Anda di halaman 1dari 23

Makalah Teknik Pengolahan Hasil Pertanian

PENANGANAN PASCAPANEN KAKAO

OLEH KELOMPOK 3

ANDI NURUL AULIA S G41113001


KASMIRA G41113302
RENI PRATIWI G41113303
ASTUTY AS’AD G41113313
PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara pemasok utama kakao dunia


setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi
13,6% (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013). Dengan demikian,
komoditas kakao memegang peran penting dalam perekonomian nasional
dan menjadi salah satu komoditas andalan nasional setelah karet dan
kelapa sawit.
Hingga saat ini, kurang lebih 90% petani menjual kakao dalam bentuk
biji untuk diekspor, namun mutu biji kakao tersebut masih rendah karena
tidak difermentasi, kandungan kadar air masih rendah, terserang jamur,
tercampur dengan kotoran atau benda-benda asing lainnya. Hal ini
berdampak pada negara tujuan ekspor kakao, terutama di Amerika Serikat.
Kakao Indonesia diberlakukan penahan otomatis (automatic detention)
dan potongan harga (automatic discount) di Amerika Serikat sehingga
daya saingnya menjadi lebih rendah dari kakao yang diproduksi oleh
negara lain.
Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu kakao yang dihasilkan,
yaitu penanganan dari tingkat kebun (on-farm) dan penanganan
pascapanen. Penanganan pascapanen kakao merupakan penentu mutu
produk akhir kakao karena dalam proses ini terjadi pembentukan calon
cita rasa khas kakao dan pengurangan cita rasa yang tidak dikehendaki,
seperti rasa pahit dan sepat.
Dengan penanganan pascapanen yang tepat, kakao yang dihasilkan
memiliki mutu yang tinggi. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai
penanganan pascapanen kakao yang tepat diperlukan demi menghasilkan
mutu kakao yang baik. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka makalah
yang berjudul “Penanganan Pascapanen Kakao” disusun agar
pengetahuan mengenai penanganan kakao, seperti proses pemanenan,
sortasi, fermentasi, dan pengolahan dapat diketahui dengan baik.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam makalah ini


adalah:
1. Bagaimana tahapan proses penanganan pascapanen kakao?
2. Bagaimana proses pemetikan dan sortasi buah kakao?
3. Bagaimana pemecahan buah kakao?
4. Bagaimana proses fermentasi kakao dan apa pengaruhnya?
5. Bagaimana proses penjemuran/pengeringan biji kakao dan
manfaatnya?
6. Bagaimana proses sortasi biji kering kakao dan apa manfaatnya?
7. Bagaimana tahapan dan syarat pengemasan biji kakao?
8. Bagaimana kondisi dan syarat penyimpanan/pergudangan biji kakao?

1.3Tujuan Penulisan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:


1. Mengetahui tahapan proses penanganan pascapanen kakao.
2. Mengetahui proses pemetikan dan sortasi buah kakao.
3. Mengetahui pemecahan buah kakao.
4. Mengetahui proses fermentasi kakao dan apa pengaruhnya.
5. Mengetahui proses penjemuran/pengeringan biji kakao dan
manfaatnya.
6. Mengetahui proses sortasi biji kering kakao dan apa manfaatnya.
7. Mengetahui tahapan dan syarat pengemasan biji kakao.
8. Mengetahui kondisi dan syarat penyimpanan/pergudangan biji kakao.

1.4Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan memberikan pengetahuan mengenai


penanganan pascapanen kakao bagi yang berkaitan dengan lapangan,
seperti petani/kelompok tani dan pelaku usaha.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kakao (Theobroma cacao LINN)

Kakao adalah buah yang berasal dari tanaman kakao (Theobroma


cacao LINN) baik kakao mulia (fine cocoa) maupun kakao lindak (bulk
cacao). Biji kakao mulia (fine cocoa) adalah biji yang berasal dari tanaman
kakao jenis Criollo sedangkan biji kakao lindak (bulk cocoa) adalah biji
yang berasal dari tanaman kakao jenis Forastero (Natawidjaya, et al.,
2012).
Gambar 1. (a) Biji kakao mulia; (b) Biji kakao lindak

Sunanto (1994) dalam Anonim (tanpa tahun) mengatakan bahwa


sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis yang
paling banyak ditanam untuk produksi cokelat secara besar-besaran hanya
tiga jenis, yaitu:
1. Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo
Amerika Selatan. Jenis ini menghasikan biji kakao yang mutunya
sangat baik dan dikenal sebagai kakao mulia. Jenis kakao ini terutama
untuk blending dan banyak dibutuhkan oleh pabrik-pabrik sebagai
bahan pembuatan produkproduk cokelat yang bermutu tinggi. Saat ini
bahan tanam kakao mulia banyak digunakan karena produksinya
tinggi serta cepat sekali mengalami fase generatif.

2. Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen


cokelat dan menghasilkan cokelat yang mutunya sedang atau bulk
cacao, atau dikenal juga sebagai ordinary cacao. Jenis Forastero
sering juga disebut sebagai kakao lindak. Kakao lindak memiliki
pertumbuhan vegetatif yang lebih baik, relatif lebih tahan terhadap
serangan hama dan penyakit dibandingkan kakao mulia.
Endospermanya berwarna ungu tua dan berbentuk bulat sampai
gepeng, proses fermentasinya lebih lama dan rasanya lebih pahit dari
pada kakao mulia.

3. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo


dan Forastero secara alami, sehingga kakao ini sangat heterogen.
Kakao jenis Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour
cacao dan ada yang termasuk bulk cacao. Jenis Trinitario antara lain
hybride Djati Runggo (DR) dan Uppertimazone Hybride (kakao lindak).
Kakao ini memiliki keunggulan pertumbuhannya cepat, berbuah
setelah berumur 2 tahun, masa panen sepanjang tahun, tahan
terhadap penyakit VSD (Vascular streak dieback) serta aspek
agronominya mudah.
2.2 Proses Penanganan Pascapanen Kakao

Proses penanganan pascapanen dapat dilihat dari alur berikut:

Gambar 2. Tahapan Pengolahan Kakao

Pengolahan atau penanganan pasca panen kakao yang penting


mencakup pelepasan pulp dan pengeringan karena kedua tahapan ini
menentukan kualitas biji keringnya. Pelepasan pulp dapat dilakukan
secara fisik, yaitu meremas-remas biji, tetapi dalam dunia perdagangan
dipersyaratkan kakao biji harus difermentasi karena tanpa difermentasi
menghasilkan biji berkualitas rendah (Arnawa, et al., 2013).

2.2.1 Tahap 1 – Pemetikan dan Sortasi Buah

Panen kakao dilakukan dengan cara dipetik atau dipotong. Panen


harus dilakukan pada umur/waktu, cara dan sarana yang tepat. Alat panen
yang digunakan dengan menggunakan sabit, gunting atau alat lainnya
(Arnawa, et al., 2013).
Hal yang harus diperhatikan pada saat pemanenan ialah :
1. Buah kakao dipanen atau dipetik tepat masak. Kriteria buah masak
adalah alur buah berwarna kekuningan untuk buah yang warna kulitnya
merah pada saat masih muda, atau berwarna kuning tua atau jingga
untuk buah yang warna kulitnya hijau kekuningan pada saat masih
muda.
2. Menjaga agar buah tidak rusak atau pecah, dan menjaga agar
bantalan buah juga tidak rusak karena ini merupakan tempat
tumbuhnya bunga untuk periode selanjutnya.
3. Pemanenan terhadap buah muda atau lewat masak harus dihindari
karena akan menurunkan mutu biji kakao kering. Buah yang tepat
masak mempunyai kondisi fisiologis yang optimal dalam hal
pembentukan senyawa penyusun lemak di dalam biji. Panen buah
yang terlalu tua akan menurunkan rendemen lemak dan menambah
presentase biji cacat (biji berkecambah). Panen buah muda akan
menghasilkan biji kakao yang bercitarasa khas cokelat tidak maksimal,
rendemen yang rendah, presentase biji pipih (flat bean) tinggi dan
kadar kulit bijinya juga cenderung tinggi.
4. Apabila ada alasan teknis atau alasan lain yang sangat mendesak
seperti serangan hama atau penyakit, pemanenan buah kakao dapat
dilakukan sebelum tepat masak. Hal ini untuk menghindari kehilangan
produksi yang lebih banyak.

Gambar 3. Grafik Menurut Ukuran dan Umur Kematangan Buah Kakao


Setelah melakukan pemanenan, pemisahan buah yang baik dengan
buah yang rusak atau terserang hama/penyakit. Buah yang terserang
hama/penyakit langsung dibenamkan ke dalam tanah agar pada saat
melakukan pemecahan buah, biji kakao yang sehat akan tercampur
dengan biji kakao yang sakit/cacat sehingga mengakibatkan rendahnya
kualitas biji kering. Sortasi buah kakao merupakan hal sangat penting
terutama jika buah hasil panen harus ditimbun terlebih dahulu selama
beberapa hari sebelum dikupas kulitnya (Natawidjaya, et al., 2012).

2.2.2 Tahap 2 – Pemeraman atau Penyimpanan Buah

Pemeraman buah bertujuan untuk memperoleh keseragaman


kematangan buah serta memudahkan pengeluaran biji dari buah kakao.
Pemeraman baik dilakukan terutama pada saat panen rendah sambil
menunggu buah hasil panen terkumpul cukup banyak 400 – 500 buah atau
setara dengan 35 – 40 kg biji kakao basah, agar jumlah minimal untuk
fermentasi dapat dipenuhi. Pada tahap pemeraman ini, apabila sortasi
buah tidak dilakukan dengan cermat, maka tingkat kehilangan panen
akibat busuk buah akan cukup tinggi (Anonim, 2009)
Pemeraman buah dilakukan dengan menimbun buah kakao hasil
panen di kebun selama 5 – 12 hari tergantung kondisi setempat dan
tingkat kematangan buah dengan cara :
1. Memilih lokasi penimbunan di tempat yang bersih, terbuka (tetapi
terlindung dari panas matahari langsung), dan aman dari gangguan
hewan.
2. Buah dimasukkan ke dalam keranjang atau karung goni, dan
diletakkan di permukaan tanah yang telah dipilih sebagai lokasi
penimbunan dengan dialasi daun-daunan.
3. Permukaan tumpukan buah ditutup dengan daundaun kering.
Kegiatan pemeraman bisa dilakukan pada saat panen rendah untuk
mendapatkan jumlah minimal buah dalam proses fermentasi sedangkan
pada saat panen puncak kegiatan pemeraman tidak perlu dilakukan
(Anonim, 2012).
Gambar 5. Pemeraman Buah

2.2.3 Tahap 3 – Pemecahan Buah

Pemecahan atau pembelahan buah kakao dimaksudkan untuk


mendapatkan biji kakao, pemecahan buah kakao harus dilakukan secara
hati-hati, agar tidak melukai atau merusak biji kakao (Natawidjaya, et al.,
2012).
1. Pemecahan buah kakao sebaiknya menggunakan pemukul kayu atau
memukulkan buah satu dengan buah lainnya.
2. Apabila pemecahan buah menggunakan golok atau sabit maka harus
dilakukan dengan hati-hati supaya biji kakao tidak terlukai atau
terpotong oleh alat pemecah, karena akan meningkatkan jumlah biji
cacat dan mudah terinfeksi oleh jamur.
3. Setelah kulitnya terbelah, biji kakao diambil dari belahan buah dan
ikatan empulur (plasenta) dengan menggunakan tangan. Kebersihan
tangan harus sangat diperhatikan karena kontaminasi senyawa kimia
dari pupuk, pestisida, minyak dan kotoran, dapat mengganggu proses
fermentasi atau mencemari produk akhirnya.
4. Biji yang sehat harus dipisahkan dari kotoran-kotoran pengganggu
maupun biji cacat, kemudian dimasukkan ke dalam ember plastik atau
karung plastik yang bersih untuk dibawa ke tempat fermentasi, sedang
plasenta yang melekat pada biji dibuang.
5. Biji-biji yang sehat harus segera dimasukkan ke dalam wadah
fermentasi karena keterlambatan proses dapat berpengaruh negatif
pada mutu akibat terjadi pra-fermentasi secara tidak terkendali.
6. Untuk penanganan pascapanen kakao dengan kapasitas besar, dapat
digunakan mesin pemecah kulit buah kakao.

2.2.4 Tahap 4 – Fermentasi

Pengolahan biji kakao petani, diantaranya adalah teknologi


fermentasi. Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao.
Proses ini tidak hanya bertujuan untuk melepaskan biji kakao dari pulp dan
mematikan biji, namun terutama juga untuk memperbaiki dan membentuk
citarasa cokelat yang enak dan menyenangkan serta mengurangi rasa
sepat dan pahit pada biji (Purwanto, 2013).

Gambar 6. Perbandingan biji kakao yang terfementasi, sebagian


terfermentasi, dan tanpa fermentasi

Beberapa faktor yang diperhatikan dalam proses fermentasi biji


adalah :
1. Sarana fermentasi biji yang ideal adalah dengan menggunakan kotak
dari kayu yang diberi lubanglubang. Untuk skala kecil (40 kg biji kakao)
diperlukan kotak dengan ukuran panjang dan lebar masing-masing 40
cm dan tinggi 50 cm. Untuk skala besar 700 kg biji kakao basah
diperlukan kotak dengan ukuran lebar 100 – 120 cm, panjang 150 –
165 cm dan tinggi 50 cm. Jika peti fermentasi sulit diperoleh, dapat
digantikan dengan keranjang bambu.
2. Tinggi tumpukan biji kakao minimal 40 cm agar dapat tercapai suhu
fermentasi 45-48 0C.
3. Berat biji yang difermentasi minimal 40 kg. Hal ini terkait dengan
kemampuan untuk menghasilkan panas yang cukup sehingga proses
fermentasi biji dapat berjalan dengan baik.
4. Pengadukan/pembalikan biji dilakukan setelah 48 jam proses
fermentasi

Gambar 7. Kotak Fermentasi

Metode fermentasi dalam tumpukan dilakukan dengan cara


menimbun atau menumpuk biji kakao segar di atas daun pisang hingga
membentuk kerucut. Permukaan atas tumpukan biji ditutup dengan daun
pisang atau karung goni atau penutup lainnya yang memungkinkan udara
masuk. Penutupan berfungsi untuk mencegah pembuangan panas yang
terlalu besar. Pada metode ini, pekebun dianjurkan untuk melakukan
fermentasi selama 6 hari dengan pengadukan sebanyak dua kali.
Keuntungan metode fermentasi dalam tumpukan adalah penggunaannya
yang sederhana dan tidak membutuhkan wadah khusus sehingga mudah
dilakukan oleh petani. Namun, karena dilakukan hanya diatas daun pisang,
fermentasi harus dilakukan di tempat teduh dan terlindung dari hujan dan
cahaya matahari langsung serta perlu dijaga dari kemungkinan biji menjadi
kotor oleh tanah (Purwanto, 2013).

Gambar 8. Fermentasi dengan cara menumpuk


Lama fermentasi biji optimal adalah 4 – 5 hari (4 hari bila udara
lembab dan 5 hari bila udara terang). Proses fermentasi biji yang terlalu
singkat (kurang dari 3 hari) menghasilkan biji ungu agak keabu-abuan
sedangkan biji yang tidak terfermentasi akan menghasilkan biji slaty
dengan tekstur pejal. Proses fermentasi biji yang terlalu lama (lebih dari 5
hari) menghasilkan biji rapuh dan berbau kurang sedap atau berjamur.
Keduanya merupakan cacat mutu (Natawidjaya, et al., 2012).

2.2.5 Tahap 5 – Perendaman dan Pencucian

Perendaman dan pencucian biji bukan merupakan cara baku, namun


dilakukan atas dasar permintaan pasar. Tujuan perendaman dan
pencucian adalah untuk menghentikan proses fermentasi, mempercepat
proses pengeringan, memperbaiki penampakan biji dan mengurangi kadar
kulit. Biji yang dicuci mempunyai penampakan lebih bagus, namun agak
rapuh. Pencucian yang berlebihan menyebabkan kehilangan bobot, biji
mudah pecah dan peningkatan biaya produksi (Natawidjaya, et al., 2012).
Tahapan perendaman dan pencucian biji adalah biji direndam selama
1 - 2 jam, kemudian dilakukan pencucian ringan secara manual atau
mekanis. Biji kakao dari buah yang sudah diperam selama 7 – 12 hari
tidak perlu dicuci karena kadar kulitnya sudah rendah (Natawidjaya, et al.,
2012).

2.2.6 Tahap 6 - Pengeringan

Pengeringan biji bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao


menjadi ≤ 7,5 % supaya aman untuk disimpan. Pengeringan biji dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu : (Natawidjaya, et al., 2012).
1. Penjemuran :
a. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan cahaya matahari
langsung di atas para-para atau lantai jemur. Saat cuaca cerah
dengan lama waktu penyinaran 7 – 8 jam per hari, untuk mencapai
kadar air maksimal 7,5 % diperlukan waktu penjemuran 7 – 9 hari.
b. Tebal lapisan biji kakao yang dijemur 3 – 5 cm (2 –3 lapis biji atau 8
– 10 kg biji basah per m2).
c. Setiap 1- 2 jam dilakukan pembalikan.
d. Alat penjemur sebaiknya dilengkapi dengan penutup plastik untuk
melindungi biji kakao dari air hujan. Bila matahari terik, plastik
dibuka dan digulung

Gambar 9. Penjemuran

2. Mekanis :
a. Dilakukan dengan menggunakan mesin pengering. Penggunaan
mesin ini sebaiknya secara berkelompok karena membutuhkan
biaya investasi yang besar.
b. Dengan pengaturan suhu 55 – 60 0C, diperlukan waktu 40 – 50 jam
untuk dapat mencapai kadar air biji kakao maksimal 7,5 %.
3. Kombinasi penjemuran dan mekanis:
a. Dilakukan penjemuran terlebih dahulu selama 1 - 2 hari (tergantung
cuaca) sehingga mencapai kadar air 20 – 25 %.
b. Setelah biji kakao dijemur, dimasukkan ke dalam mesin pengering.
Dengan cara ini, diperlukan waktu di mesin pengering selama 15 –
20 jam untuk dapat mencapai kadar air maksimal 7,5 %.
2.2.7 Tahap 7 – Sortasi Biji Kering

Sortasi biji kakao kering dimaksudkan untuk memisahkan antara biji


baik dan cacat berupa biji pecah, kotoran atau benda asing lainya seperti
batu, kulit dan daun-daunan. Penentuan sortasi ditujukan untuk
memisahkan biji kakao dari kotoran yang melekat dan mengelompokkan
biji menjadi berdasarkan kenampakan fisik dan ukuran biji yang seragam.
Tercampurnya biji kakao dengan bukan biji, seperti plasenta, pecahan kulit,
batu/kerikil, benda asing selain biji akan menurunkan nilai mutu terhadap
biji kakao yang kita miliki (Natawidjaya, et al., 2012).
Sortasi dilakukan dengan menggunakan ayakan atau mesin sortasi
yang memisahkan biji kakao berdasarkan ukuran. Sesuai dengan SNI biji
kakao No 2323:2008/ Amd 1:2010, biji kakao dikelompokkan kedalam 5
(lima) kriteria ukuran yaitu :
1. Mutu AA : jumlah biji maksimum 85 per 100 gram.
2. Mutu A : jumlah biji 86 – 100 per 100 gram.
3. Mutu B : jumlah biji 101 – 110 per 100 gram.
4. Mutu C : jumlah biji 111 – 120 per 100 gram
5. Mutu S : lebih besar dari 120 biji per 100 gram

2.2.8 Tahap 8 – Pengemasan

Pengemasan merupakan kegiatan mewadahi dan atau membungkus


produk dengan memakai media/bahan tertentu untuk melindungi produk
dari gangguan faktor luar yang dapat mempengaruhi daya simpan.
Pengemasan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak rusak
(Natawidjaya, et al., 2012).
Dalam pengemasan dan penyimpanan biji kakao yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Biji yang telah disortasi kemudian dikemas dalam karung, dengan berat
bersih per karung 60 kg.
2. Setiap karung diberi label yang menunjukkan nama komoditi, jenis
mutu dan identitas produsen menggunakan cat dengan pelarut non
minyak. Penggunaan cat berminyak tidak dibenarkan karena dapat
mengkontaminasi aroma biji kakao.
3. Biji kakao disimpan di ruangan yang bersih, kelembaban tidak melebihi
7,5 %, ventilasi cukup, dan tidak dicampur dengan produk pertanian
lainnya yang berbau keras karena biji kakao dapat menyerap bau-
bauan.
4. Tumpukan maksimum biji kakao adalah 6 karung, tumpukan karung
diberi alas dengan palet dari papanpapan kayu setinggi 8 – 10 cm,
jarak dari dinding 15 – 20 cm. Jarak tumpukan karung dari plafon
minimum 100 cm.

2.3 Standar Mutu

Standar mutu diperlukan sebagai tolok ukur untuk pengawasan mutu.


Setiap biji kako yang akan dipasarkan harus memenuhi persyaratan
tersebut dan diawasi oleh lembaga yang ditunjuk (Natawidjaya, et al.,
2012).
Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional
Indonesia Biji Kakao (SNI 2323:2008/Amd 1:2010). Standar mutu terbagi
atas dua syarat mutu, yaitu syarat umum dan syarat khusus. Secara umum
syarat umum biji kakao yang tertera didalam SNI ditentukan atas dasar
ukuran biji, tingkat kekeringan dan tingkat kontaminasi benda asing
(Natawidjaya, et al., 2012).
Gambar 10. Tabel persyaratan umum biji kakao

Untuk mendapatkan mutu biji kakao yang memenuhi standar,


seragam, dan konsisten, setiap tahapan proses harus diawasi secara
reguler dan berkelanjutan agar pada saat terjadi penyimpangan, suatu
tindakan koreksi yang tepat sasaran dapat segera dilakukan. Pengawasan
proses dan kontrol mutu biji kakao harus dilakukan secara terencana dan
teratur. Dengan demikian, jika terjadi penyimpangan terhadap baku mutu
suatu tindakan koreksi segera dapat dijalankan (Natawidjaya, et al., 2012).

Gambar 11. Tabel Spesifikasi Biji Kakao Standar Kualitas Nasional (SNI)

2.4 Pengolahan Biji Kakao menjadi Cocoa Butter dan Cocoa Powder

Di pabrik pengolahan makanan dan minuman yang menggunakan biji


coklat sebagai salah satu bahan produk yang akan dibuat, biji kakao
kering akan mengalami proses pengolahan kembali. Pengolahan di tingkat
ini seringkali disebut proses refinasi kakao menjadi bubuk coklat
selanjutnya menjadi bahan berbagai produk makanan dan minuman.
Secara umum proses produksi bubuk coklat hampir sama di mana pun,
hanya ada perbedaan kecil yang disebabkan oleh perbedaan sifat-sifat biji
kakao yang diproses karena berasal dari spesies yang berbeda. Tetapi,
umumnya pabrik pengolahan biji kakao menggunakan mesin yang sama
untuk mengolah biji kakao menjadi cocoa butter dan cocoa powder
(Ahmad, n.d.).
Gambar 11. Proses pengolahan biji kakao menjadi berbagai produk olahan

Untuk memperoleh coklat bubuk, maka sebagian lemak coklat


(cocoa butter) yang ada di dalam pasta coklat harus dikeluarkan. Proses
pengeluaran lemak dilakukan dengan mengepress pasta menggunakan
pengepress (hidraulik atau mekanis) pada tekanan 400 – 500 bar dan
suhu 90 – 100oC (Syamsir, 2011).
Lemak coklat panas dilewatkan ke filter press untuk memisahkannya
dari kotoran yang mungkin terbawa, untuk selanjutnya dicetak dan
didinginkan. Lemak coklat ini digunakan oleh industri coklat (Syamsir,
2011).
Bungkil biji hasil dari pengepressan dihaluskan dengan
menggunakan alat penghalus (breaker) dan diayak untuk memperoleh
ukuran partikel bubuk yang seragam. Kadar lemak didalam coklat bubuk
berkisar antara 10 – 22%. Bubuk coklat dengan kadar lemak yang lebih
tinggi biasanya memiliki warna yang lebih gelap dan flavor yang lebih
ringan. Coklat bubuk ini digunakan dalam berbagai produk pangan,
misalnya untuk membuat minuman coklat, pembuatan untuk cake, puding,
ice cream dan sebagainya (Syamsir, 2011).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan, kesimpulan dalam makalah ini adalah


1. Tahapan proses penanganan pascapanen kakao mulai dari pemetikan,
pemeraman buah, pemecahan buah, fermentasi, perendaman dan
pencucian, pengeringan, sortasi biji kering, dan pengemasan.
2. Panen kakao dilakukan dengan cara dipetik atau dipotong. Setelah
melakukan pemanenan, pemisahan buah yang baik dengan buah yang
rusak atau terserang hama/penyakit. Buah yang terserang
hama/penyakit langsung dibenamkan ke dalam tanah agar pada saat
melakukan pemecahan buah, biji kakao yang sehat akan tercampur
dengan biji kakao yang sakit/cacat sehingga mengakibatkan
rendahnya kualitas biji kering.
3. Pemeraman buah bertujuan untuk memperoleh keseragaman
kematangan buah serta memudahkan pengeluaran biji dari buah
kakao. Pemeraman baik dilakukan terutama pada saat panen rendah
sambil menunggu buah hasil panen terkumpul cukup banyak 400 –
500 buah atau setara dengan 35 – 40 kg biji kakao basah, agar jumlah
minimal untuk fermentasi dapat dipenuhi.
4. Pemecahan atau pembelahan buah kakao dimaksudkan untuk
mendapatkan biji kakao.
5. Fermentasi bertujuan untuk melepaskan biji kakao dari pulp dan
mematikan biji, namun terutama juga untuk memperbaiki dan
membentuk citarasa cokelat yang enak dan menyenangkan serta
mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji
6. Perendaman dan pencucian adalah untuk menghentikan proses
fermentasi, mempercepat proses pengeringan, memperbaiki
penampakan biji dan mengurangi kadar kulit.
7. Pengeringan biji bertujuan untuk menurunkan kadar air biji kakao
menjadi ≤ 7,5 % supaya aman untuk disimpan.
8. Sortasi biji kakao kering dimaksudkan untuk memisahkan antara biji
baik dan cacat berupa biji pecah, kotoran atau benda asing lainya
seperti batu, kulit dan daun-daunan.
9. Pengemasan merupakan kegiatan mewadahi dan atau membungkus
produk dengan memakai media/bahan tertentu untuk melindungi
produk dari gangguan faktor luar yang dapat mempengaruhi daya
simpan.

3.2 Saran

Pembahasan mengenai proses pengolahan biji kakao menjadi


beberapa produk lebih diperbanyak lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, U., n.d. Materi IV - Pengolahan Kakao. [Online]


Available at:
http://web.ipb.ac.id/~usmanahmad/Pengolahankakao.htm
[Diakses 2 May 2016].

Anonim, n.d. Bab 1 Pendahuluan. [Online] Available at:


http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-192-39373615
gabung.pdf [Diakses 2 May 2016].

Anonim. 2012. Pengolahan Kakao. [Online] http://kadin-indonesia.or.id.


[Diakses 2 May 2016].

Arnawa, G. et al., 2013. Psca Panen, Pengolahan Biji Kakao dan


Fermentasi. Medan: SCPP.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Teknologi Fermentasi untuk


Meningkatkan Kualitas Biji Kakao Indonesia. [Online]
http://ditjenbunpertanian.go.id. [Diakses 2 May 2016].

Natawidjaya, H. et al., 2012. Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen


Kakao. Jakarta: Direktur Jenderal Perkebunan.

Purwanto, E. H., 2013. Perbaikan Mutu Biji Kakao Indonesia dengan


Penerapan Teknik Fermentasi. s.l.:TREE.

Syamsir, E., 2011. Ilmu Pangan. [Online] Available at:


http://ilmupangan.blogspot.co.id/2011/02/mengenal-proses-
pembuatan coklat.html [Accessed 2 May 2016].

Anda mungkin juga menyukai