Pemeriksaan Malaria
Pemeriksaan Malaria
Oleh :
dr.Saphira Evani
Share To Social Media:
Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium. Diagnosis pasti malaria ditegakkan dari pemeriksaan darah mikroskopis atau rapid
diagnostic test (RDT). Diagnosis malaria berat ditegakkan berdasarkan kriteria malaria berat dari
WHO.[4]
Anamnesis
Pada anamnesis, gejala utama malaria yang sering dikeluhkan adalah demam, menggigil,
malaise, mialgia, gejala gastrointestinal (mual, muntah, dan diare), gejala neurologis (disorientasi
dan penurunan kesadaran), sakit kepala, dan/atau batuk. Gejala klasik malaria adalah demam
paroksismal yang didahului fase menggigil lalu diikuti demam tinggi dan berkeringat banyak.[4]
Pada pasien yang tinggal di daerah endemis, terkadang gejala klasik malaria tidak ditemukan.
Pasien anak-anak juga sering kali datang dengan gejala yang tidak spesifik dan gejala
gastrointestinal yang menonjol.[4,16]
Malaria wajib dicurigai bila menemukan gejala-gejala tersebut pada pasien yang tinggal di
daerah endemis malaria atau pada pasien dengan riwayat bepergian ke daerah endemis malaria.
[4,30]
Dokter juga perlu menanyakan riwayat sakit malaria atau minum obat malaria, status imunologi
pasien, usia, status kehamilan, alergi, penyakit lain yang diderita pasien, riwayat transfusi darah,
dan obat-obatan yang dikonsumsi.[3,4]
Sebagian pasien yang mengalami terinfeksi dapat bersifat asimtomatik, tetapi tetap menunjukkan
hasil positif pada pemeriksaan apusan darah tepi atau skrining dengan RDT.[15]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah suhu tubuh ≥37,5o C (bisa mencapai
41o C), konjungtiva anemis, sklera ikterik, dan hepatosplenomegali.[4]
Tipe demam yang umum dijumpai pada pasien malaria adalah demam paroksismal. Fase demam
didahului dengan menggigil selama 1–2 jam, diikuti dengan demam tinggi, kemudian terjadi
diaforesis dan suhu tubuh pasien turun kembali normal atau di bawah normal. Demam
paroksismal dapat terjadi setiap 48 jam (Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale) atau setiap 72 jam (Plasmodium malariae).[3]
Pasien anak dengan infeksi malaria lebih mudah mengalami hepatosplenomegali, anemia berat,
kejang, hipoglikemia, dan sepsis. Malaria tanpa komplikasi tidak disertai dengan gejala klinis
dan hasil laboratorium yang menandakan malaria berat atau disfungsi organ.[16,17]
Kriteria malaria berat berdasarkan WHO adalah ditemukannya stadium aseksual Plasmodium
falciparum atau Plasmodium vivax atau Plasmodium knowlesi ditambah minimal satu dari
manifestasi klinis berikut:
Penurunan kesadaran GCS<11 atau Blantyre <3
Syok (pengisian kapiler >3 detik, tekanan sistolik <80 mmHg (dewasa) atau <70 mmHg (anak).
Kelemahan otot (tidak bisa duduk, berjalan, atau minum pada anak yang lebih kecil)
Perdarahan spontan abnormal (epistaxis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, perdarahan dari
tempat pungsi vena)
Edema paru, ditentukan berdasarkan Rontgen toraks atau saturasi oksigen <92% yang disertai
frekuensi pernapasan >30 kali/ menit
Jaundice dengan bilirubin plasma/serum >3 mg/dL dan kepadatan parasit >100.000/µL
(Plasmodium falciparum) atau >20.000/ µL (Plasmodium knowlesi)
Anemia berat, ditandai dengan Hb <7 g/dL atau hematokrit <21% (dewasa); Hb <5g/dL atau hematokrit
<15% (anak di daerah endemis tinggi); Hb <7 g/dL atau hematokrit <21% (anak di daerah endemis
sedang–rendah)
Asidosis base deficit >8 mEq/L atau plasma bikarbonat <15 mEq/L atau laktat plasma vena >5 mEq/L
Hipoglikemia glukosa plasma <40 mg/dL
Hiperparasitemia
Hiperlaktatemia
Diagnosis Banding
Di Indonesia, setiap orang yang tinggal di daerah endemis malaria yang mengalami demam atau
riwayat demam dalam 48 jam terakhir dan tampak anemis, wajib dicurigai sebagai malaria, tanpa
mengesampingkan penyebab demam lain.
Malaria menunjukkan gejala awal seperti flu-like syndrome dan manifestasi klinis yang tidak
spesifik, sehingga memiliki banyak diagnosis banding, seperti infeksi saluran
pernapasan, demam tifoid, demam dengue, hepatitis, leptospirosis, dan chikungunya.[4]
Pada pasien yang mengalami demam disertai penurunan kesadaran, meningoensefalitis viral atau
bakterial perlu disingkirkan dan dapat dipertimbangkan pemeriksaan pungsi lumbal untuk
mengonfirmasinya. Diagnosis banding malaria biasanya juga berkaitan dengan penyakit yang
banyak ditemukan di wilayah tersebut.[31]
Cara membedakan malaria dengan penyakit lain yang menjadi diagnosis bandingnya adalah
melalui tes apus darah mikroskopik atau RDT.[4,31]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang wajib dilakukan pada semua pasien yang dicurigai mengalami infeksi
malaria. Pemeriksaan penunjang untuk mengonfirmasi diagnosis malaria adalah pemeriksaan
apusan darah tebal dan tipis menggunakan mikroskop
Pemeriksaan mikroskopis apusan darah tepi berguna untuk menentukan ada tidaknya parasit
malaria, menentukan spesies penyebab, stadium penyakit, dan kepadatan parasit. Pemeriksaan
apusan darah tebal sensitif untuk mendeteksi Plasmodium, tetapi lebih sulit untuk menentukan
spesies penyebab. Apusan darah tipis digunakan untuk menentukan spesies dan kepadatan
parasit.[4,32]
Apusan darah tepi yang sudah dibuat harus segera dibaca oleh tenaga terlatih. Hasil apusan darah
tepi yang negatif memberikan kesimpulan bahwa kemungkinan diagnosis bukan malaria.
Hasil apusan darah tepi yang negatif pada pasien dengan gejala khas malaria perlu diulang selang
12–24 jam hingga 3 kali tes. Jika ketiga pemeriksan apusan darah tepi tersebut negatif, maka
diagnosis malaria dapat disingkirkan dan perlu dicari etiologi demam lainnya.[4,30]
Lingkaran atau
oval,
berbentuk Lingkaran, oval, atau
Bentuk eritrosit Lingkaran, krenasi tidak normal Lingkaran berfimbria
Ukuran relatif
besar, 1 titik
Ukuran kecil, 2 titik kromatin,
kromatin, cincin sitoplasma
multipel yang dapat
tampak tidak tegas. berbentuk
Bisa amoeboid.
tampak Maurer's Dapat Sitoplasma padat, 1 titik Sama
Trofozoit cleft pada bentuk ditemukan titik kromatin besar, cincin dengan Plasmodium
imatur (cincin) cincin yang lebih tua Schuffner tunggal ovale
Trofozoit Sitoplasma lebih Sitoplasma Sitoplasma tampak tegas, Sitoplasma padat, titik
tegas dengan pigmen amoeboid, titik titik kromatin besar, padat kromatin besar,
kekuningan, bentuk kromatin dan ireguler trofozoit berbentuk
trofozoit Plasmodium besar, pigmen batang atau keranjang
falciparum jarang halus kuning dengan pigmen kasar
ditemukan di darah kecoklatan, berwarna coklat tua
perifer titik Schuffner
lebih jelas
Terdiri dari
12–24
merozoit, Terdiri dari 6–12
pigmen kuning merozoit dengan
Terdiri dari 8–24 kecoklatan. nukleus besar, dapat
merozoit dengan Ukurannya Terdiri dari 6–14 merozoit tersusun
ukuran kecil, pigmen besar dan dengan nukleus besar dan membentuk rosette,
gelap dan bergumpal mengisi berkumpul di sekitar berkelompok di
membentuk suatu volume pigmen berwarna coklat sekitar massa pigmen
Skizon massa eritrosit tua berwarna coklat tua
Berbentuk
lingkaran atau
oval dengan Berbentuk lingkaran atau
pigmen oval, berukuran hampir Berbentuk lingkaran
Berbentuk bulan kecoklatan, sama dengan eritrosit. atau oval dengan
sabit, ukuran besar ukurannya Pigmen berwarna pigmen coklat yang
dan ramping, hampir sama kecoklatan dan lebih kasar tersebar, ukurannya
kromatin terletak di dengan dibandingkan Plasmodium hampir sama dengan
Gametosit tengah eritrosit. vivax eritrosit
Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah pasien dengan riwayat bepergian ke daerah endemis, jika ditemukan
trias berupa trombositopenia, peningkatan kadar laktat dehidrogenase (LDH), dan limfositosis
atipikal maka perlu dicurigai sebagai infeksi malaria dan perlu dilakukan pemeriksaan apusan
darah tepi.[3]
Kadar hemoglobin, trombosit, fungsi hepar, fungsi ginjal, kadar glukosa darah, dan parameter
lain untuk mengevaluasi hemolisis perlu diperiksakan untuk mengevaluasi kondisi klinis pasien
dan menentukan penatalaksanaan tambahan yang dibutuhkan.[3]
Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) lebih sensitif dan spesifik daripada apusan darah
tepi untuk mendiagnosis malaria. Namun, karena hanya tersedia di laboratorium tertentu,
pengerjaannya lama, dan harganya relatif mahal, maka pemeriksaan ini tidak dilakukan secara
rutin. PCR dapat digunakan untuk mengonfirmasi spesies parasit dan menentukan mutasi pada
kasus resistensi obat.[30,38]
Kultur Darah
Pemeriksaan kultur darah perlu dipertimbangkan untuk pasien malaria yang tidak menunjukkan
perbaikan setelah terapi antimalaria. Etiologi infeksi lain perlu dicurigai dan mungkin terjadi
pada pasien-pasien yang berada di daerah endemis.[3]
Radiologi
Rontgen toraks perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis lainnya. Selain itu,
pada kecurigaan malaria berat, terutama bila ada manifestasi klinis respiratorik, Rontgen toraks
juga perlu dilakukan. CT scan kepala dilakukan bila ada kecurigaan edema serebral atau
perdarahan otak.[3]
Pungsi Lumbal