Makalah Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Makalah Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Disusun Oleh :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. Yang telah melimpahkan rahmat
serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun tugas makalah yang bertema kan
“Kerajaan Sriwijaya“ dari mata kuliah Sejarah Kebudayaan Indonesia dengan lancar dan
tepat waktu. Sholawat serta salam juga kami haturkan kepada Nabi akhiruzzaman kita, Nabi
Muhammad saw. Dengan mengharap syafaatnya kelak di yaumul Qiyamah nanti.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Zuhrotul Latifah S. Ag. M.
Hum. yang telah membimbing dan memberi tugas kami dalam mata kuliah Sejarah
Kebudayaan Indonesia, karena dapat menambah pengetahuan kita semua. Terimakasih juga
kami ucapkan kepada teman-teman kelompok yang sudah bekerja keras dalam hal
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya jika makalah yang kami susun masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu kritik dan saran sangat kami perlukan guna menunjang pembelajaran
kita agar dapat lebih baik kedepannya.
7 November 2020
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan yang ada di Indonesia, tepatnya di pulau
Sumatera bagian Selatan. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan bercorak Budha. Daerah
kekuasaannya membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya,
Sumatera, dan pesisir Kalimantan. Berdasarkan temuan sumber tertulis serta berita Tiongkok
dan Arab, Kerajaan Sriwijaya berdiri sekitar abad VII dengan Ibukota yang menurut Prasasti
kedukan Bukit ( 683 M ) adalah Palembang. Secara umum, Kerajaan Sriwijaya dikenal
sebagai Kerajaan Bahari maritim, dengan didukung oleh lokasinya yang sangat
menguntungkan dari sektor perdagangan. Kehidupan masyarakat Kerajaan Sriwijaya,
terdapat beragam corak beragama dan budaya. Selain Budha yang mendominasi, Kerajaan
Sriwijaya juga termasuk kerajaan yang terbuka dalam menerima sesuatu yang baru dan
pastinya harus berdampak baik. Salah satunya adalah terbukanya Kerajaan Sriwijaya dengan
Agama Islam. Kerajaan Sriwijaya juga memiliki kemajuan politik pemerintahan dan
perdagangan yang pesat. Tak jarang Kerajaan Sriwijaya disebut sebagai kerajaan terbesar dan
termaju di Nusantara pada masanya. Hal ini banyak diketahui dari peninggalan-peninggalan
prasasti zaman Sriwijaya yang sudah banyak diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, agar
mudah dikaji.
Setelah membaca sekilas ulasan sejarah menyangkut Kerajaan Sriwijaya di atas, dapat
kita pahami jika sebenarnya banyak cerita sejarah yang perlu kita pelajari dari Kerajaan
Sriwijaya. Mulai dari berdirinya, perkembangan, hingga keruntuhannya, mengingat Kerajaan
Sriwijaya merupakan salah satu Kerajaan besar di Nusantara. Dengan ini, kami sebagai
penyusun makalah ini, memiliki harapan besar agar makalah ini mampu menjadi sumber
belajar dan referensi bagi semua orang pada umumnya, dan teman-teman mahasiswa pada
khususnya.
B. Tujuan
1. Mengetahui sejarah dan lokasi berdirinya Kerajaan Sriwijaya berdasarkan sumber dan
bukti sejarah yang ada.
2. Mengetahui dan memahami kehidupan masyarakat pada masa Kerajaan Sriwijaya.
1
3. Mengetahui masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya.
4. Mengetahui penyebab keruntuhan Kerajaan Sriwijaya.
C. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. Sumber Sejarah
a) Sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya dari dalam Indonesia
Prasasti Telaga Batu
3
Prasasti ini ditemukan di Palembang, namun tidak ada angka tahunnya. Prasasti
Telaga Batu adalah prasasti yang berisi kutukan-kutukan dan menyebutkan nama pejabat
birokrasi kerajaan Sriwijaya. Selain isinya, bentuk fisik dari prasasti ini tergolong
istimewa.
Prasasti Kedukan Bukit
4
Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China pertama kali pada tahun 671
M. Dalam catatannya disebutkan bahwa saat itu terdapat lebih dari seribu orang pendeta
Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara para pendeta Budha tersebut sama dengan
aturan dan upacara yang dilakukan oleh para pendeta Budha di pusat ajaran agama
Budha, India. I-tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa
Sansekerta, setelah itu ia berangkat ke Nalanda, India.
Setelah lama belajar di Nalanda, tahun 685 I-tsing kembali ke Sriwijaya dan
tinggal selama beberapa tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa
Sansekerta ke bahasa Cina. Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan
Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina, yang terakhir pada tahun 988 M.
Sumber Arab
Orang-orang Arab sering menyebut Sriwijaya dengan nama Sribuza, Sabay atau
Zabaq. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya pada
tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan
besar, dengan tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus,
kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir dan beberapa hasil
bumi lainya. Bukti lain yang mendukung adalah ditemukannya perkampungan-
perkampungan Arab sebagai tempat tinggal sementara di pusat Kerajaan Sriwijaya.
Sumber India
Sebagai gantinya, kelima desa tersebut wajib membiayai para mahasiswa dari
Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda. Di samping menjalin
hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan Sriwijaya juga menjalin hubungan dengan
Kerajaan Chola (Cholamandala) yang terletak di India Selatan. Hubungan ini menjadi
retak setelah Raja Rajendra Chola ingin menguasai Selat Malaka.
5
Sumber lain
6
Kerajaan Sriwijaya juga menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar
wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan
Pala/Nalanda di Benggala. Raja Nalanda, Dewapala Dewa menghadiahi sebidang tanah untuk
pembuatan asrama bagi pelajar dari nusantara yang ingin menjadi ‘dharma’ yang dibiayai
oleh Balaputradewa.
Berikut dibawah ini terdapat beberapa raja yang memerintah pada masa kerajaan
sriwijaya, antara lain:
7
2. Kehidupan Sosial
Pada abad ke VII Masehi, Kerajaan Srwijaya merupakan negeri dengan masyarakat
yang kompleks. Kehidupan masyarakat Sriwijaya sangat dipengaruhi oleh alam pikir ajaran
Budha Mahayana. Hubungan antara raja dan rakyatnya berlangsung dengan baik. Hal ini
dibuktikan dengan adanya beberapa prasasti, seperti prasasti Talang Tuo yang menyebutkan
tentang ritual Budha untuk memberkati peresmian taman Srikesta. Taman ini dianggap
sebagai anugerah Maharaja Sriwijaya kepada rakyatnya.
Sejak abad VII Masehi bahasa Melayu Kuno telah digunakan di Indonesia. Penyebaran
agama melayu dilakukan melalui kegiatan perdagangan. Bahasa ini menjadi bahasa yang
digunakan secara luas. Meskipun menjadi kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara,
peninggalan kerajaan ini yang berupa monumen hanya sedikit. Sriwijaya hanya
meninggalkan beberapa candi dan banyak arca Budha. Seperti, Candi Muara Takus dan arca-
arca Bodhisatwa Awalokiteswara.
3. Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Srwijaya berkembang menjadi Kerajaan maritime yang menguasi lalu lintas
pelayaran dan perdagangan internasional di Asia Tenggara. Bandar Sriwijiya berkembang
menjadi pelabuhan transito yang ramai disinggahi kapal-kapal asing untuk mengambil
perbekalan serta melakukan aktivitas perdagangan. Sriwijaya memperoleh banyak
keuntungan dari komoditas ekspor dan pajak kapal yang singgah.
Beberapa komoditas ekspor Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut :
1. Barang ekspor ke Arab antara lain kayu gaharu, kapur barus, kayu cendana, gading,
timah, kayu ulin, rempah-rempah dan kemenyan.
2. Barang ekspor ke Cina antara lain gading, air mawar, kemenyan, buah-buahan, gula
putih, gelas, kapur barus, batu karang, pakaian, cula badak, wangi-wangian, bumbu
masak, dan obat-obatan.
Faktor-faktor yang mendorong Sriwijaya menjadi kerajaan maritim yakni sebagai berikut :
1. Memilki letak strategis di jalur perdagangan internasional.
2. Kemajuan pelyaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara.
3. Keruntuhan Kerajaan Funan di Indo-Cina.
4. Kemampuan Angkatan Laut Sriwijaya yang kuat.
8
4. Kehidupan Budaya
Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi kebudayaan India, pertama ialah kebudayaan
agam Hindu, kemudian diikuti kebudayaan agama Buddha. berdasarkan berbagai sumber
sejarah, sebuah masyarakat yang kompleks dan kosmopolitan yang sangat dipengaruhi alam
pikiran Budha Wajrayana digambarkan bersemi di ibu kota Sriwijaya.
Beberapa prasasti Siddhayatra abad ke-7 seperti Prasasti Talang Tuwo menggambarkan
ritual Budha untuk memberkati peristiwa penuh berkah yaitu peresmian taman Sriksetra,
anugerah Maharaja Sriwijaya untuk rakyatnya. Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta
bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) dalam rangka belajar agama
Budha dari seorang guru besar yang bernama Dharmapala.
Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar India. Tetapi walaupun
Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Budha, tidak banyak peninggalan purbakala
seperti candi-candi atau arca-arca sebaga tanda kebesaran Kerajaan Sriwijaya dalam bidang
kebudayaan.
5. Kehidupan Agama
Selain dikenal sebagai pusat perdagangan, Kerajaan Sriwijaya juga dikenal sebagai
pusat pengajaran agama Budha. Agama Budha yang berkembang pada masa Kerajaan
Sriwijaya menganut agama Budha dengan aliran Mahayana. Menurut laporan I-Tsing pada
abad VII Masehi di Sriwijaya terdapat 1000 biksu yang belajar agama Budha dibawah
bimbingan Sakyakirti. Beliau adalah salah satu dari tujuh cendekiawan agama Budha yang
hidup pada masa I-Tsing. Sakyakirti menulis kitab undang-undang yang berjudul
Hastadandacastra. Selain Sakyakirti ada cendekiawan lain yaitu Wajraboddhi dan
Dharmakirti.
Agama Islam di Sriwijaya
Hubungan pelayaran perdagangan Sriwijaya dengan pedagang Muslim (Arab) sudah
terjadi sejak lama. Nama Arab sering diceritakan oleh orang-orang Cina sama dengan sebutan
Ta-shih atau Ta-shih K’uo yang biasanya juga disebut Arab (Wolters 2011, 227). Hubungan
pelayaran dan perdagangan antara bangsa Arab dengan Śrīwijaya dibarengi dengan hubungan
persahabatan dan perdagangan (Gadjahnata 1984, 30). Pada sekitar tahun 628 Masehi, ada
sahabat Nabi Muhammad SAW yang bernama Akasyah bin Muhsin al-Usdi masuk ke
nusantara untuk menyampaikan dakwah dengan membawa surat dari nabi Muhammad SAW.
kepada penguasa di Nusantara (Husni 2006, 19).
9
Utusan tersebut menjelaskan untuk menyampaikan dakwah Islam kepada penguasa
awal kerajaan Sriwijaya (Kan-to-li), dan mendapat sambutan yang baik oleh penguasa
tersebut. Salah satu alasannya menurut penguasa Kan -to-li bahwa Islam adalah ajaran
monotheisme, yang memiliki kemiripan dengan keyakinan yang dianut oleh bangsawan Kan-
to-li. Keyakinan monotheisme di Kan-to-li, dikenal sebagai ajaran Braham (ajaran
monotheime peninggalan nabi Ibrahim) (Sirzani 2011,24- 27). Sri Indrawarman atau Sri
Maharaja Indrawarmadewa merupakan seorang maharaja Sriwijaya. Dalam catatan Cina, ia
dikenal dengan sebutan Shih-li-t-’o-pa-mo (Jayanegara 2009, 69). Petunjuk tentang
keberadaan raja ini hanya berasal dari surat yang dibuat atas titahnya yang diperuntukkan
kepada penguasa Arab pada masa itu Umar bin Abdul Aziz (717-719 M, seorang khalifah
dari Bani Umayah). Disebutkan dalam surat bertarikh 718 M tersebut bahwa surat itu dikirim
dari seorang Maharaja yang memiliki ribuan gajah, memiliki rempah-rempah dan wewangian
serta kapur barus, dengan kotanya yang dilalui oleh dua sungai sekaligus untuk mengairi
lahan pertanian mereka dan menghantarkan hadiah buat khalifah Umar (Azra 1995, 28-29).
Pengirim yang dimaksud adalah raja Sriwijaya kepada dinasti Umayah masa pemerintahan
Umar bin Abdul Aziz. Sementara surat kedua yang terdokumentasikan dalam buku tulisan
Ibnu Abdul Rabbih (860-940 M) berjudul Al Iqd al Farid (Kalung Istimewa), yang isinya
tentang permintaan dari raja Sriwijaya kepada dinasti Umayah untuk mengirimkan mubaleq
ke Sriwijaya sebagai penasehat raja (Azra 1995, 28). Untuk di Sriwijaya sendiri pada abad
ke-7 Masehi sudah terdapat sebuah kelompok pedagang Muslim yang tinggal di tepi-tepi
sungai besar atau pantai dengan para pedagang lainnya seperti Cina dan India (Purwanti
2004, 111). Untuk Agama Islam memang belum sempat berkembang di bumi Sriwijaya
dengan pesat seperti pada abad ke-15-16 Masehi, namun keberadaan dan kedatangan Islam di
Bumi Sriwijaya telah memberi warna tersendiri, dimana raja Sriwijaya mempersilahkan
datang dan masuk dengan melalui para pedagang dari Arab langsung. Raja Sriwijaya
memberi jaminan keamanan seperti pendatang asing yang lainnya, para pedagang dari Arab
tersebut menetap semi permanen dan ada juga yang sudah permanen, sambil menunggu angin
musim untuk melanjutkan perjalanannya. Dalam catatan berita dari Arab sendiri hubungan
baik dan saling menghormati antar beragama ditunjukkan oleh Sriwijaya dengan
mengirimkan surat kepada dinasti bani Umayah selama dua kali dan salah satu yang menarik
dari pengiriman surat tersebut salah satunya isinya menjelaskan tentang raja Sriwijaya
meminta dikirimkan seorang ulama dari dinasti Umar bin Abdul Aziz (Muawiyah).
10
C. Keberagaman Masyarakat di Sriwijaya
Berdasarkan Hubungan pelayaran dagang yang baik akan mengarahkan kepada
hubungan kerja sama yang baik juga. Sriwijaya banyak dikunjungi oleh para pedagang asing
dari luar yaitu Arab, India dan Cina. Tentu keberadaan para pedagang asing tersebut
membuat tambah beragamnya masyarakat bumi Sriwijaya pada masa itu, tidak hanya
beragam dalam bentuk etnis, politik, sosial, budaya, ekonomi tetapi juga agama. Kondisi
demikian akan menjadi perhatian khusus bagi raja Sriwijaya sebagai penguasa, maka dengan
kepemimpianan yang cakap dan bijaksana, raja Sriwijaya menghadapi keberagaman tersebut
dengan suka cita dan gembira yang artinya raja Sriwijaya bangga akan keberagaman
masyarakatnya dan sedikitpun ia tidak merasa dirugikan dengan keberagaman tersebut justru
keberagaman etnis, sosial, budaya dan agama dijadikan sebagai tolak ukur kebesaran
Sriwijaya sebagai kerajaan yang memiliki kekuasaan karismatik dan disegani oleh penguasa-
penguasa luar atau penguasa asing.
Dengan kereligiusan yang dimiliki raja Sriwijaya tersebut maka secara otomatis akan
berpengaruh pada setiap kebijakankebijakan politiknya dalam hal ini untuk merespon dan
menyikapi sebuah kemajemukan atau keberagaman di masyarkatnya yaitu adanya kehidupan
para pedagang asing dari Arab, India, dan Cina. Kebijakan yang paling utama seorang raja
Sriwijaya terhadap kemajemukan pada masa itu yaitu, pertama menjadikan kenyamanan dan
kemanan para pedagang asing yang tinggal di Sriwijaya, tanpa membedabedakan mereka
dengan masyarakat pribumi asli. Kondisi keadilan dalam kenyamanan dan keamanan tersebut
diterima dan disambut baik kepada para pedagang asing yang tinggal sifatnya semi permanen
maupun yang tinggal sudah permanin di bumi Sriwijaya. Selain jaminan kemanan dan
kenyamanan yang diperoleh masyarakat asing, di Sriwijaya juga tumbuh budaya dan
kebijakan dari seorang raja besar dalam menjujung tinggi toleransi agama. Tidak ada
pemerintahan yang beragam dalam kehidupan bermasyarakat kecuali pemerintahan tersebut
dipimpin oleh seorang raja yang benar-benar menjujung tinggi sebuah keberagaman dalam
mejalankan kehidupan masyarakat baik dalam bidang sosial, budaya, ekonomi dan agaman.
Sejarah Sriwijaya merupakan contoh konkrit yang memang benar-benar menjalankan roda
pemerintahan berjalan dengan baik, pemerintahan yang dijalankan berlandaskan ajaran-ajaran
agama yang baik tanpa melihat mayoritas dan minoritas di dalam masyarakat tetapi yang ada
adalah hubungan masyarakat yang berdasarkan persatuan dan kesatuan sosial, menghormati
sebuah perbedaan dan toleransi dalam memeluk keyakinan atau agamanya masing-masing.
11
D. Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Balaputradewa. Ia mengadakan hubungan dengan raja Dewapaladewa dari
India. Dalam prasasti Nalanda yang berasal dari sekitar tahun 860 M disebutkan bahwa
Balaputradewa mengajukan permintaan kepada raja Dewapaladewa dari Benggala untuk
mendirikan biara bagi para mahasiswa dan pendeta Sriwijaya yang belajar di Nalanda.
Balaputradewa adalah putra Samaratungga dari Dinasti Syailendra yang memerintah di Jawa
Tengah tahun 812-824 M.
Sriwijaya pernah pula menjadi pusat pendidikan dan pengembangan agama Budha.
Seorang biksu Budha dari Cina bernama I-tsing pada tahun 671 berangkat dari Kanton ke
India untuk belajar agama Budha. Ia singgah di Sriwijaya selama enam bulan untuk belajar
bahasa sansekerta. Di Sriwijaya mengajar seorang guru agama Budha terkenal bernama
Sakyakirti yang menulis buku berjudul Hastadandasastra.
Para biksu Cina yang hendak belajar agama ke India dianjurkan untuk belajar di
Sriwijaya selama 1-2 tahun. Pada masa berikutnya, yaitu pada tahun 717 dua pendeta Tantris
bernama Wajrabodhi dan Amoghawajra datang ke Sriwijaya. Kemudian, antara tahun 1011-
1023 M datang pula pendeta dari Tibet bernama Attisa untuk belajar agama Budha kepada
mahaguru di Sriwijaya bernama Dharmakirti.
d) Serangan dari kerajaan Singosari atau yang juga dikenal sebagai “Ekspedisi
Pamalayu” juga membuat kerajaan ini benar-benar mengalami kehancuran.
e) Serangan dari kerajaan Majapahit, yang dipimpin oleh Adityawarman atas
perintah dari Mahapatih kerajaan Majapahit, Gajah Mada.
Serangan ini terjadi pada tahun 1477 M sebagai bagian dari upaya perwujudan
untuk menyatukan Nusantara. Karena serangan ini, kerajaan Sriwijaya
ditaklukkan oleh kerajaan Majapahit.
Hal ini semakin diperkuat dalam sejarah tutur Palembang diceritakan bahwa kerajaan
Sriwijaya dikalahkan oleh Majapahit, sehingga menjadi daerah bawahannya
(Rahim,1998:41). Cerita ini bersesuaian dengan sumber berita Cina dari masa dinasti Ming
yang menyebutkan bahwa pada tahun 1377 terjadi aneksasi kerajaan Sriwijaya(San-fo-
tsi)oleh Majapahit (Groeneveldt,1960:60--74).
Para ahli berpendapat bahwa kerajaan Sriwijaya dan Majapahit merupakan kebanggaan
nasional mengenai kejayaan masa lampau. Masa keemasan Sriwijaya menjadi kebanggaan
Indonesia khususnya masyarakat Palembang.
Kerajaan Sriwijaya telah melahirkan berbagai macam seni budaya dan tinggalan
arkeologis, antara lain berupa: prasasti, arca, stupika, struktur bata, manik-manik, bandul,
jarring, damar, sisa-sisa bangunan dari kayu, perahu, pecahan tembikar, pecahan keramik,
kaca, anak timbangan, kolam dan kanal-kanal.
Berikut dibawah ini merupakan peninggalan kerajaan Sriwijaya berupa candi dan
prasasti, yang menjadi bukti keberadaan dan eksistensi kerajaan ini pada masanya:
13
Situs Candi Muara Takus merupakan situs candi Buddha yang terletak di di Riau. Di
dalam kompleks ini terdapat beberapa bangunan candi yang disebut dengan Candi sulung
/tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa dan Palangka.
Candi Bahal, Biaro Bahal, atau Candi Portibi yang merupakan candi Buddha aliran
Vajrayana terletak Sumatera Utara. Candi ini merupakan kompleks candi (dalam istilah
setempat disebut biaro) yang terluas di provinsi Sumatera Utara, karena arealnya melingkupi
kompleks Candi Bahal I, Bahal II dan Bahal III.
4. Gapura Sriwijaya
Candi ini terletak di sumatera selatan, dan sedang dalam proses penelitian oleh
Koordinator Tim Napak Tilas Gapura Kerajaan Sriwijaya. Mereka menjelaskan di situs
Rimba Candi ini keseluruhannya berjumlah 9 gapura. Namun yang baru ditemukan baru
tujuh gapura. Kondisi seluruh gapura kerajaan Sriwijaya yang berada di situs Rimba Candi
15
ini dalam keadaan roboh. faktor penyebab gapura tersebut roboh, kemungkinan diakbiatkan
oleh faktor alam seperti gempa, erosi dan sebagainya.
Menurut sejarah, pada tahun 1700-an di perairan yang jaraknya sekitar 21 mil dari
Pantai Kota Kapur (Penagan) tersebut sering terjadi perampokan terhadap kapal-kapal yang
melintas oleh para penyamun dan bajak laut yang bersembunyi di sekitar selat Bangka (Kota
Kapur dan sekitarnya). Kabar mengenai merajalelanya para bajak laut terdengar oleh Raja
Sriwijaya. Menyikapi kondisi tersebut, Raja Sriwijaya mengirimkan pasukan untuk
memberantasnya. Utusan Raja Sriwijaya berhasil menaklukkan para perampok dan
penyamun tersebut. Kemudian, agar tidak ada lagi gangguan terhadap kapal-kapal yang
melintas dan juga membahayakan Kerajaan Sriwijaya, maka dibuatlah sebuah prasasti yang
berisi tentang perjanjian para penyamun dengan Raja Sriwijaya. Ditempat ditemukanya
prasasti inilah Candi Kota Kapur ditemukan.
Bentuk fisik prasasti Telaga Batu ini dibagian atasnya dihiasi dengan tujuh kepala ular
kobra berbentuk pipih dengan mahkota berupa permata bulat. Lehernya mengembang dengan
hiasan kalung. Hiasan ular kobra ini menyatu dengan bidang datar dibagian belakang. Di
bagian bawah tengah prasasti terdapat semacam cerat yang biasa dijumpai pada yoni.
8. Prasasti Talangtuo
Teks prasasti terdiri dari 14 baris yang dipahatkan pada sebuah batu pasir (sandstone).
Isi pokok prasasti berkenaan dengan pembangunan sebuah taman yang bernama Sriksetra
oleh Sri Jayanasa. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta dengan nomor
Inventaris D 145.
17
Prasasti ini ditemukan pada tahun 1928 di Bukit Siguntang, Palembang. Pecahan
prasasti ini terdiri dari 21 baris, ditulis dengan huruf Pallawa dengan menggunakan bahasa
Melayu Kuna (Casparis, 1956: 2 – 4 ). Berdasarkan paleografinya diduga berasal dari sekitar
abad VII Masehi.
Isi prasasti tidak dapat diketahui secara jelas, karena disamping tulisannya sudah aus
juga ditemukan dalam kondisi tidak utuh lagi. Meskipun demikian dari huruf-huruf yang
tersisa, prasasti ini memberikan informasi tersirat mengenai adanya peperangan disuatu
tempat (Sriwijaya?) yang mengakibatkan banyak korban. Prasasti ini juga membuat kutukan-
kutukan kepada mereka yang bersalah.
Prasasti Karang Berahi ditemukan di Desa Karang Berahi, Jambi. Prasati ini berangka
pada tahun 608 saka atau setara dengan 686 Masehi.
Merujuk pada prasasti-prasasti yang telah diuraikan diatas, dapatlah diketahui adanya
berbagai macam peristiwa yang terjadi di bhumi Sriwijaya, baik yang bersifat sosial,
keagamaan maupun politik.
Dan munculnya kerajaan Sriwijaya yang begitu cepat berkembang dan kemudian
tenggelam ini tentunya merupakan suatu hal yang sulit dijelaskan. Beberapa ahli mencoba
menduga bahwa persaingan politik dengan kerajaan-kerajaan Jawa lah yang menyebabkan
surutnya kerajaan Sriwijaya. Tentunya dengan sumber-sumber atau bukti berdasarkan berita
asing dan prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang telah diuraikan diatas.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Namun, Dibalik kekuatan dan kehebatan kerajaan Sriwijaya, akan datang masa
kemunduran dan keruntuhannya yang tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Serangan dari kerajaan Cola Mandala dari India Selatan, dibawah pimpinan Rejandra
Cola 1.
2. Kondisi semakin sulit karena para pedagang tidak singgah ke kerajaan sriwijaya yang
disebabkan oleh kondisi sungai Musi mengalami pendangkalan, sehingga menyulitkan
kapal-kapal besar yang ingin singgah dipusat kerajaan Sriwijaya.
3. Banyaknya kerajaan kecil yang melepaskan diri dari kerajaan Sriwijaya.
20
4. Serangan dari kerajaan Singosari atau yang juga dikenal sebagai “Ekspedisi Pamalayu”.
5. Serangan dari kerajaan Majapahit, yang dipimpin oleh Adityawarman atas perintah dari
Mahapatih kerajaan Majapahit, Gajah Mada.
Beberapa ahli menduga bahwa persaingan politik dengan kerajaan-kerajaan Jawa lah
yang menyebabkan surutnya kerajaan Sriwijaya. Tentunya dengan sumber-sumber atau bukti
berdasarkan berita asing dan prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya yang telah
diuraikan pada pembahasan sebelumnya.
Kami sebagai penulis, tentunya masih menyadari jika makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kami akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari
para pembaca sekalian.
21
DAFTAR PUSTAKA
Purwanti, Retno. 2000. Latar Belakang Pendirian Prasasti Telaga Batu. Siddhayatra, 5(2), 54-
60.
Wikipedia Foundation. 2020. Kerajaan Sriwijaya. Diambil dari :
https://id.wikipedia.org/wiki/Sriwijaya (diakses tanggal 7 Oktober 2020).
Thabroni, Gamal. 2020. Kerajaan Sriwijaya: Sejarah, Peninggalan, dan Sisilah. Diambil dari
https://serupa.id/kerajaan-sriwijaya-sejarah-peninggalan-silsilah-lengkap/ (diakses tanggal 12
Oktober 2020)
22