Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN ANALISIS PERENCANAAN

UTILITAS BANGUNAN GEDUNG 4 LANTAI


RUMAH SAKIT MITRA MANAKARRA

Dosen Pengampuh :
Armiwaty, ST,Msi
Raeny Tenriola Idrus, St, M.Si
Dewi Satriati Ninsyi,. S. Pd,. M. Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 6

ARIA ADE PUTRA M PB 210201602023


SYAHRUL 210201602020
MUH ABDI ALFARIDZI 210201602017

PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN


D4-TEKNIK SIPIL BANGUNAN GEDUNG
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Laporan yang berjudul ”Sistem utilitas
Bangunan Rsud Prov. Sulawesi Barat” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari Laporan ini adalah untuk memenuhi Tugas
Besar pada mata kuliah “Perencanaan Utilitas Bangunan” prodi “Teknik Sipil Bangunan
Gedung”.

Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu Armiwaty, ST,MSi dan ibu Dewi
Satriati Ninsyi,. S. Pd,. M. Pd., selaku dosen mata kuliah Perencanaan Utilitas Bangunan
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan ini.

Saya menyadari, Laporan yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
Laporan ini.

Mamuju, 2023

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan Laporan.........................................................................................................1

BAB II.....................................................................................................................................2
A. SISTEM PLUMBING AIR BERSIH DAN KOTOR..............................................2
B. SISTEM PENCAHAYAAN ALAMI DAN BUATAN............................................7
C. SISTEM PENGHAWAAN ALAMI DAN BUATAN...........................................14
D. SISTEM KEAMANAN GEDUNG.........................................................................16
E. SISTEM TRANSPORTASI DALAM GEDUNG..................................................19
F. Sistem Telekomunikasi Dalam Bangunan.............................................................21
G. Sistem Akustik..........................................................................................................23
H. SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH ATAU LIMBAH....................................25

BAB III..................................................................................................................................29
A. KESIMPULAN.........................................................................................................29
B. DOKUMENTASI.....................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................31

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Sistem Plumbing Air Bersih & Kotor Tangki Air


Gambar 1.1. Sistem Pemipaan
Gambar 1.2. Drainase
Gambar 2. Pencahayaan Alami (Jendela Kaca
Gambar 2.1. Komponen cahaya langit
Gambar 2.2. Komponen unsur luar ruang
Gambar 2.3. Komponen unsur dalam
Gambar 3. Pencahayaan Buatan (Lampu)
Gambar 4. Penghawaan Alami (Taman)
Gambar 5. Penghawaan Buatan ( AC)
Gambar 6. Keamanan Gedung (Cctv)
Gambar 6.1. Apar
Gambar 6.2. Hyidrant
Gambar 6.3. Smoke Detector
Gambar 7. Transportasi dalam bangunan (Lift &Tangga)
Gambar 8. Telekomunikasi Dalam Bangunan (Speaker)
Gambar 9. Tempat Pendaftaran Pasien
Gambar 10. System pengolahan sampah/limbah ( Tempat sampah)

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yangmemungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan
secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang mampu
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan rumah
sakit bagi masyarakat. Rumah sakit yang dikelola pemerintah dinamakan Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD)

Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat merupakan Rumah Sakit milik
Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat yang dibangun pada tahun 2005 beralamat di JL.
R.E Marthadinata, Kecamatan Simboro, Kabupaten Mamuju. Rumah Sakit Umum
Daerah Provinsi Sulawesi Barat mulai beroperasi pada bulan Mei Tahun 2009 sesuai SK
Gubernur Sulawesi Barat nomor  04 Tahun 2009, dengan kapasitas tempat tidur pada
sebanyak 50 Unit. Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Barat dibangun secara
bertahap melalui Dana APBD dan Dana APBN. Pada tahun 2016, pembangunan rumah
sakit yang bersumber dari dana pinjaman Pusat Investasi Pemerintah di mulai dengan
mengacu kepada syarat dan ketentuan yang telah disepakati oleh pemerintah daerah
provinsi Sulawesi Barat dengan Pusat Investasi Pemerintah. Pembangunan direncanakan
selama 18 bulan dan ditargetkan selesai pada tahun 2017 dan akan dijadikan sebagai
pusat rujukan bagian utara di Provinsi Sulawesi Barat.Pembangunan rumah sakit baru
ini merupakan tuas pemotivasi tersendiri bagi jajaran pimpinan dan staf RSUD Provinsi
Sulawesi Barat. Pada tanggal 29 November tahun 2017 RSUD Provinsi Sulawesi Barat
dinyatakan lulus tingkat perdana akreditasi 4 pokja versi KARS 2012. Diharapkan
dengan terbangunnya Rumah Sakit yang baru ini, beserta status akreditasi Rumah sakit
nanti nya akan semakin meningkatkan motivasi kerja para pemberi pelayanan dalam
pemberian layanan yang lebih baik lagi kepada masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sistem Utilitas bangunan pada Rsud Prov. Sulawesi Barat


2. Apa Pentingnya Utilitas bangunan pada Rsud Prov. Sulawesi Barat

C. Tujuan Laporan

1. Menyelesaikan Tugas Besar Mata Kuliah Perencanaan Utilitas Bangunan


2. Untuk mengetahui pentingnya utilitas bangunan pada Rsud Prov. Sulawesi Barat
3. Mengetahui Sistem Semua Utilitas pada bangunan Rsud Prov. Sulawesi Barat

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. SISTEM PLUMBING AIR BERSIH DAN KOTOR


Sistem plambing merupakan suatu pekerjaan yang meliputi sistem pembuangan air
limbah atau air buangan (air kotor dan air bekas), sistem venting, air hujan dan penyediaan
air bersih. Perencanaan sistem plambing harus dilaksanakan bersamaan dan sesuai dengan
tahapan perencanaan bangunan. Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan perencanaan
sistem plambing air bersih, sistem plambing air bekas dan sistem plambing air hujan untuk
Rsud Prov.Sulawesi Barat (Mamuju). Instalasi air adalah suatu bagian dari struktur dimana
dalam pengerjaannya harus dengan ketelitian. Hal ini juga berlaku di dalam perencanaan
sebuah gedung rumah sakit, dimana yang dimaksud dalam hal ini adalah perencanaan
instalasi air pada gedung RSUD Prov. Sulawesi Barat. RSUD Prov. Sulawesi Barat kota
Mamuju memiliki beberapa fasilitas pendukung seperti halnya dengan gedung poliklinik,
gedung rawat inap, gedung unit gawat darurat dan lain-lain. Untuk itu diperlukan
perencanaan instalasi air yang cukup memadai guna memenuhi kebutuhan air bersih,
penanganan sisa penggunaan air bersih dan menangani meluapnya air disaat hujan. Ada dua
jenis instalasi air yaitu air bersih dan air kotor. Air bersih yaitu yang bersumber dari PDAM
kota Mamuju menuju keground reservoir kemudian dilanjutkan ke tandon air kemudian
dialirkan dengan sistem gravitasi. Sedangkan air kotor adalah sisa pemakaian / pemanfaatan
air bersih di komplek gedung RSUD Prov. Sulawesi Barat (Mamuju) dibuang langsung ke
pengolahan air limbah. Pada perencanaan instalasi air ini yang diutamakan adalah
pengolahan data curah hujan maksimal & kontur untuk menentukan dimensi drainase.
Kemudian data luas ruang, luas taman untuk menentukan jumlah kebutuhan air bersih dan
air kotor hasil sisa penggunaan air bersih. Denah dan lay Out untuk menentukan jaringan
sistem drainase dan jaringan sistem plumbing.
1. Standar Plumbing dan Peraturan Yang Berlaku
Standar dan peraturan yang digunakan sebagai dasar perencanaan adalah :

 Standar :
a. SNI 8153-2015 tentang Sistem Plambing pada Bangunan Gedung.
b. SNI 6773-2008 tentang Spesifikasi Unit Paket Instalasi Pengolahan Air.
c. SNI 6774-2008 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air.
d. SNI 03-7065-2005 tentang Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing.
e. SNI 03-2453-2002 tentang Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan
Pekarangan.
f. SNI 03-2459-2002 tentang Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan
Pekarangan.
g. SNI 03-6373-2000 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemasangan Ven.
h. SNI 6481-2000 tentang Sistem Plambing.

 Peraturan :
a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI, nomor : 02/PRT/M/2015 tanggal 18
Februari 2015, tentang Bangunan Gedung Hijau.
b. Keputusan Menteri Kesehatan, nomor : 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang
2
Persyaratan Kualitas Air Minum.
c. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, nomor : Kep-112 Tahun 2003 tentang Baku
Mutu Limbah Air Limbah Domestik.
d. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup, nomor : Kep-52/ MENLH/10/1995 tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel.
e. Peraturan Pemerintah No. 74 th 2001 tentang Pengelolaan B3.
f. Undang-undang Republik Indonesia, nomor 28 tahun 2002, tentang bangunan
gedung.
g. Kementerian Kesehatan RI - Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Direktorat
Bina Pelayanan Penunjang Medis dan Sarana Kesehatan Tahun 2014 : Pedoman-
pedoman Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit.
h. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang
Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit
2. Kriteria Desain Sistem Penyediaan dan Distribusi Air Bersih

Kriteria desain sistem penyediaan air bersih, antara lain sebagai berikut.
a. Sumber air bersih diambil dari suplai air PDAM dan pengolahan air sungai.
b. Seluruh cadangan air bersih ditampung dalam bak penampung air bersih, disebut
GWT (ground water tank). Ground water tank terdiri dari 2 bagian utama, yakni :
CWT (clean water tank) dan RWT (raw water tank).
c. Suplai air dari PDAM ditampung di dalam CWT (clean water tank).
d. Suplai air dari sungai, ditampung di dalam RWT (raw water tank). Dari raw water
tank, air
difilter menggunakan sistem WTP (water treatment plant). Sistem WTP (water
treatment plant) terdiri dari : sand filter, carbon filter, dan klorinasi. Setelah difilter,
air dipompa menuju CWT (clean water tank).
e. Air hasil olahan dari sistem WTP (water treatment plant) perlu dicek secara berkala
agar memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan
air untuk 4 – 3 keperluan higiene sanitasi, sesuai yang tertera dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017.
f. Dari CWT (clean water tank), air dipompa menggunakan pompa distribusi air
bersih, ke tangki
penampung air bersih di masing-masing atap bangunan, disebut rooftank.
g. Dari rooftank, air didistribusikan ke seluruh area gedung menggunakan sistem
pompa pendorong (booster) dan sistem gravitasi.
h. Jenis pipa untuk instalasi jaringan air bersih adalah pipa PPR PN.
i. Kecepatan air di dalam pipa antara 1 s/d 2 meter per detik.
j. Batas tekanan pada sambungan alat plumbing adalah 3,5 bar, dan sisa tekanan pada
alat plambing sebesar 1 bar.

3. Standar Kebutuhan Air Menurut Kelas Rumah Sakit dan Jenis Rawat

Berikut ini adalah kriteria desain sistem pompa distribusi air bersih.
a. Pompa suplai dari sungai yang digunakan adalah pompa submersible khusus / jet
pump / pompa multistage centrifugal. Pompa beroperasi secara otomatis ketika air
di dalam RWT (raw water tank) mendekati kosong. Sistem kontrol menggunakan
WLC (water level control), pelampung- pelampung indikator dipasang pada RWT
(raw water tank).
b. Pompa filter WTP (water treatment plant) yang digunakan adalah pompa multistage
3
centrifugal. Pompa beroperasi secara otomatis ketika air di dalam CWT (clean
water tank) mendekati kosong. Sistem kontrol menggunakan WLC (water level
control), pelampung-pelampung indicator dipasang pada CWT (clean water tank).
c. Pompa distribusi air bersih ke rooftank yang digunakan adalah pompa multistage
centrifugal. Pompa ini disebut juga pompa transfer air bersih. Pompa beroperasi
secara otomatis ketika air di dalam rooftank mendekati kosong. Sistem kontrol
menggunakan WLC (water level control), pelampung-pelampung indikator
dipasang pada rooftank. Jumlah set pompa transfer air bersih berjumlah sama
dengan set rooftank yang direncanakan di masing-masing bangunan.
d. Pompa booster air bersih yang digunakan adalah pompa multistage centrifugal.
Pompa beroperasi secara otomatis menggunakan flow switch
4. Perhitungan Kebutuhan Air Bersih Per Hari
Berikut ini adalah tabel perhitungan kebutuhan air bersih gedung baru.

Total
Jumlah pemakaian air Pemakaian
Fungsi Ruangan
Liter/Orang/
Bed/ orang Hari Air Harian (Qd)
Rawat Inap 216 450 97.200
Pasien Klinik
( berdasarkan
Jumlah Klinik (20
unit) dan
asumsi antrian pasien 324 5 1.620
di
masing-masing
Klinik : 15
Antrian
Total 98.820 liter /
pemakaina Hari
Air
101 m³ / Hari
( dibulatkan )

4
Dari tabel perhitungan di atas, kebutuhan air bersih adalah sebesar 100 m3 per hari.
5. Kriteria Desain Sistem Saluran Air Limbah
Kriteria desain sistem instalasi pengolahan dan penyaluran air limbah, antara lain
sebagai berikut.
a. Saluran air limbah rumah sakit dibedakan menjadi :

 Saluran pipa air kotor (sewage) dari kloset, dialirkan ke bak


pengumpul air limbah gedung. Jenis pipa yang digunakan adalah PVC
AW.

 Saluran pipa air bekas (toilet drain) dari wastafel dan floor drain,
dialirkan ke bak pengumpul air limbah gedung. Jenis pipa yang
digunakan adalah PVC AW.

 Saluran pipa air bekas pantry dari sink, dialirkan ke bak pengumpul
air limbah gedung. Jenis pipa yang digunakan adalah PVC AW.

 Saluran pipa air limbah kitchen (kitchen drain), dialirkan ke bak pre-
treatment lemak. Jenis pipa yang digunakan adalah pipa
polypropylene.

 Saluran pipa air limbah khusus tipe 1 dari farmasi dan OK, dialirkan
ke bak pre-treatment limbah khusus. Jenis pipa yang digunakan adalah
PVC AW.

 Saluran pipa air limbah khusus tipe 2 dari laboratorium dan radiologi,
dialirkan ke bak pretreatment limbah khusus. Jenis pipa yang
digunakan adalah co-polymer.
b. Seluruh pipa saluran air limbah harus dilengkapi dengan instalasi pipa
penghawaan air limbah, disebut juga pipa ven
c. Kecepatan air maksimal di dalam pipa adalah 1,2 meter per detik.
6. Kriteria Desain Sistem Saluran Air Hujan
Kriteria desain sistem saluran air hujan, antara lain sebagai berikut.
a. Saluran air hujan harus terpisah dengan instalasi perpipaan air limbah.
b. Di sekeliling gedung, dibuat saluran drainase air hujan.
c. Air hujan dari atap gedung, dialirkan ke saluran drainase keliling gedung.
d. Dari saluran drainase keliling gedung, air hujan dialirkan menuju bak
penampung air hujan (long storage / bak detensi).
e. Dari bak penampung air hujan, air hujan kemudian dialirkan menuju saluran
5
drainase kota menggunakan pompa submersible.
f. Jenis pipa untuk saluran air hujan adalah pipa PVC kelas AW.
g. Batas kemiringan minimum pipa horizontal air hujan adalah 1/100.
h. Semua saluran drainase direncanakan semi terbuka untuk memudahkan
perawatan dan pemeliharaan.

Gambar 1. Tangki Air

6
Gambar 1.1. Sistem Pemipaan

Gambar 1.2. Drainase

B. SISTEM PENCAHAYAAN ALAMI DAN BUATAN


Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan ruang. Ruang yang
telah dirancang tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik apabila tidak disediakan akses
pencahayaan. Pencahayaan di dalam ruang memungkinkan orang yang menempatinya dapat
melihat benda-benda. Tanpa dapat melihat benda-benda dengan jelas maka aktivitas di
dalam ruang akan terganggu. Sebaliknya, cahaya yang terlalu terang juga dapat mengganggu
penglihatan. Dengan demikian intensitas cahaya perlu diatur untuk menghasilkan kesesuaian
kebutuhan penglihatan di dalam ruang berdasarkan jenis aktivitas-aktivitasnya. Arah cahaya
yang frontal terhadap arah pandang mata dapat menciptakan silau. Oleh karena itu arah
cahaya beserta efek-efek pantulan atau pembiasannya juga perlu diatur untuk menciptakan
kenyamanan penglihatan ruang.
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan public yang penting. Kualitas pelayanan dalam
rumah sakit dapat ditingkatkan apabila didukung oleh peningkatan kualitas fasilitas fisik.
Ruang rawat inap merupakan salah satu wujud fasilitas fisik yang penting keberadaannya
bagi pelayanan pasien. Tata pencahayaan dalam ruang rawat inap dapat mempengaruhi
kenyamanan pasien selama menjalani rawat inap, disamping juga berpengaruh bagi
kelancaranparamedis dalam menjalankan aktivitasnya untuk melayani pasien.

7
Fungsi utama pencahayaan adalah sebagai penerang ruang untuk mendukung
kegiatan yang berlangsung dalam ruang tersebut. Selain itu, pencahayaan juga dapat
memberikan nilai lebih dalam suatu ruang, antara lain dapat membangun suasana
ruang, efek fisik dan psikologis adalah satu kesatuan yang saling mempengaruhi
dalam pencahayaan. Pencahayaan yang terlalu terang dapat membuat pengguna ruang
merasa terbangun dan sangat aktif. Sedangkan pencahayaan yang gelap dan redup
dapat menciptakan rasa rileks bahkan mugkin mengantuk. Hal tersebut merupakan
efek psikologis dalam bentuk fisik dari pencahayaan
 Pencahayaan Alami
Rahmania dan Sugini (2013) pencahayaan alami merupakan cahaya yang bersumber dari
matahari. Pencahayaan alami dibutuhkan karena manusia memerlukan kualitas cahaya
alami. Fungsi dari pencahayaan alami agar dapat meminimalisir penggunaan energi listrik.
Untuk mendapatkan pencahayaan alami pada suatu ruang diperlukan jendela-jendela yang
besar ataupun dinding kaca sekurang-kurangnya 1/5 daripada luas lantai. Cahaya matahari
yang masuk ke dalam bangunan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Cahaya matahari langsung,
2. Cahaya difusi dari terang langit,
3. Cahaya difus dari pantulan tanah atau bangunan.
Faktor-faktor dari pencahayaan alami pada siang hari merupakan perbandingan
dari tingkat pencahayaan dari suatu titik pada suatu bidang tertentu dalam suatu
ruangan terhadap tingkat pencahayaan pada permukaan datar, sebagai tolak ukur dari
kinerja cahaya pada ruang tersebut. Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya
pencahayaan alami pada siang hari yang terbagi dalam 3 bagian dapat dilihat pada
Gambar 2.1 sampai dengan 2.3

a. Komponen langit
Dimana unsur cahaya ini bersumber langsung dari cahaya langit.

8
Gambar 2. Pencahayaan Alami (Jendela Kaca)

Gambar 2.1 Komponen cahaya langit


Sumber: SNI 03-2001, Tata Cara Sistem Pencahayaan Alami
pada Bangunan Gedung.

9
b. Komponen pantulan dari luar ruang
Unsur cahaya bersumber akibat adanya pantulan dari benda-benda yang ada
di sekitaran gedung yang bersangkutan.

Gambar 2.2 Komponen unsur luar ruang


Sumber: SNI 03-2001, Tata Cara Sistem Pencahayaan Alami
pada Bangunan Gedung.

10
c. Komponen unsur dalam ruangan
Unsur cahaya ini bersumber dari permukaan-permukaan didalam ruang,
dimana pencahayaan yang masuk dalam ruang di akibatkan adanya unsur
dari benda di luar ruangan.

Gambar 2.3 Komponen unsur dalam


Sumber: SNI 03-2001, Tata Cara Sistem Pencahayaan Alami
pada Bangunan Gedung
Bukaan (jendela) dijadikan perantara untuk masuknya sinar ke dalam ruang yang menjadi
penerang pada ruangan disebut juga dengan ventilasi alami.

11
 Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya
alami. Dimana pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai
oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami belum mencukupi. Kualitas dari
pencahayaan dalam suatu ruang dapat diukur dan dihitung lewat teori pencahayaan secara
matematis atau menggunakan teori kualitatif melalui kajian persepsi oleh manusia. Desain
pencahayaan buatan yang bertujuan untuk membentuk kondisi perseptual yang dapat
membuat kita bekerja dengan efektif dan nyaman, dapat mempengaruhi perasaan dan
perilaku kita dalam suatu lingkungan visual serta dapat menambah unsur estetika dalam
ruangan (Gandslandt & Hofmann, 1992, p.28).
1. Pendekatan Pencahayaan Buatan
Dalam pencahayaan buatan, tipe fungsi ruang dan jenis aktivitas yang terjadi
membuat pencahayaan buatan didalamnya memiliki pendekataan atau fokus
tersendiri agar peran pencahayaan dalam mendukung fungsi ruang dapat
teroptimalkan.
a. Pencahayaan Kuantitatif
Pada pencahayaan ini menekankan pada tingkat illuminance dan tipe lampu
yang dapat memaksimalkan performa visual ruang, memiliki produktivitas
tinggi dan biaya operasional yang terjangkau. Konsep dari pencahayaan kuantitatif
dimulai dari illuminance sebagai pusat ukuran penilaian, diikuti dengan keseragaman
warna cahaya, kualitas bayangan dan tingkat kesilauan (Gandslandt & Hofmann,
1992, p.110). Pendekatan ini membuat visualisasi dalam ruang dapat teroptimalkan
sehingga kegiatan dan pekerjaan dalam ruang menjadi maksimal pula.
b. Pencahayaan Kualitatif
Merupakan pendekatan dalam desain pencahayaan yang ditemukan oleh
Richard Kelly dengan memadukan konsep perseptual psikologi dan stage
lighting. Pencahayaan kualitatif menghadirkan suatu kualitas pencahayaan
berbeda yang dibutuhkan untuk fungsi tertentu yang dapat mempengaruhi
persepsi visual seseorang lebih dalam (Gandslandt & Hofmann, 1922, p.24).
2. Sistem Pencahayaan buatan
Terdiri dari sistem pencahayaan buatan primer dan sekunder. Sistem
pencahayaan buatan primer merupakan elemen pencahayaan fungsional yang
berperan sebagai elemen penerangan utama secara keseluruhan didalam ruang.
Sedangkan sistem pencahayaan buatan sekunder berkaitan dengan elemen pendukung
pencahayaan utama yang mengarah pada efek estetik ruangan (Philips Lighting,
1993, p. 154).

12
a. Sistem Pencahayaan Buatan Primer

 Pencahayaan Umum
Sistem pencahayaan ini memberikan illuminance pada seluruh ruangan
dengan derajat intensitas cahaya yang sama. Keuntungan dari sistem ini
adalah fleksibilitas yang baik untuk area kerja, kelemahannya adalah
efisiensi cahaya yang rendah karena tingkat cahaya yang sama besarnya
di area kerja dan area lainnya yang tidak terlalu membutuhkan cahaya

 Pencahayaan Setempat
Seperti pencahayaan umum, pencahayaan setempat juga berperan dalam
menerangi seluruh area ruangan namun dengan luminaire yang telah
disesuaikan untuk area kerja tertentu.

 Pencahayaan Umum dan Setempat


Sistem pencahayaan yang menghasilkan cahaya dengan intensitas yang
lebih tinggi pada area kerja. Penggunaan tipe pencahayaan ini dapat
memfasilitasi kegiatan yang memerlukan kebutuhan visual yang kritis dan
kebutuhan intensitas cahaya sekitar 1000 lux atau lebih.
b. Sistem Pencahayaan Sekunder
Pada dasarnya terdapat empat tipe pencahayaan buatan dalam ruang. Dengan
menggunakan tipe yang tepat, sesuai dengan fungsi dan kegiatan yang ada di dalam
ruang (Walia, 2000) antara lain;
 General lighting/ ambient lighting adalah tipe penerangan yang berasal
dari sumber cahaya yang cukup besar dan sinarnya mampu menerangi
keseluruhan bangunan atau ruang.
 Task lighting merupakan pencahayaan yang dibutuhkan untuk
mempermudah dan memperjelas pekerjaan spesifik yang dilakukan dalam
ruang seperti bekerja, menulis, memasak. Task lighting yang baik dapat
memperjelas pandangan, tidak membuat mata lelah, dan membantu untuk
lebih focus kepada aktivitas yang sedang dilakukan.
 Accent lighting: Fungsi dari accent lighting adalah untuk menerangi area
atau objek tertentu dan fungsinya hanya untuk kebutuhan estetika.
Menggunakan pencahayaan buatan sebagai aksen dapat mengakomodasi
beberapa tujuan sekaligus, seperti untuk mengekspos fitur-fitur tertentu
dalam ruang dan dapat mendramatisasi sebuah ruangan.
 Decorative lighting dalam hal ini lampu memiliki bentuk tertentu yang
unik dan menarik yang dapat mempercantik penampilan ruangan.

13
Gambar 3. Pencahayaan Buatan (Lampu)

14
C. SISTEM PENGHAWAAN ALAMI DAN BUATAN.
Masalah dalam penghawaan yang terkait suhu udara dalam ruangan di rumah
sakit merupakan hal yang penting untuk dicermati, sebab hal ini berhubungan
langsung dengan kenyamanan manusia, yaitu pasien yang sedang menjalani proses
penyembuahan, perawat yang melakukan aktivitas pemantauan dan perawatan pasien
setiap saat. Penghawaan alami terkait dengan suplai udara segar menggantikan udara
bekas di dalam ruang, sedangkan pada penghawaan buatan terkait dengan sistem
yang menyediakan pendinginan, pengontrolan kelembaban, dan penyaringan serta
pemurnian udara (Pile, 2003:461).Suatu penghawaan yang baik akan menyuplai udara segar
yang dibutuhkan manusia untuk pernafasan dan metabolism tubuh. Penghawaan yang baik
juga berhubungan dengan terciptanya suhu ruang yang kondusif bagi tubuh, sehingga
energi dari dalam tubuh tidak akan terkuras untuk beradaptasi dengan suhu ruang
yang tidak kondusif tersebut. Suhu ruang yang kondusif adalah suhu ruang yang sama
dengan rata-rata suhu tubuh manusia normal, yaitu sekitar 270C.

 Penghawaan Alami
Penghawaan alami merupakan suatu sistem sirkulasi udara dengan cara
memasukkan udara dari luar ruang ke dalam ruang. Kelancaran akan sirkulasi udara
dapat kita ciptakan dengan adanya lubang/ bukaan (jendela, lubang ventilasi) pada
fasad bangunan. luasnya bukaan, letak/ posisi bukaan sangat mempengaruhi sirkulasi
udara dalam ruang, yang berarti juga sangat mempengaruhi kenyamanan
penghuninya Dalam buku Bangunan tropis, udara yang bergerak akan menghasilkan
penyegaran yang baik sehingga proses penguapan bisa terjadi (Lippsmeier, 1997).
Hal ini berarti menimbulkan penurunan temperatur pada kulit. Pendinginan melalui
penghawaan alami hanya dapat dilakukan bila temperatur udara lebih rendah dari
temperatur kulit (35°-36°C). Pola pergerakan angin dan perancangan pada bangunan
akan mempengaruhi tekanan udara. Letak jendela akan mempengaruhi tekanan udara

Gambar 4. Penghawaan Alami ( Taman)

15
 Penghawaan Buatan
Manusia membutuhkan lingkungan udara ruang yang nyaman (thermal
comfort) dalam melakukan aktifitas secara optimal. Keadaan udara pada suatu
aktifitas sangat berpengaruh pada kondisi dan keadaan aktifitas tersebut. Apabila
dalam suatu ruangan yang panas dan pengap, manusia yang melakukan aktifitas di
dalamnya akan sangat terganggu dan tidak dapat melakukan aktifitasnya dengan
baik. Maka kenyamanan dalam ruangan yang menyangkut udara harus terpenuhi
yaitu meliputi: temperatur udara, kelembaban udara, pergerakan udara, dan tingkat
kebersihan udara. Maka dari itu untuk mendapatkan kondisi ruang yang memenuhi
standar tertentu sesuai keinginan kita, tanpa adanya ketergantungan dengan
lingkungan luar, sehingga digunakan penghawaan buatan. Penghawaan buatan di sini
memiliki pengertian bahwa udara dalam ruang dikondisikan berdasarkan beban kalor
yang terjadi pada ruangan tersebut.
Daya tahan dan kemampuan kerja manusia mulai menurun pada temperatur
260C TE-300C TE. Kondisi lingkungan yang sukar mulai dirasakan pada suhu
33.50C TE-35.50C PIE, dan pada suhu 350C TE-360C TE kondisi lingkungan tidak
dapat ditolerir lagi. Produktifitas manusia cenderung menurun atau rendah pada
kondisi udara yang tidak nyaman seperti halnya terlalu dingin atau terlalu panas.
Produktifitas kerja manusia meningkat pada kondisi suhu yang nyaman (idealistina,
1991).

Gambar 5. Penghawaan Buatan ( Ac)

16
D. SISTEM KEAMANAN GEDUNG
Keamanan adalah suatu kondisi yang melindungi properti milik RS, sumber daya manusia
RS, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan RS dari bahaya
pengrusakan dan kehilangan atau akses serta penggunaan oleh mereka yang tidak
berwenang. keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung terciptanya
suasana kerja yang aman, baik berupa materil maupun non materil.

 Tujuan Standar Keselamatan dan keamanan di RS


– mencegah terjadinya kecelakaan dan cidera
– mempertahankan kondisi yang aman bagi sumber daya manusia RS, pasien,
pengunjung, maupun lingkungan rs
a. Cctv
Rumah Sakit yang memiliki luas bangunan yang besar, diperlukan juga sistem
pengawasan CCTV yang besar. Selain harus menjamin kesehatan dan kesembuhan
semua pasien, tidak lupa juga memperhatikan keamanan setiap kegiatan yang terjadi di
dalamnya.
Umumnya penggunaan Sistem Pengawasan CCTV semuanya sama. Yakni untuk
mengawasi dan sebagai bukti kuat jika terjadi sesuatu hal yang tidak terlihat oleh saksi
mata sekitar. Hal ini juga dapat meningkatkan kepercayaan setiap pasien dan
pengunjung, bahwa rumah sakit yang dikunjungi memiliki sistem keamanan yang baik.

Gambar 6. Keamanan Gedung (Cctv)

17
b. Apar
Pemasangan APAR dibeberapa tempat strategis sesuai dengan kondisi tempat dan
ruangan. APAR atau Alat Pemadan Api Ringan adalah alat pemadaman yang bisa
dibawa / dijinjing dan digunakan / dioperasikan oleh satu orang dan berdiri sendiri. Apar
merupakan alat pemadam api yang pemakaiannya dilakukan secara manual dan
langsung diarahkan pada posisi dimana api berada. Apar dikenal sebagai alat pemadam
api portable yang mudah dibawa, cepat dan tepat di dalam penggunaan untuk awal
kebakaran, selain itu karena bentuknya yang portable dan ringan sehingga mudah
mendekati daerah kebakaran. Dikarenakan fungsinya untuk penanganan dini, peletakan
APAR-pun harus ditempatkan di tempat-tempat tertentu sehingga memudahkan didalam
penggunaannya.
Kebakaran yang sering muncul di Rumah Sakit banyak terjadi karena konsleting listrik.
Instalasi peralatan yang tidak standar, penggunaan daya berlebihan, pemilihan alat listrik
yang belum memenuhi standart keamanan sering menjadi penyebab. Asap kebakaran
yang timbul juga bisa mengganggu pernafasan karena bersifat racun pekat yang bisa
terhirup oleh alat pernafasan manusia sehingga berakibat fatal. Alat Pemadam Api di
Rumah Sakit harus di atur sedemikian rupa baik dari segi penempatan, media, dan
kemampuan personil agar dapat efektif jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran.Oleh sebab
itu, perlu adanya penangan yang baik yaitu dengan menyediakan sistem pencegahan
maupun sistem pemadaman kebakaran. hal ini bertujuan mengurangi potensi kerugian
dan korban jiwa. Berdasarkan Undang-Undang R.I No. 44 Tahun 2009, tentang “Rumah
Sakit”, menyatakan bahwa dibutuhkan persyaratan teknis mengenai “pencegahan dan
penanggulangan kebakaran di rumah sakit”
c. Hyidrant
Hydrant atau Hidran pemadam kebakaran adalah alat yang dihubungkan dengan sumber
air melalui jaringan pipa yang gunanya untuk mengalirkan air yang dibutuhkan untuk
pemadaman kebakaran. Hidrant diletakkan dibeberapa lokasi strategis yang berpotensi
menimbulkan kebakaran; dan mengakomodasi seluruh ruangan yang ada.

Gambar 6.1 Keamanan Gedung (Apar & Hyidrant)

18
d. Smoke detector
Smoke Detector adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi adanya gumpalan
asap. Smoke detector biasanya dipasang pada area yang terdapat mesin di dalamnya,
gudang dan panel listrik. Sehingga jika terjadi terusakan pada mesin atau konsleting
pada listrik dan menimbulkan asap dapat diantisipasi secara langsung. Selain itu, Smoke
Detector juga dpasanga di ruangan yang bebas asap, seperti ruang meeting, ruangan
kantor yg bertuliskan "NO Smoking".

Gambar 6.2. Smoke Detector

19
E. SISTEM TRANSPORTASI DALAM GEDUNG
Pelayanan kesehatan mempunyai persyaratan teknis spesifik untuk dapat beropersional
dengan baik dimana hal-hal terkait kecepatan, kemudahan aksesibilitas pelayanan dengan
keragaman pengguna bangunan termasuk yang berkebutuhan khusus menjadi pertimbangan
penting, terlebih lagi terhadap
keselamatan pemakai bangunan secara menyeluruh. Aspek pengelolaan dan penyelesaian
transportasi vertikal menjadi sangat penting dengan beberapa pertimbangan baik unsur
teknis, efektifitasnya maupun aspek biaya pembangunan menjadi dasar pertimbangan, selain
unsur utama yaitu terakomodasinya sirkulasi pelayanan kesehatan yang sesuai. Penelitian ini
dapat menjadi informasi bagi arsitek/professional di bidang perancangan khususnya untuk
memahami konsep penempatan transportasi vertikal dan pemilihan jenisnya pada
perancangan bangunan rumah sakit.

1. Lift
Lift merupakan fasilitas lalu lintas vertikal baik bagi petugas RS maupun untuk pasien.
Oleh karena itu harus direncanakan dapat menampung tempat tidur pasien. 2
Persyaratan. 1 Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar pintunya tidak
kurang dari 1,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur dan stretcher bersama-
sama dengan pengantarnya. 2 Lif penumpang dan lift service dipisah bila dimungkinkan.
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Kelas B 103 Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Kementerian Kesehatan RI 3 Jumlah, kapasitas,
dan spesifikasi lif sebagai sarana hubungan vertikal dalam bangunan gedung harus
mampu melakukan pelayanan yang optimal untuk sirkulasi vertikal pada bangunan,
sesuai dengan fungsi dan jumlah pengguna bangunan RS. 4 Setiap bangunan RS yang
menggunakan lif harus tersedia lif kebakaran yang dimulai dari lantai dasar bangunan
ground floor. 5 Lif kebakaran dapat berupa lif khusus kebakaranlif penumpang biasalif
barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan darurat dapat
digunakan khusus oleh petugas kebakaran.

Gambar 7. Transportasi dalam Gedung (Lift)


20
2. Tangga
Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan
mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang
memadai. 2 Persyaratan. 1 Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran
seragam Tinggi masing-masing pijakantanjakan adalah 15 – 17 cm. 2 Harus memiliki
kemiringan tangga kurang dari 60 . 3 Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa
usungan dalam keadaan darurat, untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya
kebakaran atau ancaman bom 3 Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat
membahayakan pengguna tangga. 4 Harus dilengkapi dengan pegangan rambat handrail.
Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Kelas B 101 Direktorat Bina Pelayanan
Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Pegangan rambat
pada tangga 5 Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65 cm ~ 80
cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian ujungnya
harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang. 6 Pegangan
rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-ujungnya puncak dan bagian
bawah dengan 30 cm. 7 Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang
sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.

Gambar 7.1 (Tangga)

21
F. Sistem Telekomunikasi Dalam Bangunan
Persyaratan komunikasi dalam rumah sakit dimaksudkan sebagai penyediaan sistem
komunikasi baik untuk keperluan internal bangunan maupun untuk hubungan ke luar, pada
saat terjadi kebakaran dan/atau kondisi darurat lainnya. T ermasuk antara lain: sistem
telepon, sistem tata suara, sistem voice evacuation, dan sistem panggil perawat. Penggunaan
instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat dimungkinkan asal memenuhi pedoman dan
standar teknis yang berlaku.

 Persyaratan Teknis Instalasi Tata Suara


 Setiap bangunan rumah sakit dengan ketinggian 4 lantai atau 14 m keatas, harus
dipasang sistem tata suara yang dapat digunakan untuk menyampaikan pengumuman
dan instruksi apabila terjadi kebakaran atau keadaan darurat lainnya.
 Sistem peralatan komunikasi darurat sebagaimana dimaksud pada butir 1) di atas
harus menggunakan sistem khusus, sehingga apabila sistem tata suara umum rusak,
maka sistem telepon darurat tetap dapat bekerja.
 Kabel instalasi komunikasi darurat harus terpisah dari instalasi lainnya, dan
dilindungin terhadap bahaya kebakaran, atau terdiri dari kabel tahan api.
 Harus dilengkapi dengan sumber/pasokan daya listrik untuk kondisi normal maupun
pada kondisi daya listrik utama mengalami gangguan, dengan kapasitas dan dapat
melayani dalam waktu yang cukup sesuai ketentuan yang berlaku.
 Persyaratan sistem komunikasi dalam gedung harus memenuhi:
o UU No. 32 tahun 1999, tentang Telekomunikasi.
o PP No. 52/2000, tentang Telekomunikasi Indonesia.

 Sistem Panggil Perawat (Nurse Call)


Panel kontrol SPP harus :
 mempunyai mikrofon. speaker dan handset. Handset dilengkapi kabel dengan
panjang 910 mm (3 ft). Handset harus mampu menghubungkan dua arah komunikasi
antara perawat dan pos pemanggil yang dipilih. Mengangkat handset akan mematikan
mikrofon/speaker.
 Tombol penunjuk atau layar sentuh dengan bacaan digital
 secara visual memberitahu lokasi panggilan dan menempatkannya dalam sistem,
meliputi, nomor ruang dan tempat tidur
 Panggilan dari pos darurat yang ditempatkan di dalam toilet atau kamar mandi.
 Sinyal visual untuk panggilan yang datang harus tetap ditampilkan pada setiap saat
sampai panggilan terjawab atau dibatalkan pada pos pemanggilan.

22
 Panel Kontrol SPP yang menggunakan daya listrik arus bolak balik haruslah
disambungkan ke panel daya listrik darurat arus bolak balik. Suatu UPS harus
disediakan di lokasi panel kontrol SPP untuk menyediakan daya darurat.

Gambar 8. Speaker

23
G. Sistem Akustik
Akustik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang suara, yang dalam
perkembangannya bersentuhan dengan berbagai disiplin ilmu seperti fisiologi, psikologi,
audiologi, musik, komunikasi, kedirgantaraan, kelautan arsitektur, perencanaan kota,
rekayasa, dan lain-lain. Suara atau biasa disebut pula dengan istilah "bunyi" adalah suatu
bentuk gelombang sebagaimana bentuk gelombang yang lain, yang berperanan dalam
membawa informasi dalam berbagai medium perambatannya, Bunyi merupakan sensasi
pendengaran lewat telinga yang timbul akibat penyimpangan tekananudara akibat benda
yang bergetar. Kecepatan rambat gelombang bunyi di udara pada temperatur ruang (20ºC)
sekitar 344 m per detik, Mangunwijaya (1997).
Penataan bunyi pada bangunan mempunyai dua tujuan, yaitu untuk kesehatan (mutlak) dan
untuk kenikmatan (diusahakan). Penataan bunyi akan melibatkan empat elemen yang harus
dipahami yaitu: sumber bunyi (sound source), penerima bunyi (receiver), media, dan
gelombang bunyi soundwave Satwiko, Prasasto (2003).
rumah sakit adalah tempat yang membutuhkan ketenangan ekstra bagi para dokter dan
perawat dalam menjalankan aktivitasnya serta pasien baik itu yang hanya datang memeriksa
maupun yang diopname. Rumah sakit umum daerah yang berada pada kota mamuju
merupakan rumah sakit dengan bangunan berlantai banyak dan aktivitas didalam dan diluar
bangunan sangat padat, untuk bangunan rumah sakit disetiap lantainya sangat banyak
aktivitas yang terjadi antara pasien, perawat, dokter dan pengunjung yang lalu-lalang,
terutama pada lantai tiga yang merupakan ruang perawatan umum yang dapat dijangkau oleh
setiap kalangan bawah menengah keatas dan secara tidak langsung berakibat banyaknya
kunjungan dari berbagai kalangan sekaligus dalam pencapaiannya tidak terlalu tinggi pas
berada pada pusat bangunan.

Gambar 9. Pendaftaran Pasien

24
H. SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH ATAU LIMBAH
1. PENGELOLAAN SAMPAH
a. Klasifikasi Jenis Sampah
Jenis sampah dibedakan menjadi dua kelompok, yakni sampah medis dan sampah
non-medis.
 Sampah Medis
Sampah Medis, bisa disebut pula sampah klinis yang berasal dari pelayanan medis,
perawatan, gigi, farmasi atau yang sejenisnya, pengobatan, dan perawatan yang
menggunakan bahan beracun, infeksius, berbahaya atau bisa membahayakan
kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Berdasarkan potensi bahaya yang
terkandung dalam sampah medis, maka jenisnya dapat digolongkan sebagai berikut:
- Sampah Benda Tajam
Adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian
menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda
tajam tersebut dapat menyebabkan cidera melalui sobekan atau tusukan. Benda
tajam terbuang bisa mengkontaminasi darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi,
bahan beracun, citotoksik ataupun radioaktif. Selain itu bahaya lainnya adalah
infeksi atau cidera juga potensi penularan penyakit bila benda tajam tersebut
digunakan untuk pengobatan pasien infeksi.
- Sampah Infeksius
Sampah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit
menular ataupun limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan
mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
- Sampah Jaringan Tubuh
Meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh yang dihasilkan saat
pembedahan atau otopsi.
- Sampah Citotoksik
Adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat
citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik.
- Sampah Farmasi
Sampah yang berasal dari: obat kadaluwarsa, obat yang terbuang karena tidak
memenuhi spesifikasi atau kemasan terkontaminasi, obat yang dikembalikan
oleh pasien, obat yang tidak lagi diperlukan oleh rumah sakit termasuk semua
limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
- Sampah Kimia
Dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, veterinari,
laboratorium, proses sterilisasi dan riset.
25
- Sampah Radioaktif
Bahan yang terkontaminasi oleh radio isotop yang berasal dari penggunaan
medis. Sampah tersebut dapat berasal dari tindakan radiologi.
 Sampah Non-Medis
Sampah Non-Medis, merupakan buangan padat (solid waste), di luar sampah
medis atau klinis. Pada umumnya sampah non-medis berasal dari :
- Aktivitas kantor administrasi berupa kertas dan alat tulis.
- Aktivitas dapur dan bagian gizi berupa sampah mudah busuk yang berasal dari
penyiapan pengolahan dari penyajian makanan, sisa pembungkus, sisa
makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain.
- Aktivitas laundry berupa pembungkus dan kemasan.
- Aktivitas halaman/kebun berupa sisa pembungkus, daun ranting, debu.
- Aktivitas umum berasal dari pengunjung berupa kemasan makanan-minuman,
sisa makanan.
b. Sistem Pengumpulan dan Seleksi
Sistem pengumpulan sampah menggunakan bin (bak sampah) dengan pembedaan
warna pada kantong plastik pengumpul dan tulisan berdasarkan seleksi. Pengelolaan
pengumpulan dan seleksi menggunakan prosedur yang telah dipakai saat ini yaitu :
1. Hitam untuk umum
2. Kuning untuk pasien
3. Merah untuk medis infeksius
4. Biru untuk medis non-infeksius
c. Prasarana Pengumpul
Sampah ditampung di tempat produksi sampah untuk sementara. Penampungan tidak
boleh lebih dari 1 jam untuk sampah infeksius, citotoksik dan radio aktif. Sedangkan
aktivitas dapur dengan produksi sampah organik basah terbanyak, penampungan
tidak boleh lebih dari 5 jam. Untuk itu setiap unit hendaknya disediakan tempat
penampung dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis dan
jumlah sampah serta kondisi setempat. Untuk beberapa hal sampah bisa diangkut
langsung ke tempat penampungan blok atau pemusnahan.
d. Estimasi Sampah Yang Dihasilkan (kg) Per Hari
Estimasi sampah yang dihasilkan gedung baru rumah sakit dihitung sebesar 2,045 kg
per orang per hari. Total estimasinya adalah sebagai berikut.

26
Berdasarkan estimasi di atas, total sampah yang dihasilkan rumah sakit adalah 2045
kg per hari.
e. Persentase Pembagian Jenis Sampah dan Jenis Pengelolaan
Tabel persentasi pembagian jenis sampah dan jenis pengelolaannya adalah sebagai
berikut.

Gambar 10. Tempat Sampah

27
2. PENGELOLAAN LIMBAH
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang  dihasilkan dari kegiatan rumah sakit
dalam bentuk padat, cair dan gas. Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan
adalah tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat dapat menjadi tempat sumber
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan
gangguan kesehatan, juga menghasilkan limbah yang dapat menularkan penyakit.

Limbah Rumah Sakit bersifat berbahaya bagi kesehatan lingkungan, dan bagi
masyarakat di lingkungan Rumah Sakit dan sekitar. Limbah Rumah Sakit jika tidak
dikelola dengan baik dan sesuai aturan dapat mencemari lingkungan. Untuk menghindari
risiko tersebut maka diperlukan pengelolaan limbah di rumah sakit.

Tempat sampah

28
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Sistem plambing merupakan suatu pekerjaan yang meliputi sistem pembuangan air limbah
atau air buangan (air kotor dan air bekas), sistem venting, air hujan dan penyediaan air
bersih. Perencanaan sistem plambing harus dilaksanakan bersamaan dan sesuai dengan
tahapan perencanaan bangunan.
2. Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan perencanaan sistem plambing air bersih,
sistem plambing air bekas dan sistem plambing air hujan untuk Rsud Prov.Sulawesi Barat
(Mamuju).
3. Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting dalam perancangan ruang. Ruang yang
telah dirancang tidak dapat memenuhi fungsinya dengan baik apabila tidak disediakan akses
pencahayaan
4. Fungsi utama pencahayaan adalah sebagai penerang ruang untuk mendukung kegiatan yang
berlangsung dalam ruang tersebut.
5. Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya
alami. Dimana pencahayaan buatan sangat diperlukan apabila posisi ruangan sulit dicapai
oleh pencahayaan alami atau saat pencahayaan alami belum mencukupi.
6. Penghawaan alami merupakan suatu sistem sirkulasi udara dengan cara memasukkan udara
dari luar ruang ke dalam ruang. Kelancaran akan sirkulasi udara dapat kita ciptakan dengan
adanya lubang/ bukaan (jendela, lubang ventilasi) pada fasad bangunan.
7. Penghawaan buatan di sini memiliki pengertian bahwa udara dalam ruang dikondisikan
berdasarkan beban kalor yang terjadi pada ruangan tersebut.
8. Keamanan adalah suatu kondisi yang melindungi properti milik RS, sumber daya manusia
RS, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan RS dari bahaya
pengrusakan dan kehilangan atau akses serta penggunaan oleh mereka yang tidak
berwenang.
9. Rumah Sakit yang memiliki luas bangunan yang besar, diperlukan juga sistem pengawasan
CCTV yang besar. Selain harus menjamin kesehatan dan kesembuhan semua pasien, tidak
lupa juga memperhatikan keamanan setiap kegiatan yang terjadi di dalamnya
10. Lift merupakan fasilitas lalu lintas vertikal baik bagi petugas RS maupun untuk pasien. Oleh
karena itu harus direncanakan dapat menampung tempat tidur pasien.
11. Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan
mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang
memadai. 2 Persyaratan.
12. Persyaratan komunikasi dalam rumah sakit dimaksudkan sebagai penyediaan sistem
komunikasi baik untuk keperluan internal bangunan maupun untuk hubungan ke luar, pada
saat terjadi kebakaran dan/atau kondisi darurat lainnya.
13. Akustik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang suara, yang dalam
perkembangannya bersentuhan dengan berbagai disiplin ilmu seperti fisiologi, psikologi,
audiologi, musik, komunikasi, kedirgantaraan, kelautan arsitektur, perencanaan kota,
rekayasa, dan lain-lain.

29
14. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang  dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam
bentuk padat, cair dan gas.
B. DOKUMENTASI

Gambar Tampak depan Rsud Prov. Sulawesi Barat

Gambar Tampak Belakang Rsud Prov. Sulawesi Barat

30
DAFTAR PUSTAKA

https://rsud.sulbarprov.go.id/sejarah/
http://bppsdmk.kemkes.go.id/info_sdmk/info/fasyankes.php?unit=7604023
https://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/24985/127020015.pdf?
sequence=1&isAllowed=y
http://www.lamjaya.com/id/sistem-pengawasan-cctv-yang-diperlukan-rumah-sakit/
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/modul/article/download/23295/15204
https://text-id.123dok.com/document/wye1d141z-tangga-1-lift-elevator-1-sistem-hubungan-
transportasi-vertikal-dalam-rumah-sakit.html
https://simbg.pu.go.id/file/Konsultasi/51678/Dokumen/11614b53380a0c54c1dbd514203fd28a.pdf
https://krakataumedika.com/info-media/artikel/pengelolaan-limbah-rumah-sakit

31

Anda mungkin juga menyukai