Anda di halaman 1dari 11

Bagaimana Pengelolaan B3 Yang Benar Sesuai Regulasi Nasional?

Setiap Orang Yang Melakukan Kegiatan Pengelolaan B3 Wajib


Mencegah Terjadinya Pencemaran Dan/Atau Kerusakan
Lingkungan Hidup.─ Pasal 4 PP No.74 Tahun 2001

Selama beberapa dekade, penggunaan dan jumlah bahan berbahaya dan


beracun (B3) di berbagai sektor, seperti industri, pertambangan, pertanian,
dan kesehatan di Indonesia semakin meningkat.  Penggunaan B3 yang terus
meningkat dan tersebar luas di semua sektor apabila pengelolaannya tidak
dilakukan dengan baik, maka dapat menimbulkan dampak terhadap
keselamatan dan kesehatan pekerja, juga lingkungan hidup.

Dampak pengelolaan B3 yang tidak ditangani dengan baik dapat berupa


keracunan, penyakit akibat kerja, kerusakan/pencemaran lingkungan,
kerugian materi, dan bahkan bisa menimbulkan korban jiwa. Bagi Anda,
pekerja industri yang menggunakan atau menghasilkan B3 tentu tidak lepas
dari bahaya bahan tersebut.

Oleh karena itu, manajemen atau pengelolaan B3 dalam keselamatan dan


kesehatan kerja (K3) merupakan aspek yang sangat penting dalam sebuah
industri. Pengelolaan B3 adalah kegiatan yang menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, menggunakan, dan/atau membuang B3.

Pengelolaan B3 bertujuan untuk mencegah dan/atau mengurangi risiko


dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia, dan makhluk
hidup lainnya. Dalam hal ini setiap orang yang melakukan kegiatan
pengelolaan B3 wajib mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.
Baca Juga Artikel Ini:
10 Penjelasan Penting Tentang MSDS Yang Jarang Diketahui
Pekerja
Panduan APD Saat Menangani Bahan Kimia Berbahaya, Pilih
Yang Tepat!

Definisi Dan Klasifikasi B3

Bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan/atau
konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya.

Sesuai PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan


Beracun, B3 dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

 Mudah meledak (explosive)
 Pengoksidasi (oxidizing)
 Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable)
 Sangat mudah menyala (highly flammable)
 Mudah menyala (flammable)
 Amat sangat beracun (extremely toxic)
 Sangat beracun (highly toxic)
 Beracun (toxic)
 Berbahaya (harmful)
 Iritasi (irritant)
 Korosif (corrosive)
 Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to environment)
 Karsinogenik (carcinogenic)
 Teratogenik (teratogenic)
 Mutagenik (mutagenic)
 Bahaya lain berupa gas bertekanan (pressure gas).

Mengapa Pengelolaan B3 Yang Benar Sangat Penting


Dilakukan?

Banyak terjadi kecelakaan dalam industri diakibatkan karena ketidaktahuan


pekerja dalam mengelola B3 dengan benar. Kecelakaan yang berhubungan
dengan B3 sering kali melibatkan tiga komponen, yakni manusia,
prosedur/metode kerja, dan peralatan/bahan.

Faktor penyebab kecelakaan kerja yang berhubungan dengan B3 antara lain:

 Sikap dan tingkah laku pekerja (60%)


 Pengawasan yang lemah (20%)
 Lingkungan kerja yang tidak aman (13%)
 Alat dan bahan yang tidak aman (7%)

Sikap dan tingkah laku pekerja menjadi faktor penyebab kecelakaan kerja
tertinggi, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan/keterampilan pekerja,
lalai dalam bekerja, tidak melaksanakan prosedur kerja sesuai petunjuk yang
diberikan atau tidak disiplin menaati peraturan K3 termasuk pemakaian alat
pelindung diri.
Mengingat faktor terbesar penyebab kecelakaan kerja adalah faktor manusia,
maka upaya meningkatkan K3 dalam pengelolaan B3 perlu dilakukan. Dilansir
dari batan.go.id, dari hampir 100.000 bahan kimia yang digunakan dalam
industri, hanya kira-kira 15 persen bahan kimia yang telah diketahui secara
pasti bahayanya bagi manusia. Hal ini dikarenakan keterbatasan
pengetahuan yang dimiliki.

Bagi mereka yang bekerja dalam industri yang menggunakan atau


menghasilkan B3, mereka tidak lepas dari bahaya bahan-bahan kimia
tersebut. Segala upaya harus dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan sama sekali bahaya tersebut.

Hal ini dikarenakan pada kondisi kerja yang sehat dan aman bebas dari
bahaya kecelakaan, seorang pekerja dapat bekerja dengan aman, sehat, dan
selamat.

Tata Cara Pengelolaan B3 Yang Benar Sesuai Regulasi Nasional

Bagaimana melakukan pengelolaan B3 agar efisien, aman, dan selamat?


Sesuai PP No.74 Tahun 2001, ada beberapa poin penting yang sebaiknya
pengusaha dan/atau pekerja perhatikan saat mengelola B3 di tempat kerja.
1. Registrasi dan Notifikasi B3

Registrasi merupakan langkah awal dalam pengelolaan B3. Menurut regulasi,


setiap penghasil dan/atau pengimpor B3 wajib melakukan registrasi B3 yang
dihasilkan dan/atau diimpor untuk pertama kalinya.

Registrasi B3 adalah pendaftaran dan pemberian nomor terhadap B3 yang


ada di Indonesia. Registrasi ini bertujuan untuk mengetahui jumlah B3 yang
beredar di Indonesia agar dapat dilakukan pengawasan dari awal sehingga
dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup, kesehatan
manusia, dan makhluk hidup lainnya.

Proses registrasi B3 ini harus melalui beberapa tahapan, mulai dari


persiapan, verifikasi permohonan, pembayaran, validasi permohonan, hingga
akhirnya diterbitkan surat registrasi B3.

Sementara notifikasi B3, terbagi menjadi dua, yakni notifikasi ekspor dan
notifikasi impor. Setiap orang yang memasukkan B3 ke dalam (impor) atau
mengeluarkan B3 (ekspor) dari Indonesia wajib mengajukan permohonan
notifikasi B3 kepada pihak yang berwenang.

Notifikasi B3 ini wajib dilakukan terhadap:

 B3 yang terbatas digunakan, yang akan diimpor atau ekspor


 B3 yang pertama kali akan diimpor

Seluruh tahapan registrasi dan notifikasi B3 ini sudah diatur dalam Permen
LHK No.P.36 Tahun 2017 tentang Tata Cara Registrasi dan Notifikasi B3.

 Notifikasi Ekspor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas


negara pengekspor ke otoritas negara penerima dan negara transit
apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas batas B3 yang terbatas
dipergunakan.
 Notifikasi Impor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas
negara pengekspor apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas
batas untuk B3 yang terbatas dipergunakan dan/atau yang pertama
kali diimpor.
2. Kewajiban Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB)
Atau Material Safety Data Sheet (MSDS)

LDKB atau MSDS adalah lembar petunjuk yang berisi informasi bahan kimia
meliputi sifat fisika, kimia, jenis bahaya yang ditimbulkan, cara penanganan,
tindakan khusus dalam keadaan darurat, dan informasi lain yang diperlukan.

Poster K3 Chemical Safety

Sesuai regulasi B3, setiap orang yang memproduksi B3 wajib membuat


MSDS. Dalam Hazard Communication Standard 29 CFR 1910.1200,
Occupational Safety and Health Administration (OSHA) juga menyatakan
bahwa yang bertanggung jawab membuat MSDS adalah pihak manufaktur
yang memproduksi bahan kimia berbahaya.

Semua pihak-pihak yang berkaitan dengan aliran distribusi bahan kimia


tersebut juga bertanggung jawab menyampaikan MSDS sampai pada
pengguna, di antaranya penanggung jawab pengangkutan, penyimpanan,
dan pengedaran B3 wajib menyertakan MSDS yang telah dibuat produsen.

MSDS harus memuat:

 Merek dagang
 Rumus kimia B3
 Jenis B3
 Klasifikasi B3
 Teknik penyimpanan
 Tata cara penanganan bila terjadi kecelakaan.

1. Pengangkutan B3

Pengangkutan perlu dilaksanakan dengan tertib dan terkontrol agar tidak


membahayakan manusia maupun lingkungan. Ruang lingkup pengaturan
pengangkutan B3 meliputi:

a. Persyaratan kendaraan pengangkut B3

Setiap kendaraan pengangkut B3 harus memenuhi persyaratan umum dan


persyaratan khusus sesuai dengan jenis dan karakteristik B3 yang diangkut.

     b. Persyaratan pengemudi dan pembantu pengemudi angkutan B3

Pengemudi kendaraan pengangkut B3 wajib memenuhi persyaratan umum


dan persyaratan khusus sesuai regulasi yang berlaku. Sama halnya dengan
pengemudi, pembantu pengemudi ─yang bertugas memberikan bantuan
yang diperlukan kepada pengemudi agar pengangkutan B3 dapat
dilaksanakan sesuai kaidah K3 dan tidak diizinkan mengemudi kendaraan─
juga wajib memenuhi persyaratan sesuai regulasi.

     c. Persyaratan lintas angkutan B3

Lintasan angkutan B3 di jalan ditentukan dengan mempertimbangkan:

 Kelas jalan yang dilalui


 Tingkat bahaya muatan atau jenis bahan berbahaya yang diangkut
 Frekuensi pengangkutan
 Jenis kemasan
 Volume bahan berbahaya yang diangkut
 Kelestarian lingkungan, jika terjadi kecelakaan dalam pelaksanaan
pengangkutan.

Penentuan lintas angkutan B3 juga harus memperhatikan:

 Tidak melalui daerah padat penduduk, terowongan dan jalan yang sempit
(kecuali disertai pengawalan petugas yang berwenang)
 Tidak melalui tanjakan dan belokan yang membahayakan atau tidak
memungkinkan dilalui kendaraan pengangkut bahan berbahaya
 Titik rawan sepanjang lintasan, seperti daerah kemacetan lalu lintas, tempat
penyimpanan bahan berbahaya, depot bahan bakar, jalur listrik tegangan
tinggi dll.

    d. Persyaratan pengoperasian angkutan B3.


Pengangkutan B3 dapat dilakukan dalam bentuk:

1) Curah

Pengangkutan B3 dilakukan dengan:

 Kemasan besar, seperti tangki portabel atau truk tangki; atau,


 Kendaraan yang dirancang dan dibuat dengan persyaratan khusus. 

2)  Non-Curah

Pengangkutan B3 dilakukan dengan:

 Kemasan dalam (inside container) yang digabung dengan kemasan


luar (outside container
 Kemasan dengan berbagai bentuk, seperti botol, drum, jeriken, tong, kantong,
kotak/peti dan kemasan gabungan.

Sedangkan untuk B3 yang dikemas dalam jenis botol atau kemasan kecil
lainnya, dapat diangkut dengan menggunakan kendaraan pengangkut biasa
sepanjang keamanan B3 dapat terjamin selama dalam perjalanan.

Panduan lebih rinci mengenai penyelenggaraan pengangkutan B3 di jalan


sudah diatur dalam SK Dirjen Perhubungan Darat
No.SK.725/AJ.302/DRJD/2004.

1. Pengemasan B3

Setiap B3 yang dihasilkan, diangkut, diedarkan, disimpan wajib dikemas


sesuai dengan klasifikasinya. Setiap kemasan B3 wajib diberikan simbol dan
label serta dilengkapi dengan MSDS.

Rambu K3 B3 Korosif
Pemberian simbol dan label sangat penting untuk mengetahui klasifikasi B3
sehingga pengelolaannya dapat dilakukan dengan baik guna mengurangi
risiko yang dapat ditimbulkan dari B3. Tata cara pemberian simbol dan label
sudah diatur dalam Permen LH No. 3 tahun 2008.

Bagaimana jika kemasan B3 mengalami kerusakan? Dalam hal kemasan B3


yang mengalami kerusakan untuk:

 B3 yang masih dapat dikemas ulang, pengemasannya wajib dilakukan oleh


pengedar
 B3 yang tidak dapat dikemas ulang dan dapat menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan dan/atau keselamatan manusia, maka
pengedar wajib melakukan penanggulangannya.

Dalam hal simbol dan label yang mengalami kerusakan juga wajib diberikan
simbol dan label yang baru.

1. Penyimpanan B3

Sama halnya dengan kemasan, setiap tempat penyimpanan B3 juga wajib


diberikan simbol dan label. Tempat penyimpanan yang sesuai dengan
persyaratan adalah sesuatu tempat tersendiri yang dirancang sesuai dengan
karakteristik B3 yang disimpan. Misalnya, B3 yang reaktif (reduktor kuat) tidak
dapat dicampur dengan asam mineral pengoksidasi karena dapat
menimbulkan panas, gas beracun, dan api.

Tempat penyimpanan B3 juga harus dapat menampung jumlah B3 yang akan


disimpan. Misalnya suatu kegiatan industri yang menghasilkan B3 harus
menyimpan B3 di tempat penyimpanan B3 yang memiliki kapasitas yang
sesuai dengan B3 yang akan disimpan dan memenuhi persyaratan teknis
kesehatan dan perlindungan lingkungan.
Tempat penyimpanan B3 wajib memenuhi persyaratan:

 Lokasi
 Konstruksi bangunan.

Hingga saat ini, peraturan yang mengatur tentang penyimpanan B3 memang


belum ada. Sementara kriteria persyaratan penyimpanan B3 mengacu pada
MSDS. Pengelolaan tempat penyimpanan B3 wajib dilengkapi dengan sistem
tanggap darurat dan prosedur penanganan B3.

1. Tanggung Jawab Terhadap K3

Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib menjaga


keselamatan dan kesehatan kerja. Kewajiban tersebut dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan K3 yang berlaku.

Dalam melaksanakan kewajiban tersebut, penanggung jawab kegiatan


pengelolaan B3 wajib melibatkan pekerjanya. Peranan pekerja dilaksanakan
sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang di
bidang ketenagakerjaan.

Sedangkan untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja, pekerja dan


pengawas B3 wajib melakukan uji kesehatan secara berkala. Uji kesehatan
tersebut diselenggarakan oleh masing-masing instansi sesuai perundang-
undangan yang berlaku.

1. Penanggulangan Kebakaran dan Keadaan Darurat

Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib menanggulangi


terjadinya kecelakaan dan/atau keadaan darurat akibat B3. Sistem tanggap
darurat adalah mekanisme atau prosedur untuk menanggulangi terjadinya
keadaan darurat dalam pengelolaan B3 yang memerlukan kecepatan dan
ketepatan penanganan, sehingga bahaya yang terjadi dapat ditekan sekecil
mungkin.
Dalam hal terjadi kecelakaan dan/atau keadaan darurat yang diakibatkan B3,
maka setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib
melaksanakan langkah-langkah:

 Mengamankan (mengisolasi) tempat terjadinya kecelakaan


 Menanggulangi kecelakaan sesuai dengan prosedur tetap penanggulangan
kecelakaan
 Melaporkan kecelakaan dan/atau keadaan darurat kepada aparat Pemerintah
Kabupaten/Kota setempat
 Memberikan informasi, bantuan, dan melakukan evakuasi terhadap
masyarakat di sekitar lokasi kejadian.

Aparat Pemerintah Kabupaten/Kota setempat, setelah menerima laporan


tentang terjadinya kecelakaan dan/atau keadaan darurat akibat B3 wajib
segera mengambil langkah-langkah penanggulangan yang diperlukan.

Salam safety!

Anda mungkin juga menyukai