Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis.

Penyakit berbasis lingkungan masih merupakan


masalah kesehatan terbesar masyarakat indonesia. Hal ini
tercermin dari tingginya angka kejadian dan kunjungan
penderita beberapa penyakit ke sarana pelayanan
kesehatan seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA),
TB Paru, penyakit diare, malaria, demam berdarah
dengue (DBD), keracunan makanan, cacingan, serta
ganggu kesehatan/ keracunan karena bahan kimia dan
pestisida.

Tingginya kejadiaan penyakit-penyakit berbasis lingkungan


disebabkan oleh masih buruknya kondisi sanitasi dasar terutama air bersih
dan jamban, meningkatnya pencemaran, kurang higenisnya pengelolaan
makanan, rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat,
serta buruknya penatalaksanaan bahan kimia dan pestisida dirumah tangga
yang kurang memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja.

Blum (1974) menyampaikan bahwa faktor lingkungan dan


perilaku mempunyai pengaruh terbesar terhadap status kesehatan,
disamping faktor pelayanan kesehatan dan genetik. Untuk itu cara
pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit tersebut harus melalui
upaya perbaikan lingkungan/ sanitasi dasar dan perubahan perilaku kearah
yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan paradikma sehat yang lebih

1
menonjolkan aspek pencegahan dan promosi. Salah satu pendekatan yang
menekankan pada upaya preventif dan promotif berupa perbaikan
lingkungan dan perilaku adalah ”klinik sanitasi”.

Klinik sanitasi merupakan suatu wahana masyarakat dalam


mengatasi masalah kesehatan lingkungan untuk pemberantasan penyakit
dengan bimbingan, penyuluhan, dan bantuan teknis dari petugas
puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri
sendiri, tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan puskesmas.

Dengan demikian petugas sanitasi sebagai pengolah klinik sanitasi


dituntut mempunyai pengetahuan dan ketrampilan dalam membantu
menemukan masalah lingkungan dan perilaku yang berkaitan
dengan penyakit yang banyak diderita masyarakat sehingga
diharapkan mereka dapat berperan dalam upaya memutuskan rantai
penularan penyakit, dan dalam jangka panjang dapat mencegah serta
memberantas penyakit-penyakit berbasis lingkungan.

B. Tujuan Praktek Klinik Sanitasi

1. Umum

Mahasiswa mampu menganalisis faktor risiko lingkungan perumahan


yang berhubungan dengan penyakit – penyakit yang berbasis
lingkungan dan mampu melakukan interfensi terhadap permasalahan
yang ditemukan

2. Khusus

a. Mahasiswa mampu bekerjasama dengan para medis


untuk menangani penyakit – penyakit yang berbasis
lingkungan di masyarakat.

2
b. Mahasiswa mampu menganalisis faktor risiko yang
berkaitan dengan penyakit yang diderita pasien di
puskesmas.

c. Mahasiswa mampu melaksanakan konseling pasien


atau klien di puskesmas.

d. mahasiswa mampu memberikan saran atau pemecahan masalah


kepada masyarakat mengenai penyakit yang berbasis lingkungan.

C. Manfaat Praktek Klinik Sanitasi

1. Bagi mahasiswa

a. dapat mengaplikasikan program-program dari puskesmas dan juga


diharapkan dapat lebih terarah dalam pelayanan klinik sanitasi.

b. mengetahui langkah-langkah penata laksanaan faktor lingkungan


dan perilaku penyakit berbasis lingkungan.

c. mengetahui kegiatan klinik sanitasi dan mampu melaksanakannya

2. Bagi masyarakat

Bagi masyarakat pasien atau klien klinik sanitasi dapat digunakan


sebagai pelayanan untuk memperoleh informasi tentang masalah
kesehatan dan penyakit yang berbasis lingkungan, membantu
mengatasi masalah tentang masalah kesehatan lingkungan dengan
memberikan beberapa alternatif dan masukan masukan guna
pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi terutama adalah masalah
penyakit yang berbasis lingkungan

3
3. Bagi puskesmas

Bagi puskesmas praktik klinik sanitasi dapat diupayakan dalam


penambahan program dalam mengatasi masalah di masyarakat
terutama adalah masalah penyakit berbasis lingkungan serta sebagai
salah satu layanan masyarakat di puskesmas yang mengintegrasikan
antara upaya kuratif, promotif, dan prefentif yang berperan sebagai
pusat informasi, pusat rujukan dan fasilitator di bidang kesehatan
lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan demi meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Klinik Sanitasi


Klinik sanitasi adalah suatu upaya atau kegiatan yang
mengintegrasikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, dan kuratif
yang difokuskan pada penduduk yang berisiko tinggi untuk mengatasi
masalah penyakit berbasis lingkungan pemukiman yangdilaksanakan oleh
petugas puskesmas bersama masyarakat yang dapat dilaksanakan secara
pasif dan aktif di dalam dan di luar gedung.
Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya
pemberantasan penyakit berbasis lingkungan semakin relevan dengan
ditetapkannya paradigma sehat yang lebih menekankan pada upaya
promotif-preventif dibanding upaya kuratif-rehabilitatif. Melalui

4
klinik sanitasi, ketiga upaya pelayanan kesehatan yaitu promotif,
preventif, dan kuratif dilakukan secara terintergrasi dalam
pelayanan kesehatan program pemberantasan penyakit berbasis
lingkungan, di dalam maupun di luar gedung.
Klinik sanitasi merupakan suatu wahana masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatan lingkungan untuk
pemberantasan penyakit dengan bimbingan, penyuluhan, dan
bantuan teknis dari petugas puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai
unit pelayanan yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian integral dari
kegiatan Puskesmas.

B. Alur Kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas

Kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas


dilaksanakan di dalam gedung dan luar gedung Puskesmas, meliputi:

1. Konseling;
2. Inspeksi Kesehatan Lingkungan; dan
3. Intervensi/tindakan kesehatan lingkungan.
Alur kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas dapat dilihat pada
skema dengan uraian berikut:

a. Pelayanan Pasien yang menderita penyakit dan/atau gangguan


kesehatan yang diakibatkan oleh Faktor Risiko Lingkungan
­ Pasien mendaftar di ruang pendaftaran.
­ Petugas pendaftaran mencatat/mengisi kartu status.
­ Petugas pendaftaran mengantarkan kartu status tersebut ke petugas
ruang pemeriksaan umum.
­ Petugas di ruang pemeriksaan umum Puskesmas (Dokter, Bidan,
Perawat) melakukan pemeriksaan terhadap Pasien.
­ Pasien selanjutnya menuju Ruang Promosi Kesehatan untuk
mendapatkan pelayanan Konseling.
­ Untuk melaksanakan Konseling tersebut, Tenaga Kesehatan
Lingkungan mengacu pada Contoh Bagan dan Daftar Pertanyaan

5
Konseling (terlampir).
­ Hasil Konseling dicatat dalam formulir pencatatan status kesehatan
lingkungan dan selanjutnya Tenaga Kesehatan Lingkungan
memberikan lembar saran/tindak lanjut dan formulir tindak lanjut
Konseling kepada Pasien.
­ Pasien diminta untuk mengisi dan menandatangani formulir tindak
lanjut Konseling.
­ Dalam hal diperlukan berdasarkan hasil Konseling dan/atau hasil
surveilans kesehatan menunjukkan kecenderungan berkembang atau
meluasnya penyakit atau kejadian kesakitan akibat Faktor Risiko
Lingkungan, Tenaga Kesehatan Lingkungan membuat janji Inspeksi
Kesehatan Lingkungan.
­ Setelah Konseling di Ruang Promosi Kesehatan, Pasien dapat
mengambil obat di Ruang Farmasi dan selanjutnya Pasien pulang.

b. Pelayanan Pasien yang datang untuk berkonsultasi masalah kesehatan


lingkungan (dapat disebut Klien) segera mendaftar di Ruang Pendaftaran.
­ Petugas pendaftaran memberikan kartu pengantar dan meminta Pasien
menuju ke Ruang Promosi Kesehatan.
­ Pasien melakukan konsultasi terkait masalah kesehatan lingkungan
atau penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
Faktor Risiko Lingkungan.
­ Tenaga Kesehatan Lingkungan mencatat hasil Konseling dalam
formulir pencatatan status kesehatan lingkungan, dan selanjutnya
memberikan lembar saran atau rekomendasi dan formulir tindak lanjut
Konseling untuk ditindak lanjuti oleh Pasien.
­ Pasien diminta untuk mengisi dan menandatangani formulir tindak
lanjut Konseling.
­ Dalam hal diperlukan berdasarkan hasil Konseling dan/atau
kecenderungan berkembang atau meluasnya penyakit atau kejadian
kesakitan akibat Faktor Risiko Lingkungan, Tenaga Kesehatan
Lingkungan membuat janji dengan Pasien untuk dilakukan Inspeksi

6
Kesehatan Lingkungan dan selanjutnya Pasien dapat pulang.

1. Konseling
A. Pengertian Konseling
Konseling adalah hubungan komunikasi antara Tenaga
Kesehatan Lingkungan dengan Pasien yang bertujuan untuk
mengenali dan memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang
dihadapi. Dalam Konseling, pengambilan keputusan adalah
tanggung jawab Pasien. Pada waktu Tenaga Kesehatan
Lingkungan membantu Pasien terjadi langkah-langkah
komunikasi secara timbal balik yang saling berkaitan
(komunikasi interpersonal) untuk membantu Pasien membuat
keputusan. Tugas pertama Tenaga Kesehatan Lingkungan adalah
menciptakan hubungan dengan Pasien, dengan menunjukkan
perhatian dan penerimaan melalui tingkah laku verbal dan non
verbal yang akan mempengaruhi keberhasilan pertemuan
tersebut. Konseling tidak semata-mata dialog, melainkan juga
proses sadar yang memberdayakan orang agar mampu
mengendalikan hidupnya dan bertanggung jawab atas tindakan-
tindakannya.
Ciri-ciri Konseling meliputi :

1. Konseling sebagai proses yang dapat membantu Pasien dalam:


­ memperoleh informasi tentang masalah kesehatan keluarga
yang benar;
­ memahami dirinya dengan lebih baik;
­ menghadapi masalah-masalahnya sehubungan dengan
masalah kesehatan keluarga yang dihadapinya;
­ mengutarakan isi hatinya terutama hal-hal yang bersifat
sensitif dan sangat pribadi;
­ mengantisipasi harapan-harapan, kerelaan dan
kapasitas merubah perilaku;
­ meningkatkan dan memperkuat motivasi untuk merubah
perilakunya; dan/atau

7
­ menghadapi rasa kecemasan dan ketakutan sehubungan
dengan masalah kesehatan keluarganya.

2. Konseling bukan percakapan tanpa tujuan


Konseling diadakan untuk mencapai tujuan tertentu antara lain
membantu Pasien untuk berani mengambil keputusan dalam
memecahkan masalahnya.
3. Konseling bukan berarti memberi nasihat atau instruksi pada
Pasien untuk sesuatu sesuai kehendak Tenaga Kesehatan
Lingkungan.
4. Konseling berbeda dengan konsultasi maupun penyuluhanDalam
konsultasi, pemberi nasehat memberikan nasehat seakan- akan dia
seorang “ahli" dan memikul tanggung jawab yang lebih besar
terhadap tingkah laku atau tindakan Pasien, serta yang dihadapi
adalah masalah. Sedangkan penyuluhan merupakan proses
penyampaian informasi kepada kelompok sasaran dengan tujuan
meningkatkan kesadaran masyarakat.

B. Langkah-Langkah Konseling
Pelaksanaan Konseling dilakukan dengan fokus pada permasalahan
kesehatan yang dihadapi Pasien.
Langkah-langkah kegiatan Konseling sebagai berikut:

­ Persiapan (P1)
a. menyiapkan tempat yang aman, nyaman dan tenang;
b. menyiapkan daftar pertanyaan untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan;
c. menyiapkan media informasi dan alat peraga bila diperlukan seperti
poster, lembar balik, leaflet, maket (rumah sehat, jamban sehat,
dan lain-lain) serta alat peraga lainnya.
­ Pelaksanaan (P2)
Dalam pelaksanaan,Tenaga Kesehatan Lingkungan menggali
data/informasi kepada Pasien atau keluarganya, sebagai berikut:

8
1. umum, berupa data individu/keluarga dan data lingkungan;
2. khusus, meliputi:
a. identifikasi prilaku/kebiasaan;
b. identifikasi kondisi kualitas kesehatan lingkungan;
c. dugaan penyebab; dan
d. saran dan rencana tindak lanjut.
Ada enam langkah dalam melaksanakan Konseling yang biasa
disingkat dengan "SATU TUJU" yaitu :

SA = Salam, Sambut:

d. Beri salam, sambut Pasien dengan hangat.


e. Tunjukkan bahwa Anda memperhatikannya, mengerti keadaan dan
keperluannya, bersedia menolongnya dan mau meluangkan waktu.
f. Tunjukkan sikap ramah.
g. Perkenalkan diri dan tugas Anda.
h. Yakinkan dia, bahwa Anda bisa dipercaya dan akan menjaga
kerahasiaan percakapan anda dengan Pasien.
i. Tumbuhkan keberaniannya untuk dapat mengungkapkan diri.

T - tanyakan :

9
a. Tanyakan bagaimana keadaan atau minta pasien menyampaikan
masalahnya pada Anda.
b. Dengarkan penuh perhatian dan rasa empati.
c. Tanyakan apa peluang yang dimilikinya.
d. Tanyakan apa hambatan yang dihadapinya.
e. Beritahukan bahwa semua keterangan itu diperlukan untuk menolong
mencari cara pemecahan masalah yang terbaik bagi Pasien.

U-Uraikan :

Uraikan tentang hal-hal yang ingin diketahuinya atau anda menganggap


perlu diketahuinya agar lebih memahami dirinya, keadaan dan kebutuhannya
untuk memecahkan masalah. Dalam menguraikan anda bisa menggunakan
media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) supaya lebih mudah
dipahami.

TU – Bantu :

10
Bantu Pasien mencocokkan keadaannya dengan berbagai kemungkinan
yang bisa dipilihnya untuk memperbaiki keadaannya atau mengatasi
masalahnya.

J - Jelaskan :

Berikan penjelasan yang lebih lengkap mengenai cara mengatasi


permasalahan yang dihadapi Pasien dari segi positif dan negatif serta diskusikan
upaya untuk mengatasi hambatan yang mungkin terjadi. Jelaskan berbagai
pelayanan yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah tersebut.

U - Ulangi:

Ulangi pokok-pokok yang perlu diketahui dan diingatnya. Yakinkan


bahwa anda selalu bersedia membantunya. Kalau Pasien memerlukan
percakapan lebih lanjut yakinkan dia bahwa anda siap menerimanya.

Setelah proses SATU TUJU dilaksanakan, Tenaga Kesehatan Lingkungan


menindaklanjuti dengan:

1. melakukan penilaian terhadap komitmen Pasien (Formulir tindak


lanjut konseling) yang telah diisi dan ditandatangani untuk mengambil
keputusan yang disarankan, dan besaran masalah yang dihadapi;
2. menyusun rencana kunjungan untuk Inspeksi Kesehatan Lingkungan
sesuai hasil Konseling; dan
3. menyiapkan langkah-langkah untuk intervensi.

11
Dalam melaksanakan Konseling kepada Pasien, Tenaga Kesehatan
Lingkungan menggunakan panduan Konseling sebagaimana contoh
bagan dan daftar pertanyaan terlampir. Tenaga Kesehatan Lingkungan
dapat mengembangkan daftar pertanyaan terhadap Pasien dengan
diagnosis penyakit lain atau sesuai kebutuhan. Tenaga Kesehatan
Lingkungan dalam memberikan saran tindak lanjut sesuai dengan
permasalahan kesehatan lingkungan yang dihadapi berdasarkan pedoman
teknis yang berlaku.

2. Inspeksi Kesehatan Lingkungan


A. Pengertian
Inspeksi Kesehatan Lingkungan adalah kegiatan pemeriksaan dan
pengamatan secara langsung terhadap media lingkungan dalam rangka
pengawasan berdasarkan standar, norma dan baku mutu yang berlaku
untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat.
Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilaksanakan berdasarkan hasil
Konseling terhadap Pasien dan/atau kecenderungan berkembang atau
meluasnya penyakit dan/atau kejadian kesakitan akibat Faktor Risiko
Lingkungan. Inspeksi Kesehatan Lingkungan juga dilakukan secara
berkala, dalam rangka investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) dan
program kesehatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

B. Pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan


­ Petugas Inspeksi Kesehatan Lingkungan
Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan
Lingkungan (sanitarian, entomolog dan mikrobiolog) yang membawa
surat tugas dari Kepala Puskesmas dengan rincian tugas yang lengkap.

Dalam pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tenaga Kesehatan


Lingkungan sedapat mungkin mengikutsertakan petugas Puskesmas
yang menangani program terkait atau mengajak serta petugas dari

12
Puskesmas Pembantu, Poskesdes, atau Bidan di desa. Terkait hal ini
Lintas Program Puskesmas berperan dalam:

a. Melakukan sinergisme dan kerja sama sehingga upaya promotif,


preventif dan kuratif dapat terintegrasi.
b. Membantu melakukan Konseling dan pada waktu kunjungan rumah
dan lingkungan.
c. Apabila di lapangan menemukan penderita penyakit karena Faktor
Risiko Lingkungan, harus melaporkan pada waktu lokakarya mini
Puskesmas, untuk diketahui dan ditindaklanjuti.

­ Waktu Pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan


Waktu pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan sebagai tindak lanjut
hasil Konseling sesuai dengan kesepakatan antara Tenaga Kesehatan
Lingkungan dengan Pasien, yang diupayakan dilakukan paling lambat 24
(dua puluh empat) jam setelah Konseling.

­ Metode Inspeksi Kesehatan Lingkungan


a. Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilakukan dengan cara/metode
sebagai berikut:pengamatan fisik media lingkungan;

b. pengukuran media lingkungan di tempat;

c. uji laboratorium; dan/atau

d. analisis risiko kesehatan lingkungan.

Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilakukan terhadap media air, udara,


tanah, pangan, sarana dan bangunan, serta vektor dan binatang pembawa
penyakit. Dalam pelaksanaannya mengacu pada pedoman pengawasan
kualitas media lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

1) Pengamatan fisik media lingkungan


Secara garis besar, pengamatan fisik terhadap media lingkungan
dilakukan sebagai berikut:

13
a) Air
­ Mengamati sarana (jenis dan kondisi) penyediaan air minum
dan air untuk keperluan higiene sanitasi (sumur gali/sumur
pompa tangan/KU/perpipaan/penampungan air hujan).
­ Mengamati kualitas air secara fisik, apakah berasa, berwarna,
atau berbau.
­ Mengetahui kepemilikan sarana penyediaan air minum dan air
untuk keperluan higiene sanitasi, apakah milik sendiri atau
bersama.
b) Udara
­ Mengamati ketersediaan dan kondisi kebersihan ventilasi.
­ Mengukur luas ventilasi permanen (minimal 10% dari luas
lantai), khusus ventilasi dapur minimal 20% dari luas lantai
dapur, asap harus keluar dengan sempurna atau dengan ada
exhaust fan atau peralatan lain.
c) Tanah
Mengamati kondisi kualitas tanah yang berpotensi sebagai media
penularan penyakit, antara lain tanah bekas Tempat Pembuangan
Akhir/TPA Sampah, terletak di daerah banjir, bantaran sungai/aliran
sungai/longsor, dan bekas lokasi pertambangan.

d) Pangan
Mengamati kondisi kualitas media pangan, yang memenuhi
prinsip-prinsip higiene sanitasi dalam pengelolaan pangan mulai
dari pemilihan dan penyimpanan bahan makanan, pengolahan
makanan, penyimpanan makanan masak, pengangkutan makanan,
dan penyajian makanan.

e) Sarana dan Bangunan


Mengamati dan memeriksa kondisi kualitas bangunan dan sarana
pada rumah/tempat tinggal Pasien, seperti atap, langit-langit,
dinding, lantai, jendela, pencahayaan, jamban, sarana pembuangan
air limbah, dan sarana pembuangan sampah.

14
f) Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit
Mengamati adanya tanda-tanda kehidupan vektor dan binatang
pembawa penyakit, antara lain tempat berkembang biaknya jentik,
nyamuk, dan jejak tikus.

2) Pengukuran Media Lingkungan di Tempat


Pengukuran media lingkungan di tempat dilakukan dengan menggunakan
alat in situ untuk mengetahui kualitas media lingkungan yang hasilnya
langsung diketahui di lapangan. Pada saat pengukuran media lingkungan,
jika diperlukan juga dapat dilakukan pengambilan sampel yang
diperuntukkan untuk pemeriksaan lanjutan di laboratorium.

3) Uji Laboratorium
Apabila hasil pengukuran in situ memerlukan penegasan lebih lanjut,
dilakukan uji laboratorium. Uji laboratorium dilaksanakan di
laboratorium yang terakreditasi sesuai parameternya. Apabila diperlukan,
uji laboratorium dapat dilengkapi dengan pengambilan spesimen
biomarker pada manusia, fauna, dan flora.

4) Analisis risiko kesehatan lingkungan


Analisis risiko kesehatan lingkungan merupakan pendekatan dengan
mengkaji atau menelaah secara mendalam untuk mengenal, memahami
dan memprediksi kondisi dan karakterisktik lingkungan yang berpotensi
terhadap timbulnya risiko kesehatan, dengan mengembangkan tata
laksana terhadap sumber perubahan media lingkungan, masyarakat
terpajan dan dampak kesehatan yang terjadi.

Analisis risiko kesehatan lingkungan juga dilakukan untuk mencermati


besarnya risiko yang dimulai dengan mendiskrisikan masalah kesehatan
lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan penetapan risiko pada
kesehatan manusia yang berkaitan dengan masalah kesehatan lingkungan
yang bersangkutan.

Analisis risiko kesehatan lingkungan dilakukan melalui:

15
a) Identifikasi bahaya
Mengenal dampak buruk kesehatan yang disebabkan oleh pemajanan
suatu bahan dan memastikan mutu serta kekuatan bukti yang
mendukungnya.

b) Evaluasi dosis respon


Melihat daya racun yang terkandung dalam suatu bahan atau untuk
menjelaskan bagaimana suatu kondisi pemajanan (cara, dosis,
frekuensi, dan durasi) oleh suatu bahan yang berdampak terhadap
kesehatan.

c) Pengukuran pemajanan
Perkiraan besaran, frekuensi dan lamanya pemajanan pada manusia
oleh suatu bahan melalui semua jalur dan menghasilkan perkiraan
pemajanan.

d) Penetapan Risiko.
Mengintegrasikan daya racun dan pemajanan kedalam “perkiraan
batas atas” risiko kesehatan yang terkandung dalam suatu bahan.

Hasil analisis risiko kesehatan lingkungan ditindaklanjuti dengan


komunikasi risiko dan pengelolaan risiko dalam rencana tindak lanjut yang
berupa Intervensi Kesehatan Lingkungan.

2. Langkah-Langkah Inspeksi Kesehatan Lingkungan


a. Persiapan:
1) Mempelajari hasil Konseling.
2) Tenaga Kesehatan Lingkungan membuat janji kunjungan rumah
dan lingkungannya dengan Pasien dan keluarganya.
3) Menyiapkan dan membawa berbagai peralatan dan kelengkapan
lapangan yang diperlukan (formulir Inspeksi Kesehatan
Lingkungan, formulir pencatatan status kesehatan lingkungan,
media penyuluhan, alat pengukur parameter kualitas lingkungan)

16
4) Melakukan koordinasi dengan perangkat desa/kelurahan (kepala
desa/lurah, sekretaris, kepala dusun atau ketua RW/RT) dan
petugas kesehatan/bidan di desa.

b. Pelaksanaan:
1) Melakukan pengamatan media lingkungan dan perilaku
masyarakat.
2) Melakukan pengukuran media lingkungan di tempat, uji
laboratorium, dan analisis risiko sesuai kebutuhan.
3) Melakukan penemuan penderita lainnya.
4) Melakukan pemetaan populasi berisiko.
5) Memberikan saran tindak lanjut kepada sasaran (keluarga pasien
dan keluarga sekitar). Saran tindak lanjut dapat berupa Intervensi
Kesehatan Lingkungan yang bersifat segera. Saran tindak lanjut
disertai dengan pertimbangan tingkat kesulitan, efektifitas dan
biaya.

Dalam melaksanakan Inspeksi Kesehatan Lingkungan, Tenaga


Kesehatan Lingkungan menggunakan panduan Inspeksi Kesehatan
Lingkungan berupa bagan dan daftar pertanyaan untuk setiap penyakit
sebagaimana contoh daftar pertanyaan terlampir. Tenaga Kesehatan
Lingkungan dapat mengembangkan daftar pertanyaan tersebut sesuai
kebutuhan. Hasil Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilanjutkan dengan
rencana tindak lanjut berupa Intervensi Kesehatan Lingkungan.

3. Intervensi Kesehatan Lingkungan

Intervensi Kesehatan Lingkungan adalah tindakan


penyehatan, pengamanan, dan pengendalian untuk mewujudkan
kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia,
biologi, maupun sosial, yang dapat berupa:

a. komunikasi, informasi, dan edukasi sertapenggerakan


/pemberdayaan masyarakat;

b. perbaikan dan pembangunan sarana;

17
c. pengembangan teknologi tepat guna; dan

d. rekayasa lingkungan.

Dalam pelaksanaannya Intervensi Kesehatan Lingkungan harus


mempertimbangkan tingkat risiko berdasarkan hasil Inspeksi Kesehatan
Lingkungan. Pada prinsipnya pelaksanaan Intervensi Kesehatan
Lingkungan dilakukan oleh Pasien sendiri. Dalam hal cakupan
Intervensi Kesehatan Lingkungan menjadi luas, maka pelaksanaannya
dilakukan bersama pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat/swasta.

A. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi, serta Penggerakan/Pemberdayaan


Masyarakat.
Pelaksanaan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dilakukan
untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan prilaku masyarakat
terhadap masalah kesehatan dan upaya yang diperlukan sehingga dapat
mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan akibat Faktor Risiko
Lingkungan. KIE dilaksanakan secara bertahap agar masyarakat umum
mengenal lebih dulu, kemudian menjadi mengetahui, setelah itu mau
melakukan dengan pilihan/opsi yang sudah disepakati bersama.

Pelaksanaan penggerakan/pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk


memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui kerja bersama
(gotong royong) melibatkan semua unsur masyarakat termasuk perangkat
pemerintahan setempat dan dilakukan secara berkala.

Contoh:

­ Pemasangan dan/atau penayangan media promosi kesehatan lingkungan


pada permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, dan tempat dan fasilitas
umum;
­ Pelatihan masyarakat untuk 3M (menutup, menguras, dan mengubur),
pembuatan sarana sanitasi dan sarana pengendalian vektor;
­ Pemicuan, pendampingan, dan percontohan untuk menuju Sanitasi

18
Total pada kegiatan Kegiatan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat/STBM;
­ Gerakan bersih desa;

B. Perbaikan dan Pembangunan Sarana


Perbaikan dan pembangunan sarana diperlukan apabila pada hasil
Inspeksi Kesehatan Lingkungan menunjukkan adanya Faktor Risiko
Lingkungan penyebab penyakit dan/atau gangguan kesehatan pada
lingkungan dan/atau rumah Pasien. Perbaikan dan pembangunan sarana
dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap air minum, sanitasi, sarana
perumahan, sarana pembuangan air limbah dan sampah, serta sarana
kesehatan lingkungan lainnya yang memenuhi standar dan persyaratan
kesehatan lingkungan.

Tenaga Kesehatan Lingkungan dapat memberikan desain untuk


perbaikan dan pembangunan sarana sesuai dengan tingkat risiko, dan
standar atau persyaratan kesehatan lingkungan, dengan mengutamakan
material lokal.

Contoh perbaikan dan pembangunan sarana sebagai berikut:

­ penyediaan sarana cuci tangan dengan material bambu;


­ pembuatan saringan air sederhana;
­ pembuatan pasangan/cincin pada bibir sumur untuk mencegah
kontaminasi air dan berkembangbiaknya vektor;
­ pemasangan genteng kaca untuk pencahayaan ruangan;
­ pembuatan tangki septik, pembuatan ventilasi, plesteran semen pada
lantai tanah, dan pembuatan sarana air bersih yang tertutup.

C. Pengembangan Teknologi Tepat Guna


Pengembangan teknologi tepat guna merupakan upaya alternatif untuk
mengurangi atau menghilangkan faktor risiko penyebab penyakit dan/atau
gangguan kesehatan. Pengembangan teknologi tepat guna dilakukan

19
dengan mempertimbangkan permasalahan yang ada dan ketersediaan
sumber daya setempat sesuai kearifan lokal.

Pengembangan teknologi tepat guna secara umum harus dapat


dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, memanfaatkan sumber daya yang
ada, dibuat sesuai kebutuhan, bersifat efektif dan efisien, praktis dan
mudah diterapkan/dioperasionalkan, pemeliharaannya mudah, serta mudah
dikembangkan.

Contoh:

­ pembuatan saringan pasir cepat/lambat untuk


mengurangi kekeruhan dan/atau kandungan logam berat dalam air;
­ pembuatan kompos dari sampah organik;
­ pengolahan air limbah rumah tangga untuk ternak ikan;

D. Rekayasa Lingkungan
Rekayasa lingkungan merupakan upaya mengubah media lingkungan atau
kondisi lingkungan untuk mencegah pajanan agen penyakit baik yang
bersifat fisik, biologi, maupun kimia serta gangguan dari vektor dan
binatang pembawa penyakit.

Contoh rekayasa lingkungan:

­ menanam tanaman anti nyamuk dan anti tikus;


­ pemeliharaan ikan kepala timah atau guppy;
­ pemberian bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang tidak
tertutup;
­ membuat saluran air dari laguna ke laut agar ada peningkatan salinitas.
4. Pemantauan Dan Evaluasi

Untuk meningkatkan mutu Pelayanan Kesehatan Lingkungan,


setiap Puskesmas harus melakukan pemantauan dan evaluasi Pelayanan
Kesehatan Lingkungan. Pemantauan dan evaluasi mencakup Pelayanan
Kesehatan Lingkungan Puskesmas dan pelaksanaan pengawasan kualitas

20
media lingkungan dalam rangka program kesehatan. Hasil pemantauan
dan evaluasi digunakan untuk mengukur kinerja Pelayanan Kesehatan
Lingkungan di Puskesmas yang sekaligus menjadi indikator dalam
penilaian akreditasi Puskesmas.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan untuk memperoleh gambaran
hasil Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas terhadap akses
masyarakat untuk memperoleh Pelayanan Kesehatan Lingkungan,
kualitas Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas, masalah yang
dihadapi, dan dampak kesehatan masyarakat.
Indikator pemantauan dan evaluasi kinerja Puskesmas meliputi:

1. Akses masyarakat untuk memperoleh Pelayanan


Kesehatan Lingkungan.
2. Kualitas Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas.
3. Masalah yang dihadapi dalam Pelayanan Kesehatan Lingkungan.
4. Dampak yang dapat terjadi.

Cara mengukur indikator tersebut dapat menggunakan perhitungan sebagai


berikut:

1. Akses masyarakat untuk memperoleh Pelayanan Kesehatan


Lingkungan: Jumlah Pasien yang mendapat Pelayanan Kesehatan
Lingkungan dibanding Pasien yang membutuhkan Pelayanan
Kesehatan Lingkungan.
2. Kualitas Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas:
a. Jumlah Pasien yang menindaklanjuti hasil rekomendasi
Konseling dibanding jumlah seluruh Pasien yang melakukan
Konseling.
b. Jumlah Pasien yang menindaklanjuti hasil rekomendasi
Inspeksi Kesehatan Lingkungan dibanding jumlah seluruh
Pasien yang dikunjungi.
3. Masalah yang dihadapi dalam Pelayanan Kesehatan Lingkungan:
Hasil penilaian akses masyarakat untuk memperoleh Pelayanan
Kesehatan Lingkungan dikurangi Hasil penilaian kualitas Pelayanan

21
Kesehatan Lingkungan Puskesmas.
4. Dampak yang dapat terjadi:
Peningkatan atau penurunan insidens dan prevalensi penyakit
dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan Faktor Risiko
Lingkungan.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHSAN

I. Gambaran Puskesmas

22
Pembangunan Puskesmas Banjar Serasan terletak diwilayah posisi
geografis dari batas wilayah selatan dengan koordinat ( 1092240,7 BT.,
000405,50 LS ) terletak pada / di ± 80 meter sebelah barat dari jalan
Azizah.
Wilayah kerja UPK Puskesmas Banjar Serasan yang terdiri dari 1
(satu) buah kelurahan yaitu kelurahan Banjar Serasan termasuk dalam
wilayah kecamatan Pontianak Timur, dengan batas-batas:
a) Letak geografis dari batas wilayah barat dengan koordinat ( 1092042,7
BT., 000121,8 LS ) yang terletak antara perpotongan parit Rumah
Sakit Yarsi dengan sungai kapuas.
b) Posisi geografis dari batas wilayah utara dengan koordinat ( 1092300,1
BT., 000130,5 LS ) terletak pada / di tepi alur Rumah Sakit Yarsi dan
berjarak ± 50 meter dari tepi sisi jalan Tanjung Raya II dan berada di
sudut pagar Rumah Sakit Yarsi.
c) Posisi geografis dari batas wilayah timur dengan koordinat
( 1092300,1 BT., 000340,0 LS ) kanan belakang terletak pada / di ±
100 meter di sebelah timur sekolah terpadu.
d) Posisi geografis dari batas wilayah selatan dengan koordinat
( 1092240,7 BT., 000405,50 LS ) terletak pada / di ± 80 meter sebelah
barat dari jalan Azizah.

23
Tata letak Puskesmas Banjar Serasan

Luas wilayah kerja UPK Puskesmas Banjar Serasan adalah sama


dengan luas wilayah Kelurahan Banjar Serasan yaitu 114 km2 Terdiri dari dataran
berawa dengan sebagian penduduk tinggal di tepi sungai Kapuas. UPK Banjar
Serasan memiliki 39 RT dan 7 RW.

Tabel II.1
Luas Wilayah Kerja UPK Puskesmas Banjar Serasan

Tahun 2014

No Kelurahan Luas (Km2) Persentase(%)

1 Banjar Serasan 114 100

Jumlah 114 100

II. Program kesehatan lingkungan


Adapun lingkungan merupakan salah satu factor yang besar
pengaruhnya terhadap derajat kesehatan masyarakat.

Tujuan dari Program penyehatan lingkungan yaitu :

24
a. Meningkatkan mutu derajat kesehatan dalam rangka mencapai kwalitas
hidup yang optimal melalui peningkatan mutu upaya kesehatan lingkungan
dan pelestariann lingkungan hidup yang dinamis serta meningkatkan
dalam memupuk peran serta/swadaya masyarakat dalam upaya kesehatan
lingkungan.
b. Untuk merubah mengendalikan atau menghilangkan semua unsur fisik
dan lingkungan yang terdapat dimasyarakat yang dapat memberi pengaruh
jelek terhadap kualitas kesehatan.
Beberapa kegiatan yang dilaksanakan :

1. Penyehatan Lingkungan pemukiman


Jumlah TPS yang memiliki tingkat pencemaran yang tinggi.

2. Pemantauan tempat pengolahaan makanan dan minuman (TPM)


Kegiatan ini meliputi pembinaan kesehatan lingkungan dan perilaku hidup
bersih dan sehat pada pedagang penjual makanan/minuman

3. Pemantauan TTU (Tempat-tempat Umum)


Bentuk kegiatan ini berupa pemantauan sanitasi dasar tempat umum
seperti kantor, rumah ibadah dan kafe/rumah makan. Adapun pemeriksaan
TTU sebanyak 6 lokasi.

4. Pemantauan rumah tangga sehat


Pemantauan rumah tangga sehat ini sejalan dengan kegiatan Pemantauan
PHBS dimana pada kegiatan ini dipantau rumah tangga yang telah
melakukan 7 dari 10 perilaku hidup bersih dan sehat. Adapun pencapaian
kegiatan tersebut mencapai baru mencapai 83,6%

5. Peningkatan Mutu Penyediaan Air Bersih


Kegiatan yang dilakukan dalam menjamin mutu penyediaan air bersih di
tingkat puskesmas adalah melalui pendataan sanitasi dasar dan pembinaan
DAMIU (Depot Air Minum Isi Ulang) dan kegiatan monitoring dan
evaluasi mutu air oleh Dinas Kesehatan.

25
III. Hasil Kegiatan Pratik
A. Hasil Kegiatan Praktik Klinik Sanitasi Di UPT Puskesmas Banjar
Serasan Pontianak Timur

N HARI/TANGGAL KEGIATAN
O
1. Senin, 13 Maret ­ Konseling klinik sanitasi
2017
2. Selasa, 14 Maret ­ Fogging
2017 ­ PSN
3. Rabu, 15 Maret 2017 ­ HACCP Mie ayam jakarta 99
­ Konseling klinik sanitasi
4. Kamis, 16 Maret ­ Konseling klinik sanitasi
2017
5. Jum’at, 17 Maret ­ Konseling klinik sanitasi
2017
6. Sabtu, 18 Maret ­ Inspeksi dan inspeksi kesehatan
2017 lingkungan di rumah pasien
7. Senin, 20 Maret ­ Inspeksi rumah sehat
2017
8. Selasa, 21 Maret ­ Konseling klinik sanitasi
2017
9. Rabu, 22 Maret 2017 ­ HACCP Ketring CV Cahaya Hati

10. Kamis, 23 Maret ­ Konseling klinik sanitasi


2017
11. Jum’at, 24 Maret ­ Inspeksi rumah sehat
2017 ­ PJB ( pemberantasan jentik berkala )
12. Sabtu, 25 Maret ­ Inspeksi rumah sehat dan konseling
2017 klinik sanitasi

B. Kegiatan Dalam Gedung

26
Tersangka pasien yang menderita penyakit yang berbasis
lingkungan dan dirujuk ke klinik sanitasi di Puskesmas Banjar
Serasan berjumlah 7 orang dengan rincian :
­ Diare : 4 orang
­ Ispa : 2 orang
­ Kulit : 2 orang
C. Kegiatan Luar Gedung
­ Kunjungan pasien klinik sanitasi dilakukan inspeksi sanitasi
­ Melakukan kegiatan PSN ( Pemberantas Sarang Nyamuk )
dengan pengasapan ( fooging ) didaerah yang terjadi kasus
DBD
­ Dilakukan obsrvasi rumah sehat
­ Melakukan PJB ( pemberantasan jentik berkala )

IV. Pembahasan
Klinik sanitasi yang yang dilaksanakan sejak tanggal 13 maret
2017 sampai 25 maret 2017 di Puskesmas Banjar Searasan Pontianak
Timur didapatkan beberapa penyakit berbasis lingkungan yang di rujuk
di klinik sanitasi ialah penyakit diare, kulit dan ispa.

1) Senin, 13 maret 2017 ( Kegiatan dalam gedung )


Satu pasien dilakukan konseling di klinik sanitasi faktor risiko
yang ditemukan ialah pasien mencuci bahan makanan sayur dan
mencuci peralatan makanan dengan sumber air sungai kapuas
­ Saran atau rekomendasi
Disarankan kepada pasien untuk mencuci bahan makanan
seperti sayur dengan membilas bahan makanan dengan air
hujan, serta mencuci peralatan makanan dengan air sungai
kapuas yang telah di tambahkan kaporit sebagai desinfektan.

2) Selasa, 14 maret 2017 ( kegiatan di luar gedung )

27
Turun Lapangan Melakukan PSN ( Pemberantasan Sarang Nyamuk
) Dengan Fogging
Di wilayah binaan Puskesmas Banjar Serasan Pontianak Timur
pada tanggal 13 maret 2017 terdapat satu kasus penderita DBD
keesokan harinya pada tanggal 14 maret 2017 Pihak Puskesmas Banjar
Serasan melakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan fogging
atau pengasapan. Fogging dilakukan di satu RT tempat terjadinya
kasus DBD.

Fogging atau pengasapan merupakan salah satu kebijakan yang


ditetapkan pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan yang
bertujuan menekan angka kejadian DBD ( Demam Berdarah Dengue )
di beberapa daerah-daerah di seluruh Indonesia.

Pengasapan atau fogging yang dimaksud bertujuan untuk


menyebarkan pestisida ke udara/lingkungan melalui asap, yang
diharapkan dapat membunuh nyamuk dewasa (yang infektif), sehingga
rantai penularan DBD bisa diputuskan dan populasinya secara
keseluruhan akan menurun. Pengasapan dalam rangka pengendalian
nyamuk vektor DBD,lazimnya digunakan fog machine atau fog
generator dengan spesifikasi dan tertentu.

Terjadinya kasus DBD di wilayah tersebut karena pada program


Puskesmas Banjar Serasan dilakukan, dari pihak masyarakat di
wilayah tersebut tidak menginginkan rumah mereka dilakukan
fogging. Setelah terdapat kasus demam berdarah barulah masyarakat
disekitar wilayah tersebut mau dilakukan fogging di rumahnya.

Ketidakmauan masyarakat terhadap pelaksanaan fogging ini


disebabkan karna kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap
manfaat fogging itu sendiri. Serta pemikiran masyarakat bahwa asap
dari hasil fogging dapat membuat balita dan orang dewasa sakit.
Padahal Senyawa kimia yang digunakan untuk fogging bersifat cepat
terurai oleh udara bebas dan sinar matahari. Selain itu, dengan kadar

28
yang tepat, bahan kimia yang digunakan tidak bersifat akumulasi dan
tidak menyebabkan keracunan.

3) Rabu, 15 maret 2017 ( di luar gedung )

­ Melakukan praktek lapangan HACCP di Mie ayam Jakarta 99

­ Dua pasien menderita penyakit kulit dirujuk di klinik sanitasi untuk


dilakukan konseling, setelah dilakukan konseling, dugaan sementara
penyebab masalah terbesar ialah sumber air bersih yang digunakan,
dan pembuangan kotoran yang tidak saniter

Faktor risiko sumber air bersih yang menyebabkan pasien terkena


penyakit kulit ialah
­ Air sungai kapuas yang digunakan pasien sebagai sumber air
bersih untuk membersihkan diri tanpa ada pengolahan
Faktor risiko pembuanagan kotoran tidak saniter yang
menyebabkan pasien terkena penyakit kulit ialah
­ Pasien penderita tidak memiliki tempat penampungan kotoran
memenuhi standar kesehatan diantaranya tempat penampungan
kotoran yang langsung dibuang di sungai kapuas
Dugaan sementara
Pembuanagan kotoran pasien mengalir disungai, namun pasien
juga menggunakan air sungai sebagai sumber air bersih untuk
kebersihan diri
Saran
Dari hasil wawancara, faktor risiko pasien yang menderita sakit
kulit ialah dari sumber air bersih yang digunakan untuk
kebersihan diri, kami menyarankan pasien untuk menambahkan
kaporit atau dettol di penampungan air sebagai desinfektan.

4) Kamis, 16 maret 2017 ( didalam gedung )

Satu pasien penderita ispa yang dirujuk di klinik sanitasi dugaan


sementara penyebab masalah terbesar ialah perilaku hidup yang

29
tidak bersih dan sehat, padahal dari hasil wawancara kondisi rumah
sudah cukup bagus dan layak huni kami tidak melakukan
kunjungan lapangan karena pasien tinggal di luar wilayah binaan
Puskesmas Banjar Serasan
Faktor risiko perilaku hidup bersih dan sehat yang menyebabkan
pasien terkena ispa ialah
­ Pasien tidur bersama anggota keluarga yang menderita ispa
Saran : Dari hasil wawancara ditemukan faktor risiko yang terjadi pada
pasien ialah perilaku hidup bersih dan sehat, kami menyarankan
kepada pasien untuk sementara tidak tidur bersama penderita ispa.

5) Jumat 17 maret 2017 ( dalam gedung )

Satu pasien penderita ispa yang dirujuk di klinik sanitasi dugaan


sementara penyebab masalah terbesar ialah perilaku hidup yang tidak
bersih dan sehat, padahal dari hasil wawancara kondisi rumah sudah
cukup bagus dan layak huni kami tidak melakukan kunjungan
lapangan karena pasien tinggal di luar wilayah binaan Puskesmas
Banjar Serasan

­ Faktor risiko perilaku hidup bersih dan sehat yang menyebabkan


pasien terkena ispa ialah : Pasien menggunakan obat nyamuk
bakar saat tidur
Saran : Dari hasil wawancara ditemukan faktor risiko yang terjadi
pada pasien ialah perilaku hidup bersih dan sehat, kami
menyarankan kepada pasien untuk tidak menggunakan obat nyamuk
bakar saat tidur, atau mengganti obat nyamuk bakar dengan
kelambu atau obat nyamuk elektrik.

6) Sabtu, 18 maret 2017 ( diluar gedung )

Melakukan kunjungan rumah pasien diare yang datang pada tanggal 13


maret 2017 serta melakukan observasi rumah sehat disekitar rumah
pasien diare

30
­ Hasil kunjungan lapangan
Berdasarkan hasil kunjungan lapangan dari satu pasien diare
yang pada tanggal 13 maret 2017 dirujuk ke klik sanitasi, bahwa
pasien menggunakan sumber air untuk mencuci bahan makanan
dan peralatan makanan dengan air sungai, serta memiliki tempat
pembuangan kotoran yang disalurkan ke kolam yang terdiri dari
gorong – gorong. Pasien juga memiliki balita berumur 3 tahun
yang masih menggunakan pempes, namun kotoran balita
tersebut buang di TPS. kunjungan lapangan ini dilakukan
bersamaan dengan observasi rumah sehat setelah dilakukan
observasi, bahwa tetangga pasien penderita diare yang tinggal
disekitar sungai memiliki jamban tempat pembuangan kotoran
tinja langsung kesungai serta ada beberapa keluarga yang
memiliki bayi yang membuang kotoran tinja bayi kesungai.
­ Dugaan sementara berdasarkan hasil wawancara dan inspeksi
lingkungan
Berdasarkan hasil wawancara dan inspeksi lingkungan pada
penderita diare karna kurangnya standar kesehatan jamban dan
sumber air bersih yang digunakan penderita. diantaranya tempat
pembuangan kotoran penderita yang disalurkan ke kolam yang
terdiri dari gorong – gorong dan tetangga pasien penderita diare
yang tinggal disekitar sungai memiliki jamban tempat
pembuangan kotoran tinja langsung kesungai serta ada beberapa
keluarga yang memiliki bayi yang membuang kotoran tinja bayi
kesungai jadi sungai tersebut sebagai wadah pembuangan
kotoran namun sungai tersebut juga sebagai sumber air bersih.
­ Saran
Dari penderita diare tersebut penderita terserang diare dugaan
sementaranya adalah sumber air bersih yang digunakan pasien
ialah air sungai kapuas yang juga sebagai tempat penampungannya
kotoran ( tinja ) yang tidak ada pengolahan. Kami meyarankan
kepada pasien untuk menambahkan bahan kaporit pada air sungai

31
kapuas yang telah ditampung sebagia desinfektan. Serta melakukan
bilasan air hujan saat mencuci bahan makanan. Dan pasien telah
melaksanakan saran yang telah kami berikan.

7) Senin, 20 maret 2017 ( diluar gedung )


Turun lapangan rumah sehat
Rumah merupakan tempat hunian yang paling penting dari
kehidupan setiap orang. Rumah juga bukan hanya untuk tempat
istirahat tapi juga tempat untuk membangun kehidupan yang sehat.
Kondisi lingkungan rumah sehat diwilayah binaan Puskesmas
Banjar Serasan khususnya wilayah disekitar sungai kapuas banyak
masyarakat yang menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan
kotoran (tinja) serta tempat pembuangan sampah, selain itu masyarakat
juga menggunakan air sungai sebagai sumber air bersih tanpa ada
pengolahan.
Rumah yang sehat bukan rumah yang mewah tetapi rumah yang
sederhana layak huni dan memiliki lingkungan yang sehat serta
nyaman. Untuk menciptakan rumah sehat maka diperlukan perhatian
terhadap beberapa aspek yang sangat berpengaruh, antara
lain: sirkulasi udara yang baik., penerangan yang cukup, air bersih
terpenuhi, dan pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak
menimbulkan pencemaran.
Rumah tidak cukup hanya sebagai tempat tinggal dan berlindung
dari panas cuaca dan hujan, rumah harus mempunyai fungsi
sebagai mencegah terjadinya penyakit, mencegah terjadinya
kecelakaan, aman serta nyaman bagi penghuninya.

8) Selasa, 21 maret 2017 ( didalam gedung )


Satu pasien dilakukan konseling di klinik sanitasi pasien menderita
diare faktor risiko yang ditemukan ialah pasien meminum susu dengan
botol yang dicuci dengan air ledeng.

32
­ Saran : disarankan kepada ibu pasien untuk mencuci botol susu
anaknya dengan air ledeng dan direndam dengan air panas

9) Rabu, 22 maret 2017 (diluar gedung )


­ Melakukan praktek lapangan HACCP inspeksi jasaboga di ketring
CV. Cahaya Hati

10) Kamis, 23 maret 2017 (didalam gedung )

Satu pasien dilakukan konseling di klinik sanitasi penderita diare,


pasien berprofesi sebagai pekerja swasta ( tukang ) faktor risiko yang
ditemukan ialah pasien dirumahnya menggunakan air ledeng, dan
selalu mencuci tangan pakai sabun, namun pada saat makan siang
ditempat pasien bekerja, pasien mencuci tangan dengan air parit dan
tanpa menggunakan sabun.

Saran : disarankan kepada pasien untuk membilas cucian tangannya


dengan air galon dan disarankan menggunakan sabun

11) Jumat, 24 maret 2017 (diluar gedung )

Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan jektik berkala (PJB) yang


merupakan bagian dari survailans penanggulangan dan pencegahan
penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Puskesmas Banjar
Serasan.

Pada proses pemeriksaan jentik berkala ( PJB ) terdapat beberapa


kendala yang ditemukan dilapangan. Kendala yang ditemui ialah pada
saat ke rumah warga untuk dilakukan pemeriksaan jentik di
penampungan air warga ada beberapa rumah warga yang tutup,
bahkan warga enggan membukakan pintu, serta ada banyak warga
yang tidak melakukan pengisian kartu tanda jentik yang telah
dibagikan Peskesmas Banjar Serasan.

33
12) Sabtu, 25 maret 2017 ( didalam gedung )

Satu pasien dilakukan konseling di klinik sanitasi dari hasil konseling


bahwa dugaan sementara faktor risiko yang ditemukan ialah pasien
pasien mencuci peralatan makanan dengan air sungai kapuas pasien
jarang mencuci tangan pada saat makan, dan pasien mencuci botol
susu dengan air sungai

Saran : disarankan kepada pasien untuk menambahkan kaporit pada


penampungan air sungai kapuas sebagai desinfektan, menyarankan
pasien untuk membiasakan mencuci tangan dengan sabun saat makan
dan mencuci peralatan botol bayi dengan air hujan serta direndam
dengan air panas

34
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Prosedur kerja klinik sanitasi pada Puskesmas Banjar Serasan Pontianak
Timur secara umum meliputi standar. prosedur operasional di dalam
gedung (puskesmas) dan di luar gedung (lapangan).

 Penanganann klinik sanitasi di dalam gedung puskesmas dilakukan


secara integratif dan komprehensif.

 Penanganan klinik sanitasi di luar gedung puskesmas adalah kunjungan


rumah atau lokasi.

 Pada pelaksanaan kegiatan klinik sanitasi di Puskesmas Banjar Serasan


Pontianak Timur yang merupakan hambatan yaitu kurangnya pemahaman
masyarakat tentang pentingnya pelayanan klinik sanitasi.

B. SARAN

a. Bagi orang tua dan anggota keluarga pasien :

 Menggunakan sumber air bersih yang terlindung atau melakukan


pengolahan sederhana pada sumber air bersih yang digunakan dengan
penambahan desinfektan

 Tidak membuang sampah disungai atau membuang tinja bayi atau balita
disungai

 Tidak menggunakan obat nyamuk bakar

 Tidak tidur bersama penderita penyakit ispa

b. Bagi Puskesmas Banjar Serasan Pontianak Timur

35
 Meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat khususnya dalam
kegiatan Klinik Sanitasi baik pelayanan dalam gedung maupun luar
gedung.

 Mengadakan penyuluhan kesehatan langsung kepada masyarakat tentang


penyakit berbasis lingkungan, agar masyarakat mampu mandiri menjaga
kesehatannya baik untuk diri sendiri, keluarga maupun lingkungan
sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

­ Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwokerto, 2009, Buku Panduan


Praktik Klinik Sanitasi Mahasiswa Semester V Di Puskesmas
­ Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 13 Tahun 2015
Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Di
Puskesmas
­ Pontianak. Puskesmas Banjar Serasan, 2017. Profil Kesehatan Puskesmas
Banjar Serasan Tahun 2015. Pontianak Timur

36

Anda mungkin juga menyukai