Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Hlm.

731-743, Desember 2015

KONDISI HUTAN MANGROVE TELUK PIRU, SERAM BARAT, MALUKU

MANGROVE FOREST CONDITION IN PIRU BAY, WEST SERAM, MOLUCCAS

Fasmi Ahmad
Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) – LIPI, Jakarta
E-mail: fasmi_lipi@ymail.com

ABSTRACT
Information on condition and biodiversity of mangrove ecosystem to support a sustainable
management of mangrove ecosystem is very important in the coastal region of Eti village, Piru Bay,
West Seram, Molluccas. The purposes of this study were to determine the condition and biodiversity of
mangrove ecosystem in the village of Eti, Gulf Piru. Filed data collection was conducted in November
2010 using the line transect method. The box size along the transects was made in accordance with its
purposes such as 10 x 10 m2 for trees, 5 x 5 m2 for sapling, and 1 x 1 m2 for seed. The distance
between the box transect was 25 m. Number of individuals of each species were counted and the
diameter at the chest-height was also measured. Results showed that sixteen species were found within
ten genera. There were 9 species of tree categories, 10 species of sapling categories, and 8 species of
seed categories. The highest density and frequency of occurrence for the three categories was
represented by Rhizophora apiculata, while the largest coverage percentage was represented by
Sonneratia alba. The highest important value was also represented by Rhizophora apiculata. In
general, the condition of mangrove forests in the village of Eti, Piru Bay was still relatively good, but
the local community was very active to take advantage of these mangrove forests products such as
charcoal, fencing, and wood that they sold every week. Therfore, it is necessary for local government
efforts to protect the mangrove ecosystem from destructed activities of the local community.

Keywords: mangrove forest, Rhizophora apiculata, Sonneratia alba, Teluk Piru, Molluucas

ABSTRAK
Informasi untuk mendukung pengelolaan hutan mangrove di kawasan pesisir Desa Eti, Teluk Piru,
Kabupaten Seram bagian Barat, Maluku sangat dibutuhkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kondisi dan keanekaragaman hutan mangrove di Desa Eti, Teluk Piru. Pengambilan data lapangan
dilakukan pada bulan November 2010 dengan menggunakan metode garis transek. Ukuran kotak
sepanjang transek dibuat sesuai dengan penggunaannya seperti 10 x 10 m2 untuk pohon, 5 x 5 m2
untuk belta, dan 1 x 1 m2 untuk bibit. Jarak antar kotak transek adalah 25 m. Jumlah individu dari
masing-masing spesies dihitung dan diukur diameternya setinggi dada. Hasil menunjukkan sebanyak
enam belas spesies yang ditemukan dari sepuluh marga. Ada 9 jenis kategori pohon, 10 jenis kategori
belta, dan 8 jenis kategori bibit. Kepadatan dan frekuensi kejadian tertinggi untuk 3 kategori diwakili
oleh Rhizophora apiculata sementara persentase cakupan terbesar diwakili oleh Sonneratia alba. Nilai
penting tertinggi juga diwakili oleh Rhizophora apiculata. Secara umum, kondisi hutan mangrove di
Desa Eti, Teluk Piru ini relatif masih baik, namun masyarakat setempat cukup aktif untuk me-
manfaatkan hutan bakau ini seperti arang, pagar, dan menjual potongan pohon setiap minggu sehingga
diperlukan upaya pemerintah setempat untuk melindungi ekosistem mangrove dari kegiatan peng-
rusakan dari masyarakat sekitarnya.

Kata kunci: hutan mangrove, Rhizophora apiculata, Sonneratia alba, Teluk Piru, Maluku

I. PENDAHULUAN berbagai jenis sumber daya lautnya (Ano-


nymous, 2010). Perairan pantai wilayah ini
Perairan Teluk Piru merupakan salah memiliki areal hutan mangrove yang cukup
satu perairan yang cukup potensial dengan luas dan potensial karena merupakan perairan

@Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan


Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB 731
Kondisi hutan mangrove . . .

pantai terlindung dan daerah yang ideal bagi analisis potensi komunitas mangrove yang
berbagai jenis biota laut komersial seperti meliputi luasan, komposisi jenisnya, kerapat-
ikan, kepiting, moluska dan udang. Untuk an, frekuensi kehadiran, persen penutupan
dapat mempertahankan keberadaan dan kua- dan nilai penting; (2) menggambarkan zonasi
litas hutan mangrove di wilayah Teluk Piru, komunitas mangrove perairan pesisir Desa
khususnya di perairan pantai desa Eti, diper- Eti Teluk Piru; dan (3) menyusun alternatif
lukan perencanaan dan pengelolaan wilayah arahan pengelolaan. Diharapkan hasil dari
pesisir secara berkelanjutan. penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai
Sumber daya alam di wilayah pesisir informasi awal tentang komunitas hutan mang-
memiliki peran dalam mendukung pemba- rove untuk pengelolaan mangrove yang berke-
ngunan ekonomi nasional. Konsekuensi dari sinambungan di wilayah pesisir desa Eti, Teluk
potensi yang besar tersebut menyebabkan Piru.
kawasan pesisir rentan terhadap kerusakan
dan penurunan kualitas sumber daya alam II. METODE PENELITIAN
pesisir. Sumber daya alam di wilayah pesisir
yang merupakan suatu himpunan integral 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian
dari komponen hayati (biotik) dan komponen Penelitian ini dilaksanakan pada
non-hayati (abiotik), yang keberadaannya bulan November 2010. Lokasi penelitian
sangat dibutuhkan oleh manusia, terutama berada di pesisir pantai desa Eti Teluk Piru,
yang bermukim di sekitar pesisir. Secara Kabupaten Seram Bagian Barat (Gambar 1).
fungsional kedua komponen tersebut berhu-
bungan satu sama lain dan saling berinte- 2.2. Bahan dan Data
raksi membentuk suatu sistem yang disebut Bahan yang digunakan dalam peneli-
ekosistem. Salah satu ekosistem utama di tian ini antara lain adalah: roll meter, gun-
kawasan pesisir adalah ekosistem hutan ting, tali plastik, dan GPS, pH meter, Salino-
mangrove. meter, dan Termometer.
Hutan mangrove merupakan salah Pengumpulan data struktur komuni-
satu ekosistem alamiah yang unik dan mem- tas, komposisi jenis mangrove, pengamatan,
punyai nilai ekologis dan ekonomis yang dan pengambilan contoh dilapangan dilaku-
tinggi. Selain menghasilkan bahan dasar un- kan dengan metode transek linier kuadrat
tuk kepentingan keluarga dan industri seperti (Bengen, 1999). Koleksi bebas dilakukan un-
kayu bakar, arang dan kertas, hutan mang- tuk mengetahui jenis-jenis mangrove yang
rove memiliki fungsi-fungsi ekologis penting tidak ditemukan dalam transek. Prosedur pe-
antara lain sebagai penyedia nutrien, tempat ngumpulan data dilakukan dengan langkah-
pemijahan, tempat pengasuhan dan tempat langkah sebagai berikut: (1) Pada lokasi pe-
mencari makan bagi biota laut tertentu. Hu- ngamatan, dibuat transek-transek garis yang
tan mangrove juga mampu berperan sebagai tegak lurus garis pantai ke arah darat, dimana
penahan abrasi bagi wilayah daratan yang jarak antara transek garis ditetapkan 500 m;
berada di belakang ekosistem ini (Lee et al., (2) Pada sepanjang garis transek dibuat 3
2014; Bengen, 2004). Dengan demikian, (tiga) tingkat petak contoh (plot) berbentuk
sudah selayaknya ekosistem mangrove diper- bujur sangkar(10 m x 10 m, 5 m x 5 m, dan 1
tahankan keberadaan dan kualitasnya. m x 1 m). Jarak antara petak-petak contoh
Mengingat belum tersedianya data ditentukan 25 m; (3) Dalam setiap petak
dan informasi mengenai kondisi hutan mang- contoh berukuran 10 m x 10 m, semua pohon
rove di wilayah pesisir Teluk Piru, khususnya (diameter > 10 cm) dihitung jumlah jenis dan
di pesisir pantai desa Eti dan sekitarnya, individunya; (4) Dalam petak contoh
maka penelitian ini sangat penting dilakukan. berukuran 5 x 5 m dicatat jumlah dan
Tujuan penelitian adalah untuk: (1) meng- individu jenis sapihan (diameter 2 - 10 cm);

732 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Ahmad

Gambar 1. Lokasi penelitian mangrove di pesisir pantai Desa Eti, Teluk Piru, Kabupaten
Seram Bagian Barat.

(5) Jumlah individu semai/anakan (diameter pan awan dan paling dekat dengan waktu pe-
< 2 cm) dicatat pada petak contoh 1m x 1 m; nelitian yaitu tanggal 23 November 2009.
(6) Untuk identifikasi di laboratorium, di- Data sosial ekonomi (SOSEK) dan
ambil bagian ranting yang lengkap dengan aktifitas pemanfaatan dilakukan melalui kue-
daunnya, dan bila mungkin diambil bunga sioner dan metode pengambilan contoh.
dan buahnya dan dicatat bentuk akar (justru Data yang diperoleh mengenai jumlah
yang dapat menolong identifikasi adalah tegakan dan diameter pohon yang dicatat di-
akar, bunga, buah, akar); dan (7) Sampel olah untuk mendapatkan kerapatan jenis, fre-
vegetasi yang diambil di lapangan diidenti- kuensi jenis, luas area penutupan, dan nilai
fikasi menurut Rusila et al. (1999) dan penting jenis mangrove (Bengen, 1999; Cox,
Bengen, (1999), Giesen (2006); Noor et al. 1967; English et al., 1994).
(1999); Kitamura et al. (1997); Kusmana et
al. (2008). 2.3. Analisis Data
Untuk mengetahui luas areal hutan Kerapatan jenis (Di) yang merupakan
mangrove dan sebaran jenis mangrove digu- jumlah tegakan jenis i dalam satu unit area
nakan data citra satelit landsat-5 TM. Citra dihitung sesuai dengan rumus berikut:
satelit landsat-5 TM ini dipilih dari beberapa
citra yang yang tersedia yang memiliki tu- Di = ni/A ……………………......... (1)
tupan awan paling kecil dan paling berde-
katan dengan waktu penelitian. Setelah mela- Dimana: D adalah kerapatan jenis i, n adalah
kukan pemilihan citra, ditemukan citra satelit jumlah total tegakan dari jenis i, dan A
landsat-5 TM yang paling sedikit dari tutu- adalah luas total area pengambilan contoh
(luas total petak contoh/plot).

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015 733
Kondisi hutan mangrove . . .

Jumlah total tegakan seluruh jenis Nilai penting jenis (NP) dihitung dengan ru-
(∑n) dihitung berdasarkan rumus berikut: mus berikut:

KR = (ni /∑ n) x 100 …………....... (2) NP = KR + FR + RCi …………...... (7)

Frekuensi jenis (F) yang merupakan Bahan yang digunakan untuk eks-
peluang ditemukannya jenis i dalam petak traksi informasi tutupan lahan mangrove wi-
contoh/plot yang diamati dihitung dengan layah pesisir Teluk Piru adalah Citra Landsat
rumus berikut: 5 TM path 109 row 62 yang meliputi wilayah
Teluk Piru dengan kanal 1, 2, 3, 4, 5, dan 6
F = pi /∑p ………………………… (3) perekaman 23 November 2009. Koreksi
radiometrik dilakukan dengan metode kom-
dimana, Fi adalah frekuensi jenis i, pi adalah binasi perataan histogram (histogram adjust-
jumlah petak contoh/plot dimana ditemukan ment) dan pemfilteran rendah (low-pass filte-
jenis i dan p adalah jumlah total petak con- ring) untuk menghilangkan pengaruh atmos-
toh/plot yang diamati. fer dan adanya noise citra (Mather, 1987).
Frekuensi relatif jenis (FR) sebagai Koreksi geometrik dilakukan dengan meng-
perbandingan antara frekuensi jenis i (Fi) dan gunakan 6 titik kontrol medan (ground con-
jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (∑p) trol point atau GCP) yang diketahui dengan
dihitung sesuai dengan rumus berikut: pasti koordinat buminya. Koordinat bumi ke-
6 titik kontrol tersebut dicari dan diukur
FR = (F/∑p) x 100 …………………. (4) dengan peta Lingkungan Pantai Indonesia
(LPI) skala 1: 250.000 lembar LPI 2612
Penutupan jenis (Ci) sebagai luas pe- wilayah Ambon produksi Bakosurtanal. Me-
nutupan jenis i dalam satu unit area dihitung tode transformasi koordinat yang dipakai
dengan rumus berikut: adalah transformasi linier affine dengan tek-
nik resampling metode tetangga terdekat
Ci = ∑BA/A ………………….......... (5) (nearest neighbour) (Jensen, 1986). Tutupan
lahan wilayah pesisir diekstraksi dari citra
dimana, BA= πDBH2/4 (dalam cm), π dengan cara klasifikasi multi-kanal (multi-
(3,1416) adalah suatu konstanta, dan DBH spectral classification) menggunakan kanal
adalah diameter Tegakan pohon dari jenis i, 1, 2, 3, 4, dan 5 (Janssen et al., 1992). Meto-
A adalah luas total area pengambilan contoh de klasifikasi yang digunakan adalah metode
klasifikasi terbimbing (supervised classify-
(luas total petak contoh/plot). DBH= CBHπ cation).
(dalam cm), CBH adalah lingkaran pohon
setinggi dada. III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penutupan relatif jenis (RCi) yang
merupakan perbandingan antara luas area pe- Hasil analisis Citra satelit Lansat-5
nutupan jenis i (Ci) dan luas total area penu- TM hasil perekaman tanggal 23 November
tupan untuk seluruh jenis (∑C) dihitung 2009, wilayah pesisir Teluk Piru memiliki
dengan rumus berikut: ekosistem mangrove seluas ± 412,4 ha,
diantaranya yang terdapat di wilayah pesisir
RCi = (Ci/∑C) x 100 ……………...... (6) desa Eti dan sekitarnya seluas 264,7 ha
(Gambar 2). Topografi wilayah Teluk Piru
Jumlah nilai kerapatan relatif jenis cukup landai dengan tutupan lahan dari
(KRi), frekuensi relatif jenis (FRi) dan pe- pantai hingga tubir berupa pasir, pasir halus,
penutupan relatif jenis (RCi) menunjukkan lamun, pasir sangat halus, pecahan karang

734 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Ahmad

Gambar 2. Luas dan sebaran mangrove di Teluk Piru hasil analisis citra satelit
Landsat- 5 TM perekaman bulan November 2009.

(rubble), dan karang hidup. Vegetasi mang- 3.2. Kerapatan dan Kerapatan Relatif
rove yang terdapat di sepanjang pantai Teluk Mangrove kategori pohon yang dite-
Piru secara umum masih dalam kondisi baik. mukan pada pesisir pantai Eti terdiri atas
Khusus untuk perairan sekitar wila- sembilan jenis. Kerapatan tertinggi diwakili
yah Desa Eti, ada 3 sungai yang bermuara, oleh jenis Rhizophora apiculata dengan nilai
yaitu Wai Hatiran, Wai Kolek, dan Wai Eti. 0,77 teg/100m2 (27,19%), diikuti oleh Sonn-
Sungai Wai Eti adalah salah satu dari tiga ratia alba 0,62 teg/100m2 (21,93%) dan Avi-
sungai terbesar di Pulau Seram yang mem- cennia officinalis 0,51 teg/100m2 (17,98%).
berikan sumbangan terbesar sedimentasi ke Keenam spesies lainnya memiliki nilai kera-
daerah pesisir wilayah Desa Eti dan mempe- patan kurang dari 0,50 teg/100m2
ngaruhi perairan Teluk Piru Bagian dalam. Mangrove kategori sapihan yang
Dari hasil pengamatan terlihat adanya pe- ditemukan sebanyak sepuluh jenis. Rhizo-
ningkatan sedimen di muara sungai dan per- phora apiculata memiliki kerapatan tertinggi
airan pesisir sekitar Desa Eti. Hal ini terjadi dengan nilai 2,00 teg/25m2 atau 8,0 teg/
akibat peningkatan pemanfaatan hutan mang- 100m2 (46,15%) diikuti oleh Bruguiera gym-
rove di sekitarnya dan buruknya pengelolaan norrhiza 0,81 teg/25m2 atau 3,24 teg/100m2
hutan mangrove, sehingga jumlah sedimen (18,8%), dan Rhizophora stylosa 0,65 teg/
yang masuk ke laut melalui aliran sungai se- 25m2 atau 2,6 teg/100m2 (15,1%). Tujuh je-
makin meningkat (Anonymous, 2010). nis mangrove kategori sapihan lainnya memi-
liki kerapatan kurang dari 0,65 teg/25m2 atau
3.1. Komposisi Mangrove 2,6 teg/100m2.
Dari hasil pengamatan pada setiap Jenis mangrove kategori anakan yang
transek dan koleksi jenis pohon mangrove ditemukan sebanyak delapan jenis. Hasil ana-
secara bebas ditemukan 16 jenis mangrove lisis menunjukkan bahwa Rhizophora api-
yang mewakili 10 famili (Tabel 1). culata memiliki kerapatan tertinggi dengan
nilai 0,16 teg/m2 atau 16 teg/100m2 (31,

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015 735
Kondisi hutan mangrove . . .

Tabel 1. Jenis-jenis mangove yang ditemukan di pesisir pantai desa Eti, Teluk Piru.

No Nama famili No Nama spesies


1 Avicenniaceae 1 Avicennia officinalis L.
2 Sonneratiaceae 2 Sonneratia alba J. Smith
3 Rhizophoraceae 3 Rhizophora apiculata Blume.
4 Rhizophora stylosa Griff
5 Bruguiera gymnorrhyza (L.) Lam.
6 Bruguiera cylindrica*)
7 Ceriops tagal C.B. Rob
4 Mirsinaceae 8 Aegiceras corniculatum (Linn.) Blanco
5 Meliaceae 9 Xylocarpus granatum Koen
10 Xylocarpus mollucensis Roem
6 Bombacaceae 11 Camptostemon schultzii
7 Arecaceae 12 Nypa fruticans Wrumb*)
8 Bignoniaceae 13 Dolichandrone sapthaceae*)
9 Pteridaceae 14 Acrostichum aureum L.*)
10 Acanthaceae 15 Acanthus ilicifolius L.*)
16 Acanthus ebracteatus*)

71%), kemudian diikuti oleh Rhizophora sapihan tidak terlihat pada jumlah yang do-
stylosa dengan nilai 0,15 teg/m2 atau 15 teg/ minan namun terlihat relative lebih dominan
100m2 (29,27%), dan Bruguiera gymnorrhiza pada kategri pohon. Sealiknya terjadi pada
0,07 teg/m2 atau 7 teg/100m2 (14,63 %). jenis mangrove Rhizophora stylosa dimana
Lima jenis mangrove kategori anakan lainnya pada kategori anakan ditemui cukup dominan
memiliki nilai kerapatan kurang dari 0,04 namun pada kategori pohon terlihat tidak
teg/m2 atau 4/teg/100m2. dominan yang menandakan jenis ini banyak
Jenis mangrove yang paling dominan yang mati pada kategori anakan dan sapihan.
untuk semua kategori (anakan, sapihan, dan Berdasarkan hasil ini, diperlukan upaya dari
pohon) di sekitar wilayah pantai Piru adalah pemerintah setempat untuk meningkatkan
Rhizophora apiculata dimana persentasi te- tingkat kelangsungan hidup (survival rate)
gakan paling tinggi ditemui pada kategori dari semua jenis mangrove mulai dari kete-
anakan (16 teg/100m2) diikuti dengan kate- gori anakan, sapihan, dan pohon.
gori sapihan (8 teg/100m2) dan kategori po-
hon (0,77 etg/100m2). Dari hasil ini terlihat 3.3. Frekuensi Kehadiran dan Frekuensi
bahwa hanya 50% dari kategori anakan ber- Kehadiran Relatif
tumbuh menjadi kategori sapihan dan hanya Untuk kategori pohon jenis R. Apicu-
10% dari kategori sapihan dapat berkembang lata memiliki frekuensi tertinggi, yaitu 0,41
menjadi kategori pohon. Hal ini menggam- (30,28%) diikuti oleh B. gymnorrhiza 0,27
barkan bahwa tingkat keberhasilan kelang- (20,18%) dan A. officinalis 0,25 (18,35%).
sungan hidup (survival) mangrove jenis Rhi- Keenam spesies lainnya memiliki nilai fre-
zophora apiculate mulai dari kategori ana- kuensi < 0,25 (18,35%).
kan, sapihan, sampai pohon cukup rendah Jenis R. apiculata juga memiliki fre-
yang mungkin disebabkan factor lingkungan kuensi tertinggi, yaitu 0,63 (41,8%) untuk
yang kurang mendukung atau factor masya- kategori sapihan, diikuti oleh B. Gymnor-
rakat local yang cenderung merusak. Berbeda rhiza 0,32 (21,31%) dan R. stylosa 0.15
dengan Sonneratia alba dan Avicennia offi- (9.84%). Jenis-jenis lainnya memiliki nilai
cinalis dimana pada kategori anakan dan frekuensi kurang dari 0,15 (9,84%).

736 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Ahmad

Frekuensi tertinggi untuk kategori Tingginya tutupan mangrove jenis S.


anakan juga dimiliki oleh R. apiculata, yaitu alba, R. apiculata, dan A. officinalis dapat
0,09 (28,00%) diikuti oleh R. stylosa 0,07 menekan pertumbuhan jenis mangrove yang
(24,00%), kemudian oleh B. gymnorrhiza lain seperti R. stylosa dan B. gymnorhiza
dan A. Corniculatum, yaitu masing-masing dimana kedua jenis ini memiliki tingkat ke-
0,04 (12,00%). Keempat jenis lainnya memi- hadiran yang relative tinggi pada saat kate-
liki frekuensi kurang dari 0,04 (12,00%). gori anakan dan sapihan namun persentasi
Jenis-jenis mangrove yang memiliki kehadirannya pada kategori pohon cukup
kerapatan dan frekuensi kehadiran tinggi, rendah.
yaitu R. apiculata, S. alba, A. officinalis, B.
Gymnorrhiza, R. Stylosa dan A. corniculatum 3.5. Nilai Penting
dimungkinkan karena jenis-jenis tersebut da- Jenis R. apiculata memiliki nilai pen-
pat tumbuh dengan baik sesuai dengan kon- ting tertinggi 83,76%, diikuti oleh Sonne-
disi substrat yang ada. Secara visual kondisi ratia. alba, 70,15% dan A. officinalis 59,13%
substrat pada lokasi penelitian adalah pasir, untuk kategori pohon. Spesies-spesies lain-
pasir lumpuran, lumpur pasiran, pasir kasar, nya memiliki nilai penting yang kurang dari
dan batu. Nybakken (2001) menyatakan bah- 59,13%. Hal ini mengindikasikan bahwa ke
wa mangrove dapat tumbuh pada berbagai tiga jenis ini berperan penting dalam komu-
substrat yang berbeda seperti substrat halus, nitas mangrove di perairan pantai Eti.
pasir, berbatu dan batu karang. Hal ini sesuai Dengan demikian untuk kategori pohon,
hasil yang ditemukan dalam penelitian ini ya- Rhizophora apiculata merupakan jenis yang
itu jenis R. apiculata menyukai substrat pasir dominan dan ditemukan di semua transek,
dan pasir lumpuran, sedangkan S. alba selain sedangkan Sonneratia alba merupakan jenis
ditemukan pada substrat pasir lumpuran juga kodominan.
ditemukan pada pasir kasar. Sebaliknya, Jenis Rhizophora apiculata kategori
jenis-jenis lainnya yang memiliki kerapatan sapihan memiliki nilai penting tertinggi, yai-
dan frekuensi kehadiran yang rendah mung- tu 168,27% diikuti oleh B. gymnorrhiza 49,
kin disebabkan kondisi substrat yang ada ku- 19% dan R. stylosa 31,91%. Jenis-jenis lain-
rang sesuai untuk pertumbuhannya. nya memiliki nilai penting kurang dari 31,
91%. Hal ini mengindikasikan bahwa ke tiga
3.4. Penutupan Jenis dan Penutupan Jenis jenis mangrove ini mempunyai peranan pen-
Relatif ting terhadap komunitas mangrove di pesisir
Tiga jenis mangrove yang memiliki pantai Eti.
kerapatan tinggi untuk kategori pohon, juga Rhizophora. apiculata kategori anak-
memiliki penutupan jenis tinggi, yaitu an juga merupakan jenis yang dominan
berturut-turut S. Alba 91,07 (31,71%), R. api- dengan nilai penting (NP=112,40%. Rhizo-
culata 75,52 (26,29 %), dan A. officinalis phora stylosa dengan nilai penting 53,27%
65,48 (22,80%). Enam spesies lainnya memi- adalah jenis kodominan, diikuti oleh S. alba
liki persen penutupan jenis yang kurang dari (NP=33,73%), sedangkan ke empat jenis
65,48 (22,80%). lainnya memiliki nilai penting kurang dari
Jenis-jenis yang memiliki kerapatan 30%. Hal demikian mengindikasikan bahwa
yang tinggi, yaitu R. apiculata, B. Gymno- ketiga jenis tersebut sangat berperan dalam
rhiza dan R. Stylosa kategori sapihan juga komunitas mangrove di pesisir pantai desa
memiliki persen penutupan jenis yang tinggi, Eti. Untuk ke tiga jenis kategori, yaitu pohon,
yaitu berturut-turut 333,39 (80,32%), 37,67 sapihan dan anakan, didominasi oleh spesies
(9,08%) dan 28,94 (6,97%). Ke tujuh jenis Rhizophora apiculata. Hal ini diduga berhu-
lainnya memiliki persen penutupan jenis ku- bungan dengan substrat yang umumnya
rang dari 28,94 (6,97%). didominasi oleh pasir.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015 737
Kondisi hutan mangrove . . .

3.6. Zonasi Bruguiera gymnorrhiza, menempati daerah


Adanya perubahan (gradasi) lingku- sampai dengan batas hutan darat yang
ngan khususnya substrat dan sainitas dari bersubstrat pasir halus dan pasir lumpuran.
garis pantai sampai ke perbatasan dengan Hutan mangrove di Transek II menunjukkan
hutan darat, umumnya vegetasi mangrove adanya 2 (dua) zo-nasi mangrove (Gambar 4)
membentuk zonasi yang juga merupakan ciri dan bersubstrat pasir halus. Zonasi pertama
khas dari hutan mangrove. Burt dan Williams merupakan zona campuran antara Rhi-
(1981) menyatakan bahwa pola zonasi ber- zophora apiculata dan Sonneratia alba,
kaitan erat dengan tipe tanah (lumpur, pasir Ceriops tagal, Avicennia officinalis dan
atau gambut), keterbukaan terhadap hem- Bruguiera gymnorrhiza menempati areal
pasan gelombang, salinitas serta pengaruh sepanjang 115 meter dari garis pantai. Zonasi
pasang surut. Ada sebanyak 8 (delapan) kedua adalah zona campuran Rhizophora
transek dibuat di sekitar lokasi penelitian di apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza
perairan pesisir desa Eti dengan panjang menempati areal sampai dengan batas hutan
transek berkisar antara 110-500 meter. Hutan darat. Pada transek ini terlihat adanya
mangrove pada transek I terlihat adanya 3 penebangan mangrove, baik sebagai kayu
(tiga) zonasi dengan substrat pasir halus dan bakar maupun berbagai keperluan lainnya.
pasir lumpuran (Gambar 3). Pada transek III tidak ditemukan adanya
Zonasi pertama yang menempati dae- zonasi mangrove (Gambar 5) dan bersubstrat
rah sepanjang 35 meter dari garis pantai yang pasir halus dan sangat halus. Jenis-jenis
didominasi oleh Rhizophora apiculata. Kon- Rhizophora apiculata dan Sonneratia alba
disi demikian dikemukakan juga oleh Pra- tersebar merata sepanjang transek, diselingi
mudji (1995) yang menyatakan bahwa Rhizo- oleh Bruguiera gymnorrhiza pada areal an-
phora apiculata merupakan jenis pioner yang tara 130 meter dari garis pantai sampai
umumnya dijumpai di daerah garis pantai dengan hutan darat dan Rhizophora stylosa
pada substrat pasir halus dan pasir lumpuran. pada areal 25 meter dari garis pantai. Pada ja-
Zonasi kedua adalah zona campuran antara rak 70 meter kearah hutan darat terlihat ada-
Rhizophora apiculata, Sonneratia alba dan nya penebangan mangrove untuk berbagai
Rhizophora stylosa sebagai jenis selingan, keperluan.
menempati areal antara 35 – 90 meter dari Pada transek ini banyak ditemukan
garis pantai. Zonasi ketiga merupakan zona anakan dari jenis R. apiculata (kerapatan
campuran antaraAvicennia officinalis, Rhizo- 3750 teg/ha), S. alba (kerapatan 3750 teg/ha)
phora apiculata, Rhizophora stylosa dan dan A. corniculatum (kerapatan 1250 teg/ha).

Gambar 3. Zonasi mangrove transek I di pesisir pantai Eti.

738 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Ahmad

Gambar 4. Zonasi mangrove transek II di pesisir pantai Eti.

Gambar 5. Zonasi mangrove transek III di pesisir pantai Eti.

Pada Transek IV juga tidak ditemukan ada- Zonasi pertama menempati daerah ±
nya zonasi mangrove (Gambar 6), bersubstrat 70 meter dari garis pantai yang didominasi
pasir sedang. Sonneratia alba tersebar merata oleh Rhyzophoa stylosa, diselingi oleh bebe-
sepanjang transek diikuti oleh Rhizophora rapa pohon dari jenis Sonneratia alba dan
apculata, sedangkan beberapa pohon dari je- Bruguiera gymnorrhiza. Zonasi kedua yang
nis Rhizophora stylosa, Avicennia officena- didomonasi oleh Bruguiera gymnorrhiza me-
lis, Ceriops tagal dan Bruguiere gymnorrhi- nempati daerah antara 70 s/d 135 meter dari
za sebagai selingan. garis pantai dan diselingi oleh beberapa po-
Seperi pada dua transek sebelumnya, hon Sonneratia alba, Rhizophora stylosa, dan
pada transek V juga tidak ditemukan adanya Rhizophora apiculata. Zonasi ketiga yang
zonasi mangrove (Gambar 7), sedangkan merupakan zona campuran antara Avicennia
substratnya berupa pasir halus di bagian de- officinalis, Rhizophora apiculata dan Brugu-
pan dan pasir sangat kasar di bagian belakang iera gymnorrhiza menempati daerah sampai
hutan mangrove. Jenis yang mendominasi dengan batas hutan darat. Zonasi ini didomi-
adalah Sonneratia alba yang tumbuh merata nasi oleh Avicennia officinalis. Terlihat ada-
dari garis pantai sampai dengan batas hutan nya penebangan mangrove pada areal antara
darat. Diikuti kemudian oleh Rhizophora 450 m dari garis pantai sampai dengan batas
apiculata, sedangkan Rhizophora stylosa, hutan darat.
Avicennia officinalis, Ceriops tagal dan Pada transek VII hutan mangrove
Bruguiera gymnorrhiza sebagai jenis seli- menunjukkan adanya dua zonasi (Gambar 9),
ngan. Pada transek ini banyak ditemui tum- bersubstrat pasir sangat halus di bagian
buhan kategori semai, yaitu dari jenis Rhizo- depan dan berpasir halus di bagian belakang
phora apiculata (kerapatan 6250 teg/ha) dan hutan mangrove. Zonasi pertama yang
Avicennia officinalis (kerapatan 2500 teg/ha). didominasi oleh Rhizophora stylosa dan
Hutan mangrove pada transek VI menun- Rhizophora apiculata menempati daerah ±
jukkan adanya 3 (tiga) zonasi (Gambar 8) 125 meter dari garis pantai. Zonasi kedua
dengan substrat pasir halus. yang menempati daerah antara 125 m s/d 175

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015 739
Kondisi hutan mangrove . . .

Gambar 6. Zonasi mangrove transek IV di pesisir pantai Eti.

Gambar 7. Zonasi mangrove transek V di pesisir pantai Eti.

Gambar 8. Zonasi mangrove transek VI di pesisir pantai Eti.

Gambar 9. Zonasi mangrove ransek VII di pesisir pantai Eti.

740 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Ahmad

meter dari garis pantai merupakan zona cam- kup rendah. Saat ini, hamper tidak ada pen-
puran antara jenis-jenis Rhizophora api- duduk disini yang berpendidikan sarjana. Je-
culata, Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops ta- nis pekerjaan masyarakat sekitar bervariasi
gal dan beberapa pohon Rhizophora stylosa bahkan tidak sedikit yang tidak memiliki pe-
menempati daerah antara 175 m s/d 300 me- kerjaan. Persentase pekerjaan tertinggi adalah
ter (batas hutan daratan). petani (71,88%), sedangkan pekerjaan lain-
Pada transek VIII dua zonasi nya lebih kecil dari 6,25%. Kurangnya pendi-
mangrove (Gambar 10). Zona pertama me- dikan dan pemahaman terhadap manfaat
nempati daerah sepanjang 70 meter dari garis mangrove untuk melindungi lingkungan me-
pantai yang didominasi oleh Rhizophora sty- reka memungkinkan eksploitasi pemanfaatan
losa dan Rhizophora apiculata, sedangkan sumber daya mangrove yang cukup tinggi.
zonasi kedua yang merupakan campuran an- Dari persentase usia terlihat bahwa usia 20-
tara Xylocarmus mollucensis, Rhizophora 30 tahun (32,26%), lebih mendominasi dalam
apicilata, Rhizophora stylosa, Avicennia offi- melakukan eksploitasi sumber daya mang-
cinalis, dan Xylocarpus granatum menempati rove dibandingkan dengan usia lainnya.
seluruh daerah antara 70 meter s/d batas hu- Sumber daya mangrove dimanfaatkan oleh
tan darat. Pada transek ini banyak ditemui sebagian besar masyarakat setempat untuk
semai dari jenis Rhizophora stylosa (kerapa- memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yaitu
tan= 6000 teg/ha) dan Rhizophora apiculata 65,63 %. Lokasi penebangan terdapat pada
(kerapatan = 2500 teg/ha). transek 1, 2, 3 dan transek 6. Jenis-jenis kayu
yang dimanfaatkan bervariasi sesuai kebutu-
3.7. Aktivitas Pemanfaatan han, namun yang biasanya dimanfaatkan ada-
Data pemanfaatan diperoleh dari lah Bruguiera varfiflora diambil di luar ka-
pendistribusian kuesioner kepada 32 respon- wasan desa Eti, serta Rhizophora sp.dan B.
den. Masyarakat pemanfaat adalah mayoritas Gymnnorhiza dari kawasan desa Eti. Persen-
masyarakat dari desa Eti sendiri. Sebagian tase waktu pemanfaatan tertinggi adalah
besar pemanfaat adalah tamatan SMA, yaitu setiap bulan, yaitu 40,63 %, bergantung pada
40,63% diikuti oleh tamatan SD (31,25 %) kebutuhan masyarakat itu sendiri.
dan SMP (18,75 %), sedangkan tingkat pen-
didikan lainnya kurang dari 5,00 %. Relatif 3.8. Manajemen Pengelolaan Mangrove
rendahnya tingkat pendidikan di daerah ini Masyarakat sebagai pemanfaat sum-
mengakibatkan perhatian dan pengetahuan berdaya mangrove mengetahui bahwa ada
tentang akan pentingnya manfaat sumber- aturan yang mengatur kehidupan dalam desa
daya mangrove bagi lingkungan mereka cu- dan sumber daya alam. Adat yang dimiliki

Gambar 10. Zonasi mangrove transek VIII di pesisir pantai Eti.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015 741
Kondisi hutan mangrove . . .

oleh desa adalah sasi, yaitu sasi laut (pantai), stylosa merupakan jenis kodominan diikuti
sasi sungai, dan sasi darat (hutan). Dalam oleh Sonneratia alba. Mangrove kategori
upaya pelestarian mangrove ada berbagai sapihan didominasi oleh jenis Rhizophora
pihak terkait yang masih mempedulikan apiculata, sedangkan Rhizophora stylosa se-
eksistensi mangrove tersebut. Pengawasan bagai jenis kodominan, diikuti oleh Brugu-
dilakukan oleh masyarakat sendiri seperti iera gymnorrhiza. Mangrove kategori pohon
institusi desa (saniri negeri dan kewang) dan didominasi oleh Rhizophora apiculata dan
keluarga yang memiliki hak dati, sedangkan Sonneratia alba, sebagai jenis kodominan
institusi dari luar adalah Dinas Perikanan dan Bruguiera gymnorrhiza dan Avicennia offi-
Kelautan serta Kepolisian. cinalis.
Upaya pengelolaan hutan mangrove Zonasi mangrove yang ditemukan di
dari masyarakat dan pemerintah setempat desa Eti beragam. Pada transek I dan VI
dinilai belum memadai untuk mempertahan- ditemukan 3 zonasi mangrove; transek II, VII
kan dan meningkatkan keberlangsungan hi- dan VIII ditemukan 2 zonasi mangrove; se-
dup hutan mangrove di sekitar Desa Eti, dangkan transek III sampai dengan transek V
Teluk Piru. Untuk itu, rekomendasi pengelo- tidak ditemukan adanya zona mangrove.
laan berikut ini perlu dimplementasikan se- Diperlukan kerjasama masyarakat dan
perti: (1) Perlu adanya kerjasama dengan in- pemerintah setempat yang sinergis untuk me-
stansi terkait seperti Badan Koordinasi Pe- ningkatkan keberlangsungan hidup dari hutan
nyuluhan Pertanian, Kehutanan dan Perika- mangrove di daerah ini mengingat tingkat
nan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Pro- pendidikan masyarakat disana masih relatif
vinsi Maluku untuk mengadakan penyuluhan rendah dan tingkat eksploitasi mangrove
tentang fungsi dan peranan ekosistem mang- cukup tinggi.
rove; (2) Penyusunan peraturan desa me-
nyangkut pengelolaan ekosistem mangrove UCAPAN TERIMA KASIH
serta aturan pelarangan penebangan dan akti-
vitas lainnya yang berdampak negatif dan Ucapan terima kasih saya sampaikan
mempengaruhi pertumbuhan mangrove; (3) kepada Bapak Frangky Nendisa, S.Pi yang
Pengaktifan kembali tugas kewang laut da- telah mengizinkan penulis untuk meng-
lam pengawasan wilayah pesisir dan eko- gunakan data mangrove di desa Eti, Teluk
sistemnya; (4) Pelatihan cara rehabilitasi Piru dalam paper ini. Penulis juga mengu-
mangrove dan peningkatan partisipasi ma- capkan terima kasih kepada para reviewer
syarakat dalam pengelolaannya; dan (5) Perlu yang telah banyak memberikan komentar dan
dilakukan kegiatan rehabilitasi untuk jenis- masukan untuk memperbaiki paper ini.
jenis Rhizophora stylosa, Rhizophora mucro-
nata, dan Bruguierra gymnorrhiza yang mu- DAFTAR PUSTAKA
dah tumbuh dan jenis lainnya seperti Xylo-
carpus granatum dan Camptostemon schul- Anonymous. 1997. Strategi nasional penge-
tzii, serta konservasi/perlidungan untuk jenis- lolaan hutan mangrove di Indonesia.
jenis Aegiceras corniculatum dan Xylocarpus Kantor Menteri Negara Lingkungan
moluccensis. Hidup. Lembaga Ilmu Pengetahun In-
donesia, Departemen Dalam Negeri
IV. KESIMPULAN dan Yayasan Mangrove. Jakarta.
Secara umum, mangrove yang dite- 116hlm.
mui di sekitar Desa Eti, Teluk Piru berjum- Anonymous, 2010. Ekosistem mangrove dan
lah16 jenis mangrove dari 10 famili. karang di Teluk Piru. Laporan Akhir
Mangrove kategori anakan didomi- Penelitian. Pusat Penelitian laut
nasi oleh jenis Rhizophora apiculata dan R. Dalam Ambon. 67hlm.

742 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Ahmad

Bengen, D.G 2000. Pedoman teknis Penge- Lee, S.Y., J.H. Primavera, F. Dahdouh-
nalan dan pengelolaan ekosistem Guebas, K. McKee, J.O. Bosire, S.
mangrove. Pusat Kajian Sumber daya Cannicci, K. Diele, F. Fromard, N.
Pesisir dan Lautan IPB. 56hlm. Koedam, C. Marchand, I. Men-
Bengen, D.G. 1999. Pengenalan dan penge- delssohn, N. Mukherjee, and S.
lolaan Ekosistem Mangrove. Cetakan Record. 2014. Ecological role and
Keenam. Agustus 2004, PKSPL- IPB services of tropical mangrove eco-
Bogor. 62hlm. systems: a reassessment. Global Ecol.
Burt, J.S. and W.T. Williams, 1981. Vegeta- Biogeogr., 23: 726-743.
tional relationship in the mangrove of Mather, P.M. 1987. Computer processing of
Tropical Australia. Marine Ecology – remotely sensed data. John Wiley and
Progress Series, 4:349-359 Sons. New York. 111p.
English, S., C. Wilkinson, and V. Baker, Nybakken, J.N. 2001. Marine Biology. An
1994. Survei manual for tropical ma- ecological approach. Benjamin cum-
rine Resources. ASEAN-Australia mings. USA. 516pp.
Marine Science Project: Living Coas- Pelasula, D. D. 2009. Dampak perubahan la-
tal Resources. Australian Institute of han atas terhadap ekosistem Teluk
Marine Science, Townsville. 119- Ambon. (Thesis). Tidak dipublikasi.
195p. 93hlm.
Janssen, Lucas L.F, and H. Middlekoop Pramudji, 1995. Hutan mangrove di pesisir
1992. Knowledge-based crop classi- Passo, Teluk Ambon dan upaya pe-
ication of landsat thematic mapper ngelolaannya. Lonawarta. 25-34pp.
Image. International J. of Remote Noor Y.S, M. Khazali dan I.N.N. Suryadi-
Sensing, 13(15):2827-2837. putra 1999. Panduan Pengenalan
Jensen, John R. 1986. Introductory to digital Mangrove di Indonesia. Edisi Bahasa
image processing: a remote sensing Indonesia. PKA/WI-IPB, Bogor.
perspective. London. Prentice Hall. 220hlm.
95-104pp.
Diterima : 7 Oktober 2015
Direview : 3 Desember 2015
Disetujui : 29 Desember 2015

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015 743
744

Anda mungkin juga menyukai