Anda di halaman 1dari 13

Keuangan Publik Islam Periode Klasik

A. Keuangan Publik Periode Rasulullah SAW


Dalam mengatasi persoalan keuangan, Rasulullah menerapkan beberapa strategi
yang dimana fokus membangun sebuah sistem yang tujuannya untuk bertumbuh dan
berkembang bagi kehidupan sosial, tindakan beliau diantaranya yaitu:
1. Mendirikan Masjid
Pembangunan masjid dilakukan setelah Rasulullah sampai dikota Madinah.
Rasulullah memiliki keyakinan bahwasannya dengan terbentuknya sistem, maka
akidah serta tatanan Islam terbaru akan terbentuk dan berkembang melalui
kehidupan sosial dengan didasari spirit yang terbentuk dari kegiatan masjid.
Dengan adanya masjid akan terjadi interaksi dan komunikasi anatar kaum
muslimin. Dengan adanya hal tersebut akan terjadi ukhuwah yang kuat.
Dikemudian hari, masjid tersebut dikenal dengan nama Masjid Nabawi. Masjid
Nabawi tidak hanya digunakan sebagai sarana ibadah saja, namun juga memiliki
fungsi menjadi Islamic Centre. Segala kegiatan dilakukan di sentral Islam atau
Masjid Nabawi, seperti rapat parlemen, mabes tentara, mahkamah konstitusi,
sekretaris negara, tempat pendidikan dan pelatihan bagi juru dakwah, serta baitul
maal. Dengan cara tersebut bisa menekan biaya pembangunan fasilitas yang
dimana Madinah baru terbentuk.
2. Perbaikan Terhadap Kaum Muhajirin
Hal yang dilakukan Rasullulah berikutnya yaitu memulihkan taraf ekonomi dan
kehiduoan sosial kaum Muhajirin atau warga Mekkah yang ikut hijrah ke
Madinah. Sumber pendapatan mereka hanya pada sektor pertanian dan pemerintah
belum mampu mendistribusikan bantuan dalam bentuk keuangan kepada kaum
Muhajirin. Akhirnya Rasulullah memiliki kebijakan dengan membentuk
persaudaraan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar (penduduk asli
Madinah), persaudaraan tersebut didasarkkann pada darah. Ukhuwah yang
dilakukan antara kaum Muhajirin dan Anshar didasarkan pada prinsip material,
artinya sebagian harta kaum Anshar diberikan kepada kaum Muhajirin sampai
kaum Muhajirin mendapatkan sumber pendapatan baru untuk digunakan sebagai
kelanjutan hidupnya.
3. Membentuk Konstitusi Negara
Dalam hal ini Rasulullah melakukan penyusunan Konstitusi Negara dengan
menerangkan mengenai kedaulatan Negara Madinah. Isi dari konstitusi berupa
pemerintah menjelaskan mengenai hak, kewajiban, tanggung jawab tiap warga
negara (muslim ataupun non muslim), dan terbentuknya sistem keamanan dan
pertahanan Negara. Larangan terhadap kegiatan yang dapat mengganggu
keseimbangan kehidupan manusia dan alam. Atas larangan tersebut Rasulullah
mencegah tiap orang untuk tidak memotong rumput, memasukkan senjata ke Kota
Madinah untuk tujuan kekerasan, serta menebang pohon.
4. Meletakkan Dasar-Dasar Sistem Keuangan Negara
Dasar-dasar sistem keuangan yang diterapkan Rasulullah berdasarkan prinsip Al-
Quran. Segala paradigma pemikiran ekonomi yang melenceng dari ajaran Al-
Quran dihapus kemudian diganti dengan cara-cara yang selaras dengan ajaran Al-
Quran, yaitu, persamaan, persaudaraan, keadilan, dan kebebasan (Suharyono,
2019).

Keuangan dan Pajak


Pada zaman Rasulullah memimpin, hal-hal tentang belanja negara terdiri dari dua
bagian, yaitu belanja dalam hal pokok dan sekunder. Hal pokok yang perlu mengeluarkan
biaya meliputi anggaran pertahanan negara, distribusi zakat dan usr bagi yang berhak
memperoleh, untuk gaji pejabat pemerintahan, serta untuk membayar hutang negara dan
santunan bagi musafir. Hal yang sifatnya sekunder dan memerlukan biaya diantaranya
digunakan bagi pelajar yang melakukan studi di Madinah, suguhan hiburan bagi delegasi
perwakilan keagamaan dan perwakilan suku, hadian bagi pemerintah lain, dan untuk
pelunasan utang bagi umat yang wafat dalam kondisi miskin. Pengelolaan sumber
pendapatan dan pengeluaran Negara dipercayakan kepada Baitul Maal dengan
menerapkan asas balance budget (anggaran berimbang), artinya penerimaan habis dipakai
untuk kebutuhan negara (Government Expenditure) (Darmawati & Aisyah, 2021).

Sumber Pendapatan Negara


Dalam ekonomi Islam, sumber instrumen kebijakan fiskal yaitu dari zakat, infaq,
sedekah dan wakaf. Untuk zakat memang wajib dibayarkan jika sudah mencapai
nisabnya, selain zakat tadi sifatnya adalah sukarela (Karbila, et al., 2020). Pada periode
Rasulullah instrumen kebijakan fiskal diperoleh dengan dua jenis, yaitu sumber
pendapatan primer dan sekunder.
a. Pendapatan Primer
1. Kharaj
Kharaj merupakan pajak tanah yang diambil dari non muslim yang wilayahnya
ditaklukan pasukan Islam (Karbila, et al., 2020). Tanah tersebut diambil pasukan
Islam lalu pemilik tanah yang lama mempunyai hak kelola dengan cara menyewa
dan mau menyetorkan sebagian hasil garapannya pada negara. Jumlah Kharajnya
tetap, yaitu setengah hasil produksi (Suharyono, 2019).
2. Infaq
Dalam Islam, kaitannya infaq yaitu pengalokasian pendapatan individu guna
memenuhi petunjuk syariat. Anjuran akan hal ini dijelaskan pada Al-Quran surat
Al-Baqarah (2): 195. Jenis infaq ada dua, infaq wajib yaitu zakat, dan infaq sunah
yaitu pembagian harta seorang individu di jalan Allah. Kuantitas zakat sudah
ditentukan,tetapi infaq sunah kuantitasnya tidak ditentukan, disesuaikan
kemampuan individu tersebut (Al Arif dalam Suharyono, 2019).
3. Ushr
Ushr merupakan pajak yang diterapkan pada barang dagangan yang masuk
kedalam wilayah negara Islam, atau asalnya dari negara Islam sendiri. Bentuk
pajak ini merupakan bea impor yang diterapkan untuk pedagang dengan skema
pembayaran satu kali dalam setahun dengan berlaku pada kriteria harga barang
nilainya diatas 200 dirham. Lokasi penarikan ushr dilakukan pada pos perbatasan
negara Islam (Gultom, et al,. 2019).
4. Ghanimah dan Fay
Ghanimah yaitu harta yang perolehannya dengan cara berperang melawan musuh
kaum muslimin. Pembagian harta tersebut dengan model 4/5 bagian untuk
pasukan yang melakukan perang karena telah berani mempertaruhkan nyawa dan
keahlian mereka saat perang. 1/5 bagian sisanya dibagikan untuk kesejahteraan
masyarakat, keluarga Nabi, anak yatim, musafir, serta orang miskin (Oktaviana &
Harahap, 2020). Fay sendiri merupakan harta rampasan dari musuh Islam tanpa
terjadi peperangan. Jadi, sebelum peperangan terjadi pihak musuh akan diberikan
pilihan untuk menyerah atau tidak, jika menyerah maka hartanya harus diserahkan
ke kaum muslimin sebagai rampasan perang dan tidak akan diperangi (Karbila, et
al., 2020).
5. Khums
Khums adalah 1/5 bagian dari harta rampasan perang (ghanimah) yang digunakan
untuk Rasul, kesejahteraan umum, kerabat, anak yatim, musafir, serta orang
miskin (Suharyono, 2019).
6. Jizyah
Jizyah merupakan pajak yang dibayar oleh non muslim sebagai jaminan atau
pengganti atas fasilitas atau pelayanan soasal-ekonomi dan jaminan keamanan
yang diberikan oleh negara Islam. Khusus bagi anak kecil dan perempuan tidak
dikenakan Jizyah meskipun orang kaya.
7. Kaffarah
Kaffarah merupakan jenis pungutan berupa denda karena melanggar peratura
syariat Islam. Contohnya diterapkan pada pasangan suami istri yang melakukan
hubungan badan di siang hari bulan Ramadhan (Karbila, et al., 2020).
b. Pendapatan Sekunder
1. Uang tebusan untuk para tawanan perang
Hal ini terjadi khusus pada perang badar. Dimana selain perang badar tidak
dijelaskan jumlah uang tebusan tawanan perang, bahkan saat perang Hunain
terdapat 6000 tawanan perang yang dibebaskan tanpa menyerahkan uang tebusan.
2. Pinjaman-pinjaman
Peristiwa ini terjadi setelah penaklukan kota Mekkah untuk membayar
pembebasan kaum Muslimin dari Judhaimah atau sebelum pertempuran Hawazin
30.000 dirham dari Abdullah bin Rabiah serta meminjam beberapa pakaian dan
hewan-hewan tunggangan dari Sofwan bin Umayyah.
3. Khumuz atau Rikaz, merupakan harta karun masa sebelum Islam.
4. Wakaf
Wakaf merupakan harta benda yang diberikan dari seorang Muslim guna
kepentingan agama di jalan Allah dan pendapatannya disimpan pada Baitul Maal
(Suharyono, 2019).
5. Amwal Fadhla
Merupakan harta orang Muslimin yang meninggal dan tidak ada ahli warisnya
atau harta seorang muslim yang telah lalu pergi meinggalkan daerahnya (Fauzi, et
al., 2019).
6. Nawaib
Nawaib sendiri merupakan pajak yang dikenakan pada kaum Muslimin kaya
dengan jumlah yang cukup besar yang digunakan untuk menutupi pengeluaran
negara pada saat kondisi darurat seperti yang terjadi saat perang tabuk (Adam,
2020).
7. Zakat fitrah
8. Bentuk lain sadaqah seperti kurban
Denda yang diterapkan karena kesalahan yang dilakukan seorang Muslim ketika
melakukan aktivitas ibadah, misalnya berburu ketika musim haji (Suharyono,
2019).

Baitul Maal
Konsep Baitul Mal dikenalkan pada jaman Rasulullah SAW. Pada waktu itu
didirikan sebuah lembaga keuangan yang bertugas mengelola keuangan negara. Dengan
begini Rasulullah dianggap seorang kepala negara yang pertama kali mengenalkan
konsep ini pada bidang keuangan negara, caranya yaitu seluruh hasil penghimpunan
negara disatukan dahulu lalu digunakan secukupnya untuk keperluan negara. Hasil
penghimpunan merupakan kepunyaan negara, bukan kepunyaan individu.

Di zaman tersebut Bayt al-Mal belum memiliki lokasi khusus guna menyimpan
harta, sebab waktu itu harta yang didapat belum banyak. Walaupun ada, harta yang
didapat hampir selalu habis didistribusikan untuk kaum muslimin dan dibelanjakan guna
pemeliharaan kegiatan mereka. Harta ghanimah yang didapat setelah peperangan oleh
Rasulullah selalu segera dibagikan tanpa menunda-nunda. Karena hal tersebut harta
benda yang tersimpan belum banyak dan memerlukan sebuahh tempat atau arsip khusus
untuk mengelolanya (Adam, 2020).

B. Keuangan Publik Periode Khulafaur Rasyidin


1. Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq
Pada periode kepemimpinan Abu Bakar As-Shidiq kondisinya seperti zaman
Rasulullah, inovasi dan perubahan pada bidang keuangan dan ekonomi negara masih
sedikit terjadi. Keadaan ini karena Abu Bakar ingin menjaga eksistensi Islam serta
kaum Muslimin. Fokus lain dalam periode ini yaitu memerangi orang-orang yang
menolak membayar zakat setelah meninggalnya Rasulullah, orang murtad, serta
munculnya nabi palsu (Oktaviana & Harahap, 2020). Harta yang telah dikumpulkan
tadi kemudian dipakai untuk membayar gaji pejabat negara serta dipakai untuk tujuan
kesejahteraan umat (Rahmah & Idris, 2019).
Pendapatan negara berasal dari zakat yang telah dikumpulkan kemudian
disimpan pada Baitul Mal lalu langsung dibagikan kepada orang-orang muslim
sampai tidak ada sisa. Abu Bakar juga melaksanakan kebiijakan yang dilakukan
Rasulullah yaitu kebijakan pembagian tanah hasil rampasan perang. Maka dari itu,
harta Baitul Mal pada periode Abu Bakar tidak pernah mengendap dalam waktu yang
lama sebab langsung dibagikan kepada umat muslim. Sampai wafatnya Abu Bakar
As-Shidiq harta yang tersisa dalam perbendaharaan Negara hanya satu dirham.
Dengan begitu ketika pendapatan negara meningkat semua kaum muslimin
memperoleh manfaat yang setara dan tidak aka membiarkan umatnya hidup dalam
kemiskinan (Oktaviana & Harahap, 2020).
2. Khalifah Umar bin Khattab
Pada periode Umar bin Khattab pendapatan Negara mengalami peningkatan
yang cukup baik. Umar memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta Baitul Mal
secara keseluruhan, tetapi dengan skema penggunaan secara bertahap mengacu pada
kebutuhan yang ada atau digunakan sesuai kebutuhan, dan hartnya ada yang dijadikan
cadangan (Oktaviana & Harahap, 2020). Pada periode kepemimpinan Umar, keadaan
Baitul Mal menjadi semakin baik, sistem adminitrasi yang dibentuk tertib dengan
adanya peningkatan pada basis harta zakat serta sumber pendapatan lainnya. Umar bin
Khattab memiliki kuasa penuh mengenai pengelolaan harta Baitul Mal dan melarang
penggunaan harta Baitul Mal untuk keperluan pribadi. Tunjangan bagi Khalifah tiap
tahunnya yaitu 5000 dirham, pakian musim panas dua stel, pakaian musim dingin dua
stel, dan satu binatang yang digunakan untuk tunggangan melaksanakan ibadah haji.
Tugas Khalifah dan amil disini terbatas sebagai pemegang amanah.

Tentang pajak pada zaman Umar bi Khattab, Umar membuat kb=ebijakan


bahwa untuk umat muslim wajib membayar zakat dan sudah ada ketentuan Islam.
Untuk umat non muslim diwajibkan membayar yang dinamakan dengan kharaj, dan
jizyah (Rahmah & Idris, 2019). Tanggung jawab negara berupa merawat para janda,
anak terlantar, anak yatim, untuk biaya pemakaman umat miskin, melunasi hutang
orangg yang mengalami kebangkrutan, dan menebus diyat dalam perkara tertentu.

Terkait dengan pendistribusian harta Baitul Mal, Umar membentuk


membentuk beberapa departemen, diantaranya adalah Departemen Pelayanan Militer,
Departemen Kehakiman dan Eksekutif, Departemen Pendidikan dan Pengembangan
Islam, Departemen Jaminan Sosial (Oktaviana & Harahap, 2020).

Selanjutnya sektor yang dianggap penting untuk membangkitkan


perekonomian oleh Umar bbin Khattab yaitu bidang pertanian. Tindakan yang
dilakukan oleh Umar untuk sektor pertanian dengan menarik kembali orang yang
pernah terjun ke bidang pertanian disertai dengan pemberian hadiah. Namun ada
konsekuensi akan hal ini, jika dalam tiga tahun masa kerja orang tersebut gagal, maka
akan kehilangan hak atas kepemilikan tanah.

Umar bin Khattab melakukan sendiri atas kontrol dan pengawasan mekanisme
pasar dengan cara perjalanan kaki mandiri. Pada periode tersebut mata uang juga
sudah terbentuk. Dalam aktivitas perdagangan ditetapkan oleh Umar bahwa pedagang
dari Persia dan Romawi mendapatkan jatah sendiri sebab negara-negara ini
memperlakukan pedagang berasal dari Madinah dengan baik saat berada dinegaranya.
Kebijakan ini dalam perdagangan internasional biasa disebut dengan
principlefreciprocity (Rahmah & Idris, 2019).

Klasifikasi pendapatan negara pada periode pemerintahan Umar bin Khattab


dibagi kedalam empat bagian, yaitu:
a. Zakat
b. Khums dan sedekah
c. Kharaj, Ushr,fai, dan jizyah
d. Pendapatan lain-lain.

Peruntukan lain dari dana Baitul Mal digunakan untuk pembayaran dana
pensiun dan menjadi pengeluaran negara terpenting. Pengeluaran terpenting lain yang
selanjutnya ydigunakan untuk anggaran pertahanan Negara dan pembangunan
(Oktaviana & Harahap, 2020).

3. Khalifah Utsman bin Affan


Periode kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan berjalan selama 12 tahun.
Enam tahun pertama pemerintahan, beliau melakukan tindakan berupa penataan baru
yang berpatokan pada kebijakan periode Umar bin Khattab. Beliau juga membangun
saluran air, membangun jalan, mendirikan organisasi kepolisian permanen yang
ditugaskan untuk keamanan jalur perdagangan. Khalifah Utsman bin Affan
menggunakan prinsip keutamaan dalam hal pendistribusian harta Baitul Mal, prinsip
ini juga digunakan pada periode Umar bin Khattab (Oktaviana & Harahap, 2020)

Hal lain yang dilakukan Khalifah Utsman bin Affan yaitu membentuk armada
laut dibawah naungan Muawiyah, hingga sukses membangun supermasi kelautan
pada kawasan Mediterania. Kebijakan Utsman dengan tidak memungut gaji dari
kantornya lalu gaji tersebut dialihkan kedalam kebendaharaan negara. Utsman bin
Affan masih mempertahankan pemberian bantuan dan santunan uang dengan
kuantitas berbeda-beda kepada umat pada tingkatan yang lebih tinggi. Dalam hal
pengelolaan zakat, Khalifah memberikan kewenangan penaksiran harta yang masuk
kategori zakat kepada pemiliknya sendiri-sendiri. Kegiatan ini dilakukan dengan
tujuan supaya zakat terhindar dari usikan dan pengawasan kekayaan yang yang rancu
dari beberapa oknum.

Pengahpusan aturan dari periode Abu Bakar dan Umar tentang zakat yang
dijadikan pajak oleh Utsman binAffan memiliki alasan bahwasannya zakat
merupakan aktifitas individu. Perihal kontrol harga pasar yang dilakuakn Utsman
bahwasanya harga pasar yang berlaku atas dasar keputusan diskusi kaum muslimin
yang dilakukan setelah shalat berjamaan (Rahmah & Idris, 2019).

4. Khalifah Ali bin Abi Thalib


Ali bin Abi Thalib merupakan Khalifah keempat. Sistem yang digunakan
dalam pembagian harta Baitul Mal yaitu sistem pemerataan. Khalifah Ali juga
menerapkan pajak kepada setiap pemilik hutan senilai 4000 dirham serta memberi
izin kepada Ibnu Abbas dan Gubernur Kufah untuk mengambil zakat dari sayuran
segar untuk di distribusikan setiap hari kamis dan dihari itu pula seluruh perhitungan
dirampungkan lalu hari sabtu untuk memulai perhitungan baru. Kebijakan lain yang
diterapkan Khalifah Ali yaitu pencetakan mata uang koin dengan atas nama Negara
Islam. Atas kebijakan tersebut bisa dilihat bahwa pada periode pemerintahan Ali
masyarakat sudah menguasai teknologi peleburan besi dan pencetakan koin. Akan
tetapi yang dizaman Ali tidak sampai beredar luas sebab pemerintahan Ali hanya
berlangsung singkat karena pada tahun ke enam kepemerintahaanya sang Khaliafh
terbunuh.
Khalifah Ali bin Abi Thalib mempunyai sebuah konsep mengenai pemerintah,
asministrasi umum serta peroalan yang berkaitan. Konsep tersebut dipaparkan dalam
sebuah surat yang ditujukan pada Malik Ashter bin Harits. Surat tersebut berisi
tentang deskripsi tugas, kewajiban dan tanggung jawab untuk penguasa pada aspek
pengelolaan berbagai prioritas penerapan dispensasi keadilan dan kontrol pada pejabat
tinggi dan para stafnya (Oktaviana & Harahap, 2020).

C. Keuangan Publik Periode Umayyah


Bahasan dalam bagian ini mengulas tentang keuangan publik pada periode
Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang umumnya para sejarwan berpendapat bahwa Umar
bin Abdul Aziz merupakan salah satu khalifah terbesar dinasti Umayyah selan Muawiyah
dan Abdul Malik (Hasibuan, et al., 2021). Awal kepemimpinannya berfokus dalam hal
pemulihan dalam negeri dengan cara peningkatan kemakmuran rakyat dan menerapkan
kebijakan sederajat atau egaliter. Setelah dikukuhkan menjadi seorang khalifah beliau
memanggil keluarga kerajaan dan memohon agar menyerahkan harta yang didapat
dengan cara syubhat dan haram pada Baitul Mal. Khalifah Umar bin Abdul Aziz
melakukan hal serupa dengan memberikan hartanya baik tanah, perhiasan, serta
sandangan keluarganya kepada Baitul Mal (Qoyum, et al., 2021).

Pengelolaan keuangan publik pada periode Umar bin Abdul Aziz dilakukan di
Baitul Maal. Sumber pendapatan Baitul Mal pada periode ini berasal dari zakat, kharaj,
jizyah, ghanimah dan fai, usyur, dan dharibah (pajak). Periode Umar bin Abdul Aziz
pengeluaran Baitul Mal ada jenis yaitu untuk keperluan umum dan keperluan Negara.

Terdapat beberapa kebijakan yang dilakukan oleh Umar mengenai pengelolan


keuangan publik dimana hal tersebut terdiri dari:
1. Zakat dipulihkan seperti semula menjadi sebuah badan yang menaungi
pendapatan Negara, hal terkait ini berupa penyalinan dokumen Nabi mengenai
zakat serta menyusun manajemen zakat yang tertata
2. Memaksimalkan pendapatan Kharaj, aktivitas yang dilakukan berupa pemugaran
tanah pertanian, menyetop fenomena privatisasi tanah kharaj, memberlakukann
keadilan serta kemudahan mengenai beban kharaj.
3. Penetapan jizyah yang relatif tinggi
4. Kebijakan pemberlakuan pajak dengan adil, hal yang dilakukan dengan
menghilangkan pajak yang tidak sesuai syariat dan mengaplikasikan prinsip
keadilan pada kegiatan pemungutan pajak.
5. Penumpasan aktivitas korupsi serta nepotisme, cara yang dilakukan yaitu
mengembalikan madzalim, membasmi korupsi, larangan aktivitas bisnis oleh
pejabat negara, larangan gratifikasi bagi pejabat negara, penumpasan kerja paksa,
aturan larangan untuk tidak memanfaatkan aset negara.
6. Aktivitas penghematan, tepat guna, serta memangkas birokrasi (Darmawati &
Aisyah, 2021)

Pengaruh dari Kebijakan Keuangan Publik Umar bin Abdul Aziz yaitu rakyat
yang sejahtera semakin meningkat terlihat dari orang kaya yang susah dalam memberikan
sedekahnya sebab yang sebelumnya menerima sedekah saat itu sudah menjadi masyarakat
yang berkecukupan. Meningkatnya daya beli masyarakat karena meningkatnya
pendapatan masyarakat dan berdampak dalam pendapatan negara. Berkurangnya orang
miskin, sebab adanya kebijakan bagi penduduk yang tidak bisa membayar hutang maka
akan dibantu pelunasannya oleh Negara. Berkurangnya pajak karena banyak penduduk
non muslim yang mualaf karena perintah dari Umar bin Abdul Aziz agar menyetop
pengambilan pajak yang berasal dari oenduduk beragam Nasrani.terwujudnya kenyaman
serta keamanan sosial karena kebijakan Umar bin Abdul Aziz tentang penghentian
pertempuran padda non Muslim di wilayah yang ditaklukan. Sebagai gantinya ekpansi
wilayah dengan cara dakwah dengan bijak dan halus (Khoirulina, 2020).

D. Keuangan Publik Periode Abbasiyah


Pada masa daulah Abbasiyah terjadi kemajuan dalam hal keuangan publik karena
upaya konsolidasi serta penataan administrasi birokrasi, mendirikan sebuah lembaga-
lembaga seperti protokol negara, membentuk sekretaris negara, membentuk kepolisian
negara, dan memperbaiki angkatan perang, serta mendirikan lembaga kehakiman untuk
negara.
Penarapan politik ekonomi yang bertujuan mengangkat kemakmuran masyarakat
dilakukan oleh pemerintah Abbasiyah. Penerimaan publik berasal dari pertanian yang
pada waktu sebelumnya telah ditetapkan kebijakan perbaikan irigasi, peningkatan
pertambangan, dan pengembangan pada bidang perdagangan dengan membuat kebijakan
membuka jalur transrit perdagangan dan berhasil menambah kekayaan yang membuat
Bashrah menjadi pelabuhan vital.
Pengeluaran atau belanja publik di implementasikan berdasar politik ekonomi
pihak eksekutif dalam usaha menaikkan bidang pertanian dengan menetapkan kebijakan
pembelaan terhadap hak kaum penati. Pada sektor perdagangan, usaha untuk
peningkatannya dilakuka pembuatan sumur-sumur, mendirikan bangunan istirahat bagi
khalifah dagang, membentuk armada perang, dan melakukan penjagaan pada pantai dan
pelabuhan.
Periode kepemimpinan Harun al-Rashid mengalami perkembangan pesat dalam
hal ekonomi dan kemakmuran negara pada fase puncak. Sumber pendapatan publik
diperiksa kebenarannya dan mengatur kembali pengelolaan pada Baitul Mal. Pendapatan
publik berasal dari kharaj, jizyah, ghanimah dan fai, zakat, ushr, sedekah, wakaf, dan
amwal fadillah. Belanja publik digunakan untuk penelitian ilmiah dan penerjemahan buku
Yunani, dana pertahanan dan anggaran teratur pegawai, biaya tahanan untuk pengadaan
bahan makanan serta pakaian.
Pemungutan pajak dapat dilakukan menggunakan tiga metode, pertama, al-
muhasabah yaitu penarikan pajak berdasarkan luas kepemilikan tanah. Kedua, al-
muqasamah, penarikan pajak berdasarkan hasil panen. Ketiga, al-muqatha’ah penarikan
pajak berdasarkan kesepakatan pemilik dengan pemerintah.
Public Revenues juga didapat dari hasil pertanian yang dikelompokan dalam dua
macam tanah garapan, yaitu timar dan ziamat. Hasil timar diberikan seluruhnya pada tuan
tanah, petanai hanya memperoleh bagian yang cuma cukup untuk memenuhi kebutuhan
hariannya. Tiap individu pemilik timar wajib memberikan dua hingga empat kuda atau
calon tentara angkatan laut untuk pemerintah, selain menyetor pajak kekayaan. Dengan
meluncurkan pengawas untuk mendukung kegiatan tersebut. Zimat sendiri adalah
tanahgarapan dari pemerintah untuk petani agar diolah. Pemilik tanah memiliki kewajiban
membayar pajak dan menyerahkan beberapa calon tenatar berdasarkan luas ziamat
miliknya.
Belanja publik di implementasikan berdasarkan prinsip efisiensi. Pengeluaran
negara digunakan juga untuk sekolah, panti asuhan, pembangunan masjid, rumah sakit,
pemandian umum, penginapan, sertavpusat tarekat (Jaelani, 2018).
Dalam hal anggaran pengeluaran negara dalam dinasti abbasiyah meluputi
administrasi pemerintahan, pertahanan militer, administrasi wilayah pemerintahan,
perdagangan, pertanian, dan industri, islamisasi pemerintahan, kajian penelitian, dan
pendidikan, kesenian, serta arsitektur (Saprida, et al,. 2021).
Referensi
Adam, K. (2020). Analisis Baitul Mal Sebagai Sumber Keuangan Publik Berbasis
Maqashid Syariah. KASABA: JURNAL EKONOMI ISLAM, 12(2), 138-149.

Darmawati, & Aisyah, L. (2021). Etika Keuangan Publik Islam. Palembang: Bening media
Publishing.

Fauzi, I., Prashinta, A. W., Wibowo, A., Berlianto, Raida, E., Herawaty, E., et al. (2019).
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Masa Rasulullah sampai Masa Kontemporer.
Yogyakarta: K-Media.

Gultom, R. Z., Siregar, M. R., & Masrizal. (2019). Keuangan Publik Islam: Zakat Sebagai
Instrumen Utama Keuangan Negara. Hukum Islam, 19(2), 100-116.

Hasibuan, S. W., Shiddieqy, H. A., Kamal, A. H., Sujono, R. I., Triyawan, A., Fajri, M. Z., et al.
(2021). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung: Media Sains Indonesia.

Jaelani, A. (2018). KEUANGAN PUBLIK Analisis Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.


Cirebon: CV. AksaraSatu.

Karbila, I. H., Helim, A., & Rofii, R. (2020). Kebijakan Fiskal pada Masa Rasulullah dan
Sekarang. Al-Muqayyad, 3(2), 153-168.

Khoirulina, C. (2020). Pengelolaan Keuangan Publik Islam Pada Masa Khalifah Umar Bin
Abdul Aziz. Investama: Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 4(1), 48-60.

Oktaviana, M., & Harahap, S. B. (2020). Kebijakan Fiskal Zaman Rasulullah Dan
Khulafarasyidin. Nazharat: Jurnal Kebudayaan, 26(01), 283-307.

Qoyum, A., Nurhalim, A., Fithriady, Pusparin, M. D., Ismail, N., Haikal, M., et al. (2021).
Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan
Syariah - Bank Indonesia.

Rahmah, N., & Idris, M. (2019). Masa Keemasan Keuangan Islam (Perspektif Sejarah).
Jurnal Ekonomi Bisnis Syariah, 2(1), 1-21.

Saprida, Barkah, Q., & Umari, Z. F. (2021). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta:
Kencana.
Suharyono. (2019). Kebijakan Keuangan Publik Masa Rasulullah. JURNAL AGHINYA
STIESNU BENGKULU, 2(1), 120-133.

Anda mungkin juga menyukai