Riana Cahaya Purnama-Fu
Riana Cahaya Purnama-Fu
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh
Riana Cahaya Purnama
NIM: 1112033100048
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh
Riana Cahaya Purnama
NIM: 1112033100048
SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
NIM 1112033100048
Fakultas : Ushuluddin
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan sesuai dengan
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran kalam salah satu tokoh
yang berpengaruh dalam aliran Salaf yaitu Ibn Taimiyah terutama dalam persoalan
perbuatan manusia yang terdiri dari hakikat perbuatan manusia, kehendak Tuhan, dan
kebebasan manusia dalam perbuatannya. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode deskriptif analisis. Metode ini digunakan untuk menjelaskan serta
mengelaborasi pikiran-pikiran Ibn Taimiyah yang berkenaan dengan perbuatan
manusia. Adapun Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam
penelitiannya tentang perbuatan baik dan buruk manusia menurut Ibn Taimiyah
adalah library research dengan menggunakan data primer yang berasal dari salah
satu karya Ibn Taimiyah dan data sekunder yang menjadi penunjang bagi sumber data
primer. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemikiran Ibn Taimiyah mengenai
perbuatan manusia tidak terlalu identik dengan pendapat aliran Mu‟tazilah maupun
Asy‟ariyah. Namun pemikiran Ibn Taimiyah mengenai perbuatan manusia
mengambil atau memilih pandangan yang benar dan meninggalkan pandangan yang
salah dari pandangan kedua aliran teologi Islam yakni Mu‟tazilah dan Asy‟ariyah
mengenai perbuatan manusia. di antaranya: pertama, Ibn Taimiyah menyetujui
pendapat yang diungkapkan oleh aliran Asy‟ariyah bahwa perbuatan manusia
merupakan ciptaan Tuhan, akan tetapi Ibn Taimiyah tidak sependapat dengan aliran
ini mengenai peniadaan hakikat dari perbuatan manusia. Dan Ibn Taimiyah juga
menyetujui pendapat aliran Mu‟tazilah yang mengatakan bahwa perbuatan manusia
pada hakikatnya adalah perbuatan manusia itu sendiri, akan tetapi ia tidak sependapat
dengan aliran Mu‟tazilah bahwa Tuhan tidak menciptakan perbuatan manusia.
Kedua, mengenai masalah irādah Tuhan Ibn Taimiyah menolak kedua pendapat
aliran Mu‟tazilah dan Asy‟ariyah. Ia menolak pendapat Asy‟ariyah yang mengatakan
bahwa kebaikan dan keburukan perbuatan manusia terwujud disebabkan oleh
kehendak mutlak Tuhan. Dan ia mengkritik aliran Mu‟tazilah karena telah
menyamakan antara perbuatan Tuhan dengan perbuatan manusia. Ketiga, manusia
menurut Ibn Taimiyah memiliki kehendak dan kekuasaan dalam melaksanakan segala
apa yang diperintahkan Tuhan kepada hamba-Nya.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadiran Allah yang maha
Esa yang telah memberikan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Salawat serta salam semoga tercurah pada nabi akhir zaman dan
kekasih Allah, Muhammad SAW, keluarga beserta sahabatnya juga umatnya yang
skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)
pada UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Skripsi yang penulis beri judul “Perbuatan
kasih atas bimbingan serta waktu yang telah diberikan kepada penulis dalam
3. Dra. Tien Rahmatin, M.Ag, Sekertaris Jurusan Aqidah dan Falsafat Islam
4. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam
i
5. Din Wahid, MA. Ph.D, dosen pembimbing akademik yang senantiasa
7. Bapak dan Ibu tercinta, Eko Purnomo dan Nurhaenih yang tak pernah lelah
8. Kakak dan Adikku tercinta, Taufik Hidayat, M.Pd, Sri Nurmalasari, SE,
Januar Syam, M.Pd, Lita Cahaya Purnama M.Pd., Eril Cahaya Purnama,
Lenny Ariani Purnomo, dan Laila Cynthia Purnomo, yang telah memberikan
Segala bantuan dan motivasi yang mereka berikan kepada penulis dengan tulus,
semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda kepada mereka semua.
i
Penulis masih menyadari bahwa masih adanya kekurangan dan keterbatasan
dalam menyusun skripsi ini, maka diharapkan saran dan kritik yang terbaik bagi
skripsi ini. Demikian, semoga skripsi ini bisa memberikan kontribusi yang
i
DAFTAR ISI
ABSTRAK....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................v
PEDOMAN TRANSLITERASI.............................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 8
C. Pembatasan Masalah ...................................................................... 8
D. Perumusan Masalah ........................................................................ 9
E. Tujuan Penelitian............................................................................ 9
F. Manfaat Penelitian.......................................................................... 10
G. Studi Kepustakaan .......................................................................... 10
H. Metode Penelitian ........................................................................... 12
I. Sistematika Penulisan ........................................................................ 13
BAB II PERBUATAN MANUSIA MENURUT PARA TEOLOG ISLAM
v
C. Hakikat Perbuatan Manusia ......................................................... 79
D. Kritik Terhadap Jabariyah dan Qadariyah ................................... 85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 87
B. Saran ............................................................................................ 89
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Vokal Panjang
Arab Indonesia Inggris
أ ā ā
إي ī ī
أو ū ū
v
BAB I
PENDAHULUAN
Perbuatan manusia itu terdiri dari perbuatan baik dan perbuatan buruk.
Perbuatan baik harus dilaksanakan agar mendapat hasil yang baik berupa pahala,
yang kita ketahui sejak kecil mengenai perbuatan manusia yang telah diajarkan di
sekolah. Namun saat ini, pemahaman kita mengenai perbuatan manusia bertambah
dengan adanya perdebatan dari para ahli teologi Islam mengenai perbuatan
manusia seperti, Apakah perbuatan manusia itu ciptaan manusia sendiri atau
makhluk yang tidak pernah lepas dari pengawasan serta penglihatan Tuhan
perbuatannya akan dihitung di akhirat, baik itu perbuatan baik maupun perbuatan
buruk. Tuhan telah memberikan ancaman dan janji terhadap manusia. Ancaman
dan janji-Nya adalah bahwa Tuhan akan memberikan ganjaran yang setimpal
1
2
manusia yang melakukan perbuatan buruk, maka akan diberikan ganjaran berupa
Dalam Islam, perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia dapat diketahui
berdasarkan wahyu yang telah Tuhan berikan kepada manusia sebagai pedoman
hidup. Perbuatan baik adalah perbuatan manusia yang sesuai dengan wahyu yang
yang menyimpang dari ajaran yang diajarkan nabi dan wahyu. Baik dan buruk
perbuatan manusia juga dapat kita temukan di dalam al-Qur‟an dan Hadits dengan
berbagi macam term.2 Beberapa term yang menjelaskan mengenai perbuatan baik
antara lain: al-birr, al-ma’rūf, dan al-khayr. Sedangkan term yang menjelaskan
mengenai perbuatan buruk antara lain: al-syarr, al-itsm, dan munkar. Namun dari
masing-masing term perbuatan baik dan term perbuatan buruk memiliki arti yang
spesifik salah satunya yang diangkat dan diperbincangkan oleh para teolog adalah
Istilah lain yang ditunjukan dalam bentuk term al-birr dan al-itsm di dalam al-
Qur‟an yang memiliki arti akhlak yang baik (kebajikan) dan perbuatan dosa pada
1
Ahmad Asy Syarbashiy, Pesan-Pesan Rahasia dalam al-Qur’an (Peradaban Qur’ani),
Jakarta: Mirqat, 2016, h. 23
2
Nasharuddin, Akhlak: Ciri Manusia Paripurna, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015, h.
368
3
Istilah lain mengenai kebaikan dan keburukan dalam al-Qur‟an dengan bentuk
term al-khayr dan al-syarr yang mengandung arti kebahagiaan dan penderitaan
terdapat dalam sūrah Fushshilat ayat 49 sampai dengan ayat 50 sebagai berikut:
“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka
dia menjadi putus asa lagi putus harapan. Dan jika kami merasakan kepadanya
sesuatu rahmat dari kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: "Ini
adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari kiamat itu akan datang”.3
Istilah baik dan buruk dengan bentuk term al-ma’rūf dan al-munkar terdapat
dalam sūrah al-Imrān ayat 104. Al-ma’rūf merupakan segala perbuatan yang
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'rūf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung”.
erat dengan sebutan akhlak dalam Islam, sedangkan sayyi’ah adalah keburukan,
kejahatan dan dosa. Perbuatan buruk ini tidak dapat menyelamatkan manusia di
4
hari akhir. Di dalam al-Qur‟an sayyi’ah tidak hanya memiliki makna keburukan,
3
Toshihiko Izutsu, Etika Beragama dalam Al-Qur’an. Penerjemah: Mansuruddin Djoely.,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993, h. 360
5
kejahatan, dan dosa saja, akan tetapi sayyi’ah memiliki makna bencana atau
Manusia merupakan salah satu objek kajian ilmu kalam yang menjadi bahan
pembicaraan para teolog Islam hingga saat ini. Pembicaraan para teolog Islam
mengenai manusia dalam ilmu kalam terdiri dari beberapa subtema di antaranya:
Masalah perbuatan manusia yang dibahas dalam ilmu kalam oleh para teolog
terdiri dari tiga pendapat yang berbeda antara satu golongan dengan golongan
yang lainnya. Pendapat yang pertama, bahwa semua perbuatan manusia adalah
ciptaan Tuhan dan tidak ada perbuatan bagi manusia. Oleh karena itu, manusia
tidak akan mendapat pujian, celaan, pahala, atau siksa. Pendapat yang kedua,
bahwa Tuhan dan manusia sama-sama berbuat. Oleh karena itu, pujian dan celaan
berlaku bagi keduanya. Pendapat yang ketiga, bahwa perbuatan manusia adalah
ciptaan manusia itu sendiri. Sehingga pujian, celaan, siksa atau pahala berlaku
bagi manusia.6 Ketiga pendapat di atas, dapat kita ketahui dari beberapa golongan
dalam Islam yang membahas mengenai kebebasan dan keterikatan manusia dalam
perbuatannya.
yang menciptakan perbuatannya baik itu perbuatan yang baik maupun perbuatan
4
Nusaibah, “Sayyi‟ah dalam Al-Qur‟an,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikir
Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015), h. 2
5
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam dari Khawârij ke Buya Hamka
Hingga Hasan Hanafi, Jakarta: Prenadamedia Group, 2014, h. 105
6
Ilhamuddin, Pemikiran Kalam Al-Baqillani: Studi tentang Persamaan dan Perbedaannya
dengan Al-Asy’ari, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1997, h. 102
6
yang buruk. Semua perbuatan yang telah dilakukan oleh manusia akan
yang baik akan mendapat ganjaran berupa pahala, sedangkan manusia yang
melakukan perbuatan buruk akan mendapat ganjaran berupa siksa atau dosa. Oleh
karena itu, Tuhan menurut aliran ini tidak menciptakan perbuatan manusia.
Karena di dalam perbuatan manusia terkandung dua unsur yakni sifat-sifat yang
baik dan sifat-sifat yang buruk. Jadi, keburukan yang ada di dunia ini bukan
berasal dari Tuhan termasuk perbuatan buruk yang ada dalam diri manusia.7
terjadi dengan perantara daya yang diciptakan oleh Tuhan, sehingga menurut
golongan ini daya manusia tidak efektif dalam menciptakan perbuatannya. Jadi,
perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan bukan manusia dan daya yang
digunakan untuk menciptakan perbuatan manusia berasal dari daya Tuhan.8 Selain
manusia, Ibn Taimiyah merupakan salah satu tokoh yang membahas mengenai
perbuatan manusia.
memihak seluruhnya ke dalam pandangan dua aliran di atas yaitu Mu‟tazilah dan
7
M. Laily Mansur, Pemikiran Kalam dalam Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004, h. 58
8
Muhammad bin Abdul Karim al-Syahrastani, Al-Milal wa Nihal. Penerjemah Asywadie
Syukur, (Surabaya: PT Bina Ilmu, t.t), h.97
7
Asy‟ariyah, akan tetapi ia memilih sebuah kebenaran dari pandangan kedua aliran
Oleh karena itu, manusia diberi pertanggungjawaban atas segala apa yang telah
bukanlah manusia sendiri yang menciptakannya akan tetapi Tuhan lah yang
dunia ini yang bersifat baik berasal dari Tuhan, sedangkan segala sesuatu yang
bersifat buruk berasal dari manusia itu sendiri. Tuhan tidak menyukai kerusakan,
tidak meridhai hamba-Nya untuk berbuat kafir, dan juga tidak memerintahkan
berasal dari Tuhan akan tetapi berasal dari diri manusia.10 Pembedaan antara
kebaikan dan keburukan yang dijelaskan oleh Ibn Taimiyah ini diperkuat dengan
dalil al-Qur‟an pada sūrah an-Nisā ayat 79. Jelas dalam ayat tersebut menjelaskan
bahwa adanya perbedaan antara kebaikan dan keburukan seperti yang dikatakan
oleh Ibn Taimiyah mengenai irādah Tuhan, akan tetapi dalam ayat sebelumnya
yaitu sūrah an-Nisā ayat 78 menjelaskan bahwa semuanya berasal dari Tuhan.
Menurut Ibn Taimiyah jika Tuhan menciptakan segala sesuatu, maka semua
dunia ini. Dan jika Tuhan melakukan sebuah keburukan maka keburukan tersebut
jalan yang benar, sehingga keburukan yang digambarkan bukan seperti keburukan
yang ada pada perbuatan manusia. Hikmah dan kasih sayang-Nya tidak dapat
diketahui oleh makhluk-Nya hanya Tuhan yang mengetahuinya. Oleh karena itu
Uraian di atas dapat kita temukan tiga hal pandangan Ibn Taimiyah mengenai
diperbuatnya. Ketiga, Tuhan meridhai segala perbuatan yang baik dan tidak
Alasan penulis memilih judul ini adalah karena Ibn Taimiyah adalah sosok
atas dan dengan semangat Rahmatan Lil ‘Alamin, selanjutnya penulis ingin sekali
pandangan Ibn Taimiyah secara mendalam yang diperjelas dengan memberi judul
11
Syafrial N., “Corak Teologi Ibnu Taimiyah”, h. 80
9
B. Permasalahan Penelitian
a. Identifikasi Masalah
manusia?
manusia?
b. Batasan Masalah
c. Perumusan Masalah
manusia?
C. Tujuan Penelitian
dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa tujuan dari penulisan skripsi ini
adalah:
Taimiyah.
D. Manfaat Penelitian
Hidayatullah Jakarta.
E. Studi Kepustakaan
keilmuan sungguh menarik minat banyak orang, sehingga banyak dari para
Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010 atas nama
pembenaran dalam hati dan pengakuan dengan lisan serta diwujudkan dengan
1
amal perbuatan secara zhahir, sehingga konsep iman menurut Ibn Taimiyah
Ibn Taimiyah adalah sebuah kecenderungan hati tanpa beban pada Tuhan dan
pada apa yang ada di sisi-Nya. Ibn Taimiyah memandang cinta kepada Tuhan
kepada Tuhan menjadi pendorong untuk melakukan jihad dan amal kebajikan.
2016 atas nama Siti Robilah Hayati. Dalam penelitiannya, telah dijelaskan
salaf, ia juga menggunakan teori-teori baru seperti; teori ijmā istiqrā‘i, teori
Buku karya dari Syaikh Said „Abdul Azhim dengan judul “Ibn Taimiyah
beliau, serta ciri khas metode pembaharuan dan reformasi yang diperjuangkan
Dari buku dan judul skripsi serta disertasi yang telah disebutkan di atas,
Ibn Taimiyah secara khusus belum ada. Oleh karena itu, penulis tidak ragu
F. Metodelogi Penelitian
menggali informasi melalui data berupa teks atau dokumen yang berhubungan
dengan judul penelitian yaitu perbuatan baik dan buruk manusia menurut Ibn
Sumber data penelitian yang menjadi bahan rujukan oleh penulis dalam
dalam bentuk kitab, baik dalam bahasan Arab maupun yang sudah
salah satu sumber primer yang dijadikan rujukan utama dalam penulisan
akan diteliti yaitu perbuatan baik dan buruk menurut Ibn Taimiyah, sedangkan
yang lebih luas. Metode ini digunakan untuk menjelaskan serta mengelaborasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”, yang diterbitkan oleh UIN Press tahun
ajaran 2012/2013.
G. Sistematika Penulisan
diuraikan oleh penulis dalam penelitian ini, maka perlu penulis uraikan
susunan penulisan skripsi ini yang terdiri dari lima bab, sebagai berikut:
1
yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
sistematika penulisan.
para teolog Islam yang terdiri dari pengertian baik dan buruk secara umum,
perbuatan manusia menurut pandangan para teolog Islam yang terdiri dari
Bab ketiga merupakan penjelasan biografi tokoh yaitu Ibn Taimiyah yang
terdiri dari riwayat hidup secara ringkas, perjalanan intelektual, serta karya-
Bab kelima merupakan bab terakhir dari penyusunan skripsi ini yang
Istilah baik dan buruk menurut Hadi Podo (2007: 99) dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, baik memiliki makna sesuatu yang elok, patut, dan teratur
sedangkan kebaikan merupakan sifat-sifat baik atau perbuatan baik. Istilah buruk
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 141) memiliki makna rusak dan
perbuatan buruk. Istilah baik dan buruk menurut Mahmud Yunus (2007: 123)
dalam bahasa Arab disebut dengan khayr dan hasanah yang mengandung arti
“yang baik”, sedangan itsm dan sayyi’ah mengandung arti “dosa” menurut
Mahmud Yunus (2007: 34). Adapun baik dan buruk menurut Echols dan Shadily
good dan bad. Istilah baik dalam bahasa Inggris disebut sebagai good yang
mengandung arti kebaikan dan kebajikan, sedangkan buruk dalam istilah bahasa
Inggris disebut dengan bad yang mengandung arti dalam kesukaran, buruk, jelek,
susah, tidak enak, dan busuk (1994: 51). Jadi dapat kita simpulkan secara
dalam diri kita yang berhubungan antara manusia dengan Tuhan maupun sesama
Secara umum, baik dan buruk memiliki makna yang beragam. Pertama,
perbuatan baik yang memiliki hubungan dengan kesempurnaan. Dalam hal ini
15
1
baik disebut baik jika segala sesuatu tindak lakunya dikerjakan secara sempurna.
Kedua, perbuatan baik adalah perbuatan yang menjadikan pelakunya merasa puas
dan senang di dalam semua tindakan yang dikerjakannya. Ketiga, perbuatan baik
adalah perbuatan yang memiliki nilai kebenaran dan dapat memberikan rahmat
dari apa yang telah dilakukan. Sedangkan perbuatan buruk memiliki arti yang
sebaliknya dari perbuatan baik. Pertama, perbuatan buruk adalah perbuatan yang
adalah perbuatan yang menimbulkan rasa tidak senang dan tidak puas dalam
sesuatu yang keji, tidak diterima oleh orang lain, dan tidak memiliki moral. 1 Dari
telah diharapkan. Sedangkan perbuatan buruk adalah apa yang dinilai sebaliknya
dari perbuatan baik.2 Adapun beberapa teolog dalam Islam yang mendefinisikan
memiliki pendapat mengenai baik dan buruk yang digambarkan dalam bidang
etika dan estetika bahwa etika memiliki makna yang sebenarnya dari hasan dan
qobīh atau baik dan buruk, karena segala sesuatu yang terjadi baik itu perbuatan
baik maupun perbuatan buruk dapat dilihat langsung kebenarannya dan dapat
diberi kesimpulan
1
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994, h. 25
2
Nasharuddin, Akhlak: Ciri Manusia Paripurna, h. 362
1
bahwa sesuatu yang dilakukan itu baik atau sebaliknya dari kebaikan tersebut.
sebuah media dengan bentuk tulisan seperti buku. Dalam hal ini baik dan buruk
tidak memiliki makna yang hakiki lagi, karena merupakan gambaran dari
kebaikan yang sebenarnya. Ini merupakan pendapat dari salah satu tokoh aliran
Mu‟tazilah mengenai definisi baik dan buruk yang terkandung dalam kata al-
Mu‟tazilah mengatakan bahwa baik dan buruk adalah esensi dari setiap
perbuatan yakni merupakan zat bagi setiap perbuatan. Contohnya: mencuri pada
esensinya adalah buruk, sedangkan menolong pada esensinya adalah baik. Oleh
karena itu jujur, adil, bijaksana dan perbuatan lainnya adalah baik dari diri zatnya
sendiri dan mampu membuat kita menyatakan baik setiap kali menyaksikan hal-
hal tersebut dengan akal kita. Sebaliknya, segala perbuatan yang buruk pada
esensinya adalah buruk sehingga kita mampu menyatakan buruk setiap kali
menyaksikan perbuatan buruk tersebut. Oleh karena itu, kita tidak boleh menyifati
sedangkan segala sesuatu yang dilarang oleh syari‟at merupakan keburukan. Jadi,
definisi baik dan buruk menurut Asy‟ariyah berdasarkan kepada syari‟at agama
bukan yang lainnya. Jika telah datang syari‟at dalam menentukan segala yang
baik dan buruk tanpa adanya ketetapan akal, maka sesuatu itu adalah baik.
Seperti
3
Muhammad as-Sayyid al-Julaynid, Qodiyyah al-Khayr wa al-Syarr fi al-Fikri al-Islāmy,
h. 31
4
Joesoef Sou‟yb, Peranan Aliran ‘Itizal dalam Perkembangan Alam Pikiran Islam, h. 68
1
halnya diperintahkan berbuat buruk dan dilarangnya berbuat baik sesuai syari‟at
maka hal tersebut merupakan kebaikan. Oleh karena itu, menurut aliran
Asy‟ariyah baik dan buruk tidak memiliki makna kecuali setelah datangnya
Definisi dari baik dan buruk juga telah dijelaskan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan sanadnya dari Nuwas bin Sam‟an r.a.
“Kebaikan adalah akhlak yang baik dan perbuatan dosa adalah segala sesuatu
yang mengganjal dalam dadamu dan kamu benci bila orang lain mengetahuinya”.7
Hadits di atas ini memberikan kita petunjuk bahwa kebaikan atau perbuatan
baik memiliki hubungan dengan etika yang dalam Islam dikenal dengan sebutan
akhlak. Karena definisi dari kata akhlak sendiri dirumuskan sebagai sebuah media
yang dapat menimbulkan hubungan baik antara Tuhan dengan manusia dan antara
5
Ibrāhīm madkūr, Fil Falsafah al-Islamiyyah: Manhaj wa Tathbīqoh, Kairo: Dār al-
Mā‟arif, 1119, h. 250
6
Fathul Mufid, “Menimbang Pokok-Pokok Pemikiran Teologi Imam al-Asy‟ari dan al-
Maturidi”, Fikrah, Vol.I, No. 2 (Juli-Desember 2013): h. 226
7
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia. Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani,dkk.,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 220
8
Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008, h. 205
1
dosa, maka hatinya akan terasa bagai dihimpit hingga tidak memiliki ruang dalam
mengetahuinya.
Etika dan akhlak memiliki persamaan dan juga perbedaan. Persamaan antara
etika dan akhlak adalah sama-sama membahas mengenai tingkah laku manusia
yang terdiri dari baik dan buruk. Dan perbedaan di antara keduanya adalah
membedakan sumber dalam mengetahui baik dan buruk suatu perbuatan. Etika
mengetahui baik dan buruk melalui akal, sedangkan akhlak mengetahui baik dan
Di dalam al-Qur‟an dan hadits akan selalu kita jumpai term-term yang
adalah al-hasanah dan al-sayyi’ah, al-khayr dan al-syarr, al-ma’rūf dan al-
istilah yang digunakan dalam menunjukan suatu hal yang berlawanan dari
9
Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, h. 207
10
Enoh, “Konsep Baik (Kebaikan) dan Buruk (keburukan) dalam Al-Qur‟an: Analisis
Konseptual Terhadap Ayat-Ayat Al-Qur‟an yang Bertema Kebaikan dan Keburukan”, Mimbar, 4
Juni 2004, h. 22
11
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2015, h. 101
2
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati,
tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika
kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak
mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui
segala apa yang mereka kerjakan”.
sebagai nikmat dan bencana terdapat pada sūrah al-A‟rāf ayat 168 sebagai
berikut;
Istilah lain mengenai kebaikan dan keburukan dalam bentuk term al-
12
Ibnu Taimiyah, Al-Hasanah dan Al-Sayyi’ah. Penerjemah: Fauzi Faisal Bahreisy,
Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005, h. 35
2
Penggunaan kalimat khayr dan syarr dalam bahasa Arab dan yang
ini termasuk ke dalam perbuatan baik bagi pelakunya. Jika nilai dari
karena itu, khayr merupakan hal yang menunjukan kepada perbuatan yang
bagi pelakunya. 14
dosa.15 Kata al-birr dan al-itsm yang memiliki arti akhlak yang baik
13
Toshihiko Izutsu, Etika Beragama dalam Al-Qur’an. h. 360
14
Muhammad as-Sayyid al-Julaynid, Qodiyyah al-Khayr wa al-Syarr fi al-Fikri al-Islāmy,
Jamiah Kairoh: Dar Ulum, 1981, h. 27
15
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, h. 103
2
5. Fāhisyah
2
aliran dalam Islam seperti Jabariyah, Qadariyah, Mu‟tazilah dan Asyariyah dalam
yang baik saja dan tidak menyuruh terhadap segala perbuatan yang buruk bagi
manusia. Oleh karena itu, kehendak Tuhan dalam aliran ini sama dengan perintah
manusia bukan keburukan. Karena Tuhan hanya melakukan suatu kebaikan saja,
manusia mengandung dua unsur perbuatan yaitu perbuatan baik dan buruk. Oleh
sebab itu manusia merupakan pencipta dari perbuatannya dan berkehendak atas
segala perbuatannya.
Pendapat yang kedua mengatakan bahwa kehendak Tuhan meliputi segala hal
yang baik dan buruk di dunia ini, karena kebaikan dan keburukan yang ada di
dunia ini merupakan kehendak Tuhan. Jika Tuhan menghendaki sesuatu tersebut
terjadi, maka akan terjadilah. Oleh karena itu, perbuatan manusia pada hakikatnya
Kesimpulan dari aliran ini, bahwa perbuatan manusia adalah perbuatan manusia
itu sendiri bukan perbuatan Tuhan. Karena Tuhan tidak ikut campur dalam
dengan nama free will and free act dalam istilah Inggrisnya.
Nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Aliran ini
kemerdekaan dalam segala kehendak dan perbuatannya. Karena dalam paham ini
berkehendak pada setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Dalam bahasa
16
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisis Perbandingan, Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press), 1986, h. 33
2
manusia sepenuhnya adalah perbuatan Tuhan. Adapun ayat yang lain di dalam al-
Qur‟an yang menyatakan bahwa manusia diberikan tanggung jawab atas segala
perbuatan manusia berlanjut kepada aliran yang selanjutnya dalam ilmu kalam
yaitu aliran Asy‟ariyah dan aliran Mu‟tazilah. Walaupun bila kita uraikan
pendapatnya, tidak jauh beda dengan pendapat aliran yang sebelumnya mengenai
manusia tidak jauh beda dengan pendapat aliran Qadariyah, sedangkan aliran
a. Aliran Mu’tazilah
Wāsil bin „Ata adalah orang yang membangun aliran ini. Ia adalah seorang
belajar kepada Abu Hasyim Abdullah Ibn Muhammad Ibn al-Hanafiah. Setelah
17
Machasin, Menyelami Kebebasan Manusia, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), h. 125
18
M. Yafis, “Pemikiran Kalam K.H. Abdullah Syafi‟ie,” (Disertasi Fakultas Pascasarjana,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h. 104-105
19
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, h. 44
2
berbeda dari aliran-aliran dalam Islam lainnya. Karena aliran ini, membawa
persoalan teologi secara mendalam dan bersifat filosofis. Oleh karena itu,
aliran ini dikenal dalam dunia Islam dengan sebutan kaum rasionalis Islam.20
peristiwa yang dilakukan oleh Wāsil bin „Ata yaitu menjauhkan diri dari
permasalahan dosa besar yang dibahas dalam pengajian yang diadakan oleh
besar itu kafir, dan sebagian lainnya berpendapat bahwa pelaku dosa besar
masih mukmin. Namun Wāsil mengatakan bahwa pelaku dosa besar bukanlah
kafir atau mukmin, akan tetapi pelaku dosa besar memiliki posisi di antara
kafir dan mukmin yaitu fasiq. Oleh karena itu, Wāsil beserta teman-temannya
menjauhkan diri dari Hasan al-Basri. Dengan demikian Wāsil beserta teman-
adanya pertikaian di antara mereka mengenai pelaku dosa besar. Wāsil dan
teman-temannya menjauhkan diri dari persoalan umat Islam yang dibahas oleh
dari kata „itazala ya’tazilu adalah pemberian yang diberikan oleh orang dari
20
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press), 2011, h. 40
21
Harun nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, h. 38
2
tauhīd. Nama ini diambil dari lima prinsip pokok yang diajarkan aliran ini
yaitu al-‘adl dan al-tauhīd. Namun mereka tidak keberatan jika mereka ini
dikenal dengan sebutan aliran Mu‟tazilah dari pada Ahlu al-Adl wa al-
Tauhīd.22
Kaum Mu‟tazilah ini memiliki lima doktrin pokok yang terkenal dengan
tempat untuk pelaku dosa besar), Al-Amr bi al-ma’rūf wa al-Nahy ‘an al-
awal dari aliran Mu‟tazilah. Lima prinsip tersebut telah disetujui oleh semua
ini. Seperti persoalan mengenai akal dan wahyu, fungsi wahyu, free will dan
tersebut tidak hanya dibahas oleh aliran Mu‟tazilah, akan tetapi aliran-aliran
saat ini, persoalan yang ditulis dan dijelaskan hanyalah mengenai manusia dan
22
Mawardy Hatta, “Aliran Mu‟tazilah dalam Lintasan Sejarah Pemikiran Islam”, Ilmu
Ushuluddin Vol. 12, No. 1 (Januari 2013): h. 90
23
Mawardy Hatta, “Aliran Mu‟tazilah dalam Lintasan Sejarah Pemikiran Islam”, h. 95-96
24
Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis, Bandung: Mizan, 2001,
h. 18
3
1. Hakikat Perbuatan
aliran ini yaitu al-adl (keadilan). Al-adl (keadilan) adalah prinsip yang
buruk.
berasal dari Tuhan. Oleh sebab itu, manusia menurut aliran ini
perbuatan yang baik bagi orang lain, maka orang yang diberikan
yang buruk maka orang lain pasti merasa tidak senang dengan
kasih dan tidak senang manusia ditunjukkan kepada Tuhan dan bukan
sebagai berikut:
25
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, h.
3
25
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, h.
3
Gambar 1.1
Hakikat Perbuatan Manusia Menurut Mu‟tazilah
Kebaikan Perbuatan Manusia pada hakikatnya bukan perbuatan Tuhan akan tetapi
Tuhan
manusia
Keburukan
Manusia
Kebaikan
Menurutnya, Perbuatan manusia adalah murni perbuatan manusia bukan perbuatan Tuha
menyatakan bahwa kemauan dan daya untuk mewujudkan perbuatan
26
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, h. 106
27
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, h.
3
macam perbuatan kafir dan maksiat. Dalam hal ini, aliran Mu‟tazilah
terjadi di dunia ini bukan berasal dari perbuatan dan kehendak Tuhan,
kebaikan pada manusia itu supaya ada dan tindak laku keburukan pada
manusia itu tiada. Oleh karena itu, setiap manusia harus mematuhi
28
Muhammad as-Sayyid al-Julaynid, Qodiyyatu al-Khayr wa al-Syarr fi al-Fikri al-Islāmy,
h. 43
29
Joesoef Sou‟yb, Peranan Aliran ‘Itizal dalam Perkembangan Alam Pikiran Islam,
Jakarta Pusat: Pustaka Alhusna, 1982, h. 77
3
Gambar 1.2
Tuhan
Perbuatan Manusia
Kebaikan
Perintah
yang mustahil bagi Tuhan. Kedua, jika kekafiran seorang yang kafir
30
Joesoef Sou‟yb, Peranan Aliran ‘Itizal dalam Perkembangan Alam Pikiran Islam, h. 79
3
Selain ayat di atas ada ayat lain yang menjelaskan bahwa Tuhan
2. Kebebasan Manusia
mempunyai daya yang besar dan bebas. Oleh karena itu, aliran ini
3
31
Ilhamuddin, Pemikiran Kalam Al-Baqillani: Studi Tentang Persamaan dan Perbedaan
dengan Al-Asy’ari, h. 102-103
4
menganut paham Qadariyah atau free will. Aliran ini memiliki tulisan-
manusia bukan datang dari Tuhan. Segala daya dan upaya datangnya
sesuatu, maka sesuatu itu akan terjadi. Sebaliknya, jika manusia tidak
ingin melakukan sesuatu maka sesuatu itu tidak akan terjadi. Apabila
32
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, h. 103
33
Abubakar Aceh, Ilmu Ketuhanan (Ilmu Kalam), Jakarta: Tintamas, 1966, h. 49
4
terdiri dari dua jenis gerak yaitu gerak secara sadar dan gerak secara
tidak sadar. Gerak secara sadar adalah gerak yang tunduk kepada
secara sengaja dan pembunuhan secara tidak sengaja. Oleh karena itu,
aliran ini memiliki prinsip kemauan bebas manusia serta gerak secara
sendiri bukan dari Tuhan. Sebab inilah manusia diberikan beban untuk
34
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, h. 105
35
Joesoef Sou‟yb, Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Alam Pikiran Islam, h. 83
36
Joesoef Sou‟yb, Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Alam Pikiran Islam, h. 84
4
b. Aliran Asy’ariyah
aliran yang mengikuti dan menganut ajaran imam Asy‟ari. Abu Musa al-Asy‟ari
adalah seorang tokoh yang mendirikan aliran ini. Ia lahir di Basrah pada tahun
Aliran ini timbul sebagai reaksi terhadap paham-paham yang dianut kaum
persoalan teologi dengan mengandalkan kekuatan akal. Oleh karena itu, aliran
Asy‟ariyah ini menyelesaikan persoalan teologi tidak hanya dengan akal saja,
akan tetapi dengan al-Qur‟an dan hadits nabi Muhammad SAW.38 Aliran
Asy‟ariyah ini bisa disebut juga sebagai aliran Ahl al-Sunnah wa al-Jama‟ah
dalil dan alasan dengan menggunakan dalil akal dan naql. Jadi aliran ini tidak
menganggap akal sebagai hakim atas nas-nas agama dalam menta‟wilkan dan
melampaui ketentuan arti lahirnya, akan tetapi sebagai penguat arti dari nash
agama.39
sumber dari al-Qur‟an dan hadits.40 Aliran ini, telah ada sejak zaman sahabat
hingga Tābi‟īn yang dikenal dengan sebutan Ahl al-Hadits. Oleh karena itu,
37
A. Kadir Sobur, “Teologi „Poros Tengah‟ Satu Kajian Terhadap Af‟al al-Ibād dalam
Pemikiran Kalam Al-Asy‟ari,” Media Akademika Forum Ilmu dan Budaya Islam Vol. 17, No. 3
(Juli 2002): h. 200
38
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, h. 62
39
A. Hanafi, Pengantar Theology Islam, Jakarta: PT Al-Husan Zikra, 2001, h. 111
40
A. Hanafi, Pengantar Theology Islam,, h. 114
4
aliran Asy‟ariyah ini bukanlah aliran yang baru. Hal ini terjadi, karena pada
masa munculnya aliran Asy‟ariyah, nama Ahl al-Sunnah belum populer dan
1. Hakikat Perbuatan
Tuhan hanya menghendaki perbuatan baik saja, hal ini bertentangan dengan
kesepakatan kaum Muslimin yang meyakini apa yang dikehendaki Tuhan maka
akan terjadi dan apa yang tidak Tuhan kehendaki niscaya tidak akan terjadi. 42
“Dan kamu tidak mampu menempuh jalan itu, kecuali bila dikehendaki
Allah.”
Tidak hanya ayat di atas saja yang menjelaskan bahwa kehendak Tuhan
meliputi segala yang ada di dunia ini, adapun beberapa ayat lain yang
menyatakan bahwa segala sesuatu yang dikehendaki oleh Tuhan niscaya akan
berikan kepada setiap jiwa petunjuk untuknya” (QS. As-Sajdah: 13), “ Dan jika
Yūnus: 99), dan “Dan seandainya Allah kehendaki, maka tidaklah mereka
bahwa pembunuhan tidak akan terjadi jika Tuhan tidak menghendaki, akan
41
A. Hanafi, Pengantar Theology Islam,, h. 115
42
Abu al-Hasan al-Asy‟ari, Ajaran-Ajaran Asy’ari. Penerjemah: Afif Mohammad dan H.A.
Solihin Rasyidi, Bandung: Pustaka-Perpustakaan Salman Institut Teknologi Bandung, 1986, h. 6
4
atas jelas menunjukkan bahwa jika Tuhan tidak menghendaki sesuatu, maka
sesuatu itu tidak akan terjadi. 43 Termasuk perbuatan baik dan perbuatan buruk
yang dimiliki oleh manusia terwujud karena adanya kehendak dari Tuhan.
Gambar 1.3
Hakikat Perbuatan Manusia Menurut Asy‟ariyah
Tuhan
Baik Buruk
Manusia
Uraian di atas dapat menyimpulkan bahwa perbuatan manusia pada hakikatnya merupakan perbua
aliran Asy‟ariyah pendapat aliran Mu‟tazilah itu bertolak belakang dengan
43
Abu Hasan al-Asy‟ari, Kitāb al-Luma’, T.tp.: T.pn., 1955, h. 58
4
Gambar 1.4
Hubungan Kehendak Tuhan dengan Perbuatan Manusia Menurut Asy‟ariyah
Tuhan
Perbuatan Manusia
Baik Buruk
manusia mengetahui bahwasanya keimanan itu baik dan kekafiran itu buruk.
kekafiran, maka pastilah orang kafir akan menganggap kekafiran itu sebagai
sesuatu hal yang baik dan keimanan sebagai sesuatu yang buruk. Kesimpulan
yang dapat diambil dari uraian di atas aliran Asy‟ariyah ini berpendapat bahwa
Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia. pada diri manusia akan tetapi
4
digunakan dalam perbuatan manusia adalah daya Tuhan dan bukan daya
manusia. Tuhan hanya memberikan satu daya untuk satu perbuatan yang telah
terjadi pada diri manusia dan untuk perbuatan yang lainnya dibutuhkan daya
2. Kebebasan Manusia
adalah perbuatan yang dilakukan atau yang dipilih oleh manusia itu sendiri.
perbuatannya dan tidak memiliki kemampuan untuk memilih. Jadi paham ini
mengatakan bahwa segala gerak dan perbuatan yang dilakukan manusia pada
44
Ilhamuddin, Pemikiran Kalam Al-Baqillani: Studi Tentang Persamaan dan Perbedaan
dengan Al-Asy’ari, h. 103
45
Abu Hasan al-Asy‟ari, Kitāb al-Luma’, h. 57
46
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Qadha dan Qadar: Ulasan Tuntas Masalah Takdir,
47
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Qadha dan Qadar: Ulasan Tuntas Masalah Takdir, h.
4
47
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Qadha dan Qadar: Ulasan Tuntas Masalah Takdir, h.
4
Melihat hal ini, Asy‟ariyah tidak memihak kepada aliran manapun mengenai
yang terjadi dengan adanya daya baru. Dan orang yang melakukan sebuah
perbuatan dengan daya yang lama disebut fâ’il atau khāliq. Jika perbuatan itu
dilakukan dengan daya yang baru maka orang tersebut disebut dengan
muktasib.49
Yang di maksud dengan teori kasb yang diajukan oleh aliran Asy‟ariyah
pakai. Pokok pikiran di dalam teori kasb yang diajukan oleh aliran ini di
48
A. Kadir Sobur, “Teologi ‘Poros Tengah’ Satu Kajian Terhadap Af’al al-Ibād dalam
Pemikiran Kalam Asy’ari”, h. 203
49
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Qadha dan Qadar: Ulasan Tuntas Masalah Takdir, h.
4
tersebut merupakan milik mutlak bagi Tuhan, akan tetapi manusia memiliki
perbuatannya. Namun hak guna pakai tersebut dapat dicabut dalam beberapa
waktu. Seperti halnya cerita nabi Ibrahim yang dibakar dengan api, akan tetapi
api yang membakar tubuhnya tidak panas melainkan sebaliknya menjadi dingin
Contoh yang lainnya mengenai teori kasb ini. Misalkan anda ingin
melakukan perjalanan tersebut, anda pasti akan memilih transportasi apa yang
akan anda kenakan apakah dengan mobil bus atau dengan kereta api. Setelah
anda menetapkan pilihan anda dengan menggunakan kereta api. Lalu anda
melakukan kegiatan seperti melihat pemandangan alam, tidur, makan dan lain
sebagainya. Dan akhirnya anda tiba di tujuan. Kodrat yang telah mengantarkan
anda dari Jakarta menuju Ciamis adalah kodrat kereta api bukan kodrat anda.
Anda dan orang lain akan menganggap bahwa yang berangkat adalah diri anda
bukan kereta. Kebenarannya yang telah berangkat itu bukan anda akan tetapi
kereta apinya. Sekalipun begitu anda memiliki hak guna pakai dengan
membayar ongkos perjalanan kereta api tersebut, sehingga gerak kereta api
tersebut identik dengan gerak yang telah anda lakukan secara keseluruhan.
50
Joesoef Sou‟yb, Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Alam Pikiran Islam, h.
5
Tanpa sadar, anda dan orang di sekitar anda akan menganggap bahwa anda
karena hanya Tuhan lah yang dapat menciptakan perbuatan manusia. Namun
manusia berkuasa dalam memperoleh daya yang diciptakan oleh Tuhan, akan
ada dua orang yang akan mengangkat karung beras. Yang satu dapat
bersamaan, maka karung tersebut akan terangkat. Namun bukan berarti yang
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam satu perbuatan memiliki dua
pembuat yaitu Tuhan dan manusia, sehingga jelas terlihat berdasarkan contoh
51
Joesoef Sou‟yb, Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Alam Pikiran Islam, h. 97
5
di atas bahwa daya Tuhan lebih efektif dari pada daya manusia dalam
menciptakan perbuatan.
tempat berlakunya perbuatan Tuhan. Dalam hal ini manusia bagaikan wayang
yang dikendalikan oleh dalangnya (Tuhan) atau dengan kata lain Tuhan
Tuhan mustahil memiliki tempat yang bersifat jasmani tersebut. Hal inilah
manusia.
menghendaki segala sesuatu yang Ia kehendaki. Berikut ini adalah ayat yang
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki
Allah”.
Dari ayat di atas jelas bahwa manusia tidak dapat menghendaki segala
sesuatu kecuali jika Tuhan telah menghendaki manusia akan sesuatu tersebut.
untuk berbuat karena kehendak yang berada di dalam diri manusia tak lain
dikehendaki. Seperti hal ayat di atas yang menyatakan bahwa jika Tuhan
Tuhan tidak menghendaki sesuatu, maka sesuatu itu tidak akan terwujud.
Ibn Taimiyah adalah seorang ulama besar yang terkenal dengan sebutan
Syaikh al-Islām, Mufti al-Umat. Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah Taqīy al-Dīn
Abū al-Abbās Ahmad Ibn Syaikh al-Imām al-Allāmah Syīhāb al-Dīn Abī al-Mahāsīn
Abd al-Halīm Ibn Syaikh al-Imām al-Allāmah Syaikh al-Islām Majd al-Dīn Abī al-
Barakat Abd al-Salām Ibn Abī Muhammad Abd Allāh Ibn Abī al-Qāsim al-Khidr Ibn
Muhammad ibn al-Khidr ibn Alī Ibn Abd Allāh Ibn Taymiyah al-Harāni.1
Asal mula sebutan “Taimiyah” pada namanya berasal dari perjalanan yang
melaksanakan ibadah haji dengan melewati jalan Taima‟. Setelah melakukan ibadah
haji, Muhammad al-Khidr kembali ke rumah dan mendapati istrinya telah melahirkan
seorang anak perempuan. Anak perempuan itu diberi nama Taimiyah oleh
Taimiyah.2
Ahmad Taqīyuddîn atau yang biasa dikenal dengan sebutan Ibn Taimiyah
adalah seorang putra dari keluarga Syria kelahiran Haran. Ibn Taimiyah dilahirkan
pada hari Senin tanggal 10 Robiul Awal 661 H atau 22 Januari 1263 M di Haran
1
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Tasawuf, Bandung: Angkasa, 2008, h.
546
2
Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunah wal-Jama’ah, Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, 2008,
h. 296
47
4
sebelah timur laut Negara Turki, merupakan tempat yang menjadi pusat terpenting
negara-negara Islam di Timur Tengah yang dipimpin oleh Jendral Hulako setelah
kurang lebih dari tiga tahun. Karena situasi perang ini, Ibn Taimiyah dan ayahnya
menjadi buronan para tentara Mongol. Oleh karena itu, Ibn Taimiyah dibesarkan oleh
Ibn Taimiyah dikenal sebagai orang yang sangat menghargai waktu. Ia adalah
orang yang memiliki rasa tidak puas terhadap berbagai bidang pengetahuan. Buku
merupakan temannya di setiap tempat dan waktu. Oleh karena itu, Ibn Taimiyah
memiliki perbedaan saat kecil dengan anak-anak yang lain pada masanya. Anak-anak
yang lainnya senang bermain-main, sedangkan Ibn Taimiyah tidak suka bermain-
main karena ia lebih menyukai belajar dan menghafal kitab yang dapat memberikan
Ayahnya bernama Syihāb al-Dīn Abd Halīm Ibn Abd al-Salām. Ia dilahirkan
di Haran pada tahun 627 H. Abd al-Halīm bin Abd al-Salām Syihābuddīn ini pertama
kali belajar mengenai mazhab Hanbali dari ayahnya yaitu Abdussalam. Selain dari
Hanbali. Selain ulama, ia merupakan seorang khatib dan imam besar di masjid Agung
3
Ibnu Taimiyah, Pedoman Islam Bernegara. Penerjemah: K.H. Firdaus A.N., Jakarta: PT
Bulan Bintang, 1989, h. 243
4
Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf. Penerjemah: Masturi Ilham dan Asmu‟I Taman,
Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006, h. 781
5
Muhammad Al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar, Penerjemah: M. Khaled Muslih, Imam
Awaluddin, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005, h. 204
4
Damaskus. Peranan Syihāb al-Dīn dalam ranah pendidikan adalah mengajar sebagai
dosen Tafsir dan Hadits serta menjadi direktur di lembaga pendidikan Islam madzhab
Ibn Taimiyah tumbuh sebagai seorang pengajar tradisi Hanbali yang sangat
yang digabungkan dalam kondisi umat Islam masa itu yaitu disintegrasi politik Islam,
yang melahirkan sikap tegar dalam setiap pemikiran Ibn Taimiyah. Karya-karya yang
dipandang radikal telah lahir dari tangan Ibn Taimiyah mengenai seluruh pondasi
pemikiran Islam yang menurutnya sudah tidak didasari oleh al-Qur‟an maupun
Hadits. 6
Ibn Taimiyah adalah orang selalu mengikuti Sunnah Nabi Muhammad Saw.
Namun ada satu Sunnah Nabi yang belum ia laksanakan yaitu menikah. Dalam
berbagai sumber yang membahas mengenai riwayat hidup Ibn Taimiyah, tidak ada
cerita bahwa ia telah menikah. Hal ini disebabkan, karena kesibukannya yang telah ia
lainnya, dari berperang di satu tempat ke tempat lainnya, dan masuk penjara beberapa
kali.
Ibn Taimiyah diberi hukuman ditahan dalam penjara oleh raja Naser karena
mengeluarkan fatwa-fatwa yang tidak sesuai dengan ajaran yang diajarkan oleh Nabi
beserta para sahabatnya dan tidak sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang telah
diajarkan para ulama. Karena tuduhan inilah Ibn Taimiyah ditahan. Ia tidak hanya
6
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: Dari Khawārij ke Buya
Hamka Hingga Hasan Hanafi, h. 187
5
sekali saja merasakan hidup di tahanan, akan tetapi ia telah masuk penjara selama tiga
kali. Setelah ia merasakan siksaan batin yang amat pedih yang menyebabkan kondisi
badannya lemah dan termakan oleh usia. Ibn Taimiyah jatuh sakit di dalam penjara
dan tidak ada obat yang dapat menyembuhkan penyakitnya. Ia jatuh sakit selama 20
hari sampai akhirnya ia wafat pada tanggal 27 Syawal 728 H di dalam penjara.7
B. Perjalanan Intelektual
dibawa oleh ayahnya ke Damaskus untuk menghindar dari kejaran para tentara
intelektualnya.9
7
Ibnu Taimiyah, Pedoman Islam Bernegara, h. 245-246
8
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan,
1992, h. 384
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: Dari Khawārij ke Buya
9
dan Musnad Imam Ahmad Ibn Hanbal secara berulang-ulang. Semua Hadits yang
pengetahuan Ibn Taimiyah mengenai Hadits diakui banyak ulama. Selain belajar
mengenai Hadits, Ibn Taimiyah belajar mengenai Fiqh dan Ushul Fiqh pada ayahnya
dan belajar tata bahasa Arab dari Ibn al-Qāwi (seorang penulis kitab Iqd al-Farīd).10
Selain ayahnya yang memberikan ilmu, adapun beberapa ulama yang menjadi guru
selama enam tahun di Bagdad. Guru-guru yang pernah mengajarnya antara lain:
pertama, Syams al-Dīn Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Ahmad al-Maqdisī. Ia
adalah seorang ahli fiqh dan seorang hakim agung pertama dikalangan mazhab
Hanbali di Syiria. Kedua, Muhammad ibn Abd al-Qāwī ibn Badrān al-Maqsidī al-
Mardawī. Ia adalah seorang ahli hadits, fiqh, tata bahasa Arab, mufti (penasehat
hukum), serta pengarang terkenal pada zaman itu. Ketiga, Al-Manja‟ ibn Utsmān ibn
As‟ad al-Tanawwukhī. Ia adalah seorang ahli hadits, fiqh, tafsir, dan tata bahasa
Arab. Keempat, Muhammad ibn Ismā‟īl ibn Abī Sa‟d Asy-Syaybānī. Ia merupakan
seorang ahli hadits, tata bahasa, sekaligus sastrawan, sejarawan, dan kebudayaan.
Kelima, Zaynab binti Makkī al-Harrānī. Ia merupakan seorang ahli fiqh perempuan
10
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Tasawuf, h. 546
11
Ibnu Taimiyah, Pedoman Islam Bernegara, h. 243
5
yang terkenal dengan pengetahuan dan kesalehannya. Keenam, Syams al-Dīn al-
Asfahānī al-Syâfi‟ī. Ia adalah seorang ahli atau pakar dalam bidang ushul fiqh dalam
Ibn Taimiyah juga telah membaca beberapa karya dari para ahli tasawuf di
antaranya: kitab Risālat al-Qusyayriyyah yang merupakan karangan dari Imām al-
karangan Abū Tālib al-Makkī, kitab Ihyā Ulūm al-Dīn merupakan kitab karangan dari
dan kitab Fusūs al-Hikam karangan dari Ibn Arabī. Ia tidak hanya membacanya saja,
akan tetapi mengamalkannya jika tema-tema dalam tasawuf itu sesuai dengan al-
dan menulis yang mengantarkannya sebagai sosok ulama yang memiliki pemikiran
yang luas dan mendalam. Ia merupakan ulama yang berani dan tidak pernah takut jika
apa yang dipandangnya benar. Lidah dan penanya menjadi senjata tajam untuk
mengkritik paham agama dalam berbagai bidang yakni bidang teologi, tasawuf,
filsafat, dan fiqh yang dianggapnya bid‟ah dan tidak sesuai dengan dalil-dalil al-
12
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Tasawuf, h. 547
13
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam: Dari Khawarij ke Buya Hamka
Hingga Hasan Hanafi, h. 186
5
Dari kecil Ibn Taimiyah terkenal rajin dalam menghadiri beberapa diskusi-
diskusi ilmiah di zamannya. Pada usia tujuh belas tahun, kegiatan ilmiahnya mulai
tampak. Pada umur Sembilan belas tahun, Ibn Taimiyah telah menyelesaikan
seorang Professor dalam ilmu hukum madzhab Hanbali. Ia juga mengajar Tafsir al-
Qur‟an di setiap hari Jum‟at secara mendalam dan menarik perhatian jama’ah secara
umum. Karena mempunyai pengetahuan yang sangat luas dalam berbagai bidang
keilmuan terutama mengenai penafsiran al-Qur‟an, ilmu hadits, ilmu fiqh , dan ilmu
ulama Salaf dan sahabat-sahabatnya yang pada saat itu jarang mendapat perhatian
baik dari ahli ulama maupun ahli fiqh pada masanya. Oleh karena kecerdasan dan
Ibn Taimiyah mendapat serangan dari para ulama yang membencinya dan menjadi
musuhnya. Serangan tersebut terjadi di setiap pengajian pada hari Jum‟at. Karena
pendapat-pendapat.14
yang berada di Mekkah. Setelah ia pulang dari Mekkah ke Damaskus pada 692 H/
Februari 1293, ia membawa sebuah karya yang ia tulis selama melakukan perjalanan
dalam ibadah haji. Karyanya itu dikenal dengan sebutan Manāsik al-Hadjdj, di
14
Abubakar Aceh, Ilmu Ketuhanan (Ilmu Kalam), h.
5
dalamnya berisi celaan terhadap beberapa bid‟ah yang ada dalam pelaksanaan ibadah
haji.15 Selain ilmu dan amalnya, ia juga memiliki sifat-sifat yang baik dan berani
menjawab pertanyaan ini dalam bentuk fatwa dengan alasan-alasan yang cukup jelas.
Jawaban tersebut mengakibatkan para ahli ulama terutama Syafi‟ī marah dan ingin
pemikiran para ulama yang sebelumnya. Hal ini mengakibatkan Ibn Taimiyah
kehilangan jabatannya sebagai seorang Professor. Namun Ibn Taimiyah tidak merasa
sedih dengan kehilangan jabatannya tersebut, karena baginya jabatan itu tidak
penting. Baginya yang terpenting adalah tidak kehilangan keyakinan dan pribadi.17
jawabannya. Masih banyak dari kalangan para ulama yang mengakui bahwa Ibn
Taimiyah merupakan orang yang alim, bahkan orang yang tidak sepaham dengannya
menganggap ia sebagai orang yang alim. Salah satunya adalah Syekh Kamaluddīn ibn
Ibn Taimiyah. Karena ia selalu menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban yang
15
The Encyclopedia of Islam vol. III, (Leiden: E. J. Brill, 1979), h. 951
16
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan
Perkembangannya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010, h. 279
17
Abubakar Aceh, Ilmu Ketuhanan (Ilmu Kalam), h.
5
belum mereka ketahui dari guru-guru mereka. Demikian Ibn Taimiyah dipandang
oleh para ulama yang memiliki pemahaman yang berbeda sebagai orang yang alim.18
dipercayai untuk menerima tugas yang sangat berat yaitu ikut berpartisipasi dalam
perang Sabil atau perang Jihad melawan bangsa Mongol. Dalam peperangan ini, ia
mendapatkan kemenangan yang luar biasa dalam menghadapi bangsa Mongol yang
berada di Shakab. Selain melawan bangsa Mongol, ia juga melawan rakyat Djabal
dilakukan lima pertemuan dengan para pembesar negara yang dipimpin oleh Kadhi
Syafi‟ī di dalam istana Sultan. Pertemuan itu membahas mengenai dirinya yang
berbahaya bagi agama dan kepentingan negara, sehingga Sultan memberi keputusan
untuk memenjarakan Ibn Taimiyah beserta kedua saudaranya selama setengah tahun.
Untuk kedua kalinya Ibn Taimiyah dipenjarakan karena karangannya mengenai ke-
Esaan Tuhan yang menyebabkan ia dimusuhi oleh para pengikut Kadhi yang
berkuasa saat itu yaitu Syafi‟i. Ia masuk penjara selama setengah tahun di Mesir.
Namun kegiatannya dalam penjara tidak hanya menulis tentang pemikirannya saja,
agama Islam sesuai dengan pahamnya. Oleh karena itu, para penghuni penjara
merupakan pengikut setia baginya. Setelah keluar dari penjara, ia dicari kembali dan
18
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia, h. 384
19
Abubakar Aceh, Ilmu Ketuhanan (Ilmu Kalam), h.
5
dari penjara untuk ke sekian kalinya, ia kembali ke Kairo dan diberikan perintah oleh
Sultan an-Nasir untuk menyampaikan beberapa fatwa. Namun Ibn Taimiyah menolak
perintah tersebut. Karena Ibn Taimiyah telah menyadari hal tersebut merupakan
jabaratan Professor kepadanya di sebuah perguruan tinggi yang dipimpin oleh putra
mahkotanya.
tahun lebih di dalam istananya. Ia tidak merasa sedih selama di dalam penjara, karena
antara kitab-kitabnya adalah Ma’āruf al-Wusūl, Raf al-Malam dan kitab al-Radd ala
oleh Ibn Taimiyah di dalam penjara, sehingga pada 9 Djumada II 728 H/ 21 April
1328 M adanya keputusan dari Sultan berupa larangan memberikan semua kitab,
tinta, dan kertas kepada Ibn Taimiyah. Hal tersebut membuat ia sedih dan jatuh sakit
selama 20 hari. Setelah 20 hari jatuh sakit, ia meninggal pada senin 20 Zulkaedah 728
Walaupun Ibn Taimiyah telah wafat, akan tetapi banyak dari murid-muridnya
terkenal adalah Imam Ibn Al-Qayyim al-Jauziyah. Ia adalah murid Ibn Taimiyah
20
The Encyclopedia of Islam vol. III, h. 953
21
Abubakar Aceh, Ilmu Ketuhanan (Ilmu Kalam), h. 92-
5
yang menimba ilmu banyak darinya dan telah menciptakan beberapa buku terkenal.
Murid Ibnu Taimiyah yang lainnya adalah Al-Hāfidz Al-Muhaqqīq Abū Abillah
murid yang cukup lama belajar kepada Ibnu Taimiyah. Ia juga memiliki karya yang
bermanfaat yaitu Al-Uqūd Ad-Durriyyah min Manāqib Syaikhil Islām Ahmad bin
Taimiyah. Selanjutnya adalah Al-Hāfidz Sirajuddīn Abū Hafs Umar bin Alī Al-Azji
Al-Baghdādī. Ia merupakan murid dari Ibnu Taimiyah juga. Ia telah menulis buku
Dimasyqī. Ia adalah murid yang belajar kepada Ibnu Taimiyah hingga mendapat
ijazah. Ia menulis beberapa karya yang sangat bermanfaat, diantaranya: Tarīkh Al-
Islām, Siyar A’lam An-Nubala’, dan Mīzan Al-I’tidal fi Naqd Ar-Rijāl. Murid yang
lainnya adalah Al-Hāfidz Abū Al-Fath Ibnu Sayyid An-Nās Al-Ya‟murī Al-Misrī.
seorang tokoh terbesar dalam bidang Hadits Syam. Kemudian, Abu Al-Hajjaj Yūsuf
bin Az-Zakī. Ia adalah seorang guru bagi para ulama Jarh wa Ta’dil. Selain sebagai
guru, ia merupakan seorang ahli hadits dan mengarang buku dengan judul “Tahdzīb
Al-Kamāl fi Asmāi Ar-Rijāl”.22 Masih banyak murid Ibnu Taimiyah yang lainnya
22
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar, h.
5
C. Karya-Karyanya
Karya Ibn Taimiyah ini memiliki beberapa ciri yang membedakannya dengan
menggunakan dalil al-Qur‟an, Hadits, dan pendapat Salaf yang telah diriwayatkan
oleh para sahabat dan para imam mujtahid dari berbagai tren pemikiran dalam
dijelaskan dengan jelas baik dalam bahasa maupun pemahaman yang terkandung di
membandingkan seluruh makna yang mungkin muncul dari kata-kata yang terdapat
bentuk buku. Ide serta pemikiran Ibn Taimiyah tidak akan pernah terputus justru
berkembang hingga saat ini, karena banyak sekali para peneliti yang ingin memahami
23
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar, h. 385
24
Muhammad al-Jamal, Biografi 10 Imam Besar, h. 219
5
Nasrani.
3. Majmû’ Fatāwa Syaikh al-Islām Ibn Taimiyah. Kitab ini merupakan karya
monumental yang telah diciptakan oleh Ibn Taimiyah terdiri dari 30 Juz.
Kitab ini merupakan kitab kumpulan fatwa-fatwa yang ditulis oleh Ibn
4. Al-Īman. Kitab ini menjelaskan mengenai konsep iman dan hal-hal yang
berkaitan dengan iman. Dalam kitab ini juga Ibn Taimiyah mengkritik
Iman.
dan sunnah.
dan keburukan dalam diri manusia. Selain itu, kitab ini membahas
keduanya.
10. Qāidah Ahl Sunnah wa Al-Jama’ah. Kitab ini membahas mengenai kritik
mengenai bahaya meniru atau mengikuti kaum kafir dalam tradisi, adat
12. Minhāj al-Sunnah. Kitab ini adalah kitab yang diciptakan oleh Ibn
yang sesuai dengan al-Qur‟an dan Sunnah. Serta menjauhi kaum Muslim
dengan Tuhannya.
6
beberapa peneliti dalam menulis sebuah penelitian. Banyak karya Ibn Taimiyah yang
2. Al-Hasanah wa Al-Sayyi’ah.
4. Al-Īman
5. Al-Aqīdah al-Wāsithiyah.
8. Minhāj al-Sunnah
Menurut beberapa sumber, karya Ibn Taimiyah terdiri dari 300 kitab yang
meliputi masalah tafsir, fiqh, retorika, serta fatwa-fatwa yang merupakan kumpulan
atas pertanyaan masyarakat pada zaman tersebut yang tidak ia jawab di depan hakim.
Selain itu, ia juga melakukan kritik atas berbagai masalah, seperti: tasawuf, filsafat,
25
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan
Perkembangannya, h. 281
6
para Mutakallim, Sufi, dan Failasuf yang dianggapnya tidak sesuai dengan ajaran al-
Qur‟an dan Hadits. Inilah yang membuat Ibn Taimiyah memiliki banyak musuh
26
Ibnu Taimiyah, Pedoman Islam Bernegara, h. 249
BAB IV
aliran dalam ilmu kalam. Beberapa dari mereka memiliki pendapat bahwa
manusia merupakan pencipta bagi perbuatannya dan Tuhan tidak ikut campur di
jalan tengah dari pendapat-pendapat yang diungkapkan oleh para teolog Islam
yakni Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Namun apakah jalan tengah yang diambil oleh
Ibn Taimiyah akan sama seperti jalan tengah yang di kemukakan oleh Imam
manusia tidak memiliki kebebasan dalam perbuatannya karena hanya Tuhan yang
Jalan tengah yang diungkapkan oleh Ibn Taimiyah dapat dilihat dari
merupakan ciptaan Tuhan, akan tetapi Ibn Taimiyah tidak sependapat dengan
aliran ini mengenai peniadaan hakikat dari perbuatan manusia. Dan Ibn Taimiyah
63
6
manusia pada hakikatnya adalah perbuatan manusia itu sendiri, akan tetapi ia
perbuatan manusia.1
manusia tidak dipaksa dalam berbuat dan tidak bebas secara mutlak dalam
kehendak Tuhan tidak ikut campur dalam penciptaan perbuatan manusia.2 Karena
dalam diri manusia terdiri dari perbuatan baik dan perbuatan buruk, sedangkan
Hal ini dapat disimpulkan bahwa Ibn Taimiyah mengambil jalan tengah di
manusia.3 Ibn Taimiyah adalah orang yang menolak pendapat Asy’ariyah yang
perolehan. Jalan tengah yang telah dikemukakan oleh imam Asy’ari ini berbeda
dengan jalan tengah yang dimiliki Ibn Taimiyah mengenai perbuatan manusia.
1
Syafrial N, “Corak Teologi Ibnu Taimiyah”, h. 89
2
Syamsul Hadi Untung dan Nofriyanto, “ Al-Imām Ibn Taimiyah wa Arauhu fi Al-Qadaya al-
Aqāidiyyah”, Kalimah: Jurnal Studi Agama-Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 14, No. 1 (Maret
2016): h. 132
3
A. Hanafi, Pengantar Theology Islam, Jakarta: PT al-Husna Zikra, 2001, h. 131
6
dalam berkehendak, akan tetapi perbuatannya itu ada karena diciptakan oleh
Tuhan.4
Ibn Taimiyah merupakan salah satu tokoh yang memiliki pengaruh yang
besar dalam aliran Salaf. Aliran Salafiyah ini merupakan aliran yang membahas
berbagai persoalan dengan bersandar pada al-Qur’an dan Sunnah nabi dan hanya
menganut ajaran yang diajarkan oleh tiga generasi setalah nabi yaitu sahabat nabi,
tabi’in, tabi’in tabi’in. Aliran Salafiyah ini berbeda dengan aliran Ahl Sunnah wa
Ahmad ibn Hanbal, sedangkan Ahl Sunnah wa al-Jama’ah adalah ajaran yang
dikemukan oleh imam Asy’ari. Oleh karena itu, walaupun dasar pendapat mereka
mengenai perbuatan manusia berdasarkan pada sumber yang sama yaitu al-
Qur’an dan Hadits. Namun belum tentu keduanya memiliki pandangan yang
mengambil sisi kebenaran yang ada di antara kedua belah pihak dan
meninggalkan sisi kesalahan yang ada di dalam pendapat kedua aliran tersebut.
4
Zulfata, “Model Pemikiran Ketuhanan Reformis Menurut Ibnu Taimiyah dan Johanes
Calvin”, (Makalah Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, 2013), h. 5
6
Jadi perbuatan manusia terjadi karena adanya pilihan dan kehendak dalam
perbuatannya. Namun perbuatan tersebut terjadi karena kehendak dan ciptaan dari
Segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa adanya kehendak dari Tuhan.
Tidak ada daya dan upaya melainkan hanya dengan pertolongan Tuhan.
Semua tindakan, perbuatan, gerak, dan diamnya manusia bergantung kepada
Tuhan bukan kepada manusia. Ia yang menjadikan orang Muslim itu Muslim
dan orang kafir itu kafir. Ia juga yang telah memperjalankan hamba-Nya baik
di darat maupun di laut. Dia yang memperjalankan, sedangkan manusia yang
berjalan. Tuhan yang menggerakkan dan manusia yang bergerak. Dia yang
menghidupkan, sedangkan manusia yang hidup. Dia yang mematikan dan
manusia yang mati. Demikian gerakan dan keyakinan manusia itu adalah
perbuatan manusia itu sendiri, akan tetapi yang menciptakan perbuatan
manusia itu adalah Tuhan. Tuhan hanya memegang masalah ilmu, qudrah,
irādah, masyi‟ah, dan penciptaannya. Sedangkan manusia hanya memegang
perbuatan, gerakan, dan diam itu sendiri di tangannya.6
Lantas dapat dilihat bahwa perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan dan di
kemampuan yang ada pada diri manusia, maka manusia tersebut tidak akan dapat
5
Ibnu Taimiyah, Syarah Aqīdah Wāsithiyah; Penjelaasan Prinsip-Prinsip Akidah Ahlussunnah
wal Jama‟ah dalam Matan Akidah Wasithiyah Karya Syaikh Islam Ibnu Taimiyah. Penerjemah: Arif
Munandar (Solo: Al-Qowam, 2014), h. 70
6
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Qadha dan Qadar: Ulasan Tuntas Masalah Takdir, h.
6
ciptakan, akan tetapi manusia itu tidak ingin berbuat. Maka tidak akan ada
perbuatan yang muncul darinya. Jadi, manusia berbuat dengan keinginan dan
hal ini manusia tidak melakukan perbuatan secara paksa akan tetapi sesuai dengan
pilihannya sendiri.7
“Dan ingatlah, ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhan ku, jadikanlah negeri ini
Mekkah, negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari
penyembah berhala-berhala”.
hingga ia berhasil menghindari dirinya dari penyembahan berhala. Dalam ayat ini
perbuatan Tuhan dalam ayat ini adalah upaya menjauhkannya dari penyembahan
berhala. Jadi, manusia dalam hal ini tidak akan berbuat sesuatu kecuali setelah
8
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Qadha dan Qadar: Ulasan Tuntas Masalah Takdir, h.
6
adanya perbuatan dari Tuhan.8
7
Ibnu Taimiyah, Syarah Aqīdah Wāsithiyah, h. 70
8
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Qadha dan Qadar: Ulasan Tuntas Masalah Takdir, h.
6
ingat, takut, tunduk dan patuh, serta khusyu‟ kepada Tuhan. Semua perbuatan
yang telah diungkapkan dalam hadits tersebut merupakan perbuatan yang bersifat
memilih dan perbuatan tersebut akan terjadi karena kehendak dan pilihan dari
hamba-Nya.
Lebih jelasnya Ibn Taimiyah mengatakan bahwa kebaikan itu bisa berupa
melakukan perintah dari Tuhan dan meninggalkan apa yang dilarang Tuhan
itu dapat dilihat ketika manusia meninggalkan sebuah larangan serta mengetahui
jika mengerjakan larangan tersebut akan mendapat dosa dan akan disiksa di
akhirat kelak. Oleh karena itu, manusia akan mengendalikan dirinya untuk tidak
diperintah oleh Tuhan merupakan kebaikan maka manusia itu akan mengerjakan
B. Kehendak Tuhan
Mu’tazilah bahwa Tuhan hanya berkehendak kepada perbuatan baik yang ada di
dalam diri manusia. Tuhan Maha Indah dan menyukai keindahan. Tuhan
karena perbuatan yang buruk terjadi karena kemauan bebas yang dianugerahkan
Tuhan kepada manusia bukan karena irādah Tuhan.10 Kehendak Tuhan juga
berhubungan dengan prinsip kedua dari lima prinsip dalam ajaran Mu’tazilah
9
Ibnu Taimiyah, al-Hasanah wa al-Sayyi‟ah, h. 87
10
Joesoef Sou’yb, Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Alam Pikiran Islam, h. 77
7
yang dzolim, maka balasan Tuhan akan pedih bagi mereka. 11 Keadilan Tuhan
Mereka tidak menyetujui pendapat aliran Mu’tazilah, karena bagi mereka tidak
mungkin ada dua pencipta dalam satu perbuatan. Asy’ariyah ini menolak
buruk diciptakan oleh manusia atau seperti aliran Mu’tazilah yang beranggapan
bahwa Tuhan hanya menciptakan perbuatan yang baik saja. Kaum Mu’tazilah ini
karena bagi aliran ini irādah Tuhan hanyalah kepada hal-hal yang baik saja atau
kebaikan dan keburukan. Segala sesuatu yang telah dikehendaki oleh Tuhan akan
terwujud, dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki oleh Tuhan tidak akan
terwujud di dunia ini. Kebaikan dan keburukan merupakan sesuatu yang telah ada
di dunia ini, karena kebaikan dan keburukan telah dikehendaki oleh Tuhan.12
Asy’ariyah bahwa jika Tuhan menghendaki sesuatu itu ada, maka sesuatu itu akan
ada. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sūrah as-Sajdah/32: 13 dan sûrah al-
A’rāf/7: 89 berikut:
11
Muhammad Abu Zahrah, Tārīkh al-Madzāhib al-Islâmiyah, Arab Saudi: Dār al-Fikr, t.t., h.
121
12
Abu al-Hasan al-Asy’ari, Ajaran-Ajaran Asy‟ari. h. 5
7
g
“Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap- tiap
jiwa petunjuk”.
hanya menghendaki perbuatan baik yang ada dalam diri manusia, sedangkan
dunia ini. Karena jika Tuhan telah menghendaki sesuatu maka sesuatu itu akan
menjadi ada seperti halnya Tuhan menghendaki kebaikan dan keburukan dalam
aliran di atas. Ia menolak pendapat Asy’ariyah yang mengatakan bahwa baik dan
buruk perbuatan manusia terwujud disebabkan oleh kehendak mutlak Tuhan. Dan
dengan perbuatan manusia.14 Bagi Ibnu Taimiyah tidak ada yang boleh
makhluk ciptaannya tidak ada yang dapat menandingi-Nya. Oleh karena itu,
“Apa saja kebaikan yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja
keburukan yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami
mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukup lah Allah
menjadi saksi”.16
kebaikan berasal dari diri manusia, karena selain ayat di atas adapun hadits yang
14
Syafrial N., “Corak Teologi Ibnu Taimiyah”, h. 90
7
15
Ibnu Taimiyah, al-Furqān bayna al-Haq wa al-bāthil, (T.tp.: T.pn., t.t.), h. 19
16
Ibnu Taimiyah, al-Hasanah wa al-Sayyi‟ah, (Kairo: Dar al-Kutub, t.t), h. 15
7
yang ada di alam ini tidak ada kaitannya dengan Tuhan. Tuhan tidak menyukai
kerusakan, tidak meridhai hamba-Nya untuk berbuat kafir, dan juga tidak
keburukan bukanlah berasal dari Tuhan akan tetapi berasal dari manusia. 18 Dapat
disimpulkan setelah dilihat uraian kehendak Tuhan menurut Ibn Taimiyah di atas
untuk berbuat maksiat dengan firman-Nya yang telah disebutkan di atas dalam
pandangan Ibn Taimiyah mengenai kehendak Tuhan pada sūrah al-Nisā ayat 49.
qada manusia bagi dirinya sendiri. Dan mereka telah mengetahui bahwa kebaikan
dan keburukan yang disebutkan dalam ayat tersebut memiliki makna ketaatan dan
sedangkan keburukan berasal dari ciptaan manusia dan ketentuannya. Dan jika
17
Ibnu Taimiyah, al-Hasanah wa al-Sayyi‟ah, h. 29
18
Syafrial N., “Corak Teologi Ibnu Taimiyah”, h. 90
7
Ibn Taimiyah membagi keburukan menjadi dua macam yaitu keburukan pada
manusia dan keburukan yang ada di alam. Pertama, keburukan pada manusia
dalam pengertian tidak adanya segala sifat kesempurnaan dalam diri manusia dan
tidak ada tindakan yang baik dalam dirinya. Hal di atas dinyatakan karena tidak
ada manusia yang sempurna di dunia ini. Kedua, keburukan pada alam yang
baginya dan sebagian lainnya memiliki manfaat baginya. Karena sebuah musibah
yang terjadi di alam ini tidak akan melanda secara terus menerus kepada manusia.
Hal ini merupakan sebuah hikmah yang merupakan ujian dan cobaan dari Tuhan
karena hanya bersifat sementara. Jadi, menurut Ibn Taimiyah Tuhan tidak hanya
menciptakan kebaikan saja di dunia ini akan tetapi Tuhan juga telah menciptakan
dan keburukan yang dilakukan oleh Tuhan tidak sama dengan kebaikan dan
Tuhan mengirimkan seorang Rasul kepada umat manusia agar manusia dapat
mencapai tujuan hidup yaitu kemaslahatan. Oleh karena kemaslahatan umat ini,
melakukan apa yang diperintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Karena
perintah Tuhan adalah perintah yang mengarahkan manusia kepada hal yang baik,
19
Muhammad as-Sayyid al-Julaynid, Qodiyyah al-Khayr wa al-Syarr fi al-Fikri al-Islāmy, h.
107
7
157 berikut:
sesuatu yang mengarah kepada yang ma‟rūf dan melarang dari segala sesuatu
keburukan.21 Oleh karena itu, Ibn Taimiyah menganggap tersesat kaum yang
tidak percaya terhadap wahyu dan tidak memerlukan para nabi dalam
akan wahyu dan para nabi mengatakan bahwa diutusnya para nabi kepada umat
bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Hal tersebut yang menyebabkan
adanya rasa benci antara manusia bahkan hingga menimbulkan perang agama.22
perbuatan baik dan buruk dalam sūrah an-Nisā ayat 79. Ada ayat 78 dari sūrah an-
Nisā yang menjelaskan bahwa semuanya berasal dari Tuhan, sebagai berikut:
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun
kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh
kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka
ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu
(Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa
orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan
sedikit pun?”
Firman Tuhan di atas menjelaskan bahwa semuanya berasal dari Tuhan. Lalu
bagaimana Ibn Taimiyah menjelaskan hal ini setelah ia membedakan antara asal
berasal dari Tuhan baik itu kebaikan maupun keburukan tidak berlaku dalam
22
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang, 2014, h. 14
23
Yasya Akhiro, “ Penafsiran Ibnu Taimiyah Tentang Hasanah dan Sayyi‟ah dalam Surat an-
Nisa Ayat 79: Studi Terhadap Kitab al-Hasanah wa al-Sayyi‟ah”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin,
8
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008), h. 5
8
perbuatan manusia. Kebaikan dan keburukan yang berasal dari Tuhan merupakan
kebaikan dan keburukan dalam arti balasan atas setiap perbuatan manusia. Hal
tersebut sejalan dengan firman Tuhan setelah ayat ini yang mengatakan bahwa
jika kamu memperoleh kebaikan, kamu berkata bahwa kebaikan ini berasal dari
Tuhan. Dan jika kamu mendapatkan keburukan, kamu berkata keburukan berasal
dari dirimu.24
menghendaki sesuatu yang baik. Dan telah tersesat bagi kelompok yang
membedakan antara satu perbuatan dengan perbuatan yang lain antara kebaikan
dengan keburukan, sehingga bagi mereka sah-sah saja jika Tuhan memerintahkan
hamba-Nya pada semua hal yang buruk. Karena semua itu merupakan kehendak
dan ciptaannya. Kedua pendapat di atas merupakan pendapat yang salah menurut
Ibn Taimiyah.25
Menurut Ibn Taimiyah jika Tuhan menciptakan segala sesuatu, maka semua
dunia ini. Jika Tuhan melakukan sebuah keburukan maka keburukan tersebut
jalan yang benar, sehingga keburukan yang digambarkan bukan seperti keburukan
yang ada pada perbuatan manusia. Hikmah dan kasih sayang-Nya tidak dapat
24
Ibnu Taimiyah, al-Hasanah wa al-Sayyi‟ah, h. 27
diketahui oleh makhluk-Nya hanya Tuhan yang mengetahuinya. Oleh karena itu
melakukan hal yang menimbulkan kebaikan seperti halnya perintah Tuhan yang
hidup. Keburukan yang ada di dunia ini bukanlah berasal dari Tuhan akan tetapi
berasal dari manusia itu sendiri, sehingga keburukan yang terjadi di dunia ini
tidak ada kaitannya dengan Tuhan. Dalam hal ini pandangan Ibn Taimiyah
irādah Tuhan. Pemikiran yang selanjutnya mengenai irādah Tuhan bahwa jika
Tuhan bukan seperti keburukan yang dilakukan oleh manusia. Dalam hal ini
menghendaki segala sesuatu yang ada di dunia ini baik itu berupa kebaikan
Irādah Tuhan menurut Ibn Taimiyah terdiri dari dua macam yaitu al-irādah
kehendak Tuhan yang memiliki hubungan dengan alam semesta. Al-irādah ini
telah ditentukan dan ditetapkan oleh Tuhan sejak Ia menciptakannya. Semua yang
ada di alam semesta ini termasuk ke dalam irādah-Nya, dan tidak ada satu pun
Ayat di atas ini jelas bahwa seseorang dari kamu jika dikehendaki Tuhan
agar menjadi sesat, niscaya segala sesuatu yang telah kamu lakukan dan perbuat
Allah dalam masalah agama, sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an sūrah
27
Ibnu Taimiyah, Al Furqon Antara Kekasih Allah dan Kekasih Syaitan. Penerjemah:
Abdurrahman Masykur (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1989), h. 133
8
meliputi segala peristiwa yang telah terjadi di dunia baik itu berupa kebaikan
maupun keburukan, keimanan dan kekafiran, atau ketaatan dan kemaksiatan. Jadi,
jika Tuhan telah berkehendak maka akan terjadi dan jika Tuhan tidak
menghendaki maka tidak akan terjadi. Sedangkan irādah al-dīn bersifat khusus
yang berkaitan dengan hal-hal yang Tuhan cintai dan ridhai atau yang
Kedua irādah di atas terdapat dalam diri seorang hamba yang taat. Adapun
orang kafir dan yang berbuat maksiat hanya mengikuti irādah al-kauniyyah saja
dan tidak mengikuti irādah al-dīn. Karena ketaatan seorang hamba merupakan
Hakikat perbuatan manusia pada umumnya terdiri dari dua pendapat yang
berbeda antara satu pendapat dengan pendapat yang lainnya. Pendapat yang
28
Ibnu Taimiyah, Al Furqon Antara Kekasih Allah dan Kekasih Syaitan, h. 132
29
Ibnu Taimiyah, Syarh Aqidah al-Wasithiyah, h. 44
8
hakikatnya merupakan perbuatan Tuhan karena manusia tidak memiliki daya dan
upaya dalam menciptakan perbuatannya sendiri. Oleh karena itu kehendak yang
ada di dalam diri manusia merupakan kehendak mutlak Tuhan. Dua pendapat di
atas merupakan pandangan dari dua aliran teologi Islam yaitu Mu’tazilah dan
Asy’ariyah.
kebaikan atau sesuatu yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya maka manusia
yang mendapatkan perlakuan baik dari manusia yang memberikan kebaikan akan
kepada manusia yang lain, maka manusia yang mendapat kejahatan tersebut akan
merasa tidak senang dengan tindakan buruknya itu. Terima kasih dan
kepada Tuhan bukan manusia. kedua, jika manusia ingin melakukan sesuatu maka
sesuatu itu akan terjadi. Namun jika manusia tersebut tidak menginginkan sesuatu
tersebut niscaya sesuatu tersebut tidak akan pernah terjadi. Jika kehendak yang
terjadi walaupun manusia itu tidak menginginkan sesuatu tersebut dan sebaliknya.
8
Ketiga, dalam diri manusia mempunyai dua macam perbuatan yaitu perbuatan
baik dan perbuatan buruk. Jika perbuatan manusia merupakan perbuatan Tuhan,
maka Tuhan akan melakukan kedua perbuatan tersebut. Hal ini merupakan
sesuatu yang mustahil bagi Tuhan, Tuhan dalam pandangan golongan ini tidak
involunter yang terdiri dari dua unsur yaitu penggerak dan yang digerakan.
bergerak adalah manusia karena manusia memiliki tempat yang bersifat jasmani
(tubuh) dan Tuhan tidak mungkin memiliki sifat jasmani. Hal ini dapat
30
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisis Perbandingan, h. 105
8
pementasan seni.31
dari manusia itu sendiri tapi perbuatan itu tidak akan ada tanpa adanya kehendak
sebagai berikut:
31
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisis Perbandingan, h. 108
32
Syafrial N., “Corak Teologi Ibnu Taimiyah”, h, 89
9
manusia pada hakikatnya merupakan perbuatan manusia itu sendiri, akan tetapi
penyembahan itu tidak akan pernah terjadi jika Tuhan tidak menciptakannya.
Penyembahan yang dilakukan oleh manusia itu terjadi karena perbuatan tersebut
karena pilihan dan kehendak yang dilakukan oleh manusia itu sendiri, namun
perbuatan yang ada dalam diri manusia terjadi karena kehendak dan ciptaan
dilakukannya. Ketiga, Tuhan meridhai setiap perbuatan baik yang dilakukan oleh
manusia dan tidak meridhai perbuatan buruk yang dilakukan oleh manusia.35
Taimiyah dengan dua aliran dalam teolog yaitu Mu’tazilah dan Asy’ariyah dapat
33
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Qadha dan Qadar: Ulasan Tuntas Masalah Takdir, h. 152
34
Ibnu Taimiyah, Syarah Aqīdah Wāsithiyah, h. 70
35
Muhammaddin, “Aliran Kalam Salafiyah”, Jurnal Imu Agama Vol. 16, No. 1 (2015): h. 90
9
Tabel 1.1
Perbandingan Pemikiran Ibn Taimiyah dengan Para Teolog Islam
merupakan ciptaan
dikehendakinya
manusia, adapun termasuk perbuatan baik dunia ini berasal dari diri
keburukan yang terjadi dan buruk yang ada dalam manusia. adapun jika
Tuhan akan tetapi berasal yang ada di dunia ini keburukan, maka hal
9
sayang-Nya untuk
mengarahkan manusia
keburukan yang
keburukan yang
dipaksa dalam
perbuatannya.
mengambil jalan tengah di antara dua pandangan teolog yaitu Jabariyah dan
aliran Jabariyah yang mengatakan bahwa segala perbuatan dan perilaku hamba-
Nya merupakan paksaan baik itu berupa gerakan maupun detak urat nadinya,
hamba-Nya merupakan hal yang majazi bukan yang hakiki. Adapun pandangan
Ibn Taimiyah mengkritik bahwa aliran Qadariyah ini adalah aliran yang salah.
Karena telah menyatakan adanya pencipta lain selain Tuhan. Ibn Taimiyah juga
dan Tuhan tidak ikut campur di dalam penciptaan perbuatan manusia. Kritiknya
36
Ibnu Taimiyah, Syarh al-„Aqidah Wasithiyah, h. 71
9
penciptaan yang telah disanggupi oleh makhluk selain Tuhan yaitu manusia. Jadi
Nya.37
yang sesungguhnya murni dari manusia bukan dari Tuhan. Sehingga perbuatan
manusia pada hakikatnya perbuatan manusia dan perbuatan manusia tidak bersifat
Taimiyah, dengan mengakui bahwasannya kehendak mutlak Tuhan itu ada, tanpa
mengetahui bahwa Tuhan suka atau tidak dalam perbuatan buruk. Maka dapat
segala maksiat dan keburukan yang ada di dunia ini. Kedua, Ibn Taimiyah juga
37
Abdurrahman bin Hasan, Ringkasan Minhajus Sunnah Ibnu Taimiyah, Solo: Pustaka Rayyan,
2007, h. 44
38
Abdurrahman bin Hasan, Ringkasan Minhajus Sunnah Ibnu Taimiyah, h. 81
9
dengan perbuatan manusia.39 Bagi Ibnu Taimiyah tidak ada yang boleh
makhluk ciptaannya tidak ada yang dapat menandingi-Nya. Oleh karena itu,
39
Syafrial N., “Corak Teologi Ibnu Taimiyah”, h. 90
40
Ibnu Taimiyah, al-Furqān bayna al-Haq wa al-bāthil, (T.tp.: T.pn., t.t.), h. 19
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
terdiri dari hakikat perbuatan manusia, kehendak Tuhan, kebebasan manusia dalam
mengenai tiga persoalan perbuatan manusia di atas tidak sama dengan pemikiran dari
mereka yang tidak benar. Jadi, pemikiran Ibn Taimiyah dalam persoalan perbuatan
manusia ini mengambil jalan penengah di antara kedua golongan yaitu Mu‟tazilah
dan Asy‟ariyah.
Dari seluruh penjelasan mengenai perbuatan baik dan buruk manusia menurut
Ibn Taimiyah serta hubungan kekuasaan Tuhan dengan perbuatan manusia dalam
skripsi ini dapat diambil kesimpulan bahwa pandangan Ibn Taimiyah mengenai
perbuatan manusia memilih jalan tengah di antara perbedaan pendapat yang ada pada
aliran teolog Islam yang terkemuka yakni Mu‟tazilah dan Asy‟ariyah, di antaranya:
dapat dilihat ketika manusia meninggalkan larangan tersebut karena mengetahui jika
mengerjakannya akan mendapat dosa dan siksa. Sebaliknya, jika manusia mengetahui
90
9
bahwa yang diperintah oleh Tuhan maka ia akan mengerjakan perinta tersebut.
Berbeda dengan pendapat aliran Mu‟tazilah yang menyatakan bahwa baik dan buruk
dapat dilihat dari esensi zatnya sendiri, sedangkan Asy‟ariyah menyatakan bahwa
sendiri, akan tetapi yang menciptakan dan menghendaki perbuatan manusia itu terjadi
hanya Allah SWT. Hal tersebut merupakan kesimpulan pemikiran Ibn Taimiyah
mengenai hakikat perbuatan manusia yang diambil di antara dua pendapat aliran
teolog yakni Mu‟tazilah dan Asy‟ariyah. Ibn Taimiyah setuju dengan pendapat aliran
sedangkan pendapat Ibn Taimiyah yang sama dengan aliran Asy‟ariyah bahwa Tuhan
merupakan pencipta dari perbuatan manusia dan tidak setuju dengan pandangan
perbuatan manusia hanya pada kebaikan saja sedangkan keburukan yang terjadi di
dunia ini merupakan perbuatan dari hamba-Nya. Adapun jika Tuhan melakukan
keburukan pada hamba-Nya, maka keburukan tersebut merupakan hikmah dan kasih
sayang-Nya untuk mengarahkan manusia ke jalan yang diridhai oleh Tuhan dengan
cara bertaubat kepada Tuhan. Masalah irādah Tuhan dalam pandangan Ibn Taimiyah
juga mengambil pendapat yang dianggapnya benar dari dua pendapat yang
Tuhan yang berhubungan dengan perbuatan manusia hanya berupa kebaikan saja,
9
sedangkan Asy‟ariyah kehendak Tuhan meliputi kebaikan dan keburukan yang telah
perbuatannya atau tidak memiliki kehendak dalam berbuat karena hanya ada
kehendak Tuhan saja dalam perbuatannya. Ibn Taimiyah mengatakan bahwa manusia
tidak diberikan kebebasan dalam melakukan perbuatannya secara mutlak, akan tetapi
B. Saran
kemudharatan.
Taimiyah.
yaitu perbuatan
9
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahirah, Muhammad, Tārīkh al-Madzāhib al-Islāmiyah, Arab Saudi: Dār al-Fikr, t.t.
Akhiro, Yasya, “ Penafsiran Ibnu Taimiyah Tentang Hasanah dan Sayyi‟ah dalam
Surat an-Nisa Ayat 79: Studi Terhadap Kitab al-Hasanah wa al-Sayyi’ah”,
(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2008).
al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, Qadha dan Qadar: Ulasan Tuntas Masalah Takdir,
Penerjemah: Abdul Ghaffar, Jakarta: Pustaka Azzam, 2014.
Enoh, “Konsep Baik (Kebaikan) dan Buruk (keburukan) dalam Al-Qur‟an: Analisis
Konseptual Terhadap Ayat-Ayat Al-Qur‟an yang Bertema Kebaikan dan
Keburukan”, Mimbar, 4 Juni 2004.
Fakhry, Majid, Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis, Bandung: Mizan, 2001.
Farid, Ahmad, 60 Biografi Ulama Salaf. Penerjemah: Masturi Ilham dan Asmu‟I
Taman, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006.
Hakim, Abdul, “Filsafat Etika Ibnu Miskawaih”, Ilmu Ushuluddin, Vol. 13, No. 2
(Juli 2014).
Hatta, Mawardy, “Aliran Mu‟tazilah dalam Lintasan Sejarah Pemikiran Islam,” Ilmu
Ushuluddin Vol. 12, No. 1 (Januari 2013).
Madkūr, Ibrāhīm, Fil Falsafah al-Islamiyyah: Manhaj wa Tathbīqoh, Kairo: Dār al-
Mā‟arif, 1119.
Mahmud, Ali Abdul Halim, Akhlak Mulia. Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani,dkk.,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2004).
Mansur, M. Laily, Pemikiran Kalam dalam Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004.
Muhammaddin, “Aliran Kalam Salafiyah”, Jurnal Ilmu Agama Vol. 16, No. 1 (2015).
Nasution, Harun, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: PT Bulan Bintang,
2014.
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2015.
Sobur, A. Kadir, “Teologi „Poros Tengah‟ Satu Kajian Terhadap Af‟al al-Ibâd dalam
Pemikiran Kalam Al-Asy‟ari,” Media Akademika Forum Ilmu dan Budaya
Islam Vol. 17, No. 3 (Juli 2002).
Sou‟yb, Joesoef, Peranan Aliran Iktizal dalam Perkembangan Alam Pikiran Islam,
Jakarta Pusat: Pustaka Alhusna, 1982.
Syafrial N, “Corak Teologi Ibnu Taimiyah”, Tajdid, Vol. 18, No. 1 (Juli 2015).
Untung, Syamsul Hadi, dan Nofriyanto, “ Al-Imâm Ibn Taimiyah wa Arauhu fi Al-
Qadaya al-Aqâidiyyah”, Kalimah: Jurnal Studi Agama-Agama dan Pemikiran
Islam, Vol. 14, No. 1 (Maret 2016).
Yusuf, M. Yunan, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam dari Khawarij ke Buya
Hamka Hingga Hasan Hanafi, Jakarta: Prenada media Group, 2014.