Anda di halaman 1dari 18

A NA L I SI S KEMA MPU A N PEMEC A HA N MA S A LA H MA TEMA TI KA

DI TIN JA U DA RI GA Y A BELA JA R SI S WA TER HA D A P

MOD EL PR OBLEM BA S ED LEA R NI N G

Risca Fratiwi1
1
Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Samudra
1
E-mail: riscafratiwi11@gmail.com

Abstrak
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui (1) deskripsi kemampuan pemecahan
permasalahan matematika siswa yang dilihat dalam gaya belajarnya terhadap PBL serta (2)
keterlibatan PBL pada kemampuan pemecahan permasalahan matematika. Pokok didalam
penelitian ini merupakan 6 siswa kelas VIII. 5 SMP Negarai 3 Langa Tahun 2020/2021, yang
diseleksi dari macam – macam jenis gaya belajar. Gaya belajar bagi modalitasnya dibagi
menjadi 3 kelompok gaya belajar yaitu: visual, auditorial, serta kinestetik. Pemilihan subjek
penelitian ini dengan purposive sampling. Tata cara pengumpulan informasi dalam penelitian
ini memakai angket gaya belajar, uji/tes kemampuan pemecahan permasalahan matematika,
serta wawancara. Analisis informasi dicoba dengan metode penyajian informasi, reduksi,
verifikasi, triangulasi, serta kesimpulan. Hasil penelitian menampilkan:(1) kelas VIII.5
didominasi siswa jenis gaya belajar auditorial,(2) siswa dengan cara gaya belajar visual
mempunyai tingkatan kemampuan pemecahan permasalahan matematika yang lumayan,(3)
siswa dengan jenis gaya belajar auditorial mempunyai tingkatan kemampuan pemecahan
permasalahan matematika yang lumayan,(4) siswa dengan jenis gaya belajar kinestetik
mempunyai tingkatan pemecahan permasalahan matematika yang lumayan, serta(5) segala
indikator kemampuan pemecahan masalah matematika bisa terpenuhi terhadap model
pembelajaran PBL apabila segala fase – fase PBL dilaksanakan dengan baik.
Kata Kunci: Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika, PBL, Gaya Belajar

Abstract

The purpose of this study was to find out (1) the description of students' mathematical
problem solving abilities seen in their learning style towards PBL and (2) the involvement of
PBL in mathematical problem solving abilities. The subjects in this study were 6 students of
class VIII. 5 SMP Negarai 3 Langa Year 2020/2021, which were selected from various types
of learning styles. Learning styles for modalities are divided into 3 groups of learning styles,
namely: visual, auditory, and kinesthetic. The subject of this research was selected by
purposive sampling. The procedure for collecting information in this study used a learning
style questionnaire, a test/test of mathematical problem solving abilities, and interviews.
Information analysis was tried with the methods of presenting information, reduction,
verification, triangulation, and conclusions. The results of the study show: (1) class VIII.5 is
dominated by auditory learning style students, (2) students with visual learning style have a
decent level of mathematical problem solving ability, (3) students with auditory learning style
type have problem solving ability levels decent mathematics, (4) students with kinesthetic
learning styles have a decent level of mathematical problem solving, and (5) all indicators of
mathematical problem solving ability can be met in the PBL learning model if all PBL phases
are carried out properly.

Keywords: Mathematical Problem Solving Ability, PBL, Learning Style


1. PENDAHULUAN

Pendidikan nasioanal bertujuan untuk menumbuhkan keterampilan dan membentuk


sifat serta peradaban bangsa yang bergengsi didalam mencerdaskan kehidupan suatu bangsa,
dan berkembangnya suatu kemampuan siswa untuk dijadikan seseorang yang beriman serta
bertakwa kepada sang pencipta, berakhlak mulia, sehat, berwawasan, kreatif, cerdik, mandiri
dan juga bisa menjadi warga negara yang demokratis serta bisa bertanggung jawab penuh.

Pendidikan yang dapat membantu suatu pembagunan di masa sekarang ialah


pendidikan yang dapat menumbuhkan serta mengembangkan kemampuan siswa, sehingga
siswa dituntut untuk dapat mempraktikan apa yang ia dapat di sekolah agar mampu melewati
sebuah masalah yang harus dihadapinya didalam kehidupan sehari – hari pada waktu
sekarang ini, maupun untuk kelak nanti. Sebagai mata pelajaran yang sangat berpengaruh dan
memiliki peran yang penting di dunia pendidikan dan didalam memecahkan masalah didalam
kehidupan sehari – hari ialah matematika. Walaupun tidak semua hal permasalahan –
permasalahan itu yang termasuk permasalahan matematis, akan tetapi matematika
mempunyai peran penting didalam menjawab suatu permasalahan di kehidupan sehari – hari.

Maka dari itu matematika merupakan bidang studi yang diharuskan kepada semua
jenjang pendidikan dimulai dari SD dengan bekal siswa untuk berkemampuan dan berfikir
dengan logika, tersusun, sistematis, kritis, serta inovatif beserta mampu bekerja sama dengan
baik. Hal ini dikarenakan matematika menjadi sumber untuk ilmu yang lain, serta
pengembangannya berkaitan erat dengan matematika, ma dari itu bidang studi matematika
sangat bermanfaat bagi siswa sebagai pelajaran awal bagi bekal pelajaran lain. Daripada itu
diinginkan supaya siswa bisa meraih tujuannya dengan belajar matematika itu sendiri, seperti
yang tercantum didalam (Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006.)

Keberhasilan peserta didik didalam suatu pembelajaran tidak dapat dilihat hanya dari
segi kognitif saja. Romberg dan Montgomery (Shumway,1980) menyatakan bahwasanya
suatu prestasi ataupun keberhasilan suatu pembelajaran dapat dipengaruhi dengan adanya
perbedaan motivasi ataupun taraf kemajuan berfikir yang dimiliki oleh masing – masing
peserta didik. Sehingga diperlukannya metode ataupun strategi pembelajaran didalam
menyampaikan materi yang bukan hanya memperhatikan karakteristik seorang siswa itu
sendiri, melainkan harus memperhatikan juga faktor – faktor dari luar siswa sehingga
kemampuan yang diinginkan dapat terwujud begitu juga dengan hasil belajar siswa yang akan
meningkat.
Popham(1995) mengatakan bahwasanya seharusnya didalam segi afektif lebih
signifikan ketimbang segi kognitif. Dikarenakan segi afektif pun dapat membantu didalam
menentukan pencapaian akhir suatu pembelajaran. Akan tetapi ada beberapa bagian dari segi
afektif yang kurang diperhatikan ataupun dipedulikan, serta belum banyak juga yang
mengangkatnya didalam penelitian, seperti sebuah apresiasi.

Akinsola dan olowojaiye (2008) mengemukakan bahwasanya hal – hal yag dapat
menyebabkan kesuksesan seorang siswa didalam suatu pembelajaran yaitu dengan cara
menghargai dan mengapresisasikan terhadap pelajaran tersebut, salah satunya matematika.
Selain daripada itu dapat pula mengapresiasikan sikap positif terhadap matematika yang
mana merupakan suatu faktor yang mendukung serta berpengaruh didalam kinerja serta
prestasi siswa didalam pembelajaran matematika.

Supardi (2010) berpendapat bahwasanya matematika merupakan sebuah pelajaran


yang tidak menyenangkan dan sangat membosankan serta pula menakutkan dikarenakan
banyaknya rumus maupun angka didalam suatu pembelajaran matematika. Hal ini pun
diperkuat dengan adanya pernyataan oleh Utami(2011) bahwasanya sebagian dari siswa itu
kurang menyadari pentingnya penguasaan ilmu matematika, maka dari itu pula yang
menyebabkan juga kurangnya mengapresiasikan terhadap matematika maupun didalam
mengikuti kegiatan pembelajaran matematika.

2. KAJIAN PUSTAKA
A. Kemampuan Pemecahan Masalah

Didalam suatu pemecahan masalah sering kita dapati beberapa macam gabungan
rancangan dan kemampuan didalam masalah baru maupun masalah gabungan rancangan dan
kemampuan didalam masalah lainnya. Keterampilan pemecahan permasalahan sangat terikat
dengan keterampilan siswa didalam membaca serta mempelajari pembahasan tes cerita,
menyampaikan persoalan matematika, membuat perhitungan untuk persoalan matematika,
dan menpersiapkan perhitungan daripada persoalan persoalan tersebut. Agar menggapai
kemampuan pemecahan masalah matematika yang baik, yaitu dengan adanya hubungan yang
seimbang baik dengan siswa ke siswa lainnya maupun dari siswa dengan gurunya.

Mulyono Abdurrahman(1999:257) mengatakan bahwasanya pemecahan masalah


didalam matematika terdiri dari 4 langkah yaitu :

1. Mengerti permasalahan seperti perkenalan daripada apa yang telah didapat ataupun
tidak dari hasiil yang tersedia serta apa yang ingin dimiliki.
2. Membuat rancangan. Adapun pada tahap ini diperlukannya untuk mengetahui
interaksi antara data yang sudah ada, maupun dengan data yang masih dicari dengan
menggunakan alat peraga. Maka dari itu haruslah dibuat sebuah rancangan
pemecahan masalah dengan memperhatikannya, seperti apakah siswanya pernah
menemukan permasalahan sebelumya, serta apakah siswanya mampu memakai
teorema untuk menjawab permasalahan.
3. Melakukan rancangan yang sudah dibuat dengan baik cara – cara yang sudah ada.
4. Memeriksa ulang. Memperhatikan lagi rancangan – rancangan yang sudah dibuat
sesuai dengan cara – cara yang dilakukan didalam pemecahan masalah.

Pemecahan masalah yang diarahkan disekolah, dikarekan permasalahan –


permasalahan kuantitatif yang didapatkan didalam kehidupan sehari – hari terlihat seperti
permasalahan sederhana untuk dipecahkan permasalahan didalam buku paket – paket SMP.
Murid sudah biasa melihat interaksi diantara apa pun yang diarahka dari sekolah dengan apa
yang sudahj terjadi didalam kehidupan nyata. Pemacahan yag diarahka oleh sekolah dapat
mengurangi masalah diantara permasalahan matematika di dunia nyata maupun dengan
permasalahan yang ada didjalam kelas. Pemecahan masalah matematika tentunya akan
mengarahkan siswa agar lebih bersifat dan berpikir kreatif dan juga positif terhadap
matematika, pemecahan masalah bisa dipakai untuk mengetahui interaksi diantara pokok –
pokok serta interaksi diantara matematika maupun terhadap pelajaran yang lain. (Idris Harta,
2001: 174).

B. Gaya Belajar

Sesuai KBBI, gaya merupakan sebuah perilaku untuk menyerap suatu hal. Gaya
belajar adalah suatu cara yang diminati didalam membuat sebuah aktifitas berpikir, berproses
dan mengerti sebuah data. Hasil riset menyatakan bahwa siswa yang belajar dengan gaya
belajar mereka yang sesuai, saat mengerjakan uji, akan meraih nilai yang jauh lebih besar
dibanding apabila mereka belajar dengan hal yang tidak sesuai dengan gaya belajar mereka
( Adi W. Gunawan, 2004: 139). Gaya belajar tiap orang merupakan campuran dari 5 jenis
ialah diantaranya:

 Lingkungan: volume, sinar, suhu, rancangan,


 Emosi: semangat, gigih , bertanggung jawab, terstruktur
 Sosiologi: personal, partner, kolektif , tim, berumur, bermacam – macam
 Fisik: sudut pandang, pendapatan, zaman, pergerakan.
 Psikologis: mendunia, otak kiri – otak kanan, implusif/reflektif.

Mengenali jenis belajar siswa menolong guru buat bisa mendekati seluruh ataupun
nyaris seluruh siswa hanya dengan mengantarkan data dari gaya yang bermacam – macam
yang disamakan dengan jenis belajar siswa. Gaya belajar seorang merupakan campuran dari
gimana dia meresap, setelah itu dia mengendalikan dan mencerna data ( DePotter, 2001: 110)
Pada dini pengalaman belajar, salah satu diantara tahap – tahap awal kita merupakan
mengidentifikasi modalitas seorang, ialah bersumber pada pada visual( penglihatan),
auditorial( rungu) serta kinestetik( sentuhan serta gerakan). Ini yang kita tahu dengan nama
modalitas V- A- K.

a. Gaya Belajar Visual

Bagi siswa untuk cara belajar visual, bersama – sama berperan berarti merupakan
mata/ penglihatan ( visual). Bagi Irvine Clarke IIIdkk( 2006) pelajar visual terbaik
mengetahui apa yang mereka amati, semacam foto, diagram, flow chart, garis, waktu, film,
serta demonstrasi. Di dalam perihal ini tata cara guru dalam mengajarkan hendaknya lebih
banyak ataupun dititik beratkan pada alat peraga ataupun media. Rangkul mereka ke objek –
objek yang terkait pembelajaran ataupun dengan metode menampilkan perlengkapan
peragaanya kepada peserta didik dengan mencontohkannya secara langsung.

Sifat – sifat gaya belajar visual ialah sebagai berikut:

1. Apik serta tertib.


2. Bicara dengan pas.
3. Cermat terhadap perinci.
4. Lebih memperhatikan penampilan dan berpakaian/ presentasi.
5. Tidak gampang bergantung akan keramaian.
6. Lebih mudah mengingat sesuai yang dilihat dibandingkan dengan yang didengar.
7. Lebih menyukai membaca ketimbang dibacakan.
8. Membaca kilat serta gigih.
9. Kerap kali mengenali apa yang wajib dikatakan, tetapi tidak pandai memilah kata–
kata.
10. Lebih suka melaksanakan demontrasi dibandingkan ceramah.
11. Mengingat dengan asosiasi visual.
12. Lebih menyukai musik ketimbang seni.
13. Kerap menanggapi persoalan dengan jawaban pendek ya ataupun tidak.
14. Memiliki permasalahan untuk mengingat pendidikan lisan kecuali bila ditulis, kerap
kali memohon dorongan orang buat mengulanginya.
15. Kerapkali mengenali apa yang wajib dikatakan, namun tidak pandai memilah kata–
kata.
16. Kadang kala kehabisan konsentrasi kala mereka mau mencermati.
b. Gaya Belajar Auditorial

Siswa yang berjenis auditorial lebih mengedepankan pencapaian belajarnya dengan


menggunakan pendengaran melalui gendang telinga (indra pendengaran). Sepeti halnya
mendengar ceramah serta mendengar penjelasan guru ataupun mendengarkan bahan audio
semacam kaset dan yang lainnya.

Sifat – sifat cara belajar auditorial ialah sebagai berikut:

1. Waktu bekerja sering berbicara dengan diri sendiri.


2. Berpenampilan baik
3. Mempelajari sesuatu hal dengan cara mendengarkan serta mengingat kembali apa
yang telah didiskusikan daripada yang mereka lihat.
4. Menyukai membaca dengan suara yang besar serta mendengarkannya.
5. Pada saat membaca mereka sering menggerakkan bibirnya dan mengucapkannya
tulisan yang ada didalam buku.
6. Bermasalah dengan pekerjaran – pekerjaan yang mengaitkan visualisasi semacam
membagi bagian yang sama rata satu sama lainnya.
7. Umumnya ia seorang pembicara yang bijak.
8. Lebih pintar mengeja dengan suara yang besar ketimbang menuliskannya.
9. Lebih menyukai hiburan langsung ketimbang membaca buku.
c. Gaya belajar kinestetik

Kemampuan kinestetik mencakup keterampilan seseorang yang lebih aktif memakai


anggota – anggota bagian tubuhnya untuk melakukan komunikasi serta memecahkan suatu
permasalahan.

Sifat – sifat cara belajar kinestetik ialah :

1. Berkata santai.
2. Berpenampilan rapi.
3. Tidak terlalu bermasalah dengan adanya keributan.
4. Lebih menyukai pembelajaran langsung dengan adanya praktek.
5. Lebih banyak bergerak dan pada saat menghafal suka melihat sekeliling.
6. Pada saat membaca sering memakai jari.
7. Kesulitan dalam hal menulis akan tetapi hebat dalam hal bercerita.
8. Lebih menyukai buku – buku yang mengarah ke plot mereka yang
menggambarkan aksi dengan cara gerakan tubuh pada waktu membaca.
9. Biasanya tulisaanya kurang bagus.
10. Lebih suka akan sebuah permainan yang menyibukkan.
(De.Potter, 2001 : 120)
C. Problem Based Learning (PBL)

Adapun yang dapat mempengaruhi siswa akan hal tersebut salah satunya yaitu model
pembelajaran. Dengan adanya gaya pembelajaran yang efektif dapat pula mempengaruhi
minat belajar siswa, seperti bentuk pengkajian yaitu dengan adanya model Problem Based
Learning. PBL ini adalah suatu bentuk pengkajian yang bisa membantu keadaan belajar siswa
yaitu dengan cara membuat siswa lebih aktif dan lebih kreatif lagi didalam menyelesaikan
sebuah masalah. Dengan cara ini masalah yang ada dikehidupan sehari – hari sebagai sesuatu
konteks didalam pembelajaran siswa seperti cara berfikir secara kritis maupun
kemampuannya didalam menyelesaikan sebuah masalah. Selain itu, tujuan dari pembelajaran
berbasis masalah (PBL) ini berupaya agar perserta didik dapat mengakses dan
mengembangkan lagi secara lebih luas seperti, mengembangkan konsep serta menyelesaikan
masalah yang berkaitan sesuai pembelajaran yang telah guru ajarkan pada jenjang
persekolahan. Lain halnya , dasar tujuan ilmu matematika itu sendiri ialah memahami suatu
konsep matematika serta ada kaitannya didalam kehidupan nyata, mempunyi kemampuan
tentang lingkungan disekitar dan juga agar bisa berkembangnya kemampuan untuk
lingkungan disekitar, serta dapat memecahkannya yang dituangkan didalam suatu media
pembelajaran.

Widada (2015) menyatakan bahwa, media pembelajaran adalah suatu alat yang dapat
membantu didalam komunikasi matematika sehingga bisa menolong peserta didik didalam
mencapai sebuah tujuan konsep dari matematika itu sendiri dengan lebih efisien.

Tidak hanya dengan melakukan pendekatan pendidikan yang pas, ada beberapa hal
yang menunjang tercapainya belajar matematika, yaitu ialah gaya belajar siswa, cara belajar
siswa adalah suatu alternatif yang lebih digemari didalam melakukan suatu proses berpikir
serta mengerti akan suatu hal. Jawaban dari kenyataan riset membuktikan bahwasanya
peserta didik yang memakai cara belajar yang lebih dominan, saat menjawab soal, akan
menghasilkan hasil yang cukup baik bagi peserta didikyang sesuai dengan diri mereka, begitu
pun sebaliknya. Terdapat beberapa macam gaya belajar diantaranya ialah gaya belajar visual,
auditorial, serta kinestetik. (Adi W.Gunawan,2004:139)

Berdasarkan uraian tersebut yang diatas, peneliti merasa perlu melakukan penelitian
yang berjudul “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau dari Gaya
Belajar Siswa terhadap Model Problem Based Learning”. Adapun rumusan masalah yang
dikaji adalah : (1) bagaimanakah gambaran kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa berdasarkan gaya belajar siswa terhadap PBL? dan (2) bagaimana keterkaitan
kemampuan pemecahan masalah maematika dengan PBL?. Berdasarkan permasalah yang
sudah diidentifikasi, maka tujuan daripada penelitian ini ialah: (1) mendeskripsikan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII berdasarkan gaya belajar
terhadap PBL dan (2) mengetahui keterkaitan kemampuan pemecahan masalah maematika
siswa dengan PBL. Adapaun hasil dari penelitian ini diharapkan bisa dipakai selaku bahan
rujukan ataupun masukan tentang gaya pendidikan yang bisa dipakai selaku alternatif
didalam membimbing dalam bentuk usaha kenaikan kemampuan pemecahan
permasalahan maematika siswa dengan gaya belajar siswa yang berbeda – beda. Tidak
hanya itu penelitian ini pula diharapkan bisa membagikan spekulasi dalam bentuk revisi
serta peningkatan cara pendidikan di sekolah untuk tingkatkan hasil prestasi pembelajaran
siswa didalam pendidikan matematika.

3. METODE PENELITIAN

` Penelitian ini memakai metode pendekatan kualitatif. Penelitian ini berupaya agar
mendeskripskan kemampuan pemecahan permasalahan matematika siswa kelas VIII
bersumber pada gaya belajar visual, auditorial, serta kinestetik. Enam (6) siswa subjek
penelitian diseleksi dari ilustrasi penelitian kelas eksperimen dengan metode purposive
sampling. Menurut Sugiyono (2013), Purposive Sampling merupakan metode pengambilan
ilustrasi sumber informasi dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini
berdasarkan hasil kuisioner gaya belajar. Informasi didalam penelitian ini didapat dari
kuesioner gaya belajar siswa, uji/tes kemampuan pemecahan masalah matematika, dan
wawancara kemampuan pemecahan masalah matematika yaitu pada pokok penelitian.
Kuesioner gaya belajar yang digunakan didalam penelitian ini merupakan kuesioner gaya
belajar siswa yang sudah dihadapi sebagian pergantian. Uji/tes kemampuan pemecahan
permasalahan matematika yang digunakan pada penelitian ini sudah memenuhi kriteria valid
serta reliabel. Begitu pula butir- butir soal pada uji/tes kemampuan pemecahan permasalahan
matematika pula sudah memenuhi kriteria validitas butir soal, tingkatan kesukaran butir soal,
serta energi pembeda butir soal. Supaya memperoleh hasil yang mendalam akan kemampuan
pemecahan masalah matematika hingga dicoba wawancara yang tidak tersusun/terstruktu.
Adapun penuntun wawancara yang digunakan cuma berbentuk garis besar persoalan yang
hendak ditanyakan kepada subjek penelitian. Keabsahan informasi dalam penelitian ini
meliputi derajat keyakinan (credibility), kriteria keteralihan, kriteria kebergantungan
(dependability), serta kriteria kepastian (confirmability). Triangulasi dalam penelitian
merupakan menyamakan informasi hasil uji/tes tertulis keahlian pemecahan permasalahan
matematika, informasi observasi kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
dikelas, serta informasi hasil wawancara kemampuan pemecahan permasalahan
matematika( triangulasi tata cara). Tidak hanya itu pula menyamakan reduksi data dari subjek
berbeda dalam satu kelompok tingkatan kemampun pemecahan permasalahan matematika
yang sama( triangulasi sumber informasi).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengisian kuesioner gaya belajar dilaksanakan untuk mengenali gaya belajar setiap
siswa. Aktivitas pengisian kuesioner gaya belajar dilaksanakan pada hari Senin, 15 Maret
2021 yang diikuti oleh 35 siswa. Hasil pengisian kuesioner bisa dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1.Hasil Kuesioner Gaya Belajar Kelas VIII.5


Tipe Gaya Belajar Jumlah Siswa
Visual 8
Auditorial 21
Kinestetik 4
Visual auditorial 1
Visual kinestetik 1
Total 35
Bersumber pada hasil pengisian kuesioner untuk gaya belajar, hingga diseleksi subjek
penelitian semacam pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2.Subjek Penelitian


No Gaya Belajar Kode Siswa
1 V1
2 Visual V2
3 A1
Auditorial
4 A2
5 Kinestetik K1
6 K2
Pembahasan

Proses pendidikan PBL dilaksanakan sepanjang 3 kali pertemuan sesuai dengan RPP
yang sudah disusun. Buat pertemuan awal dilaksanakan bertepatan pada 15 Maret 2021
pertemuan kedua dilaksanakan pada 22 Maret 2021, serta pertemuan ketiga dilaksanakan
pada 29 Maret 2021. Modul dalam pendidikan ini merupakan Theorema Phytagoras serta
SPLDV. Penerapan posttest kemampuan pemecahan permasalahan matematika dilaksanakan
pada hari Senin, 22 Maret 2021 diikuti oleh 35 siswa. Sehabis siswa melakukan posttest
keahlian pemecahan permasalahan matematika, berikutnya dicoba wawancara terhadap
subjek penelitian supaya memperoleh hasil yang mendalam untuk kemampuan pemecahan
permasalahan matematika subjek penelitian.

Adapun hasil penelitian diperoleh bahwa dari 35 siswa kelas VIII.5 , 8 siswa yang
berjenis gaya belajar visual, 21 siswa yang berjenis gaya auditorial, 4 siswa yang berjenis
gaya belajar kinestetik, 1 siswa yang berjenis gaya belajar visual auditorial, serta 1 siswa
yang bergaya belajar visual kinestetik. Pada penelitian ini fokus gaya belajar hanya pada jenis
gaya belajar visual, auditorial, serta kinestetik. Presentase keberadaan jenis gaya belajar
visual, auditorial, serta kinestetik berturut- turut merupakan 20, 6%, 64, 7%, serta 5, 9%. ini
berarti keberadaan jenis gaya belajar auditorial sangat banyak dibanding dengan jenis gaya
belajar yang lain, setelah itu disusul pada posisi kedua ialah jenis gaya belajar visual, serta
jenis gaya belajar kinestetik.

Penerapan PBL pada pertemuan awal, siswa mengamati permasalahan yang disajikan
pada sesi orientasi siswa pada permasalahan. Siswa pula sanggup mengatakan hal- hal yang
dikenal sesuai dengan konteks permasalahan yang disajikan. Tidak hanya itu, siswa pula
sanggup mengatakan yang ditanyakan pada permasalahan. Perihal ini menampilkan siswa
sanggup mengajukan dugaan(conjecture). Sesi mengorganisasikan siswa memerlukan waktu
yang lumayan lama. Siswa kesusahan dalam mengisi LKS serta menuntaskan LTS. Perihal
ini disebabkan siswa tidak sering memakai dorongan LKS serta LTS dalam pendidikan.
Tidak hanya itu, siswa masih enggan menuliskan data yang dikenal serta ditanyakan dan
berkeinginan agar menghitung penyelesaiannya. Tetapi dikarenakan siswa belum terbiasa
mengalami jenis soal pemecahan permasalahan, siswa kesusahan buat memastikan rumus apa
yang digunakan. Pada sesi membimbing penyelidikan individu serta kelompok, guru
membagikan dorongan pada siswa agar bisa menguasai perkaranya dulu serta menyesuikan
menuliskan hal apa saja yang diketahui dan yang ditanyakan dan membagikan tutorial dalam
menyusun rencana penyelesaian. Kesulitan pada langkah merancang penyelesaian disebabkan
siswa sangat fokus pada satu modul, Teorema Phytagoras, serta tidak mengaitkan dengan
modul lain, yang diperlukan untuk menuntaskan permasalahan.

Sesi meningkatkan serta menyajikan hasil karya pada pertemuan awal menyita waktu
lumayan lama. Siswa saling melempar kepada teman satu kelompoknya agar menyajikan
hasil karya didepan ruang kelas. Perihal ini sebab siswa kurang percaya diri untuk tampak di
depan. Pada pertemuan awal, sebagian kelompok menarik kesimpulan dengan memakai kata
“sama dengan” tidak memakai “merupakan”. Pada dasarnya “sama dengan” serta
“merupakan” mempunyai makna yang sama tetapi berbeda penggunaanya. Setelah itu tiap –
tiap kelompok menyajikan hasil pekerjaan kelompok, guru mengetuai penilaian dari hasil
pembahasan kelompok.

Pada diskusi yang kedua, guru mengajak siswa mengamati kasus yang disajikan pada
sesi penyesuaian siswa pada permasalahan. Siswa sanggup mengatakan yang dikenal serta
ditanya. Siswa pula sanggup mengatakan rumus utama yang digunakan dalam memecahkan
permasalahan. Tidak memerlukan waktu lama untuk mengorganisasi siswa dalam
berkelompok. Pada waktu menuntun pemeriksaan individu serta kelompok, siswa sudah
terbiasa menuliskan langkah- langkah membongkar permasalahan walaupun masih
kesusahan. Pada diwaktu melaksanakan manipulasi matematika, siswa merasa kesusahan
sebab bilangan yang digunakan pada soal dikira sukar. Siswa pula sudah sanggup menarik
kesimpulan tanpa memakai pengoperasian matematika. Pada diskusi yang kedua ini,
penyajian hasil karya tidak banyak menghabiskan waktu seperti pertemuan tadinya sebab
siswa telah melihat dari teman - temannya melaksanakannya.

Pada diskusi yang ketiga, siswa telah terbiasa dengan aktivitas pendidikan yang
dilaksanakan. Dengan diskusi kelompok, siswa bisa memakai LKS serta LTS dengan baik.
Siswa pula bisa memecahkan permasalahan walaupun masih dibimbing guru. Siswa pula
dengan sukarela menyampaikan hasil pembahasan kelompok di depan kelas.

Pada penelitian ini, subjek penelitian untuk gaya belajar visual merupakan subjek V1
serta V2. Pada penanda keahlian mengajukan dugaan (conjecture), subjek V1 serta V2
menuliskan hal- hal yang diketahui pada soal dengan kriteria lumayan. Subjek V1 dan V2
menuliskan perihal yang diketahui dari permasalahan yang disajikan dengan lengkap namun
sangat pendek dalam membagikan penjelasan serta membuat pembaca tidak mengerti . Tetapi
demikian, subjek V1 serta V2 mengerti terhadap apa yang ditulisnya. Perihal ini cocok
dengan kepribadian siswa dengan jenis style gaya belajar visual yaitu, menanggapi persoalan
dengan jawaban pendek. Dalam perihal ini, siswa untuk gaya belajar visual sanggup
menuliskan yang dikenal serta ditanya pada soal dengan lengkap tetapi pendek.

Subjek V1 serta V2 menuliskan yang ditanyakan dari permasalahan yang disampaikan


dengan baik serta benar. Subjek V1 serta V2 mempunyai kriteria lumayan dalam
merumuskan inti yang dipakai didalam pemecahan permasalahan.

Pada indikator kemampuan manipulasi matematika, subjek V1 serta V2 mempunyai


kriteria lumayan dalam menuliskan langkah- langkah pemecahan permasalahan. Bersumber
pada hasil wawancara dengan guru kelas dikenal bahwa siswa tidak dibiasakan dengan
menuliskan langkah – langkah pemecahan permasalahan dalam menuntaskan sesuatu
permasalahan matematika. Begitu pula dengan subjek V1. Subjek V1 tidak menuliskan
langkah – langkah pemecahan disebabkan tidak terbiasa menuliskannya. Tetapi demikian,
subjek V2 sanggup menuliskan langkah – langkah pemecahan permasalahan dengan baik.

Subjek V1 serta V2 mempunyai kriteria lumayan dalam mengerjakan sesuai dengan


algoritma yang benar serta melaksanakan pengeroperasian matematika serta menciptakan
jawaban yang diminta dari soal. Subjek V1 serta V2 tidak sanggup memecahkan
permasalahan no 2 sehingga tidak bisa menciptakan hasil akhir yang diminta soal. Perihal ini
sebab subjek V1 serta V2 tidak menguasai konsep teorema pyhtagoras dengan baik sehingga
tidak bisa mempraktikkan pada permasalahan no 2. Sebaliknya buat permasalahan no 1,
subjek V1 serta V2 membongkar permasalahan no 1 namun dengan langkah yang tidak urut.
Tetapi demikian subjek V2 bisa menciptakan hasil akhir yang diminta soal. Perihal ini sebab
permasalahan no 1 tercantum soal yang tipe soal yang dijadikan latihan dalam pendidikan.
Sebaliknya butir no 2 belum pernah diberikan sbagai latihan pada waktu pendidikan.

Hasil analisis mengenai keahlian melaksanakan manipulasi matematika pada subjek


V1 serta V2 seragam dengan salah satu ciri seorang yang memiliki gaya belajar visual
menurut DePorter serta Hernacki( 2000) yaitu memiliki permasalahan untuk mengingat
instruksi verbal kecuali ditulis. Perihal ini berarti siswa yang memiliki gaya belajar visual
lebih gampang mengingat suatu bila pernah menuliskannya.

Subjek V1 serta V2 mempunyai kriteria lumayan dalam keahlian menarik kesimpulan


dari permasalahan yang disajikan. Subjek V1 serta V2 menuliskan kesimpulan dari
permasalahan yang disajikan namun ada kesalahan. Kesalahan ini ada pada hasil akhir yang
dituliskan pada kesimpulan yang subjek V1 serta V2.
Pada penelitian ini, subjek penelitian untuk gaya belajar auditorial merupakan subjek
A1 serta A2. Pada indikator kemampuan mengajukan dugaan (conjecture), subjek A1 serta
A2 menuliskan hal – hal yang dikenal pada soal dengan kriteria lumayan. Subjek A1
menuliskan perihal yang diketahui pada soal dengan lengkap serta benar. Sebaliknya subjek
A2, pada butir soal no 2, menuliskan perihal yang diketahui pada soal dengan lengkap namun
tidak jelas sehingga pembaca kebimbangan dalam menafsirkannya.

Subjek A1dan A2 mempunyai kriteria baik dalam menuliskan yang ditanyakan dari
permasalahan yang disajikan. Subjek A1 serta A2 mempunyai kriteria lumayan didalam
merumuskan inti yang dipakai didalam pemecahan permasalahan. Subjek A1 merumuskan
inti yang dipakai didalam pemecahan permasalahan. Pada butir soal no 2 subjek A1
merumuskan inti yang digunakan dalam pemecahan permasalahan namun tidak dijabarkan.
Tetapi demikian subjek A1 sanggup menarangkan rumus inti yang digunakan secara lisan
dengan baik serta benar. Sebaliknya subjek A2 menuliskan rumus inti yang digunakan
dengan lengkap serta benar.

Hasil analisis mengenai keahlian mengemukakan perkiraan (conjecture) pada subjek


A1 serta A2 cocok dengan komentar DePorter serta Hernacki (2000) kalau siswa dengan
jenis gaya belajar auditorial ialah merasa kesusahan buat menulis namun hebat dalam
menceritakan. Perihal ini bisa dikenal dari jawaban uji tertulis siswa yang ditulis secara
pendek tetapi mereka sanggup menarangkan pada waktu wawancara.

Pada indikator kemampuan manipulasi matematika, subjek A1 serta A2 mempunyai


kriteria baik dalam menuliskan langkah – langkah pemecahan permasalahan. Subjek A1 serta
A2 menuliskan langkah – langkah pemecahan permasalahan dengan baik serta benar. Subjek
A1 serta A2 mempunyai kriteria lumayan dalam mengerjakan sesuaidengan algoritma yang
benar serta melaksanakan pengeoperasian matematika serta menciptakan jawaban yang
diminta dari soal. Subjek A1 serta A2 tidak sanggup memecahkan permasalahan no 2
sehingga tidak bisa menciptakan hasil akhir yang diminta soal. Perihal ini sebab subjek A1
serta A2 tidak menguasai konsep Teorema Pyhtagoras dengan baik. Sebaliknya untuk
permasalahan no 1, subjek A1 serta A2 membongkar permasalahan no 1 namun dengan
langkah yang tak berurutan. Tetapi demikian subjek A1 serta A2 bisa menciptakan hasil akhir
yang dimohon soal. Perihal ini sebab permasalahan no 1 tercantum soal yang tipe soal yang
dijadikan latihan dalam pendidikan.

Hasil analisis mengenai kemampuan manipulasi matematika pada A1 serta A2 sama


dengan ciri seorang yang mempunyai gaya belajar auditorial bagi DePorter serta Hernacki
(2000) ialah memiliki permasalahan dengan pekerjaan – pekerjaan yang bertabiat visualisasi.
Soal keahlian penalaran matematis ini mengandur faktor visualisasi. Subjek A1 serta A2 bisa
menuntaskan butir soal no 1 sebab tipe soal ini penah dijadikan latihan dalam aktivitas
pendidikan. Sebaliknya pada butir soal no 2, yang belum sempat diberikan pada waktu
latihan, subjek A1 serta A2 merasa kesusahan sebab tidak sanggup menvisualisasikan konsep
pyhtagoras. Dengan demikian, sebab subjek A1 serta A2 merasa kesusahan dengan pekerjaan
– pekerjaan visualisasi sehingga terjalin kesalahan dalam melaksanakan pegeoperasian
matematika.

Subjek A1 serta A2 mempunyai kriteria lumayan dalam keahlian menarik kesimpulan


dari permasalahan yang disajikan. Subjek A1 serta A2 menuliskan kesimpulan dari
permasalahan yang disajikan namun ada kesalahan. Kesalahan ini ada pada hasil akhir yang
dituliskan pada kesimpulan yang subjek A1 serta A2.

Pada penelitian ini, subjek/pokok penelitian berdasarkan gaya belajar kinestetik


merupakan subjek K1 serta K2. Pada penanda keahlian mengajukan dugaan (conjecture),
subjek K1 serta K2 menuliskan hal- hal yang dikenal pada soal dengan kriteria lumayan.
Subjek K1 menuliskan perihal yang dikenal pada soal dengan lengkap serta benar.
Sebaliknya subjek K2, pada butir soal no 2, menuliskan perihal yang dikenal dari soal dengan
lengkap namun tidak jelas sehingga pembaca kebimbangan dalam menafsirkannya.

Subjek K1dan K2 mempunyai kriteria baik dalam menuliskan yang ditanyakan dari
permasalahan yang disajikan serta rumus inti yang digunakan dalam pemecahan
permasalahan. Subjek K1 serta K2 menuliskan yang ditanyakan serta rumus inti yang
digunakan dalam pemecahan permasalahan dengan lengkap serta jelas.

Pada indikator kemampuan manipulasi matematika, subjek K1 serta K2 mempunyai


kriteria lumayan dalam menuliskan langkah – langkah pemecahan permasalahan. Subjek K1
menuliskan langkah – langkah pemecahan permasalahan dengan baik serta benar. Sebaliknya
subjek K2, pada butir soal no 1 tidak menuliskan langkah- langkah pemecahan permasalahan.
Tetapi demikian subjek K2 sanggup menarangkan secara lisan langkah – langkah pemecahan
permasalahan no 1.

Subjek K1 serta K2 mempunyai kriteria lumayan dalam mengerjakan sesuai dengan


algoritma yang benar serta melaksanakan pembedahan matematika serta menciptakan
jawaban yang diminta dari soal. Subjek K1 serta K2 tidak sanggup membongkar
permasalahan no 2 sehingga tidak bisa menciptakan hasil akhir yang diminta soal. Perihal ini
sebab subjek K1 serta K2 tidak menguasai konsep teorema pyhtagoras dengan baik sehingga
tidak bisa mempraktikkan dengan baik pada permasalahan no 2. Sebaliknya untuk
permasalahan no 1, subjek K1 memecahkan permasalahan no 1 namun dengan langkah yang
tidak ber urut. Tetapi demikian subjek K1 bisa menciptakan hasil akhir yang diminta soal.
Perihal ini sebab permasalahan no 1 tercantum soal yang tipe soal yang dijadikan latihan
dalam pendidikan.

Hasil analisis mengenai keahlian manipulas imatematika pada K1 serta K2 seragam


dengan ciri seorang yang mempunyai style belajar kinestetik bagi DePorter serta Hernacki
(2000) ialah belajar lewat manipulasi. Perihal ini berarti siswa dengan gaya belajar kinestetik
sanggup melaksanakan manipulasi matematika walaupun manipulasinya salah. Subjek K1
serta K2 mempunyai kriteria lumayan dalam keahlian menarik kesimpulan dari permasalahan
yang disajikan.

Subjek K1 serta K2 menuliskan kesimpulan dari permasalahan yang disajikan namun


ada kesalahan. Kesalahan ini ada pada hasil akhir yang dituliskan pada kesimpulan yang
subjek K1 serta K2.

5. KESIMPULAN

Bersumber pada hasil penelitian beserta penjelasan, diperoleh simpulan sebagai berikut:

1. Dari 34 siswa kelas VIII.5 terhadap PBL ada 8 siswa berjenis gaya belajar visual,
21siswa berjenis gaya belajar auditorial, 4 siswa berjenis gaya belaja kinestetik, 1
siswa bejenis gaya belajar visual auditorial, serta 1 siswa berjenis gaya belajar visual
kinestetik.
2. Siswa dengan jenis gaya belajar visual mempunyai kriteria lumayan dalam keahlian
mengajukan dugaan, melaksanakan dan manipulasi matematika, serta keahlian
menarik kesimpulan.
3. Siswa dengan jenis gaya belajar auditorial mempunyai kriteria lumayan dalam
keahlian mengajukan dugaan, melaksanakan dan manipulasi matematika, serta
keahlian menarik kesimpulan.
4. Siswa dengan jenis gaya belajar kinestetik mempunyai kriteria baik dalam keahlian
mengajukan dugaan serta mempunyai kriteria lumayan dalam melaksanakan dan
manipulasi matematika, serta keahlian menarik kesimpulan.
5. Segala indikator kmampuan pemecahan matematika bisa terpenuhi terhadap model
pembelajaran PBL apabila segala fase – fase PBL dilaksanakan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Adi.W.Gunawan.2004.Quantum Learning, menyesuikan belajar aman danmenyenangkan.


Gramedia

Depotter,Rori&Mike.2001.Quantum Learning : Menyesuikan Belajar Aman dan


Menyenangkan. Gramedia.

Idris Harta( 2001). Landasan Pembelajaran. UMS press

Mulyono Abdurrahman.2003. Pembelajaran Untuk Anak yang Berkesulitan Belajar. Jakarta:


Rineka Cipta
Lampiran 1

Kuisioner Gaya Belajar Siswa

Nama :

Kelas :

Jenis Kelamin :

Tanggal Lahir :

Tujuan : Untuk mengetahui apakah anda memiliki gaya belajar visual, auditorial, atau
kinestetik. Dan apa pengaruh gaya belajar anda terhadap pretasi anda di sekolah.

Petunjuk : pilihlah satu pernyataan yang sesuai dengan diri anda dengan memberi
tanda(√) pada salah satu kolom “ya atau tidak”, dan apabila tidak ada satupun
pernyataan yang sesuai maka, tidak usah memilih keduanya (biarkan kosong). Dan
jangan pernah memilih kedua pernyataan tersebut.

No Pernyataan Ya Tidak
a. Saya terbiasa berbicara dengan cepat
1.
b. Saya terbiasa berbicara dengan lambat
a. Saya lebih menyukai berbicara terhadap diri sendiri
ketika sedang belajar
2.
b. Saya lebih menyukai berdiam diri ketika sedang
belajar
a. Saya mencari perhatian teman dengan cara
menyentuhnya
3.
b. Saya sudah terbiasa berterika/ menjerit saat
memanggil orang lain
a. Saya menyukai pembelajaran yang mendetail
4. b. Saya sering membuat rangkuman sendiri atau pokok
pembahasan
a. Pada saat menulis, saya sangat berkonsentrasi dan
memperhatikan dengan seksama terhadap huruf –
5. hurufnya
b. Pada saat menulis saya sering menggerakkan bibir
saya

Anda mungkin juga menyukai