Anda di halaman 1dari 11

FILSAFAT ILMU

Oleh:
Muhammad Hariman Fadli
NPM. 227322063
KELAS A

PAPER

MATAKULIAH FILSAFAT DAN ETIKA PEMERINTAHAN


NAMA DOSEN PENGAMPU : DR. ZAINAL, S.SOS., M.SI

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN


PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU

2023
FILSAFAT ILMU

PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk hidup memiliki kebutuhan mendasar yang tertanam

dalam lingkaran nafsu yang memerlukan pemuasan. Rasa lapar dan haus ada dalam

diri manusia, bersamaan dengan kebutuhan akan rumah, baju, pendidikan dan

keinginan seksual. Hawa nafsu bertindak berdasarkan prinsip kesenangan. Sementra

pengenalan akan baik dan buruk banyak ditentukan oleh hati nurani berdasarkan

struktur kepribadiannya, yang unsurnya terdiri kepribadian perilaku, ego dan

superego.

Jujun S. Suriasumantri (1999) menyebutkan pendapatnya bahwa seorang yang

berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke

bintang-bintang. Dia mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau

seorang yang berdiri di puncak tinggi, memandang ngarai dan lembah di bawahnya.

Dia ingin menyimak kehadirannya dengan kesemestaan yang ditatapnya.

Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Seorang

ilmuwan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia

melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya. Dia ingin tahu

kaitan ilmu dengan moral. Kaitan ilmu dengan agama. Dia ingin yakin apakah ilmu

itu membawa kebahagiaan kepada dirinya.

Dengan demikian, karena tingkat pendidikan manusia berpengaruh terhadap

persepsinya tentang rasionalitas dan pemikiran dengan kesadarn moral yang penuh

rasa tanggungjawab dan kemandirian, maka kematangan diri manusia menjadi


landasan dalam pengembangan pengetahuan dan kesadaran filsafat dalam akal

budinya. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pendidikan manusia semakin

sesuai untuk menerima siraman filsafat dikarenakan adanya kecintaan hatinya yang

mendorongnya berjalan kepada mencari kebenaran yang belum maupun sudah

tersingkap, dengan tetap menegaskan bahwa manusia berpendidikan rendah juga

kadangkala mampu berfikir rasional dan jujur.

Dengan akal budi, rasionalitas dan kejujurannya tersebut, manusia memiliki

kemampuan untuk merefleksi hasil olah pikirnya dengan lingkup dan batasan,

pelembagaan, kesepakatan, pemanfaatan dan dinamika terkait pemenuhan

kehidupannya yang melahirkan ilmu dan pengetahuan, yang salah satunya disebut

sebagai filsafat. Filsafat merupakan ilmu yang paling tua, disebabkan ilmu filsafat

merupakan dasar dari segala dasar berpikir yang membutuhkan pemecahan dari

pertanyaan dan persoalan hidup di dalam olah pikir manusia, di mana lantas

melahirkan berbagai cabang ilmu.

PEMBAHASAN

Dilihat dari segi katanya filsafat ilmu dapat dimaknai sebagai filsafat yang

berkaitan dengan atau tentang ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat

pengetahuan secara umum, ini dikarenakan ilmu itu sendiri merupakan suatu bentuk

pengetahuan dengan karakteristik khusus, namun demikian untuk memahami secara

lebih khusus apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu, maka diperlukan pembatasan
yang dapat menggambarkan dan memberi makna khusus tentang istilah tersebut

(Setya Widyawati, 2013).

Pembahasan mengenai filsafat ilmu baru mulai merebak di awal abad

keduapuluh, namun Francis Bacon dengan metode induksi yang ditampilkannya pada

abad kesembilan belas dapat dikatakan sebagai peletak dasar filsafat ilmu dalam

khasanah bidang filsafat secara umum. The Liang Gie menggambarkan “pemikiran

para filsuf itu mengenai ilmu merupakan filsafat ilmu (philosophy of science)”. Untuk

lebih jelasnya, The Liang Gie (2010) mengutip beberapa pendapat mengeni defenisi

philosophy of science dari para filsuf, antara lain :

1. Robert Ackermann.

Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-

pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat-pendapat

lampau yang telah dibuktikan atau dalam kerangka ukuran-ukuran yang

dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu

demikian jelas bukan suatu cabang ilmu yang bebas dari praktek ilmiah.

2. Lewis White Beck.

Filsafat ilmu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah

serta menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu

keseluruhan.

3. A. Cornelius Benjamin.

Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai

sifat dasar ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan


praanggapan-praanggapannya, serta letaknyadalam kerangka umum dari

cabang-cabang pengetahuan intelektual.

4. Peter Caws.

Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi

ilmuapa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman

manusia. Filsafat melakukan dua macam hal: di satu pihak, ini membangun

teori-teori tentang manusia dan alam semesta dan menyajikannya sebagai

landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di pihak lainnya, filsafat

memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu

landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teori sendiri, dengan

harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.”

Sebagian ahli filsafat berpandangan bahwa perhatian yang besar terhadap

peran dan fungsi filsafat ilmu mulai mengedepan tatkala ilmu pengetahuan dan

teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat. Rizal Mustansyir dan Misnal

Munir (2009) mengatakan :

Ada semacam kekhawatiran di kalangan para ilmuwan dan filsuf, termasuk

juga kalangan agamawan, bahwa kemajuan Iptek dapat mengancam

eksistensi umat manusia, bahkan alam beserta isinya. Para filsuf terutama

melihat ancaman tersebut muncul lantaran pengembangan Iptek berjalan

terlepas dari asumsi-asumsi dasar filosofinya seperti landasan ontologism,

epistemologis, dan aksiologis yang cenderung berjalan sendiri-sendiri.

Jerome R. Ravertz (2009) menyebutkan :


Sebagai suatu disiplin, filsafat ilmu pertama-tama berusaha menjelaskan

unsure-unsur yang terlibat dalam proses penelitian ilmiah, yaitu prosedur-

prosedur pengamatan, pola-pola argument, metode penyajian dan

perhitungan, prandaian-prandaian metafisik dan seterusnya. Kemudian

mengevaluasi dasar-dasar validitasnya berdasarkan sudut pandang logika

formal, metodologi praktis dan metafisika. Dalam bentuk kontemporer fisafat

ilmu kemudian menjadi suatu topik bagi analisis dan diskusi eksplisit yang

setara dengan cabang-cabang filsafat lainnya, yaitu etika, logika dan

epistemologi (teori pengetahuan).

Pengertian-pengertian di atas menggambarkan variasi pandangan beberapa

ahli tentang makna filsafat ilmu. Peter Caws memberikan makna filsafat ilmu sebagai

bagian dari filsafat yang kegiatannya menelaah ilmu dalam konteks keseluruhan

pengalaman manusia, Steven R. Toulmin memaknai filsafat ilmu sebagai suatu

disiplin yang diarahkan untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan prosedur

penelitian ilmiah, penentuan argumen, dan anggapan-anggapan metafisik guna

menilai dasar-dasar validitas ilmu dari sudut pandang logika formal, dan metodologi

praktis serta metafisika. Sementara itu White Beck lebih melihat filsafat ilmu sebagai

kajian dan evaluasi terhadap metode ilmiah untuk dapat dipahami makna ilmu itu

sendiri secara keseluruhan, masalah kajian atas metode ilmiah juga dikemukakan oleh

Michael V. Berry setelah mengungkapkan dua kajian lainnya yaitu logika teori ilmiah

serta hubungan antara teori dan eksperimen, demikian juga halnya Benyamin yang

memasukan masalah metodologi dalam kajian filsafat ilmu disamping posisi ilmu itu
sendiri dalam konstelasi umum disiplin intelektual (keilmuan) (Setya Widyawati,

2013).

Filsafat ilmu (philosophy of science) adalah pemikiran reflektif terhadap

persoalan-persoalan mengenai sifat dasar landasan-landasan ilmu yang mencakup

konsep-konsep pangkal, anggapan-anggapan dasar, asas-asas permulaan, struktur-

struktur teoritis, dan ukuran-ukuran kebenaran ilmu (The Liang Gie, 1978).

Pengertian ini sangat umum dan cakupannya luas, hal yang penting untuk dipahami

adalah bahwa filsafat ilmu itu merupakan telaah kefilsafatan terhadap hal-hal yang

berkaitan/ menyangkut ilmu, dan bukan kajian di dalam struktur ilmu itu sendiri.

Terdapat beberapa istilah dalam pustaka yang dipadankan dengan Filsafat ilmu

seperti: Theory of science, meta science, methodology, dan science of science, semua

istilah tersebut nampaknya menunjukan perbedaan dalam titik tekan pembahasan,

namun semua itu pada dasarnya tercakup dalam kajian filsafat ilmu. Meskipun

filsafat ilmu mempunyai substansinya yang khas, namun dia merupakan bidang

pengetahuan campuran yang perkembangannya tergantung pada hubungan timbal

balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu. Oleh karena itu pemahaman

bidang filsafat dan pemahaman ilmu menjadi sangat penting, terutama hubungannya

yang bersifat timbal balik, meski dalam perkembangannya filsafat ilmu itu telah

menjadi disiplin yang tersendiri dan otonom dilihat dari objek kajian dan telaahannya.

(The Liang Gie, 1978).

Sementara itu Gahral Adian mendefinisikan filsafat ilmu sebagai cabang

filsafat yang mencoba mengkaji ilmu pengetahuan (ilmu) dari segi ciri-ciri dan cara
pemerolehannya. Filsafat ilmu selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

mendasar/radikal terhadap ilmu seperti tentang apa ciri-ciri spesifik yang

menyebabkan sesuatu disebut ilmu, serta apa bedanya ilmu dengan pengetahuan

biasa, dan bagaimana cara pemerolehan ilmu, pertanyaan-pertanyaan tersebut

dimaksudkan untuk membongkar serta mengkaji asumsi-asumsi ilmu yang biasanya

diterima begitu saja (taken for granted). Dengan demikian filsafat ilmu merupakan

jawaban filsafat atas pertanyaan ilmu atau filsafat ilmu merupakan upaya penjelasan

dan penelaahan secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan ilmu (Suharsaputra,

2004).

Spesifikasi dan kemandirian ilmu yang dihadapkan dengan semakin

banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat

menjadi tumpuan untuk menjawabnya. Filsafat memberi penjelasan atau jawaban

substansial dan radikal atas masalah tersebut, sementara ilmu terus mengembangakan

dirinya dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal, proses

atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian filsafat ilmu, oleh

karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah

antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat,

dan filsafat tidak memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara

dangkal (Setya Widyawati, 2013).

Filsafat ilmu sebagimana halnya dengan bidang-bidang ilmu yang lainnya,

juga memiliki objek material dan objek formal. Objek material atau pokok

pembahasan filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan
yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Disini terlihat jelas perbedaan

yang hakiki antara pengetahuan dengan ilmu pengetahuan. Pengetahuan lebih bersifat

umum dan didasarkan pengalaman sehari-hari, sedangkan ilmu pengetahuan adalah

pengetahuan yang bersifat ilmu khusus dengan ciri-ciri : sistematis, metode ilmiah

tertentu, serta dapat diuji kebenarannya.

Semua manusia terlibat dengan pengetahuan sejauh ia hidup secara normal

dengan perangkat inderawi yang dimilikinya, namun tidak semua orang terlibat dalam

aktivitas ilmiah, karena ada prasyarat yang harus dimiliki seorang ilmuwan. Prasyarat

itu menurut Rizal Mustansyir dan Misnal Munir (2009) antara lain Pertama, prosedur

ilmiah yang harus dipenuhi agar hasil kerja ilmiah itu diakui oleh para ilmuwan

lainnya. Kedua, metode ilmiah yang dipergunakan, sehingga kesimpulan atau hasil

temuan ilmiah dapat diterima, terutama bidang ilmu yang sejenis. Ketiga, diakui

secara akademis karena gelar dan pendidikan formal yang ditempuhnya. Keempat,

ilmuwan harus memiliki kejujuran ilmiah sehingga tidak mengklaim hasil temuan

ilmuwan lain sebagai miliknya. Kelima, ilmuawan yang baik juga harus mempunyai

rasa ingin tahu (curiosity) yang besar.

Selanjutnya, objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan,

artinya ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar ilmu

pengetahuan. Pengetahuan ditinjau dari segi isinya bersangkutan dengan filsafat

epistemologi, sedangkan kebenaran ditinjau dari segi bentuknya bersangkutan dengan

cabang filsafat logika. Persoalan tentang nilai-nilai (values), dibedakan menjadi dua,
nilai-nilai kebaikan tingkah laku dan nilai-nilai keindahan. Nilai-nilai kebaikan

tingkah laku bersangkutan dengan cabang filsafat etika dan nilai-nilai keindahan

bersangkutan dengan cabang filsafat estetika.

PENUTUP

Berdasarkan pembahasan yang diuraikan dapat dibuat simpulan, titik pangkal

filsafat adalah sejarah pemikiran manusia sejak zaman Yunani kuno hingga zaman

sekarang. Titik pusat perhatian filsafat adalah isu-isu pokok yang dibawa filsuf di

setiap zamannya. Perkembangan filsafat dari masa ke masa telah mengantarkan ke

satu bidang filsafat ilmu yang menjadi cabang dari filsafat itu sendiri.

Bahwa dari perkembangan dan permasalahan-permasalahan filsafat yang

dapat dilihat, sangatlah berpengaruh untuk mengantarkan filsafat ilmu sebagai cabang

filsafat yang mengkaji secara mendalam filsafat itu sendiri dengan menggunakan

metoda ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Jerome R. Ravertz. 2009. Filsafat Ilmu Sejarah & Ruang Lingkup Bahasan.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Jujun S. Suriasumantri. 1999. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan

Rizal Mustansyir dan Misnal Munir. 2009. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar
Setya Widyawati. 2013. Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu

Pendidikan. GELAR Jurnal Seni Budaya, 1(11)

Suharsaputra. 2004. Filsafat Umum Jilid I. Jakarta: Universitas Kuningan.

The Liang Gie. 2010. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty

The Liang Gie. 1978. Dari Administrasi ke Filsafat. Yogyakarta : Karya Kencana

Anda mungkin juga menyukai