Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH SEJARAH TENTANG

KERAJAAN ACEH

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 :
1. RAFLY ATTIYAH ALKHAIRI
2. M. FARRAS ISLAMI
3. RIRIN
4. RAHMA DANIA PUTRI

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 KAMPAR


JL. A. RAHMAN SAMAD
KEC. KUOK
KAB. KAMPAR
RIAU
T.A. 2022/2023
Kata Pengantar

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah dengan judul “ Kerajaan Aceh”

Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada bapak Nurmisuari
selaku guru pembimbing.Berkat tugas yang diberikan beliau, dapat menambah wawasan
penulis berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran dari
pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Kuok, 17 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.......................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................1
1.3 Tujuan .................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Kerajaan Aceh.........................................................................2


2.2 Aspek Kehidupan Kerajaan Aceh........................................................3

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................5
3.2 Saran.....................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................6

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarah dan peradaban
bangsanya, dan berusaha melestarikannya sehingga di kenal pula oleh Bangsa-bangsa
lain di dunia. Sebagaimana halnya Aceh yang dulunya merupakan negara Islam
termasyhur di kawasan Asia Tenggara dengan julukan “Serambi Mekkah” bahkan
dikenal pula sebagai salah satu negara yang makmur di antara lima negara terkuat di
dunia, yaitu : Aceh, Aqra, Maroko, Istanbul, dan Isfahan (Persia). Aceh yang terletak
di ujung pulau Sumatra sekarang merupakan salah satu provinsi dalam negara
Indonesia yang disebut Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Aceh sebelum
bergabung dengan Indonesia pada tahun 1945 merupakan wilayah kerajaan Islam
yang beribukota Banda Aceh. Asal nama Aceh juga terdapat cerita di dalam sebuah
buku bangsa Pegu (Hindia Belakang) yang menceritakan perjalanan Budha ke Indo
Cina dan kepulauan Melayu. Mereka melihat di atas gunung di pulau Sumatra.
Sebuah pancaran cahaya beraneka ragam warna dari gunung itu, sehingga mereka
berseru : “Acchera Bata (Atjaram Bata Bho = Alangkah indahnya) jadi dari kata
itulah kemudian menjadi asal sebutan nama Aceh. Gunung yang bercahaya itu di
ceritakan terletak dekat pasai yang sekarang tidak ada lagi karena telah di tembak
hancur dengan meriam oleh kapal perang Portugis.

J. Kreemer dalam bukunya “Atjeh” (Leiden 1922) mengatakan bahwa kerajaan


Aceh pasti belum tahun 1500 sudah berdiri dengan kuat dan megahnya, untuk
mengetahui dari mana tepatnya asalnya mula orang Aceh belum di dapat data-data
yang relatif akurat dalam sejarah kini mungkin seseorang menemukan di antara
penduduk Pribumi Aceh orang dengan ciri-ciri bangsa Melayu, Pakistan, India, Cina
dan bahkan dalam jumlah yang lebih kecil orang-orang dengan ciriciri Portugis,
Turki, Arab, dan Parsi

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah kerajaan Aceh ?
2. Bagaimana aspek sosial, politik, budaya dan agama kerajaan tersebut ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah kerajaan Aceh
2. Untuk mengetahui aspek sosial, politik, budaya dan agama kerajaan tersebut

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah kerajaan Aceh


Kerajaan Aceh dirintis oleh Mudzaffar Syah. Ketika awal kedatangan Bangsa Portugis
di Indonesia, tepatnya di Pulau Sumatra, terdapat dua pelabuhan dagang yang besar sebagai
tempat transit para saudagar luar negeri, yakni Pasai dan Pedir. Pasai dan Pedir mulai
berkembang pesat ketika kedatangan bangsa Portugis serta negara-negara Islam. Namun
disamping pelabuhan Pasai dan Pedir, Tome Pires menyebutkan adanya kekuatan ketiga,
masih muda, yaitu “Regno dachei” (Kerajaan Aceh).
Aceh berdiri sekitar abad ke-16, dimana saat itu jalur perdagangan lada yang semula
melalui Laut Merah, Kairo, dan Laut Tengah diganti menjadi melewati sebuah Tanjung
Harapan dan Sumatra. Hal ini membawa perubahan besar bagi perdagangan Samudra Hindia,
khususnya Kerajaan Aceh. Para pedagang yang rata-rata merupakan pemeluk agama Islam
kini lebih suka berlayar melewati utara Sumatra dan Malaka. Selain pertumbuhan ladanya
yang subur, disini para pedagang mampu menjual hasil dagangannya dengan harga yang
tinggi, terutama pada para saudagar dari Cina. Namun hal itu justru dimanfaatkan bangsa
Portugis untuk menguasai Malaka dan sekitarnya. Dari situlah pemberontakan rakyat pribumi
mulai terjadi, khususnya wilayah Aceh
Pada saat itu Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan
Ibrahim, berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir pada tahun 1520. Dan pada
tahun itu pula Kerajaan Aceh berhasil menguasai daerah Daya hingga berada dalam
kekuasaannya. Dari situlah Kerajaan Aceh mulai melakukan peperangan dan penaklukan
untuk memperluas wilayahnya serta berusaha melepaskan diri dari belenggu penjajahan
bangsa Portugis. Sekitar tahun 1524, Kerajaan Aceh bersama pimpinanya Sultan Ali
Mughayat Syah berhasil menaklukan Pedir dan Samudra Pasai. Kerajaan Aceh dibawah
pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah tersebut juga mampu mengalahkan kapal Portugis yang
dipimpin oleh Simao de Souza Galvao di Bandar Aceh
Setelah memiliki kapal ini, Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim bersiap-siap
untuk menyerang Malaka yang dikuasai oleh Bangsa Portugis. Namun rencana itu gagal.
Ketika perjalanan menuju Malaka, awak kapal dari armada Kerajaan Aceh tersebut justru
berhenti sejenak di sebuah kota. Disana mereka dijamu dan dihibur oleh rakyat sekitar,
sehingga secara tak sengaja sang awak kapal membeberkan rencananya untuk menyerang
Malaka yang dikuasai Portugis. Hal tersebut didengar oleh rakyat Portugis yang bermukim
disana, sehingga ia pun melaporkan rencana tersebut kepada Gubernur daerah Portugis
Selain itu sejarah juga mencatat, usaha Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim
untuk terus-menerus memperluas dan mengusir penjajahan Portugis di Indonesia. Mereka
terus berusaha menaklukan kerajaan-kerajaan kecil yang ada di sekitar Aceh, dimana
kerajaan-kerajaan tersebut merupakan kekuasaan Portugis, termasuk daerah Pasai. Dari
perlawanan tersebut akhirnya Kerajaan Aceh berhasil merebut benteng yang terletak di Pasai

2
Hingga akhirnya Sultan Ibrahim meninggal pada tahun 1528 karena diracun oleh salah
seorang istrinya. Sang istri membalas perlakuan Sultan Ibrahim terhadap saudara laki-
lakinya, Raja Daya. Dan ia pun digantikan oleh Sultan Alauddin Syah. Sultan Alauddin Syah
atau disebut Salad ad-Din merupakan anak sulung dari Sultan Ibrahim. Ia menyerang Malaka
pada tahun 1537, namun itu tidak berhasil. Ia mencoba menyerang Malaka hingga dua kali,
yaitu tahun 1547 dan 1568, dan berhasil menaklukan Aru pada tahun 1564. Hingga akhirnya
ia wafat 28 September 1571. Sultan Ali Ri’ayat Syah atau Ali Ri’ayat Syah, yang merupakan
anak bungsu dari Sultan Ibrahim menggantikan kedudukan Salad ad-Din. Ia mencoba
merebut Malaka sebanyak dua kali, sama seperti kakaknya, yaitu sekitar tahun 1573 dan
1575. Hingga akhirnya ia tewas pada tahun 1579
Sejarah juga mencatat ketika masa pemerintahan Salad ad-Din, Aceh juga berusaha
mengambangkan kekuatan angkatan perang, mengembangkan perdagangan, mengadakan
hubungan internasional dengan kerajaan-kerajaan Islam di Timur Tengah, seperti Turki,
Abysinia, dan Mesir. Bahkan sekitar tahun 1563, ia mengirimkan utusannya ke
Konstantinopel untuk meminta bantuannya kepada Turki dalam melakukan penyerangan
terhadap Portugis yang menguasai wilayah Aceh dan sekitarnya. Mereka berhasil menguasai
Batak, Aru dan Baros, dan menempatkan sanak saudaranya untuk memimpin daerah-daerah
tersebut.
Di bawah kekuasannya kendali kerajaan berjalan dengan aman, tentram dan lancar.
Terutama daerah-daerah pelabuhan yang menjadi titik utama perekonomian Kerajaan Aceh,
dimulai dari pantai barat Sumatra hingga ke Timur, hingga Asahan yang terletak di sebelah
selatan. Hal inilah yang menjadikan kerajaan ini menjadi kaya raya, rakyat makmur sejahtera,
dan sebagai pusat pengetahuan yang menonjol di Asia Tenggara

2.2 Aspek Kehidupan Kerajaan Aceh


1) Aspek Sosial
Adalanya penggolongan masyarakat menjadi beberapa golongan, yaitu teuku
(kaum bangsawan), golongan teungku (Kaum ulama yang memegang),
Hulubalang (prajurit) serta rakyat biasa. Antara Golongan teuku dan Teungku
sering timbul persaingan yang mengakibatkan melemahnya kerajaan Aceh.

2) Aspek Politik
Aceh tumbuh secara cepat menjadi kerajaan besar karena didukung oleh
letaknya yang strategis, kemudian Kerajaannya memiliki Bandar pelabuhan.
Aceh juga memiliki daerah yang kaya akan tanaman lada. Tanaman ini sendiri
merupakan komoditi ekspor yang sangat penting. Selain itu, jatuhnya malaka
ke tangan Portugis menyebabkan pedagang Islam banyak singgah ke Aceh,
ditambah Jalur pelayaran beralih melalui sepanjang pantai barat Sumatera

3) Aspek Budaya
Kehidupan budaya dapat dilihat landasan hukum yang berlaku yang didasari
dari ajaran Islam. Hukum adat ini disebut hukum adat Makuta Alam.
Berdasarkan hukum ini, pengangkatan seorang sultan diatur dengan
sedemikian rupa dengan melibatkan ulama dan perdana menteri. Sisa-sisa
arsitektur bangunan peninggalan kesultanan Aceh keberadaannya tidak terlalu
3
banyak, disebabkan karena sudah terbakar pada masa perang Aceh. Beberapa
bangunan yang masih tersisa contohnya seperti Istana Dalam Darud Donya
yang sekarang menjadi Pendopo Gubernur Aceh. Selain istana, beberapa
peninggalan yang masih dapat kita lihat sampai sekarang seperti Masjid Tua
Indrapuri, Benteng Indra Patra, Gunongan, Pinto Khop, dan kompleks
pemakaman keluarga kesultanan Aceh.

4) Aspek Agama
Mayoritas masyarakat di kesultanan Aceh beragama Islam. Perkembangan
agama Islam di kerajaan ini disebabkan karena terjadi hubungan interaksi
dengan pedagang Arab dan India. Peran kesultanan Aceh dalam menyebarkan
agama Islam dapat dibuktikan dari karya-karya ulama Aceh yang di pakai di
Asia Tenggara.
Contohnya seperti karangan Risalah Masailal Muhtadin li Ikhwanil
Muhtadi yang diterbitkan oleh Syaikh Daud Rumy. Kemudian Syaikh
Nuruddin Ar Raniry yang setidaknya telah menulis sebanyak 27 kitab dalam
opula Arab dan Melayu. Karyanya yang paling opular yaitu Sirath al-
Mustaqim

4
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kerajaan Aceh di perkirakan berdiri pada tahun 1511 M, dengan raja
pertamanya Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Pada masa pemerintahannya
kerajaan Aceh berkembang selama empat abad, sampai Belanda mengalahkannya
dalam perang Aceh (1873-1912). Sultan Iskandar Muda (1607-1636) adalah
pengganti Sultan Ali Mughayat Syah, yang pada masa pemerintahannya Aceh
mengalami puncak kejayaannya. Ia berhasil menaklukkan Semenanjung Malaka
Yakni : Pahang, Kedah, Perlak, Johor, dan sebagainya. Kehidupan ekonomi yang
utama masyarakat Aceh pelayaran dan perdagangan. Aceh juga penghasil Lada dan
Timah, sehingga perdagangan-perdagangan Barat bisa membeli Lada dari Aceh.

Salah satu masjid terindah di Indonesia adalah Mesjid Baiturrahman yang


dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda.Mesjid ini pernah dibakar dan dikuasai
oleh Belanda pada masa perang Aceh. Namun dibangun kembali pada tahun 1875.
Aliran Ahli Sunnah Waljama’ah adalah aliran agama terbesar dalam islam, mengaku
sebagai pengikut tradisi Nabi Muhammad Saw. Aliran Syiah adalah pengikut Ali Bin
Ani Thalib, sekarang salah satu aliran besar dalam agama islam yang menyakini
kepemimpinan (imamah) Ali dan keturunannya setelah Nabi.

3.1 Saran
Dari keberadaanya Kerajaan Aceh di nusantara pada masa yang lalu. Maka kita
wajib mensyukurinya. Rasa syukur tersebut dapat di wujudkan dalam sikap dan
perilaku dengan hati yang tulus serta di dorong rasa tanggung jawab yang tinggi untuk
melestarikan dan memelihara budaya nenek moyang kita. Jika kita ikut berpartisipasi
dalam menjamin kelestariannya berarti kita ikut mengangkat derajat dan jati diri
bangsa. Oleh karena itu marilah kita bersama – sama menjaga dan memelihara
peninggalan budaya bangsa yang menjadi kebanggaan kita semua

5
Daftar Pustaka

Ari L, Dwi, dan Leo Agung. 2004. Sejarah Untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Media Tama
Heru P, Eko dkk. 2006. Sejarah Untuk SMA Kelas XI. Jakarta : CV Sindhunata.
Amiruddin M, Hasbi. 2006. Aceh dan Serambi Mekkah. Banda Aceh : Yayasan PeNA
Tim Edukatif HTS, Modul Sejarah IPS, Surakarta, CV Hayati Tumbuh Subur
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Aceh

Anda mungkin juga menyukai