Anda di halaman 1dari 4

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH PSIKOLOGI ABNORMAL


“GANGGUAN KECEMASAN”
(pertemuan 6)

GANGGUAN KECEMASAN
Gangguan kecemasan berupa
rasa takut dan khawatir yang
tidak menyenangkan yang sering
disertai dengan gejala fisiologis
dan perilaku menghindar.

Dari berita yang dijelaskan bahwa “Sulli”


mengalami Social Phobia, nah social
phobia termasuk kedalam gangguan
kecemasan, dan merupakan jenis dari
gangguan phobia. Apasih Social Phobia
itu ? yaitu rasa takut yang menetap dan
tidak masuk akal pada situasi yang
mengharuskan berada di tengah orang
banyak atau berinteraksi dengan orang tak
dikenal,mis: menampilkan keahlian,
makan, menulis didepan umum, atau
menggunakan ruang istirahat umum.
Gangguan ini disebabkan takut bertingkah
memalukan atau menunjukkan tanda
kecemasan yang menarik perhatian orang.
Kemudian “Sulli” juga mengatakan bahwa
ia mengalami gangguan panik sejak ia
masih kecil. Gangguan panik merupakan
klasifikasi dari gangguan kecemasan.
Pengertian dari Gangguan Panik Yaitu
serangan yang mendadak dan tak
diketahui penyebabnya yang memiliki
simtom-simtom seperti sulit
bernafas,peningkatan kerja jantung,leher
tercekik, berkeringat, pusing, kaku,serta
rasa ingin mati.

Sebagian besar serangan panik berlangsung


antara 5 dan 20 menit, namun ada juga
yang telah dilaporkan bertahan hingga satu
jam. Jumlah serangan yang dimiliki
seseorang akan tergantung pada seberapa
parah kondisinya. Beberapa orang
mengalami serangan sekali atau dua kali
sebulan, sementara yang lain
mengalaminya beberapa kali seminggu.

PENYEBAB GANGGUAN

Seperti yang sudah dijelaskan diberita bahwa Sulli mengalami gangguan phobia
dan gangguan panik terjadi karena banyaknya bully an dari netizen , dan juga
komentar-komentar dari netizen yang menyakitkan, dan juga sulli mengalami
trauma dimasa kecil yang terbawa sampai dia dewasa.
sebenarnya Penyebab social phobia ini belum diketahui secara pasti. Namun
beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa selain faktor genetik, penyakit ini
juga dipicu oleh gabungan dari faktor genetik, lingkungan, serta pengalaman
buruk seperti pelecehan seksual, bullying, dan kekerasan di dalam keluarga.
PENDEKATAN DARI KASUS YANG TERJADI

 Pendekatan Psikoanalis. Secara umum semua penanganan psikoanalis terhadap


phobia berupaya mengungkapkan konflik-konflik yang ditekan yang diasumsikan
mendasari ketakutan ekstrem dan karakteristik penghindaran dalam gangguan ini.
Dalam berbagai kombinasi analis menggunakan berbagai teknik yang dikembangkan
dalam tradisi psikoanalis untuk membantu mengangkat depresi.
 Pendekatan Behavioral. Desensitisasi sistematik merupakan terapi behavioral
utama yang pertama kali digunakan secara luas untuk menangani phobia. Selain itu,
pendekatan behavioral juga dapat dilakukan dengan teknik flooding, yaitu teknik
terapi di mana klien dipaparkan dengan sumber phobia dengan intensitas penuh.
Rasa tidak nyaman ekstrem menjadi bagian yang tidak terhindarkan dalam prosedur
ini. Teknik flooding biasa akan dipakai sebagai jalan terakhir apabila teknik
pemaparan secara bertingkat tidak membuahkan hasil. Teknik yang lain yang biasa
digunakan adalah teknik modeling, yaitu teknik yang menggunakan pemaparan
terhadap berbagai situasi yang ditakuti. Dalam terapi modeling, klien yang
ketakutan  melihat orang lain yang berinteraksi dengan obyek melalui film atau
secara langsung penderita phobia tanpa rasa takut.
 Pendekatan Kognitif. Terapi kognitif bagi phobia spesifik dipandang dengan
skeptis karena karakteristik utama penentu phobia yaitu rasa takut penderita phobia, 
diakui oleh penderitanya sebagai rasa takut yang berlebihan dan tidak beralasan. Jadi
jika penderita phobia mengakui hal seperti itu, lantas apa yang bisa dilakukan oleh
terapi kognitif.
 Pendekatan Biologis. Dengan menggunakan obat-obatan untuk mengurangi
kecamasan. Biasanya untuk mengurangi kecemasan tersebut digunakan obat jenis
propanediol dan benzodiazepine. Obat-obatan yang pada awalnya dikembangkan
untuk menangani depresi, dewasa ini biasa digunakan untuk menangani
gangguan phobia.

Terapi yang dilakukan untuk gangguan panic dapat menggunakan pendekatan biologis dan juga
menggunakan pendekatan psikologis.
 Pendekatan Biologis
Gangguan panik biasanya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum menemui
psikolog atau psikiater, pengobatan psiko-aktif biasanya merupakan penanganan awal dan
terkadang satu-satunya jenis penanganan yang diterima seseorang. Beberapa obat telah
menunjukan keberhasilan sebagai penanganan biologis bagi gangguan panik. Obat-obatan
tersebut mencakup antidepresan (penghambat pengembalian serotonin selektif, seperti Prozac,
dan antidepresan tiga siklus seperti tofranil), dan benzodiazepine (seperti Alprazolam atau
Xanax) (Roy-Byarne & Cowley, 1998).
Namun ada sisi negative ketika menggunakan obat-obatan karena memiliki efek samping
seperti rasa gugup dan bertambahnya berat badan serta efek samping yang lebih serius seperti
denyut jantung dan tekanan darah yang meningkat (Taylor dkk, 1990).
LANJUTAN

 Pendekatan Psikologis
Terapi yang cocok untuk penderita gangguan panic adalah terapi pengendalian kepanikan
(PCT-panic control therapy) yang dikembangkan oleh Barlow dan rekan-rekannya. Terapi
ini mempunyai tiga komponen utama :
1. Training relaksasi
2. Kombinasi intervensi behavioral kognitif dari Ellis dan Beck
3. Bagian terbaru, pemaparan dengan tanda-tanda internal yang memicu kepanikan
(Barlow, 1998; Barlow & Craske, 1994; Craske &Barlow, 2001)
Didalam terapi ini terapis mempersuasi klien untuk berlatih berbagai perilaku yang
dapat menimbulkan perasaan yang berkaitan dengan kepanikan dan dilakukan diruang
konsultasi. Sebagai contoh seseorang yang mengalami serangan panik dan diawali dengan
hiverpentilasi diminta untuk bernafas dengan cepat selama tiga menit, seseorang yang merasa
pusing akan diminta berputar dikursi selama beberapa menit. Ketika sensasi seperti rasa
pusing, mulut kering, kepala menjadi ringan, denyut jantung meningkat, dan tanda-tanda
panik lain mulai terjadi, klien mengalaminya dalam kondisi yang aman dan menerapkan taktik
coping kognitif dan relaksasi yang dipelajari sebelumnya (yang dapat mencakup bernafas dari
diagfragma dan bukan dari hiperventilasi).
Dengan latihan dan dorongan atau persuasi dari terapis, klien belajar untuk
menginterpretasi berbagai sensasi internal dari sesuatu yang menjadi tanda-tanda hilangnya
kontrol dan kepanikan menjadi tanda-tanda yang secara intrinsik tidak berbahaya dan dapat
dikendalikan dengan keterampilantertentu. Penciptaan sensasi fisik yang disengaja oleh klien,
disertai dengan keberhasilan mengatasinnya, mengurangi ketidakterdugaan dari sensasi
tersebut dan mengubah makna bagi klien (Craske, Maidenberg, & Bystritsky, 1995).

Anda mungkin juga menyukai