Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

KLIEN DENGAN CA.SERVIKS

Dosen Pembimbing :

DISUSUN OLEH KELOMPOK 10 :

Boerhanuddin Hartono
Dian Ari Fransisca
Dwi Ajie Sukma
Rahnu Rezki Al-Luthfi
Yuni Septiani

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN


MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN 2016/2017
Kata pengantar
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Pemurah, karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai
yang diharapkan.
Dalam makalah ini kami membahas “klien dengan CA.Serviks”, dimana
yang kami ambil dari judul tersebut kami mengambil salah satu asuhan
keperawatan.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang
CA.Serviks , dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas mahasiswa yang
mengikuti mata kuliah “KEPERAWATAN MATERNITAS”
Dalam proses pedalaman materi klien dengan ca.serviks ini tentunya kami
mendapat bimbingan , arahan , koreksi , dan saran , untuk itu rasa terima kasih
yang sedalam-dalamnya kami sampaikan : , selaku dosen mata kuliah
KEPERAWATAN MATERNITAS
Demikian makalah ini kami buat , semoga dapat bermanfaat dan dapat
menambah wawasan kita semua.
DAFTAR ISI
A. Pendahuluan :
1. Latar Belakang .............................................................................. 4
2. Rumusan Masalah.......................................................................... 5
3. Tujuan Penulisan............................................................................ 5
4. Metode Penulisan........................................................................... 5

B. Isi :
1. Anatomi ........................................................................................ 6
2. Fisiologi......................................................................................... 10
3. Pengertian...................................................................................... 14
4. Etiologi........................................................................................... 15
5. Manifestasi Klinis.......................................................................... 17
6. Patofisiologi................................................................................... 17
7. Pemeriksaan Diagnostik................................................................ 20
8. Pengobatan .................................................................................... 21

C. Penutup
1. Kesimpulan.................................................................................... 25
2. Saran.............................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA

A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan penyebab kematian
akibat kanker yang terbesarbagi wanita di negara-negara berkembang. Secara
global terdapat 600.000 kasus baru dan 300.000 kematian setiap tahunnya,
yang hampir 80% terjadi di negara berkembang. Fakta-fakta tersebut
membuat kanker leher rahim menempati posisi kedua kanker terbanyak pada
perempuan di dunia, dan menempati urutan pertama di negara berkembang.
Saat ini, kanker leher rahim menjadi kanker terbanyak pada wanita
Indonesia yaitu sekitar 34% dari seluruh kanker pada perempuan dan
sekarang 48 juta perempuan Indonesia dalam risiko mendapat kanker leher
rahim.Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada area leher rahim
yaitu bagian rahim yang menghubungkan rahim bagian atas dengan vagina.
Usia rata-rata kejadian kanker leher rahim adalah 52tahun, dan distribusi
kasus mencapai puncak 2 kali pada usia 35-39 tahun dan 60 – 64 tahun.
Kanker leher rahim sendiri merupakan keganasan yang dapat dicegah
karena :
1. Memiliki masa preinvasif (sebelum menjadi keganasan) yang lama
2. Pemeriksaan sitologi (sel) untuk mendeteksi dini kanker leher rahim sudah
tersedia
3. Terapi lesi preinvasif (bibit keganasan) cukup efektif
Penelitian epidemiologi memperlihatkan bahwa infeksi HPV terdeteksi
menggunakan penelitianmolekular pada 99,7% wanita dengan karsinoma sel
skuamosa karena infeksi HPV adalah penyebab mutasi neoplasma (perubahan
sel normal menjadi sel ganas). Terdapat 138 strain HPV yang sudah
diidentifikasi, 30 diantaranya dapat ditularkan melalui hubungan seksual.
Dari sekian tipe HPV yang menyerang anogenital (dubur dan alat kelamin),
ada 4 tipe HPV yang biasa menyebabkan masalah dimanusia seperti 2 subtipe
HPV dengan risiko tinggi keganasan yaitu tipe 16 dan 18 yang
ditemukanpada 70% kanker leher rahim serta HPV tipe 6 dan 11, yang
menyebabkan 90% kasus genital warts (kutil kelamin).
2. Rumusan masalah
 Apa saja yang menjadi anatomi sistem reproduksi wanita?
 Apa saja fisiologi reproduksi wanita?
 Pengertian penyakit kanker serviks?
 Apa saja etiologi penyakit kanker serviks?
 Bagaimana patofisiologi penyakit kanker serviks?
 Bagaimana pemeriksaan diagnostik kanker serviks?
 Bagaimana cara pengobatan kanker serviks?

3. Tujuan Penulisan
Mengetahui penyakit penyakit pada organ reproduksi wanita khususnya
penyakit”Kanker serviks”

Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:

1) Untuk mengetahui kanker serviks.


2) Untuk mengetahui gejala dan penyebab kanker serviks.
3) Untuk mengetahui factor resiko dan diagnosis kanker serviks .
4) Untuk mengetahui pengobatan kanker serviks.
5) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang kanker serviks.

4. Metode Penulisan
Metode dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode
deskriptif untuk memperoleh data, penyusun menggunakan metode
kepustakaan dengan mempelajari buku-buku referensi yang terkait dengan
asuhan keperawatan kanker serviks.
B. Isi
1. Anatomi
a. Genitalia Eksterna
- Mons Veneris
Daerah yang menggunung di atas simfisis, yang akan ditumbuhi
rambut kemaluan (pubis) apabila wanita berangkat dewasa. Rambut
ini membentuk sudut lengkung (pada wanita) sedang pria
membentuk sudut runcing ke atas.
- Labia Mayora (bibir besar)
Berada pada kanan dan kiri, berbentuk lonjong, yang pada wanita
menjelang dewasa di tumbuhi rambut lanjutan dari mons
veneris.bertemunya labia mayor membentuk komisura posterior 
- Labia Minora (bibir Kecil)
Bagian dalam dari bibir besar yang berwarna merah jambu.
Merupakan suatu lipatan kanan dan kiri bertemu diatas preputium
klitoridis dan dibawah klitoris. Bagian belakang kedua lipatan
setelah mengelilingi orifisium vagina bersatu disebut faurchet (hanya
nampak pada wanita yang belum pernah melahirkan).
- Klitoris (kelentit)
Identik dengan penis pria, kira-kira sebesar kacang hijau sampai
cabe rawit dan ditutupi frenulum klitorodis. Glans klitoris berisi
jaringan yang dapat berereksi, sifatnya amat sensitif karena banyak
memiliki serabut saraf.
- Vestibulum
Merupakan rongga yang sebelah lateral dibatasi oleh kedua labia
minora, anterior oleh klitoris dan dorsal oleh faurchet. Pada
vestibulum juga bermuara uretra dan 2 buah kelenjar skene dan 2
buah kelenjar bartholin, yang mana kelenjar ini akan mengeluarkan
sekret pada waktu koitus. Introitus vagina juga terdapat disini.
- Hymen (selaput dara)
Merupakan selaput yang menutupi introitus vagina, biasanya
berlubang membentuk semilunaris, anularis, tapisan, septata, atau
fimbria. Bila tidak berlubang disebut atresia himenalis atau hymen
imperforata. Hymen akan robek pada koitus apalagi setelah bersalin
(hymen ini disebut karunkulae mirtiformis). Lubang-lubang pada
hymen berfungsi untuk tempat keluarnya sekret dan darah haid.
- Perineum
Terletak diantara vulva dan anus, panjang sekitar 4 cm.
- Vulva
Bagian dari alat kandungan yang berbentuk lonjong, berukuran
panjang mulai dari klitoris, kanan kiri diatas bibir kecil, sampai ke
belakang di batasi perineum.

b. Genitalian Interna
- Vagina (liang sanggama)
Adalah liang atau saluran yang menghubungkan vulva dan rahim,
terletak diantara kandung kencing dan rectum. Dinding depan vagina
panjangnya 7-9 cm dan dinding belakang 9-11 cm. dinding vagina
berlipat-lipat yang berjalan sirkuler dan disebut rugae, sedangkan
ditengahnya ada bagian yang lebih keras disebut kolumna rugarum.
Dinding vagina terdiri dari 3 lapisan yaitu : lapisan mukosa yang
merupakan kulit, lapisan otot dan lapisan jaringan ikat. Berbatasan
dengan serviks membentuk ruangan lengkung, antara lain forniks
lateral kanan kiri, forniks anterior dan posterior. Bagian dari serviks
yang menonjol ke dalam vagina disebut portio. Suplai darah vagina
diperoleh dari arteria uterina, arteria vesikalis inferior, arteria
hemoroidalis mediana san arteria pudendus interna. Fungsi penting
vagina adalah :
- saluran keluar untuk mengalirkan darah haid dan sekret lain dari
rahim
- alat untuk bersenggama
- jalan lahir pada waktu bersalin
- Uterus (rahim)
Adalah suatu struktur otot yang cukup kuat, bagian luarnya ditutupi
oleh peritoneum, sedangkan rongga dalamnya dilapisi oleh mukosa
rahim. Dalam keadaan tidak hamil, rahim terletak dalam rongga
panggul kecil diantara kandung kencing dan rektum. Bentuknya
seperti bola lampu yang gepeng atau buah alpukat  yang terdiri dari 3
bagian yaitu :
- badan rahim (korpus uteri) berbentuk segitiga
- leher rahim (serviks uteri) berbentuk silinder
- rongga rahim (kavum uteri)
Bagian rahim antara kedua pangkal tuba disebut fundus uteri,
merupakan bagian proksimal rahim. Besarnya rhim berbeda-beda,
tergantung pda usia dan pernah melahirkan anak atau belum.
Ukurannya kira-kira sebesar telur ayam kampung. Pada nulipara
ukurannya 5,5-8 cm x 3,4-4 cm x 2-2,5 cm, multipara 9-9,5 cm x
5,5-6 cm x  3- 3,5 cm. Beratnya 40-50 gram pada nulipara dan 60-70
gram pada multipara.  Serviks uteri terbagi 2 bagian yaitu pars
supravaginal dan pars vaginal (portio) saluran yang menghubungkan
orifisium uteri interna (oui) dan orifisium uteri eksterna (oue) disebut
kanalis servikalis.  Bagian rahim antara serviks dan korpus disebut
isthmus atau segmen bawah rahim (SBR), bagian ini penting dalam
kehamilan dan persalinan karena akan mengalami peregangan.
Dinding rahim terdiri dari 3 lapisan yaitu :
- lapisan serosa (lapisan peritoneum), di luar
- lapisan otot (lapisan miometrium)di tengah
- lapisan mukosa (endometrium) di dalam
Dalam siklus menstruasi yang selalu berubah adalah endometrium.
- Tuba Falopii (saluran telur)
Tuba ini terdapat pada tepi atas lig. Latum, berjalan ke arah lateral,
mulai dari kornu uteri kanan kiri. Panjangnya "12 cm, diameter 3-8
cm.
Tuba ini dibagi 4 bagian :
 Pars interstisialis (intramuralis)
Bagian tuba yang berjalan dalam dinding uterus mulai dari ostium
tuba.
 Pars ismika
Bagian tuba setelah keluar dari dinding uterusa, merupakan
bagian tuba yang lurus dan sempit.
 Pars ampullaris
Bagian tuba antara pars ismika dan infundibulum merupakan
bagian tuba yang paling lebar dan berbentuk S, disini biasanya
terjadi konsepsi.
 Infundibulum
Merupakan ujung dari tuba dengan umbai-umbai yang disebut
fimbriae, lubangnya disebut ostium abdominale tuba.
Fungsi tuba yaitu untuk menangkap, membawa ovum yang dilepas
ovarium ke jurusan cavum uteri, serta tempat terjadinya konsepsi.
- Ovarium (indung telur)
Ovarium ada 2, kanan dan kiri, dihubungkan dengan uterus oleh
ligamen ovarii propium dan dihubungkan dengan dinding panggul
dengan perantara ligamen infundibulo pelvicum, disini terdapat
pembuluh darah untuk ovarium. Ukuran ovarium:2,5-5 cm x 1,5-3
cm x 0.9-1,5 cm dan beratnya 4-5 gram. Terletak pada dinding
lateral panggul dalam sebuah lekuk yang disebut fossa ovarica
Waldeyeri. Ovarium terdiri dari bagian luar (korteks) dan bagian
dalam (medulla). Pada korteks terdapat folikel-folikel primordial
kira-kira 100.000 setiap bulan satu folikel akan matang dan keluar,
kadang keluar 2 sekaligus secara bersamaan, folikel primer ini akan
menjadi folikel de graaf. Pada medulla terdapat pembuluh darah, urat
saraf, dan pembuluh lympha. Fungsi ovarium adalah:
 mengeluarkan hormon estrogen dan progesterone,
 mengeluarkan telur setiap bulan.
- Parametium 
Jaringan ikat yang terdapat diantara kedua lembar ligamentum latum
disebut parametrium. Parametrium ini dibatasi oleh :
 Bagian atas terdapat tuba falopii dengan mesosalphing
 Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri
 Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium
 Bagian belakang terdapat ligamentum ovarii propium
Ke samping berjalan ligamentum suspensorium ovarii. Pada
parametrium ini terdapat uretra kanan dan kiri dan pembuluh darah
arteria uterina.
Pertumbuhan alat genetalia wanita berasal dari duktus Muller (tuba
falopii, uterus, vagian bagian atas) dan kloaka (vagina bagian bawah,
hymen, kandung kemih, anus).
2. Fisiologi
Fisiologi alat reproduksi wanita merupakan sistem yang kompleks. Pada
saat pubertas umur sekitar 13-16 th, dimulai pertumbuhan folikel primordial
ovarium yang mengeluarkan hormon estrogen dan akhirnya terjadi
pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebut menarche. Pada usia
17-18 th menstruasi sudah teratur dengan interval 28-30 hari yang
berlangsung ±2-3 hari disertai dengan ovulasi, sebagai pertanda kematangan
alat reproduksi wanita. Sejak saat itu wanita memasuki masa reproduksi
aktif sampai mencapai mati haid pada umur ±50 th.
Kejadian menarche dan menstruasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
mempunyai sistem tersendiri, yaitu :

1. Sistem susunan saraf pusat


Semakin dewasa umur wanita semakin besar pengaruh rangsangan dan
emosi terhadap hypothalamus, sehingga mengeluarkan sekret (cairan)
neurohormonal menuju hypofisis melalui sistem portal, serta
mempengaruhi lobus anterior hypofisis.
2. Sistem hormonal : aksis hypothalamo-hypofisis-ovarial.
Hambatan rangsangan panca indera menuju hypothalamus melalui
nukleus Amygdale (inhibitor pubertas) dan rangsang emosi secara
langsung pada hypothalamus makin lama makin berkurang, sehingga
mengeluarkan sekret (cairan) neurohormonal menuju hypofisis melalui
sistem portal, serta mempengaruhi lobus  hypofisis guna mengeluarkan  :
hypofisis gonadotropin dalam bentuk FSH dan LH untuk selanjutnya
mempengaruhi ovarium.
Untuk dapat saling mempengaruhi maka sistem hypothalamus, hypofisis,
dan ovarium merupakan satu kesatuan. Hypofisis dianggap sebagai
mother of gland yang mampu memberikan rangsangan pada kelenjar
dalam tubuh seperti kelenjar thyroid, suprarenal, paratyriod dan pancreas.
Semua kelenjar tsb bersama-sama dapat menumbuhkan perkembangan
tubuh wanita menjadi dewasa. 
3. Perubahan yang terjadi pada ovarium.
Dalam siklus reproduksi aktif sebanyak 400 buah folikel yang akan
mengalami perubahan dan sebagian besar mengalami obliterasi menjadi
korpus albikantes. Rangsang gonadotropin hypofisis FSH menyebabkan
sel granulosa yang berada disekitar flikel primordial berkembang.
Pertumbuhan sel granulosa demikian rupa sehingga bagian dalamnya
membentuk rongga yang berisi cairan liquor folliculi yang mengandung
hormon estrogen. Ovum terdesak ke tepi dan disangga ke dinding folikel
oleh cumulus oophorus. Ovum dipisahkan dengan sel granulosa oleh
zona pelusida.
Pertumbuhan dan perkembangan folikel primordial yang semakin besar
membentuk folikel de graaf yang dindingnya menuju dinding ovarium.
Pada puncak pertumbuhan folikel de graaf, permukaannya mengalami
nekrobiotik dan devaskularisasi, sehingga tipis dan bebas dari jaringan
ikat dan pembuluh darah. Pengaruh tekanan liquor folikuli dan LH yang
makin meningkat  dan berfluktuasi, terjadilah “ovulasi” yaitu pelepasan
ovum ke dalam tuba fallopii.
Proses penangkapan ovum disebut ovum pick up mechanism. Ovum
melanjutkan perjalanan menuju uterus karena semprotan cairan folikuli,
peristaltik tuba, dan aliran gerakan cairan tuba karena gerakan silianya.
Setelah terjadi proses ovulasi folikel de graaf menjadi korpus rubrum dan
selanjutnya korpus lutum.
4. Perubahan yang terjadi pada uterus sebagai organ akhir.
Dalam siklus reproduksi aktif sebanyak 400 buah folikel yang akan
mengalami perubahan dan sebagian besar mengalami obliterasi menjadi
korpus albikantes. Rangsang gonadotropin hypofisis FSH menyebabkan
sel granulosa yang berada disekitar flikel primordial berkembang.
Pertumbuhan sel granulosa demikian rupa sehingga bagian dalamnya
membentuk rongga yang berisi cairan liquor folliculi yang mengandung
hormon estrogen. Ovum terdesak ke tepi dan disangga ke dinding folikel
oleh cumulus oophorus. Ovum dipisahkan dengan sel granulosa oleh
zona pelusida.
Pertumbuhan dan perkembangan folikel primordial yang semakin besar
membentuk folikel de graaf yang dindingnya menuju dinding ovarium.
Pada puncak pertumbuhan folikel de graaf, permukaannya mengalami
nekrobiotik dan devaskularisasi, sehingga tipis dan bebas dari jaringan
ikat dan pembuluh darah. Pengaruh tekanan liquor folikuli dan LH yang
makin meningkat  dan berfluktuasi, terjadilah “ovulasi” yaitu pelepasan
ovum ke dalam tuba fallopii.
Proses penangkapan ovum disebut ovum pick up mechanism. Ovum
melanjutkan perjalanan menuju uterus karena semprotan cairan folikuli,
peristaltik tuba, dan aliran gerakan cairan tuba karena gerakan silianya.
Setelah terjadi proses ovulasi folikel de graaf menjadi korpus rubrum dan
selanjutnya korpus lutum.
5. Rangsang estrogen dan progesteron pada pancaindera, langsung pada
hypothalamus, dan melalui perubahan emosi.
Ovulasi biasanya terjadi kira-kira 14 hari sebelum menstruasi yang akan
datang, dengan kata lain, diantara dua haid yang berurutan, indung telur
akan mengeluarkan ovum, setiap kali satu dari ovarium kanan dan lain
kali dari ovarium kiri.
Setelah ovulasi sel-sel granulosa dari dinding folikel mengalami
perubahan dan mengandung zat warna yang kuning disebut lutein
sehingga folikel yang berubah menjadi butir telur yang kuning disebut
korpus luteum yang mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron.
Bila terjadi konsepsi korpus luteum menjadi korpus luteum graviditatum
dan bila tak ada konsepsi menjadi korpus luteum menstruationum.
 Korpus luteum menstruationum
Masa hidup  8 hari, setelah itu terjadi degenerasi dan menjadi
korpus albikans yang berwarna putih. Dengan terbentuknya korpus
albikans maka pembentukan hormon estrogen dan progesteron mulai
berkurang malahan berhenti sama sekali. Hal ini mengakibatkan
ischemia dan necrose endometrium yang kemudian disusul dengan
menstruasi.
 Korpus luteum graviditatum
Bila terjadi konsepsi, sel telur yang telah dibuahi tersebut berjalan ke
kavum uteri dan sesampainya di dalam kavum uteri menenemkan diri
di dalam endometrium atau nidasi. Sel telur yang telah dibuahi (zygot)
mengeluarkan hormon-hormon sehingga korpus albikans tetap
tumbuh menjadi lebih besar dan disebut korpus luteum graviditatum
yang tetap hidup sampai bulan ke-4 kehamilan, setelah itu faalnya
digantikan oleh plasenta. Karena korpus luteum tidak mati, maka
progesteron dan estrogen terus terbentuk, dengan demikian
endometrium tidak nekrosis tetapi malah tumbuh menjadi tebal dan
berubah menjadi decidua. Hal inilah yang menyebabkan seorang
wanita tidak haid selama kehamilan berlangsung.
3. Pengertian
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal di sekitarnya. Kanker serviks merupakan kanker
yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ
reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya
antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina.
Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun.
Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang
melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir
pada saluran servikal yang menuju ke rahim.
Kanker seviks uteri adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel
skuamosa. Sebelum terjadinya kanker, akan didahului oleh keadaan yang
disebut lesi prakanker atau neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyebab
utama kanker leher rahim adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV).
Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang 40 di
antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe HPV
virus risiko rendah jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain
bersifat virus risiko tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah
dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya
hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko
tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 7,16, 18,
31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat
beberapa tipe yang lain.
Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher
rahim disebabkan oleh tipe 16 dan 18. Yang membedakan antara HPV
risiko tinggi dengan HPV risiko rendah adalah satu asam amino saja. Asam
amino tersebut adalah aspartat pada HPV risiko tinggi dan glisin pada HPV
risiko rendah dan sedang (Gastout et al, 1996). Dari kedua tipe ini HPV 16
sendiri menyebabkanlebih dari 50% kanker leher rahim. Seseorang yang
sudah terkena infeksi HPV 16 memiliki resiko kemungkinan terkena kanker
leher rahim sebesar 5%.
Dinyatakan pula bahwa tidak terdapat perbedaan probabilitas terjadinya
kanker serviks pada infeksi HPV-16 dan infeksi HPV-18 baik secara
sendiri-sendiri maupun bersamaan (Bosch et al, 2002). Akan tetapi sifat
onkogenik HPV-18 lebih tinggi daripada HPV-16 yang dibuktikan pada sel
kultur dimana transformasi HPV-18 adalah 5 kali lebih besar dibandingkan
dengan HPV-16. Selain itu, didapatkan pula bahwa respon imun pada HPV-
18 dapat meningkatkan virulensi virus dimana mekanismenya belum jelas.
HPV-16 berhubungan dengan skuamous cell carcinoma serviks sedangkan
HPV-18 berhubungan dengan adenocarcinoma serviks.
Prognosis dari adenocarcinoma kanker serviks lebih buruk dibandingkan
squamous cell carcinoma. Peran infeksi HPV sebagai faktor risiko mayor
kanker serviks telah mendekati kesepakatan, tanpa mengecilkan arti faktor
risiko minor seperti umur, paritas, aktivitas seksual dini/prilaku seksual, dan
meroko, pil kontrasepsi, genetik, infeksi virus lain dan beberapa infeksi
kronis lain pada serviks seperti klamidia trakomatis dan HSV-2 (Hacker,
2000).

4. Etiologi
Penyebab terjadinya kelainan pada sel-sel serviks tidak diketahui secara
pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap
terjadinya kanker serviks. Infeksi human papiloma virus/HPV atau Virus
Papiloma manusia dapat terjadi pada perempuan usia subur. HPV ditularkan
melalui hubungan seks dan ditemukan pada 95% kasus kanker leher rahim.
Infeksi HVP dapat menetap dan berkembang menjadi displasia atau sembuh
secara sempurna.
Peroses terjadinya kanker leher rahim berhubungan erat dengan proses
metaplasia. Masuknya mutagen (bahan-bahan yang dapat mengubah peragai
sel secara genetik) pada saat fase aktif metaplasia dapat berubah menjadi sel
yang berpotensi ganas. Perubahan ini biasanya terjadi di zona tranformasi.
Sel yang mengalami mutasi disebut sel displastik dan kelainan epitelnya
disebut dipslasia (Neoplasia Intra-epitel Serviks/NIS).
Perkembangan kanker leherrahim dimulai dari displasia (ringan, sedang dan
berat). Lesi displasia sering disebut “lesi pra-kanker”, yaitu kelainan
pertumbuhan sel yang perkembangannya  sangat lamban. Displasia
kemudian berkembang menjadi karsinoma in-situ (kanker belum menyebar),
dan akhirnya menjadi karsinoma invasif (kaker yang dapat menyebar).
Perkembnagan dari diplasia menjadi kanker membutuhkan waktu bertahun
tahun (7-15 tahun).
Terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya
kanker serviks :
 HPV (human papillomavirus)
HPV adalah virus penyebab kutil genitalis (kondiloma akuminata) yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya
adalah HPV tipe 16,18,45 dan 56.
 Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan
pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari
adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa
radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya
kanker serviks.
 Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan
hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Menikah pada
usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda.
 Berganti-ganti pasangan seksual
 Suami/pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada
usia di bawah 18 tahun, berganti-ganti pasangan dan pernah menikah
dengan wanita yang menderita kanker serviks.
 Pemakaian DES (dietilstilbesterol) pada wanita hamil untuk mencegah
keguguran (banyak digunakan pada tahun 1940-1970)
 Gangguan sistem kekebalan
 Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan Pap smear
secara rutin)

5. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dini kanker serviks kebanyakan tidak menimbulkan gejala.
Akan tetapi dalam perjalanannya akan menimbulkan gejala seperti :

 Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis
jaringan
 Pendarahan yang terjadi di luar senggama (tingkat II dan III)
 Pendarahan yang dialami segera setelah senggama (75-80%)
 Pendarahan spontan saat defekasi
 Pendarahan spontan pervaginam
Pada tahap lanjut keluhan berupa :
 Cairan pervaginam yang berbau busuk
 Nyeri panggul
 Nyeri pinggang dan pinggul
 Sering berkemih
 Buang air kecil atau air besar yang sakit
 Gejala penyakit yang redidif (nyeri pinggang, edema kaki unilateral, dan
obstruksi ureter)
 Anemia akibat pendarahan berulang
 Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf
6. Patofisiologi
Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel,
berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks setelah 10
tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang
melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi
karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis umum,
proses perubahan menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen
pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut adalah onkogen, tumor
supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan tumor supresor gen
mempunyai efek yang berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen
memperantarai timbulnya transformasi maligna, sedangkan tumor supresor
gen akan menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang
terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive berkembang
melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi
invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3 -
35%.
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang
tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS)
berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari
karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun (TIM FKUI, 1992).
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini
dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya
akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksivirus atau bakteri dan gangguan
keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan
tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma
serviks dengan adanya proses keganasan.
Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke
forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke
rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel
permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor
risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak
dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan
sel normal sehingga terjadi keganasan (Suryohudoyo, 1998; Debbie, 1998).
Berbagai jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya
merupakan pendukung siklus hidup alami virus tersebut. Protein tersebut
adalah E1, E2, E4, E5, E6, dan E7 yang merupakan segmen open reading
frame (ORF).
Di tingkat seluler, infeksi HPV pada fase laten bersifat epigenetic. Pada
infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus
ekspresi terutama terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada replikasi dan
perakitan virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi kembali sel epitel
serviks. Di samping itu, pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun tipe
lambat dengan terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang mengakibatkan
penurunan ekspresi E1 dan E2. Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan jumlah
HPV lebih dari ± 50.000 virion per sel dapat mendorong terjadinya integrasi
antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk kemudian infeksi HPV
memasuki fase aktif (Djoerban, 2000). Ekspresi E1 dan E2 rendah hilang
pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi onkoprotein E6 dan E7. Selain
itu, dalam karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV, protein 53 (p53)
sebagai supresor tumor diduga paling banyak berperan.
Fungsi p53 wild type sebagai negative control cell cycle dan guardian of
genom mengalami degradasi karena membentuk kompleks p53-E6 atau
mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah stabil, sedangkan p53
wild type adalah labil dan hanya bertahan 20-30 menit.
Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan
tanpa kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai
indikator prognosis molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi pre-
kanker maupun keberhasilan terapi kanker serviks (Kaufman et al, 2000).
Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa pada kanker serviks
terinfeksi HPVterjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan pernyataan
lain, terjadi penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan,
seharusnya p53 dapat dipakai indikator molekuler untuk menentukan
prognosis kanker serviks. Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat
menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar
getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening
hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka
komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama
adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler,
tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak (Prayetni, 1997).

7. Pemeriksaan Penunjang
 Sitologi/Pap Smear
Test atau Pemeriksaan Pap Smear adalah metode (screening) ginekologi,
merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) menggunakan alat yang
dinamakan speculum, dan bisa dilakukan oleh dokter kandungan.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya HPV ataupun sel
karsinoma penyebab Kanker Leher Rahim, sejak dini.Pemeriksaan ini
lebih diutamakan pada perempuan yang sudah pernah melakukan
hubungan seksual. Bahkan Perempuan yang pernah melakukan hubungan
seksual selama tiga tahun dari kontak seksual pertama kali WAJIB
melakukan pap smear.
 Schillentest
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada
serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel
serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang
mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena
tidak ada glikogen
 Koloskopi
Koloskopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses
metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap
smear, karena koloskopi memerlukan keterampilan dan kemampuan
koloskopis dalam mengetes darah yang abnormal.
 Kolpomikroskopi
Kolpomikroskopi adalah pemeriksaan yang bergabung dengan pap
smear. Kolpomikroskopi dapat melihat hapusan vagina (Pap Smear)
dengan pembesaran sampai 200 kali.
 Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap
smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan
untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah
punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy
yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui
kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah
kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu
kanker invasif atau hanya tumor saja
 Konisasi
Konisasi dilakukan dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput
lendir serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila
hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-
kelainan yang jelas.
 Pemeriksaan foto paru-paru dan CT Scan hanya dilakukan atas indikasi
dari pemeriksaan klinis atau gejala yang timbul.
8. Pengobatan
 Pengobatan lesi prakanker
Pengobatan lesi prekanker pada servik bergantung pada beberapa faktor
a) Tingkatan lesi( apakah tingkat rendah atau tingkat tinggi).
b) Rencana penderita untuk hamil lagi.
c) Usia dan keadan umum penderita.
Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa :
a) Kriosurgeri ( pembekuan).
b) Kauterisasi ( pembakaran, juga disebut diatermi).
c) Pembedahan laser untuk menghancurkan sel – sel yang abnormal
tanpa melukai jaringan yang sehat disekitarnya.
d) LEEP ( Loop electrosurgical excisio procedure) atau konisasi.
Setelah mengalami pengobatan, penderita mungkin akan merasakan kram
atau nyeri lainnya, perdarahan maupun keluarnya cairan encer dari
vagina. Pada beberapa kasus mungkin perlu dilakukan histerktomi
( pengangkatan rahim) terutama jika sel – sel abnormal ditemukan dalam
lubang servik.
 Pengobatan untuk kanker serviks
 Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks
paling luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan
pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision
procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita
masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh,
dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3
bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika
penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk
menjalani histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu terapi
yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang
langsung menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik
yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif
adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita.
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya
(subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA
(klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau
bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang
dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko
tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.
 Terapi penyinaran
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks
stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda
radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan
kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker
serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau bermetastasis ke
kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan
sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum,
vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif
hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker
sudah keluar ke rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat
paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Terapi
penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih
terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar
berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya.
Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal
dari sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di rumah
sakit, penyinaran biasanyadilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama
5-6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu zat
radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke
dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu
penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang
beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina,
kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungs.
 Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada
jenis kanker dan fasenya saat didiag nosis. Beberapa kanker
mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh
dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin
hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut
pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan
untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun
tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase
akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan
kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah
digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen
dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan.
 Terapi biologis
Gunakan zat – zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam
melawan penyakit. Terapi biologi dilakukan pada kanker yang telah
menyebar ketubuh lainya. Yang paling sering digunakan adalah
interveron, yang bisa dikombinasikan dengan kemoterapi.
C. Penutup
1. Kesimpulan
Dengan merebaknya masalah kesehatan sekarang ini, alangkah baiknya
kita menjaga kesehatan kita agar tidak terserang penyakit, salah satunya adalah
kanker serviks.

2. Saran
Dalam makalah ini masih banyak yang belum kami bahas tentang klien
dengan kanker serviks. Oleh karna itu, diharapkan kepada Penulis lain yang
ingin mengangkat tema yang sama, yaitu tentang kanker serviks, agar lebih
baik dan lebih detail lagi dalam membuat makalah tentang kanker serviks
tersebut, karena masih ada bahkan masih banyak pembahasan tentang makalah
kami ini belum kami sampaikan dalam Makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Fauziah. 2015. Makalah kanker serviks. Diakses pada 12 maret 2017.
(https://burangasitamaymo.wordpress.com/2015/06/26/makalah-kanker-
serviks/)

Rayburn, W.F., carey, j.c. 2001. Obstetri & ginekologi. Widya medika. Jakarta

Sarwono, wiknjosastro hanifa. 2011. Pengantar ilmu kandungan edisi 3. Yayasan


pustaka.

Sofian amru, 2012. Rustam mochtar sinopsis obstestri: obstetri operatif obstetri
social edisi 3 jilid 1 & 2, EGC, Jakarta.

Triola Isa. 2014. Kanker serviks dan pemeriksaan pap smear. Diakses pada 12
maret 2017. (http://isatriola.blogspot.co.id/2014/06/makalah-kanker-
servik.html)

Anda mungkin juga menyukai