Adoc - Pub - Pengelolaan Air Limbah PT United Tractors TBK
Adoc - Pub - Pengelolaan Air Limbah PT United Tractors TBK
11
Gambar 3.1: Diagram Alir Sistem Pengelolaan Limbah Industri
12
Pemilihan proses, sistem dan spesifikasi alat yang tidak
tepat atau disain IPAL yang salah akan menimbulkan berbagai
persoalan di dalam IPAL itu sendiri, misalnya :
13
operator IPAL diberikan bekal teknik-teknik operasionalnya dan
teknik-teknik perawatannya. Untuk pembekalan tersebut maka
disusun buku panduan operasional IPAL ini.
Sebelum ada IPAL produksi air limbah yang berasal dari unit
produksi (bengkel) dikelola dengan sarana grease trap. Di grease trap
ini berfungsi untuk memisahkan oli secara gravitasi, dan dilakukan
secara bertahap. Diagram alir sistem pengelolaan limbah, foto dan
denah dan sistem grease trap lama ini dapat dilihat seperti pada
Gambar 3.2, 3.3 dan Gambar 3.4.
14
Gambar 3.3 Sarana Oil Trap Yang Lama
15
Outlet air limbah dari grease trap ini dibuang ke saluran umum, hasil
analisa limbah ini seperti terlihat pada Tabel 2.1, sedangkan secara
fisik foto limbah buangan ini seperti terlihat pada Gambar 3.5.
Air limbah yang berasal dari cuci unit dikelola dengan sarana grease
trap yang dilengkapi dengan bak pengendap. Di sini padatan yang ada
diendapkan dan oli yang terbawa dipisahkan di grease trap. Outlet air
limbah ini juga langsung dibuang ke saluran umum (Lihat gambar 3.6
dan 3.7).
16
Gambar 3.6 : Foto Bak Pengendap
Dan Oil Trap Di Cuci Unit
17
Pengelolaan Limbah Setelah Ada IPAL Produksi :
Setelah ada IPAL produksi air limbah yang berasal dari unit
produksi (bengkel) dan air limbah yang berasal dari cuci unit diolah
bersama di dalam IPAL produksi. Sistem pengelolaan tersebut seperti
terlihat pada gambar 3.8, dimana limbah yang berasal dari limbah
produksi dikumpulkan di dalam bak pengumpul lalu masuk ke IPAL
dengan cara pemompaan. Sedangkan limbah yang berasal dari cuci
unit dilewatkan dalam bak pengendap yang berfungsi juga sebagai oil
trap lalu dipompa ke IPAL untuk diolah bersama limbah dari ruang
produksi. Foto IPAL secara keseluruhan dapat dilihat seperti pada
Gambar 3.9
18
Gambar 3.9 : Foto IPAL Produksi Secara Keseluruhan.
Gambar 3.10 : Foto Bak Pengendap, Oil Trap Dan Bak Pengumpul
Di Area Cuci Unit.
19
3.3. Teknologi IPAL PT. United Tractors Tbk.
KLASIFI
KONTAMINAN SISTEM PENGOLAHAN
KASI
Screening and communition F
Sedimentasi F
Flotasi F
Padatan Filtrasi F
Tersuspensi Koagulasi/sedimentasi K/F
Land treatment F
Lumpur aktif B
Trickling filters B
Rotating biological contactors B
Biodegradable Aerated lagoons (kolam aerasi) B
Organics Saringan pasir F/B
Land treatment B/K/F
Khlorinasi K
Ozonisasi K
Pathogens
Land treatment F
Suspended-growth nitrification
B
and denitrification
Fixed-film nitrification and
B
denitrification
Nitrogen Ammonia stripping K/F
Ion Exchange K
Breakpoint khlorinasi K
21
Land treatment B/K/F
Koagulasi garam
K/F
logam/sedimentasi
Koagulasi kapur/sedimentasi K/F
Phospor Biological/Chemical phosphorus
B/K
removal
Land treatment K/F
Adsorpsi karbon F
Refractory
Tertiary ozonation K
Organics
Sistem land treatment F
Pengendapan kimia K
Ion Exchange K
Logam Berat
Land treatment F
Padatan Ion Exchange K
Inorganik Reverse Osmosis F
Terlarut Elektrodialisis K
23
Gambar 3.11 : Bak Pengumpul Limbah Dan Pemisah Pasir
24
pengolahan air limbah secara biologis serta mengakibatkan biaya
pengolahan menjadi mahal.
27
Bak pemekat oli lengkap Pemindahan oli dari bak pemekat
dengan pompa oli ke drum penampung
Gambar 3.13. : Foto Oil Trap IPAL dan Sarana Pengumpul Oli
29
JermanPotenz (yang juga berarti pangkat), dan ada pula yang
merujuk pada kata potential. Jens Norby mempublikasikan sebuah
karya ilmiah pada tahun 2000 yang berargumen bahwa p adalah
sebuah tetapan yang berarti "logaritma negatif".
32
adalah proses penggumpalan (agglomeration) dari koloid yang tidak
stabil menjadi gumpalan partikel halus (mikro-flok), dan selanjutnya
menjadi gumpalan patikel yang lebih besar dan dapat diendapkan
dengan cepat. Senyawa kimia lain yang diberikan agar pembentukan
flok menjadi lebih cepat atau lebih stabil dinamakan flokulan atau zat
pembantu flokulasi (flocculant aid).
Bahan Koagulan
33
akan diolah, kekeruhan air baku, metode filtrasi serta sistem
pembuangan lumpur endapan.
Vv = Q x Rs x (100/C) x 10-3
dimana :
Vv = Dosis volumetrik koagulan ( lt/jam).
Zat alkali dipakai untuk pengolahan air limbah dan air minum
dengan tujuan untuk pengaturan pH dan alkalinitas air baku agar
proses koagulasi - flokulasi dapat berjalan dengan baik dan efektif.
Dosis zat alkali yang dibubuhkan harus ditentukan sesuai laju
pembubuhan harus ditentukan berdasarkan alkalinitas air baku dan
laju pembubuhan koagulan. Perlu atau tidaknya penambahan zat
34
alkali tersebut serta dosisnya (rata-rata, minimum dan maksimum)
harus ditentukan berdasarkan alkalinitas air baku, laju pembubuhan
koagulan serta alkalinitas air olahan yang diharapkan dengan
menggunakan jar tes. Untuk menghitung dosis zat alkali yang
diperlukan dapat memakai rumus sebagai berikut :
W = [( A2 + K x R ) - A1] x F
Keterangan:
W = Dosis pembubuhan zat alkali ( mg/lt = ppm )
A1 = Alkalinitas air baku (mg/lt = ppm )
A2 = Alkalinitas yang diinginkan (mg/lt = ppm )
K = Harga numerik dari koagulan yang digunakan (dapat dilihat
pada tabel 13)
R = Dosis koagulan (ppm).
F = Harga numerik untuk zat alkali yang digunakan
Tangki Pencampur
35
Gambar 3.17.: Reaktor Pengolahan Kimia dan Arah Aliran Limbah
Flokulator
36
dengan partikel-partikel kotoran atau flok-flok yang lain sehingga
terjadi gumpalan gumpalan flok yang besar dan stabil.
Dimana :
Vo = laju limpahan/beban permukaan
Q = aliran rata-rata harian, m3 per hari
A = total luas permukaan (m2)
38
Gambar 3.19.: Tangki Pengendapan
39
ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir
dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga
berfungsi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa
organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur)
dan penampung lumpur.
40
ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan Aerasi
Kontak (Contact Aeration).
41
Proses dengan Biofilter Anaerob-Aerob ini mempunyai beberapa
keuntungan yakni :
42
digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang
tidak terlalu besar
43
Gambar 3.21 : Proses Penghilangan Phospor Oleh Mikroorganisme
a. Pengoperasiannya mudah
45
e. Pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan
kecil.
Jika suhu air limbah turun maka aktifitas mikroorganisme juga
berkurang, tetapi oleh karena di dalam proses biofilm substrat
maupun enzim dapat terdifusi sampai ke bagian dalam lapisan
biofilm dan juga lapisan biofilm bertambah tebal maka pengaruh
penurunan suhu (suhu rendah) tidak begitu besar.
46
Berdasarkan pada kondisi pertumbuhan mikroorganisme
yang bertanggung jawab pada proses penguraian yang terjadi,
reaktor dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :
47
Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat
dalam transformasi senyawa komplek organik menjadi metan. Lebih
jauh lagi, terdapat interaksi sinergis antara bermacam-macam
kelompok bakteri yang berperan dalam penguraian limbah.
Keseluruhan reaksi dapat digambarkan sebagai berikut (Polprasert,
1989) :
48
Gambar 3.22: Kelompok Bakteri Metabolik Yang Terlibat Dalam
Penguraian Limbah Dalam Sistem Anaerobik.
51
4) Kelompok Bakteri Metanogen
Penguraian senyawa organik oleh bakteri anaerobik
dilingkungan alam melepas 500 - 800 juta ton metan ke atmosfir tiap
tahun dan ini mewakili 0,5% bahan organik yang dihasilkan oleh
proses fotosintesis (Kirsop, 1984; Sahm, 1984). Bakteri metanogen
terjadi secara alami didalam sedimen yang dalam atau dalam
pencernaan herbivora. Kelompok ini dapat berupa kelompok bakteri
gram positif dan gram negatif dengan variasi yang banyak dalam
bentuk. Mikroorganime metanogen tumbuh secara lambat dalam air
limbah dan waktu tumbuh berkisar 3 hari pada suhu 35 oC sampai
dengan 50 hari pada suhu 10oC.
52
CH3COOH CH4 + CO2
53
Tabel 3.4 : Klasifikasi Metanogen
54
Gambar 3.23 : Neraca Masa Pada Proses Penguraian Anaerobik
(Fermentasi Metan)
55
Paling sedikit ada 49 spesies metanogen yang telah
didiskripsi (Vogels et al., 1988; Koster,1988) telah mengkompilasi
beberapa bakteri metanogen yang telah diisolasi dan masing-masing
substratnya, ditunjukkan seperti pada Tabel 3.5Proses penguraian
senyawa hidrokarbon, lemak dan protein secara biologis menjadi
metan di kondisi proses anaerobik secara umum ditunjukkan seperti
pada Gambar 3.24 dan 3.25.
56
Gambar 3.24 : Proses Penguraian Senyawa Hidrokarbon
Secara Anaerobik Menjadi Metan
57
Gambar 3.25 : Proses Penguraian Senyawa Protein
Secara Anaerobik
58
Tabel 3.5 : Metanogen Terisolasi Dan Subtratnya
Bakteri Subtrat
Methanobacterium bryantii H2
M. formicicum H2 dan HCOOH
M. thermoautotrophicum H2
M. alcaliphilum H2
Methanobrevibacter arboriphilus H2
M. ruminantium H2 dan HCOOH
M. smithii H2 dan HCOOH
Methanococcus vannielii H2 dan HCOOH
M. voltae H2 dan HCOOH
M. deltae H2 dan HCOOH
M. maripaludis H2 dan HCOOH
M. jannaschii H2
M. thermolithoautotrophicus H2 dan HCOOH
M. frisius
Methanomicrobium mobile H2 dan HCOOH
M. paynteri H2
Methanospirillum hungatei H2 dan HCOOH
Methanoplanus limicola H2 dan HCOOH
M. endosymbiosus H2
Methanogenium cariaci H2 dan HCOOH
M. marisnigri H2 dan HCOOH
M. tatii H2 dan HCOOH
M. olentangyi H2
M. thermophilicum H2 dan HCOOH
M. bourgense H2 dan HCOOH
M. aggregans H2 dan HCOOH
Methanoccoides methylutens CH3NH2 dan CH3OH
Methanotrix soehngenii CH3COOH
M. conilii CH3COOH
Methanothermus fervidus H2
59
Methanolobus tindarius CH3OH, CH3NH2,
(CH3)2NH, dan (CH3)3N
Methanosarcina barkeri CH3OH, CH3COOH,
H2, CH3NH2, (CH3)2NH,
dan (CH3)3N
Methanosarcina themophila CH3OH, CH3COOH,
H2, CH3NH2, (CH3)2NH,
dan (CH3)3N
Sumber : Koster (1988).
1) Temperatur
2) Waktu Tinggal
3) Keasaman (pH)
61
7,0 - 7,2 dan proses dapat gagal jika pH mendekati 6,0. Bakteri
acidogenik menghasilkan asam organik, yang cenderung
menurunkan pH bioreaktor. Pada kondisi normal, penurunan pH
ditahan oleh bikarbonat yang dihasilkan oleh bakteri metanogen. Di
bawah kondisi lingkungan yang berlawanan kapasitas buffering dari
sistem dapat terganggu, dan bahkan produksi metan dapat terhenti.
Asiditas lebih berpengaruh terhadap metanogen dari pada bakteri
acidogenik. Peningkatan tingkat volatil merupakan indikator awal dari
terganggunya sistem. Monitoring ratio asam volatil total (asam
asetat) terhadap alkali total (kalsium karbonat) disarankan di bawah
0,1 (Sahm, 1984). Salah satu metode untuk memperbaiki
keseimbangan pH adalah meningkatkan alkaliniti dengan menambah
bahan kimia seperti lime (kapur), anhydrous ammonia, sodium
hidroksida, atau sodium bikarbonat.
6) Zat Toksik
63
Oksigen.
Metanogen adalah bakteri anaerob dan dapat terhambat
pertumbuhannya oleh oksigen dalam kadar trace level
(Oremland, 1988; Roberton dan Wolfe, 1970).
Ammonia.
Ammonia yang tidak terionisasi cukup toksik atau beracun untuk
bakteri metanogen. Barangkali karena produksi ammonia bebas
tergantung pH (ammonia bebas terbentuk pada pH tinggi), sedikit
toksisitas yang dapat diamati pada pH netral. Ammonia sebagai
penghambat terhadap pembentukan metanogen pada
konsentrasi 1500 - 3000 mg/l. Penambahan ammonia menambah
waktu tinggal partikel padat (Bhattacharya dan Parkin, 1989).
Hidrokarbon terklorinasi.
Senyawa khlorin alifatis lebih beracun terhadap metanogen dari
pada terhadap mikroorganisma hetrotropik aerobik (Blum dan
Speece, 1992). Kloroform sangat toksik terhadap bakteri
metanogen dan cenderung menghambat secara total, hal ini
dapat diukur dari produksi metan dan akumulasi hidrogen pada
konsentrasi diatas 1 mg/l (Hickey et al., 1987). Aklimatisasi
senyawa ini meningkatkan toleransi metanogen sampai pada
konsentrasi kloroform 15 mg/l Pemulihan kehidupan bakteri
metanogen tergantung pada konsentrasi biomassa, waktu tinggal
partikel padat, dan temperatur (Yang dan Speece, 1986).
Senyawa Benzen.
64
Kultur murni dari bakteri metanogen (contoh : Methanothix
concilii, Methanobacterium espanolae, Methanobacterium
bryantii) dapat dihambat pertumbuhannya oleh senyawa benzen
(contoh : benzen, toloene, fenol, pentachlorophenol).
Pentachlorophenol adalah yang paling toksik (beracun) dari pada
seluruh benzen yang diuji (Patel et al., 1991).
Formaldehida.
Proses pembentukan metan (Methanogenesis) terhambat atau
terganggu pada konsentrasi formadehida sebesar 100 mg/l tetapi
segera pulih kembali pada konsentrasi yang lebih rendah (Hickey
et al., 1988; Parkin dan Speece, 1982).
Asam Volatil.
Jika pH dijaga tetap netral, asam volatil seperti asam asetat atau
butirik tidak berpengaruh besar (sedikit toksik) terhadap bakteri
metanogen.
Logam Berat.
Logam berat (contoh : Cu++, Pb++, Cd++, Ni++, Zn++, Cr+6) yang
ditemukan dalam air dan lumpur limbah dari industri dapat
65
menghambat penguraian limbah anaerobik (Lin, 1992; Mueller
dan Steiner, 1992). Toksisitas meningkat jika afinitas logam berat
pada lumpur limbah (sludge) menurun dan sebaliknya jika afinitas
pada lumpur logam berat tinggi menjadi sedikit toksik. Toksisitas
logam menghambat reaksi berikutnya dengan hidrogen sulfida,
yang cenderung untuk pembentukan pengendapan logam berat
yang tidak terlarut. Beberapa logam seperti nikel, kobalt, dan
molybdenum pada konsentrasi kecil (trace) dapat merangsang
bakteri methanogen (Murray dan Van Den Berg, 1981; Shonheit
et al, 1979; Whiman dan Wolfe, 1980).
Sianida.
Sianida digunakan dalam proses industri seperti pembersihan
logam dan elektroplating. Pemulihan bakteri metanogen
tergantung pada konsentrasi biomassa, waktu tinggal partikel
padat, dan temperatur (Fedorak et al., 1986; Yang dan Speece,
1985).
Sulfida.
Sulfida adalah salah satu penghalang potensial dalam
penguraian limbah anaerobik (Anderson et al, 1982). Melalui
difusi sel membran lebih cepat untuk hidrogen sulfida yang tidak
terionisasi dibandingkan dibandingkan yang terionisasi, toksisitas
sulfida sangat tergantung pada pH (Koster et al., 1986). Sulfida
sangat toksik untuk bakteri metanogen jika konsentrasinya lebih
dari 150-200 mg/l. Bakteri pembentuk asam tidak begitu sensitif
terhadap hidrogen sulfida dibandingkan dengan bakteri
metanogen.
66
Tanin.
Tanin adalah senyawa fenolik yang berasal dari anggur, pisang,
apel, kopi, kedelai, dan sereal. Senyawa ini umumnya toksik
terhadap bakteri metanogen.
Salinitas.
Salinitas adalah jenis marial toksik lain dalam penguraian air
limbah dalam sistem anaerobik. Karena potasium dapat
menetralkan toksisitas sodium, maka jenis toksisitas ini dapat
dihambat dengan menambah garam potasium dalam air limbah.
67
bakteri anaerobik relatif rendah. Sebagian besar energi didapat
dari pemecahan substrat yang ditemukan dalam hasil akhir, yaitu
CH4. Dibawah kondisi aerobik 50% dari karbon organik dirubah
menjadi biomassa, sedangkan dalam proses anaerobik hanya 5%
dari karbon organik yang dirubah menjadi biomassa. Dengan
proses anaerobik satu metrik ton COD tinggal 20 - 150 kg
biomassa, sedangkan proses aerobik masih tersisa 400 - 600 kg
biomassa (Speece, 1983; Switzenbaum, 1983).
Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan.
Gas metan mengandung sekitar 90% energi dengan nilai kalori
9.000 kkal/m3, dan dapat dibakar ditempat proses penguraian
atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit energi terbuang menjadi
panas (3-5%). Produksi metan menurunkan BOD dalam
Penguraian lumpur limbah.
Energi untuk penguraian limbah kecil.
Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan
konsentrasi polutan organik yang tinggi.
Memungkinkan untuk diterapkan pada proses penguraian limbah
dalam jumlah besar.
Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik
(seperti chlorinated aliphatic hydrocarbons seperti
trichlorethylene, trihalo-methanes) dan senyawa alami recalcitrant
seperti lignin.
68
Start up membutuhkan waktu lama
Konsentrasi substrat primer tinggi
1) Temperatur
Temperatur tidak hanya mempengaruhi aktivitas metabolisme
dari populasi mikroorganisme, tetapi juga mempengaruhi
beberapa faktor seperti kecepatan transfer gas dan karakteristik
pengendapan lumpur. Temperatur optimum untuk
mikroorganisme dalam proses aerob tidak berbeda dengan
proses anaerob.
2) Keasaman (pH)
Nilai pH merupakan faktor kunci bagi pertumbuhan
mikroorganisme. Beberapa bakteri dapat hidup pada pH diatas
9,5 dan di bawah 4,0. Secara umum pH optimum bagi
pertumbuhan mikroorganisme adalah sekitar 6,5-7,5.
4) Nutrien
Di samping kebutuhan karbon dan energi, mikroorganisme juga
membutuhkan nutrien untuk sintesa sel dan pertumbuhan.
Kebutuhan nutrien tersebut dinyatakan dalam bentuk
perbandingan antara karbon dan nitrogen serta phospor yang
merupakan nutrien anorganik utama yang diperlukan
mikroorganisme dalam bentuk BOD : N : P
71
dalam bentuk polimetrik matriks yang menempel pada suatu lapisan
penyokong (support media).
72
proses anaerobik dilakukan dengan tanpa adanya oksigen dalam
reaktor air limbah.
73
Gambar 3.27 : Mekanisme Proses Metabolisme Di Dalam
Sistem Biofilm
75
Gambar 3.28 : Mekanisne Penghilangan Ammonia Di Dalam Proses
Biofilter
77
Jika sistem aliran dilakukan dari atas ke bawah (down flow)
maka sedikit banyak terjadi efek filtrasi sehingga terjadi proses
penumpukan lumpur organik pada bagian atas media yang dapat
mengakibatkan penyumbatan. Oleh karena itu perlu proses
pencucian secukupnya. Jika terjadi penyumbatan maka dapat terjadi
aliran singkat (Short pass) dan juga terjadi penurunan jumlah aliran
sehingga kapasitas pengolahan dapat menurun secara drastis.
78
dicetak dari bahan tahan karat dan ringan misalnya PVC dan
lainnya, dengan luas permukaan spesifik yang besar dan volule
rongga (porositas) yang besar, sehingga dapat melekatkan
mikroorganisme dalam jumlah yang besar dengan resiko
kebuntuan yang sangat kecil. Dengan demikian memungkinkan
untuk pengolahan air limbah dengan beban konsentrasi yang
tinggi serta efisiensi pengolahan yang cukup besar. Salah Satu
contoh media biofilter yang banyak digunakan yakni media
dalam bentuk sarang tawon (honeycomb tube) dari bahan PVC.
Kelebihan dalam menggunakan media plastik tersebut antara
lain:
Mempunyai luas permukaan per m3 volume sebesar 150 –
2 3
240 m /m
Volume rongga yang besar dibanding media lainnya.
Penyumbatan pada media yang terjadi sangat kecil.
Beberapa contoh perbandingan luas permukaan spesifik
dari berbagai media biofilter dapat dilihat pada Tabel 3.6 :
Luas Permukaan
No Jenis Media
spesifiik (m2 /m 3)
1. Trickling filter dengan batu pecah 100 – 200
Model sarang tawon (honeycomb
2. 150 – 240
modul)
3. Tipe jaring 50
4. RBC 80 – 150
79
3.3.4. Pengolahan Secara Filtrasi (Penyaringan)
80
Laju operasi untuk penyaringan ditentukan oleh kualitas air
baku, pengolahan kimia yang diterapkan dan media filter. Pada
umumnya laju penyaringan pada saringan pasir cepat adalah 82,4
liter per menit/m2. Sistem yang ada pada saat ini dapat menaikkan
aliran hingga 206 liter per menit/m2. Unggun saringan yang terdiri
dari dua jenis media, yaitu arang dan pasir menghasilkan lapisan
media arang yang butirannya besar (berat jenis 1,4-1,6) berada
diatas media pasir yang lebih halus (berat jenis 2,6). Susunan media
dari atas ke bawah kasar-halus, akan memudahkan aliran air. Flok
yang besar akan tertahan butiran arang di bagian atas/permukaan
unggun.
81
Gambar 3.30 : Sistem Reuse Air Limbah PT. United Tracktor.
(Pengolahan Tersier).
Bak penampungan air olahan IPAL dan Satu set peralatan re-use: pompa feed,
bak penampung air yang telah siap di sand filter, carbon filter, dosing kaporit
re-use dan panel kontrol
82
Tangki penampungan yang siap di re- Contoh limbah segar dan hasil olahan
use setiap unit/s
Gambar 3.31 : Filter Pasir dan Karbon Aktif Untuk Sistem
Re-useAir Limbah
84
Gambar 3.33 : Foto Unit Pengering Lumpur Secara Alami (Sludge
Drying Bed)
85
3.3.7.Sistem Kelistrikan IPAL Produksi PT. United
Tracktors Tbk
86
Lanjutanya..
87
Gambar 3.36: Wiring Diagram Kelistrikan IPAL Produksi
PT. United Tracktors Tbk
88
Gambar 3.37 : Foto Panel Listrik Gambar 3.38 : MCB Outdoor
IPAL Untuk Pompa
Bak Pengumpul
Keterangan Proses :
I. Pengolahan Secara Fisika – Kimia
1. Limbah segar yang dihasilkan dari proses pencucian disalurkan
ke bak penampungan yang di depannya dilengkapi dengan
saringan untuk memisahkan padatan yang berukuran besar.
89
3. Bak pengumpul ini dilengkapi dengan pompa pentransfer limbah
yang digunakan untuk memompa limbah ke bak equalisasi/ oil
trap. Limbah dari cuci unit masuk ke bak equalisasi, sedangkan
limbah dari produksi/ bengkel masuk ke oil trap terlebih dahulu
sebelum mengalir ke equalisasi untuk dicampur dengan limbah
dari cuci unit.
Bak pengumpul limbah cuci unit Bak pemekat oli lengkap dengan
pompa oli
Bak Pengendap
Pengelolaan
Lumpur
93
II. Pengolahan Secara Biologi
94
merata atau tidak. Kalau tidak merata maka perlu perbaikan difuser
udara.
95
3. Tes pompa feed biofilter dan pompa recycle, apakah sudah dapat
berfungsi dengan baik.
4. Biarkan bak equalisasi II terisi hingga pompa feed biofilter dapat
beroperasi secara otomatis. Atur aliran /debit pompa feed biofilter
sesuai dengan kapasitas IPAL terpasang.
5. Selanjutnya Air limbah dari bak equalisasi II dipompa ke IPAL
(bioreaktor/bak anaerobik-aerobik dan pengendap akhir) sampai
mencapai level penuh.
96
7. Selanjutnya hidupkan pompa sirkulasi, dengan demikian mikroba
akan mengalir teraduk dalam IPAL, dan lama kelamaan akan
lengket pada permukaan media biofilter.
8. Selama masa seeding, untuk mempercepat proses
perkembangbiakan mikroba pengurai air limbah, maka perlu
dilakukan penambahan nutrient. Nutrient berupa padatan yang
komposisinya diramu oleh BPPT. Penambahan nutrient dilakukan
pagi setiap hari selama 3 minggu pertama ipal beroperasi. Caranya
adalah mengambil nutrient sebanyak 1/4 kg kemudian dilarutkan
kedalam air pada ember. Pastikan nutrient larut semua. Setelah itu
cairan nutrient dituangkan kedalam bak pengendap awal dan bak
anaerobik. Sisa padatan nutrient jangan dimasukkan ke dalam
IPAL.
9. Setelah selesai masa seeding, selanjutnya dilakukan pemantauan
secara kontinyu (Swa-pantau).
10. Semua Industri yang sudah memiliki IPAL diwajibkan melakukan
Swa-pantau harian oleh BPLHD DKI. Yang paling mudah dan
ekonomis adalah swa pantau debit air limbah, swa pantau pH, swa
pantau TSS dan pemantauan COD atau organik KMnO4.
11. Setiap 3 bulan, sampel dari inlet dan outlet IPAL harus diambil dan
dianalisakan komposisinya di laboratorium independent seperti
Sucofindo, Unilab dan atau di laboratorium BPLHD DKI. Hasil
analisa dilaporkan ke BPLHD DKI jakarta.
97
III. Pengolahan Tersier (Secara Fisika – Kimia)
Klorin
Peralatan re-use terdiri dari pompa feed, sand filter, carbon filter,
dosing kaporit dan panel kontrol re-use
99
Bak penampung air olahan IPAL dan bak penampung air yang
siap untuk di re-use
Ikan tetap sehat hidup di air lingkungan air olahan dari IPAL
100
Tangki penampung air yang siap dire-use
101
Gambar 3.39: Diagram Alir IPAL Produksi dan Proses
102