Anda di halaman 1dari 47

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP

KEPATUHAN IBU HAMIL DALAM MELAKUKAN


KUNJUNGAN ANC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
BIROMARU

Proposal Penelitian

Oleh :

ANGRAINI WULANDARI
NIM: N21020023

PRODI D-III KEPEAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS TADULAKO
PALU 2020
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh Tim Penguji prodi D-III
keperawatan fakultas keedokteran universitas tadulako.

Nama : ANGRAINI WULANDARI

Nim : N21020023

Palu, Desember 2022

Pembimbing I,

Dr. Ratna Devi,Skm,M,Kes


Nip.

Mengetahui

Koordinator program studi

Dr. Fauzan,Skm,M,Kes

Nip. 1962022019831

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR...................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................3

C. Tujuan Penelitian............................................................................3

D. Manfaat Penelitian..........................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................6

A. Konsep ANC..................................................................................6

1. Pengertian.................................................................................6

2. Etiologi.....................................................................................6

3. Klasifikasi.................................................................................7

4. Manifestasi klinis.....................................................................8

5. Patofisiologi...........................................................................10

6. Pthway....................................................................................11

7. Pemeriksaan Penunjang..........................................................12

8. Penatalaksanaan.....................................................................12

9. Komplikasi ............................................................................14

B. Konsep Asuhan Keperawatan Anc ..........................................14

iii
1. Pengkajian..............................................................................14

2. Diagnosa Keperawatan...........................................................18

3. Perencanaan Keperawatan......................................................19

4. Implementasi keperawatan.....................................................32

5. Evaluasi Keperawatan............................................................32

BAB III METODE PENELITIAN............................................................33

A. Jenis Penelitian..............................................................................33

B. Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................33

C. Subjek Penelitian...........................................................................33

D. Definisi Operasional......................................................................33

E. Pengumpulan Data.........................................................................35

F. Analisa Data...................................................................................36

G. Etika Penelitian..............................................................................37

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................39

LAMPIRAN

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Antenatal Care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan

kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Dengan demikian mampu menghadapi

persalinan, kala nifas, pemberian ASI, dan kembalinya kesehatan reproduksi

secara wajar. Pemeriksaan Antenatal Care adalah pemeriksaan kehamilan yang

dilakukan untuk pemeriksaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan

upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditentukan. Aryanti (2020:95)

Hubungan dukungan keluarga dengan kunjungan ANC atau motivasi merupakan

sesuatu hal yang menyebabkan dan yang mendukung tindakan atau perilaku

seseorang. Dukungan mengacu pada dorongan dan usaha untuk memuaskan

kebutuhan atau suatu tujuan.Dukungan menjadi suatu alasan seseorang untuk

bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (Notoadmojo, 2012.

Dalam Prasetyaningsih, 2020). Pelaksanaan Antenatal Care, ibu akan semakin

teratur jika mendapat dukungan besar dari keluarga. Dalam hal ini dukungan dari

suami, keluarga dan masyarakat sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan

ANC. keluarga merupakan unit terkecil masyarakat yang terdiri atas dua orang

atau lebih adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah, hidup dalam satu

rumah tangga berinteraksi satu kebudayaan. Jadi dapat dikatakan bahwa salah

1
satu konsep solusi untuk meningkatkan kunjungan kehamilan adalah dengan

melibatkan keluarga terutama suami dalam memberikan dukungan sehingga ibu

hamil bisa patuh menjalani kunjungan kehamilan.(Sulistiyowati,

2017. Dalam Mila Syari, 2019).

Suami dan keluarga apabila tidak mendukung pada masa kehamilan ibu

dikhawatirkan ibu tidak dapat beradaptasi dengan baik mengenai

ketidaknyamanan kehamilan.Untuk mengurangi resiko pada kehamilan yang

disebabkan kurangnya dukungan keluarga maka setidaknya tercipta komunikasi

yang baik khususnya dengan pasangan, keluarga, teman. Komunikasi atau

hubungan emosional yang baik akan membantu menghadapi kesulitan dan

kesedihan. Berdasarkan hal tersebut janin dapat mengalami keterham batan

perkembangan atau gangguan emosi saat lahir jika stres ibu tidak tertangani, oleh

karna itu dukungan keluarga khusunya suami mempunyai andil yang besar dalam

menemukan status kesehatan ibu.Untuk lebih mengoptimalkan ketepatan jadwal

kunjungan ANC maka penerapan kelas ibu hamil dan penyuluhan secara rutin

sangat diperlukan (Sella Citra Pratiwi, 2020). Antenatal Care merupakan

program yang mampu menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Program

antenatal care mampu mendeteksi secara dini komplikasi sejak kehamilan diikuti

dengan pendidikan kesehatan dan pencegahan komplikasi kehamilan. Standar

frekuensi kumjumgan antenatal care berdasarkan rekomendasi WHO pada tahun

2016 adalah 8 kali. (SariPriyanti, dkk, 2020)


Menurut World Health Organization (WHO), program antenatal care (ANC)

pada tahun 2002 yaitu kunjungan antenatal care dilakukan 4 kali terdiri dari

kunjungan pertama pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu, kedua pada

umur kurang lebih 26 minggu, ketiga pada umur kehamilankurang lebih 32

minggu dan keempat pada umur kehamilan kurang lebih 38 minggu. Program ini

mengalami perkembangan pada tahun 2016, kunjungan pemeriksaan kehamilan

dengan standard 8 kali kunjungan sebagai upaya menurunkan angka kematian

perinatal dan kualitas perawatan pada ibu. 8 kali kunjungan antenatal care

ditetapkan berdasarkan riset dan meliputi kontak pertama dengan petugas

kesehatan pada umur kehamilan kurang lebih 12 minggu, kedua pada umur

kehamilan kurang lebih 20 minggu, kontak ketiga pada umur kehamilan kurang

lebih 26 minggu, kontak keempat umur Kehamilan kurang lebih 30 minggu,

kontak ke lima umur kehamilan kurang lebih 34 minggu, kontak ke enam umur

kehamilan kurang lebih 36 minggu, kontak ke tujuh umur kehamilan kurang

lebih 38 minggu, dan kontak ke delapan pada umur kehamilan 40 minggu

(WHO, 2016. Dalam Sari Priyanti, dkk, 2020).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2012) Kunjungan ANC oleh ibu hamil

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor internal seperti paritas, usia ibu, dan

juga faktor eksternal seperti pengetahuan ibu, sikap, kondisi social ekonomi,

social budaya, geografis, informasi dan juga dukungan, baik dukungan dari

dukungan petugas kesehatan maupun dukungan dari keluarga ibu. (Artika, 2016.

Dalam Prasetyaningsih, 2020)


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “bagaimana hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan ibu

hamil dalam melakukan kunjungan ANC diwilayah kerja puskesmas biromaru

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengidentifikasi dukungan keluarga terhadap kepatuhan ibu hamil

dalam melakukan kunjungan ANC di wilayah kerja puskesmas biromaru

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas biromaru

Memberikan data awal tentang tugas kesehatan keluarga terutama dalam

dukungan keluarga kepatuhan ibu hamil dalam melakukan kunjungan ANC


sebagai acuan untuk pembinaan asuhan keperawatan keluarga dalam

pentingnya program ANC pada ibu hamil.

2. Bagi Peneliti dan Peneliti lain

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi penulis dan

penelitian ini diharapkan sebagai pedoman dan tolak ukur keberhasilan yang

dapat di capai dalam asuhan keperawatan keluarga dengan kasus kepatuhan

ibu hamil tentang pemeriksaan ANC dalam melakukan penelitian

selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep ANC

1. Definisi

Menurut WHO (2016) secara klinis diare didefinisikan sebagai

bertambahnya BAB dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan

perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah.

Menurut Depkes RI (2016), diare adalah sesuatu penyakit dengan

tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang

melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar

biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.

Menurut Suardi & Rita (2016), diare diartikan sebagai suatu keadaan

dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang

terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk

encer atau cair.

Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak

normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat

disertai atau tanpa disertai darah atau lender sebagai akibat dari terjadinya

proses inflamasi pada lambung atau usus (Lestari.T, 2016)

6
2. Etiologi

a. Faktor Infeksi

Infeksi eternal; infeksi saluran pencernaan yang merupakan

penyebab utama diare pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. Coli,

Salmonelia, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dll), infeksi

virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll) infeksi parasit

(C. Albicans). Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem

pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti; otitis media akut,

tonsillitis, bronkopneumonia, ensefasilitis, dan sebagainya.

b. Faktor Malabsorbsi

Malabsorbsi karbohidrat; disakarida (Intoleransi laktosa, Maltosa,

dan Sukrosa), monosakarida (Intoleransi glukosa, Fruktosa, dan

Galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang terpenting

pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak

dan protein.

c. Faktor Makanan

Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun

dan alergi terhadap jenis makanan tertentu (Lestari.T, 2016)

3. Manifestasi Klinis

Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan),

tanda-tandanya : Berak cair 1-2 kali sehari, muntah (-), haus (-), nafsu makan
tidak berkurang, masih ada keinginan untuk bermain. Pada anak yang

mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Tanda-tandanya : bera cair

4-9 kali sehari, kadang muntah 1-2 kali sehari, suhu tubuh kadang meningkat,

haus, tidak ada nafsu makan, badan lesu lemas. Sedangkan pada anak yang

mengalami diare dengan dehidrasi berat. Tanda-tandanya : berak cair terus-

menerus, muntah terus-menerus, haus, mata cekung, bibir kering dan biru,

tangan dan kaki dingin, sangat lemah, tidak ada nafsu makan, tidak ada

keinginan untuk bermain, tidak ada BAK selama 6 jam atau lebih, kadang-

kadang dengan kejang dan panas tinggi.

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam,

tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling

fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa tanpa rehidrasi yang adekuat

adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovelik atau

gangguan biokimia berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseorang yang

kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, ubun-ubun dan

mata cekung, membrane mukosa kering, tulang pipi tampak lebih menonjol,

turgor kulit jelas (elastisitas kulit menurun) serta suara menjadi serak.

Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonic. Karena

kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat

berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat

pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam

(pernapasan Kussmaul).
Gangguan kardio vaskuler pada tahap hipovolmik yang berat dapat

berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120x/menit), tekanan

darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral

dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare

akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan

menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila

keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal

akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut (Lestari.T, 2016)

4. Patofisiologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama

gangguan osmotic, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat

diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi,

sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga

usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya

sehingga timbul diare. Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin)

pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam

rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi

rongga usus.

Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan

mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan

sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltic usus menurun akan

mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat


menimbulkan diare pula.

Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme

hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung

mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin

dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan

menimbulkan diare (Lestari.T, 2016)

5. pthaway

Infeksi Makanan
C Psikologi

Berkembang diusus Toksistas tidak


dapat di serap
Hipersekresi air dan
elektrolit
Hiperperistaltik
Malabsorbsi
KH, Protein
Diare

Frekuensi BAB
meningkat

Gangguan keseimbangan Distensi


abdomen Resiko deficit
Cairan dan elektrolit
nutrisi

Hilang cairan dan elektrolit


berlebihan Asidosis metabolik Mual Munta

Dehidrasi Napsu makan


Gangguan
pertukaran Menurun

(hiporvolemia) gas

Gambar 2.1: Pathway Diare

(Nagstiyah,2014) Dengan Menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Dalam (PPNI,2017)
6. Dampak Diare

a. Kehilangan air (dehidrasi)

Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (Output) lebih banyak dari

pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.

b. Gangguan keseimbangan asam basa (Metabolik Asidosis)

Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.

Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun

dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia

jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak

dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya

pemindahan ionNa dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.

c. Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih

sering pada anak yang sebelumnya telah menderita Kekurangan Kalori

dan Protein.Hal ini terjadi karena adanya gangguan

penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan

absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa

darah menurun hingga 40% mg pada bayi dan 50% pada anak-anak.

d. Gangguan gizi

Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini

disebabkan oleh : makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut

diare atau muntah yang bertambah hebat. Walaupun susu diteruskan,


sering di berikan terlalu lama. Makanan yang di berikan sering tidak

dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistatik.

e. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,

akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis

bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran

menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal (Lestari.T,

2016)

7. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik :

a. Pemeriksaan tinja :

1) Makroskopis dan mikroskopis

2) PH dan kadar gula dalam tinja

3) Bila perlu diadakan uji bekteri untuk mengetahui organisme

penyebabnya, dengan melakukan pembiakkan terhadap contoh

tinja.

b. Pemeriksaan laboratorium

c. Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit dan

jumlah sel darah putih.

d. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, bila

memungkinkan dengan menggunakan PH keseimbangan analisa gas

darah atau astrup.


e. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

f. Pemeriksaan elektrolit intubasi dondenum untuk mengetahui jasad renik

atau parasit secara kuantitatif, terutama pada penderita diare kronik

(Lestari.T, 2016)

8. Komplikasi

a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).

b. Renjatan hipovolemik.

c. Hipokalema (dengan gejala mekorismus, hipotoni otot, lemah, bradikati,

perubahan pada elektro kardiagram).

d. Hipoglikemia.

e. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase

karena kerusakan vili mukosa, usus halus.

f. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.

g. Malnutrisi energy, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga

mengalami kelaparan (Lestari.T, 2016)

9. Pencegahan

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum

yakni : pencegahan penyakit tingkat pertama (Primary Prevention) yang

meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat

kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan

yang tepat, pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention) yang meliputi

pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi.


a. Pencegahan primer

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditunjukan pada factor

penyebab, lingkungan dan factor pejamu. Untuk factor penyebab diare

dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare

dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan

lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk

meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan

peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.

1) Penyediaan air bersih

Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan

hampir 70% tubuh manusia mengandung air. Air di pakai untuk

keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang

lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per

orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air

sebagai kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam

penularan beberapa penyakit menular termasuk diare. Sumber air yang

sering digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan yang

merupakan air sungai dan danau. Air tanah yang dangkal atau air

tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir seperti

hujan dan salju.

Air dapat juga menjadi sumber openularan penyakit. Peran air


dalam terjadinya penyakit menular berupa, air sebagai penyebar

mikroba pathogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air

bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan

dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit.

Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari

sumber yang terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih

harus jauh dari kandang ternak dam kakus paling sedikit sepuluh meter

dari sumber air. Air harus ditampung di dalam wadah yang bersih dan

pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung bersih,

dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh

penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil

bila di banding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.

2) Tempat pembuangan tinja

Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari

kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat

berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang

menularnya melalui tinja antara lain penyakit diare. Keluarga yang

tidak mememiliki jamban harus membuat dan keluarga harus

membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan

mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota

keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah

anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih.
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka

pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik.

Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi

syarat kesehatan : tidak mengotori air permukaan, tidak dapat di

jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan

dipelihara, dan murah. Tempat pembuangan tinja yang tidak

memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare

berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat di bandingkan keluarga

yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi

syarat sanitasi.

3) Status gizi

Makin buruk gizi seorang anak, ternyata makin banyak episode

diare yang dialami. Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya

akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga

kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap

kelompok organisme berkurang.

4) Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen

zat makana tersedia dalam bentuk ideal dan seimbang untuk dicerna

dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk

menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Untuk menyusui

dengan aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan


seperti air, air gula atau susu formula terutama pada awal kehidupan

anak. Memberikan ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI

sesuai kebutuhan. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunogik

dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya.

ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare, pemberian

ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai daya

lindung empat kali lebih besar terhadap diare daripada pemebrian ASI

yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada

enam bulan pertama kehidupannya, risiko mendapatkan diare adalah

30 kali besar disbanding dengan bayi yang tidak di beri ASI. Bayi

yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas dan mortalitas diare

lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB) mempunyai risiko

lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang selain mendapat susu

tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya mempunyai risiko

diare lebih tinggi di bandingkan dengan bayi yang sepenuhnya

mendapatkan Air Susu Ibu (ASI). Risiko relative ini tinggi dalam

bulan-bulan pertama kehidupan.

5) Kebiasaan mencuci tangan

Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya

berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebagian besar

kuman infeksius penyebab diare di tularkan melalui jalur oral. Kuman-

kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan yang


tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme pathogen dengan

melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang

peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau

minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.

Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat

berhubungan dengan penyadiaan fasilitas yang dapat menghalangi

pencemaran sumber perantara oleh tinja serta mengahalagi masuknya

sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan

mencuci tangan memakai sabun adalah perilaku amat penting bagi

upaya mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan dilakukan setelah

melakukan buang air besar, setelah menangani tinja anak, sebelum

makan atau memberi makan anak, dan sebelum menyiapkan makanan.

Kejadian diare terutama berhubungan langsung dengan makanan anak

seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat keluarnya

membuang tinja anak.

Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare.

Tinja anak, terutama yang sedang menderita diare merupakan sumber

penularan diare bagi penularan diare bagi orang lain. Tidak hanya

anaka yang sakit, anak sehat juga tinjanya juga dapat menjadi carrier

asimptomatik yang sering kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu

cara membuang tinja anak penting sebagai upaya mencegah terjadinya

diare.
6) Imunisasi

Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga

pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak

harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat mungkin setelah

usia sembilan bulan.

b. Pencegahan sekunder

Pencegahan tingkat kedua ini, ditunjukkan kepada si anak yang

telah terkena diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan

menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta

untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip

pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit

(rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan banyak

faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, Sampai radang.

Pengobatan yang diberikan harus disesuaikani dengan klinis pasien.

Obat diare di bagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang

memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstinpansia

untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu

menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan

mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter akan

menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal

bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan

sebaliknya diminum sesuai petunjuk dokter.


c. Pencegahan tertier

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai

mengalami kecacatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini

penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis

semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi

untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang

dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan

menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental

penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan

dukungan secara mental kepada anak l. Anak yang menderita diare selain

diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis juga harus

dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam

pergaulan dengan teman sepermainan (Lestari.T, 2016)

10. Penatalaksanaan

a. Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan)

Tindakan:

1) Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari

biasanya

2) ASI (Air Susu Ibu) diteruskan

3) Makanan di berikan seperti biasanya

4) Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke puskesmas

terdekat
b. Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang

Tindakan :

1) Berikan oralit

2) Air Susu Ibu (ASI) diteruskan

3) Teruskan pemberian makanan

4) Sebaiknya yang lunak, mudah di cerna dan tidak merangsang

5) Bila tidak ada perubahan segera bawa kbali ke Puskesmas terdekat.

c. Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat

Tindakan :

1) segera bawa ke rumah sakit/puskesmas dengan fasilitas perawatan

2) oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa minum

d. Takaran pemberian oralit

1) di bawah 1 tahun : 3 jam pertama 1.5 gelas selanjutnya 0,5 gelas setiap

kali mencret

2) di bawah 5 tahun (anak balita) : 3 jam pertama 3 gelas selanjutnya 1

gelas setiap kali mencret

3) anak diatas 5 tahun : 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1,5 gelas

setiap kali mencret

4) anak diatas 12 tahun keatas & dewasa : 3 jam pertam 6 gelas,

selanjutnya 2 gelas setiap kali mencret (1 gelas 200 CC)

e. Dasar pengobatan diare

1) Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah


pemberiannya.

a) Cairan per oral

Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan

peroral dengan berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3

dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan

kadar Natrium 90 mEg/I. pada anak dibawah 6 bulan dengan

dehidrasi ringan-sedang kadar Natrium 50 mEg/I. formula

lengakat disebut oralit, sedangkang larutan gula garam dan tajin

disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung

NaCl dan sukrosa.

b) Cairan parenteral

Diberikan pada klien yang mengalami dehodrasi berat,

dengan rincian sebagai berikut :

(1) Untuk anak umur 1 bulan-2 tahun berat badan 3-10 kg 1 jam

pertama : 40 ml/kgBB/menit = 3 tetes atau 13 tetes/kg

BB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes). 7 jam berikutnya : 12

ml/kgBB/menit = 3 tetes/kgBB/menit (infuset berukuran 1

ml =15 tetes atau 4 tetes/kgBB/menit (set infus 1 ml = 20

tetes). 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/oralit.

(2) Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15

kg 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tetes/kgBB/menit


(1 ml = 15 tetes atau 10 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes)).

(3) Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25

kg : 1 jam pertama 20 ml/kgBB/jam atau 5 tetes/kgBB/menit

(1 ml = 20 tetes). 7 jam berikutnya : 10 ml/kgBB/jam atau

2,5 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes atau 3

tetes/kgBB/menit (1 ml =20 tetes)). 16 jam berikutnya : 105

ml/kgBB/oralit per oral.

(4) Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg kebutuhan

cairan : 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kgBB/24 jam

jenis cairan 4 : 1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian Na HCO3

11/2%. Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6

tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes) 8 tetes/kgBB/menit (1

menit = 20 tetes).

(5) Untuk bayi berat badan lahir rendah : kebutuhan cairan 250

ml/kg BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% +

1 bagian NaHCO3 11/2%) (Lestari.T, 2016)

f. Pengobatan dietetik

Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat

badan kurang dari 7 kg, jenis makanan : susu (ASI, susu formula yang

mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh. Makanan setengah padat

(bubur atau makanan padat (nasi tim)). Susus khusus yang disesuaikan
dengan keadaan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung

laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh (Lestari.T,

2016)

g. Obat-obatan

Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan

yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (Lestari.T,

2016)

B. Konsep Asuhan Keperawatan Diare

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau tahap praktik keperawatan

yang diberikan secara langsung kepada pasien di berbagai tatanan pelayanan

kesehatan. Asuhan keperawatan adalah suatu proses keperawatan yang meliputi

pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi dan

evaluasi (Nursalam, 2013).

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, disini

semua data dikumpulkan secara sistemis guna menentukan status kesehatan

pasien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait

dengan aspek biologis, psikologis, sosial maupun spiritual pasien

(Asmadi,2013).

Fokus pengkajian dengan diare akut meliputi :


a. Identitas Pasien

Meliputi nama lengkap, umur jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,

agama, suku dan alamat.

b. Identitas Penanggung

Meliputi nama lengkap, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,

agama, suku, alamat dan hubungan dengan pasien.

c. Keluhan Utama

Buang Air Besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB dengan

konsistensi cair. BAB 4-10 dengan konsistensi cair (dehidrasi

ringan/sedang). BAB lebih dari 10 kali (dehidrasi berat). Bila diare

berlangsung kurang dari 14 hari adalah diare akut dan bila berlangsung 14

hari atau lebih diare persisten.

d. Riwayat Penyakit Sekarang

1) Mula-mula pasien akan menjadi gelisah, suhu badan meningkat dan

nafsu makan berkurang.

2) Tinja makin cair mugkin disertai lendir atau darah, warna tinja berubah

menjadi kehijauan karena bercampur empedu.

3) Anus dan sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi.

4) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

5) Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala

dehidrasi mulai tampak.

6) Diare yaitu terjadinya oliguria (kurang dari 1 ml/kgBB/jam) bila


terjadi dehidrasi. Tidak ada urin dalam 6 jam (dehidrasi berat).

e. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

1) Riwayat kesehatan pada keluarga

2) Riwayat alergi makanan atau obat-obatan

f. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

Tujuan Observasi dan pemeriksaan fisik untuk mengamati perilaku

dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan

keperawatan klien.

g. Psikososial

Untuk mengetahui suatu kondisi yang terjadi pada pasien yang

mencakup aspek psikis dan social atau sebalikanya.

h. Personal Hygiene Dan Kebiasaan

Mengetahui kebersihan diri pasien dalam kebersihan dan kesehatan

dirinya untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan fisiologis.

2. Diagnosa Keperawatan

Perumusan masalah keperawatan didasarkan pada identifikasi

kebutuhan pasien. Bila data pengkajian menunjukkan masalah, perawat

diarahkan pada pemilihan diagnosa keperawatan. Beberapa diagnosa

keperawatan akan tampak dengan jelas berdasarkan hasil pemeriksaan fisik

yang saksama. Diagnosa utama akan terbukti berdasarkan usia, kondisi dan

etiologi Diare (Nursalam,2013).

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada penderita diare adalah


a. Diare

b. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

c. Resiko defisit nutrisi

d. Hipovolemia

e. Gangguan pertukaran gas

3. Perencanaan

Perencanaan keperawatan merupakan tahap ketiga dari proses

keperawatan dimana perawat menetapkan tujuan dan kriteria hasil yang

diharapkan bagi pasien dan rencana tindakan yang akan dilakukan.

Penentuan tujuan pada perencanaan dari proses keperawatan adalah

sebagai arah dalam membuat rencana tindaan dari masing-masing diagnosa

keperawatan. Kriteria hasil dilakukan untuk memberi petunjuk bahwa tujuan

telah tercapai dan digunakan dalam membuat pertimbangan. Hal-hal yang

perlu diperhatikan dalam membuat kriteria hasil adalah berfokus pada pasien,

singkat, jelas untuk memudahkan perawat dalam mengidentifikasi tujuan dan

rencana tindakan.

Penentuan tujuan, penulis menggunakan konsep SMART. Konsep

SMART yaitu S : Spesific, yang dimaksudkan adalah tujuan keperawatan

harus jelas; M : Measurable, yang di maksutkan adalah dalam penentuan

tujuan keperawatan harus dapat diukur sesuai dengan keadaan pasien; A :

Achievable, yang dimaksudkan adalah tujuan keperawatan harus dapat dicapai


sesuai dengan kondisi pasien; R : Reasonable, yang dimaksudkan adalah

dalam menentukan tujuan keperawatan harus nyata dan dapat dipertanggung

jawabkan; T : Time, yang dimaksutkan adalah tujuan keperawatan harus dapat

dicapai dengan waktu yang sudah ditetapkan sesuai kondisi pasien.

Saat melakukan penentuan intervensi, peneliti berfokus pada empat

pokok penting dalam perencanaan yaitu ONEC yaitu observasi (observation),

tindakan keperawatan (nursing treatment), pendidikan kesehatan (education)

dan tindakan kolaborasi (collaboration).

Intervensi keperawatan adalah gambaran atau tindakan yang akan

dilakukan untuk memecahkan masalah keperawatan yang dihadapi

pasien.Adapun rencana keperawatan yang sesuai dengan penyakit diare pada

anak adalah sebagai berikut :

a. Diare (tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

1) Tujuan : setelah di lakukan intervensi keperawatan selama 3X24 jam

harapkan eliminasi fekal membaik, dengan kriteria hasil:

a) Konsistensi feses membaik

b) frekuensi defekasi membaik

c) peristaltik usus membaik

2) intervensi keperawatan: Manajemen Diare (tim pokja SIKI, 2018)

a) Observasi:

(1) Identifikasi penyebab diare (mis. Inflamasi gastrointestinal,

iritasi gastroin testinal, proses infeksi malabsorpsi,stres,efek


obat obatan, pemberian botol susu)

(2) Identifikasi riwayat pemberian makanan

(3) Identifikasi gejala invaginasi (mis.tangisan keras kepucatan

pada bayi)

(4) Monitor warna, volume,frekuensi, dan konsistensi tinja

(5) Monitor tanda dan gejala hypovolemia(mis. Takikardia,nadi

teraba lemah,tekanan darah turun, turgor kulit turun, mukosa

mulut kering, CRT melambat, BB menurun)

(6) Monitor iritasi dan ulserasi kulit daerah perianal

(7) Monitor jumlah pengeluaran diare Monitor keamanan

penyiapan makanan.

b) Terapeutik:

(1) Berikan asupan cairan oral (mis, larutan garam

gula,oralit,pedialyte,renalyte)

(2) Pasang jalur intravena

(3) Berikan cairan intravena (mis, ringer asetat, ringer laktat) jika

perlu.

(4) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan

elektrolit.

(5) Ambil sampel feses umtuk kultur, jika perlu

c) Edukasi:

(1) Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap


(2) Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas dan

mengandung laktosa

d) Kolaborasi:

(1) Kolaborasi pemberian obat antimotilitas ( mis.loperamide,

difenoksilat)

(2) Kolaborasi pembrian obat antispasmodic/spasmolitik (mis.

papaverin, ekstra belladonna, mebeverine)

(3) Kolaborasi pemberian obat pengeras feses (mis. Atapulgit,

smektit, kaolin-pektin)

b. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (Tim Pokja SDKI, 2019)

1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam,maka

ketidakseimbangan cairan meningkat dengan kriteria hasil:

a) Asupan cairan meningkat

b) Keluaran urin meningkat

c) Dehidrasi menurun

d) Membran mukosa membaik

e) Turgor kulit membaik

2) Intervensi keperawatan: Manejemen Cairan (Tim Pokj SIKI, 2018)

a) Observasi

(1) Monitor status hidrasi ( mis, frek nadi, kekuatan nadi, akral,

pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan

darah)
(2) Monitor berat badan harian

(3) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K,

Cl, berat jenis urin , BUN)

(4) Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP, PCWP jika

tersedia)

b) Terapeutik

(1) Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24 jam

(2) Berikan  asupan cairan sesuai kebutuhan

(3) Berikan cairan intravena bila perlu

c) Kolaborasi

(1) kolaborasi pemberian diuretik,  jika perluasi

c. Resiko defisit nutrisi

1) Tujuan:setelah dilakukan intrvernsi keperawatan selama 3x24 jam maka

status nutrisi membbaik dengan kriteria hasil:

a) Porsi makan yang di habiskan meningkat

b) Frekuensi makan membaik

c) Nafsu makan membaik

2) Intervensi:Manajemen nutrisi

a) Observasi:

(1) Identifikasi status nutrisi

(2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

(3) Identifikasi makanan yang disukai


(4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

(5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik

(6) Monitor asupan makanan

(7) Monitor berat badan

(8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

b) Terapeutik

(1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

(2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)

(3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

(4) Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

(5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

(6) Berikan suplemen makanan, jika perlu

(7) Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika

asupan oral dapat ditoleransi

c) Edukasi

(1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu

(2) Ajarkan diet yang diprogramkan

d) Kolaborasi

(1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda

nyeri, antiemetik), jika perlu


(2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

d. Hipovolemia

1) Kriteria hasil:Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24

jam,maka status cairan membaik dengan kriteria hasil:

a) Perasaan lemah menurun

b) Keluhan haus menurun

c) Tekanan darah membaik

d) Membran mukosa membaik

e) Suhu tubuh membaik

2) Intervensi: Manajemen hipovolemia

a) Observasi

(1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi

meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan

nadi menyempit,turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,

volume urine menurun, hematokrit meningkat, haus dan lemah)

(2) Monitor intake dan output cairan

b) Terapeutik

(1) Hitung kebutuhan cairan

(2) Berikan posisi modified trendelenburg

(3) Berikan asupan cairan oral

c) Edukasi
(1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

(2) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak

d) Kolaborasi

(1) Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis. cairan NaCl, RL)

(2) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%,

NaCl 0,4%)

(3) Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)

(4) Kolaborasi pemberian produk darah

e. Gangguan Pertukaran Gas

1) Kriterian hasil: Setelah dilakukan intervensi selama 3x24jam maka

pertukaran gas meningkat dengan kriteria hasil:

a) Dispnea menurun

b) Bunyi napas tambahan menurun

c) Pola napas membaik

d) Gelisah menurun

e) Napas cuping hidung menurun

f) Pusing menurun

2) Intervensi:Pemantauan respirasi

a) Observasi

(1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas

(2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,

Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik


(3) Monitor kemampuan batuk efektif

(4) Monitor adanya produksi sputum

(5) Monitor adanya sumbatan jalan napas

(6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

(7) Auskultasi bunyi napas

(8) Monitor saturasi oksigen

(9) Monitor nilai AGD

(10) Monitor hasil x-ray toraks

b) Terapeutik

(1) Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

(2) Dokumentasikan hasil pemantauan

c) Edukasi

(1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

(2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan.

Implementasi keperawatan adalah realisasi dari intervensi

keperawatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam

mencapai tujuan yang ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan manifasilitasi koping

(Herdman.T.H. & Kamitsuru. S, 2018).

5. Evaluasi Keperawatan.
Evaluasi keperawatan adalah memberi dasar pemilihan intervensi

keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan akuntabilitas perawat

(Herdman.T.H. & Kamitsuru. S, 2018). Untuk melakukan evaluasi, perlu

diadakan konsultasi terhadap pasien terkait kondisi mereka setelah menjalani

asuhan keperawatan dan menggunakan evaluaso SOAP yaitu (Subjektif)

adalah informasi yang didapat dari klien setelah diberikan tindakan, (Objektif)

adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,peniliaian,pengukuran

yang dilakukan perawat setelah tindakan dilakukan (Analisis) adalah

membandingkan antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan kriteria

hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian,

atau tidak teratasi, (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan

dilakukan berdasarakan hasil analisa.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode Deskritif dengan pendekatan

studi kasus, tekhnik pengumpulan data dengan teknik observasi serta

melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan masalah yang terjadi pada

pasien Diare. Studi kasus dibatasi oleh tempat, dan waktu, serta kasus yang

dipelajari berupa peristiwa, aktivitas,atau individu.Peneliti studi kasus ini

adalah untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada pasien

Dengan kasus Diare di Ruang Akasia RSUD Torabelo Sigi.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi dan waktu penelitian akan dilaksanakan di Ruangan Akasia di

RSUD Torabelo Sigi selama 3 hari.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seorang pasien yang dirawat di Ruangan

Akasia di RSUD Torabelo Sigi dengan penyakit Diare.

D. Definisi Operasional

Definisi oprasional berisi komponen variabel yang akan diteliti ditambah

istilah yang dipakai untuk menghubungkan variabel maupun subjek penelitian

bertujuan untuk memudahkan pengumpulan data dan menghindarkan

perbedaan interprestasi serta membatasi ruang lingkup variabel. Definisi

38
operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam

penelitian yang termasuk dalam variabel adalah:

1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian adalah proses awal untuk menggali infomasi melalui

wawancara meliputi pengumpulan data, klasifikasi data dan analisa data,

agar dapat mengidentifikasi serta mengenali masalah pada pasien Diare.

2. Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah perumusan masalah keperawatan yang

dilakukan oleh perawat berdasarkan data yang didapatkan pada pasien

Diare.

3. Perencanaan keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah rencana tindakan keperawatan yang akan

dilakukan perawat berdasarkan masalah keperawatan yang didapat pada

pasien Diare.

4. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah tindakan yang dilakukan perawat sesuai dengan

intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi merupakan penilaian berhasil atau tidaknya asuhan keperawatan

yang telah diberikan, disusun berdasarkan subjektif, objektif, assessment,

dan plan (SOAP) pada pasien Diare.


E. Pengumpulan Data

1. Wawancara

Pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara langsung, hasil

anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, sumber data

dari klien, keluarga, bahkan perawat.

2. Observasi dan Pemeriksaan fisik

Observasi dan Pemeriksaan fisik akan dilakukan dengan cara

inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi pada sistem tubuh klien.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu

pendokumentasi hasil pengkajian, analisa data, penegakan diagnosa

keperawatan, rencana keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi

dari tindakan keperawatan.

F. Analisa data

Analisa data akan dilakukan sejak pengumpulan data sampai semua

data terkumpul. Analisa akan dilakukan dengan cara menggunakan fakta dan

membandingkan dengan teori. Teknik yang digunakan adalah dengan

menarasikan jawaban-jawaban dari hasil pengumpulan data (wawancara dan

observasi) yang akan dilakukan untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan

penelitian. Urutan dalam analisa data adalah:


1. Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam penelitian ini merupakan proses

pendekatan serta proses pengumpulan karakteristik subyek yang di

perlukan dalam suatu penelitian. Penelitian ini adalah studi dokumentasi

dengan mengobservasi dokumen yang dilakukan dengan cara

mengobservasi dokumen pada pasien. Peneliti melakukan observasi

terhadap gambaran pasien Diare dengan mengambil data dari dokumentasi

asuhan keperawatan yang sudah ada setelah pemeriksaan selesai

dilakukan.

2. Penyajian data

Penyajian data akan dilakukan dalam bentuk tabel, gambar,

bagan,dan narasi untuk pengkajian, analisa data, diagnosis, perencanaan,

implementasi dan evaluasi

3. Kesimpulan

Data yang akan disajikan selanjutnya akan dibahas dan akan

dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya dan teori yang

mendukung. Penarikan kesimpulan akan dilakukan dengan metode

indiktif. Pembahasan akan dilakukan sesuai dengan tahapan asuhan

keperawatan pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi

G. Etika penelitian

Ethical clearance merupakan ijin etika. Ethical clearance adalah

peryataan, bahwa rencana kegiatan penelitian yang tergambar dalam protocol,


telah dilakukan kajian yang telah memenuhi kaidah etika sehingga layak di

laksanakan. Seluruh peneliti/riset yang menggunakan manusia sebagai subjek

penelitian harus mendapatkan Ethical clearance, baik penelitian yang

melakukan specimen. Terdapat 3 etika penelitian yang harus dipenuhi

(Nursalam, 2020).

1. Informed Consent (Persetujuan jadi klien)

Informed consent yaitu mana klien harus mendapat informasi secara

lengkap dengan tujuan daripada penelitian ini, dari klien berhak untuk

menolak maupun menerima. Informed consent ini perlu dicantumkan

bahwa data yang diperoleh untuk pengembangan ilmu.

2. Anominty (Tanpa nama)

Anominty yaitu dimana klien berhak untuk meminta data yang telah

diberikan harus dirahasiakan.

3. Confidentiality (Rahasia)

Confidentiality yaitu dimana peneliti harus menjaga dengan baik rahasia

klien dengan cara mengaburkan identitas klien.

4. Ethichal clearance (Kelayakan etik)

Ethichal clearance adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh komisi

etika penelitian untuk riset yang melibatkan makhluk hidup yang

menyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilaksanakan setelah

memenuhi syarat terten


DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2013). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta. EGC.

Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah. 2018. Provil dinas kesehatan Prov.Sulteng. Palu:

Dinkes Prov. Sulteng

Lestari. T. 2016. Diare Akut. Asuhan keperawatan Anak. Nuha Mendika:

Yogyakarta.

Nursalam. 2013. Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta

Nagstiyah,(2014).pathway

Ngastiah. 2007. Perawatan anak Sakit. Jakarta : EGC

Rekam Medik RSUD Torabelo Sigi. (2022).

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (Tim

Pokja SDKI DPP PPNI (ed); 1 Cetakan III). Dewan Pengurus Pusat

Persatuan perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Tim

Pokja SIKI DPP PPNI (ed); 1Cetakan II). Dewan Pengurus Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Tim

Pokja SLKI DPP PPNI (ed); 1 Cetakan II). Dewan Pengurus Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

43

Anda mungkin juga menyukai