Buku Saku Panduan Talasemia PDF
Buku Saku Panduan Talasemia PDF
Kementerian Kesehatan
2021
Pengantar
Salam sehat
i
Daftar Isi
PENGANTAR ……………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… ii
BAB 1 Uji Coba Deteksi Dini Talasemia ……………………. 1
BAB 2 Edukasi Talasemia ………………………………….. 4
BAB 3 Pemeriksaan Laboratorium Talasemia 9
di FKTP dan FKRTL ……………………………………
Bab 4 Penentuan Diagnosis Talasemia 18
secara Genotip dan Fenotip di FKRTL …………….
Bab 5 Konseling Genetika pada Talasemia Minor 19
dan dan Langkah Tindak Lanjut ……………………..
Lampiran ………………………………………………………………. 20
TIM PENYUSUN ………………………………………………………………. 23
ii
Bab 1
UJI COBA DETEKSI DINI TALASEMIA
Talasemia sampai saat ini belum dapat disembuhkan, namun Talasemia mayor
dapat dicegah. Program pengendalian penyakit Talasemia di Indonesia
diprioritaskan kepada pencegahan terhadap kelahiran bayi dengan Talasemia
Mayor. Talasemia mayor terjadi karena pernikahan antar sesama Talasemia minor/
pembawa sifat. Salah satu metode pencegahan Talasemia mayor adalah dengan
melakukan deteksi dini bagi populasi yang sangat berisiko, yaitu populasi yang
memiliki anggota keluarga penyandang Talasemia Mayor disebut juga keluarga ring
1.
Bentuk upaya strategis Kementerian Kesehatan dalam penanggulangan Talasemia
ini melibatkan pemangku kebijakan meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Organisasi profesi, swasta, dan masyarakat.
1
Pelaksanaan uji coba deteksi dini Talasemia pada keluarga ring 1 dilaksanakan
mengikuti algoritme berikut:
Gambar 1. Algoritme Uji Coba Deteksi Dini Talasemia
FKTP
Tidak Curiga Talasemia Curiga Talasemia Anemia sebab lain
Data Nasional
2
Penjelasan algoritme:
1. Peserta yang telah diberikan edukasi tentang deteksi dini Talasemia serta
telah menerima menerima kartu dan informasi tentang pelaksanaan
ujicoba mendatangi FKTP yang ditunjuk untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium.
2. Di FKTP dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap (Hb, MCV,
MCH, dan pembuatan sediaan apus darah tepi).
3. Dokter di FKTP akan melakukan analisis hasil pemeriksaan laboratorium,
dengan kemungkinan hasil : tidak curiga Talasemia, curiga Talasemia, dan
anemia sebab lain.
4. Jika hasil tidak curiga Talasemia, peserta akan diberi kartu telah deteksi dini
Talasemia.
5. Jika hasilnya curiga Talasemia, maka dilakukan rujukan sampel ke FKRTL
yang ditunjuk.
6. Di FKRTL dilakukan pemeriksaan laboratorium lanjutan (Hb analisis: HPLC/
capillary electrophoresis) dan penegakkan diagnosis. Bagi yang hasilnya
terbukti sebagai penyandang Talasemia Mayor dan Intermedia, akan
dilakukan konseling dan tatalaksana, sementara jika sebagai Talasemia
Minor/pembawa sifat dilanjutkan dengan konseling dan edukasi tindak
lanjut.
7. Konseling dilakukan oleh dokter terlatih di FKRTL.
8. Seluruh peserta akan memperoleh kartu hasil deteksi dini sesuai hasil
pemeriksaan
9. Hasil pemeriksaan sebagai penyandang Talasemia dimasukkan ke dalam
Sistim Informasi Talasemia (SIT) dan dilaporkan secara berjenjang.
10. Bila ada individu yang dicurigai Talasemia tetapi hasil penentuan diagnosis
di FKRTL tidak bisa ditentukan Talasemia Beta, maka dilakukan rujukan
parsial ke tingkat yang lebih tinggi di Provinsi atau Pusat untuk menentukan
apakah individu tersebut penyandang Talasemia alfa (yang memerlukan
penelusuran keluarga lebih lanjut dan pemeriksaan analisis DNA) atau jenis
Hemoglobin struktural varian lainnya.
3
Bab 2
EDUKASI TALASEMIA
Sel darah merah yang mudah pecah ini berlangsung seumur hidup, menyebabkan
penyintas Talasemia membutuhkan transfusi darah berkala untuk memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh. Berdasarkan tingkat keparahannya, Talasemia dibagi
menjadi :
1. Talasemia mayor: penyintas talasemia mayor memerlukan transfusi darah rutin
2. Talasemia intermedia: penyintas talasemia intermedia sesekali memerlukan
transfusi darah
3. Talasemia minor atau pembawa sifat (carrier): disebut juga pembawa sifat
talasemia. Secara kasat mata tampak sehat, tidak bergejala, tidak butuh transfusi,
namun dapat menurunkan gen talasemia kepada keturunannya. Biasanya
4
terdiagnosis atau ditemukan saat melakukan pemeriksaan darah dimana bentuk
sel darah merah pembawa sifat talasemia berukuran lebih kecil daripada orang
sehat.
5
mayor dapat menjalani hidup yang normal jika cepat didiagnosis dan ditangani
dengan baik.
Penanganan penyandang talasemia meliputi transfusi darah rutin, konsumsi obat
kelasi besi setiap hari, serta pemantauan komplikasi.
Hingga saat ini, tatalaksana kuratif untuk talasemia mayor masih belum tersedia di
Indonesia, yang meliputi:
1. Transplantasi sumsum tulang. Tindakan ini memerlukan donor yang cocok dan
umumnya adalah saudara kandung. Tindakan ini memiliki tingkat keberhasilan
yang tinggi, terutama jika dilakukan sebelum terjadi penumpukan besi dalam
tubuh (90-95%). Akan tetapi, proses ini memerlukan banyak tahapan dan memiliki
resiko komplikasi yang tinggi bahkan sampai kematian.
2. Terapi gen. Tujuan mengganti kelainan gen yang rusak dengan gen yang baru,
tetapi hal ini masih dalam tahap penelitian.
6
2. Komplikasi Non medis
Terdapat perubahan fisik
yang dapat terlihat yaitu
facies Cooley (hidung pesek,
rahang menonjol, gigi atas
menonjol, tulang dahi
menonjol), pembesaran
organ seperti hati dan limpa, perawakan pendek, warna kulit yang lebih hitam
akibat penumpukan zat besi sehingga dapat menyebabkan tingkat
kepercayaan diri yang rendah dan merasa inferior.
Pengobatan rutin seumur hidup dapat menyebabkan rasa jenuh dan bosan,
dapat menyebabkan beban waktu, finansial dan emosional bagi penyintas
dan orang terdekat.
Stigma sosial sehingga penyintas talasemia dilihat sebagai kesakitan, sehingga
dapat mempengaruhi keluarga, pendidikan, dan rasa kuatir saat mencari
pekerjaan dan/atau pasangan hidup penyintas
Namun, bagi penyandang Talasemia Mayor tidak perlu berkecil hati, jika pasien
Talasemia mendapatkan penanganan yang baik (transfusi dan kelasi besi yang
optimal, dengan pemantauan komplikasi yang rutin) maka penyandang
Talasemia dapat hidup layaknya orang lain pada umumnya. Hal ini juga
ditunjukkan dengan angka harapan hidup pasien Talasemia mayor terus
meningkat sejak tahun 1970 dan dapat terus meningkat seiring perkembangan
waktu.
7
Bagaimana sistem jaminan kesehatan untuk pembiayaan Talasemia?
Hingga saat ini, sebagian besar penyintas Talasemia menggunakan asuransi
kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hingga saat ini,
talasemia merupakan penyakit katastropik yang menghabiskan anggaran dana
BPJS terbesar ke-5.
Secara total, biaya terapi suportif untuk satu penyintas Talasemia Mayor sejak lahir
hingga usia 18 tahun sebesar lebih kurang 5 milyar rupiah. Sementara itu, biaya
skrining Talasemia untuk satu orang adalah Rp 550.000,00, satu kali seumur hidup.
Dengan kata lain, biaya yang dikeluarkan untuk penyintas Talasemia hingga
memasuki fase dewasa dapat digunakan untuk skrining 9.090 orang lainnya. Oleh
karena itu, upaya preventif Talasemia harus semakin dikembangkan di Indonesia.
8
Bab 3
PEMERIKSAAN LABORATORIUM TALASEMIA
DI FKTP DAN FKRTL
INFORMED CONSENT
Informed consent atau persetujuan tindakan medis merupakan persetujuan tindakan
yang diberikan oleh peserta atau pengampunya setelah diberikan informasi yang
jelas dan menyeluruh dari petugas kesehatan yang berwenang. Informed consent
diberikan dalam bentuk tertulis.
Dalam pelaksanaan program uji coba deteksi dini Talasemia bagi keluarga ring
1, semua peserta diberikan edukasi tentang Talasemia serta penjelasan
prosedur pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Setelah mendapatkan edukasi,
peserta selanjutnya memberikan informed consent sebagai tanda persetujuan
untuk menjadi peserta uji coba deteksi dini Talasemia pada keluarga ring 1 dan
akan diberikan informasi untuk melakukan pemeriksaan di FKTP yang ditun juk.
Bagi usia dewasa ≥18 tahun, informed consent ditandatangani oleh klien
sendiri, sementara untuk usia < 18 tahun ditandatangani oleh orang tua/wali.
9
7. Label identitas pasien
8. Sarung tangan
9. Desinfektan
10. Tempat sampah infeksius, tempat sampah jarum
10
15. Lepaskan jarum dari spuit. Buang jarum ke tempat sampah jarum, dan
tabung spuit ke tempat sampah infeksius.
11
A.3 Penyimpanan Darah (Whole Blood)
Setelah dilakukan pengambilan darah vena terkadang dijumpai situasi
dimana darah tidak dapat langsung diperiksa, tidak dapat langsung
ditransport ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL), atau pemeriksaan telah
selesai dilakukan. Oleh karena itu darah vena dengan antikoagulan K3EDTA
atau K2EDTA (Darah EDTA) harus disimpan dengan cara yang tepat agar
darah EDTA tidak mengalami perubahan morfologi maupun lisis.
Penyimpanan darah EDTA dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Sampel darah EDTA dapat disimpan dalam tabung primer yang berisi
antikoagulan K2EDTA atau K3EDTA.
2. Identitas pasien ditempelkan pada tabung. Identitas pasien minimal
meliputi nama lengkap dan tanggal lahir. Cantumkan tanggal
pengambilan spesimen pada label
3. Sampel darah EDTA disimpan pada suhu 2-8oC (lemari pendingin) dalam
posisi tegak. Sampel maksimal disimpan selama 5 hari sebelum
pemeriksaan analisis hemoglobin dilakukan
12
perhatikan agar spesimen tidak terpapar suhu ekstrim atau mengalami
goncangan keras.
13
KELUARGA
RING 1
Kadar HbNormal
MCV < 80 fL MCH < 27 pg
atau <11,0 g/dL
14
Rujukan laboratorium ke FKRTL dengan fasilitas HPLC atau capillary electrophoresis
dilakukan dengan mengirimkan:
1. EDTA 1 tabung
2. Sediaan apus darah tepi yang difiksasi dengan methanol
3. Data pemeriksaan hematologi: Hb, jumlah eritrosit, MCV, MCH dan data riwayat
transfusi yang dimasukkan ke dalam sistem informasi
Pada evaluasi morfologi eritrosit dari SADT perlu dilihat adanya kelainan morfologi
eritrosit sebagai berikut:
Anisopoikilositosis +/-
Sel pensil +/-
Sel target +/-
Fragmentosit +/-
Sferositosis +/-
Eritrosit berinti +/-
Inclusion bodies +/-
Kelainan lain (sebutkan)
Berdasarkan data pemeriksaan hematologi yang dikirimkan oleh FKTP, evaluasi darah
tepi, dan hasil analisis haemoglobin, maka ditarik kesimpulan dari salah satu
kemungkinan berikut ini, atau diagnosis lain bila tidak ada di dalam daftar:
15
Tidak curiga Talasemia
Talasemia beta heterozigot (pembawa sifat Talasemia beta)
Talasemia beta homozigot
Talasemia beta /HbE
Curiga Talasemia alpha
Hb E heterozigot (pembawa sifat HbE)
Homozigot HbE
Anemia sebab lain
Lainnya (sebutkan)
Berikut ini adalah gambaran laboratorium dan klinis beberapa jenis kelainan
haemoglobin bawaan yang sering dijumpai.
Talasemia beta Hb ≥ 9,0 g/dL, HbA2 >3,5%, HbF 0,5- Anemia ringan /
heterozigot MCV 55-75 fL 0,6% tanpa gejala
(pembawa sifat MCH 19-25 pg
Talasemia beta Morfologi eritrosit
mikrositik hipokrom
Talasemia beta Hb < 7,0 g/dL, HbA2 bervariasi, HbF Gejala berat sejak
homozigot MCV 50-60 fL 70-90 % usia muda,
(Talasemia MCH 14-20 pg membutuhkan
mayor) Kelainan morfologi transfusi
berat, eritrosit (transfusion
mikrositik hipokrom, dependent)
anisopoikilositosis,
eritrosit berinti
16
Morfologi eritrosit delesi, gejala berat
mikrositik hipokrom pada 3 gen delesi
Hb E heterozigot Hb 10-14,0 g/dL, HbE 25-35% Gejala ringan
(pembawa sifat MCV 55-70 fL HbA 60-75%
HbE) MCH 20-25 pg HbA2 3,4%
Morfologi eritrosit HbF tidak meningkat
mikrositik hipokrom
Anemia mikrositik hipokrom dapat pula dijumpai pada penyakit lain yang bukan
termasuk dalam kelainan haemoglobin bawaan, seperti pada tabel di bawah ini.
17
Bab 4
Penentuan Diagnosis Talasemia secara Genotip dan Fenotip di FKRTL
18
Bab 5
Konseling Genetika pada Talasemia Minor dan dan Langkah Tindak Lanjut
Konseling dilakukan oleh konselor (oleh dokter dan dokter spesialis yang terlatih untuk
memberikan penjelasan yang sederhana, informasi tentang penyakitnya, genetika,
dan langkah atau tindak lanjut hasil deteksi dini.
1. Konseling genetika diberikan kepada penyandang talasemia minor/ carrier/ trait.
2. Konseling genetika dimulai setelah individu dinyatakan dengan pasti sebagai
penyandang Talasemia Minor
3. Sebelum konseling dimulai dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai
pengertian dan tujuan konseling genetika serta edukasi tindak lanjut.
4. Konseling genetika mencakup penjelasan kepada penyandang Talasemia Minor
tentang sistem pewarisan talasemia jika kedua penyandang Talasemia Minor
menikah.
5. Penyandang Talasemia Minor tersebut dapat mengisi pohon keluarga tentang
pewarisan Talasemia dalam keluarga penyandang Talasemia itu, yang mencakup
ring 1, 2, dst.
6. Pembawa sifat Talasemia diharapkan tidak menikah dengan sesama pembawa
sifat. Jika tetap akan menikah, dianjurkan untuk tidak memiliki anak atau
mengadopsi anak. Serta informasi mengenai konsekuensi kemungkinan bayi lahir
dengan Talasemia Mayor beserta dampaknya.
19
Lampiran
INFORMED CONSENT
PERSETUJUAN/PENOLAKAN TINDAKAN MEDIS
(.............................) (.......................................)
20
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
SKRINING PASIEN TALASEMIA DI FASILITAS
STANDAR
KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
PROSEDUR
No. Dokumen No. Revisi Halaman
OPERASIONAL
Tanggal Terbit: Ditetapkan oleh:
21
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
SKRINING PASIEN TALASEMIA DI FASILITAS
STANDAR
KESEHATAN TINGKAT LANJUT
PROSEDUR
No. Dokumen No. Revisi Halaman
OPERASIONAL
Tanggal Terbit: Ditetapkan oleh:
22
TIM PENYUSUN
Pengarah :
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kontributor :
dr. Cut Putri Arianie, M.H.Kes
Dr. dr. Djumhana Atmakusuma, Sp.PD,KHOM
Dr. dr. Pustika Amalia, Sp.A (K)
dr. Iswari Setianingsih, Sp.A,(K), PhD
Dr. dr. Agus Susanto, Kosasih, Sp.PK, MARS
Dr. dr. Teny Tjitra Sari, Sp.A (K)
dr. Ludi Dhyani Rahmartani, Sp.A
dr. Aldrin NP, Sp.Ak, MARS, M.Biomed, M.Kes, SH
dr. Sylviana Andinisari, M.Sc
dr. Tiersa Vera Junita, M.Epid
Agus Sugiarto, SKM. M.Kes
Merlida Sitinjak, SKM
Nengsih Hikmah S, SKM, MKM
La Ode Hane, SKM, M.Kes
Dian Kiranawati, S. Kep, Ners
Yulia Armenda, SKM
Aryanti Natalia, SKM
Sekretariat :
Indrasila, S.Sos
Fadli Amri Tanjung, AMK
23