Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL

KEWENANGAN PTUN DALAM MENYELESAIKAN


SENGKETA KEPUTUSAN KPU / KPUD

Disusun Oleh :

Alif Permana Putra (02011181419092)


Muhammad Fadhli (02011181419129)
Moch Andy Sugianto (02011181419141)

Kelas : B

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM S1


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
2015
A. Teori Kewenangan & Tugas PTUN

1. Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara

Menurut Friedrich Julius Stahl (dalam Siti Soetami, 2005: 9) bahwa di negara hukum
segala perbuatan yang merugikan setiap orang ataupun hak-hak setiap orang dapat diawasi
pengadilan, sedangkan peninjauan kembali dapat disalurkan melalui Pengadilan Tata Usaha
Negara. Dalam hal ini, Peradilan Tata Usaha Negara merupakan sarana control on the
administration. Pasal 47 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa:
”Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan Sengketa Tata
Usaha Negara”. Dengan demikian, maka wewenang PTUN dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Memeriksa,

2. Memutus, dan

3. Menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara.

Ketiga kewenangan ini merupakan Kekuasaan Absolut (Kompetensi Absolut) dari


pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Namun tidak semua Sengketa Tata
Usaha Negara menjadi tugas dan wewenang PTUN untuk memeriksa, memutus dan
menyelesaikannya, karena dari ketentuan Pasal 49 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986

2. Susunan Pengadilan dan Tempat Kedudukan

Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dilaksanakan dalam 3


tingkatan peradilan, yaitu:

1. Makhamah Agung, sebagai pengadilan tertinggi dalam kekuasaan kehakiman, yang berfungsi
untuk memeriksa di tingkat kasasi perkara yang telah diputus oleh
pengadilan ditingkat bawahnya. Mahkamah Agung mempunyai tempat
kedudukan di Ibu Kota Negara Indonesia, yaitu Jakarta.

2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, mempunyai tugas sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986.
3. Pengadilan Tata Usaha Negara, pengadilan yang berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara di tingkat pertama. Pengadilan Tata Usaha Negara
berkedudukan di tingkat kabupaten, namun belum semua kabupaten di Indonesia memiliki
Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk berdasarkan Kepres
Nomor 52 Tahun 1990. Tugas PTUN yang disebutkan dalam UU Nomor 5 Tahun 1986, yaitu :
1. Memeriksa dan memutus di tingkat banding terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.

2. Memeriksa, memutus dan menyelesaikan pada tingkat pertama terhadap Sengketa Tata Usaha
Negara yang telah menempuh upaya administrasi berupa banding administrasi atau keberatan
dan banding administrasi (Pasal 48 dan Surat Edaran MA Nomor 2 Tahun 1991).

Dengan demikian penyelenggaraan peradilan tata usaha negara di Indonesia merupakan


suatu kehendak konstitusi dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap rakyat secara
maksimal. Indonesia sebagai negara hukum tengah berusaha meningkatkan kesejahteraan bagi
seluruhwarganya dalam segala bidang. Kesejahteraan itu hanya dapat dicapai dengan melakukan
aktivitas-aktivitas pembangunan di segala bidang. Dalam melaksanakan pembangunan yang
multi kompleks sifatnya tidak dapat dipungkiri bahwa aparatur pemerintah memainkan peranan
yang sangat besar. Konsekuensi negatif atas peran pemerintah tersebut adalah munculnya
sejumlah penyimpangan-penyimpangan seperti korupsi, penyalahgunaan kewenangan,
pelampauan batas kekuasaan, sewenang-wenang, pemborosan, pembuatan keputusan yang
bertentangan dengan UU dan sebagainya. Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh
aparat pemerintahan itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja. Disamping itu, juga diperlukan
sarana hukum untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berdasarkan Pasal 144 dapat disebut Undang-
undang Peradilan Administrasi Negara, maka perlindungan hukum terhadap warga
masyarakat atas perbuatan yang dilakukan oleh penguasa dapat dilakukan melalui 3 badan, yakni
sebagai berikut: 
a. Badan Tata Usaha Negara, dengan melalui upaya administratif.
b. Peradilan Tata Usaha Negara, berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU No. 9

Tahun 2004 tentang Peradilan Tara Usaha Negara (PTUN).


c. Peradilan Umum, melaui Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
B. Tugas, Wewenang  KPU dan KPU Daerah

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, dalam pelaksanaan Pemilu KPUD sesuai
tingkatannya, tentu mempunyai kewajiban. Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2007 Pasal 10 Ayat
(4) mengatur kewajiban KPU Kabupaten/Kota dalam Pemilu Anggota Dewan Perwakilan 
Rakyat,  Dewan  Perwakilan  Daerah,  dan Dewan  Perwakilan  Rakyat  Daerah,  Pemilu 
Presiden dan Wakil Presiden, dan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
sebagai berikut :
a.    Melaksanakan  semua  tahapan  penyelenggaraan Pemilu dengan tepat waktu;
b.    Memperlakukan  peserta  Pemilu  dan  pasangan calon secara adil dan setara;
c.    Menyampaikan semua informasi penyelenggaraan Pemilu kepada masyarakat;
d.    Melaporkan    pertanggungjawaban penggunaan anggaran  sesuai  dengan peraturan 
perundang- undangan.
e.    Menyampaikan laporan    pertanggungjawaban semua kegiatan  penyelenggaraan Pemilu 
kepada KPU melalui KPU Propinsi
f.    Memelihara   arsip   dan   dokumen   Pemilu   serta mengelola barang   inventaris KPU
Kabupaten/Kota berdasarkan peraturan perundang-undangan;
g.   Menyampaikan laporan  periodik mengenai tahapan   penyelenggaraan Pemilu kepada KPU
dan KPU Provinsi serta menyampaikan tembusannya kepada Bawaslu;
h.    Membuat  berita  acara  pada  setiap  rapat  pleno KPU  Kabupaten/Kota  dan 
ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU Kabupaten/Kota;
i.     Melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh KPU dan KPU Provinsi; dan
melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Dalam perkembangan selanjutnya,Ketentuan tentang Komisi Pemilihan Umum (KPU)


sebagaimana diatur dalam Pasal 57 Ayat (1) di atas, kemudian diatur khusus dalam  Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu . Tahapan penyelengaraan
pemilihan  yang ditetapkan oleh KPU Provinsi dan atau KPU kabupaten/Kota yang dimaksud,
sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 66 ayat (2) adalah :
a. Merencanakan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan  wakil kepala daerah;
b. Menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan  wakil kepala daerah
     sesuai dengan tahapan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,
c. Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan
pemilihan kepala daerah dan  wakil kepala daerah;
d. Menetapkan  tanggal dan tata cara pelaksanaan kampanye, serta pemungutan suara
pemilihan kepala daerah dan  wakil kepala daerah;
e. Meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan calon; 
f. Meneliti persyaratan calon kepala daerah dan  wakil kepala daerah yang diusulkan;
g. Menetapkan  pasangan calon  yang telah memenuhi persyaratan;
h. Menerima pendaftaran dan mengumumkan tim kampanye;
i. Mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;
j. Menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil pemilihan
     kepala daerah dan  wakil kepala daerah;
k. Melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan  wakil ;
l.  Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur oleh peraturan perundang-undangan;

C. FAKTA EMPIRIS

1. SIDOARJO (27/11/2012).
Massa pendukung calon bupati Pamekasan Achmad Syafii dan Khalil Asy'ari,
mendatangi kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya, di jalan Letjen Sutoyo,
Medaeng, Waru Sidoarjo. Mereka memberikan dukungan kasus sengketa Pilkada 2013 yang ada
di Kabupaten Pamekasan. Massa yang menamakan Koalisi Masyarakat dan Mahasiswa
Pamekasan (KOMPAS), menuding KPUD Pamekasan diduga berkonspirasi dengan pasangan
incumbent Bupati Pamekasan Kholilurahman dengan pasangannya. "Panwas merekomendasikan
pasangan incumbent. Tapi mendiskualifisikan Achmad Syafii berpasangan dengan Khalil
Asy'ari, yang mencalonkan diri sebagai Bupati Pamekasan periode 2013-2018," kata Hanafi,
salah seorang pendukung Achmad Syafii dan Khalil Asy'ari, kepada detiksurabaya.com, Selasa
(27/11/2012).
Tidak hanya itu, lanjut Hanafi, KPUD juga mencabut penetapan calon bupati pamekasan.
Dan justru kini membuka pendaftaran baru untuk para calon yang mau maju sebagai bupati
periode 2013-2018. Tapi, pendukung dari mantan Bupati Pamekasan Achmad Syafi’i dan Khalil
Asy'ari (ASRI) dari partai Demokrat, PPP, PKS dan Hanura cukup menyesalkan sikap Panwaslu
Pamekasan.
Dinilai tidak fair dalam pendaftaran calon bupati pamekasan saat ini karena, pasangan
Kholilurahman dengan pasangannya saat ini Masduki yang tidak mempunyai ijazah bisa
meloloskannya jadi calon incumbent. "Pasangan incumbent tidak mempunyai ijazah, justru
diloloskan untuk maju kembalimencalonkan bupati pamekasan periode 2013-2018. Tapi yang
mempunyai ijazah yakni Achmad
Syafii dan Khalil Asy'ari, justru didiskualifikasi. Lantaran nama Khalil tidak sesuai
dengan yang ada di ijazah mulai tingkat MI, MTS dan MA bernama Halil," terang koordinator
KOMPAS.
Namun, nama tersebut sudah diganti, masih kata Hanafi, setelah Halil maju mencalonkan diri
sebagai legislative jadi Khalil Asy’ari yang kini jadi ketua DPRD kabupaten Pamekasan. Dan
sudah dinonaktifkan untuk maju mencalonkan diri sebagai wakil bupati berpasangan dengan
Achmad Syafi’i.
"Makanya dengan ketidak fairnya dalam pemilihan kepala daerah Pamekasan, masyarakat dari
pendukung Achmad Syafii dan Khalil Asy'ari menggugat KPUD Pamekasan ke PTUN
Surabaya," tandasnya. Secara terpisah, M. Sholeh kuasa hukum dari pasangan Achmad Syafii
dan Khalil Asy'ari yang sudah mengajukan gugatan terhadap KPUD Pamekasan di PTUN
Surabaya, meminta agar bersikap adil. Karena, kliennya itu mempunyai ijazah yang asli dan
dikeluarkan oleh Kanwil Departemen Agama Jatim waktu itu. "Makanya kita menggugat KPUD
Pamekasan ke PTUN dengan nomor 144/G/2012/PTUN.Sby. yang isinya dan intinya agar PTUN
Surabaya meloloskan pasangan Achmad Syafii dan Khalil Asy'ari," kata M. Sholeh singkat
kepada detiksurabaya.com. (bdh/bdh) Selasa, 27/11/2012 13:55 WIB

ANALISIS

Keberadaan pasal 2 huruf G Undang Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 Tentang


Perubahan Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU
PTUN) masih sering memicu munculnya berbagai macam penafsiran. Pasal ini merumuskan
“Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini
adalah: (g) Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan umum”.
Artinya, pasal ini menjelaskan bahwa salah satu Keputusan Tata Usaha Negara yang
tidak dapat diselesaikan dan diputus melalui mekanisme PTUN adalah Keputusan Panitia
Pemilihan, baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum. Dalam tafsir yang
paling sederhana, bahwa selain tahapan penghitungan suara, semua tahapan pemilu memiliki
peluang untuk digugat melalui mekanisme hukum. Mengingat setiap tahapan pemilu memiliki
dasar hukum yakni Surat Keputusan KPU, maka SK KPU tentang setiap tahapan itulah yang
berpeluang menjadi obyek perkara dalam PTUN.

2. KPU Sulbar Serahkan Penyelesaian Gugatan Partai Golkar Ke MK


(Selasa, 13 Mei 2014)
Agung Supriyanto/Republika
Agu Tim pengacara Partai Nasdem membawa berkas untuk mendaftarkan gugatan Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (12/5). Partai Nasdem merupakan
partai pertama yang mendaftarkan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
REPUBLIKA.CO.ID, MAMUJU -- KPU Provinsi Sulawesi Barat menyatakan menghormati dan
melaksanakan setiap keputusan hukum yang diambil Mahkamah Konstitusi terkait penyelesaian sengketa
Pemilu.
"Kita akan hormati dan laksanakan apapun keputusan MK dalam menangani perkara sengketa
pelaksanaan Pemilu di Sulbar," kata anggota KPU Sulbar, Adi Arwan Alimin di Mamuju, Selasa. Ia
mengatakan, keputusan MK akan menjadi hukum terbaik, yang mesti diterima semua pihak untuk
dilaksanakan.  "Gugatan atas adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan Pemilu ke MK dari partai yang
merasa dirugikan, itu adalah wajar dan sudah diatur menurut hukum di negara kita, jadi MK yang
kemudian akan memutuskan secara hukum atas segala sengketa di Pemilu harus dihargai dihormati dan
dilaksanakan, karena itu juga keputusan hukum yang mesti diterima semua pihak dan tidak bisa dilawan,"
katanya.
Sebelumnya Partai Golkar di Sulbar telah mendaftarkan gugatannya atas dugaan pelanggaran Pemilu di
Sulbar ke MK . "Secara resmi akan kami daftarkan gugatan pemilu ke MK hari ini (12/5) sekitar pukul
13,00 wita, ini bentuk keseriusan Golkar dalam menyelesaikan setiap pelanggaran Pemilu di Sulbar
melalui proses hukum," kata tim kuasa hukum Golkar Provinsi Sulawesi Barat Kamiruddin Al Islam Tm,
SH.
Tim Advokasi hukum Golkar Sulbar, Amirullah Tahir, mengatakan, ada 28 point pelangaran yang
terjadi di kabupaten Mamuju yang dilakukan oleh penyelengara pemilu dari tingkat KPPS hingga KPU
provinsi. "Laporan yang kami sampaikan ke Bawaslu Sulbar terdiri dari 28 poin dugaan pelangaran yang
di lakukan oleh penyelengara dari tingkat KPPS, TPS, PPK, KPU Kabupaten Mamuju dan KPU sulbar,"
ungkapnya.

A. Pernyataan Pro

Surat edaran yang berkaitan dengan sengketa keputusan yang di buat oleh KPU / KPUD
yaitu SEMA No.7 Tahun 2010. SEMA yang berjudul “Petunjuk Teknis Sengketa Mengenai
Pemilihan Umum Kepala Daerah” itu membolehkan Keputusan KPU digugat ke Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN). Hal ini kembali menenkan bahwa PTUN sebagai Pengadilan yang
berhak untuk menyelesaikan dan memeriksa sengketa keputusan yang dibuat oleh KPU / KPUD
ini yang sebagaimana telah ditegasan dalam Pasal 50 Jo. Pasal 1 angka 4 UU No. 5 tahun 1986
Jo. UU No. 9 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa salah satu tugas dan wewenang PTUN adalah
menyelesaikan sengketa dari bidang hukum TUN antara orang atau badan hukum perdata
(anggota masyarakat) dengan Badan atau Pejabat TUN (pemerintah) baik dipusat maupun
didaerah yang salah satunya adalah KPU / KPUD. Dalam hal ini perlu dibedakan dengan tegas
antara dua jenis kelompok keputusan, yaitu keputusan-keputusan yang berkaitan dengan tahap
persiapan penyelenggaraan pilkada, dan di lain pihak keputusan-keputusan yang berisi mengenai
hasil pemilihan umum. 
Keputusan KPU Daerah pada tahap persiapan adalah tahap pendaftaran pemilih, tahap
pencalonan peserta, tahap masa kampanye dan sebagainya. Keputusan KPU Daerah pada tahap-
tahap seperti ini –di luar tahap hasil pemilihan umum yang bisa digugat ke PTUN.
 “Hal ini disebabkan karena keputusan tersebut berada di luar jangkauan pengecualian
sebagaimana dimaksud Pasal 2 huruf G UU PTUN,” demikian bunyi SEMA tersebut.
Dalam prakteknya, banyak Putusan PTUN yang membatalkan Keputusan yang dibuat oleh KPU
baik pusat maupun daerah. Karenanya, dengan terbitnya SEMA tentang pemilukada yang
teranyar ini SEMA No.7 tahun 2010 tentu memberikan kepastian bagi pencari keadilan untuk
mempersoalkan setiap tahapan pemilukada.
Selain membolehkan Keputusan KPU digugat ke PTUN, MA juga menginstruksikan agar
pemeriksaan sengketa tata usaha negara terhadap Keputusan KPUD dapat menjadi prioritas
dengan mempercepat proses penyelesaiannya.
Dengan ini, kelompok kami menyatakan Pro (setuju) apabila Sengketa yang terjadi
disebabkan oleh keputusan hasil KPU / KPUD di selesaikan oleh PTUN. Karena didasarkan pada
Pasal 50 Jo. Pasal 1 angka 4 UU No. 5 tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004 yang menyatakan
bahwa salah satu tugas dan wewenang PTUN adalah menyelesaikan sengketa dari bidang hukum
TUN antara orang atau badan hukum perdata (anggota masyarakat) dengan Badan atau Pejabat
TUN (pemerintah) baik dipusat maupun didaerah yang salah satunya adalah KPU / KPUD, dan
juga PTUN berhak menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam proses pemilihan umum .

B. Pernyatan Kontra

MA menyatakan Pasal 2 huruf G UU No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
yang telah diubah dengan UU No. 51 Tahun 2009 (UU PTUN) memang secara tersirat
menyebutkan ‘Keputusan-keputusan atau ketetapan-ketetapan KPU baik di tingkat pusat
maupun daerah mengenai hasil pemilihan umum, tidak dapat digugat di PTUN’.
 Namun MA menegaskan yang dimaksud pasal tersebut adalah tahapan setelah pemungutan
suara dilakukan yakni terkait ‘hasil pemilihan umum’. Artinya, PTUN tak boleh menerima
gugatan terkait hasil pemilihan umum kepala daerah (pemilukada). Sekedar informasi, sengketa
hasil pemilukada memang merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).
Berdasarkan ketetapan sebelumnya, MA pernah mengeluarkan SEMA yang juga menjadi
petunjuk teknis pelaksanaan pilkada yaitu dengan dikeluarkannya  SEMA No.8 Tahun 2005.
Dalam SEMA ini, MA justru menegaskan bahwa Keputusan KPU pusat dan daerah dalam setiap
tahapan pemilukada tak bisa digugat ke PTUN. Alasan MA kala itu adalah agar tahapan
pemilukada tidak terganggu.
Dalam 5 tahun terakhir , MK sudah menerima 549 Gugatan sengketa HASIL Perselisihan
Pemilu , Artinya hampir semua pelaksanaan pemilukada berujung gugatan di MK. Peran MK
sebagai lembaga negara yang mempunyai kewajiban menjaga tegaknya konstitusi dan demokrasi
semakin penting. Berdasarkan Pasal 24c ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 10 ayat 1 huruf d, undang
undang no 24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi jis undang undang no 12 tahun 2008
tentang perubahan kedua atas undang undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah,
salah satu kewenangan konstitusional MK adalah memutus perselisihan HASIL pemilihan umum
dan Pilkada.
C. UNSUR YANG MENYATAKAN SAH ATAU TIDAKNYA KPU UNTUK
MEMENUHI KETETAPAN PEMERINTAH

Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum dan
Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemilihan
Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Umum Komisi Pemilihan Umum,
dijelaskan bahwa untuk melaksanakan Pemilihan Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan
sebagai berikut : 

1. merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;


2. menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak sebagai peserta
Pemilihan Umum;
3. membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI dan
mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat pusat sampai di Tempat
Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut TPS;
4. menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk setiap daerah
pemilihan;
5. menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah pemilihan untuk DPR,
DPRD I dan DPRD II;
6. mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil Pemilihan Umum;
7. memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.

Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 terdapat tambahan huruf :

1. tugas dan kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun
1999 tentang Pemilihan Umum.

Sedangkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tersebut juga


ditambahkan, bahwa selain tugas dan kewenangan KPU sebagai dimaksud dalam Pasal 10,
selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Pemilihan Umum dilaksanakan, KPU mengevaluasi
sistem Pemilihan Umum.

Anda mungkin juga menyukai