yang mampu merangkum semua aspek nampaknya menjadi suatu permasalahan yang pelik bahkan mustahil untuk dilakukan mengingat luasnya aspek yang terkandung dalam agama itu sendiri.
Elizabeth K. Nottingham, misalnya, menyatakan
bahwa tidak ada definisi tentang agama yang benar-benar memuaskan karena agama dalam keanekaragamannya yang hampir tidak dapat dibayangkan itu memerlukan deskripsi (penggambaran) dan bukan definisi (batasan). Lebih jauh, Nottingham menegaskan bahwa fokus utama perhatian sosiologi terhadap agama adalah bersumber pada tingkah laku manusia dalam kelompok sebagai wujud pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dan peranan yang dimainkan oleh agama selama berabad- abad sampai sekarang dalam mengembangkan dan menghambat kelangsungan hidup kelompok- kelompok masyarakat.
Definisi tentang agama dipilih yang sederhana
dan meliputi. Artinya definisi ini diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya. Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige dll.
Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari
kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu: * menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan * menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan
Dengan demikian diperoleh keterangan yang
jelas, bahwa agama itu penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.Islam sebagai agama samawi yang komponen dasarnya 'aqidah dan syari'ah, punya korelasi erat dengan politik dalam arti yang luas. Sebagai sumber motivasi masyarakat, Islam berperan penting menumbuhkan sikap dan perilaku sosial politik. Implementasinya kemudian diatur dalam syari'at, sebagai katalog lengkap dari perintah dan larangan Allah, pembimbing manusia dan pengatur lalu lintas aspek-aspek kehidupan manusia yang kompleks.
Islam dan politik mempunyai titik singgung erat,
bila keduanya dipahami sebagai sarana menata kebutuhan hidup rnanusia secara menyeluruh. Islam tidak hanya dijadikan kedok untuk mencapai kepercayaan dan pengaruh dari masyarakat semata. Politik juga tidak hanya dipahami sekadar sebagai sarana menduduki posisi dan otoritas formal dalam struktur kekuasaan.
Politik yang hanya dipahami sebagai perjuangan
mencapai kekuasaan atau pemerintahan, hanya akan mengaburkan maknanya secara luas dan menutup kontribusi Islam terhadap politik secara umum. Sering dilupakan bahwa Islam dapat menjadi sumber inspirasi kultural dan politik. Pemahaman terhadap term politik secara luas, akan memperjelas korelasinya dengan Islam.
Dalam konteks Indonesia, korelasi Islam dan
politik juga menjadi jelas dalam penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Ini bukan berarti menghapus cita-cita Islam dan melenyapkan unsur Islam dalam percaturan politik di Tanah Air. Sejauh mana unsur Islam mampu memberikan inspirasi dalam percaturan