Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PRAKTEK LAPANG

ANALISIS PARAMETER EKOLOGI LAUT TROPIS


DI PERAIRAN BUNATI DAN SEKITARNYA
KABUPATEN TANAH BUMBU
LAPORAN PRAKTEK EKOLOGI ESTUARI DAN LAUT TROPIS

ANMA JANUAR RIZKI

2010716110002

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunianya
praktikan mampu menyelesaikan laporan ini yang berjudul “Ekologi Laut Tropis”
dengan baik tanpa adanya hambatan. Praktikan mengucapkan terima kasih kepada
seluruh staf dosen pengajar yang telah bersedia membimbing praktikan melakukan
praktek kerja lapang dan Menyusun laporan ini dengan baik.

Praktikan menyadari mestinya ada beberapa kekurangan dan kesalahan dari


penyusunan laporan ini, maka dari itu praktikan mengharapkan komentar, saran dan
kritik kepada seluruh staf dosen pengajar dan pembaca sekalian guna
menyempurnakan penyusunan laporan ini.

Praktikan mengucapkan terimakasih kepada yang telah memberi saran dan


kritik, guna menyempurnakan laporan ini. Semoga laporan ini dapat digunakan
sebagai mestinya dan bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Banjarbaru, Juni 2022

Anma Januar Rizki


HALAMAN PENGESAHAN

Judul Laporan : LAPORAN PRAKTEK LAPANG EKOLOGI LAUT

Nama Mahasiswa : Anma Januar Rizki

NIM : 2010716110002

Laporan Praktek Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh:

Dosen Pengasuh Mata Kuliah

Dosen I Dosen II

Prof. Dr. Ir. M. Ahsin Rifa’i, M.Si. Hamdani, S.Pi, M.Si.


NIP. 19810423 200501 2 004 NIP. 19700401 199802 1 001

Dosen III

Nursalam, S.Kel, M.Si


NIP. 197708242008121002

Tanggal Disetujui: Juni 2022


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan .............................................................................. 2
1.3. Lingkup Penelitian................................................................................ 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 14
3.1. Waktu dan Lokasi ................................................................................. 14
3.2. Alat Bahan ............................................................................................ 14
3.3. Prosedur Pengambilan Data .................................................................. 16
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 26
4.1. Kelimpahan dan Struktur Komunitas Plankton .................................... 26
4.1.1 Organisme Fitoplankton.......................................................... 26
4.1.2 Organisme Zooplankton.......................................................... 34
4.2. Kepadatan Organisme Makrozoobenthos ............................................. 40
4.3. Mangrove .............................................................................................. 41
4.4. Pengambilan Data Kualitas Air ............................................................ 44
4.5. Terumbu Karang ................................................................................... 52
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 55
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 55
5.2. Saran ..................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1..........................................................................................................14
Tabel 3.2..........................................................................................................15
Tabel 4.1.1 Stasiun 1 .......................................................................................26
Tabel 4.1.1 Stasiun 2 .......................................................................................29
Tabel 4.1.1 Stasiun 3 .......................................................................................31
Tabel 4.1.2 Stasiun 1 .......................................................................................34
Tabel 4.1.2 Stasiun 2 .......................................................................................36
Tabel 4.1.2 Stasiun 3 .......................................................................................38
Tabel 4.3 Mangrove Stasiun 1 ........................................................................41
Tabel 4.3 Mangrove Stasiun 2 ........................................................................42
Tabel 4.3 Mangrove Stasiun 3 ........................................................................43
Tabel 4.3 Mangrove Stasiun 4 ........................................................................43
Tabel 4.5 Data PIT Pantai Bagian Selatan ......................................................52
Tabel 4.5 Data PIT Pantai Bagian Barat Laut .................................................53

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem merupakan satu kesatuan antara komunitas dengan


lingkungannya. Di dalam ekosistem terjadi interaksi antara komunitas sebagai
komponen biotik (makhluk hidup) dengan lingkungannya sebagai komponen
abiotik (makhluk tak hidup). Komponen biotik terdiri dari makhluk hidup (Luci,
2012). Ekosistem adalah tatanan dari satuan unsur-unsur lingkungan hidup dan
kehidupan (biotik maupun abiotik) secara utuh dan menyeluruh, yang saling
mempengaruhi dan saling tergantung satu dengan yang lainnya.
Ekosistem mengandung keanekaragaman jenis dalam suatu komunitas
dengan lingkungannya yang berfungsi sebagai suatu satuan interaksi kehidupan
dalam alam (Dephut, 1997). Ekosistem adalah suatu unit ekologi yang di dalamnya
terdapat hubungan antara struktur dan fungsi. Struktur yang dimaksudkan dalam
definisi ekosistem tersebut adalah berhubungan dengan keanekaragaman spesies
(species diversity). Ekosistem yang mempunyai struktur yang kompleks, memiliki
keanekaragaman spesies yang tinggi. Sedangkan istilah fungsi dalam definisi
ekosistem berhubungan dengan siklus materi dan arus energi melalui komponen
komponen ekosistem (A.G. Tansley, 1935).
Istilah Ekologi, berasal dari bahasa Yunani, yaitu :Oikos = Tempat Tinggal
(rumah)Logos = Ilmu, telah. Oleh karena itu Ekologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan sesamanya dan dengan
lingkungnya (Ernest Haeckel, 1869).ekologi adalah suatu studi tentang struktur dan
fungsi ekosistem atau alam dan manusia sebagai bagiannya. Struktur ekosistem
menunjukkan suatu keadaan dari sistem ekologi pada waktu dan tempat tertentu
termasuk keadaan densitas organisme, biomassa, penyebaran materi (unsur hara),
energi, serta faktor-faktor fisik dan kimia lainnya yang menciptakan keadaan sistem
tersebut (Odum, 1993).
Fungsi ekosistem menunjukkan hubungan sebab akibat yang terjadi secara
keseluruhan antar komponen dalam sistem. Ini jelas membuktikan bahwa ekologi
merupakan cabang ilmu yang mempelajari seluruh pola hubungan timbal balik

1
antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya, serta dengan semua
komponen yang ada di sekitarnya (Irwanto,2006).

1.2 Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh dan menganalis data
parameter Ekologi Laut dan menentukan komposisi suatu ekosistem di perairan
tersebut yang kemudian ditulis dalam bentuk laporan sebagai syarat dalam
memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Laut Tropis.

b. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Memperoleh gambaran kondisi parameter Ekologi di perairan Bunati.
2. Memperoleh gambaran sebaran ekosistem di perairan Bunati.

1.3 Lingkup Penelitian

1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup materi penelitian yaitu mencakup parameter Ekologi yang


ada di lokasi praktik lapang suhu, kecerahan, salinitas, derajat keasaman (pH),
oksigen terlarut (DO), COD (chemical oxygen demand), amoniak, nitrat, nitrit,
fosfat dan logam berat, serta pengamatan kelimpahan ekosistem disana.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mangrove
Mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan
suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang
khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam
perairan asin (Nybakken, 1988). Kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis
pohon – pohon atau semak – semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat
air pasang dan batas air terendah sampai di atas rata – rata permukaan laut (Mac
Nae, 1968). Menyebut mangrove sebagai vegetasi berjalan yang cenderung
mendorong terbentuknya tanah timbul melalui suksesi alami atau buatan dengan
terbentuknya vegetasi baru pada tanah timbul tersebut (Kostermans, 1982).
Daerah yang menjadi tempat tumbuh mangrove menjadi anaerob (tak ada
udara) ketika digenangi air. Beberapa spesies mangrove mengembangkan sistem
perakaran khusus yang dikenal sebagai akar udara (aerial roots), yang sangat cocok
untuk kondisi tanah yang anaerob. Akar udara ini dapat berupa akar tunjang, akar
napas, akar lutut dan akar papan.Akar napas dan akar tunjang yang muda berisi zat
hijau daun (klorofil) di bawah lapisan kulit akar (epidermis) dan mampu untuk
berfotosintesis. Akar udara memiliki fungsi untuk pertukaran gas dan menyimpan
udara selama akar terendam (Cesar et al, 2003).
Semua spesies mangrove menghasilkan buah yang biasanya disebarkan oleh
air.Buah yang dihasilkan oleh spesies mangrove memiliki bentuk silindris, bola,
kacang, dan lain-lain.Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, dan
Kandelia) memiliki buah silindris (serupa tongkat) yang dikenal sebagai tipe
vivipari. Buah semacam ini dikenal sebagai tipe buah vivipari. Biji Rhizophoraceae
telah berkecambah sejak biji masih berada di dalam buah dan hipokotilnya telah
mencuat ke luar pada saat buah masih bergelantung di pohon induk (Maidens,
2005).
Avicennia (buah berbentuk seperti kacang), Aegiceras (buah silindris) dan
Nypa membentuk tipe buah yang dikenal sebagai kriptovivipari, dimana biji telah
berkecambah tetapi tetap terlindungi oleh kulit buah (perikarp) sebelum lepas dari
pohon induk.Sonneratia dan Xylocarpus memiliki buah berbentuk bola yang berisi

3
biji yang normal.Buah dari berbagai jenis lainnya berbentuk kapsul atau seperti
kapsul yang berisi biji normal (Castiblanco, 2002).

Gambar 1. Mangrove

Beberapa spesies mangrove dapat menyesuaikan diri terhadap kadar garam


tinggi, yaitu antara lain dengan cara membentuk kelenjar garam (salt glands) yang
berfungsi untuk membuang kelebihan garam. Avicennia, Aegiceras, Acanthus, dan
Aegialitis mengatur keseimbangan kadar garam dengan mengeluarkan garam dari
kelenjar garam. Kelenjar garam banyak ditemukan pada bagian permukaan daun,
sehingga kadang-kadang pada permukaan daun sering terlihat kristal-kristal garam
(Tomlinson, 1986).
Spesies lainnya, Rhizophora , Bruguiera, Ceriops, Sonneratia dan
Lumnitzera mengatur keseimbangan garam dengan cara yang lain yaitu dengan
menggugurkan daun tua yang berisi akumulasi garam atau dengan melakukan
tekanan osmosis pada akar. Meskipun demikian secara detil hal ini belum terungkap
dengan jelas (Sherman et al., 2000).

4
2.2 Lamun

Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di

lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi

yang dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan

untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk

tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam.

Lamun juga memiliki karakteristik tidak memiliki stomata,

mempertahankan kutikel yang tipis, perkembangan shrizogenous pada sistem

lakunar dan keberadaan diafragma pada sistem lakunar.Salah satu hal yang paling

penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah hidrophilus yaitu kemampuannya

untuk melakukan polinasi di bawah air.Lamun adalah tumbuhan berbunga yang

sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan

ini terdiri dari rhizome, daun, akar. Rhizome merupakan batang yang terbenam dan

merayap secara mendatar,serta berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh

pula akar. Dengan rhizome dan akarnya inilah tumbuhan tersebut dapat

menancapkan diri dengan kokoh di dasar laut (Nontji,2007).

Lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan

bibit seperti banyak tumbuhan darat. Dan klasifikasi lamun adalah berdasarkan

karakter tumbuh-tumbuhan.Selain itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi

yang berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran

morfologi dan anatomi (Kikuchi dan J.M. Peres. 1977).

5
Gambar 2 Lamun
Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di

lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi

yang dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan

untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk

tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Lamun juga memiliki

karakteristik tidak memiliki stomata, mempertahankan kutikel yang tipis,

perkembangan shrizogenous pada sistem lakunar dan keberadaan diafragma pada

sistem lakunar.

Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun

adalah hidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi di bawah

air.Lamun adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri

untuk hidup terbenam dalam laut. Tumbuhan ini terdiri dari rhizome, daun, akar.

Rhizome merupakan batang yang terbenam dan merayap secara mendatar,serta

berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh pula akar. Dengan rhizome dan

akarnya inilah tumbuhan tersebut dapat menancapkan diri dengan kokoh di dasar

laut (Nontji,2007).

6
2.3 Terumbu Karang

Terumbu adalah deposit berbentuk masif dari kalsium karbonat yang


diproduksi oleh karang (phlum cnidaria, ordo scelaractinia) dengan tambahan
utama dari callacerous algae dan organisme lain yang mengeluarkan kalsium
karbonat (Malikusworo, 2011).Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang
termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria yang disebut
sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas
Octocorallia (kelas Anthozoa maupun kelas Hydrozoa) (Timotius, 2011).
Terumbu karang (Coral reef) merupakan masyarakat organisme yang hidup
didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat
menahan gaya gelombang laut (Tomascik, 1992).
Setiap jenis karang memiliki bentuk koloni yang khas, ada yang bercabang,
pipih/lempengan, bulatan besar, dan lain sebagainya. Bentuk- bentuk koloni yang
dibangun oleh karang sangat dipengaruhi oleh faktor genetik karang serta bebagai
faktor lingkungan seperti arus, kedalaman, cahaya matahari, dan lain-lain.
Sehingga bentuk koloni saja tidak dapat dijadikan acuan dalam mengidentifikasi
jenis-jenis karang. Beberapa jenis karang yang umum dijumpai antara lain: karang
bercabang dan karang meja dari genus Acropora, karang mawar darigenus
Montipora,karang otak dari genus Porites atau Favia, karang becabang dari genus
Pocillopora, karang jamur dari genus Fungia yang umunya hidup bebas dan
berbentuk seperti piringan, dan karang biru dari genus Heliopora (bagian dalam
kerangka karang ini berwarna biru, sedangkan kebanyakan jenis karang lain
berkerangka putih (Razak, 2005).

2.1.1 Ciri-ciri Ekosistem Laut Tropis

Ekosistem laut tropis memiliki beberapa ciri yang berbeda dengan


ekosistem laut di daerah lain seperti sinar matahari terus menerus sepanjang tahun
(hanya ada dua musim, hujan dan kemarau) hal ini merupakan kondisi optimal bagi
produksi fitoplankton, memiliki predator tertinggi, jaring-jaring makanan dan
struktur trofik komunitas pelagic, Secara umum terdiri dari algae, herbivora,
penyaring, predator dan predator tertinggi, serta memilki tingkat keragaman yang

7
tinggi dengan jumlah sedikit apabila dibandingkan dengan tipe daerah seperti
subtropis dan kutub (den Hartog, 1977).

Menurut, Jimmy kathler 2010 Ciri khas dari ekosistem laut tropis adalah:

1) Temperatur suhu tinggi


2) Salinitas atau kadar garam yang tinggi
3) Penetrasi cahaya matahari yang tinggi
4) Ekosistem tidak terpegaruh iklim dan cuaca alam sekitar
5) Aliran atau arus laut terus bergerak karena perbedaan iklim, temperatur dan
rotasi bumi
6) Habitat di laut saling berhubungan / berkaitan satu sama lain
7) Komunitas air asin terdiri dari produsen, konsumen, zooplankton dan
dekomposer.

Menurut Muhammad,2010 Laut tropic mempunyai karakteristik yang khas, yaitu:

a) Variasi produktivitas yang berbeda dengan laut subtropik, laut kutub.Laut


tropik merupakan daerah dimana sinar matahari terus menerus sepanjang
tahun (hanya ada dua musim, hujan dan kemarau), kondisi optimal bagi
produksi fitplankton dan konstant sepanjang tahun.
b) Secara umum biota yang hidup pada laut tropik terdiri dari algae, herbivora,
penyaring, predator dan predator tertinggi.
c) Predator tertinggi pada laut tropic (tuna, lanset fish, setuhuk, hiu sedang dan
hiu besar), predator lainnya: cumi-cumi, lumba-lumba.

Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan


lingkungan fisik sebagai suatu system. Organisme akan beradaptasi dengan
lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk
keperluan hidup.Pengertian ini didasarkan pada Hipotesis Gaia, yaitu: “organisme,
khususnya mikroorganisme, bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan
suatu sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan” (
Broto.S,2006).

8
2.1.2 Rantai Makanan

Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya

tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhan-

herbivora-carnivora). Pada setiap tahap pemindahan energi, 80%–90% energi

potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan

terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai makanan

semakin besar pula energi yang tersedia (e-smartschool,2013).

Komponen rantai makanan di laut menurut Anneahira, (2013) yaitu :

1) Fitoplankton

Fitoplankton adalah penyedia makanan dilaut, disebut juga dengan


produsen. Merupakan makhluk hidup bersel satu yang sangat kecil, tidak bisa
dilihar oleh mata telanjang (bisa dilihat melalui mikroskop) dan hidupnya
melayang-layang dipermukaan laut. Fitoplankton disebut produsen karena
memiliki klorofil untuk membuat makanannya sendiri dengan bantuan cahaya
matahari.

2) Zooplankton

Zooplanton adalah hewan air yang kecil dan hidupnya melayang-layang di


air. Tidak memiliki kemampuan fotosistesis seperti fitoplankton. Dalam rantai
makanan di laut, zooplankton hidup dari memakan fitoplankton. Zooplankton
yang lebih besar memakan zooplankton yang lebih kecil.

3) Hewan Laut Kecil

Ikan laut kecil seperti ikan sarden, ikan hering, kepiting dan lobster
memakan zooplanton. Dalam rantai maknan di laut, zooplankton pemakan
fitoplankton disebut sebagai konsumen I. Zooplankton pemakan zooplankton
yang lebih kecil disebut sebagai konsumen II. Selanjutnya hewan kecil pemakan
zooplankton (konsumen II) disebut sebagai konsumen III.

9
4) Hewan Laut Besar
Hewan laut besar seperti ikan hiu, ikan pedang dan gurita memakan hewan
laut kecil.
5) Predator
Predator adalah hewan yang menempati posisi tertinggi didalam rantai
makanan di laut. Contohnya paus dan paus pembunuh. Mamalia ini tidak
hanya memakan ikan-ikan besar tetapi juga serombongan ikan-ikan kecil.
6) Dekomposer
Dekomposer adalah pengurai jasad makhluk hidup yang telah mati.
Biasanya hidup didasar laut dan disebut bentos.Dekomposer ini akan
mengurai bangkai atau sisa-sisa makhluk hidup menjadi komponen yang
lebih kecil lagi agar bisa digunakan kembali oleh fitoplankton sebagai
sumber nutrisi untuk membuat makanan.

2.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKOLOGI TROPIS

2.4.1 Faktor Fisika

Udara dan permukaan laut saling berhubungan. Jika udara lebih panas dari
perairan, maka panas di transfer dari atmosfir ke perairan. Jika perairan lebih panas
dari udara, maka transfer akan terjadi sebaliknya. Kecenderungan ini selalu terjadi
untuk mencapai keseimbangan suhu Jika perbedaan suhu sangat besar, tentunya
transfer panas akan lebih cepat terjadi.
Adanya perpindahan panas antara udara dan perairan dengan sendirinya
berpengaruh terhadap distribusi dan pertumbuhan karang di lautan. Karang
pembangun terumbu terbatas hanya pada perairan tropik dan sub tropik, dengan
suhu permukaan perairan tidak berada di bawah 1800C. Meskipun batas toleransi
karang terhadap suhu bervariasi antarspesies atau antardaerah pada spesies yang
sama, tetapi dapat dinyatakan bahwa karang dan organisme-organisme terumbu
hidup pada suhu dekat dengan batas atas toleransinya, oleh karena itu dapat
dinyatakan bahwa hewan karang relatif sempit toleransinya terhadap suhu.
Peningkatan suhu hanya beberapa derajat sedikit di atas ambang batas (≈ 2 – 30C)
dapat mengurangi laju pertumbuhan atau kematian yang luas pada spesies-spesies
karang secara umum (Rani,2013).

10
Cahaya matahari merupakan energi penggerak utama bagi seluruh
ekosistem termasuk di dalamnya ekosistem perairan. Cahaya matahari
menghasilkan panas sebesar 10-26 Kalori/detik, namun hanya sebagian kecil dari
panas tersebut yang mampu diserap dan masuk ekosistem perairan.Dari bagian
kecil yang memasuki ekosistem perairan hanya sebagian kecil yang mampu diserap
oleh organisme autotrop seperti fitoplankton.
Cahaya adalah sumber energi dasar bagi pertumbuhan organisme autotrop
terutama fitoplankton yang pada gilirannya mensuplai makanan bagi seluruh
kehidupan di perairan. Proses produksi di laut dimulai dari oraganisme autotrop
yang mampu menyerap energi matahari. Tingkatan produksi di laut digambarkan
dengan bentuk piramida makanan yang menunjukan tingkatan tropic atau rantai
makanan antara produser dan konsumer. Organisme autotrop menempati dasar
piramida yang menunjukkan bahwa organisme ini memiliki jumlah terbesar dan
menjadi penopang seluruh kehidupan pada tingkat tropic di atasnya (Sunarto,
2008).

2.4.2 Faktor Kimia

Salinitas disamping suhu, adalah merupakan faktor abiotik yang sangat


menentukan penyebaran biota laut. Perairan dengan salinitas lebih rendah atau
lebihtinggi dari pada pergoyangan normal air laut merupakan faktor penghambat
(limiting factor) untuk penyebaran biota laut tertentu. Pergoyangan air laut normal
secara global berkisar antara 33 ppt sampai dengan 37 ppt dengan nilai tengah
sekitar 35 ppt. Walaupun demikian terdapat kodisi ekstrim alami, seperti di Laut
Merah pada saat tertentu salinitas air laut dapat mencapai 40 ppt ataupun seperti
contoh di Laut Baltik, terutama di sekitar Teluk Bothnia salinitas air laut dapat
mencapai titik terendah yaitu sekitar 2 ppt. Perairan muara sungai dan estuaria
biasanya mempunyai salinitas lebih rendah dari air laut normal dan disebut sebagai
perairan payau (brackish water). Batas pergoyangan air payau ini berkisar 0,5ppt
sampai dengan 30 ppt (Aziz, 2013).
Kondisi asam atau basa pada perairan ditentukan berdasarkan nilai pH
(power ofhydrogen). Nilai pH berkisar antara 0-14, yang mana pH 7 merupakan pH
normal.Kondisi pH kurang dari 7 menunjukkan air bersifat asam, sedangkan pH di
atas 7 menunjukkan kondisi air bersifat basa. Makhluk hidup atau biota perairan

11
masing-masing memiliki kondisi pH yangberbeda-beda. Pengaruh pH pada biota
terletak pada aktivitas enzim, misalnyadalam pH asam, enzim akan mengalami
protonasi. Keasaman juga berpengaruhpada tingkat kelarutan suatu nutrien dalam
perairan, yang menentukan keberadaansuatu organisme. Polusi juga bisa diindikasi
dari pH yang terkait dengan konsentrasi oksigen (pH rendah pada konsentrasi
oksigen rendah) (Jeffri, 2013).
Dissolved oxygen atau oksigen terlarut sangat menentukan kehidupan biota
perairan. Oksigen merupakan akseptor elektron dalam reaksi respirasi,
sehinggabanyak dibutuhkan oleh biota aerobik. Oksigen juga memengaruhi
kelarutan dan ketersediaan berbagai jenis nutrien dalam air. Kondisi oksigen
terlarut yang rendah memungkinkan adanya aktivitas bakteri anaerobik pada badan
air. Oksigen terlarut dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain penutupan vegetasi,
BOD (Biological Oxygen Demand), perkembangan fitoplankton, ukuran badan air,
dan adanya arusangin (Jeffri, 2013).
Nitrogen (N), posfor (P), dan silikon (Si) harus berada dalam kondisi
perbandingan 16 : 1 : 1. Perubahan perbandingan akan memengaruhi proses sukses
plankton.Nitrogen dan posfor merupakan dua unsur yang sangat berpengaruh
terhadap produktivitas primer ekosistem. Kedua senyawa tersebut juga
memengaruhi adanya blooming alga dan merupakan penyebab eutrofikasi.
Eutrofikasi merupakanserangkaian proses penumpukan unsur yang menyebabkan
suburnya perairan (Jeffri, 2013).

2.4.3 Faktor Aktivitas Manusia

Kegiatan manusia memiliki dampak yang bervariasi terhadap ekosistem laut


tropis, dari yang sifatnya sementara atau dapat diatasi secara alami oleh sistem
ekologi masing-masing ekosistem hingga yang bersifat merusak secara permanen
hingga ekosistem tersebut hilang. Kerusakan yang terjadi terhadap salah satu
ekosistem dapat menimbulkan dampak lanjutan bagi aliran antar ekosistem maupun
ekosistem lain di sekitarnya. Khusus bagi komunitas mangrove dan lamun,
gangguan yang parah akibat kegiatan manusia berarti kerusakan dan musnahnya
ekosistem. Bagi komunitas terumbu karang, walau lebih sensitif terhadap
gangguan, kerusakan yang terjadi dapat mengakibatkan konversi habitat dasar dari

12
komunitas karang batu yang keras menjadi komunitas yang didominasi biota lunak
seperti alga dan karang lunak (Dedi, 2007).
Peningkatan jumlah penduduk dunia akan meningkatkan aktivitas
pembangunan, termasuk di daerah pesisir dan sepanjang daerah aliran sungai yang
secara langsung menjadi ancaman terhadap keberadaan ekosistem mangrove yang
berfungsi sebagai penyaring sedimen dan hara. Hilangnya atau berkurangnya fungsi
mangrove dan bersamaan dengan semakin tingginya frekuensi hujan selama
kejadian La Niña akan menjadi ancaman langsung bagi ekosistem terumbu karang
akibatproses sedimentasi dan siltasi.
Ancaman serius lainnya ialah penyuburan perairan (eutrofikasi)
akibataktivitas pertanian di daratan dan buangan limbah rumah tangga yang
mengalir masuk ke daerah pantai melalui sungai-sungai dan kanalSebagai contoh,
peningkatan kandungan nitrogen sebesar 20 μg/liter, meskipun faktanya dapat
meningkatkan produktivitas primer sebesar 25%,tetapi mengurangi laju kalsifikasi
karang sebesar 50-60%. Selain itu, eutrofikasi ini akan menyuburkan
perkembangan fitoplankton, zooplankton, dan makroalga.
Kelimpahan hewan-hewan tersebut akan menguntungkan hewan yang
menyaring makanannya (filter feeders) termasuk berbagai jenis bioeroder seperti
Lithopaga spp. (Bivalvia), polychaeta, spons, briozoa, tunikata, ikan pemakan alga
seperti ikan kakak tua (parrot fish)dan ikan butana (surgeon fish), dan bulu babi.
Bioeroder ini dapat merusak (mengikis) struktur rangkakarang dan terumbu serta
mengubah struktur trofik terumbu karang. Partikel-partikel karbonat yang tererosi
tersebut selanjutnya akan mengendap di bagian depan lereng terumbu (fore reef
slope) atau terbawa ke laut dalam. (Rani, 2013).

13
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktik lapang dilaksanakan pada hari Senin Tanggal 28 s.d.31 Maret 2022
Pengambilan sampel plankton dan benthos di perairan Bunati dan di sekitar
perairan terumbu karang Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan
Selatan

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktik lapang ini dapat dilihat pada
Tabel di bawah ini
Tabel 1. Peralatan yang digunakan dalam Praktik Lapang
No. Nama Alat Kegunaan
1. Global Positioning System (GPS) Menentukan posisi stasiun
2 Botol Sampel 20 ml Menyimpan sampel air dan plankton
3 Ember 10 Liter Mengambil sampel plankton
4 Plankton Net mesh size (25 – 35 µ) Menyaring sampel plankton
5 Kompas Mengetahui arah arus
6 Layang-layang arus Mengukur arus
7 Stopwatch Mengetahui waktu yang ditentukan

14
8 Kamera Dokumentasi penelitian
9 Handrefraktometer Mengukur salinitas
10 Water Checker Mengukur pH dan DO
11 Sechi Disk Mengukur kecerahan
12 Thermometer Mengukur suhu perairan
13 Cool Box Menyimpan botol sampel
14 Alat Tulis Menulis data pengukuran
15 Grab Sampler Mengambil sampel benthos
16 Ayakan Menyaring makrobenthos
17 Kantong Plastik Menyimpan sampel sedimen
18 Botol sampel Menyimpan sampel benthos
19. Slide Identifikasi Mangrove

Tabel 2 Bahan yang digunakan dalam Praktik Lapang


No. Nama Bahan Kegunaan
1. Aquades Mengkalibrasi alat
2. Lugol Mengawetkan sampel Plankton
3. Formalin Mengawetkan sampel Benthos
4. Tisu Membersihkan alat

3.3 Metode Pengambilan Sample


3.3.1 Penentuan Lokasi Stasiun Penelitian
Pengambilan data di lapangan dilakukan di sekitar Sungai, (1). Aliran
Sungai, (2). Estuari dan (3). Laut. Penentuan stasiun berdasarkan kondisi dan
keadaan di lapangan, dengan menggunakan metode (Purpossive Sampling).
Pengambilan sampel dilakukan pada 4 stasiun di perairan estuari sungai
Angsana, berikut ini adalah urairan setiap titik stasiun.
a. ST-1, merupakan stasiun yang berlokasi di dalam sungai Bunati
b. ST-2, merupakan perwakilan wilayah muara sungai Bunati.
c. ST-3, merupakan stasiun antara pesisir dan perairan terumbu karang
d. ST-4, merupakan stasiun yang dekat perairan terumbu karang (karang
Kima)

15
3.3.2 Tahap Pengambilan Data

a. Pengambilan Sampel Plankton


Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan cara mengambil sampel
air pada saatpasang dan surut dengan menggunakan ember berukuran 10
liter sebanyak 10 kali pengulangan, kemudian di tuangkan ke dalam
plankton net yang berukuran 25 mikrometer dengan tujuan menyaring
plankton. Air yang sudah disaring dengan menggunakan plankton net,
dimasukkan ke dalam botol plankton, kemudian tetesi dengan lugol
sebanyak 1 tetes ke dalam botol plankton dengan tujuan untuk
mengawetkan sampel plankton. Kemudian sampel air yang sudah diperoleh
dilapangan kemudian dilanjutkan dengan menganalisis di Laboratarium.
b. Pengambilan Sampel Benthos
Pengambilan sampel benthos dilakukan dengan menggunakan grab
sampler sebanyak 4 stasiun. Sampel sedimen dalam grab dipindahkan ke
kantong plastik dan diberikan penomoran stasiun. Setelah pengambilan
sampel dilakukan penyaringan dengan menggunakan ayakan untuk
mendapatkan sampel makrozoobenthos dan dipindahkan ke dalam botol
sampel serta diberikan pengawet formalin. Setiap stasiun di marking
menggunakan GPS untuk mendapatkan data kordinatnya.
c. Pengambilan Data Kualitas Air
Tahap pengambilan data insitu (secara langsung dilapangan): arus, suhu,
salinitas, do, pH, dan kecerahan serta parameter nitrat dan fosfat secara ex-
situ
 Arus
Pengambilan data arus menggunakan layang-layang arus, dengan
memberi jarak sampai lima meter, tunggu beberapa menit sampai
tali tersebut membentang. Kemudian catat jarak, dan arah dengan
mengunakan kompas dan stopwatch.
 Suhu
Pengukuran suhu dilakukan menggunakan termometer, dengan
cara menculupkan ke dalam perairan kemudian mengamati angka
untuk mengetahui kisaran suhu perairan. Selanjutnya mencatat

16
posisi pengambilan data menggunakan GPS.
 Kecerahan
Pengukuran kecerahan dengan cara mencelupkan Secchidisk ke
dalam kolom perairan,kemudian amati dan hitung berapa jarak
batas sampai alat tidak terlihat
 Salinitas
Pengukuran nilai salinitas permukaan perairan dilakukan dengan
handrefraktometer. Sebelum melakukan pembacaan nilai
handrefractometer terlebih dahulu dikalibrasi dengan aquades.
Kemudian teteskan sampel air laut di atas permukaan kacanya.
Kemudian diamati garis batas putih-biru, catat nilai yang
ditunjukan oleh garis tersebut.
 DO dan pH
Pengambilan data DO dan pH menggunakan alat water quality
cheker dengan mencelupkan probe alat tersebut ke dalam sampel
air sampai nilai DO dan pH terlihat di monitor Water cheker
kemudian dicatat nilai DO dan pH tersebut.
 Pengambilan Sampel Nitrat dan Fosfat (ex-situ)
 Pengambilan sampel nitrat dan fosfat dilakukan dengan
menggunakan botol sampel yang sudah disediakan. Masukkan
sampel air laut sampai botol sampel tersebut terisi penuh tanpa
ada gelembung udara. Kemudian botol sampel diberikan
penomoran stasiun danmasukkan kedalam cold box Selanjutnya
analisis sampel akan dilanjukkan di Laboratarium.
3.3.3 Analisis Laboratorium
Identifikasi Sampel Plankton
Pengamatan dan jenis jumlah plankton yang diperoleh di lapangan
dilakukan dengan menggunakan alat bantu mikroskop. Sampel plankton di
teteskan pada kaca preparat sebanyak1 kali dengan menggunakan pipet tetes.
Kemudian sampel ditutup menggunakan cover glass untuk menghindari adanya
rongga udara, barulah sampel diamati dibawah mikroskop. Pengamatan pada
setiap sampel yang diperoleh dilakukan sebanyak 3 kali pegulangan dengan

17
menggunakan metode pengamatan lapang pandang dilakukan dengan skala
pembesaran 1.500 – 2500 . Identifikasi plankton dilakukan dengan
menggunakan buku identifikasi A Guide To Phytoplankton (Chirs Stefford,
1990). Data plankton yang telah diperoleh kemudian dimasukan dalam
Microsoft Excel guna pengolahan data selanjutnya ditabulasikan.
3.4 Analisis Data

3.4.1 Kelimpahan Plankton

Pengamatan dan Analisis Sampel Identifikasi genera plankton,


dilakukan berdasarkan karakteristik morfologi yang dicocokkan dengan
referensi dari Buku Planktonology (Sachlan, 1972), Identifying Marine
Phytoplankton (Thomas, 1997), Phytoplankton Identification Cataloge
(Botes, 2003), dan Plankton Laut oleh (Nontji, 2008). Kelimpahan plankton
dihitung berdasarkan metode dlapang pandang. Kelimpahan plankton
dinyatakan secara kuantitatif dalam jumlah sel/liter (fitoplankton) atau
ind/liter (zooplankton) dihitung berdasarkan rumus (Fachrul, 2008):
𝑽𝒓 𝟏
𝐍=𝒏× ×
𝑽𝒐 𝑽𝒔
Keterangan:
N = Jumlah sel per liter atau
ind sel per litern = Jumlah sel yang diamati
Vr = Volume sampel (ml)
V0 = Volume air yang diamati
(ml)Vs = Volume air yang tersaring
Perhitungan kelimpahan relatif dari jumlah plankton dapat dilakukan
denganmenggunakan rumus dari Boyd 1979 yakni :
𝒏𝒊
Kelimpahan relatif (%)= × 𝟏𝟎𝟎%
𝒏
Dimana :
ni = jumlah individu plankton teramati spesies tertentu
N = jumlah total individu seluruh spesies plankton

3.4.2 Kepadatan Makrozoobenthos

Kepadatan jenis (K) makrozoobentos didefinisikan sebagai jumlah


individu makrozoobentos per satuan luas (m2). Contoh makrozoobentos yang

18
telah diidentifikasi dihitung kepadatannya dengan formula Odum (1993) sebagai
berikut :

𝟏𝟎𝟎𝟎𝟎
K= ×𝒂
𝒃×𝒏
Dimana ;
K = Kepadatan makrozoobentos (individu/m2)
a = Jumlah individu makrozoobentos jenis ke-i
yang diperolehb = Luas bukaan/mulut alat
sampling yang digunakan (cm2) 10000 = Nilai
konversi cm2 menjadi m2
n = Jumlah ulangan pengambilan (cuplikan)
Perhitungan kelimpahan relatif dari jumlah makrozobenthos dapat
dilakukan denganmenggunakan rumus :

𝒏𝒊
K𝒆𝒑𝒂𝒅𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒓𝒆𝒕𝒂𝒕𝒊𝒇(%) = 𝑵 × 𝟏𝟎𝟎%
Dimana :
ni = jumlah individu makrozobenthos teramati spesies tertentu
N = jumlah total individu seluruh spesies plankton

3.5 Metode Pengambilan Data Mangrove

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode jalur


berpetak atau “nestedsampling”, yaitu kombinasi antara cara jalur dan garis
berpetak. Untuk tingkat pohondilakukan dengan cara jalur, sedangkan untuk
tingkat semai dan pancang dilakukan dengan garis berpetak, dimana dalam
petak yang besar terdapat petak yang kecil. Selain menggunakan metode jalur
berpetak, untuk mengetahui kondisi hutan mangrove di kawasan pesisir
dilakukan pula inventarisasi dengan cara koleksi bebas di beberapa tempat.
Lebar jaluradalah sebesar 10 m, yaitu masing-masing 5 meter sebelah kiri dan
kanan sumbu jalur yangdimulai dari tepi sungai hingga ke darat.
Pengamatan dilakukan terhadap permudaan tingkat semai,
pancang/anakan dan pohon. Permudaan tingkat semai adalah tumbuhan yang
mempunyai tinggi 1,5 meter atau kurang, tingkat pancang adalah tumbuhan yang
mempunyai diameter kurang dari 10 cm dan tinggi lebih dari 1,5 meter dan pohon
adalah tumbuhan yang memiliki diameter lebih dari 10 cm yang diukur pada
ketinggian + 20 cm di atas pangkal banir akar tunjang yang paling atas.

Pada masing-masing jalur yang lebarnya 10 m dibuat petak yang lebih

19
kecil secara berselang-seling di sebelah kiri dan kanan sumbu jalur. Pada petak
yang berukuran 10 x 10 m dikumpulkan data tingkat pohon; dalam petak ini
dibuat petak yang lebih kecil berukuran 5 x 5 m untuk mengumpulkan data
tingkat pancang; kemudian dalam petak ini dibuat lagi petak kecil berukuran 2 x
2 m untuk mengumpulkan data tingkat semai

3.6 Analisis Data

Hasil pengukuran lapangan diolah dengan menggunakan beberapa


persamaan untuk mendapatkan gambaran tentang dominansi jenis, kerapatan,
frekuensi dan nilai penting dari masing-masing tingkat pertumbuhan vegetasi
yang telah ditetapkan sebelumnya. Rumus- rumus yang digunakan adalah
sebagai berikut:

3.6.1. Tingkat Pancang (anakan) dan Pohon


Dari hasil pengukuran dan pengumpulan data pada vegetasi tingkat
pancang dan pohon dilakukan perhitungan Nilai Penting Jenis (NPJ),
dimaksudkan untuk menentukan jenis manayang paling dominan. Nilai Penting
Jenis diperoleh dari hasil penjumlahan antara Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi
Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR) dari masing-masing jenis. Perhitungan
ini dilakukan dengan rumus yang dikemukakan oleh Mueller- Dombois dan
Ellenberg (1974) sebagai berikut :

20
Perhitungan untuk menetukan Kerapatan, Frekuensi dan Dominansi
untuk memperoleh NilaiPenting Jenis, sebagaimana berikut :

• Kerapatan
Jumlah individu suatu jenis

Kerapatan Mutlak = Jumlah individu suatu jenis


Luas petak contohJumlah individu suatu jenis

Kerapatan Relatif (%) = Jumlah individu suatu jenis x 100


Jumlah individu seluruh jenis
• Frekuensi

Frekuensi Mutlak = Jumlah petak dari suatu jenis yang hadir


Jumlah petak kehadiran seluruh jenis

Frekuensi Relatif (%) (FR) = Jumlah kehadiran suatu jenis x 100


Jumlah kehadiran seluruh jenis
• Dominansi

Dominansi Mutlak = Jumlah total luas bidang dasar suatu jenis


Luas petak contoh

Dominansi Relatif (DR) = Jumlah total luas bidang dasar suatu jenis x 100
Jumlah total luas bidang dasar seluruh jenis

Nilai Penting Jenis (NPJ %) = NPJ = KR + FR + DR

3.6.2. Tingkat Semai

Dari data hasil pengukuran vegetasi tingkat semai (jumlah individu,


frekuensi dan tinggi rata- rata) selanjutnya dianalisis untuk mencari nilai
dominansi jenisnya dengan Sum of DominanceRatio (SDR) sesuai dengan rumus
yang dikemukakan oleh Numata (1958) yang dikutip Bratawinata (1988) sebagai
berikut :

• Ratio Jumlah Individu

N = Jumlah individu suatu jenis x 100


%
Jumlah individu terbanyak dari suatu jenis

• Ratio Frekuensi

21
F = Jumlah frekuensi suatu jenis x
100 %
Jumlah frekuensi terbanyak dari suatu jenis
• Ratio Tinggi Rata-rata

H = Tinggi rata-rata dari suatu jenis x 100 %


Tinggi rata-rata tertinggi dari jenis lain
Sum of Dominance Ratio :

SDR = N+F +H
3

3.6 Metode Pengamatan Terumbu Karang

3.6.1. Metode Point Intercept Transect (PIT)


Metode PIT yang di adopsi oleh P20 LIPI – CRITC COREMAP (2006) dari
AIMS merupakan penyederhanaan dari metode LIT menggunakan 10 kategori bahkan
bisa 11 kategori jika menambahkan sponge (SP) adalah versi singkat GCRMN.
Tujuannya agar setiap orang dapat berpartisipasi dalam kegiatan monitoring terumbu
karang tanpa harus punya latar belakang pendidikan khusus cukup melalui pelatihan
yang intensif. Penggunaan 10 – 11 kategori awalnya diperuntukan bagi masyarakat
tinggal sekitar di Kawasan Konservasi baik yang berprofesi sebagai nelayan, relawan
ataupun pelajar dan mahasiswa umum non eksakta (IPA). Panjang garis transek hanya
25 m (50 poin) menggunakan roll meter atau tali berskala dengan jarak 0,5 m.

Terdapat 10-11 kategori substrat yang umum di gunakan hampir sama dengan
standar kategori yang digunakan dengan metode Reef Check yaitu Hard Coral (HC) =
Acropora (AC) dan Non Acropora (NA),Soft Coral (SC), Flessy Weed (FS), Silt (SI),
Rock (RC), Rubble (RB), Sand (SD), Dead Coral (DC), Sponge (SP), Others (OT).
Data di ambil pada garis transek sepanjang 25 m sekurang-kurangnya di pasang 2
transek yang sejajar berjarak 5 – 10 m agar dosen pendamping mudah mengawasi dan
menjagakeselamatan praktikan.

Dalam praktik kali ini kategori substrat yang digunakan berdasarkan standard
GCRMN (Global Coral Reef Monitoring Network) seperti yang dilakukan pada
simulasi transek. Penggunaan standard GCRMN agar memudahkan dalam analisis
berkaitan dengan faktor lingkungan. Bentuk pertumbuhan (lifeform) karang

22
cenderung merupakan adaptasi dan refleksi dari pengaruh faktor lingkungan. Data
standar GCRMN (31 – kategori) nantinya bisa di konversikan kedalam standar
penilaian Reef Check (10 - 11 kategori).

Pengambilan data pada transek sepanjang 25 meter dengan interval 0,5 m


sehingga didapatkan 50 pointdata kategori substrat.

Gambar 2.4. Geomorfologi paparan terumbu karang dan groove serta spurs pada
tubir (slope) hingga reef crest

Bagi yang berpendidikan seperti mahasiswa Ilmu Kelautan, atau MIPA Biologi &
Ekologi sebaiknya disarankan menggunakan :

- 31 kategori yang terdiri dari 26 lifeform (bentuk pertumbuhan) dan 5


kategori substrat Abiotic versi lengkap GCRMN (coral navigator)
- Tingkat genus/genera
- Tingkat spesies
- Detail & kompleksitas data sangat tergantung pada kapasitas observer
(teknisi / expert)
- Semakin detail data yang dikumpulkan semakin mudah mendeskripsikan
secara umum hingga spesifik nilai kuantitatif berdasarkan kategori sehingga akan
mudah menghubungkan dengan faktor geografi, oseanografi dan tekanan pengaruh
alami dan antropogenik.

23
24
25
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kelimpahan dan Struktur Komunitas Plankton


Berdasarkan Analis dan perhitungan yang telah dilakukan maka didapatkan hasil
sebagai berikut:

4.1.1 Organisme Fitoplankton

Berikut adalah hasil kelimpahan relatif mikroorganisme Fitoplankton di Setiap


Stasiun:

a. Stasiun 1 (0088A) Kelimpahan Relatif


Stasiun 0088A Jumlah ni rata-
jumlah N Nr
NO Fitoplankton P1 P2 P3 rata
1 Acineta 1 2 3 1,5 30 2%
2 Amylax tricantha 3 3 3,0 60 4%
3 Anabaena 1 1 1,0 20 1%
4 Aphanothece 1 1 2 1,0 20 1%
5 Attheya 1 1 2 1,0 20 1%
6 Bulbochaete 1 2 3 1,5 30 2%
7 Chaetonema 1 1 2 1,0 20 1%
8 Characium 2 1 1 4 1,3 26,7 2%
Chrysophyta
9 thalassionema 2 1 3 1,5 30 2%
10 Codosiga 1 1 1,0 20 1%
11 Community 1 1 1,0 20 1%
12 Conochilus 2 4 1 7 2,3 46,7 3%
13 Cyclidium sp. 1 2 3 1,5 30 2%
14 Cylindropcapsales 1 1 2 1,0 20 1%
15 Dinobryon 3 3 1 7 2,3 46,7 3%
16 Dinobryon divergen 1 4 5 2,5 50 3%
17 Disematostoma 2 2 2,0 40 2%
18 Euglena 2 1 3 1,5 30 2%
19 Euglenopsis 1 1 1,0 20 1%
20 Euglypa tuberculata 2 1 1 4 1,3 26,7 2%
21 Eunotia 2 1 3 1,5 30 2%
22 Gloeocapsa 2 6 8 4,0 80 5%

26
23 Gomphosphaeria 1 3 4 2,0 40 2%
24 Gonatozygon 3 4 7 3,5 70 4%
25 Gonyaulax 3 5 8 4,0 80 5%
26 Gynodinium 1 3 4 2,0 40 2%
27 Lacrymaria 1 2 3 1,5 30 2%
28 Licmophora longipes 1 1 2 1,0 20 1%
29 Micrasterias 1 1 1,0 20 1%
30 Microspora 3 1 4 2,0 40 2%
31 Phacus 2 4 6 3,0 60 4%
32 Phacus longicauda 1 1 2 1,0 20 1%
33 Phycokey 2 2 4 2,0 40 2%
34 Pinnularia 3 1 2 6 2,0 40 2%
35 Prorocentrum 5 1 6 3,0 60 4%
36 Protococcus viridis 1 2 3 1,5 30 2%
37 Rhizosolenia robusta 1 2 2 5 1,7 33,3 2%
38 Rhopalodia gibba 1 4 5 2,5 50 3%
39 Sorastrum 1 2 3 1,5 30 2%
40 Straurastrum 2 3 5 2,5 50 3%
41 Surirella 2 2 4 2,0 40 2%
42 Synedra 3 2 4 9 3,0 60 4%
43 Tabellaria 1 1 1,0 20 1%
44 Thuricola 2 1 3 1,5 30 2%
45 Vorticella 2 2 3 7 2,3 46,7 3%
46 Zygogonium 1 1 2 1,0 20 1%
JUMLAH 57 61 56 174 84,3 1687 100%
Tabel. Data Kelimpahan Relatif Mikroorganisme Fitoplankton di Stasiun

27
KELIMPAHAN RELATIF FITOPLANKTON STASIUN
2%3%1%
2%4%
1
1% 1%1% Acineta Amylax tricantha
4% 1%
2%
2% 1% Anabaena Aphanothece
2% Attheya Bulbochaete
3% 2%
1%
2% 1% Chaetonema Characium
3% 3% Chrysophyta thalassionema Codosiga
2% 2% Community Conochilus
2% 1%
3% Cyclidium sp. Cylindropcapsales
4% Dinobryon Dinobryon divergen
3%
2% Disematostoma Euglena
2% 2%
1% 2% Euglenopsis Euglypa tuberculata
1%
2%
4% Eunotia Gloeocapsa
2%
2% Gomphosphaeria Gonatozygon
1%
1% 5%
2%2% Gonyaulax urostyla Gynodinium
5% 4% 2% Lacrymaria Licmophora longipes
Micrasterias Microspora
Phacus Phacus longicauda
Phycokey Pinnularia
Prorocentrum Protococcus viridis
Rhizosolenia robusta Rhopalodia gibba
Sorastrum Straurastrum
Surirella Synedra
Tabellaria Thuricola
Vorticella Zygogonium

gambar . Grafik Kelimpahan Relatif Mikrooorganisme Fitoplankton di Stasiun 1

Stasiun 1 di perairan Bunati memiliki mikroorganisme salah satunya


kelimpahan Fitoplankton. Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat diketahui
bahwa kelimpahan plankton pada stasiun 1 (0088A) mencapai jumlah 174 dengan
rata-rata mencapai 84,3. Plankton yang memiliki kelimpahan tertinggi hingga
terendah yaitu dimulai dari Synedra dengan jumlah total kemunculan dari tigakali
percobaan mencapai 9 individu yang di persentasikan sebesar 5% dari 3 kali
percobaan dan diikuti oleh plankton Gloeocapsa dengan jumlah mencapai 8
individu yang di persentasikan sebesar 4% dari 3 kali percobaan dan plankton
Conochilus, Dinobryon, Gonatozygon dan Vorticella dengan jumlah mencapai 7
individu yang dipersentasikan sebesar 3% dari 3 kali percobaan. Plankton dengan
kelimpahan terendah adalah Anabaena, Chaetonema, Community, Euglenopsis,
Micrasterias dan Tabellaria dengan jumlah yang hanya mencapai 1 individu yang
dipersentasikan sebesar 1% dari 3 kali percobaan.

28
b. Stasiun 2 (11B) Kelimpahan Relatif
Stasiun 11 B JUMLAH
Total ni rata-rata N Nr
NO Fitoplankton P1 P2 P3
1 Acineta 1 1 1,0 20 1%
2 Amylax tricantha 4 5 5 14 4,7 93,3 5%
3 Anabaena 2 3 5 2,5 50 2%
4 Aphanothece 1 2 3 1,5 30 1%
5 Attheya 1 2 3 1,5 30 1%
6 Bulbochaete 5 4 5 14 4,7 93,3 5%
7 Chaetonema 1 1 1,0 20 1%
8 Characium 2 2 2,0 40 2%
Chrysophyta
9 thalassionema 3 1 4 2,0 40 2%
10 Codosiga 7 4 5 16 5,3 106,7 5%
11 Community 3 3 3,0 60 3%
12 Conochilus 1 3 2 6 2,0 40 2%
13 Cyclidium sp. 1 1 1,0 20 1%
14 Cylindropcapsales 1 1 1,0 20 1%
15 Dinobryon 7 3 10 5,0 100 5%
16 Dinobryon divergen 2 1 3 1,5 30 1%
17 Disematostoma 3 1 2 6 2,0 40 2%
18 Euglena 4 3 7 3,5 70 3%
19 Euglenopsis 1 1 2 1,0 20 1%
20 Euglypa tuberculata 2 1 3 1,5 30 1%
21 Eunotia 3 1 4 2,0 40 2%
22 Gloeocapsa 1 1 1,0 20 1%
23 Gomphosphaeria 1 1 1,0 20 1%
24 Gonatozygon 5 1 6 3,0 60 3%
25 Gonyaulax 4 4 4,0 80 4%
26 Gynodinium 1 1 1,0 20 1%
27 Lacrymaria 2 2 2,0 40 2%
Licmophora
28 longipes 1 1 1,0 20 1%
29 Micrasterias 3 1 1 5 1,7 33,3 2%
30 Microspora 1 1 1,0 20 1%
31 Phacus 1 1 1,0 20 1%
32 Phacus longicauda 1 1 1,0 20 1%
33 Phycokey 2 4 3 9 3,0 60 3%

29
34 Pinnularia 1 1 1,0 20 1%
35 Prorocentrum 8 9 9 26 8,7 173,3 8%
36 Protococcus viridis 1 1 1,0 20 1%
37 Rhizosolenia robusta 1 1 1,0 20 1%
38 Rhopalodia gibba 2 2 2,0 40 2%
39 Sorastrum 5 1 6 3,0 60 3%
40 Straurastrum 3 1 4 2,0 40 2%
41 Surirella 2 1 1 4 1,3 26,7 1%
42 Synedra 8 6 3 17 5,7 113,3 5%
43 Tabellaria 4 2 1 7 2,3 46,7 2%
44 Thuricola 2 2 2,0 40 2%
45 Vorticella 1 3 4 2,0 40 2%
46 Zygogonium 1 1 1,0 20 1%
JUMLAH 78 71 69 218 103,33 2067 100%
Tabel. Data Kelimpahan Relatif Mikroorganisme Fitoplankton di Stasiun

KELIMPAHAN RELATIF FITOPLANKTON STASIUN 2


Acineta Amylax tricantha
Anabaena Aphanothece
Attheya Bulbochaete
2%1%
1% 5% Chaetonema Characium
2%2% 2% Chrysophyta thalassionema Codosiga
5% 1%
1% Community Conochilus
1% 5% Cyclidium sp. Cylindropcapsales
2% 1%
3% 2% Dinobryon Dinobryon divergen
2% 2% Disematostoma Euglena
1%
1% Euglenopsis Euglypa tuberculata
5%
Eunotia Gloeocapsa
8% 3% Gomphosphaeria Gonatozygon
2% Gonyaulax urostyla Gynodinium
1% 1%
1% Lacrymaria Licmophora longipes
3% Micrasterias Microspora
1% 5%
1% Phacus Phacus longicauda
1% 1%
2%
1% 2% Phycokey Pinnularia
2%
1% 3% Prorocentrum Protococcus viridis
4% 3%1% 1%1%
1%2% Rhizosolenia robusta Rhopalodia gibba
Sorastrum Straurastrum
Surirella Synedra
Tabellaria Thuricola
Vorticella Zygogonium

. Grafik Kelimpahan Relatif Mikrooorganisme Fitoplankton di Stasiun 2

30
Stasiun 2 di perairan Bunati memiliki mikroorganisme salah satunya
kelimpahan Fitoplankton. Pada stasiun 2 (11 B) kelimpahan plankton mencapai 218
dengan rata-rata 103,33. Plankton yang memiliki kelimpahan tertinggi hingga
terendah pada stasiun 11 B dimulai dari genera Prorocentrum dengan jumlah
plankton mencapai 26 individu yang di persentasikan sebesar 8% dari 3 kali
percobaan. Kemudian diikuti oleh Synedra dengan jumlah mencapai 17 individu
yang di persentasikan sebesar 5% dari 3 kali percobaan, Codosiga dengan jumlah
mencapai 16 individu yang di persentasikan sebesar 5% dari 3 kali percobaan,
Amylax tricantha dan Bulbochaete dengan jumlah yang sama yaitu mencapai 14
individu yang di persentasikan sebesar 4% dari 3 kali percobaan, serta Dinobryon
dengan jumlah mencapai 10 individu yang di persentasikan sebesar 3% dari 3 kali
percobaan. Sedangkan plankton yang memiliki kelimpahan terendah pada stasiun
11 B ini adalah Acineta, Chaetonema, Cyclidium sp, Cylindropcapsales,
Gloeocapsa, Gomphosphaeria, Gynodinium, Licmophora longipes, Microspora,
Phacus, Phacus longicauda, Protococcus viridis, Rhizosolenia robusta, Pinnularia,
dan Zygogonium dengan jumlah 1 individu yang di persentasikan sebesar 1% dari 3
kali percobaan.

c. Stasiun 3 (A 0053) Kelimpahan Relatif

Stasiun 3A 0053 Jumlah ni


Total N Nr
NO Fitoplankton P1 P2 P3 rata-rata
1 Acineta 1 1 1,0 20 1%
2 Amylax tricantha 5 7 6 18 6,0 120 7%
3 Anabaena 3 1 4 8 2,7 53,3 3%
4 Aphanothece 1 1 1,0 20 1%
5 Attheya 1 1 2 4 1,3 26,7 2%
6 Bulbochaete 3 2 3 8 2,7 53,3 3%
7 Chaetonema 1 1 1,0 20 1%
8 Characium 1 1 1,0 20 1%
Chrysophyta
9 thalassionema 2 1 1 4 1,3 26,7 2%

31
10 Codosiga 2 3 2 7 2,3 46,7 3%
11 Community 1 1 2 4 1,3 26,7 2%
12 Conochilus 1 1 1,0 20 1%
13 Cyclidium sp. 1 1 1,0 20 1%
14 Cylindropcapsales 1 1 2 1,0 20 1%
15 Dinobryon 5 2 3 10 3,3 66,7 4%
Dinobryon
16 divergen 3 2 5 2,5 50 3%
17 Disematostoma 1 1 1,0 20 1%
18 Euglena 2 1 3 1,5 30 2%
19 Euglenopsis 3 1 1 5 1,7 33,3 2%
Euglypa
20 tuberculata 1 1 1,0 20 1%
21 Eunotia 1 1 2 4 1,3 26,7 2%
22 Gloeocapsa 2 2 2,0 40 2%
23 Gomphosphaeria 3 1 1 5 1,7 33,3 2%
24 Gonatozygon 1 3 4 2,0 40 2%
25 Gonyaulax 1 2 2 5 1,7 33,3 2%
26 Gynodinium 2 2 2,0 40 2%
27 Lacrymaria 1 1 2 4 1,3 26,7 2%
Licmophora
28 longipes 2 1 2 5 1,7 33,3 2%
29 Micrasterias 1 1 1 3 1,0 20 1%
30 Microspora 3 3 3,0 60 4%
31 Phacus 1 2 3 1,5 30 2%
Phacus
32 longicauda 1 2 3 1,5 30 2%
33 Phycokey 2 2 2,0 40 2%
34 Pinnularia 2 3 5 2,5 50 3%
35 Prorocentrum 5 6 3 14 4,7 93,3 6%
Protococcus
36 viridis 2 2 2,0 40 2%
Rhizosolenia
37 robusta 1 2 3 1,5 30 2%
38 Rhopalodia gibba 3 1 4 2,0 40 2%
39 Sorastrum 3 1 4 2,0 40 2%
40 Straurastrum 1 1 1,0 20 1%
41 Surirella 1 2 1 4 1,3 26,7 2%
42 Synedra 3 1 1 5 1,7 33,3 2%

32
43 Tabellaria 1 1 2 1,0 20 1%
44 Thuricola 1 1 2 1,0 20 1%
45 Vorticella 3 1 4 2,0 40 2%
46 Zygogonium 1 2 3 1,5 30 2%
JUMLAH 63 56 65 184 82,5 1650 100%
Tabel. Data Kelimpahan Relatif Mikroorganisme Fitoplankton di Stasiun 3

KELIMPAHAN RELATIF FITOPLANKTON STASIUN 3


Acineta Amylax tricantha
Anabaena Aphanothece
Attheya Bulbochaete
1%1%2%2%1% 7% Chaetonema Characium
2%
2%
1% 3% Chrysophyta thalassionema Codosiga
2% 1% Community Conochilus
2%
2% 3% Cyclidium sp. Cylindropcapsales
2% 1%
2% 1% Dinobryon Dinobryon divergen
2% Disematostoma Euglena
6% 3% Euglenopsis Euglypa tuberculata
2% Eunotia Gloeocapsa
3% 1% Gomphosphaeria Gonatozygon
1%
1% Gonyaulax urostyla Gynodinium
2%
2% 4% Lacrymaria Licmophora longipes
2% 3% Micrasterias Microspora
4% 1% Phacus Phacus longicauda
1% 2%
2%2% 2% Phycokey Pinnularia
1%
2%2%2%2%2%2% Prorocentrum Protococcus viridis
Rhizosolenia robusta Rhopalodia gibba
Sorastrum Straurastrum
Surirella Synedra
Tabellaria Thuricola
Vorticella Zygogonium

gambar . Grafik Kelimpahan Relatif Mikrooorganisme Fitoplankton di Stasiun 3

Sedangkan pada stasiun 3A (0053) kelimpahan plankton mencapai 184


dengan rata-rata 82,5. Plankton terbayak pada stasiun ini adalah Amylax tricantha
dengan jumlah mencapai 18 individu yang di persentasikan sebesar 7% dari 3 kali
percobaan, kemudian diikuti oleh Prorocentrum dengan jumlah mencapai 14
individu yang di persentasikan sebesar 6% dari 3 kali percobaan, serta Dinobryon
dengan jumlah kemunculan 10 yang di persentasikan sebesar 4% dari 3 kali
percobaan. Plankton dengan jumlah yang paling rendah yaitu Acineta, Aphanothece,
Chaetonema, Characium, Conochilus, Cyclidium sp, Disematostoma, Euglypa
tuberculata, dan Straurastrum dengan jumlah yang sama yaitu 1 individu yang di
persentasikan sebesar 1% dari 3 kali percobaan.

33
4.1.2. Organisme Zooplankton

Berikut adalah hasil kelimpahan relatif mikroorganisme Zooplankton di Setiap


Stasiun:
a. Stasiun 1
Stasiun 0088A JUMLAH ni rata-
Total N Nr
NO Zooplankton P1 P2 P3 rata
1 Oikopleura 1 1 2 1,0 20 2%
2 Polyarthra 1 2 1 4 1,3 26,7 2%
3 Nassula 1 1 1,0 20 2%
4 Tintinnids 1 1 3 5 1,7 33,3 3%
5 Asplanchinidae 3 2 5 2,5 50 4%
Rhizopoda
6 (Sarcodina) 3 1 4 2,0 40 3%
7 Urostyla 3 2 3 8 2,7 53,3 5%
8 Tetrahymen 2 4 2 8 2,7 53,3 5%
9 Urocentrum 7 8 15 7,5 150 13%
10 Gastropus 1 2 3 1,5 30 3%
11 Ploesoma 2 1 3 1,5 30 3%
12 Rotifer 1 1 1,0 20 2%
13 Asplanchna prodonta 2 2 3 7 2,3 46,7 4%
Blepharisma
14 hyalinum 2 2 2,0 40 3%
15 Astasia 1 2 3 6 2,0 40 3%
16 Pseudobiotus spp 1 1 1,0 20 2%
17 Chyphoderia ampulla 1 2 3 1,5 30 3%
18 Dinophysis fortii 1 1 2 1,0 20 2%
19 Diplonchloris 2 1 3 1,5 30 3%
20 Euglypa rotunda 3 2 5 2,5 50 4%
21 Heleopera baetica 1 1 1,0 20 2%
22 Monostyla 1 1 2 1,0 20 2%
23 Notholca 1 1 2 1,0 20 2%
24 Botrycoccus 2 2 4 2,0 40 3%
25 amoeba 2 1 3 1,5 30 3%
26 Ciliata 1 1 1,0 20 2%
27 Diophrys sp 1 3 4 2,0 40 3%
28 Oxytrica 1 1 1,0 20 2%

34
29 Synchaeta 2 2 2,0 40 3%
30 Colpidium 2 3 1 6 2,0 40 3%
31 Flagellata 2 2 2,0 40 3%
32 Rhizamoeba 1 1 2 1,0 20 2%
JUMLAH 49 34 35 118 57,7 1153,3 100%
Tabel. Data Kelimpahan Relatif Mikroorganisme Zooplankton di Stasiun 1

KELIMPAHAN RELATIF ZOOPLANKTON


STASIUN 1
Oikopleura Polyarthra
3% 2%2%2%2%
3% 3% Nassula Tintinnids
3% 4%
2% Asplanchinidae Rhizopoda (Sarcodina)
3% 3%
Urostyla Tetrahymen
2% 5%
3% Urocentrum Gastropus
3% 5% Ploesoma Rotifer
2% Asplanchna prodonta Blepharisma hyalinum
2%
2% Astasia Pseudobiotus spp
4% 13%
Chyphoderia ampulla Dinophysis fortii
3%
2% Diplonchloris Euglypa rotunda
3% 3%
2% 3% Heleopera baetica Monostyla
3% 3% 4% 2%
Notholca Botrycoccus
amoeba Ciliata
Diophrys sp Oxytrica
Synchaeta Colpidium
Flagellata Rhizamoeba

gambar . Grafik Kelimpahan Relatif Mikrooorganisme Zooplankton di Stasiun 1

Berdasarkan tabel stasiun 1 (0088A) dapat diketahui bahwa kelimpahan


plankton pada stasiun 0088A yang memiliki 3 percobaan mencapai jumlah 188
dengan rata-rata mencapai 57,7. Plankton yang memiliki kelimpahan tertinggi
hingga terendah yaitu dimulai dari plankton dengan kelimpahan tertinggi adalah
Urocentrum dengan total kemunculan dari setiap percobaan mencapai 15 individu
yang di persentasikan sebesar 13% dari 3 kali percobaan. Plankton dengan
kelimpahan terendah adalah plankton Oxytrica, Ciliata, Nassula, Rotifer,

35
Pseudobiotus spp dan Heleopera baetica dengan jumlah mencapai 1 individu yang
di persentasikan sebesar 2% dari 3 kali percobaan.
b. Stasiun 2
Stasiun 11 B JUMLAH ni rata-
Total N Nr
NO Zooplankton P1 P2 P3 rata
1 Oikopleura 2 1 3 1,5 60 2%
2 Polyarthra 1 1 1,0 20 1%
3 Nassula 2 1 3 1,5 60 2%
4 Tintinnids 1 1 1,0 20 1%
5 Asplanchinidae 3 1 4 2,0 80 3%
Rhizopoda
6 (Sarcodina) 1 2 3 1,5 60 2%
7 Urostyla 7 5 3 15 5,0 300 7%
8 Tetrahymen 4 2 4 10 3,3 200 5%
9 Urocentrum 2 4 4 10 3,3 200 5%
10 Gastropus 4 3 2 9 3,0 180 4%
11 Ploesoma 2 3 5 2,5 100 4%
12 Rotifer 3 1 4 2,0 80 3%
Asplanchna
13 prodonta 1 1 2 1,0 40 1%
Blepharisma
14 hyalinum 2 1 3 1,5 60 2%
15 Astasia 3 2 5 2,5 100 4%
Pseudobiotus
16 spp 1 1 2 4 1,3 80 2%
Chyphoderia
17 ampulla 2 1 3 1,5 60 2%
Dinophysis
18 fortii 4 3 1 8 2,7 160 4%
19 Diplonchloris 1 1 1,0 20 1%
Euglypa
20 rotunda 1 1 2 1,0 40 1%
Heleopera
21 baetica 1 2 3 1,5 60 2%
22 Monostyla 2 1 3 1,5 60 2%
23 Notholca 1 2 3 1,5 60 2%
24 Botrycoccus 3 3 1 7 2,3 140 3%
25 amoeba 9 7 7 23 7,7 460 11%
26 Ciliata 1 1 1,0 20 1%

36
27 Diophrys sp 3 5 2 10 3,3 200 5%
28 Oxytrica 2 2 2,0 40 3%
29 Synchaeta 2 1 3 1,5 60 2%
30 Colpidium 4 6 3 13 4,3 260 6%
31 Flagellata 1 3 4 2,0 80 3%
32 Rhizamoeba 1 3 4 2,0 80 3%
JUMLAH 60 63 49 172 70,8 3440 100%
Tabel. Data Kelimpahan Relatif Mikroorganisme Zooplankton di Stasiun 2

KELIMPAHAN RELATIF ZOOPLANKTON


STASIUN 2
Oikopleura Polyarthra
3% 3% 2%1%2%1% Nassula Tintinnids
6% 3% Asplanchinidae Rhizopoda (Sarcodina)
2%
2% Urostyla Tetrahymen
3% 7% Urocentrum Gastropus
5% Ploesoma Rotifer
1% 5% Asplanchna prodonta Blepharisma hyalinum
Astasia Pseudobiotus spp
5%
11% Chyphoderia ampulla Dinophysis fortii
4% Diplonchloris Euglypa rotunda
3% 4% Heleopera baetica Monostyla
2% 3% Notholca Botrycoccus
2% 1%
2%1% 2% amoeba Ciliata
1% 4% 2%2% 4%
Diophrys sp Oxytrica
Synchaeta Colpidium
Flagellata Rhizamoeba

gambar . Grafik Kelimpahan Relatif Mikrooorganisme Zooplankton di Stasiun 2

Pada stasiun 11 B kelimpahan plankton mencapai 172 dengan rata-rata 70,8


dari beberapa jenis yang beragam. Plankton yang memiliki kelimpahan tertinggi
hingga terendah pada stasiun 11 B dimulai dari plankton yang memiliki kelimpahan
tertinggi adalah Amoeba dengan jumlah plankton mencapai 23 individu individu
yang di persentasikan sebesar 11% dari 3 kali percobaan. Plankton yang memiliki
kelimpahan terendah pada stasiun 11 B adalah Polyarthra, Tintinnids, Ciliata dan

37
Diplonchloris dengan jumlah 1 individu individu yang di persentasikan sebesar 3-
1% dari 3 kali percobaan.

c. Stasiun 3

Stasiun 3A 0053 JUMLAH ni rata-


Total N Nr
NO Zooplankton P1 P2 P3 rata
1 Oikopleura 1 3 4 2,0 80 4%
2 Polyarthra 1 1 1,0 20 2%
3 Nassula 1 1 2 1,0 40 2%
4 Tintinnids 4 2 3 9 3,0 180 6%
5 Asplanchinidae 1 1 2 1,0 40 2%
Rhizopoda
140 4%
6 (Sarcodina) 3 2 2 7 2,3
7 Urostyla 6 6 5 17 5,7 340 10%
8 Tetrahymen 7 6 4 17 5,7 340 10%
9 Urocentrum 4 2 2 8 2,7 160 5%
10 Gastropus 1 1 2 1,0 40 2%
11 Ploesoma 2 1 3 1,5 60 3%
12 Rotifer 1 1 1,0 20 2%
Asplanchna
20 2%
13 prodonta 1 1 1,0
Blepharisma
20 2%
14 hyalinum 1 1 1,0
15 Astasia 1 1 1,0 20 2%
16 Pseudobiotus spp 2 1 3 1,5 60 3%
Chyphoderia
20 2%
17 ampulla 1 1 1,0
18 Dinophysis fortii 1 1 1,0 20 2%
19 Diplonchloris 1 1 1,0 20 2%
20 Euglypa rotunda 1 1 2 1,0 40 2%
Heleopera
40 4%
21 baetica 2 2 2,0
22 Monostyla 1 1 2 1,0 40 2%
23 Notholca 1 1 1,0 20 2%
24 Botrycoccus 2 2 2,0 40 4%
25 amoeba 2 4 3 9 3,0 180 6%
26 Ciliata 1 1 1,0 20 2%

38
27 Diophrys sp 1 1 1,0 20 2%
28 Oxytrica 1 1 1,0 20 2%
29 Synchaeta 1 1 1,0 20 2%
30 Colpidium 3 2 2 7 2,3 140 4%
31 Flagellata 1 1 1,0 20 2%
32 Rhizamoeba 2 1 3 1,5 60 3%
JUMLAH 44 37 34 115 54,2 2300 100%
Tabel. Data Kelimpahan Relatif Mikroorganisme Zooplankton di Stasiun 3

KELIMPAHAN RELATIF ZOOPLANKTON STASIUN 3


Oikopleura Polyarthra
Nassula Tintinnids
2%3% 4% 2%2%
4% Asplanchinidae Rhizopoda (Sarcodina)
2% 6%
2% Urostyla Tetrahymen
2% 2%
2% Urocentrum Gastropus
4%
6% Ploesoma Rotifer
Asplanchna prodonta Blepharisma hyalinum
4% 10%
2% Astasia Pseudobiotus spp
2% Chyphoderia ampulla Dinophysis fortii
4% Diplonchloris Euglypa rotunda
2% 10%
2% Heleopera baetica Monostyla
2%
2% Notholca Botrycoccus
3% 5%
2%2%
2%2%3%2% amoeba Ciliata
Diophrys sp Oxytrica
Synchaeta Colpidium
Flagellata Rhizamoeba

gambar . Grafik Kelimpahan Relatif Mikrooorganisme Zooplankton di Stasiun 3

Pada stasiun 3A 0053 kelimpahan plankton mencapai 115 dengan rata-


rata 54,2. Plankton terbanyak pada stasiun ini adalah Urostyla dan Tetrahymen
dengan jumlah mencapai 17 individu yang di persentasikan sebesar 10% dari 3 kali
percobaan. Plankton dengan jumlah yang paling rendah yaitu Flagellata, Synchaeta,
Oxytrica, Diophrys sp, Ciliata, Notholca, Rotifer, Asplanchna prodonta,
Blepharisma hyalinum, Astasia, Chyphoderia ampulla, Dinophysis fortii,
Diplonchloris dan Polyarthra dengan jumlah yang sama yaitu 1 individu yang di
persentasikan sebesar 4-5% dari 3 kali percobaan.

39
4.2 Kepadatan Organisme Makrozobenthos
Spesies Makrozoobenthos ST1 ST2 ST3 ni Ni/N Kepadatan Relatif

Nerita atramentosa 14 0 0 14 0,14 14,29%

Chicoreus brunneus 13 7 0 20 0,20 20,41%

Cassidula aurisfelis 0 7 0 7 0,07 7,14%

Olivella minuta 0 6 0 6 0,06 6,12%

Telescopium telescopium 0 6 13 19 0,19 19,39%

Corbicula polymesoda 0 0 17 17 0,17 17,35%

Thylomelania 0 0 9 9 0,09 9,18%

Chiromantes heimatocheir 0 6 0 6 0,06 6,12%

Jumlah 27 32 39 98 1,00 100%

Tabel. Data Kepadatan Relatif Makrozoobenthos

KEPADATAN RELATIF MAKROZOOBENTHOS


6%
Nerita atramentosa
9%
14% Chicoreus brunneus

Cassidula aurisfelis

17% Olivella minuta


21%
Telescopium telescopium

Corbicula polymesoda
7%
20% Thylomelania
6%

Chiromantes heimatocheir
gambar .
Grafik Kepadatan Relatif Makrozoobenthos

Pada Stasiun 1,2, dan 3 terdapat 8 spesies Makrozoobenthos dengan jumlah


terbanyak Chicoreus brunnes dengan banyak jumlah 20, memiliki Kepadatan 0,020

40
dan kepadatan relatif 21% dan jumlah terendah Chiromantes heimatocheir dan
Olivella minuta dengan jumlah 6, memiliki kepadatan 0,06 dan kepadatan relatif 6%.

4.3 Mangrove

Berikut adalah data dari setiap Stasiun:

a. Stasiun 1

Stasiun 1 Long:115, 78008 Lat: 3,8826


Pohon pH Tanah
Plot Transek Tipe substrat
Jenis Jumlah DB
1 30,6 cm Lumpur 6,1
1 32,2 cm Lumpur 6,1
1 32 cm Lumpur 6,1
1 34 cm Lumpur 6,1
1 30,2 cm Lumpur 6,1
1 34 cm Lumpur 6,1
Rizhopora 1 32,1 cm Lumpur 6,1
apiculata 1 30,3 cm Lumpur 6,1
1 50,2 cm Lumpur 6,1
1 10 x 10
1 33,4 cm Lumpur 6,1
1 32,6 cm Lumpur 6,1
1 34,3 cm Lumpur 6,1
1 35,1, cm Lumpur 6,1
1 30,2 cm Lumpur 6,1
1 87 cm Lumpur 6,1
Rhyzhopora 1 21 cm Lumpur 6,1
mucronata 1 50 cm Lumpur 6,1
1 100 cm Lumpur 6,1
Table . Data Mangruve Stasiun 1 Plot 1 ukuran 10x10

Stasiun 1 Long:115, 78008 Lat: 3,8826


Pancang pH Tanah
Plot Transek Tipe substrat
Jenis Jumlah DB
1 31,2 Lumpur 6,1
1 21,2 Lumpur 6,1
Rhyzhopora
1 5x5 1 23,4 Lumpur 6,1
apiculata
1 24,5 Lumpur 6,1
1 22,6 Lumpur 6,1

41
1 27,6 Lumpur 6,1
1 22,4 Lumpur 6,1
1 10,1 Lumpur 6,1
1 12,4 Lumpur 6,1
Rhyzhopora
1 11 Lumpur 6,1
mucronata
1 12,4 Lumpur 6,1
1 14 Lumpur 6,1
Table . Data Mangruve Stasiun 1 Plot 1 ukuran 5x5

Stasiun 1 Long:115, 78008 Lat: 3,8826


Plot Transek Semai Tipe substrat pH Tanah
Jenis Jumlah DB
1 1x1 R. Apiculata 2 0 Lumpur 6,1
Table . Data Mangruve Stasiun 1 Plot 1 ukuran 1x1

b. Stasiun 2

Stasiun 2 Long:115, 611583 Lat: 3,748916


Pohon pH Tanah
Plot Transek Tipe substrat
Jenis Jumlah DB
R. Mucronata 14 13 cm Lumpur 5
Sonneratia 1 12 cm Lumpur 5
1 10 x 10
R. Apiculata 12 19 cm Lumpur 5
C . Tagal 15 16 cm Lumpur 5
Table . Data Mangruve Stasiun 2 Plot 1 ukuran 10x10

Stasiun 2 Long:115, 611583 Lat: 3,748916


Plot Transek Pancang Tipe substrat pH Tanah
Jenis Jumlah DB
1 5x5 R. Apiculata 6 6 cm Lumpur 5
Table . Data Mangruve Stasiun 2 Plot 1 ukuran 5x5

Stasiun 2 Long:115, 611583 Lat: 3,748916


Plot Transek Semai Tipe substrat pH Tanah
Jenis Jumlah DB

42
1 1x1 R. Mucronata 1 0 Lumpur 5
Table . Data Mangruve Stasiun 2 Plot 1 ukuran 1x1

c. Stasiun 3

Stasiun 3 Long:115, 611583 Lat: 3,748916


Pohon pH Tanah
Plot Transek Tipe substrat
Jenis Jumlah DB
1 10 x 10 R. Mucronata 1 30,6 cm Lumpur 5,5
Table . Data Mangruve Stasiun 3 Plot 1 ukuran 10x10

Stasiun 3 Long:115, 611583 Lat: 3,748916


Plot Transek Pancang Tipe substrat pH Tanah
Jenis Jumlah DB
4
1 5x5 R. Apiculata 14 Lumpur 5,5
cm
Table . Data Mangruve Stasiun 3 Plot 1 ukuran 5x5

Stasiun 3 Long:115, 611583 Lat: 3,748916


Plot Transek Semai Tipe substrat pH Tanah
Jenis Jumlah DB
1 1x1 R. Apiculata 1 0 Lumpur 5,5
Table . Data Mangruve Stasiun 3 Plot 1 ukuran 1x1

a. Stasiun 4
Stasiun 4 Long:115, 63172 Lat: 3,7526
Pohon pH Tanah
Plot Transek Tipe substrat
Jenis Jumlah DB
68
1 10 x 10 Rhizopora apiculata 3 Lumpur 7,8
cm
Table . Data Mangruve Stasiun 4 Plot 1 ukuran 10x10

43
Stasiun 4 Long:115, 63172
Plot Transek Pancang Tipe substrat pH Tanah
Jenis Jumlah DB
1 5x5 R. Apiculata 7 4 cm Lumpur 7,8
Table . Data Mangruve Stasiun 4 Plot 1 ukuran 5x5

Stasiun 4 Long:115, 63172 Lat: 3,7526


Plot Transek Semai Tipe substrat pH Tanah
Jenis Jumlah DB
1 1x1 R. Apiculata 4 0 Lumpur 7,8
Table . Data Mangruve Stasiun 4 Plot 1 ukuran 1x1

Ekosistem Mangrove yang terdapat di daerah Bunati ini termasuk dalam


keadaan yang baik karena jenis yang termasuk beragam dan kerapatan yang masih
tinggi. Tidak terdapat kondisi kerusakan pada ekosistem mangrove yang terdapat di
pinggiran pantai. Adapun kerusakan tersebut terdapat di stasiun 3 dan 4 karena telah
terganggu oleh kegiatan pembangunan jalan, rumah, dan tambang yang ada di sekitar
desa Bunati.
Mangrove di desa Bunati Tergolong tipe vegetasi mangrove payau. Di dalam
ekosistem ini terdapat berbagai macam vegetasi mangrove antaranya, Rizophora
Apiculata, Rhyzhopora mucronate,dan C . Tagal. Selain mangrove juga ada beberapa
biota seperti Kepiting Tembangkau,Tembakul dan gastropoda,

Pengambilan Data Kualitas Air


Tahap pengambilan data insitu (secara langsung dilapangan): arus, suhu, salinitas,
do, pH, dan kecerahan serta parameter nitrat dan fosfat secara ex-situ
 Arus

44
Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa arus tercepat terjadi
pada hari kedua pada tanggal 29 Maret 2021, pukul 20:30 WITA dan pada
pukul 20.30 WITA dengan kecepatan mencapai 0,56 m/s dan 0,50 m/s.
Berdasarkan pola pergerakan arus di Pantai Bunati menunjukkan ada
keselarasan pola pergerakan arus. Saat air mengalami pasang, air bergerak ke
Timur Laut dan pada saat surut air bergerak ke arah Selatan.
 Suhu
Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi
kehidupan organisme di perairan. Suhu merupakan salah satu faktor eksternal
yang paling mudah untuk diteliti dan ditentukan. Hasil pengukuran suhu
permukaan laut secara langsung di lapanngan (insitu), diperoleh bahwa suhu
perairan Bunati berkisar antara 28.8 – 32.80C. keadaan suhu perairan yang
diperoleh cenderung relatif sama antar stasiun pengamatan.

Gambar 1 Peta Sebaran Suhu

45
 Salinitas
Pengukuran nilai salinitas permukaan perairan dilakukan dengan
handrefraktometer. Sebelum melakukan pembacaan nilai handrefractometer
terlebih dahulu dikalibrasi dengan aquades. Kemudian teteskan sampel air laut
di atas permukaan kacanya. Kemudian diamati garis batas putih-biru, catat nilai
yang ditunjukan oleh garis tersebut.
Hasil pengukuran salinitas di perairan Bunati memiliki nilai yang cukup
bevariasi antar stasiun pengamatan (22 – 36,5 ppm) dan dapat dikatakan bahwa
data yang didapatkan bersifat heterogen dengan variasi nilai yang beragam.
Nilai salinitas di perairan Bunati tidak berbeda jauh dengan nilai salinitas
perairan Indonesia, dimana secara umum berkisar antara 0 – 33 ppm tergatung
pada volume air sungai yang dialirkan (Kalangi, dkk., 2013).

Gambar 2 Peta Sebaran Salinitas

 DO dan pH
pH perairan Bunati memiliki hasil pengukuran berikisar antara 4,8 – 8.4
dimana kisaran teresebut masih dalam kategori normal bahwa pH air laut relatif
lebih stabil dan biasanya berada dalam kisaran 7.5 – 8.4, kecuali dekat pantai.

46
Hasil pengukuran DO pada stasiun pengamatan cukup bervariasi berkisar
antara 6.0 – 7.4 mg/L.

Gambar 3 Peta Sebaran DO

Gambar 4 Peta Sebaran pH

47
 Pengambilan Sampel Nitrat dan Fosfat (ex-situ)
Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi nitrat di stasiun pengukuran
berkisar antara 0.01 – 0.13 mg/L. Sementara berdasarkan hasil analisis,
konsntrasi kandungan fosfat pada stasiun pengukuran berkisar 0.10 – 0.65
mg/L. Nilai tersebut menandakan bahwa kandungan fosfat di perairan Bunati
di beberapan titik melebihi standar baku mutu air laut untuk biota laut
sebagaimana keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun
2004.

Gambar 5 Peta Sebaran Nitrat

48
 Kecerahan
Kecerahan merupakan tingkat dimana cahaya mampu menembus lapisan
perairan. Hasil dari pengukuran yang dilakukan di perairan Desa Bunati menyatakan
bahwa sebaran kecerahan tersebut berkisar diantara 2 m – 8,3 m. Perbedaan kecerahan
terjadi disebabkan oleh kemampuan cahaya matahari yang masuk kedalam perairan
yang juga dipengaruhi oleh kekeruhan air dari benda-benda halus yang tersuspensi
seperti lumpur dan adanya jasad-jasad renik (plankton) dalam suatu perairan.
Sedangkan rendahnya tingkat kecerahan terjadi disebabkan karena terjadinya
perubahan cuaca yaitu awan mendung yang sangat gelap sehingga tidak ada cahaya
yang masuk kedalam perairan.
Kecerahan suatu perairan menentukan sejauh mana cahaya matahari dapat
menembus suatu perairan dan sampai kedalaman berapa proses fotosintesis dapat
berlangsung sempurna. Kecerahan yang mendukung adalah apabila pinggan secchi
disk mencapai 20-40 cm dari permukaan.

Gambar Peta Sebaran Kecerahan

49
 Metode Pengambilan Data Mangrove
Tabel 1. Form Pengamatan Mangrove

Provinsi : Kalsel

Kabupaten : Tanah Bumbu

Kecamatan : Angsana

Desa/Kelurahan : Bunati

Tanggal/Bulan/Tahun : 28 s.d.31 Maret 2022

Posisi Geografis : _ o
LU _ o
LS
o o
_ BB _ BT

Stasiun 1
No Pohon Anakan Semai Tipe Dampa
No Transek
Plo S IN D S IN D S IN D Substra k (0 –
t P D B P D B P D B t 4)
1 1 1 RA 14 32cm Ra 6 25cm Ra 2 <1m Lumpur
2 2 2 Rm 4 50 Rm 5 12,4 Lumpur

Stasiun 2

No Pohon Anakan Semai Tipe Dampa


No Transek
Plo S IN D S IN D S IN D Substra k (0 –
t P D B P D B P D B t 4)
1 1 1 RA 14 13cm Ra 6 6cm Rm 1 <1m Lumpur
2 2 2 Sc 1 12cm Rm 5 12,4 Lumpur
3 3 3 Ra 19 12cm Lumpur
4 4 4 Ct 15 16cm Lumpur

Stasiun 3
No Pohon Anakan Semai Tipe Dampa
No Transek
Plo S IN D S IN D S IN D Substra k (0 –
t P D B P D B P D B t 4)
1 1 1 Rm 1 30,6 Ra 14 4cm Ra 1 <1m Lumpur
cm
Stasiun 4

50
No Pohon Anakan Semai Tipe Dampa
No Transek
Plo S IN D S IN D S IN D Substra k (0 –
t P D B P D B P D B t 4)
1 1 1 RA 3 68cm Ra 7 4cm Ra 4 <1m Lumpur

Tabel 2. Indeks Nilai Penting Tingkat Pohon, Anakan, di


Hutan Mangrove dilokasi Desa Bunati

Kelompok/Jenis
RDi Fi Rfi Ci
Jenis Kepadat Di RCi INP
an (ni/∑n) pi/∑p (Fi/∑F)*100 BA/A

64 8 1,96 10,318 0,526641258 0,0043 300 0,0014


I. Pohon ( RA,RM,SA 34644 44881
CT)

II. Anakan (RA,RM) 38 5 0,434105 2,468 0,176436364 0,0001 300 6,0405


81217

Tabel 3 Kondisi Mangrove di lokasi

Kondisi Jenis
No. Nama Lokasi Kecamatan Subtrat
Mangrove Dominan
1 Stasiun 1 +++ RA +++
2 Stasiun 2 +++ RA +++
3 Stasiun 3 + RM +++
4 Stasiun 4 + RA +++

Keterangan:

+ : penutupan tipis

++ : penutupan sedang

+++ : penutupan tebalSubstrat

+ : Pasir lumpuran

++ : Lumpur pasiran

+++ : Lumpur

51
4. 5 Terumbu Karang
a. Pantai bagian Selatan

Pengamatan biota ekosistem terumbu karang di stasiun 1 wilayah Selatan


perairan Desa Bunati menggunakan metode Point Intercept Transect (PIT). Transek
garis dibuat dengan cara membentangkan rol meter berskala sepanjang 30 meter.
Transek diletakkan sejajar garis pantai dengan mengikuti kontur kedalaman.
Pengamatan kemudian dilakukan sepanjang transek dengan mencatat transisi dalam 50
cm berdasarkan bentuk pertumbuhan (lifeform) koloni karang, biota dan komponen
abiotik lain yang ditemukan sepanjang transek garis.
Hasil yang didapatkan seperti tabel dibawah ini:

52
Berdasarkan Tabel diatas, Jumlah Individu Pertumbuhan dan Persentase Tutupan
Karang pada Stasiun 1 Wilayah Perairan Desa Bunati bagian Selatan (X= 346295, y =
9578715 )
Hasil pengamatan di stasiun 1 wilayah selatan Tabel……memperlihatkan
bahwa tutupan karang keras sebesar 43,33% sehingga berdasarkan KepMen LH nomor
4 tahun 2001 termasuk dalam kategori “Sedang (Moderated/fair)”.

b. Pantai bagian Barat Laut


Pengamatan biota ekosistem terumbu karang di stasiun 2 wilayah Selatan
perairan Desa Bunati menggunakan metode Point Intercept Transect (PIT).
Transek garis dibuat dengan cara membentangkan rol meter berskala sepanjang
30 meter. Transek diletakkan sejajar garis pantai dengan mengikuti kontur
kedalaman. Pengamatan kemudian dilakukan sepanjang transek dengan
mencatat transisi dalam 50 cm berdasarkan bentuk pertumbuhan (lifeform)
koloni karang, biota dan komponen abiotik lain yang ditemukan sepanjang
transek garis.

53
Berdasarkan Tabel diatas Jumlah Individu Pertumbuhan dan Persentase Tutupan
Karang pada Stasiun 2 Wilayah Perairan Desa Bunati bagian Selatan (X= 3641116, y
= 9861092 ) Hasil pengamatan di stasiun 1 wilayah selatan Tabel memperlihatkan
bahwa tutupan karang keras sebesar 36,67% sehingga berdasarkan KepMen LH nomor
4 tahun 2001 termasuk dalam kategori “Sedang (Moderated/fair)

54
55
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang kita dapat dari laporan praktek ini yaitu:
1. Mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi
oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin,
2. Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat
hidup di lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil
dari beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap
salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di
substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan
melakukan reproduksi pada saat terbenam
3. Istilah Ekologi, berasal dari bahasa Yunani, yaitu: Oikos = Tempat
Tinggal (rumah)Logos = Ilmu, telah. Oleh karena itu Ekologi adalah
ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup
dengan sesamanya.
4. Fungsi ekosistem menunjukkan hubungan sebab akibat yang terjadi
secara keseluruhan antar komponen dalam system.
5. Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam
Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria yang disebut
sebagai karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan
Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa maupun kelas Hydrozoa).

5.2 Saran
Saran dari praktikan yaitu praktek lapang kedepannya lebih ditingkatkan
lagi, dari segi mengolah data maupun pengawasan data praktek lapang,
karena data tersebut sangat diperlukan dan dibutuhkan oleh mahasiswa yang
mengikuti Praktek Lapang.

55
DAFTAR PUSTAKA

A.G.Tansley.1935.KomponenKomponenEkosistem.file:///definisi_ekosistem_peng
ertian dan istilah ekosistem komponen ekosistem.htm. diakses pada tanggal
10 Juni 2022

Anneahira, 2014. Rantai makanan Di Laut. www.anneahira.com/rantai-makanan-


di-laut-1052.htm diakses pada tanggal 10 Juni 2022.

Anwar, C., Gunawan, H. 2007. Peranan Ekologis Dan Sosial Ekonomis Hutan
Mangrove Dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir.
Konservasi Sumberdaya Alam, Pusat Litbang Hutan Dan Konservasi
Alam Bogor.

Aziz, A. 1994. Pengaruh Salinitas terhadap Sebaran Fauna Echinodermata. Jurnal


Oseana, vol. XIX, no. 2, hal. 23 - 32

Aziz. 2014. Pengaruh Salinitas Terhadap Sebaran Fauna Echinodermata.


http://www.oseanografi.lipi.go.id/sites/default/files/oseana_xix(2)23-32.pdf
diakses pada tanggal 10 Juni 2022

Azkab, M. H. 1999. Pedoman Invetarisasi Lamun. Oceana 1: 1-16

Budiyanto, 2013. Pengertian Rantai Makanan dan Jaring-Jaring Makanan.


http://budisma.web.id/materi/sma/kelas-x-biologi/pengertian-rantai-
makanan-dan-jaring-jaring-makanan/ diakses pada tanggal 10 Juni 2022.

Indrayanti, E., Widianingsih., Riniatsih, I. 2003. Kajian Potensi Kerang-kerangan


dan Siput Laut di Ekosistem Padang Lamun Perairan Jepara. FPIK.
UNDIP: Semarang.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
http://www.irwantoshut.net/ekosistem.html. Diakses pada tanggal 9
Desember 2015.

56
Kamal, Eni. 2006. Potensidan Pelestarian Sumberdaya Pesisir: Hutan
Mangrovedan Terumbu Karangdi Sumatera Barat. Universitas Bung
Hatta.
Kusumahadi, K. S. 2008. Watak Dan Sifat Tanah Areal Rehabilitasi Mangrove
Tanjung Pasir Tangerang. Fakultas Biologi. UNJ: Jakarta.
Setyawan, A. D., Kusumo, W., Ppurin, C.P. 2003. Ekosistem mangrove di Jawa.
Jurnal Biodiversitas. 4 (2):133-145.
Setyawan, Ahmad Dwi. Kusumo Winarno. 2006. Pemanfaatan Langsung
Ekosistem Mangrove Di Jawa Tengah Dan Penggunaan Lahan Di
Sekitarnya; Kerusakan Dan Upaya Restorasinya. Universitas Sebelas
Maret (UNS). Surakarta. Jurnal Biodiversitas. 7 (3): 282-291.
Sulistiyono. Dwi., Suwarto., Moh. Gamal Rindarjono. Transformasi Mata
Pencaharian Dari Petani Ke Nelayan Di Pantai Depok Desa Parangtritis
Kabupaten Bantul. Jurnal Geoeco.1 (2): 234 – 24.

57

Anda mungkin juga menyukai