mg/kg berat badan per hari oral) diberikan selama 7 hari. Terapi otitis media tanpa membrane bulging adalah dengan strategi pemberian antibiotic.5 Otitis media kambuhan dapat diberikan imunisasi dengan vaksin influenza. Otitis media yang telah mengalami resistensi diterapi dengan amoxicillin- klavunalat dosis tinggi selama 7 hari, cefuroxime axetil (30 mg/kg dua kali sehari peroral) untuk 7 hari.1,5 INDIKASI OPERATIF Pada kasus OME dapat dirujuk untuk operasi bila: > 4-6 bulan bilateral OME, dan/atau > 6 bulan unilateral OME, dan/atau ketulian diatas 25 dB dan untuk kasus OMA kambuhan: Rujuk ke operasi bila > 2 atau 3 episode OMA dengan kemoproprilaksis. Timpanostomi tube dan adenoidectomo efektif sebagai prosedur operasi untuk OME dan OMA kambuhan namun tidak untuk semua kasus.1,5,6

MEDIKAMENTOSA Drug of choice atau pemilihan terapi untuk penderita OMA adalah amoxicillin dengan dosis 40-45 mg/kg 2 x sehari untuk umur diatas 2 tahun, diberika selama 5-7 hari terapi tanpa komplikasi; mungkin penisilin/sefalosporin yang paling efektif telah mengalami resistensi sedang untuk kuman pneumococci. Sedangkan untuk OMA kambuhan diberikan amoxicillin 20 mg/kg sehari untuk 3-6 bulan atau hingga cuaca mendukung terapi dihentikan.2,8 Bagi penderita OME dengan terapi antihistamin dan dekongestan yang tidak lagi efektif, pemberian kortikosteroid tidak dianjurkan, amoksilin dapat efektif pada 1015%.. Terapi antipyrine-benzocaine (Auralgan) drops dan acetaminophen (Tylenol) namun harus terus dipantau. Resolusi klinis spontan pada 81% kasus. Kontraindikasi terapi adalah alergi penisilin. 2 Prognosis untuk penderita OMA bahwa gejala biasa membaik dalam 2-3 hari; OME akan sembuh dalam 3 bulan dalam 90% dan untuk OME sekitar 50% akan sembuh 8 minggu setelah terapi. Untuk pasien OMA dan OME kambuhan: Biasanya terjadi pada anak umur sekolah, jarang dengan komplikasi. 2,4,5

10

KESIMPULAN
Otitis Media adalah penyakit telinga tengah yang dominan di derita anak anak. Otitis media diklasifikasikan menjadi tiga macam, Otitis media akut yang memiliki gejala nyeri telinga dan di awali infeksi saluran nafas atas. Sedangkan otitis media efusi memiliki keluhan utama berupa keluarnya discharge dari telinga setelah di dahului dengan tanda tanda radang di telinga tengah. Dan otitis media kronik adalah radang telinga tengah yang telah menimbulkan kelainan patologis yang irreversibel. Pemeriksaan yang diperlukan meliputi timpanomimetri, Tes Pendengaran, Nasofaringoskopi, Timpanosintesis. Penatalaksanaan untuk otitis media dapat diberikan antibiotik, analgetik antipiretik, dekongestan untuk efusi dan cuci telinga dengan H2O2 bila ditemukan perforasi.

SARAN
Bagi orangtua yang apabila anaknya mengalami infeksi saluran nafas atas yang akut, segeralah ditangani secepatnya. Berikan obat-obat yang dapat meredakan infeksi tersebut, yaitu obat-obat analgetik antipiretik. Karena apabila tidak ditangani secara cepat, dapat berkomplikasi menjadi otitis media akut. Jika sesorang yang sudah mengalami otitis media, hendaknya tidak diperbolehkan untuk berenang atau melakukan kegiatan yang menyebabkan telinganya kemasukan air. Tidak diizinkan untuk mengorek telinga sendiri.

PENUTUP

11

Demikianlah refarat ini dibuat, semoga membantu kita semua dalam melakukan penegakan diagnosa dan penatalaksanaan terhadap penyakit otitis media.

DAFTAR PUSTAKA

1. 2. 3.

Adams, George L. M.D et all. BOIES Fundamentals of otolaryngology. Edisi VI. EGC, Jakarta : 1997. Dambro MR, Griffith JA. Griffith's 5 Minute Clinical Consult. Baltimore, MD: Lippincott, Williams, and Wilkins; 1999. Hendley, Owen J. M.D. OTITIS MEDIA CLINICAL PRACTICE. N Engl J Med, Vol. 347, No. 15. 2002. 1169-1174.

http://content.nejm.org/cgi/reprint/347/15/1169.pdf 4. Linsk, Richard L. MD, PhD. Otitis Media: Guidelines for Health System Clinical Care. 2007. http://cme.med.umich.edu/pdf/guideline/OM07.pdf 5. Peter S Morris, Amanda J Leach. Managing otitis media: an evidence-based approach. 2009;32:1559. http://www.australianprescriber.com/upload/pdf/articles/1062.pdf 6. 7. 8. 9. John F. Murray, Jay A. Nadel, Russell Murray. Textbook of Respiratory Medicine 3rd edition (Two-Volume Set). W B Saunders; 2000. Soepardy, A. Efianty dkk. Buku ajar I.K THT-KL. EDISI VI. Balai Penerbit FK UI, Jakarta : 2008. Lawrence M. Tierney, Jr., Stephen J. McPhee, Maxine A. Papadakis. Current Medical Diagnosis & Treatment 2003, Forty-Second Edition. The McGraw-Hill; 2003. Walter R. Wilson, W. Lawrence, MD Drew, Nancy K., Phd Henry, Merle A., MD Sande, David A., MD Relman, James M., MD Steckelberg, Julie Louise, MD Gerberding. Current Diagnosis & Treatment in Infectious Diseases 1st edition. McGraw-Hill/Appleton & Lange; 2001.

12

Anda mungkin juga menyukai