ABSTRAK
Fokus pembahasan tulisan ini adalah menggali makna dan nilai filosofis dibalik budaya Ngelong suku Kasong
Manggarai-Flores-NTT. Metodologi perspektif pembahasan menggunakan filsafat fenomenologis, yakni penulis
menggarap persoalan-persoalan filosofis berupa kearifan lokal, khususnya yang menyangkut relasionalitas dengan
alam dan lingkungan, sekaligus berdialog dengan pemikiran filosofis dialogis Martin Buber. Pendekatan yang digunakan
untuk mendalami budaya Ngelong adalah pendekatan kualitatif dengan mengacu pada beberapa sumber literatur dan
wawancara. Tujuan pembahasan tulisan ini adalah pertama, untuk memahami lebih dalam makna filosofis dibalik
kearifan lokal budaya Ngelong suku Kasong Manggarai tentang Filsafat Dialog Martin Buber.
Kata Kunci: Budaya Ngelong, Aku dan Engkau, , Tanggung Jawab, Rekonsiliasi, Penghormatan, Rasa Religius.
ABSTRAK
Fokus pembahasan dari tulisan ini untuk menggali makna dan nilai-nilai filosofis di balik budaya Ngelong suku Kasong
Manggarai-Flores-NTT. Metodogi perspektif pembahasan menggunakan filosofis fenomenologis yaitu penulis menggarap perkara
filsafat berupa kearifan lokal terutama yang menyangkut relasionalitas dengan alam dan lingkungan hidup dan pada saat yang sama
mendialogkannya dengan pemikiran filsafat dialogis Martin Buber.
Pendekatan yang digunakan dalam upaya menggali budaya Ngelong ialah pendekatan kualitatif dengan mengacu
pada beberapa sumber kepustakaandan dan wawancara. Tujuan dari pembahasan tulisan ini ialah pertama, memahami lebih dalam
makna filosofis di balik kearifan lokal budaya Ngelong suku Kasong Manggarai dalam kaitannya dengan Filsafat Dialogus Martin
Buber. Kedua, menggugah kesadaran setiap orang untuk membangun suatu pola relasi subjek- subjek atau relasi I and Thou dalam
membangun relasi dengan alam, sehingga tercipta relasi yang harmonis antara manusia dengan alam dan bagi para pemangku
pemerintahan agar mampu mengimplementasikan pembangunan
yang berkelanjutan dimana tetap mengutamakan kelestarian alam.
Kata Kunci: Budaya Ngelong, I and Thou, Tanggung jawab, Rekonsiliasi, Penghormatan, Cita rasa religius.
PENDAHULUAN
Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan Perubahan musim dan cuaca, pencemaran
yang runyam dewasa ini baik dalam tataran lokal lingkungan berupa polusi udara dan air, sampah dan
maupun tataran global. Kerusakan lingkungan hidup limbah-limbah pabrik, musnahnya flora dan fauna
baik yang berskala kecil maupun yang berskala masif tertentu dan bencana alam adalah potret terjelas dari
membawa dampak sederetan persoalan lingkungan yang menimpa
buruk bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri. wajah bumi saat ini.
DOI: 10.55981/jmb.1495
105
Naskah Masuk: 28/11/2021 Revisi akhir: 3/4/2022
Diterima: 4/4/2022
ISSN 1410-4830 (cetak) | e-ISSN 2502-1966 (daring) | © 2022 Penulis. Diterbitkan oleh BRIN Publishing. Ini adalah
artikel akses terbuka di bawah lisensi CC BY-NC-ND (http://creativecommons.org/licenses/by-nc nd/ 4.0/).
Machine Translated by Google
Agustinus Asman; F.X Eko Armada Riyanto
106
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121
Machine Translated by Google
BUDAYA NGELONG SUKU KASONG MANGGARAI DALAM TERANG FILSAFAT DIALOGIS MARTIN
BUBER
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121
107
Machine Translated by Google
Agustinus Asman; F.X Eko Armada Riyanto
LIHAT TENTANGNYA
hidup di dunia seberang dan dapat diundang
BUDAYA HIDUP
oleh anak cucunya untuk menjaga, dan
melindungi tanaman mereka sehingga
Pengertian dan Model Budaya Ngelong mendatangkan hasil yang berlimpah (Asman 2021a).
Ngelong adalah sebuah ritus budaya suku Kasong Kedua, Kalok Uma. Kalok uma adalah
Manggarai yang mengekspresikan sikap penghormatan, upacara pemberian sesaji yang dilakukan menjelang
panghargaan (réku atau hiang tau) dan rekonsiliasi musim panen (sebelum ako woja agu geok latung).
(hambor), dan tanggung jawab manusia terhadap Materi presentasi dalam acara kalok ini adalah ayam
alam ciptaan baik tumbuhan maupun binatang. Dalam dan telur. Telur sebagai tuak kapu merupakan
hal ini, Ngelong merupakan sebuah istilah atau bentuk penghargaan kepada Tuhan, leluhur, dan
sebutan umum untuk beberapa ritus yang berkaitan makhluk halus yang menjaga kebun. Setelah selesai
aktivitas orang suku Kasong Manggarai berkaitan sembahyang atau pidato adat, putih telur yang telah
dengan alam seperi awal pengerjaan kebun, dipersembahkan ditaburkan ke tanah sebagai
saat hendak panen, meminta izin saat menebang persembahan kepada Ibu Pertiwi, kemudian telur
pohon di hutan, dan rekonsiliasi teruama dalam hal tersebut diletakkan di atas kayu atau bambu yang
ini memohon kesembuhan ketika orang mengalami telah disiapkan untuk menghormati 'Bapa Di Atas',
sakit yang berkepanjangan dan diketahui bahwa langit. (hiang ende mese wa mai agu ema mese
penyebab sakitnya ialah adanya pelanggaran dalam eta mai). Setelah itu ayam hewan kurban yang
menjalin relasi dengan alam baik saat proses dipersembahkan juga disembelih dan darahnya
pengerjaan kebun maupun karena menebang secara ditaburkan di tanah kemudian hati
sembarangan pohon dan ususnya dibakar untuk dijadikan persembahan.
di hutan (Asman 2021a) . Adapun beberapa
model dari ritus ngelong ini yaitu antara lain: Makna ritus ini adalah untuk mengucapkan syukur
Pertama, Dur Utung Labang Cu’a. Ngelong dan terima kasih kepada Tuhan, kepada leluhur, dan
Dur Utung Labang Cu’a adalah upacara Awal roh penjaga kebun (naga tana), atas segala
Pengerjaan Kebun dan Penanaman. Tahap ini disebut perlindungannya selama bekerja hingga panen tiba
juga “wa’u wini” (menanam benih) atau dur utung (Asman 2021a).
labang cu’a (awal pengerjaan dan penanaman). Ketiga, Tosi Agu Tesi. Tosi Agu Tesi secara
Barang yang disiapkan adalah bibit/ benih, ayam dan harafiah berarti minta izin. Orang suku Kasong
babi. Binatang ini disembelih, darahnya dicampur Manggarai menyadari bahwa segala yang ada di
dengan bibit yang siap di tanam sembari memohon alam ini (sangged weang) adalah ciptaan dari
agar apa yang ditanam itu dapat bertumbuh dengan Tuhan (Mori kraeng, ata jari agu dedek). Adanya
baik (Asman 2021a). Setelah itu bibit yang telah kesadaran ini mempengaruhi mereka dalam
disiapkan ditanam menurut pembagian masing- bertindak terutama dalam hal penebangan pohon di
masing. Inti pokok acara ini ialah memohon hutan. Ketika hendak menebang pohon di hutan, orang
perlindungan para leluhur (empo) untuk menjaga Manggarai harus melakuan sebuah ritus Ngelong.
tanaman padi dan Melalui ritus ini, orang suku
jagung sehingga mendatangkan hasil yang melimpah. Kasong Manggarai meminta izin kepada Mori
Selain itu, diminta pula kesehatan rohani dan jasmani ata jari agu dedek (Tuhan Pencipta) dan meminta
bagi mereka yang mengerjakan kebun tersebut. Ayam izin kepada binatang-binatang atau roh-roh yang
persembahan itu dibunuh di kebun dan seperti menjadikan pohon itu sebagai tempat tinggal mereka.
biasanya hati dan usus hewan kurban ‘dibaca’ (toto Apa yang dilakukan ini sama seperti tindakan yang
urat) dan kemudian disajikan “helang” (memberi dilakukan oleh orang suku Kasong Manggarai
persembahan) dan akhirnya mereka semua yang hadir terhadap sesama manusia. Bahasa dan pilihan kata
di kebun dapat makan bersama-sama. Dalam yang digunakan juga seakan- akan menggambarkan
peristiwa bahwa orang sedang
ini tersirat pula kepercayaan bahwa arwah para leluhur it u micaasriha dengan manusia dalam kehidupan sehari-hari
b e rb
108 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121
Machine Translated by Google
BUDAYA NGELONG SUKU KASONG MANGGARAI DALAM TERANG FILSAFAT DIALOGIS MARTIN
BUBER
(Asman 2021a). .
Dalam hal ini, meskipun Ngelong ditampilkan relasi manusia dengan alam.
orang suku Kasong Manggarai bisa meminta izin Relasi yang dibangun oleh manusia difondasikan pada
dengan melalui ritus budaya tosi agu tesi ini, tetapi sikap penghargaan dan penghormatan yang mendalam
ada kekecualian yaitu, dilarang mengambil kayu dekat akan alam. Alam dilihat sebagai sesuatu yang sakral.
mata air. Kesadaran akan alam sebagai sesuatu yang sakral
Keempat, Rewos Beti/ Hambor. Rewos Beti/ menyebabkan orang Manggarai tidak serta merta
Hambor merupakan suatu tindakan rekonsiliasi dengan menggunakan alam dengan sewenang-wenang. Dalam
alam terutama berkaitan dengan binatang. Tindakan mengambil
rekonsiliatif terjadi tentu oleh karena adanya konflik atau upaya untuk memperoleh sesuatu dari alam
yang terjadi sebelumnya. Dalam konteks Ngelong, orang harus melakuan sebuah ritus. Ritus inilah yang
tindakan rekonsiliatif dilakukan untuk menjalin kembali menjadi sebuah potret paling jelas akan sikap dan
suatu relasi yang harmonis antara manusia dengan alam. penghormatan akan alam.
Suatu kebiasaan orang suku Kasong Manggarai, ketika Kedua, dimensi sosial. Selain menampilkan
seseorang mengalami kesakitan dalam waktu yang dimensi kosmologis, Ngelong juga memiliki di dalam
cukup lama, meskipun diberi obat namun belum juga dirinya dimensi sosial. Dalam tahap awal pengerjaan
mengalami kesembuhan, maka pihak keluarga berusaha kebun, orang Manggarai dituntut untuk bersatu. Hal ini
mencari orang ‘pintar’ untuk mengetahui secara persis tampak dengan jelas dalam ritus ‘dur utung - labang
penyebabnya. Dalam upaya mencari penyebabnya orang cu’a’ (awal pengerjaan kebun).
‘pintar’ melakukan teka nampo (sebuah ritus untuk Dalam nuansa kebersamaan mereka meminta izin dan
menyelidiki penyebab kesakitan). memohon berkat dan perlindungan dari
Dengan karisma dan kemampuan Pencipta, leluhur, dan roh-roh yang mendiami tempat
penglihatannya, dia bisa mengetahui penyebab dari itu, sebab tempat itu akan digunakan sebagai ladang.
kesakitan tersebut. Apabila penyebab kesakitannya Nuansa kebersamaan dan kesatuan ini menjadi sebuah
diketahui oleh karena telah melukai binatang tertentu kekuatan dalam usaha membangun lingko (areal
baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja pada ladang) (Adon,2021: 418). Selain tergambar dalam
saat memotong kayu ritus ini, dimensi sosial ini juga terkait dengan
di hutan atau saat mengerjakan kebun maka yang mesti tanggung jawab sosial orang Manggarai sebagai
dilakukan adalah Ngelong. Artinya melakuan anggota komunitas ekologis untuk menjaga alam. hal
rekonsiliasi dengan binatang tersebut. itu tampak dalam upacara barong lodok dan barong
Dalam ritus ini, orang yang bersangkutan atau wae dalam upacara penti (syukuran panen tahunan).
diwakili pergi ke tempat kejadian peristiwa (TKP). Barong lodok adalah ritus yang dilakukan oleh
Hal yang dilakuan di sana ialah menyampaikan warga kampung di tengah-tengah wilayah perkebunan
permohonan maaf atas ketidaksengajaan. Bahan atau masyarakat untuk memanggil atau mengundang roh-
materi yang digunakan dalam ritus ini ialah telur roh yang menjaga kebuh guna mengikuti perayaan
ayam (Asman 2021a). penti yang akan dilaksanakan di rumah gendang pada
alam harinya. Selain memanggil roh-roh penjaga
Dimensi-Dimensi Ngelong kebun, dalam ritus ini diadakan juga sebuah ungkapan
penghormatan kepada penjaga kebun tersebut dengan
Setelah melihat pengertian, bentuk-bentuk budaya
memberikan persembahan kepada teno (teno
Ngelong, maka penulis melihat bahwa budaya
adalah kayu yang ditancap di tengah-tengah kebun yang
Ngelong memiliki empat (4) dimensi, yaitu, dimensi
berbentuk jaring laba-laba. Titik pusat dari kebun ini
kosmologis, dimensi sosial, dimensi moral, dan dimensi
disebut lodok. kayu teno ini merupakan simbol dan
religius.
reprsentasi dari segala kayu dan tanaman di kebun).
Pertama, dimensi kosmologis. Dimensi Persembahan itu merupakan ungkapan syukur atas
kosmologis merupakan suatu dimensi yang sangat segala hasil
menonjol dari Ngelong. Dalam budaya
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121
109
Machine Translated by Google
Agustinus Asman; F.X Eko Armada Riyanto
(Asman 2021b).. Dari hal ini dapat dipahami mendalam antara Pencipta dan dunia ciptaan. Segala
dengan jelas bahwa alam dipandang sebagai yang sesuatu yang ada di dunia ini adalah ciptaan dari realitas
sakral, sebagai sesuatu yang ‘hidup’ dan yang tertinggi yang disebut Mori Jari Agu Dedek.
dalam berelasi. Artinya bahwa segala tingkah Pencipta ini tergambar dalam aneka ritus, baik ritus yang
110 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121
Machine Translated by Google
BUDAYA NGELONG SUKU KASONG MANGGARAI DALAM TERANG FILSAFAT DIALOGIS MARTIN
BUBER
sekitar mata air dan juga ditempat lainnya. Hal ini biasa
suatu relasi dialogal. Relasi dialogal ini hendak
disebut dengan istilah lesing weri weru ata poli poka menegaskan penghormatan, kesederajatan, dan cita rasa
(menamam kembali pohon yang baru sebagai ganti senasib dan sepenanggungan ( Riyanto, 2018: 212).
pohon yang sudah ditebang) (Asman, 2021b). Dalam relasi dialogal ini ada persekutuan dan dalam
prinsip persekutuan ini masing-masing individu tidak
KONSEP FILSAFAT DIALOGIS lenyap oleh kehadiran subjek lain. Namun hal itu
BUBER menjadi mungkin bekat perjumpaan. Dalam
perjumpaan, Aku-Engkau saling berdialog. Di sinilah
Model Relasi Manusia masing masing subjek mengalami subjek lain sebagai
rahmat yang memungkinkan masing-masing pihak sadar
Selaku Filsuf yang berdarah Yahudi Martin Buber
akan keunikannya (Pandor, 2014: 190).
menjadi termasyur melalui bukunya Ich und Du atau I
Buber (1987: 16) mengatakan bahwa aku tidak
And Thou (Aku dan Engkau) yang ditulisnya pada
pernah berdiri sendiri, tetapi kehadiranku selalu
tahun 1923. Dalam karyanya ini, ia menampilkan dua
berelasi dengan engkau (Buber 1987).
model relasi manusia yaitu I
and Thou dan I and It. Penjelasan atas dua model Selain merujuk pada manusia, Buber juga
relasi tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, mengartikan terminologi Engkau dengan Tuhan.
relasi I and Thou. Istilah I and Thou (Jerman: Ich- Relasi manusia menjadi mungkin bukan hanya
dengan ‘Engkau’ partikular, melainkan juga dengan
Du, Indonesia: ‘Aku-Engkau’) merupakan istilah yang
‘Engkau’ Absolut atau Allah. Di sinilah religiusitas
digunakan oleh Buber untuk menggambarkan sebuah
manusia memuncak. Bagi Martin Buber relasi I-
model relasi dalam kehidupan manusia. I and Thou
Thou pada akhirnya membawa manusia pada suatu
merupakan model relasi yang merujuk kepada kodrat
cita rasa spiritual. Artinya bahwa relasi dengan
manusia dalam dan holistik. Buber mengatakan kata
Particular Thou (Engkau partikular manusia dan
utama ‘Aku-
alam) mampu membawa manusia pada persatuan
Engkau’ hanya dapat diungkapkan dengan seluruh
keberadaan. Aku adalah Aku ketika Aku dengan Eternal Thou (Allah) (Buber, 1987: 104).
Perjumpaan dengan Allah (Eternal Thou) bukanlah
berelasi dengan Engkau. Tanpa Engkau tidak ada Aku
suatu kegiatan
(Buber, 1987: 44). Dalam Buber, Engkau
yang terpisah dari aktivitas keseharian manusia.
bukan non-Aku (lawan Aku). Di sini tidak ada relasi
Aktivitas keseharian manusia terutama soal relasi
asimetris sebab itu bukan relasi manusiawi.
yang dibangun di atas wadas cinta, membawa
Relasi manusiawi adalah relasi yang timbal balik. Aku
manusia pada tahap-tahap religius hidupnya.
menyapa Engkau dan Engkau menjawab Aku. Itu yang
dimaksud dengan ‘timbal balik’ (Hia, 2015: 306). Kedua, Relasi I-It (Jerman: Ich-Es, Indonesia:
Sebab secara konkret Aku tidak Aku-Itu) merupakan sebuah relasi monologal.
mungkin berkomunikasi dengan diri sendiri. Dalam Relasi ini bertentangan dengan model relasi I- Thou.
berkomunikasi yang terjadi secara intens, Engkau bukan Dalam relasi I-Thou, sesuatu yang di luar diri subjek
hanya lawan bicara, tetapi mengambil peran sebagai dilihat sebagai ‘Engkau’ (Thou), tetapi dalam relasi I-
‘Aku yang lain’, karena Engkau makin memungkinkan It, semua yang ada di luar diriku adalah objek atau
Aku-subjek (Riyanto, 2018: 215). benda-benda yang kapan saja bisa dimanfaatkan,
digunakan dan diperalat.
Dalam relasi I and Thou , yang satu melihat yang
Buber ( 1987: 16 ) mengatakan: “the primary word I-It,
lain bukan sebagai objek melainkan sebagai subjek yang
can never be spoken with the wholle
ia sebut Thou atau Thou. Dengan menggunakan kata
being” (kata utama Aku-Itu, tidak pernah dapat
ganti orang kedua “Thou” Buber hendak menunjukkan
diungkapkan dengan seluruh keberadaan).
suatu hubungan kekeluargaan yang akrab dan penuh
Dengan pernyataan ini Buber memaksudkan
kasih (Rumyaru, 2018: 11). Semua yang saya jumpai
adanya relasi yang tidak utuh yang dibangun
adalah subjek. Relasi yang dibangun ini merupakan
dalam pola relasi I-It, sebab relasi I-It tidak
mengungkapkan keseluruhan being. ‘Engkau’
yang disanjung dalam relasi I-Thou kini telah
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121
111
Machine Translated by Google
Agustinus Asman; F.X Eko Armada Riyanto
112
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121
Machine Translated by Google
BUDAYA NGELONG SUKU KASONG MANGGARAI DALAM TERANG FILSAFAT DIALOGIS MARTIN
BUBER
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121 113
Machine Translated by Google
Agustinus Asman; F.X Eko Armada Riyanto
114
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121
Machine Translated by Google
BUDAYA NGELONG SUKU KASONG MANGGARAI DALAM TERANG FILSAFAT DIALOGIS MARTIN
BUBER
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121
115
Machine Translated by Google
Agustinus Asman; F.X Eko Armada Riyanto
116 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121
Machine Translated by Google
BUDAYA NGELONG SUKU KASONG MANGGARAI DALAM TERANG FILSAFAT DIALOGIS MARTIN
BUBER
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121 117
Machine Translated by Google
Agustinus Asman; F.X Eko Armada Riyanto
itu bisa dilihat dalam alinea keempat Pembukaan UUD ekosistem atau yang disebut dengan ekosida.
1945 yang berbunyi ”membentuk suatu pemerintah Diketahui bahwa setiap tahunnya tidak kurang dari 4,1
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa juta hektar hutan di Indonesia berganti menjadi areal
Indonesia.”, serta dikaitkan dengan hak penguasaan pertambangan, perkebunan besar dan Kawasan
kepada negara atas bumi, air, dan kekayaan yang industri lainnya (Arliman S, 2018: 763). Semua ini
terkandung didalamnya untuk sebesar-besarnya hanya menguntungkan segelintir orang. Tidak bisa
kemakmuran rakyat, sebagaimana ketentuan Pasal 33 disangkal bahwa antara faktor ekonomi dan ekologi
(3) ada hubungan yang kuat. Kelangsungan ekonomi
UUD 1945 (Permadhi, 2019: 27). sangatlah bergantung kepada ekologi. Dan yang
Lebih lanjut, Amandemen UUD 1945 Pasal 28 terjadi ialah tidak adanya mutualisme dimana sistem
H (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup yang satu hanya parasit bagi sistem yang lain
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan (Chayandito, 2006: 6). Diketahui pula bahwa isu
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat pembangunan berkelanjutan di Indonesia baru
serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Pasal mencapai dua per tiga dari target maksimum. Selain
33 (4) mengatakan: “perekonomian nasioanal itu berdasarkan aspek keberlanjutan, yaitu ekonomi,
diselenggaran berdasar atas demokrasi ekonomi lingkungan dan sosial, ternyatan kemajuan cukup
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, tinggai tejadi pada sisi ekonomi dan sosial, sementara
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, aspek lingkungan banyak
serta dengan menjaga terkoreksi oleh degradasi (Margiyono et al., 2019: 44).
keseimbangan dan kesatuan ekonomi nasional”(Permadhi, 201K9e: n2y7a).taan ini tentu saja menuntut
Sementara hak dan kewajiban warga negara pemerintah dan semua elemen untuk bekerja lebih
sebagaimana yang tercantum dalam Piagam Hak keras dan sungguh-sungguh menjadikan
Asasi Manusia (HAM) yang merupakan bagian tak pembangunan yang berkelanjutan tetap menjadi
terpisahkan dari Tap MPR No. XVII/ MPR/1998 prioritas utama dan corak dasar pembangunan di
yang ditetapkan oleh sidang istimewa MPR tahun Indonesia meskipun membutuhkan sebuah proses
1998, diantaranya menyatakan bahwa manusia yang tidak mudah. Ciri khas dari model pembangunan
adalah Mahkluk Tuhan yang Mahaesa yang ini ialah perhatian pembangunan tidak hanya
berperan sebagai menyasar pada manfaat ekonomi tetapi juga manfaat
pengelola dan pemelihara alam secara seimbang dan sosial, lingkungan (alam),
serasi dengan ketaatan kepada-Nya. dan budaya yang berkelanjutan (Jenaru, 2017: 15).
Manusia dianugerahi hak asasi dan tanggung jawab Dalam hal ini upaya ekonomi perlu menghormati
serta kewajiban untuk menjamin keberadaan, harkat, integritas dan ritme alam dengan bijak. Hal ini
martabat kemuliaan kemanusiaan serta menjaga dikarenakan sumber daya alam yang terbatas
keharmonisan kehidupan. Pada dan sikap bangsa dan beberapa diantaranya tidak dapat diperbarui. Jadi,
terhadap Hak Asasi Manusia yang bersumber dari perlu untuk menentang ekonomi eksploitatif dan pola
ajaran pembangunan yang justru membahayakan
agama, nilai moral universal, dan nilai luhur ketersediaan sumber daya
a la m , b ai k un t u k g e n e r a s i s ekarang maupun
budaya bangsa, serta berdasarkan pancasila dan UUD 1 9 45 (P e rm a d h i, 2 0 1 9 : 2 7 ) .
yang akan datang (Denar, Juhani, and Riyanto 2021: 69).
Apa yang digaungkan oleh Konstitusi dan
undang-undang ini rupanya tidak dihayati dengan Dalam konteks seperti ini Ngelong yang
semestinya, baik oleh pemerintah sebagai pemangku merupakan kearifan lokal suku Kasong
kekuasaan maupun oleh masyarakat Indonesia. Hal Manggarai hendaknya menjadi kearifan ‘nasional’.
itu tampak jelas dalam banyak kasus dan salah Artinya gagasan-gagasan inti budaya Ngelong
satunya ialah fenomena eksploitasidalam skala masif (tanggung jawab, penghormatan, penghargaan serta
tehadap rekonsiliasi terhadap alam) dan nilai-nilai yang
sumber sumber daya alam tersebut secara terkandung di dalamnya (keharmonisan,
p e n g h a rgaan terhadap kehidupan, dan spiritual)
terbuka yang berdampak pada perusakan hingga pemu s n a h a n
118 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121
Machine Translated by Google
BUDAYA NGELONG SUKU KASONG MANGGARAI DALAM TERANG FILSAFAT DIALOGIS MARTIN
BUBER
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121 119
Machine Translated by Google
Agustinus Asman; F.X Eko Armada Riyanto
cita rasa religius. Nilai- nilai yang mengalir dari Friedman, Maurice. 1967. "Filsafat Martin Buber." dalam
budaya ini ialah keharmonisan, penghargaan terhadap The Philosophy of Martin Buber, diedit oleh MF
kehidupan, dan nilai religius. Relevansi yang dan PA Schilpp. Amerika Serikat: Perpustakaan
Filsuf Hidup.
diberikan tidak saja dalam kotenks lokal tetapi juga
Friedman, Maurice S. 1955. The Life of Dialogueitle.
nasional dan bahkan global. Sebab kerusakan
Chicago: Universitas Chicago Press.
lingkunan hidup terjadi dari konteks lokal hingga
Gea, Antonius Atosokhi. 2002. Relasi Dengan Sesama.
global dari tanggung jawab pemulihannya pun Jakarta: PT. Gramedia.
melibatkan semua orang
Gunawan, Rudy, Eko Digdoyo, and Aryo Subarkah.
baik dari konteks lokal, nasional, hingga global.
2014. “Budaya Kearifan Lokal Dalam Tata Kelola
Dengan demikian budaya Ngelong suku Kasong Dan Pengembangan Lingkungan Kota.”
Manggarai pada akhirnya bukan saja sebuah Jurnal Sejarah Dan Budaya 8(2):207–14.
‘kearifan lokal’, tetapi juga ‘kearifan nasional’ dan Hadis Badewi, Muhammad. 2016. “Hubungan Interpersonal
‘kearifan global’. dalam Nilai Budaya Bugis: Perspektif Filsafat Dialogis
Martin Buber.” Jurnal Filsafat 25(1):75. doi:
10.22146/jf.12615.
DAFTAR PUSTAKA
Heydemans, Nency Aprilia, dan Fienny Maria Langi.
2019. “Rekonsiliasi Pemuda Dengan Alam.”
Adon, Mathias Jebaru. 2021. “Folkways Lonto Leok Budaya Jurnal Studi Pemuda 8(2):156. doi: 10.22146/
Manggarai Dalam Terang Pemikiran William studipemudaugm.48448.
Sumner Tentang Masyarakat Sebagai Kerjasama Hia, Robeti. 2015. “Konsep Relasi Manusia Ber
Antagonistic.” Journal of Educa tion, Humaniora dasarkan Pemikiran Martin Buber.” Melintas
and Social Sciences (JEHSS) 4(1):411–21. doi: 30(3):303. doi: 10.26593/mel.v30i3.1448.303-
10.34007/jehss.v4i1.671. 322.
Arliman S, Laurensius. 2018. “Eksistensi Hukum Hilal, Muhammad. 2014. “Tuhan Dalam Filsafat Dialog
Lingkungan Dalam Membangun Lingkungan Sehat Di Martin Buber.” Jurnal Pusaka.
Indonesia.” Jurnal Ilmu Hukum 5(1):761– HRS/GRE. 2019. “Indonesia Darurat Bencana.” Har ian
70. doi: 10.5281/zenodo.1683714. Kompas, 6.
Armada Riyanto. 2018. Relasionalitas Filsafat Fon dasi Janggur, Petrus BA. 2010. Butir-Butir Adat Mang garai.
Interpretasi: Aku, Teks, Liyan, Fenomen,. Ruteng: Yayasan Siri Bongkok.
Yogyakarta: Kanisius.
Jenaru, Avent OFM. 2017. “Konflik Alam Dan Hak Asasi
Asman, Agustinus. 2021a. Wawancara Dengan Bpk. Manusia (HAM) Di Papua.” Gita Sang Surya 12.
Romanus Balar Tetang Budaya Ngelong
Suku
Keraf, Soni. 2014. Filsafat Lingkungan Hidup. Yog
Kasong Manggarai Pada Tgl.25-27
Oktober 2021. yakarta: Kanisius.
Margiyono, Margiyono, Ahmad Fauzi, Ernan Rus tiadi, and
Asman, Agustinus. 2021b. Wawancara Dengan Bpk.
Bambang Juanda. 2019. “Kerugian Ekologis
Theodorus Gadul Tentang Budaya Ngelong
Dalam Pembangunan Di Provinsi Kalimantan
Suku Kasong Manggarai Pada Tgl. 12-14 Timur.” Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan
Oktober 2021. Publik
Buber, Martin. 1987. Aku dan Kamu. Southampton: 10(1):43–55. doi: 10.22212/ jekp.v10i1.1162.
Cammelot Press PLC.
Chayandito, Fani........2006. “Pembangunan Berkelan Pandor, Pius. 2014. Seni Merawat. Jakarta: Obor.
jutan, Ekonomi Dan Ekologi, Sustainability Permadhi, Putu Lantika Oka. 2019. “HAK ATAS
Communication Dan Sustainability Reporting.” LINGKUNGAN HIDUP DILIHAT DALAM
Jurnal Fakultas Ekonomi Dan Bisnis LMFE PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDO
i(022):1–12.
NESIA.” Jurnal Hukum Saraswati (JHS) 1:21–32.
Denar, Benny, Sefrianus Juhani, and Armada Riyanto. 2021.
“Dimensi Ekoteologi Roko Molas Poco dalam Tradisi
Prakasa, Satria Unggul Wicaksana. 2016. “ECOCIDE
Pembuatan Rumah Adat Masyarakat Manggarai - CRIMES& OMNIBUS LAW: REVIEW OF
NTT.” JURNAL ORIENTASI ASIA dalam INTERNATIONAL LAW AND ITS IMPLI
TEOLOGI 03(01):59–88. doi: 10.24071/ CATIONS ONINDONESIA LAW.” Dinamika Ham
jaot.v3i1.3218.
12(2):1–23. doi: https://doi.org/10.24123/
jdh.v12i2.2898.
120 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121
Machine Translated by Google
BUDAYA NGELONG SUKU KASONG MANGGARAI DALAM TERANG FILSAFAT DIALOGIS MARTIN
BUBER
Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 24 No. 1 Tahun 2022, hlm. 105–121 121