Anda di halaman 1dari 11

BAI’ ISTISHNA

Mata kuliah fiqih II muamalah


Dosen Pengampu : Wahdan S.Ag. M.M

Disusun Oleh:

SILPIA NASAH
21.01.01.0094

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NIDA EL-ADABI
BOGOR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam karena atas
izin dan kehendak-Nya jugalah makalah sederhana ini dapat kami selesaikan tepat pada
waktunya.
Penulisan dan pembuatan makalah ini b ertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Fiqih II muamalah , Adapun pembahasan dalam makalah ini mengenai “ Bai’ istishna ”
Dalam penulisan makalah ini saya menemui berbagai hambatan yang dikarenakan
terbatasnya Ilmu Pengetahuan saya mengenai hal yang berkenan dengan penulisan makalah
ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya saya berterima kasih kepada dosen kami yang telah
memberikan limpahan ilmu berguna kepada kami.

Penyusun menyadari akan kemampuan yang masih terbatas. Dalam makalah ini
penyusun sudah berusaha semaksimal mungkin.
Harapan penyusun, makalah ini dapat menjadi track record dan menjadi referensi
baginpenulis dan orang lain dalam mengarungi masa depan. Penyusun juga berharap agar
makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang membacanya.

Parung Panjang,15 Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI.................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang masalah ......................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah .................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................... 4
A. Pengertian Jual Beli (Ba’i) ..................................................................................................... 4
B. Jual Beli Istishna .................................................................................................................... 5
C. Dasar Hukum Jual Beli Istishna’ ............................................................................................ 6
D. Rukun dan Syarat Jual Beli Istishna’ ...................................................................................... 6
1. Rukun jual beli istishna’ ..................................................................................................... 6
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................... 7
A. KESIMPULAN ..................................................................................................................... 7
B. SARAN ................................................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang masalah

Di dalam kehidupan bermu’amalah, Islam memberikan suatu garis kebijaksanaan


perekonomian yang jelas. Transaksi bisnis merupakan hal yang sangat diperhatikan dan
dimuliakan oleh islam. Perbedaan pendapat dalam penetapan pengertian praktek-praktek
transaksi ekonomi telah berlangsung sejak masa sahabat dan diduga akan terus berlangsung
selama masih terus muncul bentuk-bentuk transaksi ekonomi. Ekonomi Islam dan Hukum
Islam yang berlaku secara universal sesuai dengan perkembangan umat manusia bertujuan
untuk mewujudkan kemaslahatan dan menolak segala kerusakan. Untuk itulah Allah
memberikan inspirasi kepada mereka untuk mengadakan penukaran perdagangan dan semua
cara perhubungan, sehingga hidup manusia dapat berdiri dengan lurus dan mekanisme hidup
ini dapat berjalan dengan baik dan produktif.1.Perdagangan merupakan salah satu aspek
kehidupan yang bersifat horizontal dengan sendirinya berarti ibadah karena memberikan
kemudahan kepada orang yang membutuhkan.2.Disamping itu, usaha perdagangan dalam
Ekonomi Islam merupakan usaha yang memerlukan penekanan khusus, karena Nabi
Muhammad Saw menyebarkan agama Islam dengan cara berdagang , beliau telah memulai
pengalaman dagang sejak berusia 12 tahun, 5yaitu ketika diajak paman nya , Abu Thalib ,
berdagang ke negeri Syam, beliau juga seorang pedagang professioanal yang selalu
menjunjung tinggi kejujuran.6bangsa arab sudah perpengalaman selama tidak lebih dari
ratusan tahun dalam beraktivitas ekonomi , jalur perdagangan bangsa arab ketika itu berbentang
dari Yaman sampai kedaerah-daerah militeran. ajaran islam sendiri diwahyukan melalui nabi
muhammmad SAW , seorang yang terlahir dari keluarga pedagang, Muhammad menikah
dengan saudagar ( Siti Khadijah) dan beliau melakukan perjalanan bisnis sampai kesyiria (
kafilah). Dalam sejarah dunia membuktikan bahwa manusia harus hidup berekonomi di dunia
ini adalah sifat dasar manusia, karena manusia dalam keperluan hidup saling bergantung satu
sama lain.7 Ada tiga kebutuhan pokok (primer) manusia yang tidak mungkin di abaikan yaitu
sandang, pangan dan perumahan(ruko). Rolling door adalah satu bagian yang terpenting
dengan konstribusi ruko, dengan demikian rolling door tidak bisa di hapuskan dari kehidupan
manusia, saat ini kebutuhan masyarakat akan ruko semakin meningkat, sebagai kebutuhan
kepada rolling door juga semakin tinggi. Usaha rolling door merupakan usaha penunjang sektor

1
perumahan atau ruko yang dapat menyerap sejumlah tenaga kerja yang terlatih dan paham,
dalam proses pembuatannya. Sebab, di samping memakan waktu yang agak lama, model dan
peralatan yang di perlukan dalam pembuatan rolling door ini juga spesial.8 Apabila pengrajin
telah menghasilkan produk, maka pengrajin tersebut harus berusaha memasarkannya.Untuk
tujuan ini produk harus bisa memenuhi standar pasar. Oleh karena itu usaha rolling door harus
dilakukan dengan baik dan professional sejak proses pembuatan sampai pemasarannya,
sehingga tidak menimbulkan kerugian.9 Pengusaha harus membuat produk sesuai yang di
inginkan konsumen, sehingga dengan meningkatnya pembangunan ruko usaha rolling door
turut berkembang dengan kompetisi yang sehat yang membawa dampak positif bagi konsumen
atau produsen karena produk rolling door mudah diperoleh di pasaran dengan harga yang
kompetitif. Dengan demikian usaha ini merupakan suatu tantangan ekonomi yang harus
dihadapi dengan manajemen usaha yang baik.Maka harus diupayakan adanya poin unggulan
demi menarik minat konsumen, diantaranya dengan kemudahan transaksi, selain kualitas
produk, ini tak jarang timbul persaingan yang tidak sehat di antara sesama usaha. Dalam islam
persaingan usaha tidaklah dilarang, Allah SWT memerintahkan kepada segenap hamba-Nya
untuk senantiasa berusaha dengan adil dan ikhlas. Adil merupakan kunci kesuksesan yang di
ibaratkan sebagai modal. Sedangkan sikap ikhlas akan mendatangkan kesuksesan da
kebahagiaan sebagai labanya.10 Menurut Rasullullah SAW usaha perdagangan yang sangat
strategis bila dibandingkan dengan usaha-usaha lain, sebagaimana beliau mengatakan bahwa
sesungguhnya di dunia perdagangan itu Sembilan dari sepuluh pintu rezki. Maksudnya, Allah
membuka sepuluh pintu bagi semua manusia untuk mendaapatkan harta, dan Sembilan
diantaranya ada pada pintu dagang. Secara simple dapat dipahami bahwa keelebihannya bisa
dalam arti kuantitatif, sebab Rasullullah SAW melakukan aktifitasnya dalam bidang ini tetapi
bila dikaji lebih mengacu pada makna kualitatif, artinya posisi strategi dari usaha perdagangan
itu terletak pada banyaknya kesempatan untuk melakukan kebajikan, sejajar dengan peluang
untuk melakukan kecurangan didalamnya.11 Jual beli yang mendapatkan berkah dari Allah
adalah jual beli jujur, yang tidak curang, tidak mengandung unsur penipuan dan pengkhianatan
pengkhianatan.12 Perdagangan secara pesanan ( Bai’ al-Istishna’ ) merupakan salah satu dari
bentuk-bentuk perdagangan yang diperbolehkan oleh syari’at islam. Menurut Ibnu Rusyd yang
dikutip oleh syafi’i Antonio13 , dalam pengertian yang sederhana, Bai’ al-Istishna’ merupakan
kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang
menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk
membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya
kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta system pembayaran:

2
apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu
pada masa yang akan datang. Menurut Mazhab Hanafi, al-Istishna’ hukumnya boleh (jawaz)
karena hal ini telah dilakukan oleh masyarakat Muslim sejak masa awal tanpa ada pihak
(ulama) yang mengingkarinya.15 Pada dasarnya, pembiayaan al Istishna’ merupakan transaksi
jual beli cicilan pula seperti transaksi Murabahah Muajjal. Namun, berbeda dengan jual beli
murabahah dimana barang diserahkan dimuka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual
beli al-Istishna’ barang diserahkan dibelakang, walaupun uangnya juga sama-sama dibayar
secara cicilan.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang ditetapkan, maka permasalahan yang di bahas dalam
penlitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian jual beli istishna’?
2. Bagaimana tinjauan menurut Ekonomi Islam tentang jual beli istishna’?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli (Ba’i)

Jual beli secara istilah yaitu menukar barang dengan barang atau barang dengan uang
dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan,
atau jual beli merupakan pemilikan harta benda dengan jalan tukar-menukar yang sesuai
dengan aturan syara. Jual beli (Ba’i) merupakan transaksi pertukaran antara ‘ayn yang
berbentuk barang dengan dayn yang berbentuk uang yang diiringi perpindahan hak milik.
Transaksi ini sebenarnya dikenal sebagai transaksi jual beli (Ba’i). Pihak penjual memiliki
barang dan pihak pembeli memiliki uang kemudian dipertukarkan. Jual beli merupakan akad
yang umum digunakan oleh masyarakat, karena dalam setiap pemenuhan kebutuhannya,
masyarakat tidak bisa berpaling untuk meninggalkan akad ini. Untuk mendapatkan makanan
dan minuman misalnya, terkadang ia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan itu dengan
sendirinya, tapi akan membutuhkan dan berhubungan dengan orang lain, sehingga
kemungkinan besar akan terbentuk akad jual beli. Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh
disebut al-ba’i yang menurut etimologi berarti menjual atau mengganti. Jual beli menurut
istilah adalah menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain, sedangkan menurut bahasa adalah
pertukaran harta dengan harta atas dasar saling merelakan, atau memindahkan milik dengan
ganti yang dapat dibenarkan. Salah satu contoh muamalah atau hubungan antar manusia yaitu
jual beli, yang mana antara penjual dan pembeli selalu bergantungan satu sama lain karena
tanpa adanya pembeli penjual tidak akan bisa menjual barangnya apa lagi untuk mendapat
keuntungan justru sebaliknya akan mendapatkan kerugian bahkan kebangkrutan. Begitu juga
dengan pembeli, tanpa adanya penjual maka pembeli tidak akan bisa mendapatkan barang yang
diinginkan untuk memenuhi kebutuhannya. Hukum jual beli pada dasarnya dibolehkan oleh
ajaran Islam. Kebolehan ini didasarkan pada firman Allah yang terdapat dalam surat An-Nisa’
Ayat 29 yang berbunyi:
‫ع ْن تـَ َراض ِم ْنكُ ْم‬ َ ‫يَا أَيـ ُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا ال ت َأْكُلُوا أ َ ْم َوالَكُ ْم بـَيـْنَكُ ْم بِ ْال َباطِ ِل إِال أ َ ْن تَكُونَ ت َج‬
َ ً ‫ارة‬
Artinyaa: “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan harta diantara kamu
dengan cara yang batil melainkan dengan cara jual beli, suka sama suka diantara kamu”.(Q.S.
An-Nisa’: 29)
Dalil diatas menegaskan hukum jual beli itu (mubah) atau boleh, karena menurut agama Islam

4
dalam jual beli terdapat hak khiyar yaitu dibolehkan memilih apakah akan meneruskan jual
beli atau akan membatalkannya, karena terjadinya oleh suatu hal, ini dinamakan Khiyar (hak
memilih). Jual beli juga tidak boleh melanggar ketentuan syari’at. Misalnya tidak mengandung
riba, tidak merugikan pihak lain, bukan karena paksaan, dan sebagainya. Jual beli merupakan
transaksi yang tidak bisa dihindari saat ini untuk mendukung terpenuhinya kebutuhan hidup,
baik pribadi maupun masyarakat umum. Dalam pada itu ulama sepakat mengenai kebolehan
berjual beli ini, sebagai salah satu usaha sejak masa nabi Muhammad SAW hingga saat
sekarang ini. Kegiatan jual beli sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebagai sarana dan
prasarana untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, dengan adanya jual beli maka akan
timbul rasa saling bantu-membantu terutama dibidang ekonomi, karena jual beli adalah sebuah
sarana untuk tolong-menolong antar sesama. Jadi dapat disimpulkan bahwa Manusia tempat
berhajat kepada satu sama lainnya, baik yang menyangkut hubungan sosial, ekonomi dan
sebagainya.

B. Jual Beli Istishna

Istishna’ adalah memesan kepada perusahaan untuk memproduksi barang atau


komoditas tertentu untuk pembeli atau pemesan. Istishna’ adalah akad jual beli barang pesanan
(barang belum diproduksi atau barang tidak tersedia di pasar). Spesifikasi barang yang dipesan
harus disepakati sejak awal dan harga barang yang dipesan bisa dibayar tunai atau dicicil. Akad
istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara (pembeli, mustashni’) dengan penjual
(pembuat,shani’). Shani’ akan menyiapkan barang yang dipesan sesuai dengan spesifikasi yang
telah disepakati di mana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain (istishna’ paralel).
Pembayaran istishna’ dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu
waktu pada masa yang akan datang. Supaya akad istishna’ menjadi sah harga harus ditetapkan
di awal sesuai kesepakatan dan barang harus memiliki spesifikasi yang jelas yang telah
disepakati bersama. Dalam istishna’ pembayaran dapat dilakukan dimuka, dicicil sampai
selesai, atau di belakang. Akad Istishna’ biasanya diaplikasikan untuk industri dan barang
manufaktur. Oleh sebab itu, istishna’ adalah perjanjian yang berakhir dalam jual beli pada
harga yang disetujui, dimana pembeli melakukan pesanan untuk manufaktur, merangkai atau
membangun sesuatu yang akan diserahkan pada suatu tanggal di masa yang akan datang.
Berdasarkan defenisi akad istishna’ tersebut, pembeli menugaskan penjual untuk menyediakan

5
barang pesanan sesuai spesifikasi yang disyaratkan untuk diserahkan kepada pembeli, dengan
cara pembayaran dimuka atau tangguh. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh
pembeli dan penjual di awal akad. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah
disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat
maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya. Karena akad istishna’ menciptakan
kewajiban moral bagi perusahaan untuk memproduksi barang pesanan pembeli.

C. Dasar Hukum Jual Beli Istishna’

Transaksi istishna’ Menurut Mahzab Hanafi, istishna’ hukumnya boleh (ijawaz),


karena hal ini telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak
(ulama) yang mengingkarinya. Dalam fatwa DSN-MUI, dijelaskan bahwa jual beli istishna’
adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual
(pembuat, shani’).

D. Rukun dan Syarat Jual Beli Istishna’


Istishna’ merupakan salah satu transaksi jual beli. Oleh karena itu, rukun jual beli juga
merupakan rukun istishna’,dan syarat jual beli merupakan syarat istishna’.
1. Rukun jual beli istishna’
Rukun istishna’ menurut Hanafiyah adalah ijab dan qabul. Akan tetapi menurut
jumhur ulama, mengemukakan rukun istishna’ ada tiga, yaitu:
a. Pihak yang berakad
- Pembeli atau pemesan (mushtasni’), yaitu pihak yang membutuhkan atau
yang memesan barang atau makanan
- Penjual (shani’), yatu pihak yang memproduksikan barang pesanan.
b. Objek akad
- Barang atau jasa dengan spesfikasinya yang dipesan (mashnu’)
- Harga atau modal (tsaman).
c. Akad atau shighat
- Serah (ijab), yaitu lafadz dari pihak pembeli atau pemesan yang meminta
kepada penjual atau yang pembuat pesanan, untuk membuatkan sesuatu untuk
pemesan dengan imbalan tertentu.
- Terima (qabul), yaitu jawaban dari pihak yang menerima pesanan untuk
menyatakan persetujuannya atas hak serta kewajibannya.

6
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Allah Swt. Mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan kepada
hamba-hamba-Nya, karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa
sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan seperti ini tidak pernah putus selama manusia masih
hidup. Tidak seorang pun yang dapat memenuhi hajat hidupnya sendiri, karena itu manusia
dituntut berhubungan satu sama lainnya. Dalam hubungan ini tidak ada satu hal pun yang lebih
sempurna daripada saling tukar, dimana seseorang memberikan apa yang ia miliki untuk
kemudian ia memproleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai dengan kebutuhannya
masing-masing.24 Setiap apa yang disyariatkan Allah dan Rasul-Nya, pasti mempunyai
hikmah yang terkandung didalamnya, begitu juga dalam jual beli istishna’ pasti ada hikmah
yang terkandung didalamnya.

B. SARAN

Jual beli merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh setiap manusia, namun pada zaman
sekarang manusia tidak menghiraukan hukum islam. Oleh karena itu, sering terjadi penipuan
dimana-mana. Untuk menjaga perdamaian dan ketertiban sebaiknya kita berhati-hati dalam
bertransaksi dan alangkah baiknya menerapkan hukum islam dalam interaksinya. Allah SWT
telah berfirman bahwasannya Allah memperbolehkan jual beli dan mengharamkan riba.Maka
dari itu, jauhilah riba dan jangan sampai kita melakukun riba. Karena sesungguhnya riba dapat
merugikan orang lain.

7
DAFTAR PUSTAKA

Syafe'i, Rachmat. 2006. Fiqih Muamalah. Bandung : Cv. Pustaka setia.


Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam, Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo.
Syafe’i, Nurdin. 2016. Buku Siswa Fiqih Madrasah Tsanawiyah Kelas IX.
Jakarta : Kementerian Agama Republik Indonesia.
Zuhdi, Masjfuk. 1997. Masail Fiqhiyah, Jakarta : PT. Toko Gunung Agung.
S Shobirin. (2016). “Jual Beli dalam Pandangan Islam”. [online]. Tersedia :
journal.stainkudus.ac.id/index.php/Bisnis/article/download/1494/1372.

Anda mungkin juga menyukai