Anda di halaman 1dari 23

MANAJEMEN RADIOLOGI

MONITORING PROTEKSI RADIASI BAGI PETUGAS MENGGUNAKAN FILM

BADGE DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD BREBES

Laporan Kasus Ini Disusun Guna Memenuhi Syarat PKL 4

Di Susun Oleh:

Siti Bela Aprilia

1901092

PROGRAM STUDI DIII TEKNIK RONTGEN

FAKULTAS KESEHATAN DAN KETEKNISAN MEDIS

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG

2021/2022
2
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan ini telah diperiksa oleh Clinical Instructur (CI) Instalasi

Radiologi RSUD Brebes telah disetujui untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktek Kerja

Lapangan Program Studi Diploma III Rontgen Universitas Widya Husada Semarang.

Nama : Siti Bela Aprilia

NIM : 1901092

Judul : Monitoring Proteksi Radiasi Bagi Petugas Menggunakan Film Badge di

Instalasi Radiologi RSUD Brebes.

Brebes, April 2022

Menyetujui,

Clinical Instructure

Wahyudi Toto Raharjo, S.ST

NIP. 19800308 200803 1 001

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas

segala berkat, rahmat serta karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan “Manajemen Radiologi Monitoring Proteksi Radiasi Bagi

Petugas Menggunakan Film Badge di Instalasi Radiologi RSUD Brebes”. Tujuan dari

penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan IV

Prodi DIII Teknik Rontgen Universitas Widya Husada Semarang.

Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis banyak mendapat bantuan,

bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Karena itu penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat-nya.

2. Ibu Dr.Hargianti Dini Iswandari, drg, MM. selaku Rektor Universitas Widya Husada

Semarang.

3. Ibu NS. Maulidta Karunianingtyas Wirawati, M.Kep. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

dan Keteknisian Medis Universitas Widya Husada Semarang.

4. Kedua orang tua beserta kakak yang selalu memberi dukungan baik moral dan

material serta selalu mendoakan kelancaran penulis dalam mengerjakan laporan

kasus maupun menjalankan Praktek Kerja Lapangan I.

5. Ibu Nanik Suraningsih, S.ST., M.Kes., selaku Ketua Program Studi Diploma III Teknik

Rontgen Universitas Widya Husada Semarang.

6. Bapak dr. Baehaqi, M. Sc, SP. Rad, Selaku Kepala Instalasi Radiolog RSUD Brebes.

7. Bapak Wahyudi Toto Raharjo, S.ST selaku Clinical Instructure Praktek Kerja

Lapangan I di Instalasi Radiologi RSUD Brebes yang telah memberikan bimbingan

serta ilmu kepada penulis.

8. Dosen dan staf Program studi Diploma III Teknik Rontgen Universitas Widya Husada

Semarang.

9. Seluruh radiografer dan karyawan di instalasi radiologi RSUD Brebes, yang telah

memberi pengetahuan, arahan dan pengalaman kepada penulis.

iii
10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-satu yang telah mendukung

terselesaikanya laporan kasus ini.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat – Nya kepada semua pihak yang terlibat

dalam proses pembuatan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini

masih banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang

kontruktif untuk menyempurnakan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini bermanfaat

bagi para pembaca.

Brebes, April 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................................................................ii

KATA PENGANTAR................................................................................................................................iii

DAFTAR ISI................................................................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................................................3

C. Tujuan Penelitian............................................................................................................................3

BAB II DASAR TEORI..............................................................................................................................4

A. Efek Biologi Akibat Radiasi............................................................................................................4

B. Keselamatan Radiasi......................................................................................................................5

C. Alat Ukur Proteksi Radiasi.............................................................................................................7

BAB III HASIL PEMBAHASAN..............................................................................................................11

A. Profil, Visi, Misi Instalasi Radiologi RSUD Brebes...................................................................11

B. Profil Kasus....................................................................................................................................12

C. Pembahasan..................................................................................................................................12

BAB V PENUTUPAN..............................................................................................................................14

A. Kesimpulan....................................................................................................................................14

B. Saran..............................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................15

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan radiasi pengion, termasuk sinar-X pada bidang kedokteran baik

untuk terapi maupun diagnostik sudah umum dilakukan. Perkembangan teknologi

radiologi telah memberikan banyak sumbangan tidak hanya dalam perluasan

wawasan ilmu dan kemampuan diagnostik radiologi, akan tetapi juga dalam proteksi

radiasi terutama pada pekerja radiasi. Para pekerja tersebut rentan terhadap efek

yang ditimbulkan oleh radiasi baik efek yang besifat non stokastik, stokastik maupun

efek genetik (Sugiratu, 2012).

Untuk dapat memanfaatkan radiasi dengan aman diperlukan pengetahuan

tentang radiasi pengion, potensi dan tingkat bahaya radiasi, efek radiasi bagi

manusia, dan cara pengendaliannya. Pengertian dan pemahaman yang baik tentang

pengetahuan tersebut serta ketrampilan dalam hal pengendalian sumber radiasi

pengion akan mampu memberikan keselamatan dan kesehatan kerja yang memadai

bagi pekerja radiasi dan masyarakat umum, serta lingkungan.

Upaya yang diperlukan untuk melakukan kegiatan keselamatan dan kesehatan

kerja dalam medan radiasi pengion adalah melalui tindakan proteksi radiasi. Proteksi

radiasi merupakan suatu usaha ataupun kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi

bahaya atau potensi bahaya radiasi bagi manusia sehingga risiko pemanfaatan zat

radioaktif dapat dikurangi serendah mungkin sedangkan manfaat yang diperoleh

sebesar-besarnya (BATAN, 2010). Tindakan proteksi radiasi yang dapat dilakukan

dapat berupa kegiatan survey radiasi, personal monitoring, maupun jaminan kualitas

radiodiagnostik. Semua perangkat tersebut bertujuan untuk meminimalkan tingkat

paparan radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi, pasien maupun lingkungan

dimana pesawat radiasi pengion dioperasikan (Sugiratu, 2012).

1
Sesuai dengan Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1014

Tahun 2008, peraturan ketersediaan alat telah ditetapkan sebagaimana semestinya

sesuai dengan tipe rumah sakit. RSUD Brebes merupakan rumah sakit tipe B dengan

Akreditasi Paripurna Akreditasi versi KARS 2012. Alat perlengkapan proteksi radiasi

untuk RS tipe B atau setara adalah surveymater, digital pocket dosimeter, film badge/

TLD bagi setiap pegawai.

Salah satu cara untuk mengetahui paparan radiasi sinar-X ketika penyinaran

terjadi terutama pada pekerja radiasi adalah dengan menggunakan alat monitoring

personal. Alat tersebut dipakai oleh setiap pekerja radiasi ketika berada di medan

radiasi. Alat ini dapat memberikan informasi mengenai dosis radiasi yang diterima

soleh pekerja radiasi ketika bekerja. Alat monitoring personal terbagi menjadi dua

macam yaitu yang dapat dibaca secara langsung seperti dosimeter saku maupun

yang tidak dapat dibaca secara langsung seperti film badge.

Di Instalasi Radiologi RSUD Brebes, terdapat alat personal monitor berupa Film

Badge sejumlah 16 buah. Film Badge ini digunakan untuk memonitoring paparan

radiasi yang diterima oleh pekerja baik dokter radiolog, radiografer, maupun staf

administrasi di instalasi radiologi tersebut. Berdasarkan observasi tak terstruktur

yang telah dilakukan penulis selama melakukan praktek

Di Instalasi Radiologi RSUD Brebes, Film Badge ini belum maksimal digunakan

oleh para pekerja ketika bekerja. Hampir semua pekerja radiasi di instalasi radiologi

tersebut jarang menggunakan Film Badge sebagai alat monitor radiasi personal,

padahal setiap 1 bulannya Film Badge harus dikirim ke BPFK untuk dihitung dosis

radiasi yang diterima alat tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengangkat judul

laporan kasus “Monitoring Proteksi Radiasi bagi Petugas Menggunakan Film Badge

di Instalasi Radiologi RSUD Brebes”. Penulisan laporan ini bertujuan untuk

mengetahui lebih lanjut mengenai pengelolaan proteksi radiasi bagi para pekerja

2
radiasi di instalasi radiologi tersebut.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka penulis dapat menarik permasalahan yang akan

dibahas yaitu :

1. Mengapa para petugas di Instalasi Radiologi RSUD Brebes belum maksimal

dalam penggunaan Film Badge sebagai alat monitoring personal ketika bekerja?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini yaitu :

2. Untuk mengetahui alasan para petugas di Instalasi Radiologi RSUD Brebes

belum maksimal dalam penggunaan Film Badge sebagai alat monitoring

personal ketika bekerja.

3
BAB II

DASAR TEORI

A. Efek Biologi Akibat Radiasi


Interaksi radiasi pengion dengan tubuh manusia akan mengakibatkan

terjadinya efek kesehatan. Efek kesehatan ini, yang dimulai dengan peristiwa

yang terjadi pada tingkat molekuler, akan berkembang menjadi gejala klinis. Sifat

dan keparahan gejala, dan juga waktu kemunculannya, sangat bergantung pada

jumlah dosis radiasi yang diserap dan laju penerimaannya. (Hiswara,2015).

1. Efek Stokastik

Efek stokastik berkaitan dengan paparan radiasi dosis rendah yang dapat

muncul pada tubuh manusia dalam bentuk kanker (kerusakan somatik) atau cacat

keturunan (kerusakan genetik). Dalam efek stokastik tidak dikenal yang namanya

dosis ambang. Jadi sekecil apapun dosis yang diterima tubuh ada

kemungkinannya akan menimbulkan kerusakan sel somatik maupun sel genetik.

Pemunculan efek stokastik berlangsung lama setelah terjadinya penyinaran dan

hanya dialami oleh beberapa orang diantara kelompok yang mengalami

penyinaran (Hiswara,2015).

3. Efek Deterministik

Efek deterministik berkaitan dengan paparan radiasi dosis tinggi yang

kemunculannya dapat langsung dilihat atau dirasakan oleh individu yang terkena

radiasi. Efek tersebut dapat muncul seketikan hingga beberapa minggu setelah

penyinaran. Efek ini mengenal adanya dosis ambang. Jadi hanya radiasi dengan

dosis tertentu yang dapat menimbulkan efek deterministik, radiasi dengan dosis

dibawah dosis ambang tidak akan menimbulkan efek deterministik tertentu.

Sebagai contoh dari efek deterministik ini adalah erythema kulit (kulit memerah) ,

atau kerontokan rambut akibat oleh paparan radiasi (Hiswara,2015).

4
B. Keselamatan Radiasi
2. Filosofi Keselamatan Radiasi

Menurut Hiswara, 2015 keselamatan radiasi dimaksudkan sebagai usaha untuk

melindungi seseorang, keturunannya, dan juga anggota masyarakat secara

keseluruhan terhadap kemungkinan terjadinya akibat biologi yang merugikan dari

radiasi. Akibat ini disebut somatik apabila dialami oleh seseorang, dan genetik

apabila dialami oleh keturunannya. Apabila peluang terjadinya suatu akibat tidak

memerlukan dosis ambang dan sebagai fungsi dosis yang menyebabkannya,

akibat itu disebut sebagai stokastik. Sebaliknya, bila tingkat keparahan suatu

akibat bergantung pada dosis dan pemunculan pertamanya memerlukan dosis

ambang, akibat ini disebut non stokastik. Untuk keperluan keselamatan radiasi

akibat genetik dianggap sebagai akibat stokastik. Beberapa akibat somatik juga

bersifat stokastik. Sebagai contoh, kanker fatal pada daerah dosis rendah

merupakan resiko somatik stokastik yang penting, dan dijadikan dasar penentuan

nilai batas dosis. Beberapa akibat somatik non- stokastik bersifat khas untuk

jaringan biologi tertentu, misalnya katarak

pada lensa mata, kerusakan sel pada sumsum tulang merah yang

mengakibatkan kelainan darah, kerusakan sel kelamin yang mengakibatkan

kemandulan, kerusakan non-malignan pada kulit. Agar akibat non-stokastik tidak

terjadi, diperlukan adanya nilai batas dosis bagi setiap jaringan tubuh. Tujuan

keselamatan radiasi dengan demikian adalah:

a. Membatasi peluang terjadinya akibat stokatik atau risiko akibat pemakaian

radiasi yang dapat diterima oleh masyarakat.

b. Mencegah terjadinya akibat non-stokastik dari radiasi yang membahayakan

seseorang.

Pembatasan akibat stokastik dapat dicapai dengan cara mengusahakan

agar semua penyinaran dibuat serendah mungkin dengan mempertimbangkan

faktor ekonomi dan sosial, asal syarat nilai batas dosis tidak dilampaui.

5
Pencegahan akibat non-stokastik akan tercapai dengan menetapkan nilai batas

dosis pada harga yang cukup rendah.

Dengan demikian, meskipun seseorang menerima penyinaran secara terus

menerus selama hidupnya atau selama usia kerjanya, dosis ambang tidak akan

tercapai. Nilai batas yang ditetapkan hanya didasarkan pada penyinaran dalam

keadaan normal.

3. Persyaratan Proteksi Radiasi

Menurut PERKA BAPETEN No. 4 Tahun 2013, persyaratan Proteksi

Radiasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir, yang meliputi :

a. Justifikasi

Justifikasi harus didasarkan pada asas bahwa manfaat yang akan diperoleh

lebih besar daripada risiko yang ditimbulkan. Justifikasi diberlakukan dengan

mempertimbangkan faktor-faktor yang meliputi:

1) adanya penerapan teknologi lain dimana risiko yang ditimbulkan lebih kecil

daripada jenis Pemanfaatan Tenaga Nuklir yang sudah ada sebelumnya;

2) ekonomi dan sosial;

3) kesehatan dan keselamatan; dan

4) pengelolaan limbah radioaktif

b. Limitasi dosis

Dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang tidak boleh melampaui Nilai Batas

Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Untuk tujuan proteksi radiasi perbandingan

resiko yang memadai adalah dengan membandingkannya dengan resiko yang

berasal dari pekerjaan lain yang tidak menggunakan radiasi. Limitasi dosis wajib

diberlakukan oleh Pemegang Izin melalui penerapan Nilai Batas Dosis.

c. Optimisasi Proteksi dan Keselamatan Radiasi.

Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya yang dapat dicapai

(As Low As Reasonably Achievable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor

6
ekonomi dan sosial.

4. Nilai batas dosis

Nilai batas dosis adalah dosis terbesar yang di izinkan oleh BAPETEN yang dapat

di terima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu

tertentu tanpa menimbulkan efek genetic dan somatic yang berarti akibat

pemanfaatan tenaga nuklir. (BAPETEN)

Nilai batas dosis (NBD) yang ditetapkan dalam surat keputusan kepala BAPETEN

NO.8 tahun 2011 tentang keselamatan radiasi dalam penggunaan pesawat sinar-

x radiologi diagnostic dan interpensional ialah:

1) Nilai batas dosis personil, yaitu:

a) Dosis efektif sebesar 20 mSv (dua puluh milisievert) pertahun rata- rata selama

5 tahun, sehingga dosis yang terakumulasi dalam 5 (lima) tahun tidak boleh

melebihi 100 mSv (seratus milisievert);

b) Dosis efektif debesar 50 mSv (lima puluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun

tertentu.

c) Dosis ekuivalen untuk lensa mata sebesar 150 mSv (seratus lima puluh

milisievert) dala 1 (satu) tahun.

d) Dosis ekuivalen untuk tangan dan kaki, atau kulit sebesar 500 mSv (lima ratus

milisievert) dalam 1 (satu) tahun.

C. Alat Ukur Proteksi Radiasi


Alat ukur radiasi mutlak diperlukan dalam masalah proteksi radiasi maupun

aplikasinya. Hal ini disebabkan karena radiasi, apapun jenisnya dan berapapun

kekuatan intensitasnya tidak dapat dirasakan secara langsung dengan indera

manusia.

Alat ukur radiasi selalu terdiri atas dua bagian yaitu detektor dan instrumentasi.

7
Detektor berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi energi lain yang lebih

mudah untuk diolah, biasanya energi listrik. Di dalam detektor terjadi proses fisis,

interaksi radiasi dengan bahan detektor, misalnya yang paling banyak dijumpai

adalah proses ionisasi.

Berdasarkan kegunaannya, alat ukur radiasi dibedakan menjadi beberapa

kelompok yaitu dosimeter perorangan, surveymeter. (BAPETEN,2011)

5. Dosimeter Perorangan

Dosimeter perorangan digunakan untuk mencatat dosis radiasi yang telah

mengenai pekerja selama menggunakan alat ukur ini.

a. Film Badge

Film badge terdiri atas dua bagian yaitu detektor film dan holder. Detektor film

dapat menyimpan dosis radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi

selama film belum diproses. Semakin banyak dosis radiasi yang telah

mengenainya atau telah mengenai orang yang memakainya maka tingkat

kehitaman film setelah diproses akan semakin pekat (Laksmiarti,2002).

Gambar 2.2 Film Badge (Helti)

Holder film selain berfungsi sebagai tempat film ketika digunakan juga

berfungsi sebagai penyaring (filter) energi radiasi. Dengan adanya beberapa jenis

8
filter pada holder, maka dosimeter film badge ini dapat membedakan jenis dan

energi radiasi yang telah mengenainya.

Dosimeter film badge ini mempunyai sifat akumulasi yang lebih baik daripada

dosimeter saku. Keuntungan lainnya film badge dapat membedakan jenis radiasi

yang mengenainya dan mempunyai rentang pengukuran energi yang lebih besar

daripada dosimeter saku. Kelemahannya, untuk mengetahui dosis yang telah

mengenainya harus diproses secara kimiawi dan membutuhkan peralatan

tambahan untuk membaca tingkat kehitaman film, yaitu densitometer.

b. Dosimeter Termoluminisensi (TLD)

Dosimeter ini sangat menyerupai dosimeter film badge, hanya detektor yang

digunakan adalah kristal anorganik thermoluminisensi, misalnya bahan LiF.

Proses yang terjadi pada bahan ini bila dikenai radiasi adalah proses

termoluminisensi. Senyawa lain yang sering digunakan untuk TLD adalah CaSO 4.

Dosimeter ini digunakan selama jangka waktu tertentu, misalnya satu bulan, baru

kemudian diproses untuk mengetahui jumlah dosis radiasi yang telah diterimanya.

Pemrosesan dilakukan dengan memanaskan kristal TLD sampai temperatur

tertentu, kemudian mendeteksi percikan-percikan cahaya yang dipancarkannya.

Alat yang digunakan untuk memproses dosimeter ini adalah TLD reader

(Rohmah,dkk 2006).

Keunggulan TLD dibandingkan dengan film badge adalah terletak pada

ketelitiannya. Selain itu, ukuran kristal TLD relatif lebih kecil dan setelah diproses

kristal TLD tersebut dapat digunakan lagi.

9
Gambar 2.3 Dosimeter Termoluminisensi (Rohmah,dkk 2006)

6. Surveymeter

Surveymeter digunakan untuk mengukur intensitas radiasi, mungkin dalam

bentuk laju paparan ataupun laju dosis, di lokasi pengukuran secara langsung.

Berbeda dengan dosimeter yang menunjukkan hasil pengukurannya setelah

bekerja, surveymeter justru harus digunakan sebelum dan selama bekerja.

Sebenarnya surveymeter lebih diutamakan untuk mengukur radiasi eksternal

seperti sinar gamma, sinar-X dan neutron, tetapi ada juga jenis surveymeter untuk

radiasi alpha dan beta (Martem,2015)

10
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil, Visi, Misi Instalasi Radiologi RSUD Brebes

1. Profil

Instalasi radiolog merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan di

RSUD brebes yang merupakan daerah perbatasan antara provinu jawa tengah

dan jawa barat yang didirikan pada tahun 1954 Sesuai dengan surat keputusan

entr kesehatan RI no 12 HK 0505/1/2231/12 tanggal 10 september 2012. RSUD

Brebes telah ditetapkan sebagai rumah sakit umum dengan akreditasi paripurna

dengan tipe B. Instalasi radiologi merupakan salah satu instalasi penunjang

medis yang memberikan layanan pemeriksaan radiologs untuk membantu

dokter dalam menegakkan diagnosa Instalasi radiolog RSUD Brebes memiliki 2

pesawat general x ray. I pesawat x ray DR. 3 mobile x ray, I pesawat CT scan

16 slice, I pesawat mammografi 1 pesawat panoramic I pesawat USG 4D, dan 1

pesawat MRI Di instals radiologi RSUD Brebes.

2. Visi

"Mampu memberikan pelayanan terbaik untuk menghadapi era globalisasi

dengan predikat akreditasi istimewa”

3. Misi

1 Menyelenggarakan pelayanan radiologi yang bermutu

2 Menjadikan pusat rujukan pelayanan radiodiagnostik di kabupaten brebes dan

sekitarnya

3 Memberikan pelayanan radiologi dengan sikap sopan, ramah dan

professional demi kepuasan pasien/pelanggan

4 Memberikan informasi diagnostik yang optimal, sehingga dapat membantu

menegakkan diagnose dengan menjamin proteksi radiasi.

4.Motto

11
"Anda Puas. Kami Bahagia”

B. Profil Kasus
Secara umum pelayanan radiodiagnostik di Instalasi Radiologi RSUD Brebes

di bidang penunjang medik sudah berjalan dengan baik. Namun, selama penulis

melakukan praktek di instalasi radiologi penulis menemukan sebuah

permasalahan berkaitan dengan tata laksana proteksi radiasi terutama bagi

petugas. Di Instalasi Radiologi RSUD Brebes terdapat 16 buah alat monitor

radiasi personal berupa Film Badge, dan memiliki surveymeter. 16 Film Badge

digunakan untuk dipakai oleh petugas radiasi yaitu radiografer. Di Instalasi

Radiologi RSUD Brebes penggunaan harian Film Badge kurang optimal karena

alasan pandemi COVID ini.

C. Pembahasan
Dalam upaya keselamatan radiasi, bukan hanya manfaat dan kerugian yang

akan diterima masyarakat, namun yang perlu diperhatikan juga adalah

perlindungan atau proteksi bagi setiap orang pekerja radiasi. Perlu diketahui

bahwa manusia tidak memiliki sensor biologis terhadap radiasi pengion,

sehingga diperlukan suatu alat untuk mendeteksi atau mengukur radiasi yang

disebut alat ukur radiasi. Alat ukur radiasi menurut kegunaannya terbagi

menjadi beberapa kelompok diantaranya yaitu dosimeter perorangan dan

surveymeter. Alat ukur radiasi yang digunakan untuk mengukur dosis radiasi

perorangan adalah dosimeter perorangan. Dosimeter perorangan juga ada

berbagai macam, namun yang digunakan di Instalasi Radiologi RSUD Brebes

adalah Film Badge. Selama penulis melakukan praktek di instalasi radiologi

tersebut, penulis menjumpai ada 16 buah film badge yang kurang optimal dalam

penggunaannya. Padahal yang kita tahu, penggunaan alat monitoring radiasi

sangatlah penting untuk seseorang yang bekerja di medan radiasi seperti dokter

radiolog, radiografer maupun staf administrasi.

Setiap 1 bulan sekali Film Badge harus dikirimkan ke BPFK untuk dihitung

dosis radiasi yang mengenai Film Badge tersebut. Sehingga dapat diketahui

apakah dosis radiasi yang diterima oleh pekerja sesuai dengan nilai batas dosis
12
yang ditentukan atau bahkan melebihi nilai batas dosis.

Gambar 3.1 Film Badge di Instalasi Radiologi RSUD Brebes

Dari wawancara yang telah penulis lakukan, dari beberapa petugas

mengatakan untuk penggunaan harian memang jarang dikarenakan adanya

pandemi COVID-19 ini. Kasus COVID-19 yang masih tinggi membuat petugas

harus melakukan screening pada IGD, foto pada ruang isolasi dan screening

evaluasi pada ruangan tertentu. Penggunaan Film Badge pada era COVID- 19

kurang maksimal dikarenakan petugas harus menggunakan APD lengkap

sehingga petugas seringkali meminimalkan peralatan yang harus dibawa untuk

mengurangi desinfeksi, jika harus membawa Film Badge ditakutkan Film Badge

dapat terjatuh dan rusak mengingat harga Film Badge yang tidak murah.

PPR yang bertugas di RSUD Brebes film badge menjelaskan bahwa

dikirim setiap 1 bulan ke BPFK baik dipakai secara rutin maupun tidak

dipakai. Petugas Proteksi Radiasi di Instalasi Radiologi RSUD Brebes dapat

dikatakan telah melakukan tanggung jawabnya dengan baik dengan

mengingatkan untuk penggunaan film badge saat bertugas.

13
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat diperoleh

kesimpulan yaitu para petugas di Instalasi Radiologi RSUD Brebes baik dokter

radiologi, radiografer maupun staf administrasi belum maksimal dalam

penggunaaan Film Badge sebagai alat monitoring personal ketika bekerja. Hal

ini dikarenakan pandemi COVID-19 sehingga meminimalkan perlengkapan

yang digunakan.

B. Saran
Saran yang ingin penulis sampaikan yaitu :

1. Sebaiknya para petugas lebih mematuhi penggunaan alat monitoring personal

baik melakukan pemeriksaan di unit radiologi maupun luar radiologi sehingga

perhitungan dosis radiasi lebih akurat.

2. Di masa pandemi ini banyak radiografer yang berkerja di luar unit radiologi, oleh

sebab itu penggunaan Film Badge harus tetap digunakan

mengingat tata ruangan berbeda dengan di instalasi radiologi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, M. 2000. Dasar-Dasar Proteksi Radasi. Jakarta: Rineka Cipta.

BATAN, Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Pengukuran Radiasi : Proteksi Radiasi,

BAB IV : Alat Ukur Radiasi. www.batan.go.id. (Diakses pada tanggal 25

Maret 2021 pukul 16.20 WIB)

Departemen Kesehatan RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1014/Menkes/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi

Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Hiswara, Eri. 2015. Buku Pintar Proteksi Dan Keselamatan Radiasi Di Rumah

Sakit. Jakarta : Batanpress

https://dev-helti.poltekkes-smg.ac.id/course/index.php?categoryid=1904

https://rsuislamklaten.co.id/profil/#:~:text=RS%20Islam%20Klaten

%20merupaka n%20rumah,lantai%20dasar%20masjid%20Raya%20Klaten.

(diakses 26

Maret 2021 pukul 17.00)

Laksmiarti, T. 2002. Media Litbang Kesehatan Volume XII Nomer 02 :

Alat Pemantau Perorangan Terhadap Tenaga Kerja Radiasi di Bidang

Kesehatan. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan

Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 4 Tahun 2013

tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir.

Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan

Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion.

15
Rohmah, dkk. 2006. Layanan Pemantauan Dosis Tara Perorangan

Eksternal di Laboratorium Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan PTKMR –

BATAN. Jakarta : RUBRIK PTKMR

Tasa, A.B. Sugiratu, 2012. Skripsi Fisika Medik : Analisis Dosis Radiasi

Untuk Aplikasi Ruang ICU. Konsentrasi Fisika Medik, Jurusan Fisika, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddi

16
17

Anda mungkin juga menyukai