BPHTB
BPHTB
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan( Kabupaten Lampung Timur)
Pengertian BPHTB
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Pajak Atas Perolehan
Hak Atas Tanah dan/atau Bagunan. Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan
adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas
tanah dan/atau Bangunan oleh pribadi atau badan. Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan
diatasnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang dibidang pertanahan dan
bangunan.
Dasar Hukum
Berikut ini dasar hukum Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan kabupaten
Lampung timur:
1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 1
TAHUN 2011
Subjek Pajak
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 1 Tahun 2011,
Bab 1 pasal 5, subjek pajak meliputi:
1. orang pribadi
2. badan
Wajib Pajak
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 1 Tahun 2011,
Bab 1 pasal 5, Wajib pajak meliputi:
1. orang pribadi
2. badan
2
Objek Pajak
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 1 Tahun 2011,
Bab 1 pasal 3, Objek pajak meliputi:
a. pemindahan hak karena :
1. jual beli
2. tukar menukar
3. hibah
4. hibah wasiat
5. Waris
6. pemasukan dalam perseroan dan badan hukum lainnya
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
8. penunjukan pembeli dalam lelang
9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
10. penggabungan usaha
11. peleburan usaha
12. pemekaran usaha
13. hadiah
b. pemberian hak baru karena
1) kelanjutan pelepasan hak, atau
2) di luar pelepasan hak
3) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. hak milik;
b. hak guna usaha;
c. hak guna bangunan;
d. hak pakai;
e. hak milik atas satuan rumah susun, dan
f. hak pengelolaan.
3
Pasal 4
Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
adalah objek pajak yang diperoleh :
1. perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik
2. negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum
3. badan atau perwakilan lembaga intemasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan
organisasi tersebut
4. orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum
lain dengan tidak adanya perubahan nama
5. orang pribadi atau badan karena wakaf
6. orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah
Pasal 7
(1) Besamya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp.
60.000.000,00,- (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.
(2) Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang
pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajad ke atas atau satu derajad ke bawah dengan pemberi hibah wasiat,
5
termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak di tetapkan Rp.
300.000.000,00,- (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 8
Tarif Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan di tetapkan sebesar 5 % (lima
persen).
Pasal 9
(1) Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dengan
dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) setelah
dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7.
(2) Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) huruf a sampai dengan o tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP yang
digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun teijadinya
perolehan, maka besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang
terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
dengan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan setelah dikurangi Nilai Perolehan Obek
Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 10
Pajak yang terutang dipungut diwilayah daerah tempat tanah dan/atau bangunan
berada
6
Pasal 14
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat
menerbitkan :
(1) SKPDKB dalam hal :
a) Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang
tidak atau kurang bayar;
b) Jika SSPD tidak disampaiakan kepada Bupati dalam jangka waktu tertentu
dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;
8
c) Jika kewajiban mengisi SSPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung
secara jabatan.
(2) SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap
yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
(3) SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besamya dengan jumlah kredit
pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Pasal 15
(1) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud
pada Pasal 14 ayat (1) huruf a dikenakan sanksi administratif berupa bunga
sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari pajak yang kurang atau terlanbat dibayar
untuk jangka waktu paling lama 24 (duapuluh empat) bulandihitung sejak saat
terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKPDKBT.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud
Pasal 14 ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100 %
(seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali wajib pajak
melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(3) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud Pasal 14
ayat (1) huruf c dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25%
(dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau
terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak saat terutangnya pajak.
9
Pasal 16
(1) Pembayaran pajak yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang
ditunjuk oleh Bupati.
(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka hasil
penerimaan pajak harus disetorkan ke Kas Daerah dalam jangka paling lambat 1
x 24 jam.
(3) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan
menggunakan SSPD.
Pasal 17
Tata cara penerbitan, pengisian, dan penyampaian SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 18
(1) Bupati atau pejabat yang ditunjuk menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran
dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari keija setelah
saat terutangnya pajak.
(2) SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan. dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(3) Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas permohonan Wajib Pajak setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan memberikan persetujuan untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2
% (dua persen);
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran angsuran dan penundaan
pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Bupati.
10
Pasal 19
(1) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat menerbitkan STPD apabila:
a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil pemeriksaan SSPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat
salah tulis dan/atau salah hitung;
c. wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 1 5 (lima belas)
bulan sejak saat terutangnya pajak.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, dan tata cara penyampaian STPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 20
SKPDKB,SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar
bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara penagihan pajak ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 21
(1) Pajak yang terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT. STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau
kurang dibayar oleh wajib pajak pada waktunya, dapat ditagih dengan surat
paksa.
(2) Penagihan pajak dengan surat paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
11
1. Tanggal 30 maret 2023,Ibu Cery membeli sebidang tanah dari Bapak Saifudin
berlokasi di Way Jepara Lampung Timur seharga Rp 10.000.000.000 dan
NJOP atas tanah tersebut sebesar Rp 12.250.000.000. Berapakah BPHTB
yang terhutang?
Jawab:
Diketahui
Tarif =5%
NPOP =Rp12.250.000.000
NPOPTKP =Rp 60.000.000
BPHTB = Tarif X(NPOP-NPOPTKP)
BPHTB = 5%X(Rp 12.250.000.000-Rp 60.000.000)
= 5%X Rp 12.190.000.000
=Rp 609.500.000
2. Tanggal 14 April 2022,Ely menerima warisan dari orang tuanya berupa rumah
dengan harga pasar Rp 1.300.000.000 dan NJOP tahun 2022 sebesar Rp
1.250.000.000 dan tahun 2023 sebesar Rp 1.400.000.000, Atas warisan
tersebut di daftarkan di BPN Lampung Timur tanggal 12Agustus 2023.
Berapakah BPHTB terhutang?
Jawab;
Diketahui
Tarif =5%
NPOP =Rp1.400.000.000
NPOPTKP =Rp 300.000.000
BPHTB = Tarif X(NPOP-NPOPTKP)
BPHTB = 5%X(Rp 1.400.000.000-Rp 300.000.000)
= 5%X Rp 1.100.000.000
=Rp 55.000.000
12