Anda di halaman 1dari 16

TUGAS NARASI FILSAFAT ILMU

Kelompok IA

Ketua : Khoirul Fatihin 071211132001

Sekretaris : Nikken Larasati 071211133064

Bendahara I : Zahra Wanisa 071211132016

Bendahara II : Dilah Puspa Sari 071211132026

Bendahara III : Achmad Ardiansyah S.P 071211131015

Bendahara IV : Yovana Riken Keiky 071211132015

Departemen Ilmu Administrasi Negara


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini kami kelompok IA menyatakan tidak melakukan plagiat dalam penulisan
narasi ini. Dalam mengerjakannya semua anggota aktif untuk memberi masukan dan ide
penulisan, dan bagi yang tidak aktif dalam pengerjaan narasi ini tidak diperbolehkan untuk
bertandatangan.

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Ketua : Khoirul Fatihin 071211132001

( www.khoirul-fatihin-fisip12.web.unair.ac.id )

Sekretaris : Nikken Larasati 071211133064


(www.nikken-larasati-fisip12.web.unair.ac.id )

Bendahara I : Zahra Wanisa 071211132016


(www.zahra-wanisa-fisip12.web.unair.ac.id )

Bendahara II : Dilah Puspa Sari 071211132026


(www.dilah-puspa-fisip12.web.unair.ac.id )

Bendahara III : Achmad Ardiansyah S.P 071211131015


(www.ardiansyahsp-fisip12-web.unair.ac.id )

Bendahara IV : Yovana Riken Keiky 071211132015


(www.yovana-riken-fisip12.web.unair.ac.id )

Ketua Sekretaris Bendahara I

Khoirul Fatihin Nikken Larasati Zahra Wanisa


NIM 071211132001 NIM 071211133064 NIM 071211132016

Bendahara II Bendahara III Bendahara IV

Dilah Puspa Sari Achmad Ardiansyah S.P Yovana Riken Keiky


NIM 071211132026 NIM 071211131015 NIM 071211132015
Menata Pernyataan Cerdas dengan Logika Silogisme
Manusia dalam kehidupan sehari-hari dan disegala aktivitasnya tidak pernah lepas
dari proses berfikir dimana didalamnya ada proses berfikir secara logis. Dalam
berfikir/bernalar manusia selalu mengeksplisitkan apa yang mereka pikirkan dalam bentuk
pernyataan-pernyataan atau bahasa yang juga dapat disebut dengan Logika. Ilmu Logika ini
mempelajari mengenai kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Berpikir
secara logis adalah berpikir secara rasional atau masuk akal yang dinyatakan dalam
pernyataan-pernyataan tertentu dan diwujudkan kedalam suatu tindakan.

Dalam Ilmu Logika ada yang dinamakan dengan Silogisme. Silogisme adalah suatu
bentuk penarikan konklusi secara deduktif tak langsung yang konklusinya ditarik dari premis
yang disediakan serentak. Oleh karena Silogisme adalah penarikan konklusi yang sifatnya
deduktif, maka konklusinya tidak dapat mempunyai sifat yang lebih umum dari pada
premisnya. Selanjutnya, materi mengenai Silogisme ini akan dijelaskan lebih lanjut pada
presentasi mata kuliah Filsafat Ilmu.

Seperti biasa pada hari selasa tepatnya tanggal 21 Mei 2013, mahasiswa selalu
disambut dengan mata kuliah Filsafat Ilmu khususnya dengan dosen yang fenomenal yang
tak lain adalah Pak Adib. Kata-kata yang tidak pernah lupa beliau ucapkan yaitu beliau selalu
tidak sabar untuk melakukan diskusi dengan mahasiswa cerdas Universitas Airlangga
terutama mahasiswa prodi Ilmu Administrasi Negara. Perkuliahaan yang selalu dimulai tepat
jam 10 pagi, namun masih ada beberapa mahasiswa yang datang terlambat dan Pak Adib
mempersilahkan mahasiswa yang terlambat untuk duduk dikursi kehormatan tepatnya duduk
dikursi paling depan.

Sebelum memulai perkuliahan dengan presentasi mengenai Silogisme/Penalaran


Tidak Langsung, beliau mengatakan bahwa mahasiswa Universitas Airlangga adalah
mahasiswa yang cerdas-cerdas. Beliau membuktikan salah satu faktornya yaitu sebagian
besar mahasiswa AN memiliki smartphone, dan memang terbukti bahwa 50 % bahkan lebih
memiliki smartphone bahkan ipad. Selain itu beliau mengatakan bahwa manusia dimuka
bumi ini pasti memiliki angka nomer satu pada dirinya. Sebagai contoh mahasiswa yang rata-
rata kelahiran tahun 1994 kemudian pada tahun 2011 berusia 17 tahun maka 94 ditambah 17
hasilnya 111. Setelah menerangkan itu, beliau membuka perkuliahan dengan berdoa bersama
agar diskusi yang dilakukan dapat memberikan manfaat bagi semua mahasiswa.

Kemudian Pak Adib mempersilahkan kelompok 8A untuk memulai presentasi


mengenai Pola Penalaran Tidak Langsung Silogisme dan kelompok 8B sebagai pembanding.
Dalam Penalaran Silogisme, kesimpulannya pasti benar asalkan syarat dan ketentuan berlaku.
Pada penalaran silogisme, konklusinya ditarik secara tidak langsung dari dua proposisi yang
diletakkan sekaligus.

Silogisme adalah suatu bentuk penarikan konklusi secara deduktif tak langsung yang
konklusinya ditarik dari premis yang disediakan serentak. Oleh karena silogisme adalah
penarikan konklusi yang sifatnya deduktif, maka konklusinya tidak dapat mempunyai sifat
yang lebih umum daripada premisnya; oleh karena silogisme merupakan penarikan konklusi
secara tak langsung, konklusi ditarik dua premis, tidak dari satu premis saja sebagaimana
halnya pada penarikan konklusi secara langsung. Misalnya:

Semua mahasiswa adalah anak pintar

Dina adalah mahasiswa

Dina adalah anak pintar

Ciri-ciri silogisme yang membedakannya dari jenis penarikan konklusi lainnya adalah:

1. Konklusi dalam silogisme ditarik dari dua premis yang serentak disediakan, bukan
dari salah satu premisnya saja. Konklusinya tidaklah merupakan penjumlahan premis-premis
itu, tetapi merupakan sesuatu yang dapat diperoleh bila kedua premis itu diletakkan serentak.

Ciri-ciri ini membedakan silogisme dari bentuk-bentuk penarikan konklusi langsung dan
bentuk-bentuk penarikan konklusi tak langsung lainnya.

2. Konklusi dari suatu silogisme tidak dapat mempunyai sifat yang lebih umum daripada
premis-premisnya. Silogisme adalah suatu jenis penarikan konklusi secara deduktif dan
penarikan konklusi secara deduktif konklusinya tidak ada yang lebih umum dari premis-
premis yang disediakan itu.

Pada contoh di atas, konklusi : “Dina adalah anak pintar” walaupun umum sifatnya, namun
lebih sempit pengertiannya dari premis-premisnya, karena term “Dina” mengandung
pengertian yang lebih sempit daripada “mahasiswa”. Ciri ini membedakan silogisme daripada
bentuk-bentuk penarikan konklusi secara induktif yang konklusinya selalu lebih umum
daripada premisnya.

3. Konklusinya benar, bila dilengkapi dengan premis-premis yang benar.

Suatu hal yang penting, pada silogisme dan pada bentuk-bentuk inferensi deduktif
yang lain, persoalan kebenaran dan ketidak benaran pada premis-premis tak pernah timbul,
karena premis-premis selalu diambil yang benar; akibatnya konklusi sudah diperlengkapi
dengan hal-hal yang benar. Dengan kata lain, silogisme tinggal hanya mempersoalkan
kebenaran formal (kebenaran bentuk) dan tidak lagi mempersoalkan kebenaran material
(kebenaran isinya).

Sebuah silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu dua buah proposisi yang diberikan
dan sebuah proposisi yang ditarik dari dua buah proposisi yang diberikan itu. Proposisi yang
ditarik itu dinamai konklusi dan dua proposisi yang diberikan itu dinamai premis.

Tiap-tiap proposisi terdiri atas dua term dan karena itu silogisme mesti mempunyai
enam term. Silogisme sebenarnya mempunyai tiga term yang mempunyai nama-nama
tertentu. Predikat konklusi dinamai term mayor, subyek konklusi dinamai term minor, dan
term yang sama-sama terdapat pada kedua proposisi itu disebut term penengah.
Term penengah menetapkan hubungan antara term mayor dan term minor dan dengan
demikian konklusi dapat ditarik dari kedua premis itu. Jika antara term mayor dan term minor
tidak terdapat hubungan, konklusi tidak dapat ditarik.

Premis yang di dalamnya terdapat term mayor dinamai premis mayor, dan premis
yang di dalamnya terdapat term minor dinamai premis minor. Dalam bentuk silogisme logika
yang sesungguhnya, premis mayor diberikan mula-mula dan sudah itu diikuti oleh premis
minor. Perlu diingat bahwa dalam silogisme lambang M dipakai untuk menunjukkan term
penengah, S menunjukkan term minor dan P untuk term mayor.

Jenis-jenis silogisme:

Silogisme

Murni Campuran

kategoris hipotetis disjunktif Kategoris dilemma


hipotetis

Kategoris
disjunktif

Silogisme dibagi menjadi silogisme murni dan silogisme campuran. Silogisme murni
juga dapat dibagi lagi menjadi tiga yaitu silogisme murni kategoris, silogisme murni
hipotesis, dan silogisme disjunktif. Silogisme campuran juga dapat dibagi lagi menjadi tiga
yaitu silogisme campuran kategoris hipotesis, silogisme campuran kategoris disjunktif, dan
silogisme campuran dilemma.

Penjelasan dari tiga jenis silogisme campuran:

1. Hipotetis kategoris. Dalam silogisme ini premis mayor hipotetis, premis minor kategoris
dan konklusi kategoris.

2. Disjunktif kategoris. Dalam silogisme ini premis mayor disjunktif, premis minor kategoris
dan konklusi kategoris.

3. Dilemma. Dalam dilemma: premis mayor hipotetis, premis minor disjunktif dan konklusi
kategoris atau disjunktif.
Bentuk Silogisme

Silogisme dibedakan menurut bentuknya, berdasarkan pada kedudukan term tengah


(M) di dalam proposisi. Terdapat empat bentuk silogisme, yaitu: Bentuk I, Bentuk II, Bentuk
III, dan Bentuk IV.

1. Bentuk I
Term tengah (M) berkedudukan sebagai subyek di dalam premis mayor, dan
berkedudukan sebagai predikat dalam premis minor.
Maka bentuknya adalah :

Bentuk I :
M – P dengan model
S – M
S – P

JIKA :
S : Term Mayor Misal : Kantor Pajak
P : Term Minor Misal : Pelayan Publik
M : Term Tengah Misal : birokrasi

Misal
Premis Mayor (M-P): Semua birokrasi adalah pelayan publik
Premis Minor (S-M): Kantor pajak adalah birokrasi
Silogisme (S-P): Kantor pajak adalah pelayan publik

2. Bentuk II :
Term tengah (M) berkedudukan sebagai predikat baik, di dalam premis mayor
maupun di dalam premis minor.
Maka bentuknya adalah :
P – M dengan model
S – M
S – P

Misal
Premis Mayor (P-M): Semua pelayan public adalah aparatur birokrat
Premis Minor (S-M):Zahra adalah aparatur birokrat
Silogisme (S-P): Zahra adalah pelayan publik

3. Bentuk III :
Term tengah (M) berkedudukan sebagai subyek, baik di dalam premis mayor maupun
di dalam premis minor.
Maka bentuknya adalah :
M – S dengan model
M – P
S – P

Misal
Premis Mayor (M-S): Pembuat kebijakan adalah administrator publik
Premis Minor (M-P): Pembuat kebijakan adalah pelayan publik
Silogisme (S-P): Administrator public adalah pelayan publik

4. Bentuk IV :
Term tengah (M) berkedudukan sebagai predikat di dalam premis mayor, dan
berkedudukan sebagai subyek dalam premis minor.
Maka bentuknya adalah :
S – M dengan model
M – P
S – P

Misal
Premis Mayor (S-M): semua koruptor adalah orang tidak beretika.
Premis Minor (M-P): orang yang tidak beretika adalah pelaku kejahatan publik
Silogisme (S-P):semua koruptor adalah pelaku kejahatan publik

Mood Silogisme

Kata “Mood” mempunyai beberapa pengertian. Yang Pertama : Mood dipergunakan


untuk menyatakan bentuk sejenis silogisme yang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas
premis-premis yang membentuknya. Yang Kedua : Mood dipergunakan dalam pengertian
yang lebih luas, untuk menyatakan bentuk silogisme yang ditentukan oleh kualitas dan
kuantitas ketiga proposisi yang membentuknya. Jadi tidak saja mengenai dua premisnya,
tetapi juga mengenai konklusi. Yang Ketiga : Ada beberapa ahli logika yang mengemukakan
mood dalam pengertian yang sangat terbatas, yaitu hanya untuk menyatakan mood yang valid
saja, yaitu semua gabungan yang menghasilkan konklusi yang valid. Bila kita hitung ketiga
proposisi yang membentuknya, akan kita dapati 24 mood yang valid, yaitu :

Bentuk I : AAA AAI EAE EAO AII EIO

Bentuk II : EAE EAO AEE AEO EIO AOO

Bentuk III : AAI IAI AII EAO OAO EIO

Bentuk IV : AAI AEE AEO IAI EAO EIO


Contoh :
Bentuk I
A : Semua birokrat bisa menetapkan kebijakan
A : Semua anggota DPR itu adalah birokrat
A : Semua anggota DPR bisa menetapkan kebijakan
Mood ini disebut Barbara (AAA)

E : Tak satu pun pegawai pemerintahan anti korupsi


A : Semua administrator public adalah pegawai pemerintahan
E : tak satupun administrator public anti korupsi
Mood ini disebut Celarent (EAE)

A : Semua yang berakuntabilitas disenangi


I : Sebagian walikota berakuntabilitas
I : Sebagian walikota disenangi
Mood ini disebut Darii (AII)

E : Tak satu pun koriptor adalah jujur


I : Sebagian anggota DPR adalah koruptor
O : Sebagian anggota DPR tidak jujur
Mood ini disebut Ferio (EIO)

Bentuk II
Middel adalah predikat premis mayor dan premis minor. Dan ketentuan khususnya adalah:
1. Premis mayor harus universal
2. Premis minor kualitasnya harus berbeda dengan premis mayor
Bentuk yang sah dari figur ini adalah

E : Tidak satu pun koruptor jujur


A : Semua administrator public jujur
E : Tidak satu pun administrator public adalah koruptor
Mood ini disebut Cecare (EAE)
A : Semua pegawai pajak adalah administrator negara
E : Tidak satu pun mahasiswa adalah administrator publik
E : Tidak satu pun mahasiswa adalah pegawai pajak
Mood ini disebut Camestres (AEE)
E : Tidak ada birokrat yang beretika anti korupsi
I : Sebagian birokrat anti korupsi
O : sebagian birokrat adalah beretika
Mood ini disebut Festino (EIO)
A : Semua peraturan untuk public bersifat dinamis
O : Sebagian peraturan tidak bersifat dinamis
O : Sebagian peraturan tidak untuk publik
Mood ini disebut Baroco (AOO)

Bentuk III
Medium adalah subyek premis mayor dan subyek premis minor. Peraturan khususnya adalah
premis minor harus afirmatif dan konklusi harus partikuler.
Bentuk yang sah dari figur ini adalah
A : Semua koruptor adalah tersangka
A : Semua koruptor memakan uang rakyat
I : Sebagian yang memakan uang rakyat adalah tersangka
Mood ini disebut Darapti (AAI)
A : semua anggota DPR bependidikan
I : sebagian anggota DPR tidak jujur
I : sebagian yag tidak jujur berpendidikan
Mood ini disebut Datisi (AII)

I : beberapa administrator beretika


A : semua administrator bisa membuat kebijakan
I : beberapa yang bisa membuat kebijakan beretika
Mood ini disebut Disamis (IAI)
E : tak seorang pun koruptor bermoral
A : semua koruptor adalah manusia
O : sebagian manusia tidak bermoral
Mood ini disebut Felapton (EAO)
O : Sebagian pejabat tidak korupsi
A : Semua pejabat terdidik
O : Sebagian yang terdidik tidak korupsi
Mood ini disebut Bocardo (OAO)
E : tidak satupun pejabat publik adalah pengangguran
I : Sebagian pejabat publik bermoral baik
O : Sebagian yang bermoral baik bukan pengangguran
Mood ini disebut Ferison (EIO)

Bentuk IV
Middel adalah predikat premis mayor dan subyek premis minor. Peraturan khususnya adalah:
1. Bila premis mayor afirmatif maka premis minor harus universal
2. Bila premis minor negatif maka premis mayor universal
Bentuk yang sah dari figur ini adalah
A : Semua administrator public menggunakan kewenangannya
A : Semua yang menggunakan kewenangnannya mempunyai etika
I : Sebagian yang mempunyai etika adalah administrator publik
Mood ini disebut Bramantip (AAI)
A : Semua administrator public mempunyai etika
E : Tak satu pun yang mempunyai etika salah dalam bersikap
E : Tak satu pun yang salah dalam bersikap adalah administrator publik
Mood ini disebut Camenes (AEE)
I : Beberapa politikus menguasai beberapa bahasa
A : Semua yang menguasai beberapa bahasa rajin membaca
I : Sebagian yang rajin membaca adalah politikus
Mood ini disebut Dimaris (IAI)
E : Tidak ada koruptor yang disenangi
A : Semua yang disenangi adalah pelayan publik
O : Sebagian pelayan publik adalah bukan koruptor
Mood ini disebut Fesapo (EAO)
E : Tidak ada koruptor beretika
I : Sebagian yang mempunyai etika merupakan administrator publik
O : Sebagian administrator public buan koruptor
Mood ini disebut Fresion (EIO)

Penentuan mood yang valid


Bila dengan mood itu yang kita maksudkan suatu bentuk silogisme sebagaimana yang
ditentukan oleh kualitas dan kuantitas premis-premis yang membentuknya, maka ada 16
mood pada tiap-tiap silogisme, yaitu :
AA EA IA OA
AE EE IE OE
AI EI II IO
AO EO IO OO
Dari 16 mood di atas, EE, EO, OE, dan OO tidak menghasilkan suatu konklusi yang
valid dalam setiap bentuk itu karena premis-premisnya negative. Begitu pula II, IO, OI, tidak
menghasilkan kata konklusi yang valid karena kedua premisnya khusus. IE tidak
menghasilkan sesuatu apapun sesuai dengan aturan X. Akan tetapi, masih ada 8 mood yang
dapat menghasilkan konklusi dalam bentuk I,II,III,IV.

Mood yang valid dari bentuk I


Dalam bentuk I, middle adalah subyek premis mayor dan predikat premis minor.
(1.) AA A semua M adalah P
A semua S adalah M
A semua S adalah P
Dengan mengambil proposisi A sebagai konklusi, kita dapat melanggar aturan silogisme,
karena minor yang tersebar dalam premis. Karena itu dalam bentuk I, AA memberikan A
dalam konklusi. Mood ini valid dan disebut BARBARA
Contoh : A Semua barang yang dijual di toko “top shop” mahal
A Semua rancangan Yongki dijual di toko “top shop”
A Semua rancangan Yongki mahal
(2.) AE A Semua M adalah P
E tak satupun S adalah M
Dari mood ini tak ada konklusi yang dapat ditarik oleh karena konklusi harus negatif debab
satu premisnya negatif dan akibatnya predikat konklusi akan tersebar sedang dalam premis
mayor ia tak tersebar. Oleh karena itu dalam bentuk I, AE tidak menghasilkan konklusi.
Contoh : A Semua penghuni kosan adalah laki-laki
E Tak satupun wanita yang menghuni kosan

(3.) AI A Semua M adalah P


I Sebagian S adalah M
I Sebagian S adalah P
Oleh karena di sisi kedua premisnya afirmatif, konklusi juga afirmatif, dan karena
satu premisnya kkhusus, konklusi mestilah juga khusus yaitu konklusi mestilah juga proposisi
I. Middle tersebar dalam premis mayor dan dalam konklusi tak ada term yang tersebar karena
tak ada term yang tersebar dalam premis. Oleh karena itu AI memberikan I dalam bentuk I
dan mood ini disebut DARII.
Contoh : A Semua materi kuliah adalah penting
I Sebagian isi buku K. Berten adalah materi kuliah
I Sebagian isi buku K. Berten adalah penting

(4.) AO A Semua M adalah P


O Sebagian S tidaklah M
Dalam mood ini tidak ada konklusi yang dapat ditarik oleh karena setiap usaha untuk menarik
konklusi akan menimbulkan kesalahan illicit mayor.
Contoh: A Semua mahasiswa rajin
O Sebagian pengangguran tidaklah mahasiswa

(5.) EA E Tak satu pun S adalah M


A Semua M adalah P
E Tak satu pun S adalah P
Mood ini valid. Oleh karena satu premisnya negatif, konklusi juga negatif. Middle term
tersebar dalam premis mayor. S dan P yang tersebar dalam konklusi juga tersebar dalam
premis dan dengan demikian mood ini adalah valid. Mood EA memberikan E dalam
konklusi, dan mood ini disebut CELARENT.
Contoh : E Tak satu pun mahasiswa adalah pemalas
A Semua pemalas adalah orang bodoh
E Tak satu pun mahasiswa adalah orang bodoh

(6.) EI E Tak satu pun S adalah M


I Sebagian S adalah M
O Sebagian S tidaklah M
Ini juga suatu mood yang valid, sebab konklusi negatif khusus sedangkan premisnya
satu negatif dan satu khusus. Term middle tersebar dalam premis mayor. Oleh karena dalam
premis tidak ada term yang tersebar, dalam konklusi tidak ada pula term yang tersebar. Oleh
karena itu EI memberikan O sebagai konklusi. Mood ini disebut FERIO.
Contoh : E Tak satu pun mahasiswa adalah buruh
I Sebagian mahasiswa adalah buruh
O Sebagian mahasiswa tidaklah buruh

(7.) IA I Sebagian S adalah M


A Semua M adalah P
Mood ini tidak merupakan mood yang valid oleh karena middle term tak tersebar dan dengan
demikian tak ada konklusi yang dapat diambil.
Contoh : I Sebagian wiraswasta adalah sarjana Administrasi Negara
A Semua sarjana Administrasi Negara adalah pegawai negri

(8.) OA O Sebagian S tidaklah M


A Semua M adalah P
Contoh : O Sebagian komik tidaklah karangan J.K. Rowling
A Semua karangan J.K. Rowling adalah novel
Juga mood ini tidak valid oleh karena middle term tak tersebar dan akibatnya konklusi
tak dapat ditarik. Dengan demikian dalam silogisme bentuk I hanya empat gabungan yang
menghasilkan mood yang valid, yaitu :
AA (Barbara), EA (Celarent), AI (Darii) dan EI (Ferio)

Mood yang valid dari bentuk II


Dalam bentuk II, term middle adalah predikat dari kedua premisnya. Dari delapan
kombinasi itu AA, AI, dan IA tidak menghasilkan apa-apa karena term middlenya tak ada
yang tersebar. Pada kombinasi OA setiap usaha menarik konklusi akan menimbulkan
kesalahan middle yang tak tersebar karena jika ada konklusi pastilah mempunyai bentuk
khusus dan negatif oleh karena salah satu premisnya negative khusus. Konklusi yang
negative akan menyebarkan predikat, sedangkan term mayor tidak tersebar dalam premis.
Karena itu empat kombinasi yang dinyatakan di atas dalam silogisme bentuk II ini tidak
memberikan suatu konklusi. Kombinasi yang lainnya akan memberikan hasil tanpa
menimbulkan kesalahan-kesalahan.
(1.) AE A Semua P adalah M
E Tak satu pun S adalah M
E Tak satu pun S adalah P
Mood ini adalah valid oleh karena term S dan P yang tersebar dalam konklusi,
juga tersebar dalam premis dan term middle tersebar dalam premis minor. Oleh
karena itu AE memberikan E sebagai konklusi dalam silogisme bentuk II. Mood ini
disebut CAMESTRES.
Contoh : A Semua karbohidrat adalah mengenyangkan
E Tak satu pun cemilan adalah mengenyangkan
E Tak satu pun cemilan adalah karbohidrat

(2.) AO A Semua P adalah M


O Sebagian S tidaklah M
O Sebagian S tidaklah P
Mood ini juga valid oleh karena term middle tersebar dalam premis minor dan term mayor
yang tersebar dalam konklusi juga tersebar dalam premis mayor. Oleh karena itu AO
memberikan O sebagai konklusi dalam silogisme bentuk II. Mood ini disebut BAROCO.
Contoh : A Semua buah adalah vitamin
O Sebagian minuman tidaklah vitamin
O Sebagian minuman tidaklah buah

(3.) EA E Tak satu pun P adalah M


A Semua S adalah M
E Tak satu pun S adalah P
Mood ini valid karena term middle tersebar dalam premis mayor dan term S dan P
juga tersebar dalam premis. Oleh karena itu EA memberikan E sebagai konklusi dalam
silogisme bentuk II. Mood ini disebut dengan CESARE.
Contoh : E Tak satu pun mahasiswa adalah pemalas
A Semua pengangguran adalah pemalas
E Tak satu pun pengangguran adalah mahasiswa

(4.) EI E Tak satu pun P adalah M


I Sebagian S adalah M
O Sebagian S tidaklah P
Oleh karena satu premisnya negatif dan yang satu lagi khusus, konklusi mestilah
negatif khusus. Dalam menarik proposisi O kita tidak melanggar aturan silogisme. Term
middle tersebar dalam premis mayor dan begitu pula term mayor. Oleh karena itu EI
memberikan O sebagian konklusi dalam silogisme bentuk II dan mood ini disebut FESTINO.
Contoh : E Tak satupun pengemis adalah sarjana
I Sebagian pegawai adalah sarjana
O Sebagian pegawai tidaklah pengemis
Dengan demikian dalam bentuk II hanya ada empat mood valid yang kita peroleh dari empat
kombinasi, yaitu EA (Cesare), AE (Camestres), EI (Festino) dan AO (Baroco).

Mood yang valid dari bentuk III


Dalam silogisme bentuk III, term middle adalah subyek dari kedua premisnya. Oleh
karena itu dari delapan kombinasi, AE dan AO tidak akan memberikan konklusi oleh karena
kedua kombinasi itu satu premisnya negatif dan akibatnya konklusi juga negatif, sedangkan
konklusi yang negatif akan menyebarkan predikat, dan term mayor yang tak tersebar dalam
premis mayor, tersebar dalam proposisi A. Semua kombinasi yang lainnya akan memberikan
konklusi.
(1.) AA A Semua M adalah P
A Semua M adalah S
I Semua S adalah P
Mood ini valid karena term middle tersebar, sedangkan dalam premis tidak ada term
yang tersebar. Haruslah kita ingat bahwa dari kombinasi AA pada bentuk II kita tidak dapat
menarik A sebagai konklusi oleh karena kalau kita ambil A sebagai konklusi, kita akan
berbuat kesalahan minor yang tak tersebar. Dengan demikian AA memberikan I sebagai
konklusi dalam bentuk III ini. Mood ini disebut DARAPATI.
Contoh : A Semua roti adalah karbohidrat
A Semua roti adalah tepung
I Semua tepung adalah karbohidrat

(2.) AI A Semua M adalah P


I Sebagian M adalah S
I Sebagian S adalah P
Mood ini juga valid oleh karena term middle tersebar dan dalam konklusi term-
termnya juga tersebar. Dengan demikian AI memberikan I sebagai konklusi dalam bentuk III.
Mood ini disebut DATISI.
Contoh : A Semua buku etika adalah penting
I Sebagian buku etika adalah penelitian ilmiah
I Sebagian penelitian ilmiah adalah penting
(3.) EA E Tak satu pun M adalah P
A Semua M adalah S
O Sebagian S tidaklah P
Mood ini juga adalah mood yang valid oleh karena term middle tersebar dan term
mayor yang terdapat dalam konklusi tersebar, juga tersebar dalam premis mayor dan karena
itu sewaktu menari proposisi O untuk konklusi tak ada aturan yang kita langgar. Mood ini
disebut FELAPTON.
Contoh : E Tak satupun penghuni kontrakan adalah wanita
A Semua penghuni kontrakan adalah pria
O Sebagian pria tidaklah wanita

(4.) EI E Tak satu pun M adalah P


I Sebagian M adalah S
O Sebagian S tidaklah P
Mood ini valid oleh karena term middle tersebar dan term mayor tersebar pula dalam premis
mayor. Tak ada aturan silogisme yang kita langgar. Mood ini dinamai PERISON.
Contoh : E Tak satupun mahasiswa adalah pemalas
I Sebagian mahasiswa adalah rajin
O Sebagian orang rajin tidaklah pemalas

(5.) IA I Sebagian M adalah P


A Semua M adalah S
I Sebagian S adalah P
Mood ini valid oleh karena term middle tersebar dan tak ada penyebaran term yang tak
terdapat dalam konklusi. Mood ini dinamai DISAMIS.

Contoh : I Sebagian pengemis adalah pengangguran


A Semua pengemis adalah orang dewasa
I Sebagian orang dewasa adalah penganggura
(6.) OA O Sebagian M tidaklah P
A Semua M adalah S
O Sebagian S tidaklah P
Mood ini juga valid. Term middle tersebar dalam premis minor dan term mayor yang tersebar
dalam konklusi juga tersebar dalam premis mayor. Mood ini dinamai BOCARDO.
Contoh : O Sebagian sarjana admnistrasi negara tidaklah wiraswasta
A Semua sarjana Administrasi Negara adalah pegawai
O Sebagian pegawai tidaklah wiraswasta
Denag demikian dalam silogisme bentuk III enam kombinasi menghasilkan konklusi,
yaitu AA (Darapti), IA (Disamis), AI (Datisi), EA (Felapton), OA (Bocardo), dan EI
(Perison).

Mood yang valid dari bentuk IV


Dalam silogisme bentuk IV, term middleadalah predikat premis mayor dan subyek
premis minor. Dalam mood ini kombinasi AI, AO dan OA tidak akan menghasilkan konklusi.
IA dan AO tidak akan menghasilkan konklusi oleh karena term middle tidak tersebar,
sedangkan pada OA penarikan konklusi akan menimbulkan kesalahan illicit mayor
disebabkan oleh karena satu premisnya negatif, maka konklusi juga negatif, dan ini berarti
bahwa term mayor akan tersebar sedangkan dalam premis mayor ia tak tersebar. Term mayor
adalah subyek dari proposisi O yang hanya menyebarkan predikat.
(1.) AA A Semua P adalah M
A Semua M adalah S
I Sebagian S adalah P
Konklusi ini valid oleh karena tidak ada aturan yang dilanggar. Mood ini dinamai
BRAMANTIP.
Contoh : A Semua barang import adalah barang mahal
A Semua barang mahal adalah mewah
I Semua barang mewah adalah barang import
(2.) EA E Tak satu pun P adalah M
A Semua M adalah S
O Semua S tidaklah P
Mood ini dinamai FESAPO.
Contoh : E Tak satu pun guru adalah pemalas
A Semua pemalas adalah pengangguran
O Semua pengangguran tidak lah P

(3.) EI E Tak satu pun P adalah M


I Sebagian M adalah S
O Sebagian S tidaklah P
Mood ini dinamai FRESISON
Contoh : E Tak satu pun buruh adalah sarjana
I Sebagian sarjana adalah pegawai negri
O Sebagian pegawai tidaklah buruh
(4.) IA I Sebagian P adalah M
A Semua M adalah S
I Sebagian S adalah P
Mood ini dinamai DIMARIS
Contoh : I Sebagian makanan adalah karbohidrat
A Semua karbohidrat adalah energi
I Sebagian energy adalah makanan

(5.) AE A Semua P adalah M


E Tak satu pun P adalah S
E tak satu pun S adalah P
Mood ini dinamai CAMENES.
Contoh : A Semua guru adalah sarjana
E tak satu pun guru adalah lulusan SMA
E Tak satu pun lulusan SMA adalah guru
Aturan yang berlaku bagi tiap-tiap bentuk mood.
Bentuk I : (1). Premis mayor mesti universal.
(2). Premis minor mesti afirmatif.
Bentuk II : (1). Premis mayor mesti universal.
(2). Salah satu premisnya mesti negatif.
Bentuk III : (1). Premis minor mesti afirmatif.
(2). Konklusi mesti khusus.
Bentuk IV : (1). Jika premis mayor afirmatif, premis minor mesti universal.
(2). Jika premis minor afirmatif, konklusi mesti khusus.
(3). Jika salah satu premisnya negatif, premis mayor mesti universal.

RELEVANSI POLA PENALARAN TIDAK LANGSUNG: SILOGISME, DENGAN


ADMINISTRASI NEGARA

Dalam administrasi negara, birokrat dituntut untuk membuat kebijakan-kebijakan


publik yang dapat diterima oleh masyarakat dan berguna bagi masyarakat. Membuat
kebijakan publik perlu pemikiran yang logis dan rasional. Birokrat tidak akan sembarangan
merumuskan suatu kebijakan karena setiap kebijakan pasti ada pro dan kontra. Proses
membuat kebijakan sendiri adalah menganalisa masalah-masalah yang ada di sekitar dengan
melihat fenomena umum kemudian ditarik kesimpulan dan dijabarkan ke dalam kesimpulan
yang bersifat khusus. Masalah-masalah yang ada akan diolah secara rasional, kritis, metodis,
dan koheren agar dapat dirumuskan kebijakan apa yang sesuai dengan masalah-masalah
tersebut. Dalam membuat kebijakan, birokrat harus mampu berpikir secara abstrak, cermat,
dan objektif terhadap rumusan kebijakan agar kebijakan tersebut dapat diterapkan di
masyarakat. Suatu kebijakan harus disusun dengan asas sitematis agar dapat dijelaskan dan
disosialisasikan kepada masyarakat dengan mudah. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir
hal-hal yang tidak diinginkan ketika kebijakan tersebut sudah diterapkan tetapi hasilnya tidak
maksimal.

Anda mungkin juga menyukai