Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MATA KULIAH

BERFIKIR KRITIS DALAM KEBIDANAN

Dosen Pengampu: Eka Tri wulandari, S. ST., M. Keb

Di Susun Oleh:
HAVIZA DEWI ELIYAWATI

PROGAM STUDI PROFESI KEBIDANAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
TAHUN 2022/2023
Faktor Penghambat Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam
kehidupan manusia. Setiap orang telah dibekali potensi berpikir sebagai dasar dalam mengambil
suatu tindakan atau keputusan.Adapun Faktor Penghambat Berpikir Kritis yaitu:
1. Egocentrism

Penghalang pertama dalam berpikir kritis itu adalah egosentrism. Egosentrisme itu keakuan,
pokoknya kebenaran itu aku, yang aku anggap bener pasti itu benar, yang aku anggap salah pasti
itu salah.Ini namanya egosentrism atau self-centered. Merasa dia sendiri yang paling benar.
Orang yang egosentris biasanya susah untuk berpikir kritis.Egosentrisme adalah kecenderungan
melihat dan memahami realitas sebagai yang berpusat pada diri sendiri.Mereka yang memiliki
kecenderungan ini adalah orang-orang yang menempatkan pandangan-pandangan dan nilai-nilai
mereka sendiri sebagai yang lebih unggul dibandingkan dengan orang lain.Egosentrisme dapat
menampakkan diri dalam dua cara, yakni self-interest thinking dan self-serving bias. Keduanya
dapat di uraikan lebih lanjut.

Self-interest thinking adalah kecenderungan untuk menerima dan mempertahankan


keyakinan yang cocok atau harmonis dengan kepentingan-diri sendiri.Dapat di katakan bahwa
setiap kita memiliki kecenderungan ini. Misalnya, para mahasiswa akan menerima kebijakan
kampus yang menguntungkan mereka.Dokter akan mendukung kebijakan pemerintah atau
undang-undang yang tidak membahayakan profesi mereka. Para karyawan akan langsung
menerima kebijakan pimpinan yang menaikkan uang makan harian mereka, dan sebagainya.

2. Sociocentrisme

Penghalang kedua adalah sosiosentrism, ini merupakan lanjutan egosentrisme. Jika tadi
menganggap dirinya sendiri sebagai pusatnya kebenaran, kalau sosiosentrism ini menganggap
kelompoknya, lembaganya, organisasinya sendiri sebagai yang lebih superior, sebagai yang lebih
benar.Sosiosentrism berlawanan dengan prinsip berpikir yang kritis dan menjadi penghalang
untuk berpikir secara kritis.
3. Unwarranted Assumption

Yang ketiga adalah mengasumsikan sesuatu tapi tanpa dasar. Pokoknya Indonesia hari ini
adalah negara yang mau hancur terus. Kita membaca Indonesia dengan perspektif mau hancur ini
sebagai asumsinya.Tapi ketika di tanya orang, dasarnya apa kok Indonesia ini di anggap Mau
hancur, pokoknya rasanya begitu saja, dia pasti mau hancur.Namanya asumsi yang tidak di uji,
tidak ada argumennya, tidak ada buktinya, ini juga menghalangi berpikir kritis. Jika asumsinya
sudah tidak teruji kebenarannya, maka hasil pikirannya kemungkinan juga tidak bisa di
pertanggungjawabkan. Tidak ada dasarnya asumsinya

4. Wishful Thinking

Keempat, yang dapat menghalangi berpikir kritis adalah wishful thinking, atau biasa di sebut
angan-angan. Bukan hasil pemikiran yang serius, angan-angan tentang sesuatu.Hanya karena aku
ingin ini yang benar, maka inilah pasti yang benar itu. Pokoknya ini harus benar, pokoknya ini
yang benar padahal itu tidak ada dasarnya. Hanya karena aku percaya bahwa ini yang benar,
terus kita ingin inilah yang pasti benar itu namanya wishful thinking.Terkadang di terjemahkan
sebagai angan-angan, khayalan, ini juga menghalangi cara berpikir kritis.

5. Relativism

Faktor penghambat berpikir kritis terakhir adalah relativism. Realtivism itu pandangan serba
relatif. Bahwa kita ini tidak sempurna, kadang-kadang yang kita anggap benar itu ternyata tidak
benar.Hal itu manusiawi, tapi kita tidak bisa mengambil sistem poin relativism
total. Relativism itu misalnya menganggap Allah itu hanya opini. Allah itu hanya opini, akhirnya
kita tidak bisa mengambil keputusan, tak bisa memutuskan dengan dasar apa kita
bertindak.Padahal kita hidup ini butuh kepastian. Kepastian kebenaran tertentu. Dulu orang yakin
bahwa bumi itu datar, kemudian belakangan terbukti dan di yakini itu tidak valid.Mungkin, itu
memang opini, tapi zaman itu dengan keyakinan itulah orang berkreasi, orang berpikir, dan
menghasilkan banyak teori.

Olehnya itu, maka meskipun sandarannya tidak valid, tapi minimal sudah punya sandaran
untuk berpikir dan bertindak. Orang yang termasuk dalam pemahaman relativism ini, cenderung
untuk tidak berpikir apa-apa, tidak memutuskan apa-apa, dan tidak punya pijakan apapun untuk
hidup.Semuanya di pandang tidak ada yang pasti, kalau ada apa-apa, itu hanya pendapat saja,
semuanya di pandang relatif. Pemahaman ini tentu sangat berbahaya, khususnya bagi peserta
didik kita.

Ada banyak kendala yang menyebabkan mengapa kita tidak bersikap kritis. Kendala-kendala
itu dapat berupa:

1. kurangnya informasi yang memadai;


2. kemampuan membaca yang buruk;
3. bias;
4. prasangka;
5. tahayul;
6. egosentrisme (pemikiran yang memusat ke diri sendiri);
7. sosiosentrisme (pemikiran yang memusat ke kelompok);
8. tekanan kelompok;
9. konformisme;
10. provinsialisme;
11. pikiran sempit;
12. pikiran tertutup;
13. tidak percaya pada nalar;
14. berpikiran relativistic;
15. sterotip;
16. asumsi-asumsi yang tak terbukti;
17. pengkambing hitaman (scapegoating);
18. rasionalisasi;
19. penyangkalan;
20. wishful thinking;
21. berpikir jangka pendek;
22. persepsi selektif;
23. daya ingat selektif;
24. emosi yang menggebu-gebu;
25. penipuan-diri (self-deception);
26. menyelamatkan muka (face-saving); dan
27. takut akan perubahan.

Anda mungkin juga menyukai