Anda di halaman 1dari 54

Anodontia

1. Definisi Anodontia adalah suatu keadaan di mana semua benih gigi tidak terbentuk sama sekali, dan merupakan suatu kelainan yang sangat jarang terjadi. Anodontia dapat terjadi hanya pada periode gigi tetap/permanen, walaupun semua gigi sulung terbentuk dalam jumlah yang lengkap. Anodontia terdiri dari 2 macam, hypodontia yaitu penderita yang kekurangan 1 sampai 6 gigi dari jumlah gigi yang normal dan oligodontia yaitu suatu keadaan dimana penderita kekurangan lebih dari 6 gigi dari jumlah normal (Ima, 2008).

2. Gambar

Gambar Anodontia

Gambar Oligoodontia

3. Prevalensi Angka kejadian untuk hypodontia adalah 15%, sementara untuk oligodontia adalah 0,1-1%, sedangkan anodontia jarang terjadi (Dani, 2011).

4. Etiologi Anodontia dan hypodontia kadang ditemukan sebagai bagian dari suatu sindroma, yaitu kelainan yang disertai dengan berbagai gejala yang timbul secara bersamaan, misalnya pada Sindroma Ectodermal Dysplasia. Hypodontia dapat timbul pada seseorang tanpa ada riwayat kelainan pada generasi keluarga

sebelumnya, tapi bisa juga merupakan kelainan yang diturunkan (Unpad, 2009). Faktor lingkungan dapat menyebabkan pecahnya benih gigi ketika masih dalam kandungan, misalnya radiasi, trauma, infeksi, gangguan nutrisi dan hormonal (Dhika, 2011).

5. Gejala Anodontia ditandai dengan tidak terbentuknya sebagian atau semua gigi Ada 2 macam anodontia yaitu adontia lengkap dan anodontia sebagian. Hypodontia atau oligodontia bila yang tidak terbentuk hanya beberapa gigi saja (Dani, 2011).

6. Diagnosis Diagnosa anodontia biasanya membutuhkan pemeriksaan radiografik untuk memastikan memang semua benih gigi benar-benar tidak terbentuk (Dani, 2011)

7. Terapi Perawatan yang biasanya diberikan oleh dokter gigi adalah pembuatan gigi tiruan (Unpad, 2009).

Daftar Pustaka Dani A, 2011. Oral Medical. http://ayu-dani91.blogspot.com/2011/06/oral-

medical.html (21 Juli 2011) Dhika, 2011. Kelainan Jumlah dan Struktur Gigi. http://dhikaakg.blogspot.com/2011/04/kesehatan-gigi.html (21 Juli 2011) Ima, 2008. Anodontia. http://itsmeima.blogspot.com/2008/11/anodontia.html (21 Juli 2011) Unpad, 2009. Anodontia. http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/anodontia.pdf (21 Juli 2011)

Impacted Teeth (Impaksi Gigi)


1. Definisi Gigi impaksi atau gigi terpendam adalah gigi yang erupsi normalnya terhalang atau terhambat,biasanya oleh gigi didekatnya atau jaringan patologis sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang normal didalam deretan susunan gigi geligi lain yang sudah erupsi (Rery dkk, 2010).

2. Gambar

Gambar Impaksi Gigi

Gambar Rontgen Panoramic Impaksi Gigi

3. Prevalensi Gigi-geligi yang seringkali mengalami impaksi adalah gigi molar tiga rahang atas dan bawah, gigi kaninus rahang atas dan premolar rahang bawah. Gigi molar tiga paling sering mengalami impaksi karena merupakan gigi yang paling terakhir erupsi, ruangan erupsi yang dibutuhkannya kurang adekuat. Erupsi gigi molar tiga akan selesai pada usia 20-24 tahun. Namun, satu atau beberapa gigi M3 mengalami kegagalan erupsi pada 1:4 orang dewasa. Menurut beberapa penelitian longitudinal, gigi yang terlihat mengalami impaksi pada usia 18 tahun memiliki kesempatan sebesar 30-50% untuk erupsi sempurna pada usia 25 tahun. Dalam serangkaian penelitian di Swedia, prevalensi impaksi ditemukan sebesar 45,8% (Michael, 2004).

4. Etiologi Ada beberapa faktor yang menyebabkan gigi mengalami impaksi, antara lain jaringan sekitar gigi yang terlalu padat, persistensi gigi susu, tanggalnya gigi susu yang terlalu dini, tidak adanya tempat bagi gigi untuk erupsi, dan rahang terlalu sempit oleh karena pertumbuhan rahang kurang sempurna (Chandha dan Zahbia, 2007).

5. Gejala Tanda-tanda umum dan gejala terjadinya gigi impaksi adalah : 1. Inflamasi, yaitu pembengkakan di sekitar rahang dan warna kemerahan pada gusi di sekitar gigi yang diduga impaksi. 2. Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga meresorpsi gigi tetangga 3. kista (folikuler) 4. Rasa sakit atau perih di sekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama 5. Fraktur rahang (Rery, 2010) 6. Diagnosis Keluhan yang ditemukan berupa : a. Perikoronitis dengan gejala : - Rasa sakit di region tersebut - Pembengkakan - Mulut bau - Pembesaran limfonodi submandibula b. Karies pada gigi tersebut c. Parestesi dan neuralgia pada bibir bawah

Pemeriksaan ekstraoral : a. Adanya pembengkakan

b. Adanya pembesaran limfonodi c. Adanya parestesi

Pemeriksaan intraoral : a. Keadaan gigi erupsi atau tidak b. Adanya karies, perikoronitis c. Adanya parestesi d. Warna mukosa bucal, labial, dan gingival e. Adanya abses gingival f. Posisi gigi tetangga, hubungan dengan gigi tetangga g. Ruang antara gigi dengan ramus (pada molar tiga mandibula)

Pemeriksaan Rontgen : a. Dental foto b. oblique c. Occlusal foto/bite wing (Rery, 2010) 7. Terapi

Kontraindikasi pencabutan gigi yang tidak erupsi atau impaksi Jika diperkirakan terjadi erupsi sempurna

Anjuran pencabutan Gigi yang tidak erupsi atau impaksi Gigi mengalami infeksi

Indikasi kuat pencabutan gigi yang tidak erupsi atau impaksi Jika terdapat satu atau beberapa episode infeksi, seperti perikoronitis, selulitis, abses atau patologi lainnya

Indikasi lain

Transplantasi autogenous pada soket gigi molar satu

Jika resiko pencabutan melebihi manfaatnya, terutama yang berhubungan dengan kesehatan pasien

Pada pasien beresiko dan akses perawatan dental terbatas

Impaksi dalam tanpa riwayat atau tandatanda patologi

Jika resiko komplikasi pembedahan tinggi atau diperkirakan dapat terjadi fraktur mandibula

Pada pasien yang memiliki riwayat resiko potensial, seperti pernah menjalani radioterapi atau bedah jantung Pada transplan gigi, bedah ortognatik, atau prosedur bedah lokal lain yang relevan

Jika gigi mengalami karies dan tidak dapat direstorasi atau karies pada gigi tetangga, yang tidak dapat dirawat tanpa pencabutan Jika terjadi penyakit periodontal akibat posisi gigi impaksi, dan mempengaruhi gigi tetangganya Dalam kasus kista dentigerous atau patologi serupa lainnya

Fraktur mandibula pada regio gigi molar tiga atau gigi yang terlibat dalam reseksi tumor

Pencabutan profilaktik dapat dilakukan dalam beberapa kondisi medis tertentu

Gigi molar tiga yang erupsi sebagian atau tidak erupsi, dekat dengan permukaan, sebelum dilakukan pembuatan gigitiruan atau bertetangga dengan daerah penanaman implan

Jika direncanakan untuk melakukan pencabutan gigi impaksi di bawah pengaruh AL, maka pencabutan profilaktik gigi kontralateral yang tak-bergejala dikontraindikasikan

Jika direncanakan untuk melakukan pencabutan gigi di bawah pengaruh AU dan gigi kontralateral beresiko menimbulkan gangguan erupsi

Dalam kasus resorpsi eksternal gigi molar tiga atau molar dua, jika diduga disebabkan oleh gigi molar tiga

AL = anestesi lokal; AU = anestesi umum. [Kriteria ini dikeluarkan pada tahun 2000. Sumber: http://www.sign.ac.uk]

Daftar Pustaka Chandha MH dan Zahbia ZN, 2007. Pengaruh Bentuk Gigi Geligi terhadap Terjadinya Impaksi Gigi Molar Ketiga Rahang Bawah. Dentofasial. Vol 6: 6571. Miloro Michael, 2004. Petersons of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. BC Decker Inc. Hamilton, London. p.140-153. Rery NF, dkk, 2010. Makalah Bedah Mulut. http://www.scribd.com/doc/27547187/Bab-II-Pembahasan-Gigi-ImpaksiKelompok-i-Bedah-Mulut-Kedokteran-Gigi-Unsri (20 Juli 2011)

Malocclussion
1. Definisi Maloklusi (malocclusion) adalah suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang berhubungan dengan bentuk rongga mulut serta fungsinya (Heriyanto, 2008).

2. Gambar

Gambar Maloklusi Gigi

Gambar Foto Rontgen Panoramic Maloklusi

3. Prevalensi Prevalensi maloklusi di Indonesia mencapai 80% dan menduduki urutan ketiga setelah karies dan penyakit periodontal. Penelitian tentang prevalensi maloklusi pada remaja usia 12-14 tahun di sekolah menengah pertama di Jakarta menyatakan 83,3% responden mengalami maloklusi (Achmad, 2009).

4. Etiologi Etiologi maloklusi dibagi atas dua golongan yaitu faktor luar atau faktor umum dan faktor dalam atau faktor lokal. Hal yang termasuk faktor luar yaitu herediter, kelainan kongenital, perkembangan atau pertumbuhan yang salah pada masa prenatal dan postnatal, malnutrisi, kebiasaan jelek, sikap tubuh, trauma, dan penyakit-penyakit dan keadaan metabolik yang menyebabkan adanya predisposisi ke arah maloklusi seperti ketidakseimbangan kelenjar endokrin, gangguan metabolis, penyakit-penyakit infeksi. Hal yang termasuk faktor dalam adalah anomali jumlah gigi seperti adanya gigi berlebihan (dens supernumeralis) atau tidak adanya gigi (anodontis), anomali ukuran gigi, anomali bentuk gigi, frenulum labii yang abnormal, kehilangan dini gigi desidui, persistensi gigi desidui, jalan erupsi abnormal, ankylosis dan karies gigi (Suminy dan Zen, 2007).

5. Klasifikasi Terdapat tiga klasifikasi maloklusi menurut Angle berdasarkan atas posisi molar pertama rahang atas dan bawah : a. Maloklusi Angle kelas I Mesiobukal molar pertama atas beroklusi dengan cekung bukal molar pertama bawah.

b. Maloklusi Angle kelas II Gigi molar pertama rahang bawah terletak relatif lebih ke distal dari posisi molar pertama rahang atas

c. Maloklusi Angle kelas III Posisi gigi molar pertama rahang bawah relative lebih mesial dari posisi molar pertama rahang atas

(Pramono, 2010)

6. Terapi Perawatan maloklusi meliputi : a. Penggunaan brace Tekanan yang konstan dari brace akan meluruskan dan membantu mendorong gigi ke posisi yang benar b. Mencabut gigi Mencabut gigi yang terlalu padat akan memberikan ruang bagi gigi yang lain untuk berada pada posisi yang benar. c. Operasi Tindakan operasi dilakukan pada kasus yang meibatkan tulang rahang. (Admin, 2009) Daftar Pustaka Achmad H, 2009. Penanganan Delayed Eruption karena Impaksi Gigi Insisivus Sentralis Kiri dengan Surgical Exposure pada Anak. Dentofasial. Vol 8: 48-54 Admin, 2009. Causes and Treatment of Malocclusion of Teeth. http://www.dentalhealthsite.com/treatment-malocclusion-teeth/ (23 Juli 2011) Heriyanto E, 2008. Maloklusi dan Pengucapan. http://fkgunhas.blogspot.com/2008/01/maloklusi-dan-pengucapan.html (23 Juli 2011) Pramono D, 2010. MASTIKASI - OKLUSI ARTIKULASI - MALOKLUSI & PERAWATAN MALOKLUSI. Surabaya. FKG Unair. Suminy D dan Zen Y, 2007. Hubungan antara Maloklusi dengan Hambatan Saluran Nafas. M.I Kedokteran Gigi. Vol 22 : 32-40

Debris
1. Definisi Debris adalah lapisan lunak yang terdapat di atas permukaan gigi yang terdiri atas mucin, bakteri dan sisa makanan yang putih kehijau-hijauan dan jingga (USU, 2009). 2. Gambar

Gambar Debris

Gambar Debris

3. Index Debris

Skor 0 1 Tidak ada debris

Kriteria

Debris lunak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau adanya stain ekstrinsik tanpa debris pada daerah tersebut Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi Debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi

(USU, 2009)

4. Terapi Menyikat gigi secara teratur dan benar dapat menghilangkan debris dan sisasisa makanan dari permukaan gigi. Waktu yang paling tepat untuk menyikat gigi adalah setiap selesai sarapan dan sebelum tidur malam (Wuriyanti, 2009)

Daftar Pustaka USU, 2009. Oral Higiene. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16868/4/Chapter%20II.pdf (22 Juli 2011) Wuriyanti, 2009. Perbedaan debris indeks antara menyikat gigi secara mandiri dengan menyikat gigi dibantu orang tua pada murid kelas nol besar tk marsudisiwi pengkol kapling jepara tahun 2009. http://prasxo.wordpress.com/2011/04/27/karya-tulis-kesehatan-gigi-1/ (22 Juli 2011)

Plaque
1. Definisi Plak gigi adalah suatu lapisan lunak yang terdiri dari kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak diatas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan (USU, 2009).

2. Gambar

Gambar Plak Gigi

Gambar Plak Gigi

3. Etiologi Ada tiga komposisi plak dental yaitu mikroorganisme, matriks interseluler yang terdiri dari komponen organik dan anorganik. Lebih dari 500 spesies bakteri ditemukan di dalam plak dental (USU, 2009).

4. Pembentukan Plak Gigi Proses pembentukan plak dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu pembentukan pelikel, kolonisasi awal pada permukaan gigi serta kolonisasi sekunder dan pematangan plak. Ketiga proses pembentukan plak ini akan dibahas dalam subbab berikut : a. Pembentukan pelikel Pembentukan pelikel pada dasarnya merupakan proses perlekatan protein dan glikoprotein saliva pada permukaan gigi. Pelikel tersebut berasal dari saliva dan cairan sulkular. Pada fase awal permukaan gigi atau restorasi akan dibalut oleh pelikel glikoprotein. Pelikel merupakan suatu lapisan organik bebas bakteri dan terbentuk dalam beberapa menit setelah permukaan gigi yang bersih berkontak dengan saliva dan pada permukaan gigi berupa material stein yang terang apabila gigi diwarnai dengan bahan pewarna plak. Pelikel berfungsi sebagai penghalang protektif yang akan bertindak sebagai pelumas permukaan dan

mencegah desikasi (pengeringan) jaringan. Selain itu, pelikel bekerja seperti perekat bersisi dua, satu sisi melekat ke permukaan gigi, sedangkan permukaan lainnya merupakan sisi yang melekatkan bakteri pada permukaan gigi. b. Kolonisasi awal pada pemukaan gigi Kolonisasi awal pada pemukaan gigi di permukaan enamel dalam 3-4 jam didominasi oleh mikroorganisme fakultatif gram positif, seperti Streptokokus sanguins, Streptokokus mutans, Streptokokus mitis, Streptokokus salivarius, Actinomyces viscosus dan Actinomyces naeslundii. Pengkoloni awal tersebut melekat ke pelikel dengan bantuan adhesion, yaitu : molekul spesifik yang berada pada permukaan bakteri. Dalam perkembangannya terjadi perubahan ekologis pada biofilm, yaitu peralihan dari lingkungan awal yang bersifat aerob dengan spesies bakteri fakultatif gram-positif menjadi lingkungan yang sangat miskin oksigen dengan adanya spesies bakteri anaerob gram-negatif setelah 24 jam. c. Kolonisasi sekunder dan pematangan plak Plak akan meningkat jumlahnya setelah kolonisasi awal permukaan gigi melalui dua mekanisme terpisah, yaitu: a. Multiplikasi dari bakteri yang telah melekat pada permukaan gigi. b. Multiplikasi serta perlekatan lanjut bakteri yang ada dengan bakteri baru Dalam tiga hari, pengkoloni sekunder yang tidak turut sebagai pengkoloni awal ke permukaan gigi yang bersih meningkat, seperti Prevotella intermedia, Prevotella loesheii, spesies Capnocytophaga, Fusobakterium nucleatum dan Prophyromonas gingivalis. Bakteri pengkoloni sekunder akan melekat ke bakteri yang sudah melekat ke pelikel. Interaksi yang menimbulkan perlekatan bakteri pengkoloni sekunder ke bakteri pengkoloni awal dinamakan koagregasi. Fase akhir pematangan plak pada hari ke-7 ditandai dengan menurunnya jumlah bakteri gram positif dan meningkatnya bakteri gram negatif. (USU, 2009)

5. Terapi Menggosok gigi secara benar minimal dua kali sehari menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride. Apabila diperlukan dapat berkumur dengan obat kumur setelah menyikat gigi (Dimatteo, 2009).

6. Pencegahan a. Menggosok gigi dua kali sehari b. Membatasi konsumsi gula dan rokok (Dimatteo, 2009)

Daftar Pustaka Dimatteo A, 2009. Dental Plaque. http://www.yourdentistryguide.com/plaque/ (22 Juli 2011) USU, 2009. Plak. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16868/4/Chapter%20II.pdf. (21 Juli 2011)

Calculus
1. Definisi Karang gigi atau calculus adalah suatu lapisan deposit (bahan keras yang melekat pada permukaan gigi) mineral yang berwarna kuning atau coklat pada gigi karena dental plak yang keras (Erdaliza, 2008).

2. Gambar

Gambar Calculus 3. Etiologi

Gambar Scaling Calculus

Penyebab timbulnya kalkulus adalah adanya akumulasi plak yang berlebihan dan akhirnya mengeras (Dimatteo, 2009).

4. Patogenesis Kalkulus terbentuk dari dental plak yang mengeras pada gigi dan menetap dalam waktu yang lama. Dental plak merupakan tempat ideal bagi mikroorganisme mulut, karena terlindung dari pembersihan alami oleh lidah maupun saliva. Kalkulus pada gigi membuat dental plak melekat pada gigi atau gusi yang sulit dilepaskan hingga dapat memicu pertumbuhan plak selanjutnya. Kalkulus dapat terbentuk di atas gusi atau supragingival, atau pada sulcus, yaitu saluran antara gusi dan gigi. Ketika terjadi plak supragingival, maka bakteri yang terkandung di dalamnya hampir semuanya merupakan bakteri aerobik, atau bakteri yang dapat hidup di lingkungan penuh oksigen. Plak subgingival, terutama terdiri dari bakteri anaerobik, yaitu bakteri yang tidak dapat hidup pada lingkungan yang mengandung oksigen. Bakteri anaerobik inilah yang berbahaya bagi gusi dan jaringan yang menempel pada gigi, yang menimbulkan periodontis. Pada umumnya, orang yang mengalami periodontis memiliki deposit kalkulus subgingival (Erdaliza, 2008).

Adapun index kalkulus adalah sebaga berikut :

Skor 0 1 2
Tidak ada kalkulus

Kriteria

Kalkulus supra gingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi Kalkulus supra gingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi yang terkena, atau adanya kalkulus sub gingiva berupa flek di sekeliling leher gigi

Kalkulus supra gingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi yang tekena. Adanya kalkulus sub gingiva berupa pita yang tidak terputus di sekeliling leher gigi

(USU, 2009) 5. Terapi Karang gigi atau calculus harus dibersihkan dengan alat yang disebut scaler atau root planing. Scaling mengeluarkan deposit dari permukaan gigi, utamanya permukaan gigi yang nampak dalam rongga mulut. Sedangkan root planing mengeluarkan bagian gigi yang nekrotik dan tidak sehat dari permukaan akar gigi. Scaler ada yang manual ataupun dengan ultrasonic (Gunawan, 2009). 6. Pencegahan Tindakan pencegahan karang gigi, antara lain : a. Menyikat gigi secara teratur dan sempurna b. Dental floss juga perlu digunakan untuk membersihkan permukaan antar dua gigi yang sering menjadi tempat terselipnya makanan dan menjadi tempat penimbunan plak

c. Obat kumur yang mengandung chlorhexidine dapat digunakan untuk mencegah timbulnya plak, obat ini dapat digunakan setelah penyikatan gigi. d. Periksa ke dokter gigi setiap 6 bulan untuk membersihkan kaarang gigi. (Gunawan, 2009)

Daftar Pustaka Dimatteo A, 2009. Dental Plaque. http://www.yourdentistryguide.com/plaque/ (22 Juli 2011) Erdaliza, 2008. Kalkulus. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:MDzEoNdwrPAJ:yayanakhyar.f iles.wordpress.com/2009/01/gimul-tutorial-files (23 Juli 2011) Gunawan CF, 2009. Karang Gigi (Calculus/Tartar). http://www.scribd.com/doc/56446999/Karang-Gigi-Calculus (24 Juli 2011) USU, 2009. Oral Higiene. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16868/4/Chapter%20II.pdf (22 Juli 2011)

Dental Decay
1. Definisi Dental decay atau karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang mengalami kalsifikasi yang ditandai oleh demineralisasi dari bagian inorganik dan destruksi dari substansi organik dari gigi (Susanto, 2009).

2. Gambar

Gambar karies gigi

Gambar karies gigi

3. Prevalensi Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2004), prevelansi karies di Indonesia mencapai 90,05% dan ini tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya (USUpress, 2009).

4. Etiologi Terdapat empat faktor yang dapat menimbulkan karies, yaitu : a. plak gigi b. karbohidrat c. permukaan gigi yang rentan d. waktu (Susanto, 2009) 5. Klasifikasi Karies gigi diklasifikasikan dalam beberapa cara : Menurut lokasi karies pada gigi : a. karies pit dan fissure

b. karies pada permukaan yang halus

Menurut dalamnya dan struktur jaringan yang terkena : a. karies superfisialis atau email karies mengenai lapisan email dan menyebabkan iritasi pulpa. Pada tahap ini biasanya pasien belum mengeluh sakit. b. karies media atau dentin karies sudah mengenai lapisan dentin dan menyebabkan reaksi hiperemi pada pulpa. Nyeri bila terkena rangsangan panas atau dingin, dan akan berkurang bila rangsangan dihilangkan. c. karies profunda atau pulpa karies mengenai pulpa, rasa sakit terjadi spontan tanpa rangsangan.

Menurut waktu terjadinya : a. karies primer karies yang terjadi pada lokasi yang belum pernah memiliki riwayat karies. b. karies sekunder karies yang rekuren, karies timbul pada lokasi yang telah memiliki riwayat karies sebelumnya.

Menurut tingkat progresifitasnya : a. karies akut berkembang dan memburuk dengan cepat, b. karies kronis c. karies terhenti

(Susanto, 2009)

6. Patogenesis Penyebab utama karies adalah adanya proses demineralisasi pada email. Sisa makanan yang bergula (termasuk karbohidrat) atau susu yang menempel pada permukaan email akan bertumpuk menjadi plak, dan menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Bakteri yang menempel pada permukaan bergula tersebut akan menghasilkan asam dan melarutkan permukaan email sehingga terjadi proses demineralisasi. Demineralisasi tersebut mengakibatkan proses awal karies pada email. Bila proses ini sudah terjadi maka terjadi progresivitas yang tidak bisa berhenti sendiri, kecuali dilakukan pembuangan jaringan karies dan dilakukan penumpatan (penambalan) pada permukaan gigi yang terkena karies (Asmalia, 2010).

7. Gejala Tanda awal dari lesi karies adalah sebuah daerah yang tampak berkapur di permukaan gigi yang menandakan adanya demineralisasi. Daerah ini dapat menjadi tampak coklat dan membentuk lubang. Proses sebelum ini dapat kembali ke asal (reversibel), namun ketika lubang sudah terbentuk maka struktur yang rusak tidak dapat diregenerasi. Sebuah lesi tampak coklat dan mengkilat dapat menandakan karies. Daerah coklat pucat menandakan adanya karies yang aktif. Bila enamel dan dentin sudah mulai rusak, lubang semakin tampak. Daerah yang terkena akan berubah warna dan menjadi lunak ketika disentuh. Karies kemudian menjalar ke saraf gigi, terbuka, dan akan terasa nyeri. Nyeri dapat bertambah hebat dengan panas, suhu yang dingin, dan makanan atau minuman yang manis. Karies gigi dapat menyebabkan nafas tak sedap dan pengecapan yang buruk. Dalam kasus yang lebih lanjut, infeksi dapat menyebar dari gigi ke jaringan lainnya sehingga menjadi berbahaya (Asmalia, 2010).

8. Diagnosis a. Karies Dini/karies email tanpa kapitas Anamnesis : terdapatnya bintik putih pada gigi Pemeriksaan Ekstra oral : tidak ada kelainan Intra oral : Kavitas (-) , lesi putih (+) b. Karies dini/karies email dengan kavitas Anamnesis : Gigi kadang terasa ngilu Pemeriksaan Ekstra oral : tidak ada kelainan Intra oral : Kavitas (+) baru mengenai email c. Karies dengan dentin terbuka/dentin Hipersensitif Anamnesis : Kadang-kadang rasa ngilu waktu kemasukan makanan Waktu minum dingin, asam dan asin Rasa ngilu hilang setelah rangsangan dihilangkan Tidak ada rasa sakit spontan

Pemeriksaan Pemeriksaan ekstraoral : tidak ada kelainan Pemeriksaan intraoral : kavitas baru mengenai email (Julianti, 2008)

9. Terapi Pada karies dini atau karies email tanpa kavitas maka dilakukan pembersihan gigi dan edukasi kepada pasien. Pada karies email dengan kavitas dan karies dengan dentin terbuka dilakukan penambalan. Pencabutan atau ekstraksi gigi juga menjadi pilihan perawatan karies, bila gigi tersebut telah hancur karena proses pelubangan (Asmalia, 2010).

10. Pencegahan Lima strategi umum yang merupakan kunci dalam mencegah terjadinya karies gigi: a. Menjaga kebersihan mulut Kebersihan mulut yang baik mencakup gosok gigi sebelum atau setelah sarapan dan sebelum tidur di malam hari serta membersihkan plak dengan benang gigi (flossing) setiap hari. Hal ini sangat efektif dalam mencegah terjadinya pembusukan permukaan yang licin. b. Makanan Semua karbohidrat bisa menyebabkan pembusukan gigi, tetapi yang paling jahat adalah gula. Jika gula bergabung dengan plak, maka dalam waktu sekitar 20 menit, bakteri Streptococcus mutans di dalam plak akan menghasilkan asam. Jumlah gula yang dimakan tidak masalah, yang memegang peran penting adalah lamanya gula berada di dalam gigi. Berkumur-kumur setelah memakan makanan manis akan menghilangkan gula, tetapi cara yang lebih efektif adalah dengan menggosok gigi. c. Fluor Fluor menyebabkan gigi, terutama email, tahan terhadap asam yang menyebabkan terbentuknya karies. Sangat efektif mengkonsumsi fluor pada saat gigi sedang tumbuh dan mengeras, yaitu sampai usia 11 tahun. Tetapi jika terlalu banyak mengandung fluor, bisa menyebabkan timbulnya bintik-bintik atau perubahan warna pada gigi. Akan lebih baik jika menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor. d. Penambalan Penambalan dapat digunakan untuk melindungi lekukan pada gigi belakang yang sulit dijangkau. Setelah dibersihkan, daerah yang akan ditambal ditutup dengan plastik cair. Setelah cairan plastik mengeras, akan terbentuk penghalang yang efektif, dimana bakteri di dalam lekukan akan berhenti menghasilkan asam karena makanan tidak dapat menjangkau lekukan tersebut.

e. Terapi antibakteri Beberapa orang memiliki bakteri penyebab pembusukan yang sangat aktif di dalam mulutnya. Pada orang-orang yang cenderung menderita karies gigi perlu diberikan terapi antibakteri. Setelah daerah yang membusuk dibuang dan semua lubang serta lekukan ditambal, maka diberikan obat kumur yang kuat (klorheksidin) selama beberapa minggu untuk membunuh bakteri di dalam plak yang tersisa. Diharapkan bakteri yang tidak berbahaya akan menggantikan bakteri penyebab karies. Untuk membantu mengendalikan bakteri, bisa

digunakan obat kumur fluor setiap hari dan mengunyah permen karet yang mengandung xilitol. (Medicastore, 2010) Daftar Pustaka Asmalia, 2010. Karies Gigi. http://dhaasmalia.blogspot.com/2010/11/karies-gigi.html (23 Juli 2011) Julianti, 2009. Gigi dan Mulut. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:MDzEoNdwrPAJ:yayanakhyar. files.wordpress.com/2009/01/gimul-tutorial-files (20 Juli 2011) Hamsafir E, 2010. Definisi Mengenai Karies Gigi. http://www.infogigi.com/kariesakar/definisi-mengenai-karies-gigi.html (22 Juli 2011) Medicastore, 2010. Karies Gigi (Kavitasi). http://medicastore.com/penyakit/140/Karies_Gigi_Kavitasi.html. (22 Juli 2011) Susanto AJ, 2009. Dental Caries (Karies Gigi). http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/5592edc270a84ab241006e89856 c932d583fec53.pdf (21 Juli 2011) USUpress, 2009. KARIES GIGI: PENGUKURAN RISIKO DAN EVALUASI. http://usupress.usu.ac.id/files/Menuju%20Gigi%20dan%20Mulut%20Sehat%0 _Pencegahan%20dan%20Pemeliharaan__Normal_bab%201.pdf (23 Juli 2011)

Pulpitis
1. Definisi Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri. Pulpa adalah bagian gigi paling dalam, yang mengandung saraf dan pembuluh darah (Medicastore, 2010).

2. Gambar

Gambar Pulpitis

Gambar Pulpitis

3. Etiologi Penyebab pulpitis yang paling sering ditemukan adalah pembusukan gigi, penyebab kedua adalah cedera. Pulpa terbungkus dalam dinding yang keras sehingga tidak memiliki ruang yang cukup untuk membengkak ketika terjadi peradangan. Yang terjadi hanyalah peningkatan tekanan di dalam gigi. Peradangan yang ringan, jika berhasil diatasi, tidak akan menimbulkan kerusakan gigi yang permanen. Peradangan yang berat bisa mematikan pulpa. Meningkatnya tekanan di dalam gigi bisa mendorong pulpa melalui ujung akar, sehingga bisa melukai tulang rahang dan jaringan di sekitarnya (Medicastore, 2010).

4. Klasifikasi Pulpitis a. Pulpitis Reversibel Definisi pulpitis reversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang yang disebabkan oleh adanya jejas, tetapi pulpa masih mampu kembali pada keadaan tidak terinflamasi setelah jejas dihilangkan. Rasa sakit biasanya sebentar, yang dapat dihasilkan oleh karena jejas termal pada pulpa yang sedang mengalami inflamasi reversibel, tetapi rasa sakit ini akan hilang segera setelah jejas dihilangkan. Pulpitis reversibel yang disebabkan oleh jejas ringan contohnya erosi servikal atau atrisi oklusal, fraktur email (Seraficha, 2009). b. Pulpitis Ireversibel Definisi pulpitis irreversibel adalah suatu kondisi inflamasi pulpa yang persisten, dapat simtomatik atau asimtomatik yang disebabkan oleh suatu stimulus/jejas, dimana pertahanan pulpa tidak dapat menanggulangi inflamasi yang terjadi dan pulpa tidak dapat kembali ke kondisi semula atau normal (Seraficha, 2009).

5. Patofisiologi P u l p i t i s d a p a t t e r j a d i k a r e n a a d a n ya j e j a s , j e j a s t e r s e b u t d a p a t b e r u p a k u m a n beserta produknya yaitu toksin, dan dapat juga karena faktor fisik dan kimia (tanpa kuman). Namun pada praktek sehari-hari pulpitis biasanya terjadi diawali dengan karies yang tebentuk karena kerusakan email akibat dari fermentasi karbohidrat oleh bakteri-bakteri penghasil asam (pada umumnya Streptococus mutans) yang menyebabkan proses demineralisasi lebih cepat dari proses mineralisasi. Bila karies sudah terbentuk dan tidak mendapat perawatan, maka proses demineralisasi terus berlanjut dan menyebabkan karies semakin meluas ke dalam gigi sehingga menembus lapisan-lapisan email, dentin dan pada akhirnya akan mencapai ke dalam ruang pulpa. Bila karies sudah mencapai ke dalam ruang pulpa maka

bakteri akan masuk kedalam ruangan tersebut dan mengakibatkan peradangan pada jaringan pulpa. Jika peradangan hanya sebagian (pada cavum dentis) maka disebut pulpitis akut parsial,dan jika mengenai seluruh jaringan pulpa maka disebut pulpitis akut totalis (Zainuri, 2010). 6. Gejala a. Gejala Pulpitis Reversibel Pulpitis reversible bersifat asimtomatik dapat disebabkan karena karies yang baru muncul dan akan kembali normal bila karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik, apabila ada gejala (bersifat simtomatik) biasanya berbentuk pola khusus. Stimulus dingin atau panas, dapat menyebabkan rasa sakit yang tajam. Jika stimulus ini dihilangkan, nyeri akan segera reda. Stimulus panas dan dingin menimbulkan nyeri yang berbeda pada pulpa normal. Ketika panas diaplikasikan pada gigi dengan pulpa yang tidak terinflamasi, respon awal yang langsung terjadi (tertunda), namun jika stimulus panas ditingkatkan maka intensitas nyeri akan meningkat. Sebaliknya, jika stimulus dingin diberikan, pulpa normal akan segera terasa nyeri dan menurun jika stimulus dingin dipertahankan. Berdasarkan observasi hal ini, respon dari pulpa sehat maupun terinflamasi tampaknya sebagian besar disebabkan oleh perubahan dalam tekanan intrapulpa (Dentisha, 2010). b. Gejala Pulpitis Ireversibel Pada awal pemeriksaan klinik pulpitis irreversibel ditandai dengan suatu paroksisme (serangan hebat), rasa sakit dapat disebabkan oleh hal berikut: perubahan temperatur yang tiba-tiba, terutama dingin; bahan makanan manis ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi dan sikap berbaring yang menyebabkan bendungan pada pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya berlanjut jika penyebab telah dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas. Rasa sakit seringkali dilukiskan oleh pasien sebagai menusuk, tajam atau menyentak-nyentak, dan

umumnya adalah parah. Rasa sakit bisa sebentar-sebentar atau terus-menerus tergantung pada tingkat keterlibatan pulpa dan tergantung pada hubungannya dengan ada tidaknya suatu stimulus eksternal. Terkadang pasien juga merasakan rasa sakit yang menyebar ke gigi di dekatnya, ke pelipis atau ke telinga bila bawah belakang yang terkena. Menentukan lokasi nyeri pulpa lebih sulit dibandingkan nyeri pada periapikal/periradikuler dan menjadi lebih sulit jika nyerinya semakin intens. Stimulus eksternal, seperti dingin atau panas dapat menyebabkan nyeri berkepanjangan. Nyeri pada pulpitis ireversible berbeda dengan pulpa yang normal atau sehat. Sebagai contoh, aplikasi panas pada inflamasi ini dapat menghasilkan respon yang cepat dan aplikasi dingin, responnya tidak hilang dan berkepanjangan. Walaupun telah diklaim bahwa gigi dengan pulpitis ireversible mempunyai ambang rangsang yang rendah terhadap stimulasi elektrik, menurut Mumford ambang rangsang persepsi nyeri pada pulpa yang terinflamasi dan tidak terinflamasi adalah sama (Dentisha, 2010).

7. Diagnosis a. Pulpitis Reversibel Anamnesa: ditemukan rasa sakit / nyeri sebentar, dan hilang setelah rangsangan dihilangkan Gejala Subyektif: ditemukan lokasi nyeri lokal (setempat), rasa linu timbul bila ada rangsangan, durasi nyeri sebentar. Gejala Obyektif: kariesnya tidak dalam (hanya mengenai enamel, kadangkadang mencapai selapis tipis dentin), perkusi, tekanan tidak sakit. Tes vitalitas: gigi masih vital (Seraficha, 2009) b. Pulpitis Ireversibel Anamnesa: ditemukan rasa nyeri spontan yang berkepanjangan serta menyebar

Gejala Subyektif: nyeri tajam (panas, dingin), spontan (tanpa ada rangsangan sakit), nyeri lama sampai berjam-jam. Gejala Obyektif: karies profunda, kadang-kadang profunda perforasi, perkusi dan tekan kadang-kadang ada keluhan. Tes vitalitas: peka pada uji vitalitas dengan dingin, sehingga keadaan gigi dinyatakan vital. (Seraficha, 2009) 8. Terapi a. Pulpitis Reversibel Jika karies media dapat langsung dilakukan penumpatan, tetapi jika karies porfunda perlu pulp capping terlebih dahulu, apabila 1 minggu kemudian tidak ada keluhan dapat langsung dilakukan penumpatan (Seraficha, 2009). b. Pulpitis Ireversibel Terapi pulpitis ireversibel adalah pulpektomi (Seraficha, 2009).

Daftar Pustaka Dentisha, 2010. Pulpitis Reversibel, Ireversibel, dan Nekrosis Pulpa. http://luv2dentisha.wordpress.com/2010/05/08/pulpitis-reversibel-ireversibelnekrosis-pulpa/. (22 Juli 2010) Medicastore, 2010. Pulpitis (radang pulpa gigi). http://medicastore.com/penyakit/141/Pulpitis_radang_pulpa_gigi.html (21 Juli 2011) Seraficha, 2009. Pulpitis Reversibel dan Ireversibel. http://seraficha.wordpress.com/page/33/ (21 Juli 2011) Zainuri, MH. 2010. Pulpitis Akut Totalis. http://www.scribd.com/doc/50584456/PULPITIS-AKUT-TOTALIS (21 Juli 2011)

Periodontitis
1. Definisi Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi (jaringan periodontium). Yang termasuk jaringan penyangga gigi adalah gusi, tulang yang membentuk kantong tempat gigi berada, dan ligamen periodontal (selapis tipis jaringan ikat yang memegang gigi dalam kantongnya dan juga berfungsi sebagai media peredam antara gigi dan tulang) (Adulgopar, 2009).

2. Gambar

Gambar Periodontitis

Gambar Periodontitis

3.Prevalensi Penyakit periodontal banyak diderita oleh manusia hampir di seluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Wahyukundari, 2009).

4. Etiologi Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang

menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis (Adulgopar, 2009).

5. Patogenesis Pada periodontitis akan terbentuk kantong diantara gigi dan gusi dan meluas ke bawah diantara akar gigi dan tulang dibawahnya. Kantong ini mengumpulkan plak dalam suatu lingkungan bebas oksigen, yang mempermudah pertumbuhan bakteri. Jika keadaan ini terus berlanjut, pada akhirnya banyak tulang rahang di dekat kantong yang dirusak sehingga gigi lepas. Kecepatan tumbuhnya periodontitis berbeda pada orang-orang yang memiliki jumlah tartar yang sama. Hal ini mungkin karena plak dari masing-masing orang tersebut mengandung jenis dan jumlah bakteri yang berbeda, dan karena respon yang berbeda terhadap bakteri (Anggia, 2008).

6. Gejala Klinis Gejala-gejala periodontitis adalah : a. perdarahan gusi b. perubahan warna gusi c. bau mulut Pada pemeriksaan mulut dan gigi, gusi tampak bengkak dan berwarna merah keunguan.Akan tampak endapan plak atau karang di dasar gigi disertai kantong yang melebar di gusi. Dengan kedalaman kantong dalam gusi dengan suatu alat tipis dan dilakukan rontgen gigi untuk mengetahui jumlah tulang yang keropos. Semakin banyak tulang yang keropos, maka gigi akan lepas dan berubah posisinya. Gigi depan seringkali menjadi miring ke luar. Pada pemeriksaan intra oral dapat dijumpai perkusi yang positiv, dalam keadaan biasa, periodontitis tidak menimbulkan nyeri kecuali jika gigi sangat longgar sehingga ikut bergerak ketika mengunyah atau jika terbentuk abses (Anggia, 2008).

7. Terapi Pada kasus-kasus periodontitis yang belum begitu parah, biasanya perawatan yang diberikan adalah root planing dan kuretase, yaitu pengangkatan plak dan jaringan yang rusak dan mengalami peradangan di dalam poket dengan menggunakan kuret. Tujuan utamanya adalah menghilangkan semua bakteri dan kotoran yang dapat menyebabkan peradangan. Setelah tindakan ini, diharapkan gusi akan mengalami penyembuhan dan perlekatannya dengan gigi dapat kembali dengan baik. Pada kasus-kasus yang lebih parah, tentunya perawatan yang diberikan akan jauh lebih kompleks. Bila dengan kuretase tidak berhasil dan kedalaman poket tidak berkurang, maka perlu dilakukan tindakan operasi kecil yang disebut gingivectomy. Tindakan operasi ini dapat dilakukan di bawah bius lokal. Pada beberapa kasus tertentu yang sudah tidak bisa diatasi dengan perawatan di atas, dapat dilakukan gingivectomy, yaitu prosedur yang meliputi pembukaan jaringan gusi, kemudian menghilangkan kotoran dan jaringan yang meradang di bawahnya. Antibiotik biasanya diberikan untuk menghentikan infeksi pada gusi dan jaringan di bawahnya. Perbaikan kebersihan mulut oleh pasien sendiri juga sangat penting (Adulgopar, 2009).

8. Pencegahan Pencegahan terbaik adalah menjaga kebersihan mulut dan gigi (Medicastore, 2010).

Daftar Pustaka Adulgopar, 2009. Periodontitis. http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/periodontitis.pdf (23 Juli 2011) Anggia D, 2008. Periodontitis. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:MDzEoNdwrPAJ:yayanakhyar. files.wordpress.com/2009/01/gimul-tutorial-files (23 Juli 2011)

Medicastore, 2010. Periodontitis. http://medicastore.com/penyakit/306/Periodontitis_piore.html (23 Juli 2011) Wahyukundari MA, 2009. Perbedaan Kadar Matrix Metalloproteinase-8 setelah Scaling dan Pemberian Tetrasiklin pada Penderita Periodontitis Kronis. Jurnal PDGI. Vol 58 :1-6.

Gingivitis
1. Definisi Gingivitis adalah peradangan pada gusi (gingiva) yang terjadi pada jaringan epitel mukosa di sekitar cervical gigi dan prosesus alveolar (emedicine, 2010). Gingivitis sering terjadi dan bisa timbul kapan saja setelah tumbuhnya gigi (Nurasiah, 2009).

2. Gambar

Gambar Gingivitis 3. Prevalensi

Gambar Gingivitis

Dalam suatu penelitian prevalensi gingivitis yang dijumpai adalah tinggi (92,7 %) dengan distribusi gingivitis ringan yaitu 58,1 %, gingivitis sedang 32,3% dan gingivitis berat 2,4%, sedangkan anak yang bebas dari gingivitis hanya 7,3% Berdasarkan jenis kelamin, secara umum persentase gingivitis pada anak laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan anak perempuan (Dharma, 2009).

4. Etiologi Gingivitis hampir selalu terjadi akibat penggosokan dan flosing

(membersihkan gigi dengan menggunakan benang gigi) yang tidak benar, sehingga plak tetap ada di sepanjang garis gusi. Plak merupakan suatu lapisan yang terutama terdiri dari bakteri. Plak lebih sering menempel pada tambalan yang salah atau di sekitar gigi yang terletak bersebelahan dengan gigi palsu yang jarang dibersihkan. Jika plak tetap melekat pada gigi selama lebih dari 72 jam, maka akan mengeras dan membentuk karang gigi. Plak merupakan penyebab utama dari gingivitis. Faktor lainnya yang akan semakin memperburuk peradangan adalah: a. kehamilan b. pubertas c. pil KB. (Medicastore, 2010)

Obat-obat tertentu bisa menyebabkan pertumbuhan gusi yang berlebihan sehingga plak sulit dibersihkan dan terjadilah gingivitis. Obat-obatan tersebut adalah: a. fenitoin (obat anti kejang) b. siklosporin (diminum oleh penderita yang menjalani pencangkokan organ) c. calcium channel blockers (misalnya nifedipin, obat untuk mengendalikan tekanan darah dan kelainan irama jantung) d. pil atau suntikan KB. (Medicastore, 2010) 5. Klasifikasi Gingivitis diklasifikan sebagai berikut : a. Gingivitis Marginalis

- Batas gingival berwarna merah tua - Ada pembengkakan - Terutama terdapat pada garis remaja b. Gingivitis Atrophicans - Gingival mengisut, batas pocket membengkak - Calcullus subgingival (+) c. Gingivitis Hypertrophicans - Sifatnya kronis dan tidak sakit - Gingival membengkak - Terutama terdapat pada gadis dan wanita gravid d. Gingivitis Plaunt Vincent - Interdental papil necrose dan ulcera - Bau busuk - Ada demam - Rasa sakit (+) - Kelenjar lymphe membesar - Gingiva merah dan ada pendarahan - Kadang-kadang gigi goyah - Laboratorium : Borellia vincenti dan Bacillus fusiformis e. Gingivitis Herpetika - Demam - Bibir bengkak dan kering - Gingiva merah dan bengkak - Etiologi : herpes virus f. Gingivitis Desquamatif Merupakan suatu keadaan yang paling sering ditemukan pada wanita pasca menopause. Lapisan gusi yang paling luar terpisah dari jaringan dibawahnya. Gusi menjadi sangat longgar sehingga lapisan terluarnya bias digerakkan dengan kapas lidi.

- Etiologi : makanan panas, obat-obatan dan trauma (tusuk gigi) - Gingival meluas dan membengkak. (Nurasiah, 2009)

6. Patogenesis Gingivitis dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya kebersihan mulut yang buruk, penumpukan karang gigi (kalkulus/tartar), dan efek samping dari obatobatan tertentu yang diminum secara rutin. Sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan secara seksama menjadi tempat pertumbuhan bakteri. Dengan meningkatnya kandungan mineral dari air liur, plak akan mengeras menjadi karang gigi (kalkulus). Karang gigi dapat terletak di leher gigi dan terlihat oleh mata sebagai garis kekuningan atau kecoklatan yang keras dan tidak dapat dihilangkan hanya dengan menyikat gigi. Kalkulus juga dapat terbentuk di bagian dalam gusi (saku gusi/poket). Kalkulus adalah tempat pertumbuhan yang baik bagi bakteri, dan dapat menyebabkan radang gusi sehingga gusi mudah berdarah (Dharma, 2009).

7. Gejala Gusi yang mudah berdarah adalah salah satu tanda-tanda dari radang gusi (gingivitis).Gingivitis biasanya ditandai dengan gusi bengkak, warnanya merah terang, dan mudah berdarah dengan sentuhan ringan (Dharma, 2009).

8. Terapi Kondisi medis yang menyebabkan atau memperburuk gingivitis harus diatasi. Jika penyebabnya adalah obat-obatan, maka pertumbuhan gusi yang berlebihan harus diangkat melalui pembedahan. Jika terjadi kekurangan vitamin C dan niasin, maka diberikan tambahan vitamin. Gingivostomatitis herpetik akut biasanya membaik tanpa pengobatan dalam waktu 2 minggu. Bisa diberikan obat kumur anestetik untuk mengurangi rasa tidak nyaman ketika penderita makan dan minum.

Tumor kehamilan diangkat melalui pembedahan, tetapi tumor ini cenderung tumbuh kembali selama kehamilan masih berlangsung. Pada gingivitis deskuamativa diberikan terapi sulih hormon. Pilihan pengobatan lainnya adalah tablet kortikosteroid atau salep kortikosteroid yang dioleskan langsung ke gusi (Medicastore, 2010).

9. Pencegahan Menjaga kebersihan gigi dan mulut adalah cara terbaik mencegah gingivitis, karena dapat mencegah timbulnya plak yang dapat menyebabkan gingivitis (Rosenberg, 2010).

Daftar Pustaka Dharma MS, 2009. Gigi dan Mulut. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:MDzEoNdwrPAJ:yayanakhyar. files.wordpress.com/2009/01/gimul-tutorial-files (20 Juli 2011) Medicastore, 2010. Gingivitis (radang gusi). http://medicastore.com/penyakit/143/Gingivitis_radang_gusi.html (20 Juli 2010) Nurasiah, 2009. Gingivitis. http://nur1207.blogspot.com/2009/05/gingivitis.html (22 Juli 2011) Rosenberg, 2010. Gingivitis. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001056.htm (23 Juli 2011) Stephen JM, 2010. Gingivitis. http://emedicine.medscape.com/article/763801overview#showall (23 Juli 2011)

Xerostomia

1. Definisi Xerostomia atau mulut kering adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan produksi saliva (Neville et al, 2002).

2. Gambar

Gambar Lidah Pasien Xerostomia

3. Prevalensi Xerostomia diperkirakan mengenai jutaan penduduk di USA. Prevalensi xerostomia di USA diperkirakan 17-29%. Kejadian xerostomia lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki (Guggenheimer and Moore, 2003).

4. Etiologi Beberapa penyebab xerostomia, antara lain : a. Penggunaan obat Beberapa obat dapat menyebabkan xerostomia, antara lain obat antihipertensi, antidepresan, antikolinergik, analgetik, diuretic, antihistamin dan terapi kanker. b. Sjogren's syndrome Sjogren's syndrome adalah suatu penyakit autoimun yang dapat menyebabkan mulut dan mata kering.

c. Radioterapi Radioterapi akan mempengaruhi kelenjar saliva, menyebabkan atrofi dan komponen skretorik kelenjar saliva. d. Keadaan lain Penyakit imunologi lainnya juga dapat menyebabkan xerostomia seperti pada pasien HIV. Xerostomia juga dapat ditemukan pada pasien yang menjalani transplantasi sumsum tulang, kelainan endokrin, kecemasan, depresi, dan deisiensi nutrisi. (Ghezzi, Lange, Ship, 2000)

5. Patofisiologi Saliva diproduksi oleh kelenjar parotis, submandibula, dan sublingual yang kemudian didistribusikan ke dalam rongga mulut. Produksi saliva diperkirakan satu liter perhari, Kelenjar saliva diinervasi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Stimulasi oleh saraf parasimpatis menghasilkan skresi yang lebih encer sedangkan stimulasi saraf simpatis menghasilkan sekresi yang lebih kental. Oleh karena itu, sensasi mulut kering dapat ditemukan pada stress akut atau kecemasan dimana pada periode stresss akut terjadi stimulasi saraf simpatis yang lebih dominan (Bretz et al, 2000).

6. Gejala Menurunnya produksi saliva menyebabkan mulut kering, bibir pecah-pecah, mulut terasa terbakar, bau mulut dan perubahan pengecap. Manifestasi klinis lainnya adalah kesulitan menelan makanan yang kering. Pada pemeriksaan rongga mulut tampak seperti kerikil merah dan atrofi papilla filliforme (Guggenheimer and Moore, 2003).

7. Terapi Terapi pada xerostomia didasarkan pada penyebabnya. Jika penyebabnya adalah efek samping pengobatan, maka dianjurkan untuk mengganti dengan obat lain atau menurunkan dosis. Pada pasien xerostomia dapat diberikan Cholinergic agent, obat parasimpatomimetik seperti pilocarpine hydrochloride yang dapat menstimulasi sekresi saliva (Rhodus and Bereuter, 2000).

8. Komplikasi a. Karies gigi Xerostomia menyebabkan irigasi mulut menurun dan kesulitan membersihkan sisa makanan dalam rongga mulut. Selain itu, protein dan elektrolit dalam saliva dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang menyebabkan karies gigi. b. Kandidiasis Penurunan saliva merupakan faktor predisposisi pertumbuhan candida. (Bretz et al, 2000)

Daftar Pustaka Bretz WA, Loesche WJ, Chen YM, Schork MA, Dominguez BL, Grossman N, 2000. Minor salivary gland secretion in the elderly. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod;89:696701 Ghezzi EM, Lange LA, Ship JA, 2000. Determination of variation of stimulated salivary flow rates. J Dent Res;79:18748. Guggenheimer J and Moore PA, 2003. Xerostomia. J Am Dent Assoc. Vol 134 : No 1, 61-69. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE, 2002. Oral and maxillofacial pathology. 2nd ed. Philadelphia: W.B. Saunders.;:398404. Rhodus NL and Bereuter J, 2000. Clinical evaluation of a commercially available oral moisturizer in relieving signs and symptoms of xerostomia in postirradiation

head and neck cancer patients and patients with Sjgrens syndrome. J Otolaryngol;29:2834.

Oral Squamous Cell Carcinoma


1. Definisi Karsinoma sel skuamosa merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel epitel skuamosa yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan biasanya menimbulkan metastase (Budhy, 2008).

2. Gambar

Karsinoma sel skuamosa pada mukosa bucal Karsinoma sel skuamosa pada lidah

Karsinoma sel skuamosa pada bibir

Karsinoma sel skuamosa pada dasar mulut

Karsinoma sel skuamosa pada gingival

Karsinoma sel skuamosa pada palatum

3. Prevalensi Karsinoma sel skuamosa merupakan salah satu dari 10 jenis kanker yang paling sering terjadi di seluruh dunia, dengan insidensi pada pria 5% dan wanita 2%. Karsinoma sel skuamosa pada rongga mulut pada umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun. Di Amerika Serikat prevalensi kanker mencapai 34.000 kasus baru per tahun (Arfani, 2010).

4. Etiologi Penyebab Karsinoma sel skuamosa yang pasti belum diketahui. Penyebabnya diduga berhubungan dengan bahan karsinogen dan faktor predisposisi. Insiden kanker mulut berhubungan dengan umur yang dapat mencerminkan waktu penumpukan, perubahan genetik dan lamanya terpapar inisiator dan promotor ( seperti: bahan kimia, iritasi fisik, virus, dan pengaruh hormonal ), aging selular dan menurunnya imunologik akibat aging. Faktor predisposisi yang dapat memicu berkembangnya kanker mulut antara lain adalah tembakau, menyirih, alkohol, dan faktor pendukung lain seperti penyakit kronis, faktor gigi dan mulut, defisiensi nutrisi, jamur, virus, serta faktor lingkungan (Yanto, 20011)

5. Patogenesis Patogenesis molekuler karsinoma sel skuamosa mencerminkan akumulasi perubahan genetik yang terjadi selama periode bertahun-tahun. Perubahan ini terjadi pada gen-gen yang mengkode protein yang mengendalikan siklus sel, keselamatan sel, motilitas sel dan angiogenesis. Setiap mutasi genetik memberikan keuntungan pertumbuhan yang selektif, membiarkan perluasan klonal sel-sel mutan dengan peningkatan potensi malignansi. Karsinogenesis merupakan suatu proses genetik yang menuju pada perubahan morfologi dan tingkah laku seluler. Gen-gen utama yang terlibat pada karsinoma sel skuamosa meliputi proto-onkogen dan gen supresor tumor (tumor suppresor genes/TSGs). Faktor lain yang memainkan peranan pada perkembangan penyakit meliputi kehilangan alel pada rasio lain kromosom, mutasi pada proto-onkogen dan TSG, atau perubahan epigenetik seperti metilasi atau histonin diasetilasi DNA. Faktor pertumbuhan sitokin, angiogenesis, molekul adesi sel, fungsi imun dan regulasi homeostatik pada sel-sel normal yang mengelilingi juga memainkan peranan (Yanto, 2011)

6. Gejala Gambaran klinis karsinoma sel skuamosa pada stadium awal sering tidak menunjukkan gejala yang jelas. Tidak ada keluhan dan tidak sakit. Umumnya berupa leukoplakia, eritroplakia ataupun erosi dan pada stadium lanjut dapat berbentuk eksofitik yang berupa papula dan nodul, ataupun endofitik yang dapat berupa ulser, erosi, fisur. Gambaran klinis kanker rongga mulut pada berbagai lokasi rongga mulut mungkin memiliki beberapa perbedaan. Kanker pada mukosa bukal pada dasarnya tidak menimbulkan keluhan pada tahap awal. Lama timbulnya keluhan rata-rata adalah sekitar 9 bulan. Kanker pada mukosa bukal biasanya timbul sebagai massa yang menonjol, kecil serta berulserasi yang paling sering berhubungan dengan leukoplakia ataupun eritroplakia. Bila tumor bertambah besar, tumor akan mudah

terkena trauma selama pengunyahan, sehingga menjadi berulserasi. Infeksi dapat menimbulkan pembengkakan pipi dan menimbulkan rasa sakit. Gejala yang dialami penderita karsinoma lidah tergantung pada letak kanker tersebut. Bila terletak pada bagian 2/3 anterior lidah, keluhan utamanya adalah timbulnya suatu massa yang seringkali terasa tidak sakit. Bila timbul pada 1/3 posterior, kanker tersebut selalu tidak diketahui oleh penderita dan rasa sakit yang dialami biasanya dihubungkan dengan rasa sakit tenggorokan. Pada sebagian besar penelitian, kanker pada bibir umumnya lebih sering menyerang bibir bawah. Lebih kurang 2/3 karsinoma bibir terdiri dari karsinoma sel skuamosa diferensiasi baik, selebihnya merupakan karsinoma diferensiasi sedang dan karsinoma tanpa diferensiasi. Pada umumnya pertumbuhan karsinoma pada bibir relatife lambat. Pada awal pertumbuhan yang paling umum adalah ulser. Kanker pada bibir mempunyai gambaran klinis yang bervariasi dari kanker eksofitik yang besar diatas proses ulserasi yang dalam sampai pembengkakan ringan dari tepi vermilion, atau lesi berkerak yang tidak mencurigakan. Secara klinis, kanker pada dasar lidah terdapat lesi ulserasi dengan tepi yang menonjol dan indurasi yang terletak didekat frenulum lingual. Dasar ulser menunjukan permukaan granular dan adanya eritroplakia sebesar 97%. Pada umumnya kanker pada dasar lidah disebabkan iritasi kronik dari alkohol dan rokok. Kanker pada gingiva dimulai sebagai ulserasi, sering berhubungan dengan leukoplakia. Adanya kanker pada gingiva dapat menembus jauh kedalam, cukup cepat menyerang tulang dibawahnya atau bertumbuh keluar secara eksopitik. Pembengkakan, sakit, dan ulserasi adalah gejala yang paling umum pada penderita kanker palatum. Kanker pada palatum umumnya menyerang masyarakat yang mempunyai kebiasaan menghisap rokok secara terbalik, karsinoma palatum berbentuk ulser dilateral garis tengah daerah glandular palatum keras (Yanto, 2011).

7. Diagnosa Diagnosa karsinoma sel skuamosa rongga mulut ditegakkan melalui : a. Pemeriksaan klinis Pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan dengan cara anamnesa dan pemeriksaan fisik. Anamnesa kepada penderita dan keluarganya tentang identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit yang diderita, riwayat penyakit gigi dan mulut masa lalu, riwayat medik, riwayat keluarga dan sosial. Sedangkan pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan umun, pemeriksaan lokal, dan status regional. Pemeriksaan umum meliputi pemeriksaan penampilan, keadaan umum, dan metastase jauh serta pemeriksaan lokal dengan cara inspeksi dan palpasi bimanual. Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan. Seluruh rongga mulut dilihat mulai dari bibir sampai orofaring posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1-2 jari ke dalam rongga mulut. Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanual. b. Pemeriksaan patologi Pemeriksaan mikroskopis dibutuhkan untuk mendiagnosis displasia atau atipia yang menggambarkan kisaran abnormalitas selular, termasuk perubahan ukuran sel dan morfologi sel, gambaran peningkatan mitotik, hiperkromatisme dan perubahan pada ulserasi dan maturasi selular yang normal. c. Pemeriksaan radiologi Terdiri dari radiologi rutin, Computed Tomography (CT), Magneting Resonanse imaging (MRI) dan Ultra Sonografi dapat menunjukkan keterlibatan tulang dan perluasan lesi. (Yanto, 2011) 8. Terapi Perawatan kanker rongga mulut tergantung pada tipe sel, derajat differensiasi, tempat, ukuran dan lokasi lesi primer, status kelenjar getah bening, keterlibatan

tulang untuk mencapai tepi bedah yang adekuat, kemampuan untuk melindungi fungsi penelanan, berbicara, status fisik dan mental pasien, pemeriksaan keseluruhan dari komplikasi yang potensial dari setiap terapi, pengalaman ahli bedah, radiotherapist dan keinginan serta kooperatifan pasien. Kemoterapi dan pembedahan digunakan dalam pengobatan kanker mulut. Pembedahan atau Kemoterapi dapat digunakan untuk lesi T1 dan T2, sedangkan kanker stadium lanjut dilakukan dengan gabungan kemoterapi dan pembedahan (Yanto, 2011)

9.Prognosis Kanker yang berlokasi di daerah bibir bawah mempunyai prognosis yang baik, sebab mudah terlihat dan dapat dikenali pada tahap awal. Kebalikannya kanker yang sulit dilihat secara klinis dan sulit dalam pemeriksaan langsung atau mempunyai gejala yang lambat mempunyai prognosis yang kurang baik. Contohnya kanker yang berada pada dasar lidah atau dinding tonsil. Terjadi maupun tidak terjadinya metastase, derajat diferensiasi, dan tingkatan diferensiasi menentukan prognosis dari kanker mulut (Arfani, 2010).

Daftar Pustaka Arfani A, 2010. Karsinoma Sel Skuamosa (Squamous Cell Carcinoma). http://asnuldentist.blogspot.com/2011/01/karsinoma-sel-skuamosa-squamouscell.html (22 Juli 2011) Bhudy TI, 2008. Protein Spesifik Karsinoma Sel Skuamosa. MI Kedokteran Gigi. Vol 23 No. 3 : 117-122. Yanto, 2011. Karsinoma Sel Skuamosa yang Didahului Inflamasi Kronis NonSpesifik. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21676/3/Chapter%20II.pdf (22 Juli 2011)

Kandidiasis

1. Definisi Kandidiasis adalah suatu infeksi jamur yang terjadi karena pertumbuhan yang berlebihan dari Candida. Candida adalah flora normal pada kulit dan membran mukosa (CDC, 2010).

2.Prevalensi
Kandidiasis oral merupakan suatu infeksi yang paling sering dijumpai dalam rongga mulut manusia, dengan prevalensi 20%-75% dijumpai pada manusia sehat tanpa gejala (Heriyanty, 2011). Prevalensi kandidiasis oral pada anak-anak terinfeksi HIV dilaporkan sampai 72% kasus, merupakan lesi yang penting dalam meramalkan perkembangan ke arah AIDS (Dunston and Depaola, 2002).

3. Etiologi Kandidiasis disebabkan oleh infeksi jamur Candida, yang secara normal terdapat dalam rongga mulut. Namun, pada keadaan tertentu misalnya sistem imun menurun maka Candida dapat tumbuh berlebihan dan menyebabkan kandidiasis. Berikut ini adalah faktor predisposisi kandidiasis : a. Pengobatan dengan steroid b. Infeksi HIV/AIDS c. Kemoterapi kanker dan obat-obatan imunosupresan pada transplantasi organ. d. Usia sangat muda dan usia lanjut (Kaufmann, 2007) 4. Gejala Klinis Secara klinis kandidiasis dapat menimbulkan penampilan yang berbeda, pada umumnya berupa lesi lesi putih atau area eritema difus (Silverman, 2001).

Penderita kandidiasis akan merasakan gejala seperti rasa terbakar dan perubahan rasa kecap. Pada pemeriksaan klinis dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe yaitu akut pseudomembran kandidiasis (thrush), kronis hiperplastik kandidiasis, kronis atrofik kandidiasis (denture stomatitis), akut atrofik kandidiasis dan angular cheilitis (Nolte,1982). Thrush mempunyai ciri khas dimana gambarannya berupa plak putih kekuning kuningan pada permukaan mukosa rongga mulut, dapat dihilangkan dengan cara dikerok dan akan meninggalkan jaringan yang berwarna merah atau dapat terjadi pendarahan. Plak tersebut berisi netrofil, dan sel sel inflamasi, sel epitel yang mati dan koloni atau hifa. (Greenberg, 2003). Pada penderita AIDS biasanya lesi menjadi ulserasi, pada keadaan dimana terbentuk ulser, invasi Candida lebih dalam sampai ke lapisan basal. (Mc Farlane 2002). Kronis hiperplastik kandidiasis disebut juga kandidiasis leukoplakia, lesinya berupa plak putih yang tidak dapat dikerok, gambaran ini mirip dengan leukoplakia tipe homogen. Keadaan ini terjadi diduga akibat invasi miselium ke lapisan yang lebih dalam pada mukosa rongga mulut, sehingga dapat berproliferasi, sebagai respon jaringan inang. Kandidiasis leukoplakia sering ditemukan pada mukosa bukal, bibir dan lidah (Greenberg, 2003). Kronis atrofik kandidiasis ,mempunyai nama lain yaitu denture stomatitis dan denture sore mouth. Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis tipe ini adalah trauma kronis, sehingga menyebabkan invasi jamur ke dalam jaringan dan penggunaan geligi tiruan tersebut menyebabkan akan bertambahnya mukus dan serum, akan tetapi berkurangnya pelikel saliva (Greenberg, 2003). Secara klinis kronis atrofik kandidiasis dapat dibedakan menjadi tiga type yaitu inflamasi ringan yang terlokalisir disebut juga pinpoint hiperemi, gambaran eritema difus, terlihat pada palatum yang ditutupi oleh landasan geligi tiruan baik sebagian atau seluruh permukaan palatum tersebut (15%- 65%) dan hiperplasi papilar atau disebut juga tipe granular (Greenberg, 2003).

Akut atrofik kandidiasis, disebut juga antibiotik sore mouth. Secara klinis permukaan mukosa terlihat merah dan kasar, biasanya disertai gejala sakit atau rasa terbakar, rasa kecap berkurang. Kadang-kadang sakit menjalar sampai ke tenggorokan selama pengobatan atau sesudahnya kandidiasis tipe ini pada umumnya ditemukan pada penderita anemia defiensi zat besi. (Greenberg, 2003). Angular cheilitis, disebut juga perleche, terjadinya diduga berhubungan dengan denture stomatits. Selain itu faktor nutrisi memegang peranan dalam ketahanan jaringan inang, seperti defisiensi vitamin B12, asam folat dan zat besi, hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi. Gambaran klinisnya berupa lesi agak kemerahan karena terjadi inflamsi pada sudut mulut (commisure) atau kulit sekitar mulut terlihat pecah - pecah atau berfissure. (Nolte, 1982. Greenberg, 2003).

5. Pemeriksaan Untuk menentukan diagnosis kandidiasis harus dilakukan pemeriksaan mikroskopis, disamping pemeriksaan klinis dan mengetahui riwayat penyakit. Bahan pemeriksaan dapat diambil dengan beberapa cara yaitu usapan (swab) atau kerokan (scraping) lesi pada mukosa atau kulit. Juga dapat digunakan darah, sputum dan urine (Nolte, 1982). Selanjutnya, bahan pemeriksaan tersebut diletakkan pada gelas objek dalam larutan potassium hydroksida (KOH), hasilnya akan terlihat pseudohyphae yang tidak beraturan atau blastospora. Selain pemeriksaan mikroskopis.dapat dilakukan kultur dengan menggunakan agar sabouraud`s atau eosinmethylene blue pada suhu 37% C, hasilnya akan terbentuk koloni dalam waktu 24 48 jam (Nolte ,1982,Mc Farlen, 2002). Pada kasus hyperplastik kandidiasis kronis pada umumnya dilakukan biopsi, bahan pemeriksaan dapat diwarnai dengan periodic acid schiff (P.A.S), hasilnya akan terlihat pseudomyselia dan hifa. (Silverman 2001, Mc Farlen, 2002). Disamping itu akan terlihat parakeratosis dan leukosit polimorfonuklear. (McC ullough, 2005).

6. Terapi Kandidiasis pada rongga mulut umumnya ditanggulangi dengan

menggunakan obat antijamur,dengan memperhatikan faktor predisposisinya atau penyakit yang menyertainya,hal tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan atau penyembuhan.(Mc Cullough 2005,Silverman 2001). Obat-obat antijamur diklasifikasikan menjadi beberapa golongan yaitu: (Tripathi M.D 2001) 1. Antibiotik a. Polyenes :amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycin b. Heterocyclicbenzofuran : griseofulvin 2. Antimetabolite: Flucytosine (5 Fe) 3. Azoles a. Imidazole (topical): clotrimazol, Econazol, miconazol (sistemik) : ketokonazole b. Triazoles (sistemik) : Flukonazole, Itrakonazole 4. Allylamine Terbinafine 5. Antijamur lainnya : tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat. Dari beberapa golongan antijamur tersebut diatas, yang efektif untuk kasuskasus pada rongga mulut, sering digunakan antara lain amfotericine B, nystatin, miconazole, clotrimazole, ketokonazole, itrakonazole dan flukonazole.

(Mccullough, 2005). Amfoterisin B dihasilkan oleh Streptomyces nodusum, mekanisme kerja obat ini yaitu dengan cara merusak membran sel jamur. Efek samping terhadap ginjal seringkali menimbulkan nefrositik. Sediaan berupa lozenges (10 ml ) dapat digunakan sebanyak 4 kali /hari. Nystatin dihasilkan oleh streptomyces noursei,mekanisme kerja obat ini dengan cara merusak membran sel yaitu terjadi perubahan permeabilitas membran sel. Sediaan berupa suspensi oral 100.000 U / 5ml dan bentuk cream 100.000 U/g, digunakan untuk kasus denture stomatitis. Miconazole mekanisme kerjanya dengan cara menghambat enzim cytochrome P 450 sel jamur, lanosterol 14

demethylase sehingga terjadi kerusakan sintesa ergosterol dan selanjutnya terjadi ketidak normalan membrane sel. Sediaan dalam bentuk gel oral (20 mg/ml), digunakan 4 kali /hari setengah sendok makan, ditaruh diatas lidah kemudian dikumurkan dahulu sebelum ditelan. Clotrimazole, bentuk sediaannya berupa troche 10 mg, sehari 3 4 kali. Mekanisme kerja sama dengan miconazole. Ketokonazole (ktz) adalah antijamur broad spectrum.Mekanisme kerjanya dengan cara menghambat cytochrome P450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan permeabilitas membran sel, Obat ini dimetabolisme di hepar.Efek sampingnya berupa mual / muntah, sakit kepala,parestesia dan rontok. Sediaan dalam bentuk tablet 200mg Dosis satu kali /hari dikonsumsi pada waktu makan. Itrakonazole, efektif untuk pengobatan kandidiasis penderita

immunocompromised. Sediaan dalam bentuk tablet ,dosis 200mg/hari. selama 3 hari.,bentuk suspensi (100-200 mg) / hari,selama 2 minggu. Efek samping obat berupa gatal-gatal,pusing, sakit kepala, sakit di bagian perut (abdomen) dan hipokalemi. Flukonazole, dapat digunakan pada seluruh penderita kandidiasis termasuk pada penderita immunosupresiv. Efek samping mual,sakit di bagian perut, sakit kepala,eritme pada kulit. Mekanisme kerjanya dengan cara mempengaruhi Cytochrome P 450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan membran sel . Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Sediaan dalam bentuk capsul 50,mg, 100mg, 150mg dan 200mg Single dose dan intravena. Kontra indikasi pada wanita hamil dan menyusui (Greenberg, 2003).

7. Prognosis

8. Komplikasi Jika sistem imun menurun misalnya pada penderita HIV/AIDS dan pasien yang mendapat kemoterapi maka Candida dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain seperti esophagus, otak, jantung, sendi, dan mata (Kauffman, 2007).

9. Pencegahan

Daftar Pustaka CDC, 2010. Candidiasis. http://www.cdc.gov/nczved/divisions/dfbmd/diseases/candidiasis/index.html. (20 Juli 2011) Dunston BC and Depaola LG. Oral Manifestations of Pediatric HIV Infection. Indian Pediatrics. 2002; 39:57-63. http://www.numedx.com/article.aspx?NewsCategoryID=95 (20 Juli 2011) Greenberg. M.S et al,2003 Burkets Oral Medicine, 10 ed, , Bc Decker Inc, Hamilton Ontario, h. 94-8 Heriyanty, 2011. Patogenese Kandidiasis Oral Pada Penderita Diabetes Mellitus. http://www.researchgate.net/publication/42349556_Patogenese_Kandidiasis_O ral_Pada_Penderita_Diabetes_Mellitus (20 Juli 2011) Kauffman CA, 2007. Candidiasis. In: Goldman L, Ausiello D, eds. Cecil Textbook of Medicine. 23rd ed. Philadelphia, Pa: Saunders :chap 359. Mc Cullough, Savage ,N.W.,2005, Autralia Dent. J. Medication Suplement, 50;4

Mc Farlane et al ,2002 Essential of Microbiologi for dental student,Oxfort ,New york, h. 287 Nolte. A.W.,1982. Oral Microbiologi,4 ed, The C.V Mosby co,St Louis, Toronto, London h. 523- 32 Silverman .S. Jr. 1996, Color Atlas of Oral Manifestations of aids ,2ed, The C.V Mosby , St Louis, Boston Baltimore, h. 18,28 Silverman. S Jr at al, 2001, Essential of Oral Med, BC. Decker Inc, Hamilton, London, h. 170 177.

Tripathi.K.D. ,2001, Essential of Medical Pharmacologi, Jaypee Brothers, h771-2, 775 8.

Glossitis
1. Definisi Glositis adalah suatu keradangan pada lidah.Glossitis bisa bisa terjadi akut atau kronis. Penyakit ini juga merupakan kondisi murni dari lidah itu sendiri atau merupakan cerminan dari penyakit tubuh yang penampakannya ada pada lidah (Dondy, 2008).

2. Gambar

3. Prevalensi 4. Etiologi 5. Gejala Klinis a. Kesulitan mengunyah, menelan, atau berbicara b. Permukaan lidah menjadi licin c. Pembengkakan lidah d. Perubahan warna lidah menjadi pucat jika disebabkan oleh anemia pernisiosa dan menjadi merah jika disebabkan kekurangan vitamin B yang lain. (Reamy et al, 2010)

6. Terapi 7. Komplikasi a. Sumbatan jalan nafas b. Kesulitan bicara, mengunyah, dan menelan c. Rasa tidak nyaman (Linda, 2011) 8. Prognosis Glossitis umumnya menunjukkan respon terapi yang baik jika penyebab inflamasi dihilangkan atau diobati (Reamy et al, 2010). .

Daftar Pustaka Dondy, 2008. Glossitis (Keradangan Lidah).

http://drgdondy.blogspot.com/2008/09/glossitis-keradangan-pada-lidah.html. (24 Juli 2011) Linda J, 2011. Glossitis.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.htm. (23 Juli 2011) Reamy BV, Derby R, Bunt CW, 2010. Common tongue conditions in primary care. Am Fam Physician.;81(5):627-634.

Anda mungkin juga menyukai