Laporan Ekologi Laut Tahun 2022 Anma Januar Rizki
Laporan Ekologi Laut Tahun 2022 Anma Januar Rizki
2010716110002
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunianya
praktikan mampu menyelesaikan laporan ini yang berjudul “Ekologi Laut Tropis”
dengan baik tanpa adanya hambatan. Praktikan mengucapkan terima kasih kepada
seluruh staf dosen pengajar yang telah bersedia membimbing praktikan melakukan
praktek kerja lapang dan Menyusun laporan ini dengan baik.
NIM : 2010716110002
Dosen I Dosen II
Dosen III
Halaman
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1..........................................................................................................14
Tabel 3.2..........................................................................................................15
Tabel 4.1.1 Stasiun 1 .......................................................................................26
Tabel 4.1.1 Stasiun 2 .......................................................................................29
Tabel 4.1.1 Stasiun 3 .......................................................................................31
Tabel 4.1.2 Stasiun 1 .......................................................................................34
Tabel 4.1.2 Stasiun 2 .......................................................................................36
Tabel 4.1.2 Stasiun 3 .......................................................................................38
Tabel 4.3 Mangrove Stasiun 1 ........................................................................41
Tabel 4.3 Mangrove Stasiun 2 ........................................................................42
Tabel 4.3 Mangrove Stasiun 3 ........................................................................43
Tabel 4.3 Mangrove Stasiun 4 ........................................................................43
Tabel 4.5 Data PIT Pantai Bagian Selatan ......................................................52
Tabel 4.5 Data PIT Pantai Bagian Barat Laut .................................................53
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya, serta dengan semua
komponen yang ada di sekitarnya (Irwanto,2006).
a. Maksud
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh dan menganalis data
parameter Ekologi Laut dan menentukan komposisi suatu ekosistem di perairan
tersebut yang kemudian ditulis dalam bentuk laporan sebagai syarat dalam
memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Laut Tropis.
b. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mangrove
Mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan
suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang
khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam
perairan asin (Nybakken, 1988). Kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis
pohon – pohon atau semak – semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat
air pasang dan batas air terendah sampai di atas rata – rata permukaan laut (Mac
Nae, 1968). Menyebut mangrove sebagai vegetasi berjalan yang cenderung
mendorong terbentuknya tanah timbul melalui suksesi alami atau buatan dengan
terbentuknya vegetasi baru pada tanah timbul tersebut (Kostermans, 1982).
Daerah yang menjadi tempat tumbuh mangrove menjadi anaerob (tak ada
udara) ketika digenangi air. Beberapa spesies mangrove mengembangkan sistem
perakaran khusus yang dikenal sebagai akar udara (aerial roots), yang sangat cocok
untuk kondisi tanah yang anaerob. Akar udara ini dapat berupa akar tunjang, akar
napas, akar lutut dan akar papan.Akar napas dan akar tunjang yang muda berisi zat
hijau daun (klorofil) di bawah lapisan kulit akar (epidermis) dan mampu untuk
berfotosintesis. Akar udara memiliki fungsi untuk pertukaran gas dan menyimpan
udara selama akar terendam (Cesar et al, 2003).
Semua spesies mangrove menghasilkan buah yang biasanya disebarkan oleh
air.Buah yang dihasilkan oleh spesies mangrove memiliki bentuk silindris, bola,
kacang, dan lain-lain.Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, dan
Kandelia) memiliki buah silindris (serupa tongkat) yang dikenal sebagai tipe
vivipari. Buah semacam ini dikenal sebagai tipe buah vivipari. Biji Rhizophoraceae
telah berkecambah sejak biji masih berada di dalam buah dan hipokotilnya telah
mencuat ke luar pada saat buah masih bergelantung di pohon induk (Maidens,
2005).
Avicennia (buah berbentuk seperti kacang), Aegiceras (buah silindris) dan
Nypa membentuk tipe buah yang dikenal sebagai kriptovivipari, dimana biji telah
berkecambah tetapi tetap terlindungi oleh kulit buah (perikarp) sebelum lepas dari
pohon induk.Sonneratia dan Xylocarpus memiliki buah berbentuk bola yang berisi
3
biji yang normal.Buah dari berbagai jenis lainnya berbentuk kapsul atau seperti
kapsul yang berisi biji normal (Castiblanco, 2002).
Gambar 1. Mangrove
4
2.2 Lamun
lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi
untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk
lakunar dan keberadaan diafragma pada sistem lakunar.Salah satu hal yang paling
sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan
ini terdiri dari rhizome, daun, akar. Rhizome merupakan batang yang terbenam dan
pula akar. Dengan rhizome dan akarnya inilah tumbuhan tersebut dapat
bibit seperti banyak tumbuhan darat. Dan klasifikasi lamun adalah berdasarkan
yang berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran
5
Gambar 2 Lamun
Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di
lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi
untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk
tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Lamun juga memiliki
sistem lakunar.
Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun
untuk hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari rhizome, daun, akar.
berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh pula akar. Dengan rhizome dan
akarnya inilah tumbuhan tersebut dapat menancapkan diri dengan kokoh di dasar
laut (Nontji,2007).
6
2.3 Terumbu Karang
7
tinggi dengan jumlah sedikit apabila dibandingkan dengan tipe daerah seperti
subtropis dan kutub (den Hartog, 1977).
Menurut, Jimmy kathler 2010 Ciri khas dari ekosistem laut tropis adalah:
8
2.1.2 Rantai Makanan
potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan
terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai makanan
1) Fitoplankton
2) Zooplankton
Ikan laut kecil seperti ikan sarden, ikan hering, kepiting dan lobster
memakan zooplanton. Dalam rantai maknan di laut, zooplankton pemakan
fitoplankton disebut sebagai konsumen I. Zooplankton pemakan zooplankton
yang lebih kecil disebut sebagai konsumen II. Selanjutnya hewan kecil pemakan
zooplankton (konsumen II) disebut sebagai konsumen III.
9
4) Hewan Laut Besar
Hewan laut besar seperti ikan hiu, ikan pedang dan gurita memakan hewan
laut kecil.
5) Predator
Predator adalah hewan yang menempati posisi tertinggi didalam rantai
makanan di laut. Contohnya paus dan paus pembunuh. Mamalia ini tidak
hanya memakan ikan-ikan besar tetapi juga serombongan ikan-ikan kecil.
6) Dekomposer
Dekomposer adalah pengurai jasad makhluk hidup yang telah mati.
Biasanya hidup didasar laut dan disebut bentos.Dekomposer ini akan
mengurai bangkai atau sisa-sisa makhluk hidup menjadi komponen yang
lebih kecil lagi agar bisa digunakan kembali oleh fitoplankton sebagai
sumber nutrisi untuk membuat makanan.
Udara dan permukaan laut saling berhubungan. Jika udara lebih panas dari
perairan, maka panas di transfer dari atmosfir ke perairan. Jika perairan lebih panas
dari udara, maka transfer akan terjadi sebaliknya. Kecenderungan ini selalu terjadi
untuk mencapai keseimbangan suhu Jika perbedaan suhu sangat besar, tentunya
transfer panas akan lebih cepat terjadi.
Adanya perpindahan panas antara udara dan perairan dengan sendirinya
berpengaruh terhadap distribusi dan pertumbuhan karang di lautan. Karang
pembangun terumbu terbatas hanya pada perairan tropik dan sub tropik, dengan
suhu permukaan perairan tidak berada di bawah 1800C. Meskipun batas toleransi
karang terhadap suhu bervariasi antarspesies atau antardaerah pada spesies yang
sama, tetapi dapat dinyatakan bahwa karang dan organisme-organisme terumbu
hidup pada suhu dekat dengan batas atas toleransinya, oleh karena itu dapat
dinyatakan bahwa hewan karang relatif sempit toleransinya terhadap suhu.
Peningkatan suhu hanya beberapa derajat sedikit di atas ambang batas (≈ 2 – 30C)
dapat mengurangi laju pertumbuhan atau kematian yang luas pada spesies-spesies
karang secara umum (Rani,2013).
10
Cahaya matahari merupakan energi penggerak utama bagi seluruh
ekosistem termasuk di dalamnya ekosistem perairan. Cahaya matahari
menghasilkan panas sebesar 10-26 Kalori/detik, namun hanya sebagian kecil dari
panas tersebut yang mampu diserap dan masuk ekosistem perairan.Dari bagian
kecil yang memasuki ekosistem perairan hanya sebagian kecil yang mampu diserap
oleh organisme autotrop seperti fitoplankton.
Cahaya adalah sumber energi dasar bagi pertumbuhan organisme autotrop
terutama fitoplankton yang pada gilirannya mensuplai makanan bagi seluruh
kehidupan di perairan. Proses produksi di laut dimulai dari oraganisme autotrop
yang mampu menyerap energi matahari. Tingkatan produksi di laut digambarkan
dengan bentuk piramida makanan yang menunjukan tingkatan tropic atau rantai
makanan antara produser dan konsumer. Organisme autotrop menempati dasar
piramida yang menunjukkan bahwa organisme ini memiliki jumlah terbesar dan
menjadi penopang seluruh kehidupan pada tingkat tropic di atasnya (Sunarto,
2008).
11
masing-masing memiliki kondisi pH yangberbeda-beda. Pengaruh pH pada biota
terletak pada aktivitas enzim, misalnyadalam pH asam, enzim akan mengalami
protonasi. Keasaman juga berpengaruhpada tingkat kelarutan suatu nutrien dalam
perairan, yang menentukan keberadaansuatu organisme. Polusi juga bisa diindikasi
dari pH yang terkait dengan konsentrasi oksigen (pH rendah pada konsentrasi
oksigen rendah) (Jeffri, 2013).
Dissolved oxygen atau oksigen terlarut sangat menentukan kehidupan biota
perairan. Oksigen merupakan akseptor elektron dalam reaksi respirasi,
sehinggabanyak dibutuhkan oleh biota aerobik. Oksigen juga memengaruhi
kelarutan dan ketersediaan berbagai jenis nutrien dalam air. Kondisi oksigen
terlarut yang rendah memungkinkan adanya aktivitas bakteri anaerobik pada badan
air. Oksigen terlarut dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain penutupan vegetasi,
BOD (Biological Oxygen Demand), perkembangan fitoplankton, ukuran badan air,
dan adanya arusangin (Jeffri, 2013).
Nitrogen (N), posfor (P), dan silikon (Si) harus berada dalam kondisi
perbandingan 16 : 1 : 1. Perubahan perbandingan akan memengaruhi proses sukses
plankton.Nitrogen dan posfor merupakan dua unsur yang sangat berpengaruh
terhadap produktivitas primer ekosistem. Kedua senyawa tersebut juga
memengaruhi adanya blooming alga dan merupakan penyebab eutrofikasi.
Eutrofikasi merupakanserangkaian proses penumpukan unsur yang menyebabkan
suburnya perairan (Jeffri, 2013).
12
komunitas karang batu yang keras menjadi komunitas yang didominasi biota lunak
seperti alga dan karang lunak (Dedi, 2007).
Peningkatan jumlah penduduk dunia akan meningkatkan aktivitas
pembangunan, termasuk di daerah pesisir dan sepanjang daerah aliran sungai yang
secara langsung menjadi ancaman terhadap keberadaan ekosistem mangrove yang
berfungsi sebagai penyaring sedimen dan hara. Hilangnya atau berkurangnya fungsi
mangrove dan bersamaan dengan semakin tingginya frekuensi hujan selama
kejadian La Niña akan menjadi ancaman langsung bagi ekosistem terumbu karang
akibatproses sedimentasi dan siltasi.
Ancaman serius lainnya ialah penyuburan perairan (eutrofikasi)
akibataktivitas pertanian di daratan dan buangan limbah rumah tangga yang
mengalir masuk ke daerah pantai melalui sungai-sungai dan kanalSebagai contoh,
peningkatan kandungan nitrogen sebesar 20 μg/liter, meskipun faktanya dapat
meningkatkan produktivitas primer sebesar 25%,tetapi mengurangi laju kalsifikasi
karang sebesar 50-60%. Selain itu, eutrofikasi ini akan menyuburkan
perkembangan fitoplankton, zooplankton, dan makroalga.
Kelimpahan hewan-hewan tersebut akan menguntungkan hewan yang
menyaring makanannya (filter feeders) termasuk berbagai jenis bioeroder seperti
Lithopaga spp. (Bivalvia), polychaeta, spons, briozoa, tunikata, ikan pemakan alga
seperti ikan kakak tua (parrot fish)dan ikan butana (surgeon fish), dan bulu babi.
Bioeroder ini dapat merusak (mengikis) struktur rangkakarang dan terumbu serta
mengubah struktur trofik terumbu karang. Partikel-partikel karbonat yang tererosi
tersebut selanjutnya akan mengendap di bagian depan lereng terumbu (fore reef
slope) atau terbawa ke laut dalam. (Rani, 2013).
13
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Praktik lapang dilaksanakan pada hari Senin Tanggal 28 s.d.31 Maret 2022
Pengambilan sampel plankton dan benthos di perairan Bunati dan di sekitar
perairan terumbu karang Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan
Selatan
14
8 Kamera Dokumentasi penelitian
9 Handrefraktometer Mengukur salinitas
10 Water Checker Mengukur pH dan DO
11 Sechi Disk Mengukur kecerahan
12 Thermometer Mengukur suhu perairan
13 Cool Box Menyimpan botol sampel
14 Alat Tulis Menulis data pengukuran
15 Grab Sampler Mengambil sampel benthos
16 Ayakan Menyaring makrobenthos
17 Kantong Plastik Menyimpan sampel sedimen
18 Botol sampel Menyimpan sampel benthos
19. Slide Identifikasi Mangrove
15
3.3.2 Tahap Pengambilan Data
16
posisi pengambilan data menggunakan GPS.
Kecerahan
Pengukuran kecerahan dengan cara mencelupkan Secchidisk ke
dalam kolom perairan,kemudian amati dan hitung berapa jarak
batas sampai alat tidak terlihat
Salinitas
Pengukuran nilai salinitas permukaan perairan dilakukan dengan
handrefraktometer. Sebelum melakukan pembacaan nilai
handrefractometer terlebih dahulu dikalibrasi dengan aquades.
Kemudian teteskan sampel air laut di atas permukaan kacanya.
Kemudian diamati garis batas putih-biru, catat nilai yang
ditunjukan oleh garis tersebut.
DO dan pH
Pengambilan data DO dan pH menggunakan alat water quality
cheker dengan mencelupkan probe alat tersebut ke dalam sampel
air sampai nilai DO dan pH terlihat di monitor Water cheker
kemudian dicatat nilai DO dan pH tersebut.
Pengambilan Sampel Nitrat dan Fosfat (ex-situ)
Pengambilan sampel nitrat dan fosfat dilakukan dengan
menggunakan botol sampel yang sudah disediakan. Masukkan
sampel air laut sampai botol sampel tersebut terisi penuh tanpa
ada gelembung udara. Kemudian botol sampel diberikan
penomoran stasiun danmasukkan kedalam cold box Selanjutnya
analisis sampel akan dilanjukkan di Laboratarium.
3.3.3 Analisis Laboratorium
Identifikasi Sampel Plankton
Pengamatan dan jenis jumlah plankton yang diperoleh di lapangan
dilakukan dengan menggunakan alat bantu mikroskop. Sampel plankton di
teteskan pada kaca preparat sebanyak1 kali dengan menggunakan pipet tetes.
Kemudian sampel ditutup menggunakan cover glass untuk menghindari adanya
rongga udara, barulah sampel diamati dibawah mikroskop. Pengamatan pada
setiap sampel yang diperoleh dilakukan sebanyak 3 kali pegulangan dengan
17
menggunakan metode pengamatan lapang pandang dilakukan dengan skala
pembesaran 1.500 – 2500 . Identifikasi plankton dilakukan dengan
menggunakan buku identifikasi A Guide To Phytoplankton (Chirs Stefford,
1990). Data plankton yang telah diperoleh kemudian dimasukan dalam
Microsoft Excel guna pengolahan data selanjutnya ditabulasikan.
3.4 Analisis Data
18
telah diidentifikasi dihitung kepadatannya dengan formula Odum (1993) sebagai
berikut :
𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎
K= ×𝒂
𝒃×𝒏
Dimana ;
K = Kepadatan makrozoobentos (individu/m2)
a = Jumlah individu makrozoobentos jenis ke-i
yang diperolehb = Luas bukaan/mulut alat
sampling yang digunakan (cm2) 10000 = Nilai
konversi cm2 menjadi m2
n = Jumlah ulangan pengambilan (cuplikan)
Perhitungan kelimpahan relatif dari jumlah makrozobenthos dapat
dilakukan denganmenggunakan rumus :
𝒏𝒊
K𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒓𝒆𝒕𝒂𝒕𝒊𝒇(%) = 𝑵 × 𝟏𝟎𝟎%
Dimana :
ni = jumlah individu makrozobenthos teramati spesies tertentu
N = jumlah total individu seluruh spesies plankton
19
kecil secara berselang-seling di sebelah kiri dan kanan sumbu jalur. Pada petak
yang berukuran 10 x 10 m dikumpulkan data tingkat pohon; dalam petak ini
dibuat petak yang lebih kecil berukuran 5 x 5 m untuk mengumpulkan data
tingkat pancang; kemudian dalam petak ini dibuat lagi petak kecil berukuran 2 x
2 m untuk mengumpulkan data tingkat semai
20
Perhitungan untuk menetukan Kerapatan, Frekuensi dan Dominansi
untuk memperoleh NilaiPenting Jenis, sebagaimana berikut :
• Kerapatan
Jumlah individu suatu jenis
Dominansi Relatif (DR) = Jumlah total luas bidang dasar suatu jenis x 100
Jumlah total luas bidang dasar seluruh jenis
• Ratio Frekuensi
21
F = Jumlah frekuensi suatu jenis x
100 %
Jumlah frekuensi terbanyak dari suatu jenis
• Ratio Tinggi Rata-rata
SDR = N+F +H
3
Terdapat 10-11 kategori substrat yang umum di gunakan hampir sama dengan
standar kategori yang digunakan dengan metode Reef Check yaitu Hard Coral (HC) =
Acropora (AC) dan Non Acropora (NA),Soft Coral (SC), Flessy Weed (FS), Silt (SI),
Rock (RC), Rubble (RB), Sand (SD), Dead Coral (DC), Sponge (SP), Others (OT).
Data di ambil pada garis transek sepanjang 25 m sekurang-kurangnya di pasang 2
transek yang sejajar berjarak 5 – 10 m agar dosen pendamping mudah mengawasi dan
menjagakeselamatan praktikan.
Dalam praktik kali ini kategori substrat yang digunakan berdasarkan standard
GCRMN (Global Coral Reef Monitoring Network) seperti yang dilakukan pada
simulasi transek. Penggunaan standard GCRMN agar memudahkan dalam analisis
berkaitan dengan faktor lingkungan. Bentuk pertumbuhan (lifeform) karang
22
cenderung merupakan adaptasi dan refleksi dari pengaruh faktor lingkungan. Data
standar GCRMN (31 – kategori) nantinya bisa di konversikan kedalam standar
penilaian Reef Check (10 - 11 kategori).
Gambar 2.4. Geomorfologi paparan terumbu karang dan groove serta spurs pada
tubir (slope) hingga reef crest
Bagi yang berpendidikan seperti mahasiswa Ilmu Kelautan, atau MIPA Biologi &
Ekologi sebaiknya disarankan menggunakan :
23
24
25
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
26
23 Gomphosphaeria 1 3 4 2,0 40 2%
24 Gonatozygon 3 4 7 3,5 70 4%
25 Gonyaulax 3 5 8 4,0 80 5%
26 Gynodinium 1 3 4 2,0 40 2%
27 Lacrymaria 1 2 3 1,5 30 2%
28 Licmophora longipes 1 1 2 1,0 20 1%
29 Micrasterias 1 1 1,0 20 1%
30 Microspora 3 1 4 2,0 40 2%
31 Phacus 2 4 6 3,0 60 4%
32 Phacus longicauda 1 1 2 1,0 20 1%
33 Phycokey 2 2 4 2,0 40 2%
34 Pinnularia 3 1 2 6 2,0 40 2%
35 Prorocentrum 5 1 6 3,0 60 4%
36 Protococcus viridis 1 2 3 1,5 30 2%
37 Rhizosolenia robusta 1 2 2 5 1,7 33,3 2%
38 Rhopalodia gibba 1 4 5 2,5 50 3%
39 Sorastrum 1 2 3 1,5 30 2%
40 Straurastrum 2 3 5 2,5 50 3%
41 Surirella 2 2 4 2,0 40 2%
42 Synedra 3 2 4 9 3,0 60 4%
43 Tabellaria 1 1 1,0 20 1%
44 Thuricola 2 1 3 1,5 30 2%
45 Vorticella 2 2 3 7 2,3 46,7 3%
46 Zygogonium 1 1 2 1,0 20 1%
JUMLAH 57 61 56 174 84,3 1687 100%
Tabel. Data Kelimpahan Relatif Mikroorganisme Fitoplankton di Stasiun
27
KELIMPAHAN RELATIF FITOPLANKTON STASIUN
2%3%1%
2%4%
1
1% 1%1% Acineta Amylax tricantha
4% 1%
2%
2% 1% Anabaena Aphanothece
2% Attheya Bulbochaete
3% 2%
1%
2% 1% Chaetonema Characium
3% 3% Chrysophyta thalassionema Codosiga
2% 2% Community Conochilus
2% 1%
3% Cyclidium sp. Cylindropcapsales
4% Dinobryon Dinobryon divergen
3%
2% Disematostoma Euglena
2% 2%
1% 2% Euglenopsis Euglypa tuberculata
1%
2%
4% Eunotia Gloeocapsa
2%
2% Gomphosphaeria Gonatozygon
1%
1% 5%
2%2% Gonyaulax urostyla Gynodinium
5% 4% 2% Lacrymaria Licmophora longipes
Micrasterias Microspora
Phacus Phacus longicauda
Phycokey Pinnularia
Prorocentrum Protococcus viridis
Rhizosolenia robusta Rhopalodia gibba
Sorastrum Straurastrum
Surirella Synedra
Tabellaria Thuricola
Vorticella Zygogonium
28
b. Stasiun 2 (11B) Kelimpahan Relatif
Stasiun 11 B JUMLAH
Total ni rata-rata N Nr
NO Fitoplankton P1 P2 P3
1 Acineta 1 1 1,0 20 1%
2 Amylax tricantha 4 5 5 14 4,7 93,3 5%
3 Anabaena 2 3 5 2,5 50 2%
4 Aphanothece 1 2 3 1,5 30 1%
5 Attheya 1 2 3 1,5 30 1%
6 Bulbochaete 5 4 5 14 4,7 93,3 5%
7 Chaetonema 1 1 1,0 20 1%
8 Characium 2 2 2,0 40 2%
Chrysophyta
9 thalassionema 3 1 4 2,0 40 2%
10 Codosiga 7 4 5 16 5,3 106,7 5%
11 Community 3 3 3,0 60 3%
12 Conochilus 1 3 2 6 2,0 40 2%
13 Cyclidium sp. 1 1 1,0 20 1%
14 Cylindropcapsales 1 1 1,0 20 1%
15 Dinobryon 7 3 10 5,0 100 5%
16 Dinobryon divergen 2 1 3 1,5 30 1%
17 Disematostoma 3 1 2 6 2,0 40 2%
18 Euglena 4 3 7 3,5 70 3%
19 Euglenopsis 1 1 2 1,0 20 1%
20 Euglypa tuberculata 2 1 3 1,5 30 1%
21 Eunotia 3 1 4 2,0 40 2%
22 Gloeocapsa 1 1 1,0 20 1%
23 Gomphosphaeria 1 1 1,0 20 1%
24 Gonatozygon 5 1 6 3,0 60 3%
25 Gonyaulax 4 4 4,0 80 4%
26 Gynodinium 1 1 1,0 20 1%
27 Lacrymaria 2 2 2,0 40 2%
Licmophora
28 longipes 1 1 1,0 20 1%
29 Micrasterias 3 1 1 5 1,7 33,3 2%
30 Microspora 1 1 1,0 20 1%
31 Phacus 1 1 1,0 20 1%
32 Phacus longicauda 1 1 1,0 20 1%
33 Phycokey 2 4 3 9 3,0 60 3%
29
34 Pinnularia 1 1 1,0 20 1%
35 Prorocentrum 8 9 9 26 8,7 173,3 8%
36 Protococcus viridis 1 1 1,0 20 1%
37 Rhizosolenia robusta 1 1 1,0 20 1%
38 Rhopalodia gibba 2 2 2,0 40 2%
39 Sorastrum 5 1 6 3,0 60 3%
40 Straurastrum 3 1 4 2,0 40 2%
41 Surirella 2 1 1 4 1,3 26,7 1%
42 Synedra 8 6 3 17 5,7 113,3 5%
43 Tabellaria 4 2 1 7 2,3 46,7 2%
44 Thuricola 2 2 2,0 40 2%
45 Vorticella 1 3 4 2,0 40 2%
46 Zygogonium 1 1 1,0 20 1%
JUMLAH 78 71 69 218 103,33 2067 100%
Tabel. Data Kelimpahan Relatif Mikroorganisme Fitoplankton di Stasiun
30
Stasiun 2 di perairan Bunati memiliki mikroorganisme salah satunya
kelimpahan Fitoplankton. Pada stasiun 2 (11 B) kelimpahan plankton mencapai 218
dengan rata-rata 103,33. Plankton yang memiliki kelimpahan tertinggi hingga
terendah pada stasiun 11 B dimulai dari genera Prorocentrum dengan jumlah
plankton mencapai 26 individu yang di persentasikan sebesar 8% dari 3 kali
percobaan. Kemudian diikuti oleh Synedra dengan jumlah mencapai 17 individu
yang di persentasikan sebesar 5% dari 3 kali percobaan, Codosiga dengan jumlah
mencapai 16 individu yang di persentasikan sebesar 5% dari 3 kali percobaan,
Amylax tricantha dan Bulbochaete dengan jumlah yang sama yaitu mencapai 14
individu yang di persentasikan sebesar 4% dari 3 kali percobaan, serta Dinobryon
dengan jumlah mencapai 10 individu yang di persentasikan sebesar 3% dari 3 kali
percobaan. Sedangkan plankton yang memiliki kelimpahan terendah pada stasiun
11 B ini adalah Acineta, Chaetonema, Cyclidium sp, Cylindropcapsales,
Gloeocapsa, Gomphosphaeria, Gynodinium, Licmophora longipes, Microspora,
Phacus, Phacus longicauda, Protococcus viridis, Rhizosolenia robusta, Pinnularia,
dan Zygogonium dengan jumlah 1 individu yang di persentasikan sebesar 1% dari 3
kali percobaan.
31
10 Codosiga 2 3 2 7 2,3 46,7 3%
11 Community 1 1 2 4 1,3 26,7 2%
12 Conochilus 1 1 1,0 20 1%
13 Cyclidium sp. 1 1 1,0 20 1%
14 Cylindropcapsales 1 1 2 1,0 20 1%
15 Dinobryon 5 2 3 10 3,3 66,7 4%
Dinobryon
16 divergen 3 2 5 2,5 50 3%
17 Disematostoma 1 1 1,0 20 1%
18 Euglena 2 1 3 1,5 30 2%
19 Euglenopsis 3 1 1 5 1,7 33,3 2%
Euglypa
20 tuberculata 1 1 1,0 20 1%
21 Eunotia 1 1 2 4 1,3 26,7 2%
22 Gloeocapsa 2 2 2,0 40 2%
23 Gomphosphaeria 3 1 1 5 1,7 33,3 2%
24 Gonatozygon 1 3 4 2,0 40 2%
25 Gonyaulax 1 2 2 5 1,7 33,3 2%
26 Gynodinium 2 2 2,0 40 2%
27 Lacrymaria 1 1 2 4 1,3 26,7 2%
Licmophora
28 longipes 2 1 2 5 1,7 33,3 2%
29 Micrasterias 1 1 1 3 1,0 20 1%
30 Microspora 3 3 3,0 60 4%
31 Phacus 1 2 3 1,5 30 2%
Phacus
32 longicauda 1 2 3 1,5 30 2%
33 Phycokey 2 2 2,0 40 2%
34 Pinnularia 2 3 5 2,5 50 3%
35 Prorocentrum 5 6 3 14 4,7 93,3 6%
Protococcus
36 viridis 2 2 2,0 40 2%
Rhizosolenia
37 robusta 1 2 3 1,5 30 2%
38 Rhopalodia gibba 3 1 4 2,0 40 2%
39 Sorastrum 3 1 4 2,0 40 2%
40 Straurastrum 1 1 1,0 20 1%
41 Surirella 1 2 1 4 1,3 26,7 2%
42 Synedra 3 1 1 5 1,7 33,3 2%
32
43 Tabellaria 1 1 2 1,0 20 1%
44 Thuricola 1 1 2 1,0 20 1%
45 Vorticella 3 1 4 2,0 40 2%
46 Zygogonium 1 2 3 1,5 30 2%
JUMLAH 63 56 65 184 82,5 1650 100%
Tabel. Data Kelimpahan Relatif Mikroorganisme Fitoplankton di Stasiun 3
33
4.1.2. Organisme Zooplankton
34
29 Synchaeta 2 2 2,0 40 3%
30 Colpidium 2 3 1 6 2,0 40 3%
31 Flagellata 2 2 2,0 40 3%
32 Rhizamoeba 1 1 2 1,0 20 2%
JUMLAH 49 34 35 118 57,7 1153,3 100%
Tabel. Data Kelimpahan Relatif Mikroorganisme Zooplankton di Stasiun 1
35
Pseudobiotus spp dan Heleopera baetica dengan jumlah mencapai 1 individu yang
di persentasikan sebesar 2% dari 3 kali percobaan.
b. Stasiun 2
Stasiun 11 B JUMLAH ni rata-
Total N Nr
NO Zooplankton P1 P2 P3 rata
1 Oikopleura 2 1 3 1,5 60 2%
2 Polyarthra 1 1 1,0 20 1%
3 Nassula 2 1 3 1,5 60 2%
4 Tintinnids 1 1 1,0 20 1%
5 Asplanchinidae 3 1 4 2,0 80 3%
Rhizopoda
6 (Sarcodina) 1 2 3 1,5 60 2%
7 Urostyla 7 5 3 15 5,0 300 7%
8 Tetrahymen 4 2 4 10 3,3 200 5%
9 Urocentrum 2 4 4 10 3,3 200 5%
10 Gastropus 4 3 2 9 3,0 180 4%
11 Ploesoma 2 3 5 2,5 100 4%
12 Rotifer 3 1 4 2,0 80 3%
Asplanchna
13 prodonta 1 1 2 1,0 40 1%
Blepharisma
14 hyalinum 2 1 3 1,5 60 2%
15 Astasia 3 2 5 2,5 100 4%
Pseudobiotus
16 spp 1 1 2 4 1,3 80 2%
Chyphoderia
17 ampulla 2 1 3 1,5 60 2%
Dinophysis
18 fortii 4 3 1 8 2,7 160 4%
19 Diplonchloris 1 1 1,0 20 1%
Euglypa
20 rotunda 1 1 2 1,0 40 1%
Heleopera
21 baetica 1 2 3 1,5 60 2%
22 Monostyla 2 1 3 1,5 60 2%
23 Notholca 1 2 3 1,5 60 2%
24 Botrycoccus 3 3 1 7 2,3 140 3%
25 amoeba 9 7 7 23 7,7 460 11%
26 Ciliata 1 1 1,0 20 1%
36
27 Diophrys sp 3 5 2 10 3,3 200 5%
28 Oxytrica 2 2 2,0 40 3%
29 Synchaeta 2 1 3 1,5 60 2%
30 Colpidium 4 6 3 13 4,3 260 6%
31 Flagellata 1 3 4 2,0 80 3%
32 Rhizamoeba 1 3 4 2,0 80 3%
JUMLAH 60 63 49 172 70,8 3440 100%
Tabel. Data Kelimpahan Relatif Mikroorganisme Zooplankton di Stasiun 2
37
Diplonchloris dengan jumlah 1 individu individu yang di persentasikan sebesar 3-
1% dari 3 kali percobaan.
c. Stasiun 3
38
27 Diophrys sp 1 1 1,0 20 2%
28 Oxytrica 1 1 1,0 20 2%
29 Synchaeta 1 1 1,0 20 2%
30 Colpidium 3 2 2 7 2,3 140 4%
31 Flagellata 1 1 1,0 20 2%
32 Rhizamoeba 2 1 3 1,5 60 3%
JUMLAH 44 37 34 115 54,2 2300 100%
Tabel. Data Kelimpahan Relatif Mikroorganisme Zooplankton di Stasiun 3
39
4.2 Kepadatan Organisme Makrozobenthos
Spesies Makrozoobenthos ST1 ST2 ST3 ni Ni/N Kepadatan Relatif
Cassidula aurisfelis
Corbicula polymesoda
7%
20% Thylomelania
6%
Chiromantes heimatocheir
gambar .
Grafik Kepadatan Relatif Makrozoobenthos
40
dan kepadatan relatif 21% dan jumlah terendah Chiromantes heimatocheir dan
Olivella minuta dengan jumlah 6, memiliki kepadatan 0,06 dan kepadatan relatif 6%.
4.3 Mangrove
a. Stasiun 1
41
1 27,6 Lumpur 6,1
1 22,4 Lumpur 6,1
1 10,1 Lumpur 6,1
1 12,4 Lumpur 6,1
Rhyzhopora
1 11 Lumpur 6,1
mucronata
1 12,4 Lumpur 6,1
1 14 Lumpur 6,1
Table . Data Mangruve Stasiun 1 Plot 1 ukuran 5x5
b. Stasiun 2
42
1 1x1 R. Mucronata 1 0 Lumpur 5
Table . Data Mangruve Stasiun 2 Plot 1 ukuran 1x1
c. Stasiun 3
a. Stasiun 4
Stasiun 4 Long:115, 63172 Lat: 3,7526
Pohon pH Tanah
Plot Transek Tipe substrat
Jenis Jumlah DB
68
1 10 x 10 Rhizopora apiculata 3 Lumpur 7,8
cm
Table . Data Mangruve Stasiun 4 Plot 1 ukuran 10x10
43
Stasiun 4 Long:115, 63172
Plot Transek Pancang Tipe substrat pH Tanah
Jenis Jumlah DB
1 5x5 R. Apiculata 7 4 cm Lumpur 7,8
Table . Data Mangruve Stasiun 4 Plot 1 ukuran 5x5
44
Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa arus tercepat terjadi
pada hari kedua pada tanggal 29 Maret 2021, pukul 20:30 WITA dan pada
pukul 20.30 WITA dengan kecepatan mencapai 0,56 m/s dan 0,50 m/s.
Berdasarkan pola pergerakan arus di Pantai Bunati menunjukkan ada
keselarasan pola pergerakan arus. Saat air mengalami pasang, air bergerak ke
Timur Laut dan pada saat surut air bergerak ke arah Selatan.
Suhu
Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi
kehidupan organisme di perairan. Suhu merupakan salah satu faktor eksternal
yang paling mudah untuk diteliti dan ditentukan. Hasil pengukuran suhu
permukaan laut secara langsung di lapanngan (insitu), diperoleh bahwa suhu
perairan Bunati berkisar antara 28.8 – 32.80C. keadaan suhu perairan yang
diperoleh cenderung relatif sama antar stasiun pengamatan.
45
Salinitas
Pengukuran nilai salinitas permukaan perairan dilakukan dengan
handrefraktometer. Sebelum melakukan pembacaan nilai handrefractometer
terlebih dahulu dikalibrasi dengan aquades. Kemudian teteskan sampel air laut
di atas permukaan kacanya. Kemudian diamati garis batas putih-biru, catat nilai
yang ditunjukan oleh garis tersebut.
Hasil pengukuran salinitas di perairan Bunati memiliki nilai yang cukup
bevariasi antar stasiun pengamatan (22 – 36,5 ppm) dan dapat dikatakan bahwa
data yang didapatkan bersifat heterogen dengan variasi nilai yang beragam.
Nilai salinitas di perairan Bunati tidak berbeda jauh dengan nilai salinitas
perairan Indonesia, dimana secara umum berkisar antara 0 – 33 ppm tergatung
pada volume air sungai yang dialirkan (Kalangi, dkk., 2013).
DO dan pH
pH perairan Bunati memiliki hasil pengukuran berikisar antara 4,8 – 8.4
dimana kisaran teresebut masih dalam kategori normal bahwa pH air laut relatif
lebih stabil dan biasanya berada dalam kisaran 7.5 – 8.4, kecuali dekat pantai.
46
Hasil pengukuran DO pada stasiun pengamatan cukup bervariasi berkisar
antara 6.0 – 7.4 mg/L.
47
Pengambilan Sampel Nitrat dan Fosfat (ex-situ)
Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat di stasiun pengukuran
berkisar antara 0.01 – 0.13 mg/L. Sementara berdasarkan hasil analisis,
konsntrasi kandungan fosfat pada stasiun pengukuran berkisar 0.10 – 0.65
mg/L. Nilai tersebut menandakan bahwa kandungan fosfat di perairan Bunati
di beberapan titik melebihi standar baku mutu air laut untuk biota laut
sebagaimana keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun
2004.
48
Kecerahan
Kecerahan merupakan tingkat dimana cahaya mampu menembus lapisan
perairan. Hasil dari pengukuran yang dilakukan di perairan Desa Bunati menyatakan
bahwa sebaran kecerahan tersebut berkisar diantara 2 m – 8,3 m. Perbedaan kecerahan
terjadi disebabkan oleh kemampuan cahaya matahari yang masuk kedalam perairan
yang juga dipengaruhi oleh kekeruhan air dari benda-benda halus yang tersuspensi
seperti lumpur dan adanya jasad-jasad renik (plankton) dalam suatu perairan.
Sedangkan rendahnya tingkat kecerahan terjadi disebabkan karena terjadinya
perubahan cuaca yaitu awan mendung yang sangat gelap sehingga tidak ada cahaya
yang masuk kedalam perairan.
Kecerahan suatu perairan menentukan sejauh mana cahaya matahari dapat
menembus suatu perairan dan sampai kedalaman berapa proses fotosintesis dapat
berlangsung sempurna. Kecerahan yang mendukung adalah apabila pinggan secchi
disk mencapai 20-40 cm dari permukaan.
49
Metode Pengambilan Data Mangrove
Tabel 1. Form Pengamatan Mangrove
Provinsi : Kalsel
Kecamatan : Angsana
Desa/Kelurahan : Bunati
Posisi Geografis : _ o
LU _ o
LS
o o
_ BB _ BT
Stasiun 1
No Pohon Anakan Semai Tipe Dampa
No Transek
Plo S IN D S IN D S IN D Substra k (0 –
t P D B P D B P D B t 4)
1 1 1 RA 14 32cm Ra 6 25cm Ra 2 <1m Lumpur
2 2 2 Rm 4 50 Rm 5 12,4 Lumpur
Stasiun 2
Stasiun 3
No Pohon Anakan Semai Tipe Dampa
No Transek
Plo S IN D S IN D S IN D Substra k (0 –
t P D B P D B P D B t 4)
1 1 1 Rm 1 30,6 Ra 14 4cm Ra 1 <1m Lumpur
cm
Stasiun 4
50
No Pohon Anakan Semai Tipe Dampa
No Transek
Plo S IN D S IN D S IN D Substra k (0 –
t P D B P D B P D B t 4)
1 1 1 RA 3 68cm Ra 7 4cm Ra 4 <1m Lumpur
Kelompok/Jenis
RDi Fi Rfi Ci
Jenis Kepadat Di RCi INP
an (ni/∑n) pi/∑p (Fi/∑F)*100 BA/A
Kondisi Jenis
No. Nama Lokasi Kecamatan Subtrat
Mangrove Dominan
1 Stasiun 1 +++ RA +++
2 Stasiun 2 +++ RA +++
3 Stasiun 3 + RM +++
4 Stasiun 4 + RA +++
Keterangan:
+ : penutupan tipis
++ : penutupan sedang
+ : Pasir lumpuran
++ : Lumpur pasiran
+++ : Lumpur
51
4. 5 Terumbu Karang
a. Pantai bagian Selatan
52
Berdasarkan Tabel diatas, Jumlah Individu Pertumbuhan dan Persentase Tutupan
Karang pada Stasiun 1 Wilayah Perairan Desa Bunati bagian Selatan (X= 346295, y =
9578715 )
Hasil pengamatan di stasiun 1 wilayah selatan Tabel……memperlihatkan
bahwa tutupan karang keras sebesar 43,33% sehingga berdasarkan KepMen LH nomor
4 tahun 2001 termasuk dalam kategori “Sedang (Moderated/fair)”.
53
Berdasarkan Tabel diatas Jumlah Individu Pertumbuhan dan Persentase Tutupan
Karang pada Stasiun 2 Wilayah Perairan Desa Bunati bagian Selatan (X= 3641116, y
= 9861092 ) Hasil pengamatan di stasiun 1 wilayah selatan Tabel memperlihatkan
bahwa tutupan karang keras sebesar 36,67% sehingga berdasarkan KepMen LH nomor
4 tahun 2001 termasuk dalam kategori “Sedang (Moderated/fair)
54
55
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang kita dapat dari laporan praktek ini yaitu:
1. Mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi
oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin,
2. Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat
hidup di lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil
dari beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap
salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di
substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan
melakukan reproduksi pada saat terbenam
3. Istilah Ekologi, berasal dari bahasa Yunani, yaitu: Oikos = Tempat
Tinggal (rumah)Logos = Ilmu, telah. Oleh karena itu Ekologi adalah
ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup
dengan sesamanya.
4. Fungsi ekosistem menunjukkan hubungan sebab akibat yang terjadi
secara keseluruhan antar komponen dalam system.
5. Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam
Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria yang disebut
sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan
Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa maupun kelas Hydrozoa).
5.2 Saran
Saran dari praktikan yaitu praktek lapang kedepannya lebih ditingkatkan
lagi, dari segi mengolah data maupun pengawasan data praktek lapang,
karena data tersebut sangat diperlukan dan dibutuhkan oleh mahasiswa yang
mengikuti Praktek Lapang.
55
DAFTAR PUSTAKA
A.G.Tansley.1935.KomponenKomponenEkosistem.file:///definisi_ekosistem_peng
ertian dan istilah ekosistem komponen ekosistem.htm. diakses pada tanggal
10 Juni 2022
Anwar, C., Gunawan, H. 2007. Peranan Ekologis Dan Sosial Ekonomis Hutan
Mangrove Dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir.
Konservasi Sumberdaya Alam, Pusat Litbang Hutan Dan Konservasi
Alam Bogor.
56
Kamal, Eni. 2006. Potensidan Pelestarian Sumberdaya Pesisir: Hutan
Mangrovedan Terumbu Karangdi Sumatera Barat. Universitas Bung
Hatta.
Kusumahadi, K. S. 2008. Watak Dan Sifat Tanah Areal Rehabilitasi Mangrove
Tanjung Pasir Tangerang. Fakultas Biologi. UNJ: Jakarta.
Setyawan, A. D., Kusumo, W., Ppurin, C.P. 2003. Ekosistem mangrove di Jawa.
Jurnal Biodiversitas. 4 (2):133-145.
Setyawan, Ahmad Dwi. Kusumo Winarno. 2006. Pemanfaatan Langsung
Ekosistem Mangrove Di Jawa Tengah Dan Penggunaan Lahan Di
Sekitarnya; Kerusakan Dan Upaya Restorasinya. Universitas Sebelas
Maret (UNS). Surakarta. Jurnal Biodiversitas. 7 (3): 282-291.
Sulistiyono. Dwi., Suwarto., Moh. Gamal Rindarjono. Transformasi Mata
Pencaharian Dari Petani Ke Nelayan Di Pantai Depok Desa Parangtritis
Kabupaten Bantul. Jurnal Geoeco.1 (2): 234 – 24.
57