Dasar Hukum Dan Tujuan Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi Di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

Dasar Hukum dan Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi di Indonesia

Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat dipahami


dengan menelaah dasar-dasar pendidikan Pancasila sebagai bagian
yang tidak terpisah dalam konsep pendukung pencapaian dalam
penyelenggaraan pendidikan Pancasila di perguruan tinggi di seluruh
Indonesia.

Dasar-dasar yang dimaksud yakni dasar filosofis, sosiologis, dan dasar


yuridis.

Gerakan untuk merevitalisasi Pancasila saat ini semakin menunjukkan


gejala yang menggembirakan. Forum-forum ilmiah di berbagai
tempat telah diselenggarakan baik oleh masyarakat umum maupun
kalangan akademisi. Tidak terkecuali lembaga negara yaitu MPR mencanangkan empat pilar berbangsa
yang salah satunya adalah Pancasila.

Memang ada perdebatan tentang istilah pilar tersebut, karena selama ini dipahami bahwa Pancasila
adalah dasar negara, namun semangat untuk menumbuhkembangkan lagi Pancasila perlu disambut
dengan baik.

Undang undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang telah disahkan,
secara eksplisit juga menyebutkan bahwa terkait dengan kurikulum nasional setiap perguruan tinggi wajib
menyelenggarakan mata kuliah Pancasila, Kewarganegaraan, Agama dan Bahasa Indonesia.

Sehingga landasan Hukum pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ini meliputi ;

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi;.
4. Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental;
5. Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi;

Dalam hal ini Menteri Ristekdikti juga menyampaikan hal hal yang berkaitan dengan mata kuliah
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tersebut sebagai berikut:

1. Amanah dalam UUD 1945 pada Pasal 27 ayat (3), “Setiap warga negara berhak dan wajib turut
serta dalam upaya pembelaan negara” dan Pasal 30 ayat (1), “Tiap-tiap warga berhak dan wajib
ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”.

Sebagai warga negara harus selalu siaga dalam usaha membela bangsa dan negara, menjaga pertahanan
dan keamanan sehingga selalu terwujud kedamaian dan kenyamanan di masyarakat.

2. Amanah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi diperlukan pendidikan
yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual,
ilmuwan, dan/atau profesional yang berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter
tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan bangsa.
Dalam pasal 35 ayat 2, kurikulum pendidikan tinggi merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah :

a.Agama;
b.Pancasila;
c.Kewarganegaraan; dan
d.Bahasa Indonesia yang dilaksanakan melalui kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler.
3. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, menimbang bahwa
pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk
menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam pasal 9, bela negara merupakan upaya setiap warga negara untuk mempertahankan Republik
Indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam negeri, dan bentuk pengabdian sesuai dengan
profesinya.

Dalam mensukseskan pertahanan negara melalui bela negara, dukungan dosen dan mahasiswa baik
secara fisik maupun non fisik diarahkan untuk menghasilkan lulusan berkualitas yang siap menghadapi
tantangan globalisasi memiliki sikap toleran, tanggap terhadap lingkungan, memahami wawasan
kebangsaan dan bertanggungjawab dalam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

4. Memperhatikan Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi
Mental, dalam melaksanakan butir kelima, bahwa untuk mewujudkan generasi bangsa Indonesia
yang berkarakter tangguh, cinta tanah air, bela negara serta mampu meningkatkan jati diri
bangsa, maka pendidikan Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) diperkuat sebagai salah satu
komponen pembentuk budaya bangsa.

Untuk itu Menristekdikti juga menginstruksikan kepada seluruh perguruan tinggi untuk mengintegrasikan
dan menginternalisasikan muatan nilai Pancasila, moral kebangsaan serta budaya nasional dalam proses
pembelajaran setiap mata kuliah dan kegiatan kemahasiswaan sebagai bagian dari bela negara.

Menindaklanjuti undang undang tersebut, Kementerian Ristekdikti juga menawarkan berbagai hibah
pembelajaran untuk keempat mata kuliah tersebut. Pancasila adalah dasar filsafah negara Indonesia,
sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Oleh karena itu setiap warga negara Indonesia harus mempelajari, mendalami, menghayati, dan
mengamalkan dalam segala bidang kehidupan. Pancasila merupakan warisan luar biasa dari pendiri
bangsa yang mengacu kepada nilai-nilai luhur.

Nilai nilai luhur yang menjadi panutan hidup tersebut telah hilang otoritasnya, sehingga manusia menjadi
bingung. Kebingungan tersebut dapat menimbulkan krisis baik itu krisis moneter yang berdampak pada
bidang politik, sekaligus krisis moral pada sikap perilaku manusia.

Dalam upaya merespon kondisi tersebut, pemerintah perlu mengantisipasi agar tidak menuju kearah
keadaan yang lebih memprihatinkan. Salah satu solusi yang dilakukan oleh pemerintah, dalam menjaga
nilai-nilai panutan dalam berbangsa dan bernegara secara lebih efektif yaitu melalui bidang pendidikan.
Oleh karena itu, tujuan pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ini sasarannya adalah bagi para
mahasiswa-mahasiswi di perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Adapun dasar-dasar pendidikan pancasila tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Dasar Filosofis

Pada saat Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang Dunia kedua, dunia dicekam oleh
pertentangan ideologi kapitalisme dengan ideologi komunisme. Kapitalisme berakar pada faham
individualisme yang menjunjung tinggi kebebasan dan hak-hak individu; sementara komunisme berakar
pada faham sosialisme atau kolektivisme yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat di atas
kepentingan individual. Kedua aliran ideologi ini melahirkan sistem kenegaraan yang berbeda.

Paham individualisme melahirkan negara negara kapitalis yang mendewakan kebebasan (liberalisme)
setiap warga, sehingga menimbulkan perilaku dengan superioritas individu, kebebasan berkreasi dan
berproduksi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Sementara paham kolektivisme melahirkan
negara-negara komunis yang otoriter dengan tujuan untuk melindungi kepentingan rakyat banyak dari
eksploitasi segelintir warga pemilik kapital.

Pertentangan ideologi ini telah menimbulkan ‘perang dingin’ yang dampaknya terasa di seluruh dunia.
Namun para pendiri negara Republik Indonesia mampu melepaskan diri dari tarikan-tarikan dua kutub
ideologi dunia tersebut, dengan merumuskan pandangan dasar (philosophische grondslag) pada sebuah
konsep filosofis yang bernama Pancasila.

Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila bahkan bisa berperan sebagai penjaga keseimbangan (margin
of appreciation) antara dua ideologi dunia yang bertentangan, karena dalam ideologi Pancasila hak-hak
individu dan masyarakat diakui secara proporsional.

2. Dasar Sosiologis

Bangsa Indonesia yan g penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa yang tersebar di lebih
dari 17.000 pulau. Secara sosiologis hal itu telah mempraktekkan Pancasila karena nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan (materil, formal, dan fungsional) yang ada
dalam masyarakat Indonesia.

Kenyataan objektif ini menjadikan Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangsa untuk taat
pada nilai-nilai instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis (peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat, kesepakatan atau
kesepahaman, dan konvensi. Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi,
dimana agama, ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologi Pancasila bisa
diterima sebagai ideologi pemersatu.

Data sejarah menunjukan bahwa setiap kali ada upaya perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa
kelompok masyarakat, maka nilai-nilai Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk
menyatukannya kembali.

Begitu kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila sebagai kekuatan pemersatu, maka kegagalan upaya
pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1 Oktober 1965 untuk seterusnya hari tersebut dijadikan
sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis membutuhkan ideologi pemersatu Pancasila.

Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan dari generasi ke generasi untuk menjaga keutuhan
masyarakat bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan khususnya lewat proses pendidikan formal,
karena lewat pendidikan berbagai butir nilai Pancasila tersebut dapat disemaikan dan dikembangkan
secara terencana dan terpadu.

3. Dasar Yuridis

Pancasila telah menjadi norma dasar negara dan dasar negara Republik Indonesia yang berlaku adalah
Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(Pembukaan UUD NKRI Tahun 1945) junctis Keputusan Presiden RI Nomor 150 Tahun 1959 mengenai
Dekrit Presiden RI/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Naskah Pembukaan UUD NRI 1945 yang berlaku adalah Pembukaan UUD NKRI Tahun 1945 yang
disahkan/di tetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945.

Sila -sila Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 secara filosofis-sosiologis
berkedudukan sebagai Norma Dasar Indonesia dan dalam konteks politis-yuridis sebagai Dasar Negara
Indonesia.

Konsekuensi dari Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, secara yuridis
konstitusional mempunyai kekuatan hukum yang sah, kekuatan hukum berlaku, dan kekuatan hukum
mengikat. Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, digunakan sebagai
dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi. Pasal 39 ayat (2) menyebutkan, bahwa isi kurikulum setiap
jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat:

a) Pendidikan Pancasila,
b) Pendidikan Agama,
c) Pendidikan Kewarganegaraan.

Didalam operasionalnya, ketiga mata kuliah wajib dari kurikulum tersebut, dijadikan bagian dari kurikulum
berlaku secara nasional. Sebelum dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 tahun 1999, Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 30 tahun 1990 menetapkan status pendidikan Pancasila dalam
kurikulum pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap program studi dan bersifat nasional.

Silabus pendidikan pancasila semenjak tahun 1983 sampai tahun 1999, telah banyak mengalami
perubahan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang berlaku dalam masyarakat, bangsa, dan
negara yang berlangsung cepat, serta kebutuhan untuk mengantisipasi tuntunan perkembangan ilmu
pengetahuan yang sangat pesat disertai dengan pola kehidupan mengglobal.

Perubahan dari silabus pancasila adalah dengan keluarnya keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi,
Nomor: 265/Dikti/Kep/2000 tentang penyempurnaan kurikulum inti mata kuliah pengembangan
kepribadian pendidikan Pancasila pada perguruan tinggi Indonesia.

Dalam kepurusan ini dinyatakan, bahwa mata kuliah pendidikan Pancasila yang mencakup unsur filsafat
pancasila, merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari kelompok mata kuliah
pengembangan kepribadian (MKPK) pada susunan kurikulum inti perguruan tinggi di Indonesia.
Mata kuliah pendidikan Pancasila adalah mata kuliah wajib untuk diambil oleh setiap mahasiswa pada
perguruan tinggi untuk program diploma/politeknik dan program sarjana. Pendidikan Pancasila dirancang
dengan maksud untuk memberikan pengertian kepada mahasiswa tentang Pancasila sebagai filsafat atau
tata nilai bangsa, dasar negara, dan ideologi nasional dengan segala implikasinya.

Selanjutnya, berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 22/UU/2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi, dan penilaian hasil belajar mahasiswa, telah ditetapkan bahwa
pendidikan Agama, pendidikan Pancasila, dan Kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap
program studi.

Oleh karena itu, untuk melaksanakan ketentuan di atas, maka Direktur Jendral Pendidikan Tinggi
Depdiknas mengeluarkan Surat Keputusan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di perguruan tinggi.
Berdasarkan UU No. 20/2003 tentang sistem pendidikan, maka, Direktur Jendral Pendidikan Tinggi
mengeluarkan surat keputusan No. 43/Dikti/Kep./2006 tentang kampus-kampus pelaksanaan kelompok
mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan tinggi, SK ini adalah penyempurnaan dari SK yang
lalu.

Tujuan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi

Dengan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, diharapkan dapat tercipta wahana
pembelajaran bagi para mahasiswa untuk secara akademik mengkaji, menganalisis, dan memecahkan
masalah-masalah pembangunan bangsa dan negara dalam perspektif nilai-nilai dasar Pancasila sebagai
ideologi dan dasar negara Republik Indonesia.

Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan Nasional bertujuan untuk mewujudkan tujuan
Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional yang ada merupakan rangkaian konsep, program, tata
cara, dan usaha untuk mewujudkan tujuan nasional yang diamanatkan Undang -Undang Dasar Tahun
1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Jadi tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi pun merupakan bagian dari upaya
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Penjabaran secara spesifik sehubungan dengan tujuan
penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi adalah untuk:

i. Memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi bangsa melalui revitalisasi nilai-
nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
ii. Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar Pancasila kepada
mahasiswa sebagai warga negara Republik Indonesia, serta membimbing untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
iii. Mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi terhadap berbagai
persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui sistem pemikiran yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
iv. Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, kecintaan pada tanah air dan kesatuan bangsa, serta penguatan masyarakat
madani yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat berlandaskan Pancasila, untuk mampu
berinteraksi dengan dinamika internal dan eksternal masyarakat bangsa Indonesia.
Sejarah Peradaban Bangsa Indonesia

Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang


sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah
berdasarkan penemuan "Manusia Jawa" yang berusia 1,7
juta tahun yang lalu. Secara geologi, wilayah Indonesia
modern (untuk kemudahan, selanjutnya disebut Nusantara)
merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua utama:
Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng
Pasifik (lihat artikel Geologi Indonesia). Kepulauan
Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat
melelehnya es setelah berakhirnya Zaman Es, sekitar 10.000
tahun yang lalu.

Pada masa Pleistosen, ketika masih terhubung dengan Asia Daratan, masuklah pemukim pertama. Bukti
pertama yang menunjukkan penghuni awal adalah fosil-fosil Homo erectus manusia Jawa dari masa 2 juta
hingga 500.000 tahun lalu. Penemuan sisa-sisa "manusia Flores" (Homo floresiensis) di Liang Bua, Flores,
membuka kemungkinan masih bertahannya H. erectus hingga masa Zaman Es terakhir. Homo sapiens
pertama diperkirakan masuk ke Nusantara sejak 100.000 tahun yang lalu melewati jalur pantai Asia dari
Asia Barat, dan pada sekitar 60 000 sampai 70 000 tahun yang lalu telah mencapai Pulau Papua dan
Australia. Mereka, yang berfenotipe kulit gelap dan rambut ikal rapat, menjadi nenek moyang penduduk
asli Melanesia (termasuk Papua) sekarang dan membawa kultur kapak lonjong (Paleolitikum).

Gelombang pendatang berbahasa Austronesia dengan kultur Neolitikum datang secara bergelombang
sejak 3000 SM dari Cina Selatan melalui Formosa dan Filipina membawa kultur beliung persegi
(kebudayaan Dongson). Proses migrasi ini merupakan bagian dari pendudukan Pasifik.

Kedatangan gelombang penduduk berciri Mongoloid ini cenderung ke arah barat, mendesak penduduk
awal ke arah timur atau berkawin campur dengan penduduk setempat dan menjadi ciri fisik penduduk
Maluku serta Nusa Tenggara. Pendatang ini membawa serta teknik-teknik pertanian, termasuk bercocok
tanam padi di sawah (bukti paling lambat sejak abad ke-8 SM), beternak kerbau, pengolahan perunggu
dan besi, teknik tenun ikat, praktik-praktik megalitikum, serta pemujaan roh-roh (animisme) serta benda-
benda keramat (dinamisme). Pada abad pertama SM sudah terbentuk permukiman-permukiman serta
kerajaan-kerajaan kecil, dan sangat mungkin sudah masuk pengaruh kepercayaan dari India akibat
hubungan perniagaan.

Era Kerajaan-Kerajaan di Nusantara

Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di Pulau Jawa
dan Sumatra atau Swarna Dwipa sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya
dua kerajaan bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu Kerajaan Tarumanagara yang menguasai Jawa
Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan. Pada tahun 425 ajaran Buddhisme telah
mencapai wilayah tersebut.

Nusantara telah mempunyai warisan peradaban berusia ratusan tahun dengan dua imperium besar, yaitu
Sriwijaya di Sumatera pada abad ke-7 hingga ke-14 dan Majapahit di Jawa pada abad ke-13 sampai ke-16,
ditambah dengan puluhan kerajaan kecil yang acap kali menjadi vasal tetangganya yang lebih kuat atau
saling terhubung dalam semacam ikatan perkawinan dan perdagangan (seperti di Maluku). Hal tersebut
telah terjadi sebelum Eropa Barat mengalami masa Renaisans pada abad ke-16.

Kerajaan Hindu-Buddha

Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Buddha, yaitu
Kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada abad ke-7
hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatera. Penjelajah Tiongkok, I
Ching, mengunjungi ibu kota Sriwijaya, Palembang, sekitar tahun 670.

Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad
ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit
antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini
sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu.

Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang
terlihat dalam wiracarita Ramayana.

Proses Lahirnya Pancasila

Lahirnya Pancasila adalah judul pidato yang disampaikan oleh Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi
Cosakai (bahasa Indonesia:"Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan") pada tanggal 1 Juni 1945.
Dalam pidato inilah konsep dan rumusan awal "Pancasila" pertama kali dikemukakan oleh Soekarno
sebagai dasar negara Indonesia Merdeka. Pidato ini pada awalnya disampaikan oleh Soekarno secara
aklamasi tanpa judul dan baru mendapat sebutan "Lahirnya Pancasila" oleh mantan Ketua BPUPK Dr.
Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh
BPUPK tersebut. Sejak tahun 2017, hari tersebut resmi menjadi hari libur nasional.

Menjelang kekalahan Tentara Kekaisaran Jepang di akhir Perang Pasifik, tentara pendudukan Jepang di
Indonesia berusaha menarik dukungan rakyat Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai
(bahasa Indonesia: "Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan" atau BPUPKI, yang kemudian
menjadi BPUPKI, dengan tambahan "Indonesia").

Badan ini mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei (yang nantinya selesai tanggal 1 Juni
1945).Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945
dengan tema dasar negara. Rapat pertama ini diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6
Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila.

Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedungVolksraad (bahasa Indonesia: "Perwakilan
Rakyat"). Setelah beberapa hari tidak mendapat titik terang, pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno
mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia merdeka, yang
dinamakannya "Pancasila". Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima
secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Junbi Cosakai.

Selanjutnya Dokuritsu Junbi Cosakai membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-
Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno tersebut. Dibentuklah Panitia Sembilan
(terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar
Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin) yang ditugaskan untuk
merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada
tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen tersebut sebagai teks untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia.

Setelah melalui proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya rumusan Pancasila hasil penggalian Bung Karno
tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang
disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh
BPUPKI.

Dalam kata pengantar atas dibukukannya pidato tersebut, yang untuk pertama kali terbit pada tahun
1947, mantan Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat menyebut pidato Ir. Soekarno itu berisi
“Lahirnya Pancasila”.

”Bila kita pelajari dan selidiki sungguh-sungguh “Lahirnya Pancasila” ini, akan ternyata bahwa ini adalah
suatu Demokratisch Beginsel, suatu Beginsel yang menjadi dasar Negara kita, yang menjadi
Rechtsideologie Negara kita.

Suatu Beginsel yang telah meresap dan berurat-berakar dalam jiwa Bung Karno dan yang telah keluar dari
jiwanya secara spontan, meskipun sidang ada dibawah penilikan yang keras dari Pemerintah Balatentara
Jepang.

Memang jiwa yang berhasrat merdeka, tak mungkin dikekang-kekang ! Selama Fascisme Jepang berkuasa
dinegeri kita, Demokratisch Idee tersebut tak pernah dilepaskan oleh Bung Karno, selalu dipegangnya
teguh-teguh dan senantiasa dicarikannya jalan untuk mewujudkannya.

Mudah-mudahan ”Lahirnya Pancasila” ini dapat dijadikan pedoman oleh nusa dan bangsa kita seluruhnya
dalam usaha memperjuangkan dan menyempurnakan Kemerdekaan Negara.”
Kutipan Pidato Soekarno 1 Juni 1945

"Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia


merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Prinsip ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia
bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia
hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen
menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih.
Yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi
Muhammad SAW.

Orang Budha menjalankan ibadahnya menurut kitab-


kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya
bertuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara
yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya
dengan cara yang leluasa.

Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara


kebudayaan, yakni tiada egoisme agama. Dan
hendaknya Negara Indonesia satu negara yang
berTuhan! Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik
Islam, maupun Kristen dengan cara berkeadaban.
Apakah cara berkeadaban itu? Ialah hormat
menghormati satu sama lain."

Ideologi Pancasila dan Dasar Negara

Ideologi adalah seperangkat tujuan dan ide-ide yang mengarahkan pada satu tujuan, harapan, dan
tindakan. Jadi, ideologi politik dapat diartikan sebagai seperangkat tujuan dan ide yang menjelaskan
bagaimana suatu rakyat bekerja, dan bagaimana cara mengatur kekuasaan.
Ideologi politik adalah sebuah himpunan ide dan prinsip yang menjelaskan bagaimana seharusnya
masyarakat bekerja, dan menawarkan ringkasan order masyarakat tertentu. Ideologi politik biasanya
mengenai dirinya dengan bagaimana mengatur kekuasaan dan bagaimana seharusnya dilaksanakan.

Teori Pancasila, Komunis Karl Marx, Friedrich Engels dan pengikut mereka, sering dikenal dengan
marxisme, dianggap sebagai ideologi politik paling berpengaruh dan dijelaskan lengkap pada abad ke 20.
Kepopuleran ideologi berkat pengaruh dari "moral entrepreneurs", yang kadangkala bertindak dengan
tujuan mereka sendiri. Ideologi politik adalah badan dari ideal, prinsip, doktrin, mitologi atau simbol dari
gerakan sosial, institusi, kelas, atau grup besar yang memiliki tujuan politik dan budaya yang sama.
Merupakan dasar dari pemikiran politik yang menggambarkan suatu partai politik dan kebijakannya. Ada
juga yang memakai agama sebagai ideologi politik. Hal ini disebabkan agama tersebut mempunyai
pandangan yang menyeluruh tentang kehidupan.

Negara Indonesia mempunyai landasan Pancasila sebagai dasar Negara dan memiliki 5 dasar atau sila yang
terdiri dari :

1. Ketuhanan yang Maha Esa


2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin Oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusawaratan dan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara bagi bangsa Indonesia, berbeda tingkatannya dengan
kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai ideologi, sebagai alat pemersatu, maupun fungsi kedudukan
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara lainya.

Tanpa kedudukan dan peran Pancasila sebagai dasar Negara, fungsi – fungsi dan kedudukan Pancasila
dalam pedoman kehidupan dan kenegaraan yang lain tidak akan bisa di lakukan. Pancasila yang berakar
pada kehidupan bangsa Indonesia pada hakikatnya mengandung pandangan yang mengutamakan
harmoni dalam kehidupan masyarakat.

Pancasila sebagai ideologi merupakan bagian terpenting dari fungsi dan kedudukan Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Ideologi adalah kumpulan ide ide yang muncul dan tumbuh dalam
satu pemerintahan Negara.

Melalui proses pengmbangan pemikiran tentang Pancasila, diharapkan bangsa Indonesia dapat
memelihara dan mengembangkan gagasan gasan, konsep konsep, teori teori dan ide ide baru tentang
kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, hankam dan semua proses kehidupan bangsa yang
tidak saja bersumber pada Pancasila dan Undang Undang 1945, tapi juga mengandung relevansi yang kuat
dengan kepentingan pembangunan masyarakat, bangsa dan Negara.
Dasar negara

Merupakan landasan kehidupan bernegara atau berbangsa yang mana


setiap negara memilki dasar negara sebagai dasar penyelengaran negara
tersebut. Fungsi dasar negara: dasar berdiri dan tegaknya suatu negara.
dasar pergaulan antara rakyat negara...

Pengertian Ideologi adalah suatu kumpulan gagasan, ide-ide dasar,


keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis dengan arah dan
tujuan yang hendak dicapai dalam kehidupan nasional suatu bangsa dan
negara...

Filsafat adalah kajian masalah umum dan mendasar tentang persoalan


seperti eksistensi, pengetahuan, nilai, akal, pikiran, dan bahasa. Istilah ini
kemungkinan pertama kali diungkapkan oleh Pythagoras...

Etika adalah mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab...

Pandangan Hidup adalah pendapat atau pertimbagan yanag dijadikan pegangan, pedoman, arahan,
petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu hasil pemikiran manusia berdasarkan
pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.

Filsafat Pancasila adalah penggunaan nilai-nilai pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bernegara.

Dalam prinsipnya, Pancasila sebagai filsafat merupakan perluasan manfaat dari yang bermula sebagai
dasar dan ideologi, merambah hingga produk filsafat.

Filsafat Pancasila

Pengertian Filsafat Pancasila menurut Ruslan Abdulgani, Pancasila adalah filsafat negara yang lahir sebagai
ideologi kolektif (cita-cita bersama) seluruh bangsa Indonesia.

Pengertian Filsafat Pancasila Menurut Soekarno, Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil
dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India ( hindu-budha ), Barat ( Kristen ) dan Arab (
Islam ). Beliau berpendapat bahwa ( ketuhanan ) ialah asli berasal dari Indonesia ( keadilan sosial )
terinpirasi dari konsep ratu adil.

Menurut Notonagoro, Filsafat Pancasila ini memberikan pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang
hakikat pancasila.

Secara ontologi, kajian pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat
dasar sila-sila pancasila. Menurut Notonagoro, hakikat dasar antologi pancasila adalah manusia, karena
manusia ini yang merupakan subjek hukum pokok sila-sila pancasila.

Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki susunan lima sila yang merupakan
suatu persatuan dan kesatuan serta mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak, yang berupa sifat
kodrat monodualis yaitu sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai makhluk sosial, serta
kedudukannya sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri dan sekaligus juga sebagai makhluk Tuhan.
Konsekuensi pancasila dijadikan dasar negara Indonesia adalah segala aspek dalam penyelenggaraan
negara diliputi oleh nilai-nilai pancasila yang merupakan kodrat manusia yang monodualis tersebut.

Secara ontologi, kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat
dasar sila-sila Pancasila. Sedangkan menurut seorang ahli bernama Notonagoro, hakikat dasar antologi
Pancasila adalah manusia, karena manusia ini yang merupakan subjek hukum pokok sila-sila Pancasila.

Sedangkan jika secara epistemologis filsafat Pancasila diartikan sebagai upaya untuk mencari kebenaran
Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Kajian epistemologi filsafat pancasila dimaksudkan sebagai
upaya untuk mencari hakikat pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan.

Hal ini dimungkinkan adanya karena epistemologi merupakan bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu
pengetahuan (ilmu tentang ilmu).

Kajian epistemologi pancasila ini tidak bisa dipisahkan dengan dasar antologinya. Oleh karena itu, dasar
epistemologis pancasila sangat berkaitan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.

Sebagai suatu paham epistemologi, pancasila mendasarkan pandangannya bahwa imu pengetahuan pada
hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta
moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam kehidupan
manusia. Oleh karena itu pancasila secara epistemologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam
membangun perkembangan sains dan teknologi pada saat ini.

Kajian Aksiologi filsafat pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai praksis atau manfaat suatu
pengetahuan mengenai pancasila.

Hal ini disebabkan karena sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar
aksiologi, nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan
yang utuh. Aksiologi pancasila ini mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai pancasila.

Secara aksiologi, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai pancasila. Sebagai pendukung nilai,
bangsa Indonesia itulah yang mengakui, menghargai, menerima pancasila sebagai sesuatu yang bernilai.
Pengakuan, penerimaan dan penghargaan pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak
menggejala dalam dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mengandung makna bahwa setiap aspek
kehidupan kebangsaan, kenegaraan dan kemasyarakatan harus didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, pesatuan, kerakyatan dan yang terakhir keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan ini bertolak
dari pandangan bahwa negara merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi
kemasyarakatan, di mana merupakan masyarakat hukum.

Sumber pengertian Filsafat Pancasila menurut Ruslan Abdulgani, Pancasila adalah filsafat negara yang
lahir sebagai ideologi kolektif (cita-cita bersama) seluruh bangsa Indonesia. Mengapa pancasila dikatakan
sebagai filsafat, hal itu karena pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan
oleh para pendahulu kita, yang kemudian dituangkan dalam suatu sistem yang tepat.

Menurut Notonagoro, Filsafat Pancasila ini memberikan pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang
hakikat pancasila.
Secara ontologi, kajian pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat
dasar sila-sila pancasila. Menurut Notonagoro, hakikat dasar antologi pancasila adalah manusia, karena
manusia ini yang merupakan subjek hukum pokok sila-sila pancasila.

Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki susunan lima sila yang merupakan
suatu persatuan dan kesatuan serta mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak, yang berupa sifat
kodrat monodualis yaitu sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai makhluk sosial, serta
kedudukannya sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri dan sekaligus juga sebagai makhluk Tuhan.

Konsekuensi pancasila dijadikan dasar negara Indonesia adalah segala aspek dalam penyelenggaraan
negara diliputi oleh nilai-nilai pancasila yang merupakan kodrat manusia yang monodualis tersebut. Kajian
epistemologi filsafat pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat pancasila sebagai suatu
sistem pengetahuan.

Hal ini dimungkinkan adanya karena epistemologi merupakan bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu
pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi pancasila ini tidak bisa dipisahkan dengan dasar
antologinya. Oleh karena itu, dasar epistemologis pancasila sangat berkaitan dengan konsep dasarnya
tentang hakikat manusia.

Sebagai suatu paham epistemologi, pancasila mendasarkan pandangannya bahwa imu pengetahuan pada
hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta
moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam kehidupan
manusia. Oleh karena itu pancasila secara epistemologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam
membangun perkembangan sains dan teknologi pada saat ini. Kajian Aksiologi filsafat pancasila pada
hakikatnya membahas tentang nilai praksis atau manfaat suatu pengetahuan mengenai pancasila.

Hal ini disebabkan karena sila-sila pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar
aksiologi, nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan
yang utuh. Aksiologi pancasila ini mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai pancasila.

Secara aksiologi, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai pancasila. Sebagai pendukung nilai,
bangsa Indonesia itulah yang mengakui, menghargai, menerima pancasila sebagai sesuatu yang bernilai.
Pengakuan, penerimaan dan penghargaan pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak
menggejala dalam dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia.

Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mengandung makna bahwa setiap aspek
kehidupan kebangsaan, kenegaraan dan kemasyarakatan harus didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, pesatuan, kerakyatan dan yang terakhir keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan ini bertolak
dari pandangan bahwa negara merupakan suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi
kemasyarakatan, di mana merupakan masyarakat hukum.

Etika Pancasila merupakan etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila.

Nilai itu adalah dalam hal Ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai
keadilan. Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia.
Ideologi Pancasila dan agama merupakan dua institusi yang berkontribusi dalam menentukan
peradaban.

Titik temu antara Pancasila dan Agama bertumpu pada ajaran tentang cinta
kasih. Pancasila pada hakikatnya merupakan kristalisasi dari nilai-nilai agama
yang diyakini dan dijunjung tinggi oleh setiap orang beradab. Pancasila, dapat
menjadi orientasi, kerangka acuan untuk membangun budaya kasih.

Dalam pelaksanaannya, cita-cita tersebut masih terkendala oleh beberapa hal,


antara lain belum semua mampu secara konsekuen memandang sesama
warga bangsa adalah saudara yang memiliki martabat dan hak-hak yang sama.
Ketidakmampuan sementara orang untuk berlaku adil, jujur, dan tulus dalam
mengusahakan kesejahteraan umum. Semua Agama Mengajarkan Kebaikan
dan Keharmonisan

Pada dasarnya semua agama yang ada bertujuan untuk menjaga harkat dan
martabat manusia dan bukan untuk konflik. Karena itu agama harus dikembalikan ke substansi dan esensi
yang sesungguhnya. Semua pihak harus waspada dan berhati-hati, jangan karena mabuk agama atau
karena keterbatasan pengetahuan, atau kurang paham sehingga kerap melahirkan fanatik yang
berlebihan dan hanya menganggap agamanya yang paling benar dan agama lain menjadi musuh dan
penganut agama lain harus dihindari.

Karena fanatisme ini seringkali menggunakan cara kekerasan dan hal itu mengingkari substansi ajaran
agama. Agama Kristen misalnya, umatnya mampu mengajarlan kasih kepada sesama, demikian juga Islam
yang identik dengan salam dan damai atau Rahmatan Lil Alamin. Hindu dengan darma mengajarkan
kebajikan bagi semua.

Agama bicara tentang hubungan umat yang dekat dengan Tuhan. Esensi yang tidak kalah penting adalah
menempatkan diri dalam lingkungan menyangkut hubungan sesama. Agama pasti mengajarkan jangan
menipu, jangan bohong dan lainnya, semua sama yang mengajarkan kebaikan, kebajikan dan hidup
harmonis, sehingga bila di bumi terjadi radikalisme itu terjadi karena ada kebodohan dan kemiskinan
bukan kebencian agama lain.

Agama pada intinya adalah mengajarkan ajaran yang menciptakan keharmonisan yang seharusnya kita
hidupkan, di dalamnya ada pendidikan yang mengajarkan tidak ada perbedaan, karena sebenarnya kalau
kita semua terdidik maka tidak ada diskriminasi, kita terdiskriminasi karena kita tidak tahu. Seluruh umat
beragama harus memerangi banyak hal antara lain kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan.

Kalau semua sejahtera semua pintar semua sehat, pasti tidak akan ada yang mau ikut bom bunuh diri. Bila
ingin membuat Indonesia sejahtera yakni dengan berkontribusi positif bagi Indonesia, artinya bila seluruh
warga Indonesia bekerja maka kedamaian dan surga akan hadir di bumi.

Surga akan hadir tanpa perlu menuggu kita mati dengan cara bom bunuh diri, itu yang harus
diperjuangkan setiap agama, bukannya kita mengharap surga hadir setelah kita mati. Surga harus hadir
saat ini, musuh bangsa Indonesia saat ini bukan etnis atau agama lain, tapi musuh kita adalah kebodohan,
kemiskinan ini yang harus kita lawan.
Untuk mewujudkan pluralisme, kebangsaan, dan kebhinekaan maka seluruh anak bangsa harus banyak
bergaul dan bekerja, dan kemudian kita berjuang mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin.

Agama adalah cinta, tiada agama bagi mereka yang tidak memiliki cinta kasih, cinta adalah asal. Jika tidak
bisa beragama dengan cinta tetapi hanya dengan kebencian, lebih baik meninggalkan agama. Semua
Agama membawa ajaran cinta, cinta Allah dan cinta sesama manusia serta bahkan cinta terhadap
makhluk-makhluk-Nya yang terkecil sekalipun.

Tidak ada manusia yang sama, apabila seseorang menjauhkan diri dari orang lain karena perbedaan, kelak
ia akan kehilangan semua sahabatnya dan kesepian dengan itu hidupnya akan menjadi pahit dan
kecemasannya akan berlipat ganda. Sumber dari akal setelah percaya kepada Tuhan adalah menunjukkan
kasih sayang terhadap manusia.

Tidak ada manusia yang bisa mengklaim kebenaran dirinya sesuai kehendak Tuhan (mutlak). Manusia
hanya terus berusaha mendekatkan kepada kebenaran hakiki. Intinya kesempurnaan (kebenaran) masih
terbuka luas seiring perkembangan akal manusia sesuai zamannya. Lebih baik kita menghabiskan waktu
untuk berusaha memasukkan diri kita ke surga daripada berusaha membuktikan bahwa orang lain akan
masuk neraka. Bersihkan hati kita agar selalu memperlakukan manusia dengan kasih sayang, cinta dan
kelembutan hati. Jangan kita jadikan diri kita laksana binatang buas lalu menjadikan manusia sebagai
mangsa. Mereka itu sesungguhnya hanya satu di antara dua : Saudaramu dalam iman yang se agama atau
saudaramu sesama manusia ciptaan dan makhluk Tuhan yang sangat sempurna...

Kalaulah Engkau Bisa Mengasihi, Mengapa Engkau Harus Membenci... ???

Cintailah sesama manusia seperti kamu mencintai dirimu sendiri....

Kehidupan di dunia ini akan begitu indah bila kita saling mengasihi, Mencintai dan penuh kasih sayang...

Janganlah kamu saling membenci, berdengki-dengkian, saling berpalingan, dan jadilah kamu sebagai
hamba Allah yang bersaudara....

Ajaran agama yang penuh cinta dan kasih, Apakah kita belum bisa memahaminya dengan sepenuh hati
.... ?
Ideologi Pancasila dan agama merupakan dua institusi yang berkontribusi dalam menentukan
peradaban.

Titik temu antara Pancasila dan Agama bertumpu pada ajaran


tentang cinta kasih. Pancasila pada hakikatnya merupakan
kristalisasi dari nilai-nilai agama yang diyakini dan dijunjung
tinggi oleh setiap orang beradab.

Pancasila, dapat menjadi orientasi, kerangka acuan untuk


membangun budaya kasih. Dalam pelaksanaannya, cita-cita
tersebut masih terkendala oleh beberapa hal, antara lain belum
semua mampu secara konsekuen memandang sesama warga
bangsa adalah saudara yang memiliki martabat dan hak-hak
yang sama.

Ketidakmampuan sementara orang untuk berlaku adil, jujur, dan


tulus dalam mengusahakan kesejahteraan umum.

Islam Memperkuat Pancasila Dalam Keberagaman dan Toleransi

Oleh: Roy Fachraby Ginting SH M.Kn

Harmonisasi agama sejatinya ada dalam konstitusi yang berlaku di Indonesia. Dalam sejarah kelahiran
Pancasila sangat kental nilai-nilai Islam amat erat merasuk dalam rumusan Pancasila. Ideologi negara ini
tidak terlepas dari nilai-nilai ketuhanan. Pancasila merupakan bentuk kompromi dari para pendiri bangsa.

Mereka hendak meletakkan berbagai ideologi yang berkembang untuk bisa berdampingan dan tidak
berhadapan. Di dalam Pancasila, ada sosialisme, liberalisme atau humanisme, dan agama.

Agama merupakan faktor paling awal yang memengaruhi manusia daripada akal. Atas dasar itu, agama
lewat sila Ketuhanan Yang Maha Esa diletakkan sebagai sila pertama. Umat Islam ketika itu bisa
mengakomodasi sila tersebut setelah berkorban dengan menghapus tujuh kata dari Piagam Jakarta, “…
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Pengorbanan itu demi mengakomodasi aspirasi dari Indonesia timur yang didengarkan meski mereka
minoritas. Penghapusan tujuh kata itu tak membuat nilai-nilai Islam menjauhi lima sila dari Pancasila.
Islam hadir bukan sebatas di sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Islam mengajarkan demokrasi
juga keadilan sosial. Islam juga mengajarkan tentang kemanusiaan. Persatuan Indonesia itu kita diajarkan
nilai-nilai ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah.

Nlai-nilai ajaran Islam sejatinya sangat melekat dalam poin-poin Pancasila. Tidak hanya itu, sejarah
panjang yang mengiringi perjalanan lahir dan terciptanya Pancasila sebagai perekat bangsa. Kehadiran
Pancasila merupakan sebuah kesepakatan bersama. Kesepakatan tersebut berasal dari sejumlah elemen
masyarakat yang beragama, yang memeluk kepercayaan dan percaya kepada nilai-nilai ketuhanan.

Pancasila itu lahir atas dasar kesepakatan, kesepakatan ini berasal bukan hanya dari kaum nasionalis, tapi
juga para ulama dan kiai-kiai yang punya ilmu sangat tinggi. Tidak ada sedikit pun unsur yang bisa
dibentur-benturkan antara agama dan Pancasila. Di dalam sila sila Pancasila tidak ada satu poin pun sila
silanya yang bertentangan dengan agama mana pun di Indonesia.

Dalam Islam, misalnya, poin-poin Pancasila mulai dari sila pertama hingga kelima merupakan bagian dari
ajaran-ajaran Islam. Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, hingga keadilan
sosial itu adalah ajaran Islam.

Jadi, Pancasila itu sangat Islam sekali dan apabila seseorang menjalankan Pancasila, sejatinya ia tengah
menjalankan bagian-bagian dari ajaran Islam. Harmonisasi agama sejatinya ada dalam konstitusi yang
berlaku di Indonesia. Norma konstitusi, menempatkan Allah dalam satu kepercayaan yang utuh.

Hal itu kemudian dijadikan sila pertama Pancasila, yakni “Ketuhanan Yang Maha Esa”.“

Maka, agama itu posisinya sangat penting dan menjadi yang pertama dalam konstitusi.

Konstitusi yang berlaku di Indonesia pun menjamin kebabasan warga negara untuk beragama maupun
beribadah sesuai dengan kepercayaannya masing-masing.

Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 disebutkan, tujuan pendidikan nasional yang
dijalankan Indonesia adalah untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, serta terwujudnya akhlak mulia
bagi segenap warga negara yang terdidik.

Jika ditelisik dari sisi mana pun, tidak ada alasan yang dapat membenarkan argumen bahwa agama dapat
membunuh Pancasila. Justru sebaliknya, nilai-nilai agama justru menguatkan Pancasila. Islam adalah
sebuah agama, sementara itu Pancasila adalah merupakan filsafat hidup dalam berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, dalam negara Pancasila, Islam bisa hidup dan berkembang, bahkan sangat diperlukan.
Demikian pula, konsep Pancasila akan menjadi semakin jelas ketika masyarakatnya menjalankan
agamanya masing-masing.

Mendasarkan pada konsep Pancasila, negara berkepentingan menjadikan rakyatnya beragama. Itulah
sebabnya sekalipun negara ini bukan berdasarkan agama, tetapi menghendaki agar rakyatnya
menjalankan agamanya masing-masing. Kualitas kebangsaan ini akan diukur di antaranya dari seberapa
tinggi kualitas keberagamaannya. Sebagai bangsa yang menyatakan diri menganut Pancasila, maka
seharusnya selalu berusaha menjalankan agama sebaik-baiknya.
Atas dasar pandangan tersebut maka antara Pancasila dan Islam tidak perlu dihadap-hadapkan, dan
apalagi diposisikan sebagai dua hal yang kontras atau antagonistik. Justru yang seharusnya dibangun
adalah Pancasila memerlukan Islam, dan demikian pula agama-agama lainnya seperti Hindu, Budha,
Kristen, Katholik dan lainnya.

Berbagai jenis agama tersebut itu, dengan menganut falsafah Pancasila dalam berbangsa dan bernegara,
maka memiliki keleluasaan untuk tumbuh dan berkembang. Berbagai jenis agama diakui dan
dipersialahkan kepada umatnya menjalankan ajarannya masing-masing sebaik-baiknya. Ketika negara
memberikan peluang kepada semua agama untuk hidup dan berkembang maka sebenarnya juga tidak
berseberangan dengan keyakinan Islam.

Agama yang diturunkan di jazirah Arab dan atau yang dibawa oleh Nabi Muhammad menyatakan tidak
ada paksaan di dalam beragama. Maka artinya, seseorang menjadi penganut Yahudi, Nasrani, Budha,
Hindu, dan atau lainnya adalah dipersilahkan oleh Islam.

Dalam al Qur'an disebutkan secara jelas dengan kalimat bahwa : 'la ikraha fiddien" dan juga 'lakum
diinukum waliyadien'. Namun demikian, Islam memang merupakan agama dakwah.

Umatnya diperintahkan untuk menyeru atau mengajak kepada Islam. Akan tetapi, ajakan itu tidak boleh
dilakukan dengan cara memaksa. Seruan, berdakwah, atau ajakan, hendaknya dilakukan dengan cara
terbaik, bil hikmah, atau dengan cara lembut dan bijak. Keyakinan tentang sebuah kebaikan atau
kebenaran, maka harus dsampaikan dengan cara yang terbaik, benar, dan bijak pula.

Bahkan dalam berdakwah atau menyeru kepada orang lain, selain agar disampaikan dengan cara lembut,
bijak atau arif itu, maka juga dianjurkan supaya dijalankan melalui contoh atau uswah hasanah. Islam
dipandang sebagai jalan menuju kebaikan, kemuliaan, keselamatan, dan kebahagiaan.

Mengajak ke jalan yang demikian itu seharusnya dilakukan dengan pendekatan ketauladanan atau melalui
contoh. Seseorang yang menyeru kepada kebaikan, sementara dirinya sendiri tidak menjalankannya,
maka juga mendapatkan teguran keras.

Selain tidak ada paksaan dalam beragama, Islam mengenalkan konsep yang disebut dengan hidayah, atau
petunjuk. Hidayah itu hanya datang dari Tuhan. Sesama manusia, bahkan seorang nabi sekalipun, hanya
berperan sebagai pembawa atau pemberi peringatan. Bahwa seseorang menjadi muslim atau
menolaknya, sebenarnya bukan menjadi urusan atau wewenang sesama manusia.

Tugas seorang muslim atau bahkan mubaligh hanyalah sekedar menyampaikan atau memmberi
peringatan belaka. Pemahaman yang demikian itu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang
menganut falsafah Pancasila, adalah amat tepat. Pancasila memberikan peluang seluas-luasnya kepada
rakyatnya menentukan keyakinannya masing-masing.

Semuanya dihormati dan dihargai serta diberi peluang untuk menjalankan keyakinan atau agamanya itu.
Namun hal yang sama sekali tidak diperbolehkan adalah memaksa, dan apalagi, satu sama lain saling
merendahkan dan bermusuhan. Hal lainnya lagi yang tidak dibolehkan di negeri ini, Beberapa waktu lalu
Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengungkapkan unsur unsur radikalisme. Menurutnya, ada empat
unsur, mulai sikap intoleran hingga suka mengkafirkan orang lain.

Jadi ada empat unsur radikalisme, yaitu, pertama, intoleran dengan orang lain yang berbeda, mengingkari
fakta sosiologis kebinekaan. Kedua, adanya konsep takfiri, yang mengkafir-kafirkan atau menyalahkan
pihak lain di luar kelompoknya. Ketiga, memaksakan kehendak dengan berbagai dalil, termasuk dalil
agama yang disalahtafsirkan, dan keempat, cara-cara kekerasan atau verbalistik.

Di katakan Menteri Agama bahwa radikalisme diartikan sebuah pandangan yang mendambakan
perubahan secara total dan revolusioner dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis
melalui aksi-aksi teror dan kekerasan. Beliau kemudian mengungkapkan kriteria-kriteria seseorang atau
organisasi dapat dikatakan radikal. Menteri agama yang berasal dari Militer ini menyampaikan bahwa
terdapat tiga hal yang dapat menjadi kriteria hal tersebut. Pertama, mereka merasa paling benar dan
intoleran, tidak bisa menerima orang lain yang berbeda identitas dan pendapat. Padahal Allah SWT
menegaskan bahwa ciptaannya dibuat dalam kondisi keberagamaan. Mohon maaf, kalau dalam agama
Islam, dalam Alquran Surah Al-Hujurat ayat 13 Allah berfirman: Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal,". Fachrul mengatakan keberagaman atau kebinekaan dan
pandangan adalah suatu keniscayaan. Fachrul menyebut kebenaran yang hakiki hanya berada di tangan
Tuhan.

"Kedua, mereka memaksakan kehendaknya dengan berbagai cara, menghalalkan cara apa pun, bahkan
memanipulasi agama untuk mencapai keinginan duniawinya. Mereka yang radikal ini tak segan-segan
menjustifikasi perilaku kriminalnya, melukai, atau membunuh orang misalnya dengan penafsiran
sekehendaknya dengan ayat suci," ucap Fachrul. Menurutnya, hadirnya agama menjadikan manusia akan
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan menjaga kehidupan yang aman dan damai. Bukan justru
sebaliknya. Jenderal Fachrul menyampaikan kriteria seseorang atau organisasi disebut radikal jika
melakukan kekerasan verbal atau fisik untuk mencapai tujuannya.

Ketiga, mereka yang radikal juga menggunakan cara-cara kekerasan, baik verbal maupun tindakan, dalam
mewujudkan apa yang diinginkannya. Mereka tak segan melakukan ujaran kebencian atau
menyampaikan berita bohong.

Sebagian dari mereka juga melakukan tindakan-tindakan kekerasan fisik, mempersekusi kelompok lain,
atau meledakkan diri di kerumunan orang banyak, kata Jenderal Fachrul Razi

Anda mungkin juga menyukai