Anda di halaman 1dari 10

Peristiwa G 30 S PKI

DISUSUN OLEH:

Ananda Rizky Pratama


Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial,
dan Budaya Sebelum Terjadinya
Peristiwa G 30 S/PKI
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan ideology Pancasila mengadapi
berbagai tantangan besar sejak tahun 1959, ketika Demokrasi Terpimpin
dilaksanakan.
Begitu pula pada masa Demokrasi Terpimpin kondisi ekonomi sangat
memprihatinkan hingga muncul krisis ekonomi nasional. Prinsip NASAKOM yang
waktu itu diterapkan memberi peluang kepada PKI untuk memperluas
pengaruhnya.
Kondisi politik dan ekonomi yang semakin tegang berdampak pada social
budaya masyarakat. PKI sering mengancam dan melakukan tindak kekerasan.
Pengaruh PKI yang sangat besar dalam bidang politik berdampak luas
terhadap kebijakan pemerintah di semua bidang. Dalam bidang social budaya
semua organisasi yang anti PKI dituduh sebagai anti pemerintah.
Pemberontakan G 30 S/PKI
Melihat kondisi ekonomi yang memprihatinkan serta kondisi
social politik yang penuh dengan gejolak. Sebelum melakukan
pemberontakan, PKI melakukan berbagai cara agar mendapat
dukungan yang luas diantaranya sebagai berikut :
1. PKI menyatakan dirinya sebagai pejuang berbaikan nasib rakyat,
serta berjanji akan menaikkan gaji dan upah buruh.
2. Pada akhir tahun 1963 PKI melakukan “Aksi Sepihak” trutama di
Jawa, Bali dan Sumatera Utara.
3. PKI juga mencari pendukung dari berbagai kalangan, mulai dari
petani, nelayan, pedangan, dll.
4. Pengaruh PKI yang besar dalam bidang politik sehingga
mempengaruhi terhadap kebijakan pemerintah. Misalnya semua
organisasi yang anti komunis ditutuh anti pemerintah.
5. Memasuki tahun 1965 PKI melempar desas-desus adanya “Dewan
Jendral” dari dalam tubuh Angkatan Darat.
Puncak ketegangan politik terjadi secara nasional pada dini
hari tanggal 30 September 1965, yakni terjadinya penculikan dan
pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat. Penculikan ini
dilakukan oleh sekelompok militer yang menamakan dirinya Gerakan
30 September. Aksi ini dibawah pimpinan Letnan Kolonel Untung,
komandan Batalyon I Cakrabirawa. Para pimpinan yang diculik dan
dibunuh oleh kelompok G 30 S/PKI adalah :
1. Letnan Jendral Ahmad Yani
2. Mayor Jendral R. Suprapto 4. Mayor Jenderal S Parman

3. Mayor Jendral Haryono MT 5. Brigadir Jenderal DI Panjaitan


5. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo

6. Letnan Satu Pierre Andreas Tendean


Peristiwa pembunuhan oleh G 30 S/PKI yang terjadi di Yogyakarta
mengakibatkan gugurnya dua orang perwira TNI AD yakni Kolonel
Katamso Dharmokusumo dan Letnan Kolonel Sugiyono.
Pada hari Jumat pagi tanggal 1 Oktober 1965 “Gerakan 30
September” telah menguasai dua buah sarana komunikasi vita, yakni
studio RRI Pusat di Jalan Merdeka Barat, Jakarta dan kantor PN
Telekomunikasi di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI pagi itu pukul
07.20 dan diulang pukul 08.15 disiarkan pengumuman tentang
Gerakan 30 September. Diumumkan antara lain bahwa gerakan
ditujukan kepada Jenderal-Jenderal anggota Dewan Jenderal yang
akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Dengan
pengumuman ini maka masyarakat menjadi bingung. Menghadapi
suasana politik yang semakin panas, Presiden Soekarno meminta agar
masyarakat tenang.
Divisi Siliwangi dan resimen Para Komando Angkatan Darat
(RPKAD) mengadakan operasi penumpasan terhadap Gerakan 30
September. Tindakan-tindakan yang dilakukan dalam operasi ini
adalah :
1. Pada tanggal 1 Oktober 1965 operasi untuk merebut kembali RRI
dan Kantor Telekomunikasi sekitar pukul 19.00. Dalam sekitar
waktu 20 menit operasi ini berhasil. Selanjutnya Mayor jenderal
Soeharto mengumumkan lewat RRI yang isinya adalah :
a) Adanya usaha perebutan kekuasaan oleh yang menamakan
dirinya Gerakan 30 September.
b) Telah diculiknya enam tinggi Angkatan Darat
c) Presiden dan Menko Hankam/Kasab dalam keadaan aman dan
sehat
d) Kepada rakyat dianjurkan untuk tetap tenang dan waspada
2. Menjelang sore hari pada tanggal 2 Oktober 1965 pukul 06.10
operasi yang dilakukan oleh RPKAD , operasi ini berhasil
menguasai beberapa tempat penting dan dapat mengambil alih
beberapa daerah termasuk daerah sekitar Bandar Udara Halim
Perdanakusumah yang menjadi pusat kegiatan Gerakan 30
September.
3. Dalam operasi pembersihan di Kampung Lubang Buaya pada
tanggal 3 Oktober 1965, atas petunjuk seorang anggota Polisi,
Ajun Brigadir Polisi Sukitman telah ditemukan sebuah sumur tua
tempat jenazah para perwira Angkatan Darat dikuburkan.
Mereka yang menjadi korban kebiadaban PKI tersebut
mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Revolusi.
Ketika Gerakan 30 September ini tidak didukung lagi oleh
masyarakat, akhirnya pendukung Gerakan 30 September melarikan
diri. Dengan demikian masyarakat mengetahui bahwa Gerakan 30
September lah yang sebenarnya melakukan penghianatan
terhadap Negara ini.

Ananda Rizky Pratama


Terimakasih

Ananda Rizky Pratama

Anda mungkin juga menyukai