Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DEFINISI, SEJARAH, JENIS DAN RATIFIKASI HUKUM HAK


ASASI MANUSIA

Disusun dan di ajukan guna memenuhi Tugas Terstruktur


Mata Kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Muhammad Jefriyanto Budikafa S.Farm., M.Pharm.Sci

Disusun Oleh:
Najwa Aulia Sholihah (224110202118)
Nisrina Alifatu Zahra (224110202119)
Rino Agus Pamuji (224110202120)
Rizka Ayu Okty Odilien (224110202121)
Salma Auliya Syukri (224110202122)
Sekar Dwi Kunanti (224110202123)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH C


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKWERTO
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami bisa menyalesaikan tugas makalah yang berjudul “DEFINISI, SEJARAH,
JENIS DAN RATIFIKASI HUKUM HAK ASASI MANUSIA” ini tepat pada waktuya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak Muhammad
Jefriyanto Budikafa S.Farm., M.Pharm.Sci pada mata kuliah Pancasila dan
Kewarganegaraan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Materi Pancasila dan Kewarganegaraan bagi pembaca dan juga penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Jefriyanto Budikafa


S.Farm., M.Pharm.Sci Selaku Dosen mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambahkan pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membagi Sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Purwokerto, 7 November 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Hak Asasi Manusia 2


B. Sejarah Hak Asasi Manusia 5
C. Jenis Hak Asasi Manusia 6
D. Ratifikasi Hak Asasi Manusia 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 10
B. Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara hukum yang mana di dalam negara hukum selalu
ada pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Semua manusia akan
mendapat perlakuan yang sama kedudukannya dalam hukum, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan. Termasuk juga hak seorang anak ini semua telah di atur di dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28B ayat 2
yang berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekersan dan diskriminasi”. Dapat
terlihat jelas bahwa di negara Republik Indonesia dijamin adanya perlindungan hak
asasi manusia berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum dan bukan kemauan seseorang
atau golongan yang menjadi dasar kekuasaan.
Di Indonesia sendiri hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat di pisahkan
dengan pandangan filsafat Indonesia yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NKRI 1945) yang
dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945 “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Dalam pernyataan ini terkandung
jelas pengakuan secara yuridis hak asasi manuia tentang kemerdekaan sebagaimana
yang terkandung dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Pasal.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi Hak Asasi Manusia?
2. Jelaskan Sejarah Hak Asasi Manusia?
3. Sebutkan Jenis-Jenis Hak Asasi Manusia?
4. Jelaskan Ratifikasi Hukum Hak Asasi Manusia?
C. TUJUAN
1. Memahami Definisi HAM
2. Mengetahui Sejarah HAM
3. Memahami Jenis-Jenis HAM
4. Memahami Ratifikasi Hukum HAM

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI HAK ASASI MANUSIA

Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 1 Ayat 1 ditegaskan


bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat Hak yang melekat pada hakekat dan
keberadaan manusia sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah- Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara.

Hak Asasi Manusia adalah Hak sebagai Anugerah Tuhan Yang Maha Esa
yang melekat pada diri manusia, bersifat moderator, universal dan abadi, berkaitan
dengan harkat dan martabat manusia. Hak Asasi Manusia (HAM) juga berarti
seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib si hormati, dijunjung tinggi oleh
Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan secara perlindungan
harkat martabat manusia (UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM).

Sedangkan pengertian HAM menurut para ahli sebagai berikut:

1. Miriam Budiarjo : Hak asasi manusia adalah hak manusia yang telah diperoleh
dan dibawanya bersama dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam masyarakat.
2. John Locke : Hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh
Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hal yang kodrati.
3. Jan materson, komisi HAM PBB: Hak asasi manusia adalah hak-hak yang ada
pada setiap manusia yang tanpanya mustahil dapat hidup sebagai manusia.
4. Koentjoro Poerbo Pranoto (1976) : Hak asasi manusia adalah hak yang bersifat
asasi, artinya hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak
dapatdipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat suci.
5. Donnely menegaskan bahwa HAM muncul bersama an dengan lahimya kedirian
manusia. Terdapat be berapa pengertian yang pendekatannya yuridis, kuat nya
penekanan perspektif bahwa HAM melibatkan relasi individu-kelompok,
perseorangan-masyarakat, atau warga negara-negara.1

1
Muhammad Fathurrohman, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Depok Sleman Yogyakarta:
KALIMEDIA, 2018), hlm. 86-88

2
6. Louis Henkin mengartikan HAM sebagai: kebebasan kebebasan (liberties),
kekebalan-kekebalan (immunities) dan kepentingan-kepentingan atau keuntungan
keuntungan (benefits), yang berdasarkan norma-norma hukum yang ada
seyogyanya dapat diklaim (should be able to claim) sebagai hak oleh individu atau
kelompok kepada masyarakat dimana dia tinggal. Definisi tersebut menunjukkan
kecenderungan HAM sebagai apa yang sudah diatur sedemikian rupa dalam
norma norma hukum atau peraturan perundang-undangan, namun sekaligus
sesuatu yang dapat diperjuangkan atau dituntut oleh perorangan atau kelompok
sesuai dengan konteks kehidupan masyarakat setempat. Tidak jauh berbeda
dengan Henkin.
7. Osita Eze menyatakan bahwa HAM merupakan tuntutan atau klaim yang
dilakukan oleh individu atau kelompok kepada masyarakat atau negara, yang
sebagiannya telah dilindungi dan dijamin oleh hukum, dan sebagiannya lagi masih
menjadi aspirasi atau harapan di masa depan. Eze memberikan tekanan pada
realitas bahwa hak-hak dasar tersebut belum sepenuhnya dilindungi oleh hukum
negara. Dalam perspektif demikian, pemenuhan HAM yang ideal secara filosofis
membutuhkan perjuangan individu atau kelompok untuk mendapatkan
pemenuhan dan per lindungan legal dari negara.
8. Menurut Koentjoro Poerbapranoto Hak asasi adalah hak yang bersifat asasi,
artinya hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat
dipisah kan dari Hakekatnya sehingga bersifat suci.
9. UDHR memberikan pengertian hak asasi manusia (HAM) sebagai perangkat hak-
hak dasar manusia yang tidak boleh dipisahkan dari keberadaanya sebagai
manusia. Dengan demikian, martabat manusia merupakan sumber dari seluruh
HAM. Martabat manusia akan berkembang jika hak yang paling dasar yaitu
kemerdekaan dan persamaan dapat dikem bangkan.
10. Di Indonesia, misalnya konsep HAM dapat ditemukan antara lain dalam UU yang
dikemukakan pengertian hak asasi manusia adalah "seperangkat hak yang melekat
pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
dan perlindungan harkat dan martabat manusia". UU tersebut juga mendefinisi

3
kan kewajiban dasar manusia adalah "seperangkat kewajiban yang apabila tidak
dilaksanakan tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia".2

Dengan demikian hakekat HAM dapat dinyatakan merupakan hak yang dimiliki
setiap orang untuk menjamin harkat dan martabatnya sebagai manusia dan merupakan
pemeberian Tuhan Yang Maha Esa bukan merupakan pemberi an negara atau pihak lain,
tidak dapat dipindahkan dan dihapus dengan alasan apapun dan kewajiban semua pihak
terutama negara untuk melindungi dan menegakan HAM. Kemudian untuk memahami
konsep HAM lebih mendalam berikut ini disajikan penglihatan konsep HAM dari
dimensi visi dan perkembangan (generasi).

Nilai-nilai yang mendasari pandangan bangsa Indonesia terhadap HAM adalah


ajaran agama, nilai moral universal, nilai luhur budaya bangsa, serta pancasila dan UUD
1945. Dalam berbagai peristiwa pelanggaran HAM di tanah air, muncullah gerakan-
gerakan perjuangan menegakan HAM secara nasional sehingga muncul lembaga-
lembaga perlin dungan HAM. Lembaga perlindungan HAM di Indonesia bertugas untuk
melindungi hak-hak setiap warga Negara dari orang-orang yang tidak bertanggung
jawab. Lembaga lembaga tersebut di antaranya adalah:

a. Komisi nasional hak asasi manusia


b. Pengadilan hak asasi manusia
c. Lembaga bantuan hukum
d. Biro konsultasi dan bantuan hukum perguruan tinggi

Namun, demikian upaya penegakan HAM bukan saja bergantung pada instrument
atau lembaga-lembaga perlin dungan HAM yang ada, melainkan lebih pada kesadaran
setiap manusia akan pentingnya hak dimulai dari lingkungan keluarga, warga sekitar
tempat tinggal, sekolah, dan masya rakat luas. Berdasar pernyataan, kami setuju dengan
kedua pema paran karena Hak asasi manusia itu adalah hak yang melekat pada diri setiap
manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu
gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak
asasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain
sebagainya.

2
Muhammad Fathurrohman, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan(Depok Sleman Yogyakarta:
KALIMEDIA, 2018), hlm. 88-90

4
B. SEJARAH HAK ASASI MANUSIA
1. Perkembangan HAM di Dunia
Para pakar HAM Barat berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan
lahirnya Magna Charta (Piagam Agung, 1215) yakni suatu dokumen yang
mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris kepda
beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Naskah ini sekaligs
membatasi kekuasaan Raja John itu. Perkembangan berikutnya adalah munculnya
Bill of Rights (undang-undang hak, 1969) di Inggris ke mudian munculnya
Declaration des droits de l'homme et du citoyen (Pernyataan hak-hak manusia
dan warga negara, 1789 di Perancis), dan berikutnya muncullah Bill of Rights
(Undang-undang HAK, 1789 di Amerika). (Budiarjo, 1982).
2. Perkembangan HAM di Indonesia
a. Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Sebagai organisasi pergerakan, Boedi Oetomo telah menaruh perhatian
terhadap masalah HAM. Dalam konteks pemikiran HAM para pemimpin
Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui petisi petisi yang ditujukan kepada pemerintah
kolonial maupun dalam tulisan yang dimuat surat kabar Goeroe Desa.
Selanjutnya, pemikiran HAM pada Perhim punan Indonesia banyak
dipengaruhi oleh para tokoh organisasi seperti Mohammad Hatta, Nazir
Pamontjak Ahmad Soebardjo, A.A Maramis, dan sebagainya. HAM para
tokoh tersebut lebih menitik beratkan pada hak untuk menentukan nasib
sendiri. (The right of self determination).
Pemikiran HAM juga terjadi dalam perdebatan sidang BPUPKI antara
Soekamo dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan
Mohammad Yamin pada pihak lain diantaranya masalah hak per samaan
kedudukan di muka hukum, hak berserikat, hak mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan. Dengan demikian gagasan dan pemikiran HAM di Indonesia
telah menjadi akar sejarah yang sangat kuat.
b. Periode setelah kemerdekaan (1945-Sekarang)
Pada tahun 1945, pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal,
karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar negara
(Konstitusi) yaitu UUD 1945. Bersamaan dengan itu, prinsip kedaulatan rakyat

5
dan Negara berdasarkan atas hukum dijadikan sebagai sendi bagi
penyelenggaraan Negara Indonesia merdeka.3
Strategi penegakan HAM dilakaukan melalui tahap status pentuan
yaitu telah ditetapkannya beberapa ketentuan perundang-undangan tentang
HAM seperti amandemen konstutitusi Negara (UUD 1945), kettapan MPR
(TAP MPR), UU, Peraturan pemerintah dan ketentuan perundang-undangan
lainnya.
Pada masa sekarang ini penghormatan dan pemajuan HAM mengalami
perkembangan yang signifikan dengan dirumuskan dalam amandemen UUD
1945 dari pasal 26 sampai pasal 34, kemudian terdapat sepuluh pasal khusus
tentang HAM yaitu pasal 28 A sampai dengan 28 J, pada amandemen yang
kedua tahun 2000.
C. JENIS-JENIS HAK ASASI MANUSIA
Hak-hak asasi manusia dapat dibedakan menurut sifatnya, yaitu sebagai berikut:
1. Hak Asasi Pribadi (Personal Right)
Personal Right, yaitu hak pribadi meliputi kebebasan menyatakan
pendapat,kebebasan memeluk agama, keamanan, dan lain sebagainya.
Pasal 1,Semua orang dilahirkan merdeka dan setara dalam martabat dan rights.
Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain
dalamsemangat persaudaraan.
2. Hak Asasi di Bidang Politik (Political Right)
Political Right, yaitu hak asasi politik untuk ikut serta dalam pemerintahan,
seperti turut memilih dan dipilih, mendirikan partai politik, mengadakan petisi,
demons trasi, berkumpul, dan sebagainya.
Pasal 28; Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dalam Undang-Undang.
3. Hak Asasi di Bidang Ekonomi (Econome Right, Property Right)
PropertyRight, yaitu hak ekonomi hak untuk memiliki sesuatu, membeli atau
menjual serta memanfaatkannya, mengadakan janji dagang dan sebagainya tanpa
campur tangan pemerintah yang berlebihan, kecuali peraturan bea cukai, pajak
dan peraturan perdagangan pemerintahan.

3
Muhammad Fathurrohman, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Depok Sleman Yogyakarta:
KALIMEDIA, 2018), hlm. 91-93

6
Pasal 33; Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.4
4. Hak Asasi Sosial Budaya (Social and Cultural Right)
Social and Culture Right, yaitu hak masyarakat dan budaya misalnya hak untuk
memilih pendidikan, pengajaran dan mengembangkan kebudayaan disukai serta
mengamal kannya dalam masyarakat.
Pasal 31; Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Pasal
32;Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
5. Hak Asasi Persamaan Hukum dan Pemerintahan (Right of Legal Equality)
Right of Legal Equality, yaitu hak asasi untuk mendapat kan perlakuan yang sama
dalam hukum dan pemerin tahan.
Pasal 27 ayat 1; Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerinthan itu dengan
tidak ada kecuali.
6. Hak Mendapat Perlakuan Tata Cara Peradilan dan Perlindungan (Procedural
Right) Procedural Rights, yaitu hak untuk mendapatkan perlakuan tata cara
peradilan dan perlindungan dalam hal penangkapan, penggeledahan dan vonis.
Pasal 28 D ayat 1, pasal 28 H ayat 2 dan 3, pasal 28 C ayat 1, dan sebagainya.
7. Hak Asasi di Bidang Kemanusiaan (Humanity Right) Pasal 28 A, pasal 28 B,
Pasal 28 H ayat 1, dan sebagainya.
8. Hak Asasi Manusia di Bidang Hankam (Defence and Security Right).
Pasal 30 ayat 1; Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usah
pembelaan negara.5

4
Muhammad Fathurrohman, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Depok Sleman Yogyakarta:
KALIMEDIA, 2018), hlm. 94-95
5
Muhammad Fathurrohman, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Depok Sleman Yogyakarta:
KALIMEDIA, 2018), hlm. 95-96

7
D. RATIFIKASI HUKUM HAK ASASI MANUSIA
Pembahasan selanjutnya terkait dengan penerapan instrumen internasional hak
asasi manusia ke dalam hukum nasional. Perbincangan mengenai isu ini biasanya
diletakkan dalam konteks dua ajaran berikut, yakni ajaran dualis (dualistic school) dan
ajaran monis (monistic school). Ajaran yang pertama melihat hukum internasional
dan nasional sebagai dua sistem hukum yang terpisah dan berdiri sendiri-sendiri.
Sedangkan ajaran yang kedua melihat hukum internasional dan nasional sebagai
bagian integral dari sistem yang sama. Meskipun kedua ajaran tersebut dalam
prakteknya tumpang-tindih, biasanya negara yang dirujuk menganut ajaran monis
adalah Inggris dan Amerika Serikat. Tetapi hanya Amerika Serikat yang menyatakan
dengan gamblang dalam konstitusinya bahwa "all treaties made or which shall be
made, under the Authority of the United States, shall be the supreme Law of the Land;
and the judges in every State shall be bound thereby”. Inilah bedanya dengan
Indonesia, yang boleh dikatakan lebih dekat dengan ajaran yang pertama. Hal ini
terlihat dari ketentuan Pasal 11 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945.
Sebagai bagian dari masyarakat internasional, Indonesia juga tidak bisa
menafikan hukum internasional, tetapi penerapannya harus sesuai dengan ketentuan
hukum Indonesia. Seperti dikatakan di atas, Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Dasar
mensyaratkan dalam proses pemberlakuan hukum internasional ke dalam hukum
nasional terlebih dahulu mengambil langkah transformasi melalui proses perundang-
undangan domestik. Proses ini dikenal dengan ratifikasi atau aksesi. Jadi meskipun
Indonesia telah memiliki basis hukum perlindungan hak asasi manusia yang kuat di
dalam negeri seperti dipaparkan di muka, tetap dipandang perlu untuk mengikatkan
diri dengan sistem perlindungan internasional hak asasi manusia. Sebab dengan
pengikatan itu, selain menjadikan hukum internasional sebagai bagian dari hukum
nasional (supreme law of the land), juga memberikan landasan legal kepada warga
negaranya untuk menggunakan mekanisme perlindungan hak asasi manusia
internasional, apabila ia (warga negara) merasa mekanisme domestik telah mengalami
"exshausted" alias menthok.
Sampai saat ini Indonesia baru meratifikasi 8 (delapan) instrumen
internasional hak asasi manusia dari 25 (dua puluh lima) instrument internasional
pokok hak asasi manusia. Delapan instrumen internasional hak asasi manusia yang
diratifikasi itu meliputi: (i) Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Politik
Perempuan; (i) Konvensi Internasional tentang Hak Anak; (iii) Konvensi

8
Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;
(iv) Konvensi Internasional tentang Anti Apartheid di Bidang Olah Raga: (v)
Konvensi Internasional tentang (Anti?) Menentang Penyiksaan; (vi) Konvensi
Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial; (vii) Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik; dan (viii) Kovenan Internasional tentang
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Dibanding dengan jumlah instrumen internasional pokok hak asasi manusia,
maka sebetulnya tingkat ratifikasi Indonesia masih rendah. Sebagai perbandingan,
Filipina, misalnya, telah meratifikasi 18 (delapan belas) konvensi internasional hak
asasi manusia.
Sejak tahun 1998, Indonesia telah memiliki Rencana Aksi Nasional Hak Asasi
Manusia (RANHAM) untuk mengejar ketertinggalan di bidang ratifikasi tersebut.
Dengan adanya RANHAM, diharapkan proses ratifikasi dapat berjalan dengan
terencana. Melalui RANHAM ini, yang periode lima tahun pertamanya dimulai pada
1998-2003, telah disusun skala prioritas untuk melakukan ratifikasi terhadap
instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional. Sedangkan pada RANHAM
lima tahun kedua (2004-2009), rencana ratifikasi diprioritaskan pada konvensi-
konvensi berikut ini: (1) Konvensi untuk Penindasan Perdagangan Orang dan
Eksploitasi Prostitusi Orang Lain (pada 2004); (ii) Konvensi tentang Perlindungan
Hak Pekerja Migran dan Keluarganya (pada 2005); (iii) Protokol Opsional tentang
Hak Anak tentang Perdagangan Anak, Pornografi Anak dan Prostitusi Anak (pada
2005); (iv) Protokol Opsional tentang Konvensi Hak Anak tentang Keterlibatan Anak
dalam Konflik Bersenjata (pada 2006); (v) Konvensi tentang Pencegahan dan
Penghukuman Kejahatan Genosida (pada 2007); Statuta Roma (pada 2008); dan
seterusnya. Kalau rencana aksi ini berjalan, maka pada 2009 Indonesia dapat
mensejajarkan diri dengan negara-negara lain yang tingkat ratifikasinya tinggi.6

6
Philip Allston, Franz Magnis-Suseno, Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008 ), hlm.
245

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
HAM adalah hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia, yang diberikan
oleh Sang Pencipta dan melekat sejak manusia lahir, dan tidak dapat dihilangkan oleh
siapapun, termasuk negara. Dalam mempelajari HAM, tentu kita juga perlu
memahami perkembangan HAM yang ditandai dengan munculnya generasi pertama,
kedua, dan ketiga, dengan slogan kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. Selain itu,
terdapat 3 teori utama yang menjelaskan asal muasal pemikiran HAM, yakni teori
kodrati, positivisme, dan keadilan. Terakhir, kita juga perlu memahami berbagai
prinsip HAM, antara lain HAM yang bersifat universal dan tidak terbagi.
HAM adalah masalah yang universal. Masalah ini selalu ada selama manuisa
ada. Perjuangan HAM di tanah air muncul ketika adanya penindasan pada masa
kolonial pada dasarnya pelecehan terhadap HAM. Munculnya perjuangan
mendapatkan pemerintahan pada dasarnya juga untuk mendapatkan HAM. HAM
mendapatkan kekuatan hukum dalam pelaksanaannya, baik dalam kerangka hukum
internasional maupun nasional. Bangsa Indonesia mengalami gangguan tentang HAM
ini setelah masa reformasi, dengan adanya Ketetapan MPR RI no.XVII/MPR/1998
tentang HAM dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2000 tentang HAM serta
perangkat-perangkat hukum lain sebagai aturam oprasional.
Adanya perumusan HAM yang tertuang dalam hukum positif ini diharapkan
mampu mengurangi pelanggaran HAM di tanah air, karena ketentuan hukum ini
mengikat negara atau warna negara. Adanya undang-undang HAM merupakan upaya
preventif mencegah pelanggaran HAM. Namun demikian, dalam masalah ini
kehendak baik dari pemerintah dan masyarakat untuk menghormati HAM jauh lebih
penting.

10
B. SARAN
1. Pemberlakuan peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur tentang
hak asasi manusia, memerlukan upaya sosialisasi dan penyebarluasan kepada
seluruh masyarakat termasuk penegakan hukum apabila terjadi bentuk-bentuk
pelanggaran hak asasi manusia bagi setiap orang. Hal ini dimaksudkan agar
seluruh masyarakat dapat memahami adanya kewajiban negara untuk
menghormati (obligation to respect), kewajiban untuk memenuhi (obligation to
fulfill); dan kewajiban untuk melindungi (obligation to protect) hak asasi manusia
2. Ratifikasi perjanjian internasional melalui peraturan perundang-undangan nasional
hak asasi manusia, perlu memperhatikan bahwa pengesahan perjanjian
internasional dilakukan dengan undang-undang apabila berkenaan dengan
masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara, perubahan
wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia, kedaulatan atau
hak berdaulat negara, hak asasi manusia dan lingkungan hidup, pembentukan
kaidah hukum baru; pinjaman dan/atau hibah luar negeri. perlu diperhatikan setiap
undang-undang atau keputusan presiden tentang pengesahan perjanjian
internasional ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Penempatan peraturan perundang-undangan pengesahan suatu perjanjian
internasional di dalam lembaran negara dimaksudkan agar setiap orang dapat
mengetahui perjanjian yang dibuat pemerintah dan mengikat seluruh warga negara
Indonesia.
3. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM, hendaknya pemerintah menjadikan Perlindungan bagi Korban
Pelanggaran HAM Berat menjadi Prioritas Utama, terlebih dengan kejadian yang
sudah cukup berlangsung lama yang menyebabkan korban pelanggaran HAM
Berat mengalami penderitaan bertahun-tahun sampai dengan saat ini.

11
DAFTAR PUSAKA

Muhammad Fathurrohman. 2018. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Depok


Sleman Yogyakarta: Kalimedia.

Philip Allston, Franz Magnis-Suseno. 2008. Hukum Hak Asasi Manusia . Yogyakarta:
PUSHAM UII.

12

Anda mungkin juga menyukai